analisis kritis studi hadith kaum feminis mahmud

Upload: abu-hafshoh

Post on 17-Feb-2018

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    1/19

    1

    Analisis Kritis Studi Hadits Kaum FeminisMahmud Budi Setiawan

    PENDAHULUAN

    Pada tanggal 18 Maret 2005 di sebuah gereja katredal Sundram Tagore Gallery137 Grene Street New York, umat Islam -di seluruh dunia- dihebohkan dengan

    peristiwa luar biasa. Amina Wadud seorang Muslim feminis liberal melakukanperbuatan yang selama empat belas abad lamanya tidak pernah dikerjakan oleh umatIslam. Ia nekat menjadi khatib sekaligus imam shalat jum`at bagi jama`ah yang terdiridari laki-laki dan perempuan. Seminggu kemudian, Asra Q Nomani seorang feminisradikal juga mengikuti jejaknya. Tak hanya itu, pada tanggal 17 Oktober 2008 kejadianitu terulang kembali di Oxford Center. Di antara alasannya sebagaimana yangdidukung oleh KH. Husein Muhammad, Kiai Feminis- ialah al-Qur`an yangmelegitimasi kesetaraan gender sekaligus hadits Ummu Waraqah riwayat Druquni

    yang membolehkan wanita menjadi imam bagi laki-laki dan perempuan.1Tentu saja, apa yang dilakukan Amina Wadud mendapat reaksi keras dari

    berbagai ulama dunia. MUI sendiri dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI VII,pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 M, menetapkan Fatwa Nomor:9/MUNAS VII/MUI/13/2005 Tentang Wanita Menjadi Imam Shalat. Intikeputusannya: "Dengan bertawakkal kepada Allah SWT, MUI memutuskan bahwawanita menjadi imam shalat berjamaah yang di antara makmumnya terdapat orang laki-laki hukumnya haram dan tidak sah. Adapun wanita yang menjadi imam shalat

    berjamaah yang makmumnya wanita, hukumnya mubah." Fatwa ini ditetapkan diJakarta pada tanggal 21 Jumadil Akhir 1426 H yang bertepatan dengan 28 Juli 2005 M,dan ditandatangani oleh Ketua MUI KH Maruf Amin dan Sekretaris Hasanuddin.2

    Berangkat dari kasus tersebut, penulis merasa perlu untuk menganalisisis secarakritis studi hadits kaum feminis. Paling tidak ada beberapa masalah yang menjadi

    persoalan pokok dalam pembahasan ini. Pertama, studi hadits kaum feminis. Kedua,adanya tuduhan misoginis 3 terhadap Hadits Nabi Muhammad allallhu `alaihiwasallam. Dengan kata lain, apakah kajian mereka terhadap Hadits sesuai dengantradisi keilmuan ulama Hadits yang otoritatif sehingga tidak berbahaya bagi ajaranIslam atau sebaliknya? Kemudian, benarkah dalam Islam ada Hadits Misoginis,sebagaimana yang dituduhkan mereka? Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan-

    pertanyaan krusial tersebut.

    Peserta PKU(Program Kaderisasi Ulama) VIII UNIDA(Universitas Darussalam) Gontor 20141 Lihat: M. Fachry, Jumatan Amina Wadud Manipulasi Hadits Ala Feminisme Arrahmah,

    Rabu, 21 Syawwal 1429 H/ 22 Oktober 2008 15:06, www.arrahmah.com/read/2008/10/22/2497-jumatan-amina-wadud-manipulasi-hadits-ala-feminisme.html, diakses 27 Januari 2015, jam 13.40 WIB

    2Lihat: Fatwa MUI: Hukum Wanita Menjadi Imam Shalat, Republika, Senin, 20 Juni 2011,20:16 WIB, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/11/05/23/lln96s-fatwa-mui-kawin-beda-agama-haram, diakses 27 Januari 2015, jam 13.40 WIB

    3Yaitu Hadits-hadits yang terkesan menyudutkan atau merendahkan derajat perempuan. Lihat:Fatima Mernissi, Menengok Kontroversi Peran Wanita dalam Politik,(Surabaya: Dunia Ilmu, 1997),

    hal.54. Dikutip oleh: Nurmahni dalam, HADIS-HADIS MISOGINIS Menyoal Kritik Hadits FatimaMernissi, (Yogyakarta: Mitra Cendikia, 2007) hal. 3

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    2/19

    2

    PEMBAHASAN

    A. Pendekatan Kaum Feminis terhadap Hadits

    Sebelum membahas lebih jauh mengenai studi kaum feminis terhadapHadits, alangkah baiknya dipaparkan terlebih dahulu mengenai pendekatanmereka terhadap Hadits, baik yang menyangkut sanad(jalur periwayatan)maupun matan(isi Hadits).

    1. Dalam Mengkaji Sanad

    Di antara pendekatan kaum feminis dalam mengkajisanadHadits, ialahsebagai berikut:

    Pertama, melandasi kajiannya dengan cara pandang feminisme.4Ini bisa

    dikatakan yang paling inti, karena studi-studi lain yang digunakan pada dasarnyabermuara padanya. Setiap yang bertentangan dengan cara pandang tersebut,maka akan dicarikan titik temunya sampai selaras dengannya atau ditolak samasekali. Asghar Ali Engineer misalnya, ketika mengkaji masalah Haditskepemimpinan wanita dalam ranah politik, dan penciptaan perempuan daritulang rusuk meskipun ahh, ia tak segan-segan menuduh teolog muslimmenyimpang dari pemahaman al-Qur`an.5 Gaya-gaya seperti ini, sangat miripdengan gaya orientalis dalam menjustifikasi setiap kajiannya tentang masalahkeislaman.

    Sebelum mengkaji sesuatu, para orientalis memiliki asumsi terlebihdahulu sebagai acuan kajiannya.6 Cara-cara ini telah disinggung oleh ulamakenamaan asal India, Abu asan Ali Al-Nadawi, beliau mengungkapkan bahwa:Di antara kebiasaan kebanyakan orang-orang orientalis ialah, sejak awalmemiliki tujuan terlebih dahulu yang ditanamkan pada jiwanya lalumerealisasikannya dengan segala cara.7Maka tidak mengherankan, jika dalam

    4 Menurut kamus Webster, feminisme berarti: The doctrine which declares The equality of Thesexes and advocates equal social, political, and economic rights for women. Terjemahan bebasnya:Doktrin yang menyatakan kesetaraan jenis kelamin dan pendukung hak-hak sosial, politik, dan ekonomiyang sama bagi perempuan. Lihat: The New International Webstes Comprehensive Dictionary of The

    English Language, (Florida: Trident Press International, 1996) hal. 465. Salah satu konsep yang dijadikanacuan oleh kaum feminis dalam kajiannya terhadap teks ialah gender equality(kesetaraan gender).

    Konsep yang digagas kaum feminis dalam masyarakat Islam seperti Amina Wadud, Musda Mulia, dansebagainya- saat ini sudah terbukti merupakan konsep kebablasan dan membubarkan syari`at Islam.Konsep ini berangkat dari ideologi Marxis yang tidak menerima perbedaan fithri dan jasadiah antara laki-laki dan wanita. Padahal, jika ditelaah, kaum feminis itu sendiri tidak konsisten dalam menyikapai

    pembedaan (diskriminasi) antara pria dan wanita. Lihat: Adian Husaini,Kesetaraan Gender: Konsep danDampaknya Terhadap Islam; Tela`ah Problem Kesetaraan Gender dalam Studi Islam Bias FahamFeminisme Barat, dalam jurnal ISLAMIA. Vol. III No. 5, 2010, hal. 19

    5 Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi & Cici Farkha,(Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, cet. I, 1994) hal. 206

    6 Sebagai contoh, sebagaimana yang dikritik oleh Harald Motzki terhadap Goldziher(orientaliskenamaan asal Austria) yang dalam pengkajiannya ketika membahas sunnah menyangkut zaman nabi dansahabat cendrung tergesah-gesah dan spekulatif. Lihat: Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadits dan

    Astronomi, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2011) hal. 107

    Abu Hasan Ali Al-Nadawi, al-Islm wa al-Mustasyriqn, Majalah al-Ba`tsu al-Islmiyyu, Jil.XXVII, Edisi. I&II, Ramadhan-Syawal, 1402 H/ Juli-Agustus 1982 M, hal. 14. Dikutip oleh Dr. Zahrul

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    3/19

    3

    kajian mereka sering terjadi reduksi dan ketidakjujuran, karena sejak awal telahmemiliki prasangka negatif terhadap Islam.

    Senada dengan cara tersebut, dalam kajian Hadits kaum feminisditemukan ketidakkonsistenan dalam menetapkan ke-aan dan kelemahan

    Hadits. Ketika Haditsasecarasanad dan matan,tapi bertentangan denganpaham feminisme, maka sanad-nya dibantah dan dicari kesalahannya. Ketikaada Hadits a`f (lemah), tapi menguatkan pandangan feminisme, maka akandiambil tanpa kritik. Sebagai contoh di sini, Musdah Mulia ketika memperkuat

    pendapatnya tentang poligami, ia menyatakan:Kesalehan dan kemuliaan akhlak Rasul dalam memilih istri digambarkan dalam

    banyak Hadits, di antaranya Hadits Amrah binti Abdirrahman: Rasulullah ditanyai,Ya Rasul mengapa engkau tidak menikahi perempuan dari kalangan Anshar yangsangat terkenal kecantikannya? Rasul menjawab, mereka adalah para perempuanyang sangat pencemburu dan tidak akan bersabar dimadu, sementara akumempunyai beberapa istri, dan aku tidak suka menyakiti kaum perempuan

    berkenaan dengan hal itu.. Jawaban Rasul mempertegas kebenaran bahwa

    poligami dapat menyakiti hati perempuan. Rasul terlalu mulia untuk menyakiti hatiperempuan, bahkan beliau diutus demi mengangkat harkat dan martabat kaumperempuan yang sudah sangat lapuk.8Dalam tinjauan ilmu Hadits, ketika mengutip Hadits Rasulullah, harus

    disertakan sumbernya. Di sini Musdah Mulia tidak menunjukkan rujukanHaditsnya. Padahal Hadits yang tidak diketahui asal-usulnya, dikategorikansebagai Hadits mauu`(palsu). Nabi Muhammad allallu `alaihi wasallammemperingatkan bahwa orang yang berdusta atas namanya, maka akandisiapkan tempatnya di neraka.9

    Ketika memahami Hadits dengan pendekatan ini, maka setiapkesimpulan nanti akan bertentangan dengan kajian yang selama ini dihasilkan

    oleh ulama yang memakai cara pandang hidup Islam. Ini bukan berarti pendapatulama pasti benar, tapi yang perlu digarisbawahi ialah masalah cara pandang.Mengkaji sumber hukum Islam dengan pendekatan feminisme (berasal dariBarat) yang memiliki konsep kesetaraan gender, maka hasilnya akan jauh

    berbeda dengan semangat Islam. Karena itu tidak heran dari hasil kajianfeminis- yang berusaha menentang pembagian waris antara laki-laki dan

    perempuan, menentang perkawinan beda agama, yang kesemuanya sudahmenjadi hukum yang tetap.

    Kedua, rwi-rwi(para periwayat Hadits) yang sudah tidak diragukanlagi kredibilitasnya oleh jumhur ulama, dikritisi sedemikian rupa. Contohnya

    Fata Shalihin dalam Disertasinya yang berjudul al-Ittijh al-Lbrliy f al-Ta`muli ma`a al-Sunnah al-Nabawiyyah f Andnisiya Dirsatun Tahlliyatun Naqdiyyatun, (Malaysia: al-Jmi`ah al-Islmiyah al-`lamiyah Mlaysia, 2014) hal.235

    8Musdah Mulia, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi, (Bandung:Penerbit Marja, 2011), hal. 195

    9Haditsnya berbunyi demikian:

    Barangsiapa berdusta atas namaku, maka siapkanlah tempatnya dari neraka(Hadits Mutawatir). Lihat:Bukhari, Bab: Itsmu Man Kadhaba `ala al-Nabi I/33. Muslim, Bab: f Tahdhr min al-Kadhib `ala al-

    Rasl, I/10. Abu Daud, Bab: Fi Tasydd f al-Kadhib `al Raslillah, III/319. Turmudzi, M J`a fTa`mi al-kadhib `ala Raslillh, V/35. Ibnu Mjah, Bab: al-Taghl f ta`ammudi al-Kadhib `al

    Raslillh, I/13. Ahmad, Musnad Umar, Ali, Zubair, Ibnu Abbas, Ibnu Mas`ud, Ibnu Umar, Abdullah binAmru, ABu Hurairah, Abu Sa`id al-Khudri, Anas bin Malik dll.

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    4/19

    4

    seperti yang dilakukan oleh Riffat Hasan. 10 Ketika mengkaji Hadits tentangpenciptaan wanita dari tulang rusuk Adam11, ia mengkritik bahwa Hadits tentangmasalah ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang dianggap kontroversi oleh

    banyak ilmuan Islam.12 Padahal, berdasarkan tradisi keilmuan ulama Hadits,

    sahabat yang bernama Abu Hurairah ini adalah sahabat yang sangat diakuikredibilitasnya. Di samping itu,jumhur ulama sepakat bahwa semua sahabat ituadil,13namun diragukan olehnya.14

    Masih terkait dengan kritik sanad, Asghar Ali Engineer tidak segan-segan mengkritisi sahabat. Menurutnya kemampuan para sahabat itu terbatas dantidak sama. Banyak di antara mereka dari kalangan badui dan tidak mampumemahami yang dikatakan Nabi. Karena itu sangat memungkinkan adanyadistorsi atas maksud Hadits yang orisinil. Bahkan (menurutnya) Abu Hurairah,suatu ketika meriwayatkan Hadits yang sangat menghina perempuan, yangkemudian dikoreksi oleh Sayyida Aisyah.15Apa yang dilakukan oleh Asghar Aliini, menggambarkan bahwa ia tidak menilai sahabat sebagai rwi yang adil,

    sehingga apa yang keluar dari mereka juga bisa dikritisi dan ditolak, meskipunjika ditinjau berdasarkan ilmu Hadits tidak sesuai.

    2. Dalam Mengkaji Matan

    Adapun dalam mengkaji matan Hadits, mereka melakukan pendekatanberikut:

    10

    Lihat: Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam tradisi Islam, sejajar di Hadapan Allah?DalamJurnal Ulumul Quran no.4(Jakarta: Paramadina, 1990), hal.5511Haditsnya sebagai berikut:

    Bersumber dari Abu Hurairah R.a. Ia berkata, Rasulullah s.a.w bersabda: Berwasiat baiklah pada semuawanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Sedangkan tulang rusuk yang palingbengkok adalah yang paling atas. Jika engkau hendak meluruskannya, maka engkau akanmematahkannya, jika engkau biarkan saja, maka tulang itu akan tetap bengkok, maka berwasiat baiklah

    pada wanita.(Hr. Bukhari dalam Shahihnya, Kitab: Ahdtsu al-Anbiy Bab: Khalqu damalawtullh `alaihwa dhurriyatihi Juz: IV, hal: 133).

    12

    Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam tradisi Islam, sejajar di Hadapan Allah?...... hal.5313 Imam al-Nawwi dan al-Suyi berkata:

    ))(( Artinya: Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Taqrb, Semua sahabat adil baik yang ikut serta

    dalam fitnah maupun tidak berdasarkan kesepakatan orang yang diakui(ulama). Lihat: MuhammadJamluddin al-Qsimi, Qawidu al-Tadts min Funni Musala al-Hadts, (Bairut: Muassasah al-

    Rislah, 1425 H/ 2004 M) hal. 33014Apa yang dilakukan oleh Riffat Hasan ini sebenarnya bukan hal baru. Usaha untuk mengkritisi

    Abu Hurairah sudah ada akarnya sejak dahulu. Seperti yang dituduhkan oleh al-Nam, al-Muraisi, danal-Balkhi yang diikuti oleh oleh orientalis Barat seperti Ignc Goldziher, Herbert Spencer. Lihat:Muhammad `Ajjj al-Khab, al-Sunnah Qabla al-Tadwn, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1408 H/1988 M)hal. 437

    15

    Lihat: Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, terj. Agus Nuryanto, (Yogyakarta:LkiS, 2007) hal.7

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    5/19

    5

    Pertama, memahami materi (matan) Hadits dengan pendekatanhistoris.16 Sebuah pendekatan yang menjadikan sejarah sebagai acuan dalammenilai kebenaran matan. Sebagai contoh Hadits tentang: Kepemimpinanwanita pada ranah politik yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah. Matan Hadits

    ini oleh Fatima Mernissi dianggap bermasalah karena baru disebutkan oleh AbuBakrah bertepatan dengan terjadinya Perang Jamal. Waktu itu Abu Bakrahtermasuk pihak yang menjauhi konflik. Sehingga menurut Fatima Mernissi,Hadits itu diangkat, untuk mendukung kepentingannya, supaya tidak terlibatfitnah.

    Padahal dalam memahami matan Hadits tidak hanya cukup denganpendekatan historis (atau yang biasa disebut dalam ilmu Hadits dengan istilahasbbu al-wurd).17 Memahami matan Hadits hanya dengan pendekatan inisangat rentan terjadi kesalahan. Terlebih tidak semua Hadits ada asbbu al-wurd-nya. Jadi, merupakan tindakan yang terlalu terburu-buru kalaumendasarkan kajian hanya dengan pendekatan historis. Apalagi metode historis

    menempatkan Islam sebagai agama yang berevolusi.18Karena berevolusi, makatidak ada yang dianggap tetap, termasuk sumbernya. Kalau sumbernya tidaktetap, maka konsekuensinya bisa ditafsirkan sesuai pemahaman orang yang maumenafsirkannya.

    Kedua, ketika menghadapi matan-matan yang maknanya tak sejalandengan paham feminisme, maka digunakan beberapa pendekatan Barat, seperti:reinterpretasi, rekonstruksi, kontekstualisasi, dan dekonstruksi. Bahkan yangsangat ekstrim, menolak secara mutlak ketika tidak ramah dengan kepentingan

    perempuan.19 Sebagai contoh, Hamim Ilyas dalam sebuah pengantar bukuberjudul, Perempuan Tertindas? Kajian Hadits-Hadits Misoginis, jugamembenarkan pentingnya reinterpretasi. Ia menyatakan: Salah satu jalan yangcukup penting untuk dipilih adalah melakukan reinterpretasi makna Hadits-Hadits misoginis, yang hasilnya dipublikasikan kepada masyarakat luas.20

    Demikian pula Husain Muhammad memandang penting untukmelakukan reinterpretasi dan redefinisi agar teks-teks keagamaan menjadi hidupdan memiliki relevansi dengan ruang kontemporer tanpa harus kehilanganmakna transendennya.21Maka tidak mengherankan jika setiap kali menemukan

    16 ibid17 Ibid18 Ini seperti pernyataan Dr. Fatimah Hussein, dosen UIN Yogya, dalam disertasinya di

    University of Melbourne: As They perceive Islam as an evolving religion They apply a contextualreading to The Quran and sunna. Ths approach advocates reinterpreting The foundation texts of Islam.In this context, The role of ijtihad is central in Their thinking. Terjemahan bebasnya: Ketika merekamelihat Islam sebagai agama yang berkembang mereka menerapkan Lihatan kontekstual terhadap Qurandan sunah. Pendekatan ini menganjurkan menafsirkan teks(reinterpretasi) dasar Islam. Dalam konteks ini,

    peran ijtihad adalah sentral dalam pemikiran mereka. Dikutip oleh Dr. Adian Husaini dalam makalahyang berjudul: KAJIAN ISLAM HISTORIS DAN APLIKASINYA DALAM STUDI GENDER dariFatimah Husein,Muslim-Christian Relations in The New Order Indonesia:The Exclusivist and Inclusivist

    Muslims Perspectives, (Bandung: Mizan, 2005), hal. 3119 Ini persis seperti yang dilakukan oleh Fatima Mernissi dalam bukunya yang berjudul: Woman

    and Islam: An Historical and Theological Enquiry, (Oxford, Blackwell Publisher, 1991) hal. 49-8120 Lihat: Hamim Ilyas dkk, Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis,

    (Yogyakarta, eLSAQ Press & PSW, 2008) hal. 2421

    Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan Pembelaan Kiai Pesantren,(Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang, 2009) hal.187

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    6/19

    6

    Hadits yang secara sanaddan matanbermuatan bias gender, maka sudah pastiakan direinterpretasi.

    Di saat yang lain, dalam mengkaji matan Hadits, merekamengedepankan aspek non-literal dan kontekstual. Sebagaimana yang

    dinyatakan oleh Musdah Mulia berikut ini: pemahaman terhadap kedua sumbertadi tidak semata didasarkan kepada pemaknaan literal teks, melainkan lebihkepada pemaknaan non-literal atau kontekstual teks dengan mengacu kepadatujuan hakiki syariat(al-maqsid al-syar`iyyah).22

    Pada buku, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih RidhaIlahi ia juga mengatakan:

    Memahami posisi perempuan dalam Islam harus tetap mengacu kepada sumber-sumber Islam yang utama, yakni Al-Quran dan Sunnah. Hanya saja, pemahamanterhadap kedua sumber tadi tidak semata didasarkan kepada pemaknaan tekstual,melainkan memperhatikan juga sisi kontekstualtualnya, baik konteks makro berupatradisi masyarakat Arab dan kondisi sosio-politik dan sosio-historis ketika itu,maupun konteks mikro dalam wujud asbb nuzl dan asbb wurd Hadits.23

    Jadi, ketika ada Hadits yang bertentangan dengan paham feminisme, maka akandimaknai dengan pemaknaan non-literal atau secara kontekstual.

    Ini persis dengan statemen Amina Wadud dalam bukunya yang berjudul:Quran and Woman: Re-reading The Sacred Text From A Womans

    Perspective. Ia menyatakan ada tiga aspek yang digunakan untuk menafsirkansebuah teks, yaitu: konteks di mana teks ditulis (bila al-Qur`an maka konteks dimana ia diwahyukan), susunan gramatikal teks(menyangkut kebahasaan sepertiilmu Nahwu), sertakeseluruhan teks yang merupakan pandangan hidup.24Biladikaitkan dengan pemahaman terhadap teks (matan) Hadits, maka pendapatAmina Wadud mengukuhkan pendekatan kontekstual dalam menafsirkan teks.

    Pada waktu yang lain, ketika matan a tapi bertentangan dengansemangat feminisme, maka akan dibuat studi penafsiran baru agar bisa

    bersesuaian. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Musdah Mulia, Penafsiranbaru atas teks-teks agama mendesak dilakukan untuk menemukan kembalipesan-pesan moral keagamaan yang universal,.25 Lebih jauh dari itu, padakesempatan lain ia menyatakan, Pemahaman-pemahaman keislaman yang tidakkondusif terhadap pemenuhan hak-hak dasar tersebut perlu dikaji ulang, bahkankalau perlu, dilakukan dekonstruksi ajaran.26 Konsekuensi logis dari

    pernyataannya sangat jelas, yaitu setiap Hadits-Hadits yang bias gender mustiditafsir ulang.

    Masih terpengaruh dengan pendekatan Barat, pemahaman Hadits harus

    disesuaikan dengan semangat zaman. Ketika membicarakan Hadits terkaitkepemimpinan wanita, Musdah Mulia menyitir perkataan Syamsul Anwar:Keuniversalan Hadits itu tidak didukung oleh kenyataan sosial, sehingga harusditafsirkan sesuai semangat zamannya dan dalam konteks sosio-historisnya.27

    22Musdah Mulia,Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi, ......hal. 10023 ibid. hal. 12924 Amina Wadud, Quran and Woman: Re-reading The Sacred Text From A Womans

    Perspective, (New York, Oxford University Press, 1999) hal. 325 Musdah Mulia, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi, ...... hal. 102-

    10326

    ibid. hal. 13027 ibid. hal. 282

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    7/19

    7

    Jadi, ukuran untuk menilai matana atau tidak, ditentukan oleh semangatzaman atau konteks sosio-historisnya.

    Di samping itu, dang-kadang (kalau tidak boleh dikatakan banyak) dalammenerima kesahihan matan Hadits, hanya didasari dengan taqlid28buta. Sebagai

    contoh konkrit adalah Nawal Al-Sa`dawi seorang tokoh Feminis berkebangsaanMesir. Ketika menyebut Hadits tentang kurangnya akal dan agama wanita29 iatidak menkritisinya. Ia terima saja apa adanya, sebagaimana ungkapan berikut:

    : (( .((

    : .unka man yansibna adtsan lin nabiyyi muhammadin, yaql : ((al-nis`nqitu `aqlin wa dnin)). Watakhtalifu al-ru aula dha al-adts, ba`uhum

    yunkiru tamman wa la yansibuhu linnabi muhammadin, ba`uhum yaql: innahuhadtsun a`fun.

    Terjemahan bebasnya: Ada orang yang menisbahkan Hadits pada NabiMuhammad. Beliau bersabda, wanita kurang akan dan agama. Ada perbedaan

    pendapat mengenai hadit ini. Sebagian ada yang mengingkarinya secara mutlak dantidak menisbahkannya kepada Nabi. Ada juga yang mengatakan bahwa itu Haditsa`if.30Apa yang dinyatakan oleh Nawal Al-Sa`dawi, menggambarkan bahwa ia

    hanya taqld dalam menerima Hadits. Secara redaksional Haditsnya bahkantelah direduksi dan tidak disebutkan secara utuh. Padahal Hadits tersebutmenurut kaidah ilmu Hadits, baik secara sanad maupun matan, dikategorikansebagai Haditsa. Namun di sini ia hanya menyebutkan orang yang menolakdan melemahkannya saja.

    28Imam Haramain mendefinisikan taqld:

    Mengikuti pendapat orang tanpa memiliki hujjah(alasan), dan tidak bersandar pada ilmu.

    Lihat: Imam al-Haramain, al-Talkh f Ul al-Fiqhi, (Bairut: Dr al-Basyir al-Islmiyah) juz. III, hal.425

    29 Sebagaimana Hadits berikut.:

    ::

    : :

    : :

    :

    :

    Bersumber dari Abdullah bin Umar, dari Rasulullah s.a.w bahwasanya ia bersabda: Wahai para wanita,bersedakahla kalian, dan perbanyaklah istighfar, sesungguhnya aku melihat kalian menjadi kebanyakan

    penghuni neraka. Lalu bertanyalah alah seorang perempuan dari antara mereka yang terbaik akal danagamanya: Ya Rasulullah! Kenapa kita menjadi kebanyakan penghuni neraka?. Rasulullah menjawab:Kalian banyak melaknat dan mengingkari suami. Dan tidaklah aku melihat yang kurang akal danagamanya bagi orang yang punya akal melebihi kalian. Ia bertanya lagi: Ya Rasulullah, apa (yangdimaksud) kurang akal dan agama?. Belia menjawab: Adapun (yang dimaksud) kurang akal ialahkarena kesaksian dua orang wanita sebanding dengan kesaksian seorang laki-laki, inilah (yang dimaksud)kurang akal. (perempuan) diam beberapa malam tidak shalat dan makan dalam bulan Ramadhan, inilah(yang dimaksud) kurangnya agama. Lihat: Muslim, al-Musnad al-a al-Muktaar bi naqli al-`Adli`an al-`Adli il Raslillh allallhu `alaihi wasallam, (Bairut: Dru Ihy` Turts al-`Arabi) pada Bab:

    Baynu Nuqni al-mn bi naqi al-`. Juz. I, hal. 8630

    Nawl Al-Sa`dawi, Hibah Ra`f `Azzat, al-Mar`ah wa al-Dn wa al-Akhlq, (Damaskus: Drual-Fikri, 1421/2000), hal. 38

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    8/19

    8

    Ketiga, mempertentangkan matan Hadits dengan al-Qur`an. Sebut sajamisalnya Riffat Hasan, ketika mengkritisi Hadits penciptaan wanita dari tulangrusuk, ia menganggap Hadits itu bertentangan dengan penciptaan manusia dalamAl-Quran dan sangat sesuai dengan Injil. Riffat menulis, Hadits ini sangat

    bertentangan dengan keterangan dalam Al-Quran tentang penciptaan manusia,tetapi sangat jelas kemiripannya dengan Kitab Kejadian 2/18-33, dan 3/20.31Jadi,ketika sanad dan matan sudah a menurut kaca mata ilmu Hadits adaupaya dari kalangan feminis untuk membenturkan antara al-Qur`an dan Hadits.Padahal posisi Hadits adalah penjelas bagi Al-Qur`an, bukan untukdipertentangkan.

    Pendapat Riffat Hasan tersebut ternyata diamini oleh Nasaruddin Umar.Ia menyatakan: Cerita tentang, Hadits penciptaan wanita dari tulang rusuk,hanya ditemukan dalam beberapa kelompok ayat. Itu pun tidak secara kronologistetapi dihubungkan dengan tugas dan kapasitasnya seagai khalifah di bumi(Al-Baqarah: 30-38).32Lebih lanjut ia menandaskan:

    Memang ada isyarat bahwa Adam diciptakan dari tanah kemudian dari tulang rusukAdam diciptakan Hawa, namun isyarat ini diperoleh dari Hadits. Kata Hawa yangselama ini dipersepsi-kan sebagai perempuan yang menjadi isteri Adam sama sekalitidak pernah disinggung dalam Al-Qur`an. Bahkan keberadaan Adam sebagaimanusia pertama dan berjenis kelamin laki-laki masih ada orang yangmempertanyakannya.33Intinya keduanya (Riffat Hasan dan Nasaruddin Umar) sama-sama

    mempertentangkan dan memisahkan antara al-Qur`an dan Hadits.Contoh lain, yang menggunakan pendekatan tersebut(mempertentangkan

    Hadits dengan al-Qur`an) ialah sebagaimana yang dilakukan oleh ZaitunahSubhan ketika mengkritik matan Hadits yang berkaitan dengan, kepemimpinanwanita. Dalam kajiannya ia berkata:

    Hadits di atas bertentangan dengan al-Qur`n dan fakta sejarah(Ratu Saba` di negaraYaman selatan). Bahkan sangat mungkin Hadits tersebut maudu`(palsu, direkayasa)karena Hadits tersebut tidak ada sebelum perang Unta(Aisyah istri Nabi sebagai

    pemimpin perang mengandarai unta) yang melibatkan banyak sahabat terkemuka didalamnya dan tidak seorang pun keberatan atas kepemimpinan Aisyah, juga tidakmembelot dengan alasan tersebut; termasuk periwayat Hadits di atas(Abu Bakrah).Sementara masalah ini adalah masalah sosial politik, tentu diserahkan kepadakondisi setempat.34

    Apa yang disebutkan oleh Zaitunah Subhan ini sejatinya selaras dengan metodeyang dilakukan oleh Riffat Hassan dan Nasaruddin Umar.

    Keempat, yang biasa dilakukan oleh kaum feminis dalam mengkajiHadits, ialah mengesampingkan Otoritas Ulama. Dalam buku Muslimah Sejati,

    Musdah Mulia menyatakan: Penjelasan tentang penciptaan Hawa dari tulangrusuk Adam hanyalah hasil ijtihad atau penafsiran ulama, bukan berasal dariteks-teks suci agama, baik dari ayat-ayat Al-Qur`an maupun Hadits Nabi Saw.Karena hasil ijtihad, penafsiran tersebut sangat mungkin dibantah sebab tidaksesuai dengan penjelasan AL-Qur`an dalam ayat-ayat lain serta tidak sesuai

    31 Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam tradisi Islam, sejajar di Hadapan Allah? .......hal.53

    32 Lihat: Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur`an, (Jakarta:Paramadina, 2001) hal.23333. ibid. hal 236

    34

    Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian Studi Bias Gender dalam Tafsir Qur`an, (Yogyakarta:LkiS, 1999) hal. 113

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    9/19

    9

    dengan pendapat rasional.35 Jika sejak awal tidak begitu mengindahkanotoritas,36maka dengan sangat mudah menolak Hadits yang tidak sesuai dengansemangat feminisme. Padahal, dalam tradisi keilmuan Islam, yang namanyaotoritas sangat dihargai.37

    Orang-orang yang tak menghargai otoritas, sejatinya telah terpengaruhdengan pasca-medernisme yang salah satu doktinnya ialah relativisme. Karenasifatnya relatif dan tidak absolut maka ilmu para ulama tidak dapat dijadikanrujukan, sehingga para ulama itu dianggap tidak memiliki otoritas dan tidak

    boleh memberi fatwa.38 Maka sekali lagi tidak mengherankan jika ketikamengkaji Hadits, kaum feminis tidak mengindahkan otoritas, karena kalaumereka mengindahkannya, hasilnya tidak akan seperti yang diinginkan.

    Lantaran dari awal mengesampingkan otoritas, maka ketika mengkajiHadits tidak merujuk kepada ulama yang otoritatif dalam bidangnya, tapi kepada

    pembela feminisme. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Musdah Mulia: Paraaktivis muslimah, seperti Fatima Mernissi,39dan Riffat Hasan40, secara terang-

    terangan menggugat hukum fiqih klasik. Bahkan Fatima Mernissi Menggugatsejumlah Hadits, termasuk di antaranya Hadits-Hadits yang diriwayatkan Al-

    35 ibid. hal. 11236 Sebagai contoh Khaled Abou El Fadl (bukunya: Speaking in God`s Name: Islamic Law,

    Autharity, and Women)adalah orang yang menolak otoritas ulama. Baginya tidak ada yang memilikiotoritas. Maka dia melahirkan satu istilah baru: otoritarianisme. Dengan istilah ini, dia inginmenyatakan bahwa tidak yang berhak berbicara atas Nama Tuhan, karena itu adalah otoriter. Lihat:Qosim Nursheha Dzulhadi, Kekeliruan Kaum Liberal Soal Homo Seksual; Telaah Problem Kesetaraan

    Gender dalam Studi Islam, dalam jurnal Islamia. Volume III No. 5, 2010, hal. 131-132. Masih dalam halpenolakan otoritas, salah satu cendekiawan Muslim yang dianggap anti-otoritas ialah Muhammad Syahrurdengan pernyatannya:

    .

    -

    -

    . .

    . Terjemah bebasnya: Merupakan kesalahan besar jika kita ingin memaham i Islam (dengan cara)kembali dari abad dua puluh menuju abad ketujuh dalam cara berfikir. Artinya, kita ingin

    berfikir sebagaimana mereka berfikir yaitu sahabat Nabi- untuk mempersembahkankeselamatan abad ketujuh pada abad kedua puluh. Dengan cara seperti inilah sejarah, tempat,waktu, terdistorsi dan berkembang. Akhirnya menghasilkan untuk agama Islam hayalan yanghidup dalam kekosongan dan di luar sejarah dan agama serta tidak ada hubungannya dengandunia kehidupan di luar.Lihat: Muhammad Syahrur, al-Kitb wa al-Qurn Qirah Muirah, (Damaskus: al-Ahallii,

    2009), p. 56637 Menurut Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud: Para pengikut tradisi keagamaan seperti teolog,

    kaum sufi danfuqahumumnya mencari dukungan dari penggunaan-penggunaan yang terdapat di dalamal-Qur`an, Hadits-Hadits Nabi dan tradisi para Sahabat dan para ulama yang memiliki otoritas. Iniartinya, para ulama sangat menghargai otoritas. Lihat: Wan Mohd Nor Wan Daud, Tafsir dan Ta`wil

    sebagai Metode Ilmiah ; Telaah Bidang Hermeneutika Versus Tafsir Al-Qur`an, dalam jurnal Islamia.No. 1, Muharram 1425/Maret 2004, hal. 69

    38Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam, (Gontor Ponorogo: CIOS-ISID, 2010)hal. 97

    39 Fatima Mernissi, Women and Islam, Oxford: Basil Blackwell, 199140

    Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam Tradisi Islam: Sejajar di Hadapan Allah, ...... h. 48-55

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    10/19

    10

    Bukhari karena dianggap misoginis.41 Dengan mengacu kepada tokoh-tokohfeminisme yang tidak otoritatif dalam bidangnya, maka secara otomatis hasilnyaakan sesuai dengan semangat feminisme.

    Di samping itu dalam pengkajian mereka, tak jarang mengikuti pendapat

    yang menyimpang dalam men-ahh-kan Hadits, dan menyembunyikan Haditsyang bertentangan dengan yang diyakini agar pendapatnya terlihat kuat. Sebagaicontoh, M Fatih Suryadilaga dalam buku Perempuan Tertindas? KajianHadits-Hadits Misoginis, ketika mengkaji Hadits kebolehan wanita menjadiimam shalat yang dalam hal ini adalah terkait Hadits Ummu Waraqah, dalammenetapkan hukum bolehnya wanita jadi imam shalat bagi pria, ia memegang

    pendapat yangsydz(nyeleneh) dari Abu Tsaur, Mazini dan abari.Hadits yang diriwayatkan mengenai ini a`f(lemah) karena dalam sanad-

    nya ada rawi yang bernama Abdurrahmn bin Khalld yang dikatakan oleh IbnuHajar memilikijahlah(tidak diketahui dengan jelas). Berikut ungkapannya:

    .Wa f isndihi `Abdu al-Rahmn bi Khalld, wa fhi jahlah. Terjemahan

    bebasnya: Dalam sanadnya ada rawi yang bernama Abdur Rahman binKhalld, (yang mana) adajahlahpadanya.

    Di samping itu ada juga rawi yang bernama Al-wald bin Abdillah binJumai`, yang mendapatkan penilaian berbeda dari ulama. Ada yang menguatkan,ada juga yang melemahkan, Ibnu Hajar menyatakan bahwa di sampingdisebutkan dalam kategori tsiqat (tepercaya) oleh Ibnu Hibban, ia jugadimasukkan dalam kategori a`f. Al-Bazzr menyatakan bahwa padanya adatasyayyu`(syiah). `Al-`Uqaili berkata: Dalam Haditsnya ada iirb(Haditsmuarib)42. Adapun Hakim berkomentar: Kalau sekiranya orang Muslim

    tidak mengeluarkan Hadits darinya, maka lebih utama.43

    Dalam kaidah ahliHadits ada ungkapan: al-jarhu muqaddamun `ala al-ta`dl(celaan lebihdidahulukan daripada pujian). Jadi, rawi tersebut lemah.

    Kalaupun Hadits itu a misalnya, tetap tidak bisa dikatakankebolehan wanita mengimami laki-laki secara umum. Apalagi dalam mentakhrijHadits, ia kurang jujur karena yang diungkap hanya yang mendukung

    pendapatnya saja. Yang ia teliti mengenai Hadits Ummu Waraqah kata kuncinyaadalah taummu( ). Dari kedelapan Hadits(riwayat Abu Daud, Ahmad,Hakim, Baihaqi, Ibnu Khuzaimah, Daruquni, Abu Syaibah, Ishaq bin Rawahay,yang ia sebutkan, kalimat inti yang disebutkan hanyalah:

    (taummu ahla dri).44 Padahal dalam riwayat Druquni yang lain,45

    disebutkan riwayat berikut:

    41Musdah Mulia, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi, ................ hal.124

    42Hadits Muaribmenurut istilah muhadditsin (ahli Hadits) berarti Hadits yang diriwayatkandengan redaksi berbeda-beda (yang bertentangan) tapi sama-sama kuat. Lihat: Mahmud an, Taisr

    Mualah al-adts, (Pen:Markaz Huda Li al-Dirasah,Alexandria, 1415 H) hal. 8543Lihat: Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzbu al-Tahdzib, (Bairut: Dr al-Fikr, 1404 H/1984 M)

    juz. 11 hal. 12244 Hamim Iyas dkk, Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis,.......... hal. 233-

    23845

    Lihat: Imam Druquni, Sunan al-Druquni, pen-tahqiq: al-Sayyid Abdullah Hasyim YamaniAl-Madani (Bairut: Dr al-Fikr, 1386H/1966 M), Jil. I, hal. 279

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    11/19

    11

    Dengan sangat jelas pada riwayat tersebut ada ungkapan, wa taummu nis`aha.Kalau peneliti jujur, pasti akan menyebutkan riwayat tersebut. Tapi karenariwayat ini bertentangan dengan maksud peneliti, maka tidak disebutkan. Ketika

    jika Hadits ini disebutkan, maka sangatlah jelas bahwa yang dimaksudmengimami dalam Hadits tersebut adalah bagi para wanita, bukan pria. Itulah

    beberapa contoh konkrit kaum feminis dalam mengkaji Hadits.Kelima, terpengaruh dengan paham relativisme. Ini sangat nampak dalam

    salah satu pernyataan Musdah Mulia ketika menyitir perkataan Kiai MuchitMuzadi: Dalil Al-Qur`an dan Hadits itu pasti benarnya, tetapi penafsirannyasering keliru.46Al-Qur`an dan Hadits memang diposisikan sebagai kebenaranyang pasti, namun kebenaran penafsiran dinafikan. Akibatnya jelas, penafsiran

    ulama-ulama kenamaan, jika bertentangan dengan paham feminisme, pasti akanditolak karena merasa sebagai sama-sama manusia yang bisa benar dan bisasalah.

    B. Studi Hadits Kaum Feminis

    Karena Hadits yang dianggap misoginis banyak,47 maka di sini akandiberikan contoh yang penulis pikir mewakili, kemudian akan dikritisi. Haditsyang akan dijadikan contoh kajian, ialah masalah, penciptaan perempuan daritulang rusuk.

    Penciptaan Perempuan dari Tulang Rusuk Laki-laki

    a. teks Hadits:

    Bersumber dari Abu Hurairah raiyallhu `anhu, ia berkata, BersabdaRasulullah allallu `alaihi wasallam: Berpesan-pesan baiklah kamuterhadap perempuan, karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk

    yang bengkok, maka kalau kau paksa meluruskannya dengan kekerasanpasti patah, dan jika kau biarkan tentu tetap bengkok, karena ituberpesan baik-baiklah terhadap perempuan.

    46 ibid. hal. 12447 Seperti masalah: Perbedaan air seni laki-laki dan perempuan, penghambaan istri terhadap

    suami, konsep nafkah dalam Hadits, otonomi perempuan dalam beribadah, isteri dilarang bermuka masamdi depan suami, isteri dilarang meminta cerai kepada suami, intervensi Malaikat dalam hubungan seksual,

    dan keabsahan perempuan sebagai Imam Shalat bagi laki-laki. Lihat: Hamim Iyas dkk, PerempuanTertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis,.......... hal. V-VI

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    12/19

    12

    b. pandangan kaum feminis terhadap Hadits tersebut:

    1.

    Asghar Ali Engineer. Ia berpandangan, Hadits dalam Bukhari yangmembicarakan tentang perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam,

    menunjukkan perempuan sebagai ciptaan kedua. Al-Qur`an tidakmengemukakan konsep seperti itu. Menurut Al-Qur`an, laki-laki danperempuan diciptakan dari satu entitas (nafsin whidatin). KonsepHawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam yang umumnya ada dikalangan umat Kristen, menemukan jalannya di kalangan umat Islamlewat sebuah Hadits.48

    2. Riffat Hasan. Di antara kritikannya sebagai berikut: Pertama,Haditstersebut diriwayatkan dari Abu Hurairah, sahabat Nabi yang dianggapkontroversial oleh banyak ilmuwan Islam pada masanya, salahsatunya Imam Abu Hanifah. Kedua, Semua Hadits tersebut gharib(terlemah dalam klasifikasi hadits) karena terdapat beberapa perawi

    yang merupakan perawi tunggal. Ketiga, Hadits-Hadits tersebutdinyatakan dlaif, karena dalam pandangannya sanad hadits tersebutterdapat beberapa Rawi yang dianggap tidak tsiqah.49 Keempat,mengenai matanHadits, ia menulis, Hadits ini sangat bertentangandengan keterangan dalam Al-Quran tentang penciptaan manusia,tetapi sangat jelas kemiripannya dengan Kitab Kejadian 2/18-33, dan3/20.50

    3. Musdah Mulia. Ia mengkritik: Pertama, Penjelasan tentang tulangrusuk hanya ditemukan dalam Hadits(Hr. At-Tirmidzi). Itu pun tidak

    berbicara dalam konteks penciptaan Hawa. Dengan perkataan lain,

    semua ajaran yang menerangkan tentang penciptaan hawa As daritulang rusuk Adam tidak mempunyai landasan pembenaran pada Al-Qur`an dan Hadits.51Kedua, Penjelasan tentang penciptaan Hawa daritulang rusuk Adam hanyalah hasil ijtihad atau penafsiran ulama,

    bukan berasal dari teks-teks suci agama, baik dari ayat-ayat Al-Qur`anmaupun Hadits Nabi Saw. Karena hasil ijtihad, penafsiran tersebutsangat mungkin dibantah sebab tidak sesuai dengan penjelasan AL-Qur`an dalam ayat-ayat lain dan tidak sesuai dengan pendapatrasional.52

    4. Zaitunah Subhan. Ia berpandangan, secara rasional adits di atastidak bisa dipahami dengan makna harfiah. Oleh karena itu,diperlukan interpretasi yang bisa dimengerti secara metaforik berisi

    peringatan kepada kaum pria agar menghadapi kaum wanita denganbijaksana, tidak kasar dan tidak keras. Hal ini karena kita meyakini

    48Lihat: Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, terj. The Qur`an Women and ModernSociety,pen. Agus Nuryanto(Yogyakarta: LkiS, 2007) hal. 10

    49Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam tradisi Islam,....... hal. 5550 Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam tradisi Islam,....................., hal.53.51Musdah Mulia, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi, ................ hal.

    112 52 ibid

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    13/19

    13

    bahwa adis Bukhari inisanadnya ah, sementara matan-nya belumtentu qat`i.53

    5.

    Ahmad Fudhaili. Ia berpandangan, kesan misoginis dari Haditstersebut memberikan gambaran inferioritas terhadap perempuan dan

    superioritas laki-laki. Dengan demikian Hadits di atas dinilai denganal-Qur`an(kontrakdiktif dengan ayatnya), iriliyt(terkesan israiliyatkarena mirip dengan isi Kitab perjanjian lama), danmisoginis(sebagaimana kritikan Riffat Hasan).54

    Secara ringkas, kritikan kaum feminis terhadap Hadits di atas sebagaiberikut:

    Pertama, terkesan misoginis(mendeskriditkan wanita). Kedua,bertentangan dengan ayat al-Qur`an. Ketiga, secara sanad dan matanbermasalah karena: diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang kontroversial,setatus Haditsnya Gharib yang dianggap terlemah dalam Hadits.

    Keempat, mirip dengan kitab perjanjian lama. Kelima, karena hasil

    ijtihdulama, maka sangat mungkin untuk dibantah.

    c. Analisis kritis:

    Sebelum menganalisis secara kritis, studi Hadits kaum feminis,terkait masalah, penciptaan wanita dari tulang rusuk, pada tulisan iniakan dipaparkan terlebih dahulu takhrj Haditsnya:

    Hadits tersebut diriwayatkan oleh lima mukharrij(penyusun, yangmengeluarkan) Hadits, yaitu Bukhari, Muslim, Turmudzi, Ahmad binHanbal dan al-Drimi, dengan jalursanadyang berbeda-beda. Sedangkansahabat yang meriwayatkan Hadits tersebut ada empat orang, yaitu AbuHurairah, Aisyah, Samrah, dan Abu Dzar dan Abu Dzar. Kelima

    penyusun kitab Hadits tersebut semuanya meriwayatkan dari jalur AbuHurairah. Sementara jalur Aisyah dan Samrah hanya diriwayatkan olehAhmad bin Hanbal dan al-Drimi.

    Untuk meringkas pembahasan, akan diteliti dua jalur sanadsebagai contoh, yaitu dari Bukhari dan Muslim. Berikut jalur

    periwayatannya: Bukhari: `Abdu al-`Azz bin Abdullah(3)-Mlik(2)-AbuAl-Zind-Al-A`raj(3)-Abu Hurairah-Rasulullah. Sedangkan Muslim: AbuBakar bin `Ali Syaibah-Husain bin Ali-Zidah(3)-Maysarah-Abuzim(3)-Abu Hurairah-Rasulullah. Semua periwayat yang ada dalam

    dua jalursanadtersebut memiliki nilai ke-tsiqa-han dalam peringkat yangtinggi, sebagaimana ditunjukkan dengan angka dalam kurung. Merekapun satu sama lain saling bertemu baik periwayat sebelum atau punsesudahnya. Secara ringkas Hadits tersebut, mempunyai sanad yang

    bernilai ah.55

    53 Lihat: Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian Studi Bias Gender dalam Tafsir Qur`an,.....hal. 5054 Lihat: Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci Kritik atas Hadits-Hadits Sahih,

    (Yogyakarta: Pilar Religia, 2005) Hal.19655

    Lihat: Hamim Iyas dkk,Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis, ......... hal.35-38

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    14/19

    14

    Dari sisi matan terdapat beberapa lafadz yang digunakan dalammatan Hadits, Bukhari56 dalam anya dan Muslim57 menyebutkhuliqat min ila, sedangkan dalam riwayat Ahmad58 terdapat lafadzkhuliqna min ila. Namun dalam hadits yang diriwayatkan oleh

    Bukhari, Turmizi dan Ahmad lafadznya sedikit berbeda59

    yakni al-maratu ka al-ila yang maknanya wanita itu seperti tulang rusuk.Sehubungan dengan hadits ini, dalam riwayat Turmudzi menyatakan

    bahwa Hadits tersebut disampaikan melalui riwayat lain , yaitu: AbuDzar, Samurah, dan Aisyah. Jika dianalisis dari segi bahasa, kata mindalam bahasa Arab biasanya bermaknadari, akan tetapi kadang-kadang

    juga bisa bermaknaseperti(mitsl).60Jika diartikan secara hakiki, kata min berarti diciptakan dari

    tulang rusuk sebagaimana pendapat mayoritas para ahli tafsir dalam kitabTafsir al-Qurb61, Tafsir Ibn Katsr62, Tafsr Jmi al-Bayn63, Tafsiral-Kasysyf64. Jika diartikan secara majazi(metaforis), maka mempunyai

    arti diciptakan seperti tulang rusuk yang bengkok, sehingga ini berkaitandengan sikap ataupun perilaku wanita. Namun Rasulullah tidakmenjelaskan sejauh mana tingkat kebengkokannya. Beliau hanyamengisyaratkan pengaruh ciptaan yang bengkok itu terhadap beberapa

    perilaku wanita yang mungkin merepotkan kaum laki-laki.65Dari pemaparan tersebut, tidak salah jika ada ulama yang

    mengartikannya secara literal, karena memang zahir Hadits memangseperti itu. Namun, hal itu sama sekali bukan untuk mendeskriditkanwanita, tetapi sebagai simbol antara keduanya yang saling membutuhkandan saling melengkapi sehingga yang satu tidak akan dapat hidup denganseimbang tanpa yang lain. Di samping itu, Hadits tersebut juga dapat

    56 Lihat: ahih Bukhari, Kitab,Ahdtsu al-Anbiy. Bab, khalq dam, juz. IV, hal. 13357 Muslim, Shahih Muslim, kitab ar- Rio, bab al-Washiyatu bi an-Nisa, Hadits no. 267058 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, kitab Baqi Musnad al-Muktsirn, bab Baqi al-Musnad

    al-Sbiq, Hadits no.10.044.59 Lihat: Bukhari, ahh Bukhari, bab Nikh. Haditsno. 4786, al-Tirmizi, bab al-Talaq wa al-

    Lian, Hadits no.1109, Musnad Ahmad, bab Baqi Musnad al-Anshar,Hadits no. 25180. Hadits tersebutberbunyi:

    ) )

    60Perkataan Mindi dalam kamus bahasa Arab selain bermakna dari, ia juga bisa bermakna:

    sebagian, semenjak, melalui, menembusi, ke atas dan seperti.. hal ini karena huruf jar dalam bahasaArab boleh bertukar dengan yang lain. Lihat al-Rz, Mukhtr al-ihh(Bairut: al-Maktabah al-`Ariyah-al-Dr al-Namdhajiyyah, 1420H/1999 M), juz. I, hal. 299

    61Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr al-Qurubi, Tafsir al-Qurubi, al-Jami liahkmi al-Qurn, (Beirut : Muassasah al-Risalah, 2006) jil. I, hal 448

    62 Imaduddin Abi Fid Ismail bin Katsir, Tafsr al-Qurn al-`Am, (Kairo: MuassasahQurtubah) , jil. I. hal 448

    63 Abu Jafar Muhammad bin Jarir Al-abari, Tafsr Jmi al-Bayn,( Kairo: Dr Hajr, 2001),jil. III hal 224-225

    64 Jrullah Abi al-Qasim Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari, Tafsr al-Kasysyf , ( Riydh:Maktabah al-Abikan, 1998) jil. I, hal 492

    65

    Abdul Halim Muhammad Abu Syuqqah, Tahrru al-Marah f Ashri al-Rislah(KebebasanWanita).terj. (Jakarta: Gema Insani Press, 2001) hal. 294.

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    15/19

    15

    diartikan secara majazi sebagaimana pesan yang terkandung didalamnya,yaitu agar bersikap lemah lembut dalam berwasiat kepada kaum wanita.Kesimpulannya, dari sisi takhrj, Hadits tersebut a, baik sanadmaupun matan.

    Setelah mengetahui takhrj Hadits di atas, tiba saatnyamenganalisis secara kritis kritikan Hadits kaum feminis terhadap Haditsdi atas:

    Pertama, untuk menyebut Hadits tersebut sebagai Haditsmisoginis, menurut penulis terlalu terburu-buru. Kalau seandainyamereka obyektif, seyogyanya diteliti satu persatu bagaimana pandanganulama yang otoritatif dalam bidang Hadits. Imam Bukhari misalnya,ketika meriwayatkan Hadits tersebut, tidak ada sama sekali kesan yangmenunjukkan bahwa Hadits tersebut merendahkan perempuan, bahkan kalau diteliti secara cermat- memuliakan wanita. Beliau sendirimeletakkan Hadits tersebut dalam kitab: Ahdits al-Anbiy(Hadits-

    Hadits terkait para Nabi), pada bab:Khalqu dam Shalawtullh `alaihiwa dzurriytuh (penciptaan Adam As. dan keturunannya).66 Kitab:

    Nik(nikah), bab: al-Mudrt ma`a al-Nis`(berlaku lemah lembutterhadap wanita),67 dan bab: Wusht bi al-Nis`(wasiat terhadapwanita).68Ini artinya, tidak ada kesan misoginis sama sekali.

    Kedua, pandangan yang menganggap bertentangan bisa dijawabdemikian: Hadits tersebut tidak bertentangan dengan dengan Al-Qur`andengan alasan sebagai berikut: Hadits tersebut dijadikan rujukan olehmayoritas ulama tafsir dalam menafsirkan penciptaan manusia pertamayaitu Adam dan Hawa. Sebagaimana yang terdapat dalam Tafsir al-Qurb69, Tafsir ibn Katsr70, Tafsr Jmi al-Bayn71, Tafsir al-

    Kasysyf72, yang menafsirkan makna dari kata (nafsin whidah) jiwayang satu sebagai Adam as, kemudian amrminh,ditafsirkan dengandari bagian tubuh adam, dan kata zaujah oleh para ulama ditafsirkandengan Hawa.73

    Di samping itu, Penciptaan wanita(Hawa) dari tulang rusukAdam, sama sekali bukan menunjukkan rendahnya martabat wanita, tapimerupakan simbol hubungan keduanya yang erat dan saling melengkapi.Para ulama salaf (klasik) pun juga tidak menafsirkan hadits tersebutsebagai hujjah atas superioritas laki-laki terhadap perempuan, karenaIslam tidak pernah menilai kemuliaan dan kehinaan berdasarkan asal-

    66 Lihat: Bukhri, al-Jmi` al-a al-Mukhtaar, (Bairut:Dr Ibnu Katsr, 1407H/1987M), jil.

    V, hal. 198767 Ibid68 Ibid69Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr al-Qurubi, Tafsir al-Qurubi, al-Jami li

    ahkaami al-Quran, (Beirut : Muassasah al-Risalah, 2006) jil. 1, hal 44870Imaduddin Abi Fid Ismail bin Katsir, Tafsir al-Qurn al-Am,.......hal. 44871Abu Jafar Muhammad bin Jarir Al-abari, Tafsir Jami al-Bayan,....... hal. 224-22572Jarullah Abi al-Qasim Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, ........ hal 49273

    Lihat Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran, ........ hal. 237-246.

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    16/19

    16

    usul.74Di sisi lain, meski secara literal Hadits tersebut menyatakan Hawatelah diciptakan Allah s.w.t. dari tulang rusuk, namun memungkinkan

    juga Hadits tersebut bermakna majazi(metafora).75Yang berarti bersikaplemah lembut terhadap wanita yang mempunyai karakter seperti tulang

    rusuk. Ketiga, melemahkan Hadits dengan alasan cacatnya AbuHurairah, merupakan argumentasi yang lemah. Sebab Abu Hurairahadalah sahabat yang diakui kredibilitasnya.76 Di samping itu seperti

    pemaparan di atas- Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Aisyah,Samurah, dan Abu Dzar al-Ghifri. Apa yang dilakukan oleh RiffatHasan ini sebenarnya bukan hal baru. Usaha untuk mengkritisi AbuHurairah sudah ada akarnya sejak dahulu. Seperti yang dituduhkan olehal-Nam, al-Muraisi, dan al-Balkhi yang diikuti oleh oleh orientalisBarat seperti Ignc Goldziher, Herbert Spencer. Ada juga dari kalanganmuslim kontemporer seperti Abdul Husain Syarfuddin al-`mil yang

    diikuti oleh Mahmud Abu Rayyah dalam kitab yang berjudul, Aw``Al al-Sunnah al-Muhammadiyah demikian juga Ahmad Amin.Tuduhan mereka semua tak terbukti dan hanya berdasarkan kebencian.77

    Di sisi lain, menolak Hadits tersebut dengan alasan bahwa statusHaditsnya Gharb yang dianggap terlemah dalam Hadits, merupakan

    pendapat yang tidak didukung data yang kuat. Dalam khazanah ilmuHadits, Gharbmasuk dalam kategori Haditshd(yang tidak mencapaiderajat mutawtir). Ukuran lemah tidaknya Hadits Gharb, bukanterletak pada ke-gharbannya, tapi kredibilitas rwinya. Selama rwinyatepercaya, maka Haditsnya bisa diterima.78

    Keempat, mirip dan tidaknya dengan kitab perjanjian lama, tidakbisa dijadikan acuan untuk melemahkan Hadits, selama Hadits tersebutah. Kelima, Hadits tersebut jelas-jelas ada dan ah. Jadi bukanijtihd ulama. Adapun perbedaan ulama mengenai penafsiran Haditstersebut, baik yang memaknai secara literal maupun metaforis, tidak

    berarti mengabaikan otoritas ulama. Penolakan terhadap hasil ijthadulama, sarat dengan pengaruh relativisme. Meskipun hasil ijtihd, tidakmenafikannya mencapai kebenaran.

    Dari contoh tersebut, jelaslah bahwa apa yang disebut selama ini sebagaiHadits misoginis sebenarnya tidak ada. Yang ada ialah yang dipahami dengan

    cara atau metode di luar tradisi keilmuan ulama Hadits yang otoritatif.

    74 Khalif Muammar, Wacana Kesetaraan Gender: Islamis versus Feminis Muslim, dalamJurnal Islamia(Jakarta: Khairul Bayaan Press, 2010). hal.45

    75 Diantara para ulama yang menafsirkan Hadits tersebut secara majaziadalah: Rasyid Ridhadan Muhammad Abduh, Hamka, M. Quraish Shihab.

    76Lihat: Musafa al-ib`i, al-Sunnah wa maknatu f al-Tasyr` al-Islmi, (Dru al-Warrq,cet. I, 2000) hal. 389

    77 Lihat: Muhammad `Ajjj al-Khab, al-Sunnah Qabla al-Tadwn, (Kairo: Maktabah Wahbah,

    1408 H/1988 M) hal. 43778 Lihat: Taisr Mualah al-adts, ...... hal. 27-29

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    17/19

    17

    C. Implikasi

    Studi yang digunakan kaum feminis dalam memahami Hadits yangdianggap misoginis berimplikasi pada hal-hal berikut:

    Pertama, pembongkaran sumber hukum Islam. Karena dari awal yangdijadikan acuan adalah metodologi Barat, maka sumber hukum Islam akandibongkar sedemikian rupa sesuai dengan pemahaman Barat. Konsekuensinya

    jelas. Ajaran-ajaran agama, yang sifatnya permanen akan menjadi berubahketika bertentangan dengan kehendak hati. Jika sumber hukum sudah dibongkar

    baik otentisitas dan pemahamannya-, maka akan menimbulkan kerancuan-kerancuan dalam memahami Islam.

    Kedua, metodologi ulama yang otoritatif akhirnya dibuang jika tidakbersesuaian dengan semangat feminisme. Meskipun ilmu Hadits adalah karyaulama, tapi perlu diingat bahwa mereka melandasinya dengan Al-Qur`an danHadits. Bisa jadi mereka salah, tapi bukan berarti mereka tidak memiliki

    kemungkinan kebenaran yang bisa diikuti. Kajian mereka tentang Hadits patutdiapresiasi jika memang benar. Obyektivitas menuntut orang menghargaisesuatu yang patut dihargai.

    Ketiga, teks Hadits (meskia) karena bertentangan dengan semangatfeminisme secara otomatis akan ditolak. Ini sangat berbahaya kerena ukurankebenaran bukan lagi berdasarkan ilmu, tapi nafsu. Kalau semua orang bisamengkaji berdasarkan pandangan masing-masing, maka teks-teks (baik dalamal-Qur`an maupu Hadits) bisa dimaknai sesuai dengan kemauan pribadi.

    D. Cara yang Benar dalam Memahami Hadits

    Untuk memahami Hadits dengan pemahaman yang benar makadiperlukan beberapa langkah berikut:

    Pertama, hal yang paling utama yang harus diperhatikan sebelummemahami Hadits ialah hendaknya peneliti Hadits beragama dan mempunyaicara pandang Islam. Kenapa agama Islam sangat penting sebelum menelitiHadits? Ini karena meneliti Hadits bukanlah sekadar pekerjaan ilmiah. DalamIslam segala pekerjaan yang baik bila diniatkan untuk mencari keridhaan Allah,maka disebut ibadah. Jadi bagi seorang Muslim, memahami Hadits bukanlahsekadar untuk paham saja, tapi dalam rangkah untuk beribadah.

    Mengapa cara pandang Islam juga penting? Ini penting karena

    berpengaruh pada hasil yang dikaji. Kalau cara pandangnya menyimpang, pastiberpengaruh dengan kajian Hadits yang dilakukan. Dalam khazanah ilmu Haditssering disebutkan di antara motif seseorang dalam membuat Hadits palsu diantaranya untuk membela alirannya yang menyimpang, mencela Islam, menjilat

    penguasa, dan mencari uang.79 Jadi sangat diperlukan memiliki cara pandangIslam dalam memahami Hadits supaya dalam mengkajinya tidak menghasilkan

    pemahaman yang menyimpang dari Islam.Kedua, menguasai ilmu Hadits yang mu`tabar dalam Islam. Ini sangat

    penting karena kalau alat untuk mengkajinya tidak murni dari Islam, makahasilnya nanti juga akan berbeda. Ini mirip seperti yang dilakukan oleh pengkaji

    79. Mahmud an, Taisr Mualah al-adts, ........ hal. 70-71

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    18/19

    18

    Hadits-Hadits misoginis. Sejak awal sebelum meneliti Hadits, mereka sudahmemiliki asumsi terlebih dahulu tentang feminisme. Kemudian merekamenggunakan studi-studi Barat dalam mengkaji teks, seperti hermeneutika.Akibatnya jelas, hasil akhir dari kajian tentu saja akan mengarah pada yang

    diinginkan. Yang a dalam Islam akhirnya bisa menjadi lemah gara-garatidak sesuai dengan pemahaman feminisme.Sebagai tambahan, karena bahasa Hadits adalah bahasa Arab, maka

    mutlak bagi orang yang mau mengkaji Hadits agar menguasai bahasa Arab.Bagaimana mungkin bisa memahami Hadits jika tidak mengerti bahasa yangdikaji. Kitab-kitab rujukan mu`tabar mengenai Hadits semua berbahasa Arab,karena itu sangat naif jika mengkaji Hadits tapi tidak menguasai bahasa Arab.Maka jangan heran ketika orang memaksakan diri memahami Hadits, tanpa

    bekal bahasa Arab yang cukup, ternyata hasilnya menympang dari maknasebenarnya.

    Ketiga, menghargai otoritas. Islam sangat menghargai otoritas. Segala

    sesuatu diserahkan kepada ahlinya.80Salah satu kelemahan pembela feminisme,mereka tidak begitu mengahargai otoritas ulama. Otoritas kadang dinanggaptidak terlalu penting. Meski tidak otoritatif, kalau sesuai dengan pendapatnya,

    pasti dibela. Tindakan seperti itu kalau ditelusuri merupakan pengaruh daripaham relativisme yang merupakan ciri khas dari post-modern. Akibatnya,muncul istilah teks Al-Qur`an dan Hadits a itu pasti, tapi pemahamannyarelatif. Maka tidak mengherankan jika ulama-ulama besar seperti Imam Syafi`idan lain sebagainya akan digugat jika tidak sesuai dengan pemahaman mereka.

    Keempat, memahami Hadits secara komprehensif. Artinya memahamiHadits secara menyeluruh tidak sepotong-sepotong. Ciri khas dari orang liberalatau feminis, ketika mereka memahami Hadits, biasanya tidak secaramenyeluruh. Yang diambil hanya yang sesuai dengan pendapatnya. Sebagaicontoh misalnya, kalau Hadits tentang kekurangan akal dan agama bagi wanita,dipahami dengan sepotong-sepotong, maka akan mengarah pada pemahaman

    bias gender.Islam dianggap tidak ramah pada perempuan, dan bertentangan dengan

    realita, karena banyak yang unggul daripada laki-laki. Pemahaman ini munculkarena tidak melihat Hadits secara utuh. Padahal yang dimaksud kurang akaldan agama bukan menunjukkan superioritas laki-laki atas wanita, tapi hal-halyang menyangkut kesaksian wanita dan wanita yang secara alami berhalangantidak melakukan ibadah karena haid.

    Kelima, memelihara adab. Seorang yang mengkaji Hadits harusmemelihara adab-adab dalam Islam. Ia tidak bisa seenaknya menghujat,menghina, merendahkan ulama yang otoritatif dalam bidangnya. Ketika adab

    80Dalam al-Qur`an dijelaskan bahwa: Tanyalah kepada ahlu dzikri(orang yang ahli) jika kamutidak mengetahuinya(Qs. An-Nahl: 43, Al-Anbiya: 7). Dalam Hadits Rasulullah juga mengingatkan:

    :

    :

    :

    :

    Bersumber dari Abu Hurairah Ra. Ia berkata: Rasulullah bersabda: Jika amanah telah disia-

    siakan maka tunggulah saat(kehancuran)nya. Ia bertanya: Bagaimana penyia-nyiaannya wahaiRasulullah?. Nabi menjawab: Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tungglah

    saat (kehancuran)nya[ Bukhari, al-Jmi` al-Musnad al-a al-Mukhtashar min Umri Raslillhi

    shallallhu `alaihi wasallam(Damaskus: Dru auqu al-Najh, 1422 H), dalam Kitab: al-Raqq, Bab:Raf`u al-Amnah, Juz: VIII, hal. 104]. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menujunjung tinggi otoritas.

  • 7/23/2019 Analisis Kritis Studi Hadith Kaum Feminis Mahmud

    19/19

    19

    sudah hilang, maka dalam mengkaji Hadits akan menghasilkan kajian yang taksesuai dengan nafas Islam. Supaya pemahaman bisa selaras dan sesuai denganruh Islam, tentunya dalam mengkaji Hadits harus mengindahkan adab-adabIslam.

    KESIMPULAN

    Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa: Pertama, studi kaum feminismemiliki ciri-ciri berikut: diwarnai dengan cara pandang feminis yang berasal dariBarat, tidak konsisten, tidak komprehensif, menggunakan pendekatan kontekstual,sosio-kultural, mengikuti pendapat-pendapat yang menyimpang, menerima Hadits a`fketika mendukung pendapatnya, mereinterpretasi bahkan menolak Hadits a jika

    bertentangan dengan pendapatnya, terpengaruh dengan relativisme, tidak begitumenghargai ulama yang otoritatif dalam bidangnya, suka membangun studinya denganasumsi-asumsi yang tidak berdasar dan tidak mempunyai standar baku dalam mengkaji

    Hadits. Seolah-olah yang baku ialah paham feminisme itu sendiri. Jika ada Hadits yangbertentangan dengan kepentingan perempuan dalam pandangan kaum feminis, makadicarikan segenap cara untuk memahami ulang bahkan menolaknya.

    Kedua, jika studi ini diberlakukan untuk mengkaji Hadits-Hadits Rasulullah,maka akan banyak Hadits-Hadits yang ditolak selama bertentangan dengan kehendakhati. Implikasi yang paling logis, nantinya paham-paham asing yang bukan berasal dariIslam akan leluasa mengubah pandangan hidup Islam yang pada akhirnya

    berkonsekuensi perubahan ajaran-ajaran Islam. Padahal kalau dicermati dengan baikdan mendalam ilmu Hadits yang merupakan salah satu keistimewaan umat81 dantermasuk bagian dari agama,82 adalah metodologi yang dibangun berdasarkan

    pandangan hidup Islam dan paling tepat untuk memahami Hadits. Ketiga, apa yangdituduhkan oleh kaum feminis terkait dengan adanya Hadits misoginis tidak terbuktikebenarannya.

    Wallu a`lam bi al-awb

    81 Imam Abu `Ali al-Jayyni berkata: Allah memberikan keistimewaan pada umat ini tigaperkara yang tidak diberikan pada umat sebelumnya yaitu, isnd, ansb(ilmu tentang nasab), dani`rb(ilmu Nahwu). Lihat: Muhammad Jamluddin al-Qsimi, Qawidu al-Tahdts min Funni

    Muala al-Hadts ......... hal. 34082 Dalam sebuah riwayat Abdullah bin Al-Mubrak berkata:

    .

    Isnd(Ilmu tentang sanad) adalah bagian dari agama, tanpa adanya sanad, maka

    (setiap) orang akan berbicara(tentang agama) sekehendak (hati)nya.Lihat: Qi Iy,Ikmlu al-Mu`allim Syari ai Muslim, Juz. I, hal. 107