1. bahan ajar

16
BAHAN AJAR ZOOLOGI INVERTEBRATA PLATYHELMINTHES Kelompok IV 1. Cepi Sobarna A 115040141 2. Yesi Annur Rayina 115040175 3. Putri Dwi Indriyani 115040195 4. Widya Desfita 115040187 5. Islamiatun 115040199 6. Nurwidya Ningsih 115040161 7. Indri Yunita Sari 115040160 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

Upload: yuga-rahmat-s

Post on 26-May-2015

602 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAHAN AJAR

ZOOLOGI INVERTEBRATA

PLATYHELMINTHES

Kelompok IV

1. Cepi Sobarna A 115040141

2. Yesi Annur Rayina 115040175

3. Putri Dwi Indriyani 115040195

4. Widya Desfita 115040187

5. Islamiatun 115040199

6. Nurwidya Ningsih 115040161

7. Indri Yunita Sari 115040160

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG

PLATYHELMINTHES

Klasifikasi ilmiah

Domain: Eukaryota

Kerajaan: Animalia

Filum: Platyhelminthes

Kelas

Turbellaria (Turbellaria)

Trematoda (Trematoda)

Cestoidea (Cestoda)

Monogenea (Monogenea)

1. Pengertian

Platyhelminthes (dalam bahasa yunani, platy = pipih, helminthes = cacing) atau cacing

pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sedah lebih maju dibandingkan porifera

dan Coelenterata.Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan sel (triploblastik), yaitu

ekstoderm, mesoderm, dan endoderm

Platyhelminthes adalah filum dalam Kerajaan Animalia (hewan). Filum ini mencakup

semua cacing pipih kecuali Nemertea, yang dulu merupakan salah satu kelas pada

Platyhelminthes, yang telah dipisahkan.

2. Ciri-ciri

Platyhelminthes memiliki ukuran tubuh beragam, dari yang berukuran hampir

microskopis hingga yang panjangnya 20 cm. Tubuh Platyhelminthes simetris bilateral dengan

bentuk pipih. Diantara hewan simetris bilateral, Platyhelminthes memiliki tubuh yang paling

sederhana.

Tubuh pipih dosoventral dan tidak bersegmen. Umumnya, golongan cacing pipih hidup

di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam tubuh organisme lain. Cacing golongan ini

sangat sensitif terhadap cahaya . Beberapa contoh Platyhelminthes adalah Planaria yang sering

ditemukan di balik batuan (panjang 2-3 cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembap

(panjang mencapai 60 cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.

3. Struktur dan fungsi tubuh

Platyhelminthes merupakan cacing yang tergolong triploblastik aselomata karena

memiliki 3 lapisan embrional yang terdiri dari ektoderma, endoderma, dan mesoderma. Namun,

mesoderma cacing ini tidak mengalami spesialisasi sehingga sel-selnya tetap seragam dan tidak

membentuk sel khusus.

4. Cara hidup dan habitat

Platyhelminthes ada yang hidup bebas maupun parasit. Platyhelminthes yang hidup bebas

memakan hewan-hewan dan tumbuhan kecil atau zat organik lainnya seperti sisa organisme.

Platyhelminthes parasit hidup pada jaringan atau cairan tubuh inangnya. Habitat Platyhelminthes

yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembap. Platyhelminthes

yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau

manusia.

5. Sistem pencernaan

Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler, dimana peredaran

makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus. Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari

mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan. Di belakang kerongkongan ini terdapat usus

yang memiliki cabang ke seluruh tubuh. Dengan demikian, selain mencerna makanan, usus juga

mengedarkan makanan ke seluruh tubuh.

Selain itu, cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melalui mulut karena

tidak memiliki anus. Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena makanannya diedarkan

melalui sistem gastrovaskuler. Sementara itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari tubuhnya melalui

proses difusi.

6. Sistem syaraf

Ada beberapa macam sistem syaraf pada cacing pipih:

Sistem syaraf tangga tali merupakan sistem syaraf yang paling sederhana. Pada sistem

tersebut, pusat susunan saraf yang disebut sebagai ganglion otak terdapat di bagian

kepala dan berjumlah sepasang. Dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi

yang memanjang di bagian kiri dan kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut saraf

melintang.

Pada cacing pipih yang lebih tinggi tingkatannya, sistem saraf dapat tersusun dari sel

saraf (neuron) yang dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa sinyal dari indera

ke otak), sel saraf motor (sel pembawa dari otak ke efektor), dan sel asosiasi (perantara).

7. Indera

Beberapa jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu bintik mata

yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. Bintik mata tersebut biasanya berjumlah

sepasang dan terdapat di bagian anterior (kepala). Seluruh cacing pipih memiliki indra meraba

dan sel kemoresptor di seluruh tubuhnya. Beberapa spesies juga memiliki indra tambahan berupa

aurikula (telinga), statosista (pegatur keseimbangan), dan reoreseptor (organ untuk mengetahui

arah aliran sungai). Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang disebut

protonefridia. Sistem ini terdiri dari saluran berpembeluh yang berakhir di sel api. Lubang

pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang berjumlah sepasang atau

lebih. Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi melalui dinding sel.

8. Reproduksi.

Reproduksi Platyhelminthes dilakukan secara seksual dan aseksual. Pada reproduksi

seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum oleh sperma terjadi di dalam tubuh (internal).

Fertilisasi dapat dilakukan sendiri ataupun dengan pasangan lain. Reproduksi aseksual tidak

dilakukan oleh semua Platyhelminthes. Kelompok Platyhelminthes tertentu dapat melakukan

reproduksi aseksual dengan cara membelah diri (fragmentasi), kemudian regenerasi potongan

tubuh tersebut menjadi individu baru.

9. Klasifikasi

Platyhelminthes dapat dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu Turbellaria (cacing bulu getar),

Trematoda (cacing hisap), Monogenea, dan Cestoda (cacing pita)

1) Kelas Turbellaria merupakan cacing pipih yang menggunakan bulu getar sebagai alat

geraknya, contohnya adalah Planaria dan Dugesia.

Turbellaria memiliki ukuran tubuh bersilia dengan ukuran 15 – 18 mm. Silia digunakan

untuk bergerak. Pergerakan juga dapat menggunakan otot dengan gerakan seperti gelombang.

Pada kalas ini akan dibahas mengenai ciri salah satu contoh Turbellaria, yaitu Dugesia.

Bagian anterior tubuh Dugesia berbentuk segitiga dan memiliki sistem indera berupa

sepasang bintik mata serta celah yang disebut aurikel. Bintik mata untuk membedakan keadaan

gelap dan terang, sedangkan aurikel berfungsi sebagai indera pembau saat Dugesia mencari

makanannya. Permukaan tubuh bagian ventral Dugesia memiliki silia yang berfungsi untuk

pergerakan. Pada bagian tengah tubuhnya terdapat mulut. Melalui mulut, faring dapat dijulurkan

keluar untuk menangkap mangsa yang selanjutnya dicerna di dalam usus.

Sistem eksresi Dugesia terdiri dari saluran bercabang-cabang yang disebut protonefridia,

memanjang dari pori-pori pada permukaan tubuh bagian dorsal sampai ke sel-sel api dalam

tubuhnya. Sel-sel api yang berbentuk seperti bola lampu dan memiliki silia di dalamnya.

Pergerakan silia berfungsi untuk menggerakkan air dalam sel menyerupai nyala api sehingga sel

tersebut dinamakan sel api.

Dugesia merupakan hewan hemafrodit, namun reproduksi seksual tidak dapat dilakukan

hanya oleh satu individu. Fertilisasi dilakukan secara silang oleh dua individu Dugesia. Zigot

yang terbentuk berkembang tanpa melalui proses periode larva.Sedangkan reproduksi aseksual

adalah dengan membelah dirinya dan setiap belahan tubuh akan menjadi individu baru yang

dikarenakan oleh daya regenerasinya yang sangat tinggi.

2) Kelas Trematoda memiliki alat hisap yang dilengkapi dengan kait untuk melekatkan diri

pada inangnya karena golongan ini hidup sebagai parasit pada manusia dan hewan.

Beberapa contoh Trematoda adalah Fasciola (cacing hati), Clonorchis, dan Schistosoma.

Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat pengisap. Alat

pengisap terdapat pada mulut di bagian anterior tubuhnya. kegunaan alat isap adalah untuk

menempel pada tubuh inangnya. Pada saat menempel cacing ini mengisap makanan berupa

jaringan atau cairan tubuh inangnya. Dengan demikian, Trematoda merupakan hewan parasit.

Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan

pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi

permukaan tubuhnya dengan kutikula dan permukaan tubuhnya tidak memiliki silia .Salah satu

contoh Trematoda adalah cacing hati (Fasciola hepatica).

Cacing hati memiliki daur hidup yang kompleks karena melibatkan sedikitnya dua jenis

inang, yaitu inang utama dan inang sebagai perantara.Daur hidup cacing hati terdiri dari fase

seksual dan aseksual. Fase seksual terjadi saat cacing hati dewasa berada di dalam tubuh inang

utama.Fase aseksual dengan membelah diri terjadi saat larva berada di dalam tubuh inang

perantara.

Beberapa jenis cacing hati yang dapat menginfeksi manusia antara lain sebagai berikut :

- Opisthorchis sinensis ( Cacing hati cina ) cacing dewasa hidup pada organ hati manusia.Inang

perantaranya adalah siput air dan ikan.

- Schistosoma japonicum. Cacing ini hidup di dalam pembuluh darah pad saluran pencernaan

manusia. Manusia merupakan inang utamanya, namun hewan juga dapat terinfeksi seperti tikus,

anjing, babi, dan sapi. Inang perantaranya adalah siput amphibi

- Oncomelania hupensis. Cacing ini menyebabkan penyakit skistosomiasis dengan ciri demam,

anemia, disentri, berat badan turun, dan pembengkakan hati.

- Paragonimus westermani Cacing ini hidup dalam paru-paru manusia.Inang perantaranya adalah

udang air tawar.

3). Kelas Cestoda memiliki kulit yang dilapisi kitin sehingga tidak tercemar oleh enzim di usus

inang. Cacing ini merupakan parasit pada hewan, contohnya adalah Taenia solium dan T.

saginata Spesies ini menggunakan skoleks untuk menempel pada usus inang. Taenia

bereproduksi dengan menggunakan telur yang telah dibuahi dan di dalamnya terkandung larva

yang disebut onkosfer

Cestoda juga disebut sebagai cacing pita karena bentuknya

pipih panjang seperti pita. Tubuh Cestoda dilapisi kutikula dan terdiri

dari bagian anterior yang disebut skoleks, leher (strobilus), dan rangkaian proglotid. Pada

skoleks terdapat alat pengisap. Skoleks pada jenis Cestoda tertentu selain memiliki alat pengisap,

juga memiliki kait (rostelum) yang berfungsi untuk melekat pada organ tubuh inangnya.

Dibelakang skoleks pada bagian leher terbentuk proglotid. Setiap proglotid mengandung

organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina (ovarium). Tiap proglotid dapat terjadi

fertilisasi sendiri. Proglotid yang dibuahi terdapat di bagian posterior tubuh cacing. Proglotid

dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang utama bersama dengan tinja.

Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan dari usus halus inangnya. Sari

makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya karena cacing ini tidak memiliki

mulut dan pencernaan (usus). Manusia dapat terinfeksi Cestoda saat memakan daging hewan

yang dimasak tidak sempurna. Inang pernatara Cestoda adalah sapi pada Taenia saginata dan

babi pada taenia solium.

10. Siklus Hidup Platyhelminthes

Fasciola hepatica

Telur (bersama feces) -> larva bersilia (mirasidium) -> siput air (lymnea auricularis atau lymnea

javanica) -> sporosista -> redia -> serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menempel pada rumput /

tanaman air -> membentuk kista (metaserkaria) -> dimakan domba(hepatica)/sapi(gigantica) ->

usus -> hati -> sampai dewasa

Chlornosis sinensis

Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput air -> sporosista -> menghasilkan redia ->

menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput -> ikan air tawar (menempel di ototnya) ->

membentuk kista (metaserkaria) -> ikan dimakan -> saluran pencernaan -> hati -> sampai

dewasa

Schistosoma javanicum

Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput air -> sporosista -> menghasilkan redia ->

menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menembus kulit manusia -> pembuluh darah

vena

Taenia saginata / Taenia Solium

Proglotid (bersama feces) -> mencemari makanan babi -> babi -> usus babi (telur menetas jadi

hexacan) -> aliran darah -> otot/daging (sistiserkus) -> manusia -> usus manusia (sistiserkus

pecah -> skolex menempel di dinding usus) -> sampai dewasa di manusia -> keluar bersama

feces

11. Penyakit yang disebabkan Platyhelminthes

Schistosoma mansoni, penyebab Schistosoma pada manusia.

Beberapa spesies Platyhelminthes dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan.

Salah satu diantaranya adalah genus Schistosoma yang dapat menyebabkan skistosomiasis,

penyakit parasit yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia. Apabila cacing tersebut

berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung

kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. Kerusakan tersebut disebabkan

perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh hingga menyebabkan reaksi imunitas.

Penyakit ini merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia.. Contoh lainnya adalah

Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan hewan mamalia

lainnya. Spesies ini dapat menghisap darah manusia. Pada hewan, infeksi cacing pipih juga dapat

ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara

menghisap cairan tubuh udang tersebut.

11. Peranan Platyhelminthes

Bisa untuk mengobati penyakit tipes

Pada umumnya Platyhelminthes merugikan, sebab parasit pada manusia maupun  hewan,

kecuali Planaria. Planaria dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan.