22 media anak dan persepsi terhadap bimbingan media orang tua yohanes budiarto

Upload: ganjar-nugraha

Post on 28-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    1/38

    1

    UNDERSTANDING CHILDREN INVOLVEMENT IN VIOLENT PORTRAYALS BASED -TV FILM

    PROGRAM AND PARENTAL MEDIA GUIDANCE

    Yohanes BudiartoFaculty of Psychology Tarumanagara University

    Abstract

    It is now widely known that television viewing occupies more time than any

    other nonschool activity. And among children, it accounts for more than

    half of all their leisure activities. Furthermore, children have been found

    to view more television independent of their level of social economic

    status (Tangey & Feshbach, 1988). Many of the poorest and potentially most

    vulnerable groups in society are the heaviest viewers of television (i.e.,

    Kuby & Csikszentmhalyi, 1990).Research indicates that by the time a child leaves elementary school, he or

    she will have seen approximately 8,000 murders and more than 100,000 other

    acts of violence (Huston et al., 1992 in Donnerstein and Smith, 1988).

    To prepare socially and psychologically healthy children, the writer

    conducted survey research relating to children, parental media guidance,

    and violent portrayals within the favorite film they watched on TV. This

    study had 139 elementary school students as the participants. The findings

    stated that using mann whitney test, there were no differences in the

    perception of violent portrayals dimensions: perpetrator, victim, reward

    punishment, violence consequences, violence justification, weaponallowance, and humor (p

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    2/38

    2

    PENDAHULUAN

    Perkembangan media yang paling berkembang dan paling berdampak pada

    pertengahan kedua abad ke-20 terhadap anak-anak adalah televisi (Santrock,

    1999). Menurut Skomis dibandingkan dengan media massa lainnya televisi

    tampaknya mempunyai sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan dari media

    dengar dan gambar hidup yang bersifat politis, informatif, hiburan, pendidikan,

    atau bahkan gabungan dari keempat unsur tersebut (Widiasih, 2008).

    Belakangan ini, khususnya di Indonesia, siaran-siaran televisi berkembang

    begitu pesat.Sebagai media massa, tayangan televisi memungkinkan anak-anak

    untuk menonton berbagai acara termasuk acara-acara yang ditujukan untuk

    orang dewasa. Saat ini setiap stasiun televisi telah menyajikan acara-acara

    khusus untuk anak, walaupun jumlah acara khusus anak tersebut masih sangat

    minim. Hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia

    (YKAI), persentase secara khusus ditujukan kepada anak-anak relatif kecil,

    hanya sekitar 2,7 s/d 4,5% dari total tayangan yang ada yang lebih

    mengkhawatirkan bagi perkembangan anak (Widiasih, 2008). Panwar (dikutip

    dalam Panwar & Agnihotri) mengemukakan bagi setiap generasi anak-anak

    zaman baru, televisi adalah yang berpengaruh sebagai orangtua dan guru(2006).

    Survei oleh Yayasan Seni Estetika dan Teknologi yang dirilis pada Juni

    2008, menunjukkan, nyaris separuh responden (46,1 persen) menyatakan bahwa

    program anak-anak di televisi saat ini berkualitas buruk atau sangat buruk.

    Sementara 59,2% responden mengganjar buruk atau sangat buruk bagi

    tayangan hiburan di televisi. Kriteria mengkhawatirkan, berkualitas buruk,

    berbahaya mengacu pada satu makna yaitu tayangan-tayangan yang pada

    umumnya banyak mengandung muatan negatif, seperti mistis, kekerasan fisik,

    seksualitas, dan bahasa yang kasar dan jarang atau bahkan sedikit mengandung

    pendidikan dan motivasi yang membangun anak-anak. Pada penelitian ini,

    peneliti menggunakan kriteria tayangan yang digunakan oleh Yayasan

    Pengembangan Media Anak (YPMA) yaitu kategori berbahaya (Widiasih, 2008).

    Menurut YPMA tayangan yang masuk dalam kategori bahaya merupakan

    tayangan yang mengandung lebih banyak muatan negatif, seperti kekerasan,

    mistis, seks, dan bahasa kasar. Kekerasan dan mistis dalam tayangan yang

    masuk dalam kategori ini dinilai cukup intens sehingga bukan lagi menjadi bentuk

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    3/38

    3

    pengembangan cerita, tetapi sudah menjadi inti cerita. Frekuensi adegan

    kekerasan dan mistis dalam tayangan kelompok ini cukup tinggi dan cenderung

    menjadi daya tarik utama, sehingga tanpa adegan seperti itu, maka tayangan ini

    menjadi tidak menarik. Daya tarik ada pada adegan kekerasan dan adegan

    negatif lainnya, bukan pada kekuatan cerita. Kadang terlihat luka dan darah

    secara eksplisit sehingga menimbulkan kengerian.

    Anggota tim panelis Nina Armando menjelaskan Tomand Jerrydan Popeye

    merupakan dua dari tayangan-tayangan anak yang dianggap berbahaya oleh

    YPMA (Yayasan Pengembangan Media Anak). Selain Tom and Jerry dan

    Popeye, film-film lain yang masuk dalam kategori tayangan berbahaya versi

    YPMA ialah Crayon Sinchan (RCTI), Si Entong (TPI), Oggy and The

    Cockroaches (ANTV), Mask Rider Blade (ANTV), Detective Conan (Indosiar),

    Dragon Ball (Indosiar), Naruto 4 (Indosiar), Ultraman Cosmos (Global TV) One

    Piece (Global TV), dan Samurai X (Global TV) (Maria, 2008).

    Kartun hingga saat ini masih bertahan menjadi tontonan kategori hiburan

    penyulut senyum, tawa atas kelucuan dan kekonyolan dalam kisah-kisahnya.

    Film kartun merupakan salah satu jenis tayangan yang sangat populer di

    lingkungan anak-anak bahkan tidak sedikit orang dewasa yang menyukai film ini.Biasanya cerita-cerita yang tersaji dalam kartun bertema kehidupan sehari-hari

    dan merupakan pengalaman sehari-hari anak-anak di lingkungannya, dapat

    berupa kenakalan-kenakalan dalam permainan, peristiwa di sekolah, kejadian di

    seputar rumah sang tokoh, atau kehidupan semua tokohnya dalam pergaulan

    sosial di lingkungannya.

    Sekian banyak film kartun yang tayang di stasiun televisi tak sepenuhnya

    cocok buat ditonton anak-anak. Ada indikasi bahwa film kartun atau animasi

    diperuntukkan juga bagi segmen remaja dan dewasa. Batasan peruntukan ini

    belum diatur secara jelas (Yogi, 2009). Sementara itu wakil ketua Komisi

    Penyiaran Indonesia, Miftah mengemukakan bahwa, selain banyak acara-acara

    non-anak yang ditayangkan pada jam anak biasa menonton televisi, sebagian

    besar belum memberikan klasifikasi acara seperti A (Anak), R (Remaja), D

    (Dewasa), SU (Semua Umur), ditambah dengan kategori BO (Bimbingan

    Orangtua) (Tayangan Film Kartun Popeye, 2008).

    Unsur cerita yang tak seharusnya anak tahu, seperti kekerasan, justru sering

    muncul di film kartun, Salah satu contoh nyata dari tayangan yang memiliki

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    4/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    5/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    6/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    7/38

    7

    Menurut Irkham (2008), fungsi televisi dibagi menjadi empat, yaitu (a) sebagai

    sarana menyampaikan informasi, (b) sebagai sarana pendidikan, (c) sebagai

    sarana penghibur, (d) sebagai sarana untuk mempengaruhi.

    Sebagai sarana menyampaikan informasi, televisi menyampaikan informasi

    yang bersifat hanya satu arah. Fungsi yang kedua, sebagai sarana pendidikan

    televisi dalam menayangkan program-program yang edukatif, televisi dapat

    mendidik dan mencerdasakan penontonnya. Fungsi yang ketiga, sebagai sarana

    penghibur, tayangan-tayangan di televisi dapat memberikan hiburan kepada

    yang menyaksikannya lewat film, acara-acara kuis, dan musik-musik. Fungsi

    yang keempat, sebagai sarana untuk mempengaruhi, televisi juga dapat

    mempengaruhi setiap individu yang menyaksikannya. Pengaruh tersebut dapat

    merupakan pengaruh yang positif maupun pengaruh yang negatif, tergantung

    dari bagaimana penonton menyerap isi pesan yang disampaikan melalui media

    televisi (Irkham,2008).

    Tayangan Televisi

    Berkaitan dengan perkembangan sosial anak, anak mempunyai dorongan

    untuk tumbuh, berkembang dan mengejar ketinggalan dari teman-temannya.

    Dalam batasan tertentu, media massa, khususnya televisi, mempunyai pengaruhterhadap proses perkembangan sosial anak. Di bawah ini kita akan dibahas

    beberapa pengaruh televisi. Pertama, siaran televisi dapat menumbuhkan

    keinginan untuk memperoleh pengetahuan. Ini berarti bahwa beberapa anak

    termotivasi untuk mengikuti apa yang dilihatnya di layar televisi. Kedua, pengaruh

    pada cara berbicara. Anak biasanya memperhatikan bukan hanya apa yang

    diucapkan orang di televisi, bahkan bagaimana cara mengucapkannya. Dari sini

    anak secara bertahap dapat meningkatkan kemampuan pelafalan dan tata

    bahasa. Ketiga, pengaruh pada penambahan kosakata. Banyaknya tambahan

    kosakata yang dimiliki anak tergantung pada seberapa kemampuan anak dalam

    mengingat kata baru yang didapatkan, menggunakannya dengan tepat dan

    mengembangkannya dalam suatu aktivitas kelompok belajar dan diskusi.

    Keempat, bahwa televisi berpengaruh pada bentuk permainan. Meskipun

    menonton televisi mengurangi waktu anak untuk bermain, ide ataupun pelajaran

    (kreativitas, keterampilan) yang didapat anak dari menonton tersebut

    menyebabkan ia kaya akan jenis permainan. Kelima, televisi memberikan

    berbagai pengetahuan yang tidak dapat diperoleh dari lingkungan sekitar atau

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    8/38

    8

    orang lain, seperti pengetahuan tentang kehidupan yang luas, keindahan alam,

    perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, dan sebagainya (Hidayati,

    1998).

    Murray menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya

    ketertarikan anak pada televisi, di antaranya: usia, jenis kelamin, inteligensi,

    status sosial ekonomi, prestasi akademik, penerimaan sosial, dan kepribadian.

    Namun, Hurlock menekankan bahwa jumlah waktu yang dihabiskan anak untuk

    menonton televisi itu, bukan merupakan bukti yang sesungguhnya tentang besar

    kecilnya perhatian anak terhadap televisi. Jumlah waktu itu mungkin ditentukan

    oleh peraturan keluarga, tuntutan tugas di rumah, jumlah televisi yang dimiliki,

    jumlah anggota keluarga yang berbagi waktu menonton, dan berbagai kondisi

    lain (Hidayati, 2008).

    Violent Portrayals

    Komunitas penelitian APA dan Centers for Desease Control telah berhasil

    menyimpulkan bahwa pembukaan ke arah media kekerasan dapat memperbesar

    agresivitas, rasa takut, dan desensitisasi pada penontonnya. Wilson dkk. (dikutip

    dalam Donnerstein & Smith, 2004) mengemukakan penelitian ilmu sosial juga

    mengindikasikan, bagaimana pun, bahwa tidak semua gambaran kekerasanmemberikan efek risiko yang sama kepada penontonnya. Sebagai contoh,

    kekerasan dalam suatu aksi-petualangan seperti film The Terminator dapat

    memfasilitasi pemikiran dan perilaku agresivitas dalam diri para penontonnya,

    sedangkan kekerasan dalam film dramatis seperti Boyz in the Hood dapat

    mencegah respon di atas tersebut.

    Para peneliti telah menilai sembilan perbedaan isyarat kontekstual dan

    pengaruhnya terhadap respon agresif, rasa takut, atau desensitisasi emosi

    individu terhadap kekerasan melalui media. Sembilan ciri-ciri tersebut ialah: (a)

    daya tarik perpetrator, (b) daya tarik korban, (c) pembenaran terhadap

    kekerasan, (d) pembenaran keterlibatan senjata, (e) durasi dan tampilan

    kekerasan, (f) realisme kekerasan, (g) reward dan punishment pelaku kekerasan,

    (h) konsekuensi kekerasan, dan (i) humor.

    Pertama ialah daya tarik perpetrator. Pelaku kekerasan muncul dalam

    berbagai bentuk dan ukuran. Sebagai contoh, pelaku kejahatan mungkin ialah

    pahlawan budaya seperti Arnold Schwarzenegger, antropomorphis binatang

    seperti Bugs Bunny, atau makhluk supranatural seperti The Blob. Pelaku

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    9/38

    9

    kejahatan ini memiliki motif dan kualitas atribut yang berbeda-beda. Beberapa di

    antaranya mungkin baik dan melakukan kekerasan demi melindungi masyarakat

    lingkungannya, atau sebaliknya ada juga yang jahat dan menggunakan

    kekerasan kejam untuk mencapai kepentingan diri sendiri. Para peneliti

    menemukan bahwa aksi agresif dari sang pelaku kejahatan yang memiliki daya

    tarik, akan lebih banyak ditiru daripada aksi agresif penjahat yang kurang

    memiliki daya tarik. Penelitian ilmu sosial mengindikasikan bahwa tiga kualitas

    spesifik menambah daya tarik penjahat kekerasan, yaitu orientasi pro-sosial,

    status pahlawan, dan kesamaan demografis antara pelaku kejahatan dan

    penonton.

    Kedua ialah daya tarik daya tarik korban. Sama seperti daya tarik yang dimiliki

    pelaku kejahatan, daya tarik yang dimiliki oleh target atau korban merupakan

    suatu isyarat kontekstual penting yang mempengaruhi respon penonton terhadap

    gambaran agresivitas. Daya tarik dari korban mendatangkan suatu reaksi yang

    berbeda jika dibandingkan daya tarik sang pelaku kejahatan. Ketika sang

    karakter menjadi sasaran kekerasan, maka hal tersebut akan membangkitkan

    ketakutan atau kecemasan pada para penonton. Beberapa studi menemukan

    bahwa para pemirsa sering mengalami perasaan dan kecenderungan keadaanyang sama dengan pengalaman yang dialami sang karakter. Wilson dan para

    rekan kuliahnya mengemukakan bahwa ketika karakter yang menarik tersebut

    menjadi korban kekerasan, para penonton mungkin secara empatis berbagi

    kecemasan dan pengalaman pada level tertentu mengenai ketakutan dan

    kesulitan yang juga mereka alami (Donnerstein & Smith, 2004).

    Ciri kontekstual yang ketiga ialah pembenaran terhadap kekerasan.

    Kekerasan mungkin dapat digunakan untuk berbagai macam alasan dalam

    program televisi, dan beberapa di antara alasan tersebut dapat dibenarkan atau

    diterima secara sosial atau sebaliknya tidak dibenarkan atau tidak diterima

    secara sosial. Penelitian membuktikan secara konsisten bahwa kelihatannya

    pembenaran terhadap kekerasan meningkatkan respon agresivitas baik pada

    penonton dewasa maupun anak-anak. Sedangkan penyalahan terhadap

    kekerasan ditemukan mengurangi respon agresivitas para pemirsanya

    (Donnerstein & Smith, 2004).

    Ciri kontekstual yang keempat ialah pembenaran keterlibatan senjata.

    Berbagai senjata sering muncul dan digunakan dalam penggambaran kekerasan.

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    10/38

    10

    Sebagai contoh, ada yang menggunakan kekejaman alami mereka untuk

    menghabisi musuhnya, dengan menggunakan tangan, kaki atau anggota tubuh

    lainnya. Atau, seperti polisi, mereka menggunakan pistol untuk melindungi dan

    melayani masyarakat. Atau, dengan benda-benda lain seperti pisau, pedang,

    rantai, atau bahkan benda-benda yang tidak lazim digunakan sebagai senjata

    seperti sapu, panci, dll. Studi menunjukkan bahwa kehadiran dari senjata yang

    lazim digunakan seperti pistol atau pisau, secara signifikan meningkatkan tingkat

    respon agresivitas. Berkowitz (dikutip dalam Donnerstein & Smith, 2004) dan

    yang lainnya mengemukakan bahwa penyaranan penggunaan senjata memicu

    pemikiran dan ingatan para penontonnya. Ketika pemikiran ini berhasil

    ditanamkan, maka para penonton akan rentan untuk bertindak atau berperilaku

    agresif.

    Ciri kontekstual kelima ialah durasi dan tampilan kekerasan. Durasi atau

    jumlah waktu yang dihabiskan untuk kekerasan, juga jarak, seperti aksi yang

    berhasil digambarkan. Sebagai contoh, sang pelaku kejahatan menembakkan

    senjata dari jarak jauh kamera yang pada tampilan layar hanya terlihat beberapa

    detik.

    Kebanyakan penelitian pada durasi dan tampilan kekerasan berfokus padadesensitisasi emosional individu pada gambaran tersebut. Beberapa studi

    menemukan bahwa baik anak-anak maupun orang dewasa menjadi

    terdesensitisasi secara fisiologis selama membuka program atau filmkekerasan.

    Ciri kontekstual keenam ialah realisme kekerasan. Realisme mengacu pada

    suatu kenyataan dari para karakter (tokoh-tokoh), tempat, dan kejadian dalam

    suatu gambaran kekerasan. Beberapa aksi kekerasan digambarkan dengan

    sangat nyata dan sedangkan yang lain menggambarkannya secara fiksi atau

    fantasi alami (Donnersten & Smith, 2004).

    Penelitian mengindikasikan bahwa tingkat realisme melingkupi suatu

    pengaruh gambaran kekerasan antara respon agresivitas dan rasa takut. Dalam

    istilah aksi agresif, beberapa studi menemukan bahwa semakin realistik suatu

    gambaran kekerasan, semakin meningkatkan respon agresivitas pada anak-anak

    dan pria dewasa secara signifikan dibandingkan dengan perilaku-perilaku fantasi

    dan fiksi). Banyak ahli yang mengemukakan bahwa penggambaran yang nyata

    meningkatkan respon agresivitas untuk dua alasan: (a) para penonton dapat

    dengan mudah kenal dengan pelaku kejahatan kekerasan yang nyata, dan (b)

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    11/38

    11

    mereka mengurangi rintangan penonton ke arah respon agresivitas karena

    mereka sangat mirip dengan kehidupan nyata. Sedangkan dari segi rasa takut,

    beberapa investigasi menemukan gambaran nyata tentang kekerasan lebih

    mengganggu dan menakuti para penontonnya secara emosional dibandingkan

    dengan penggambaran fantasi mengenai agresi, dan efek ini mempengaruhi

    orang dewasa maupun anak-anak (Donnersten & Smith, 2004).

    Reward dan punishment merupakan elemen kontekstual ketujuh dari

    gambaran kekerasan. Rewardmerupakan suatu penguatan positif yang diberikan

    kepada pelaku kejahatan karena untuk aksi kekerasan yang dilakukannya.

    Sedangkan punishment ialah penguatan negatif yang diberikan kepada pelaku

    kejahatan atas tindakannya yang agresif. Hukuman pelaku kejahatan atas

    kekerasan dapat diurutkan dari penolakan ringan, tidak disukai, hingga dengan

    hukuman mati.

    Studi menemukan secara konsisten bahwa reward terhadap kekerasan

    meningkatkan risiko dari mempelajari pemikiran dan perilaku agresivitas di antara

    orang dewasa dan anak-anak. Kekerasan baik yang diberi penghargaan atau

    tidak dihukum dapat memfasilitasi pemikiran para penontonnya untuk berpikir

    dan berperilaku agresif.Konteks kedelapan ialah konsekuensi kekerasan. Konsekuensi mengacu

    kepada kerusakan dan rasa sakit yang muncul akibat dari kekerasan. Contohnya,

    tokoh yang mendapat pukulan pada wajahnya tetapi ia menerima saja dan tidak

    menghindar. Respon tersebut menunjukkan bahwa tokoh tersebut tidak

    merasakan sakit atau rugi ketika menerima aksi kekerasan.

    Beberapa penelitian pada orang dewasa mencatat bahwa kerugian dan rasa

    sakit mengurangi respon agresif pada para penonton. Banyak pendapat bahwa

    isyarat tersebut mencegah agresivitas karena mereka membuat peka para

    penonton pada kesakitan secara fisik, emosi, dan psikologis yang diakibatkan

    oleh kekerasan.

    Hasil dari para studi mengesankan bahwa penggambaran dari sakit secara

    fisik atau penderitaan yang dialami berfungsi sebagai pencegah dari respon

    agresif bagi kebanyakan penonton.

    Konteks kesembilan ialah humor. Humor dapat digunakan banyak cara dalam

    program kekerasan. Sebagai contoh, pelaku kejahatan akan mengatakan sebuah

    lelucon sebelum, selama, atau setelah membunuh korban yang tak bersalah.

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    12/38

    12

    Atau, aksi kekerasan dapat digambarkan dengan busana yang jenaka. Secara

    jelas, contoh ini menginspirasi ragam humor yang digunakan dalam program

    kekerasan. Studi menemukan bahwa program dengan ciri tingkat humor yang

    tinggi dirasakan secara signifikan sebagai kurangnya keseriusan dan

    ketidaktegasan dibandingkan dengan program yang memiliki tingkat humor yang

    lebih rendah. Para ahli berhasil menspekulasikan bahwa humor dapat

    meremehkan keseriusan akibat dari kekerasan.

    Perkembangan Fisik Anak Middle childhood

    Anak usia sekolah pada saat ini tumbuh sekitar 1-3 inci setiap tahun dan

    bertambah 5-8 pon atau lebih, melipatgandakan berat rata-rata tubuh mereka.

    Anak perempuan mengembangkan lapisan lemak yang lebih banyak

    dibandingkan anak laki-laki, karakteristik yang terus berlanjut sampai usia

    dewasa. Anak-anak sangat beragam, begitu beragamnya sampai anak usia 7

    tahun dengan tinggi rata-rata seusianya dan tidak tumbuh sama sekali selama

    dua tahun masih masuk dalam batasan normal tinggi rata-rata usia 9 tahun.

    Sampai pertengahan masa ini, anak laki-laki lebih cepat perkembangannya

    daripada anak perempuan, tetapi menjelang akhir masa anak sekolah (sesaatmenjelang datangnya masa remaja) perkembangan fisik anak perempuan jauh

    lebih cepat daripada anak laki-laki (Mubin & Cahyadi, 2006). Knoers dan

    Haditono menambahkan bahwa sampai umur 10 tahun dapat dilihat bahwa anak

    laki-laki agak lebih besar sedikit daripada anak perempuan, sesudah itu maka

    perempuan lebih unggul dalam panjang badan, tetapi sesudah 15 tahun anak

    laki-laki mengejarnya dan tetap lebih unggul dari pada anak perempuan (1999).

    Seiiring bertambahnya berat tubuh dan kekuatannya, maka perkembangan

    motorik pada masa anak-anak pertengahan berkembang menjadi lebih halus dan

    lebih terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak-anak. Mereka mampu

    menjaga keseimbangan badannya. Pada usia 6 tahun, koordinasi antara mata

    dan tangan (visiomotorik) yang dibutuhkan untuk mebidik, menyepak, melempar

    dan menangkap juga berkembang. Pada usia 7 tahun, tangan anak semakin kuat

    dan ia lebih menyukai pensil daripada krayon untuk melukis. Dari usia 8 hingga

    10 tahun, tangan dapat digunakan secara bebas, mudah dan tepat. Koordinasi

    motorik halus pun juga mulai berkembang, di mana anak sudah dapat menulis

    dengan baik (Mubin & Cahyadi, 2006).

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    13/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    14/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    15/38

    15

    di mana dalam tahap ini anak dapat melakukan operasi, dan penalaran logis

    menggantikan pikiran intuitif selama penalaran dapat diterapkan pada contoh

    khusus dan konkret.

    Perkembangan Psikososial Anak Middle childhood

    Anak-anak pertengahan berada pada tahapan industri versus inferioritas yang

    merupakan tahapan keempat dari Erikson di mana anak harus belajar

    ketrampilan yang produktif yang dituntut kultur mereka atau dengan wajah yang

    menyiratkan inferioritas. Inisiatif anak membawa mereka berhubungan dengan

    banyak pengalaman baru. Saat mereka berpindah ke masa anak-anak tengah

    dan akhir, energi mereka terarah menuju penguasaan pengetahuan dan

    ketrampilan intelektual. Di waktu yang sama pula anak menjadi lebih antusias

    mengenai belajar dibandingkan dengan akhir periode anak-anak awal yang

    penuh imajinasi. Kemungkinan lain dalam tahu sekolah dasar adalah bahwa

    anak dapat memunculkan rasa inferior merasa tidak kompeten dan tidak

    produktif (Santrock, 2007/2007).

    Menurut Harter (dikutip oleh Papalia et. al., 2008/2008) pada usia 7 atau 8

    tahun, rasa malu dan rasa bangga, yang tergantung kepada kesadaran merekaakan implikasi tindakan mereka dan jenis sosialisasi yang pernah si anak terima,

    memengaruhi pandangan mereka terhadap diri mereka sendiri. Anak-anak

    menjadi lebih berempati dan lebih condong kepada perilaku prososial pada masa

    anak-anak pertengahan. Kontrol terhadap emosi negatif merupakan salah satu

    pertumbuhan emosional. Anak-anak belajar tentang apa saja yang membuat

    mereka merasa marah, takut atau sedih, dan bagaimana orang lain bereaksi

    dalam menunjukkan emosi ini, dan mereka belajar mengadaptasikan perilaku

    mereka dengan emosi-emosi tersebut.

    Dalam teori psikoanalisis, anak-anak pertengahan masuk ke dalam tahap

    latency yaitu tahap perkembangan Freud yang keempat, yang terjadi antara

    sekitar usia enam tahun hingga masa puber. Selama periode ini, anak menekan

    seluruh minat seksual dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual.

    Aktivitas ini mengarahkan banyak energi anak ke dalam bidang yang aman

    secara emosional dan membantu anak melupakan konflik tahap phallic yang

    sangat menekan (Santrock, 2007/2007).

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    16/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    17/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    18/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    19/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    20/38

    20

    Berdasarkan kategori perasaan saat menonton tayangan TV favourite, subyek

    terbanyak memiliki perasaan gembira, senang, yaitu sebanyak 167 orang

    (69.9%).

    Tabel 15

    Karakteristik subyek berdasarkan perasaan saat menonton tayangan TV

    favourite

    Perasaan saat menontontayangan TV favourite

    Frekuensi Persentase

    Gembira, senang 167 69.9

    Bersemangat, antusias 20 8.4Merasa kamu samaseperti tokoh-tokoh di

    dalamnyaBerusaha untuk

    mengingat kata-kata didalamnya

    21

    31

    8.8

    13.0

    Jumlah 239 100

    Gambaran umum subyek berdasarkan perasaan ketika tayangan TV

    favourite tidak diputar

    Berdasarkan kategori perasaan ketika tayangan TV favourite tidak diputar,

    subyek terbanyak memiliki perasaan biasa saja, dan mencari tayangan TV lain,

    yaitu sebanyak 94 orang (39.3%).

    Tabel 16

    Karakteristik subyek berdasarkan perasaan ketika tayangan TV favourite tidak

    diputar

    Perasaan saat tayanganTV favourite tidak diputar

    Frekuensi Persentase

    Kesal 79 33.1Marah (melampiaskan

    pada orang di sekeliling)9 3.8

    Biasa saja, dan mencaritayangan TV lain

    94 39.3

    Biasa saja, dan mencariaktivitas lain selain

    menonton TV

    57 23.8

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    21/38

    21

    Jumlah 239 100

    Gambaran umum subyek berdasarkan nyata atau tidaknya tayangan TV

    dalam kehidupan

    Berdasarkan kategori nyata atau tidaknya tayangan TV dalam kehidupan,

    subyek terbanyak memiliki keyakinan tidak percaya terhadap kebenaran perilaku

    dalam tayangan TV, yaitu sebanyak 121 orang (50.6%).

    Tabel 17

    Karakteristik subyek berdasarkan nyata atau tidaknya tayangan TV dalam

    kehidupan

    Nyata atau tidaknyatayangan TV dalam

    kehidupanFrekuensi Persentase

    Percaya 12 5.0Tidak percaya 121 50.6

    Setengah percaya,setengah tidak percaya

    106 44.4

    Jumlah 239 100

    4.1.16 Gambaran umum subyek berdasarkan alasan mempercayai nyata

    atau tidaknya tayangan TV dalam kehidupan

    Berdasarkan kategori alasan mempercayai atau tidaknya adegan dalam

    tayangan TV dalam kehidupan, subyek terbanyak memilih alasan mempercayai

    adegan dalam tayangan TV dalam kehidupan adalah berdasarkan penilaian diri

    sendiri tanpa ada pengaruh dari orang lain, yaitu sebanyak 165 orang (69.0%). Berdasarkan kategori hal yang disukai dari tokoh utama film yang ditonton,

    subyek terbanyak menyukai tokoh utama film yang ditonton dengan alasan

    karena tokoh tersebut membela kebenaran, yaitu sebanyak 87 orang (36.4%).

    4.1.18 Gambaran umum subyek berdasarkan alasan memilih hal yang

    disukai dari tokoh utama

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    22/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    23/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    24/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    25/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    26/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    27/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    28/38

    28

    orangtuanya mempraktekkan bimbingan media restrictive, 3 orang evaluative,

    dan 12 orang unfocused.Anak-anak yang tinggal bersama dengan papa, mama,

    kakak/adik perempuan atau laki-laki, 62 orang, orangtuanya mempraktekkan

    bimbingan media restrictive, 38 orang evaluative, dan 53 orang unfocused.Anak-

    anak yang tinggal bersama papa, mama, opa, oma, kakak/adik perempuan/laki-

    laki, dan saudara dekat (tante atau om), 6 orang, orangtuanya mempraktekkan

    bimbingan media orangtua restrictive, 4 orang evaluative, dan 3 orang

    unfocused. Sedangkan anak-anak yang tinggal bersama dengan hanya papa

    saja atau mama saja, 2 orang, orangtuanya mempraktekkan bimbingan media

    orangtua restrictive, 1 orang evaluative, dan 2 orang unfocused.

    Diperoleh nilai X2

    (2, N=239) = 3,937, p > 0.05. Dari hasil perhitungan dapat

    disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tinggal bersama dengan

    bimbingan media orangtua, dengan kata lain bimbingan media orangtua baik

    tinggal bersama dengan siapa saja sama saja.

    Hubungan antara status bekerja orangtua dengan bimbingan media

    orangtua

    Dari hasil crosstabs antar status bekerja orangtua dengan bimbingan mediaorangtua diperoleh anak-anak yang hanya papa dan mama bekerja, 31 orang,

    orangtuanya mempraktekkan bimbingan media orangtua restrictive, 28 orang

    evaluative, dan 27 orang unfocused. Anak-anak yang hanya papa saja yang

    bekerja, 53 orang, orangtuanya mempraktekkan bimbingan media orangtua

    restrictive, 26 orang evaluative, dan 52 orang unfocused. Sedangkan anak-anak

    yang hanya mama saja yang bekerja, 14 orang, orangtuanya mempraktekkan

    bimbingan media orangtua restrictive, 2 orang evaluative, dan 1 orang

    unfocused.

    Diperoleh nilai X2

    (2, N=239) = 10,454, p> 0.05. Dari hasil perhitungan dapat

    disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status bekerja orangtua dengan

    bimbingan media orangtua, dengan kata lain bimbingan media orangtua baik

    hanya papa dan mama, hanya papa saja, atau hanya mama saja yang bekerja

    sama saja.

    SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

    Simpulan

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    29/38

    29

    Dari hasil analisis data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara

    keseluruhan, anak-anak mempersepsi bahwa penampilan perpetrator berbadan

    kecil, memiliki muka dan wujud yang menyeramkan. Demikian pula dengan

    korban, anak-anak mempersepsi bahwa korban berbadan tidak kecil, tidak

    bertubuh lemah, menyeramkan, merupakan pihak yang tidak jahat, atau lemah,

    mengetahui sesuatu, dan memiliki kekuatan

    Anak-anak juga mempersepsi bahwa kekerasan dilakukan, untuk tujuan

    menyelamatkan dunia dan menaklukkan musuh. Selain itu, anak-anak

    mempersepsi bahwa senjata digunakan untuk menaklukkan musuh dan

    melindungi dunia. Anak-anak pun mempersepsi bahwa luka, tempat dan

    peristiwa yang ada dalam tayangan film yang ditonton, merupakan sesuatu yang

    tidak nyata, hanyalah fantasi belaka. Anak-anak juga memiliki persepsi bahwa

    tokoh-tokoh yang berada dalam tayangan film yang ditonton adalah fiksi, mereka

    menyadari bahwa tokoh-tokoh dalam tayangan film tersebut tidaklah nyata.

    Reward dan punishment berhak didapatkan oleh tokoh yang mengalami

    kemenangan maupun kekelahan. Menurut persepsi anak-anak, tokoh yang

    menang berhak mendapatkan reward, dan kalaupun mendapatkan berhak dalam

    kuantitas yang banyak atau besar. Begitu pula dengan tokoh yang mengalamikekalahan, harus memperoleh hukuman, dan jikalau memperoleh, harus

    mendapat hukuman yang banyak atau pun berat. Anak-anak mengetahui dan

    mengerti jika dalam pertarungan tokoh-tokoh di dalamnya dapat mengalami luka

    dan kematian, dan dari segi psikologis, tokoh-tokoh di dalamnya dapat menjadi

    takut dan tunduk kepada pihak yang menang. Dari segi humor, anak-anak

    mempersepsikan bahwa humor dalam tayangan film yang ditonton, ditandai

    dengan tampilan fisik yang jenaka, maupun karaterisasi perpetratoryang tertawa

    saat atau sebelum memukul, menendang, dan membunuh.

    Berdasarkan hasil penelitian, anak-anak menonton televisi paling banyak di

    bawah bimbingan restrictive (41%), diikuti oleh bimbingan unfocused (23.4%)

    dan bimbingan media evaluative (35.6%).

    Tiga aktivitas tertinggi yang paling disukai anak-anak selama liburan ialah

    aktivitas bermain (54.4%), membaca buku (17.6%), dan mengerjakan tugas dan

    belajar (12.6%). Film favoriteyangpaling disukai anak-anak adalah Tom & Jerry

    (44.8%).

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    30/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    31/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    32/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    33/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    34/38

    34

    penting demi memelihara fungsi masyarakat (Wikipedia, 2009). Hukum dan

    norma sosial yang berlaku di negara kita, Indonesia, melarang hak kepemilikan

    dan penggunaan senjata tanpa ijin yang resmi. Anak-anak mengerti bahwa

    senjata tidak boleh digunakan secara sembarangan demi memperoleh sesuatu.

    Dari hasil penelitian, bagi anak-anak dalam suatu perkelahian atau

    pertarungan, lebih seru untuk tidak menggunakan senjata di dalamnya (62.8%).

    Hal ini mungkin disebabkan oleh tayangan film anak-anak saat ini tidak selalu

    dipersepsi dengan menggunakan senjata, melainkan menggunakan sihir atau

    magicdalam suatu perkelahian atau pertarungan.

    Berdasarkan hasil perbedaan dimensi-dimensi violent portrayals ditinjau dari

    jenis kelamin, penulis menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi

    seluruh dimensi violent portrayals, ditinjau dari jenis kelamin. Tidak ada

    perbedaan, karena pada rentang usia middlechildhood anak-anak memiliki

    pemrosesan informasi terhadap tayangan televisi dengan agak skeptis. Seiring

    dengan pertumbuhan usia, maka anak-anak akan mulai mempersepsi tayangan

    film dalam televisi berdasarkan stereotipe peran gender.

    Saran untuk penelitian selanjutnya

    Pada penelitian ini, penulis hanya meneliti persepsi anak-anak dalamtayangan kekerasan pada program Film di Televisi dan Bimbingan Media

    Orangtua. Penelitian lain dapat memperluas variabel penelitian tidak hanya pada

    televisi, melainkan dapat juga meneliti video games, dan buku-buku bacaan yang

    juga mencemaskan bagi anak-anak pada saat ini. Penelitian juga dapat

    dilakukan di sekolah lain selain sekolah-sekolah SD di Jakarta.

    Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menggunakan landasan teori

    yang diperbaharui.

    Saran bagi sekolah-sekolah

    Setelah mendapat banyak pengetahuan dan pengertian yang lebih, sekolah

    dapat lebih banyak menyediakan informasi bagi para orangtua dan sekolah-

    sekolah lain, membantu mereka menyadari efek-efek negatif dari tayangan-

    tayangan film anak-anak yang ada sekarang ini. Sekolah dapat memberikan ide

    serta strategi untuk membantu para orangtua dan keluarga anak-anak memilih

    tayangan-tayangan film yang bermanfaat dan bernilai positif bagi putra-putri

    mereka.

    Saran bagi orangtua dan keluarga

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    35/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    36/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    37/38

  • 7/25/2019 22 Media Anak Dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua Yohanes Budiarto

    38/38