33928609 strata title agung yuriandi

Upload: wien-khutami

Post on 19-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    STRATA TITLE

    Latar Belakang

    Salah satu indikator mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat

    dapat dilihat dari rumah hunian dan permukimannya. Sekalipun rumah

    dan permukimannya dimaksud bukanlah sebagai sesuatu yang paling

    pokok dari kebutuhan pokok manusia, namun kebutuhan untuk

    mendapatkan perumahan dan permukiman yang sehat dan asri

    merupakan dambaan setiap orang.

    Pemenuhan atas perumahan dan permukiman yang sehat dan asri

    itu hanya dimungkinkan jika masyarakat berpendapatan cukup. Dengan

    tersedianya lapangan kerja yang luas memungkinkan setiap orang dapat

    mengembangkan bakat dan kemampuan kerjanya akan mendorong

    dengan cepat pemenuhan rumah dan permukiman dimaksud.

    Untuk tersedianya lapangan kerja yang luas diperlukan modal

    usaha yang besar. Jika negara berada pada kondisi ekonomi sulit, peran

    Penanaman Modal Asing (PMA) terutama usaha patungan (Joint Venture)

    adalah merupakan pilihan yang tepat.

    Berkumpulnya penduduk di kota menyebabkan kepadatan

    penduduk tinggi. Saat lahan yang sempit dihuni banyak orang, maka

    lahan semakin langka dan tinggi nilainya. Kelangkaan lahan dengan nilai

    yang tinggi mengharuskan kalangan masyarakat bawah memilih

  • 2

    alternatif rumah susun sebagai tempat tinggal. Tulisan ini akan dibahas

    mengenai pengertian rumah susun, dasar hukumnya, aspek-aspek hukum,

    dan konsekuensi-konsekuensi hukum terhadap rumah susun di Indonesia.

    Sebagai tambahan juga akan dibahas mengenai latar belakang

    dibutuhkannya rumah susun, dan aspek yang perlu dipertimbangkan

    dalam merancang sebuah rumah susun.

    Hal yang diusahakan untuk mensejahterakan rakyat, salah satunya

    adalah dengan Satuan Rumah Susun atau Strata title yaitu hak

    kepemilikan bersama atas suatu kompleks bangunan (Satuan Rumah

    Susun atau disebut juga dengan SARUSUN), yang terdiri dari hak ekslusif

    atas ruang ditambah hak bersama atas ruang bersama.1 Jadi, rumah susun

    merupakan suatu pengertian yuridis arti bangunan gedung bertingkat

    yang senantiasa mengandung sistem kepemilikan perseorangan dan hak

    bersama, yang penggunaannya bersifat hunian atau bukan hunian. Secara

    mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem bangunan. Strata

    title memberikan hak kepada pemegangnya, antara lain:

    - Ruang ekslusif (dapat dipakai untuk kenikmatan sendiri); dan

    - Ruang bersama (tidak boleh dikuasai pemegang hak ekslusif secara

    terus menerus) yang dipakai dan dinikmati bersama dengan

    pemilik unit lainnya.

    1 Fenny Irawaty, Analisa Pemahaman dan Pengertian Konsumen Mengenai Hukum

    Strata Title di Surabaya, Petra Christian University, Surabaya. Diakses pada tanggal 5 Januari 2009.

  • 3

    Di barat, seperti Amerika Serikat rumah susun ini biasa disebut

    Apartemen, tetapi di Belanda biasa disebut Flat. Umumnya menggunakan

    istilah yang sama, baik untuk rumah susun yang dihuni oleh lapisan

    masyarakat kelas atas, menengah, maupun bawah. Akan tetapi, ada

    kecenderungan di Indonesia istilah rumah susun digunakan oleh

    penghuni lapisan masyarakat bawah dengan sarana dan perlengkapan

    rumah sederhana.2

    Sedangkan rumah susun yang biasanya tidak berlantai banyak

    (seringkali dua lantai) yang digunakan untuk penghuni lapisan

    masyarakat menengah kualitas sarana perlengkapan rumah yang cukup

    sering disebut flat, barangkali istilah ini terpengaruh oleh bangsa Belanda

    ketika menjajah Indonesia. Seperti di daerah Sekip, Yogjakarta,

    perumahan yang dibangun pada awal kemerdekaan Indonesia disebut flat.

    Akan tetapi, akhir-akhir ini istilah flat jarang digunakan lagi melainkan

    disebut perumahan. Sedangkan rumah susun berlantai banyak

    diperuntukkan bagi penghuni lapisan masyarakat kelas atas, dengan

    sarana yang mewah dan modern sering disebut dengan apartemen.3

    Di Indonesia, tempat tinggal bersusun memiliki istilah yang

    berbeda untuk masyarakat kelas atas, menengah, dan bawah. Gejala ini

    terjadi karena kesenjangan gaya hidup antara lapisan masyarakat cukup

    tinggi. Sebab kedua, pemerintah memperkenalkan dengan istilah yang

    2 Sahruddin Lubis, Aspek Sosial Tinggal di Rumah Susun, http://rumahkuindonesia.blogspot.com/2007/09/aspek-sosial-tinggal-di-rumah-susun.html. diakses pada tanggal 5 Januari 2009.

    3 Ibid.

  • 4

    berbeda-beda. Perumahan4 untuk golongan masyarakat kelas menengah

    diperkenalkan dengan istilah Perumnas (Perumahan Umum Nasional)

    atau perumahan, sedangkan untuk masyarakat bawah diperkenalkan

    dengan istilah Rumah Susun. Ada gejala pada masa orde baru,

    pemerintah menggunakan bahasa sebagai ungkapan budaya yang

    memberi jarak antara status sosial ekonomi lapisan atas, menengah, dan

    bawah.5

    Konsep strata title lahir atas pertumbuhan masyarakat yang sangat

    tinggi sehingga kebutuhan untuk hidup bersama dalam suatu kompleks

    gedung/ hunian vertikal biasanya bertingkat, mengingat konsepsi

    kepemilikan properti (sebelum berlakunya Undang-Undang SARUSUN)

    hanyalah atas tanah (HGB, HM, Hak Pakai atas Tanah Negara (HPTN)

    atau Hak Pengelolaan (HPL)) agar penggunaan atas tanah dapat

    dimaksimalkan.6

    Pembangunan rumah susun merupakan respon terhadap

    kebutuhan rumah bagi masyarakat. Rumah susun menjadi alternatif

    pilihan untuk penyediaan hunian karena merupakan pilihan yang ideal

    bagi negara-negara berkembang.7

    4 Undang-Undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Pasal 1

    menyebutkan bahwa Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

    5 Loc cit. 6 Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Pasal 7 Ayat (1)

    menyebutkan bahwa pembangunan rumah susun hanya dapat dilakukan di atas HM, HGB, Hak Pakai atas Tanah Negara (HPTN) atau Hak Pengelolaan (HPL).

    7 Indyastari Wikan Ratih, Sostek Perancangan Lingkungan Binaan, Program Magister Arsitektur Alur Perumahan dan Permukiman, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung 2005, www.ar.itb.ac.id/wdp. Diakses pada tanggal 5 Januari 2009.

  • 5

    Daerah yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang tinggi

    memiliki permasalahan pada kurangnya ketersediaan hunian,

    ketidaklayakan hunian dan keterbatasan lahan. Hal ini membutuhkan

    suatu konsep perencanaan dan pembangunan yang tepat agar

    permasalahan hunian dapat terselesaikan.

    Sesuai dengan konsepsi SARUSUN, dan azas jual beli secara

    perdata, sekali hak SARUSUN beralih, maka resiko atas kepemilikan unit

    SARUSUN itu beralih dari developer (pemilik unit keseluruhan) ke pembeli

    unit (konsumen) SARUSUN. Dengan demikian, seluruh pemegang hak

    SARUSUN tetap berhak atas kepemilikan bersama yaitu tanah yang masih

    tersisa (gedung sudah runtuh) secara prorata.

    Properti SARUSUN ini syarat dengan konflik dikarenakan oleh

    informasi yang didapat dari developer biasanya hanya sekedar

    pengetahuan umum saja tidak kompleks, developer hanya mencapai tujuan

    penjualan saja yaitu keuntungan tanpa menjelaskan konsekuensi-

    konsekuensi hukum dari pembelian SARUSUN tersebut.

    Perbedaan konsep mengenai strata title dan hak milik pada landed

    house berbeda, pada strata title hak milik berada pada tangan pemegang

    hak sesuai dengan luasan bangunan yang tertera pada pembelian awal,

    tidak seluruh bangunan gedung, sedangkan untuk landed houses

    kepemilikan melingkupi seluruh bangunan dan tanah.8

    8 Bisnis Indonesia, Opini: Agar Tidak Keblinger dengan Strata Title, Konsep

    Kepemilikan ini Menimbulkan Banyak Interpretasi, Senin, 04 Januari 2010.

  • 6

    Namun, akan muncul masalah lagi, jika developer yang membangun

    hunian vertikal tersebut, membangun di atas tanah bukan Status Hak

    Milik (SHM) melainkan Hak Guna Bangunan (HGB) yang jangka

    waktunya tertentu. Sehingga, status kepemilikan unitnya disesuaikan

    dengan masa HGB induk tersebut. Masalah ini yang menjadi masalah

    krusial terhadap pemegang hak dengan developer, pemegang hak harus

    mengurus perpanjangan hak milik tersebut setelah masa waktunya habis.

    Permasalahan

    Adapun permasalahan dalam strata title (Satuan Rumah Susun) ini

    antara lain:

    - Apakah yang menjadi dasar hukum dari SARUSUN?

    - Bagaimana aspek hukum dari diberlakukannya SARUSUN?

    - Apa konsekuensi hukum apabila memegang hak SARUSUN?

    Dasar Hukum SARUSUN

    Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat

    Indonesia, setiap orang membutuhkan tempat tinggal yang layak. Tapi

    apakah mampu untuk membeli ataupun menyewa sebuah rumah bagi

    keluarga kecil yang kurang mampu. Dengan demikian diperlukan

    http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A57&cdate=02-JAN-2010&inw_id=711818. Diakses pada tanggal 5 Januari 2009.

  • 7

    landasan berpijak dari pembangunan rumah susun tersebut. Awalnya

    adalah Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok

    Agraria, lalu Undang-Undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun

    selanjutnya berkaitan dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1992 tentang

    Perumahan dan Permukiman, mengenai teknisnya diatur oleh Peraturan

    Pemerintah No. 4 tahun 1998 tentang Syarat-Syarat Teknis Pembangunan

    Rumah Susun. Penghunian rumah susun diatur oleh Peraturan

    Pemerintah No. 44 tahun 1994 tentang Penghunian Rumah oleh Bukan

    Pemilik.

    Oleh karena penghunian rumah susun menyangkut kepentingan

    dan kehidupan orang banyak, maka sebelum satuan rumah susun itu

    dapat dijual, harus diperoleh izin layak huni dari Pemerintah Daerah yang

    bersangkutan.9 Penghuni rumah susun wajib membentuk perhimpunan

    penghuni untuk mengurus kepentingan bersama para pemilik dan

    penghuni.10 Penjabaran lebih lanjut mengenai Undang-Undang Rumah

    Susun adalah Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1988 tentang Rumah

    Susun ditegaskan bahwa pada dasarnya pengaturan dan pembinaan

    rumah susun yang berkaitan dengan tugas dan fungsi pemerintahan

    9 Undang-Undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, Pasal 18 ayat (1)

    menyebutkan bahwa satuan rumah susun yang telah dibangun baru dapat dijual untuk dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan, ayat (2) menyebutkan bahwa ketentuan mengenai izin kelayakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    10 Undang-Undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, Pasal 19 ayat (1) menyebutkan bahwa Penghuni rumah susun wajib membentuk perhimpunan penghuni.

  • 8

    menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah

    Daerah.

    Pemilikan rumah susun meliputi pemilikan secara individual dan

    terpisah, namun sekaligus pemilikan bersama atas benda bersama,

    bangunan bersama, tanah bersama, maka penyelenggaraan

    pembangunan/ pengembangan diwajibkan untuk melakukan pemisahan

    rumah susun atas satuan-satuan rumah susun dengan akta pemisahan

    yang disahkan oleh Pemerintah Daerah. Satuan rumah susun dapat juga

    berada di bawah permukaan tanah sebagai kesatuan dengan rumah susun

    yang terdiri di atas permukaan tanah.11

    Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1998 mengatur lebih lanjut

    tentang Syarat-Syarat Teknis Pembangunan Rumah Susun dan

    Persyaratan Administratif. Keharusan untuk memperoleh izin layak huni

    sebelum rumah susun dapat dijuat terdapat dalam Pasal 35 sampai

    dengan Pasal 37, dan kewajiban penghuni rumah susun, baik untuk

    hunian maupun bukan hunian, untuk membentuk perhimpunan

    penghuni yang meliputi keanggotaan, fungsi, tugas pokok dan

    penjabarannya dimuat dalam Pasal 54 sampai dengan Pasal 61.

    Pembentukan badan pengelola rumah susun sesuai dengan Anggaran

    11 Maria S. W. Sumardjono, Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan, Jakarta:

    Kompas Media Nusantara, 2007. h. 41-42.

  • 9

    Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) perhimpunan penghuni

    beserta tugasnya diatur dalam Pasal 62 sampai dengan Pasal 70.12

    Pengaturan mengenai pembelian rumah susun yang dapat dihuni

    oleh orang lain, maka hal tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan

    Pemerintah No. 44 tahun 1994 tentang Penghunian Rumah oleh Bukan

    Pemilik. Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa penghunian rumah oleh bukan

    pemilik hanya sah apabila ada persetujuan pemilik dan hal itu dapat

    dilakukan dengan cara sewa-menyewa atau cara bukan sewa-menyewa.13

    Penghunian rumah dengan cara sewa-menyewa didsarkan pada

    perjanjian tertulis yang antara lain mencantumkan ketentuan tentang hak

    dan kewajiban, jangka waktu sewa, dan besarnya harga sewa. Penghunian

    rumah dengan cara bukan sewa-menyewa didasarkan pada persetujuan

    antara pemilik dengan penghuni dan disarankan dibuat dalam bentuk

    perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat jangka waktu

    penghunian.14

    Aspek Hukum SARUSUN

    Berbicara mengenai aspek hukum dalam Satuan Rumah Susun

    (SARUSUN) atau strata title tidak terlepas dari developer dan pembeli unit

    (konsumen).

    12 Ibid. h. 42. 13 Ibid. 14 Ibid.

  • 10

    Apabila konsumen membeli unit dari SARUSUN tersebut maka hal

    itu adalah Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) atau biasa

    dikenal dengan strata title. Pemilik hanya memiliki secara mutlak unit

    apartemen tersebut namun ada bagian dari keseluruhan tanah dan

    bangunan apartemen tersebut yang dimiliki secara bersama. Oleh

    karenanya dikenal adanya istilah bagian bersama dan benda bersama,

    misalnya kolam renang, lobi, lift, tangga, dan lain-lain. Maka dari itu

    disebut dengan strata title karena adanya bagian bersama dan benda

    bersama.

    Kepemilikan atas HMSRS ini adalah tidak terbatas, namun yang

    perlu diketahui adalah mengenai tanah dimana apartemen atau rumah

    susun tersebut dibangun biasanya menggunakan Hak Guna Bangunan

    yang hanya memiliki jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun setelah itu masih

    bisa diperpanjang.

    Tahap Kepemilikan Rumah Susun

    Pada saat melakukan pembelian apartemen atau rumah susun

    tersebut, pembeli akan menandatangani apa yang disebut dengan PPJB

    yaitu Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara dengan developer.15

    Pada saat pembayaran biasanya para pembeli menggunakan cara

    kredit dengan bank, berarti dana berasal dari bank maka kepada pihak

    bank yang akan melakukan pelunasan setelah pembeli menyerahkan

    15 Dodon Almury Baron Jatan, Status Hukum Kepemilikan Apartemen,

    http://dodonbaron.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 5 Januari 2009.

  • 11

    pembayaran panjar atau down payment kepada developer. Pada saat bank

    melakukan pelunasan dengan developer maka, akan hadir 4 (empat) pihak

    yaitu bank, developer, dan pembeli juga PPAT, pada saat itu akan

    ditandatangani dokumen: a. Akta Jual Beli, yang menerangkan bahwa

    pembelian rumah susun tersebut oleh pembeli. Akta ini dibuat oleh PPAT

    dan ditandatangani oleh penjual dan pembeli di hadapan bank dan PPAT,

    dan biasanya PPAT sudah ditentukan oleh pihak bank. Akta jual beli ini

    sebagai dasar peralihan kepemilikan atas rumah susun tersebut. Akta

    yang telah ditandatangani akan didaftarkan ke BPN beserta dengan

    sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (SHM-SRS) untuk

    kemudian dengan dasar itu, BPN akan melakukan pencoretan nama

    developer sebagai pemilik pada SHM-SRS tersebut dan ditulislah nama

    pembeli sebagai pemilik yang baru. Proses ini disebut proses balik nama;

    b. Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) yang berisikan pembeli

    memberikan kuasa kepada bank untuk meletakkan jaminan atas Sertifikat

    Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (SHM-SRS) yang telah dibalik nama

    ke nama pembeli, dalam sertifikat tersebut akan tercantum nama dan

    tanggal lahir pembeli sebagai pemilik atas SHM-SRS tersebut dan juga

    nama bank sebagai kreditur pembeli; c. Setelah semua proses dijalani

    sertifikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli melainkan disimpan

    oleh bank (sebagai jaminan) namun pembeli dapat memiliki photo

    copynya; d. Apabila pelunasan sudah dilakukan oleh pembeli terhadap

    seluruh kredit maka bank akan mengeluarkan surat penghapusan hutang

  • 12

    (Roya), yang menyatakan bahwa kreditur telah melakukan pelunasan

    terhadap pinjamannya untuk itu meminta BPN untuk melakukan

    penghapusan terhadap jaminan tersebut; e. Bank akan memberikan semua

    dokumen yang pertama sekali ditandatangani kepada pembeli (akta jual

    beli, sertifikat, dan lain-lain) untuk kemudian menjadi milik pembeli

    sepenuhnya; f. Tugas pembeli adalah datang ke BPN dengan membawa

    sertifikat tersebut, surat roya, akta jual beli dan dokumen pribadi lainnya

    untuk meminta agar BPN mencoret jaminan tersebut (hal ini juga dapat

    meminta jasa notaris untuk melakukannya) prosesnya sekitar 2 3 hari

    kerja. Apabila seluruh proses sudah dijalani maka sertifikat tersebut

    sudah merupakan hak milik sehingga tidak diperlukan perpanjangan

    apapun dan berlaku selamanya.

    Setiap SARUSUN yang peruntukan utamanya digunakan secara

    terpisah sebagai tempat hunian yang mempunyai sarana penghubung ke

    jalan umum diberikan hak milik.16

    Pemilikan atas SARUSUN merupakan satu kesatuan dengan

    tanahnya dan dengan adanya bukti pemilikan tersebut maka SARUSUN

    dapat dijadikan jaminan hutang yang tunduk kepada ketentuan Undang-

    Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Berserta

    Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.17

    16 Tampil Anshari Siregar, Op. cit, h. 298.

    17 Ibid.

  • 13

    Di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1975

    ditegaskan bahwa kepada setiap pemegang hak atas tanah kepunyaan

    bersama dapat diberi sertifikat sebagai tanda bukti hak atas masing-

    masing dan jumlah sertifikat yang diterbitkan tersebut sebanyak-

    banyaknya sama dengan jumlah pemegang hak bersama atas tanah yang

    bersangkutan. Ketentuan ini merupakan kekhususan (lex spesialis), karena

    menurut ketentuan umum Hukum Pertanahan bahwa hak-hak atas

    sebidang tanah yang dipunyai bersama misalnya dua orang atau lebih

    hanya dapat diterbitkan satu sertifikat saja sebagai tanda bukti.

    Sedangkan pada rumah susun sebagai tanda bukti hak atas bagian

    masing-masing, kepada setiap pemilikan bangunan yang bersangkutan

    diberikan sertifikat yang terdiri atas salinan buku tanah serta surat ukur

    dan bersampul dilengkapi dengan suatu gambar pembantu yang

    menggambarkan denah dari bagian yang dimilikinya.18

    Status Tanah

    Setelah kepemilikan dipegang oleh pembeli dan berakhir pada

    waktu 30 (tiga puluh) tahun dan tidak diperpanjang oleh developer maka

    pembeli dapat memohonkan untuk perpanjangan 20 (dua puluh) tahun

    lagi jadi total 50 (lima puluh) tahun. Setelah waktu 50 (lima puluh) tahun

    masih dimungkinkan untuk melakukan pembaharuan hak ini bagi

    sertifikat yang telah diperpanjang terus masih diperpanjang lagi,

    18 Ibid.

  • 14

    pembaharuan ini berlaku untuk 30 (tiga puluh) tahun setelah habis

    diperpanjang 20 (dua puluh) tahun lagi, dan begitu seterusnya.19

    Mengenai status tanah yang dibeli oleh developer, sebagai pembeli

    berhak untuk menanyakan mengenai statusnya dan biasanya pihak

    penjual akan mengatakan sertifikat telah dicek ke BPN dan dinyatakan

    bersih (maksudnya bebas dari sitaan, jaminan, dan lain-lain) karena kalau

    tanah tersebut dalam sengketa BPN tidak akan melakukan pengecapan

    atas sertifikat tersebut, biasanya pihak notaris yang melakukan hal ini

    sesaat sebelum transaksi jual beli dilakukan.

    Adapun hal-hal yang menjadi hak pembeli, antara lain:

    - Diperlihatkannya sertifikat baik photo copy ataupun aslinya;

    - Ketentuan dan syarat-syarat yang mengikat pembeli dan developer

    dalam PPJB biasanya bersifat baku kecuali pembeli memiliki

    perhatian yang lebih terhadap kontrak baku maka dibuat

    amandemennya (perubahan) sesuai dengan kesepakatan bersama;

    - Memperhatikan apa yang menjadi kewajiban pembeli terutama

    mengenai waktu serah terima, batas waktu pengajuan komplain,

    sistem pembayaran, seterusnya mengenai apabila terjadi

    keterlambatan atau denda;

    19 Undang-Undang No. 5 tahun 1960, Pasal 35 ayat (1) menyebutkan bahwa hak guna

    bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, ayat (2) menyebutkan bahwa atas permintaan pemegang hak dan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.

  • 15

    - Tidak ada jaminan bahwa tidak akan menjadi masalah dikemudian

    hari paling tidak dengan melakukan sesuai prosedur yang benar

    celah-celah tersebut dapat tertutupi dengan baik, sehingga

    kalaupun pembeli menghadapi gugatan tidak perlu khawatir

    karena sudah melakukan sesuai aturan yang berlaku.

    Mengenai perpanjangan HGB dapat dilihat pada perjanjian yang

    sudah disepakati bersama pada pendahuluan kontrak perjanjian jual beli.

    Yang menjadi masalah adalah biaya yang ditanggung dalam hal

    perpanjangan tersebut. Dapat dilihat nama siapa yang tercantum pada

    perjanjian jual beli tersebut. Jika nama developer maka wajib lah

    perusahaan tersebut yang membayar, namun jika nama pembeli yang

    tercantum maka pembeli wajib untuk melunasi perpanjangan waktu

    tersebut. Besarnya biaya perpanjangan didasarkan pada luas tanah dan

    bangunannya, semakin besar bangunan maka semakin mahal harganya,

    pengurusan perpanjangan dapat dilakukan oleh notaris. Jadi pembeli

    tinggal melengkapi dokumennya dan pembeli harus memberikan biaya

    untuk dibayarkan ke kas negara dan biaya jasa notaris. Dapat pula

    dilakukan peningkatan status kepemilikan yaitu dari HGB ke Hak Milik

    dapat berlaku selamanya dan tidak perlu diperpanjang lagi.

  • 16

    Konsekuensi Hukum Pemegang Hak

    Kepemilikan

    Adapun konsekuensi hukum dari pemegang hak rumah susun,

    yaitu:

    - Kepemilikan Bersama, yang dimiliki secara bersama-sama

    proporsional dengan para pemilik lainnya pada Rumah Susun

    tersebut, yang terdiri dari:20

    o Tanah Bersama, adalah sebidang tanah yang digunakan atas

    dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya

    berdiri Rumah Susun dan ditetapkan batasnya dalam

    persyaratan izin bangunan. Mengingat penyelenggara

    pembangunan (developer) berbadan hukum, maka tanah

    bersama itu akan bersertifikat induk HGB, yang nantinya

    HGB tersebut tidak dipecah tetapi akan diberi keterangan

    bahwa HGB tersebut telah melahirkan beberapa Sertifikat

    Hak Milik Satuah Rumah Susun dan tidak dapat dialihkan

    atau dijaminkan;

    o Bagian Bersama, adalah bagian Rumah Susun (melekat pada

    struktur bangunan) yang dimiliki secara tidak terpisah

    untuk pemakaian bersama dalam satu kesatuan fungsi

    20 Tampil Anshari Siregar, Pendalaman Lanjutan: Undang-Undang Pokok Agraria,

    Medan: Pustaka Bangsa Press, 2005, h. 299.

  • 17

    dengan satuan Rumah Susun. Contohnya: pondasi, atap, lobi,

    lift, saluran air, jaringan listrik, gas, dan telekomunikasi;

    o Benda Bersama, adalah benda yang bukan merupakan

    bagian Rumah Susun (tidak melekat pada struktur

    bangunan), tetapi dimiliki bersama secara tidak terpisah

    untuk pemakaian bersama. Contohnya: tanah, tempat parkir,

    kolam renang yang di luar struktur, dan lainnya.

    - Kepemilikan Perseorangan, adalah hak kepemilikan atas unit

    SARUSUN ruangan dalam bentuk geometrik tiga dimensi yang

    dibatasi oleh dinding dan digunakan secara terpisah atau tidak

    secara bersama-sama. Adapun dinding yang menopang struktur

    bangunan merupakan bagian bersama, hak ini akan tergambar

    dalam pertelaan Rumah Susun tersebut dan luas/ ukuran unit

    SARUSUN akan diuraikan dalam SHM SARUSUN.21

    Pengelolaan

    Menurut peraturan perundang-undangan, para pihak yang terlibat

    dalam pembangunan dan pengelolaan Rumah Susun antara lain:

    - Penyelenggara pembangunan, dalam hal ini Pengembang

    (developer);

    - Perhimpunan penghuni, yang akan dibentuk para penghuni (owner

    unit) dengan dibantu oleh penyelenggara pembangunan dan

    21 Ibid.

  • 18

    dituangkan dalam suatu Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

    Tangga yang wajib dipatuhi oleh para penghuni/ pemilik;

    - Badan pengelola, yang akan ditunjuk oleh perhimpunan penghuni

    untuk mengelola Rumah Susun tersebut dengan upah dan biaya-

    biaya yang akan disetujui oleh Rapat Umum Anggota

    Perhimpunan penghuni. Badan pengelola ini dapat saja dibentuk

    oleh perhimpunan sendiri, tetapi biasanya pengelolaan diserahkan

    kepada Properti Manajemen yang bersifat profesional;

    - Penghuni, dalam hal ini pemilik unit SARUSUN yang akan

    menjadi anggota Perhimpunan Penghuni dan memiliki hak suara

    dalam menentukan jalannya pengelolaan.

    Berbicara mengenai konsekuensi pemegang hak maka dapat

    ditinjau kembali mengenai adanya hak bersama, penentuan kewajiban

    bersama untuk menjaga, merawat, dan mengoperasikan benda-benda/

    bagian-bagian bersama tersebut. Oleh karenanya, kewajiban para

    penghuni untuk menanggung biaya, meliputi:

    - Biaya pengelolaan (Service Charge), sebaiknya nilainya ditentukan

    pada saat terjadi perikatan kontrak perjanjian jual beli oleh developer

    dan dicantumkan dalam PPJB. Nantinya dapat berubah sesuai

    dengan kebutuhan setelah Perhimpunan Penghuni definitif

    terbentuk, digunakan oleh Badan Pengelola untuk mengoperasikan

    Rumah Susun tersebut, termasuk untuk membayar gaji-gaji

    pegawai Badan Pengelola;

  • 19

    - Dana cadangan (sinking fund), yang akan dipergunakan untuk

    perbaikan-perbaikan besar Rumah Susun. Contohnya: Pengecatan

    (re-painting), lift atau penggantian/ up grade M/ E, dan lain-lain;

    - Rekening-rekening, dibayarkan untuk penggunaan masing-masing

    unit, meliputi listrik, air, dan telepon.

    Hal-hal di atas tidak dikenal dalam kepemilikan/ pengelolaan

    landed house. Yang perlu diperhatikan dalam memilih untuk membeli

    apartemen atau flat, antara lain:

    - Lokasi, apakah cukup prospektif atau berkembang sehingga masih

    berpeluang untuk adanya kenaikan harga;

    - Bukti kepemilikan tanah oleh pengembang harus sudah ada pada

    saat dipasarkan;

    - Izin lokasi (SIPPT jika di DKI Jakarta) untuk memastikan

    peruntukan tanahnya agar izin-izin lainnya dipastikan dapat

    diterbitkan oleh instansi yang berwenang;

    - Bonafiditas, pengembang atau developer termasuk berpengalaman

    beserta tim konsultannya, untuk meyakinkan bahwa proyek

    apartemen tersebut tidak asal jadi saja;

    - Draft perjanjian, kontrak pendahuluan berupa draft PPJB pada saat

    pembayaran angsuran I. Harus dipelajari hal-hal yang dapat

    merugikan, khususnya luas ukuran unit, tanggal serah terima,

    denda keterlambatan, spesifikasi, serta pemutusan sepihak.

  • 20

    Perlindungan Hukum

    Konsumen perumahan yang memegang HGB dapat melakukan

    perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanahnya itu, misalnya

    menjual, menghibahkan, menukar, mewariskan, dan menjadikannya

    sebagai agunan.

    Di samping itu yang bersangkutan juga dapat memohon

    perpanjangan dan pembaruan haknya. Sebagai suatu hak atas tanah yang

    mempunyai jangka waktu tertentu, HGB dapat hapus karena berbagai

    sebab, antara lain karena jangka waktu berakhir, namun HGB juga diberi

    kemungkinan untuk dapat diperpanjang atau diperbaharui sebelum

    jangka waktunya berakhir bila memenuhi persyaratan, sebagai berikut:22

    - Tanahnya masih digunakan dengan baik sesuai keadaan, sifat, dan

    tujuan pemberian hak itu;

    - Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang

    hak;

    - Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai subjek HGB; dan

    - Penggunaan tanah itu masih sesuai dengan RTRW.

    Pemegang HGB juga diberi kemungkinan untuk meningkatkan hak

    atas tanahnya itu menjadi Hak Milik sesuai peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.23

    22 Maria S. W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan, Jakarta: Kompas Media Nusantara,

    2001, h. 129. 23 Ibid.

  • 21

    Apabila terjadi gugatan terhadap pemilik maka hal ini menjadi

    tanda tanya berkenaan dengan perlindungan hukum kepada pemegang

    sertifikat. Untuk mengatasi kurang terjaminnya kepastian hukum dan

    keamanan bagi pemegang sertifikat yang beritikad baik itu, perlu

    didukung usulan dalam Revisi Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961

    tentang pembatasan jangka waktu lima tahun bagi pemegang hak yang

    sah untuk mengajukan gugatan ke pengadilan berkenaan dengan

    tanahnya yang dikuasai dengan itikad baik dan didaftarkan oleh pihak

    lain.24

    Cukup adil kiranya bahwa setelah lima tahun lewat tanpa gugatan,

    pemegang sertifikat yang menguasai tanah dengan itikad baik tidak dapat

    digugat lagi, dan sebaliknya bagi pemegang hak atas tanah yang sah

    diberi waktu lima tahun untuk dapat menggugat pihak lain yang

    menguasai tanahnya dengan itikad baik dan mendaftarkannya.25

    Tanpa adanya batas waktu, setiap saat seorang pembeli yang telah

    memiliki sertifikat, mempunyai kemungkinan yang telah memiliki

    sertifikat, mempunyai kemungkinan untuk digugat pihak lain. Dengan

    adanya batas waktu tersebut, secara tidak langsung setiap pemegang hak

    atas tanah yang sah didorong untuk menguasai tanahnya,

    24 Ibid. 25 Ibid.

  • 22

    menggunakannya sesuai dengan tujuan dan sifat haknya, serta

    mengusahakan tanda bukti haknya.26

    Dengan adanya kemungkinan beredarnya sertifikat asli tapi palsu,

    sertifkat ganda, dan sebagainya. Seorang calon pembeli dapat berupaya

    mencari informasi di Kantor Pertanahan tentang kebenaran data fisik dan

    data yuridis yang tertera dalam sertifikat tanah.27

    Merupakan harapan kita semua bahwa proses sertifikat setelah

    persyaratan lengkap dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang wajar.

    Pelayanan aparat pelaksana pendaftaran tanah yang profesional dan

    transparansi dalam tata kerja serta biaya yang diperlukan, merupakan

    syarat keberhasilan pelaksanaan pendaftaran tanah.28

    Kesimpulan dan Saran

    26 Ibid. 27 Ibid. 28 Ibid.