artikel sugiarto

28
7/23/2019 Artikel Sugiarto http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 1/28 1 ANALISIS PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA SERTA KARAKTER PADA PEMBELAJARAN LIMIT FUNGSI ARTIKEL Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan SUGIARTO 0401512064 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014

Upload: sugiarto-hadiwijoyo

Post on 18-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 1/28

1

ANALISIS PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN LITERASI

MATEMATIKA SERTA KARAKTER

PADA PEMBELAJARAN LIMIT FUNGSI

ARTIKEL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

SUGIARTO

0401512064

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014

Page 2: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 2/28

1

ANALISIS PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN LITERASI

MATEMATIKA SERTA KARAKTER PADA PEMBELAJARAN

LIMIT FUNGSI

Sugiarto1); St. Budi Waluya2); Supartono3) 1)Mahasiswa PPS Universitas Negeri Semarang

2)Dosen Prodi Pendidikan Matematika,3)Dosen Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam,

Program Pasca sarjana, Universitas Negeri Semarang

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan perangkat dan proses pembelajaran ditinjau

dari aspek humanistik, konstruktivistik dan  problem-solving , menelaah kemampuan literasi

matematika serta karakter demokratis pada pembelajaran limit fungsi kelas XI IPA 1 SMA N

1 Pegandon Kendal.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan strategi studi kasus. Subjek penelitian

ini adalah 35 siswa dan 1 guru matematika. Metode dokumentasi, check-list , observasi,

kuesioner dan wawancara digunakan untuk mendeskripsikan perangkat dan proses

 pembelajaran, serta karakter demokratis. Metode tes berpola PISA digunakan untuk menelaah

literasi matematika pada materi limit fungsi.

Hasil penelitian ini adalah 1) deskripsi silabus yang memiliki aspek humanistik, aspekkonstruktivistik dan aspek problem-solving  sangat rendah, 2) deskripsi RPP yang memiliki

aspek humanistik, aspek konstruktivistik, aspek  problem-solving  yang rendah, 3) deskripsi

 bahan ajar yang memiliki aspek humanistik rendah, aspek konstruktivistik sedang, aspek

 problem-solving   sedang, 4) deskripsi LKPD yang memiliki aspek humanistik, aspek

konstruktivistik, aspek problem-solving  yang sangat rendah, 5) deskripsi proses pengajaran

yang memiliki aspek humanistik sedang, aspek konstruktivistik rendah, aspek  problem-

 solving   rendah, 6).deskripsi proses belajar siswa yang memiliki aspek humanistik sedang,

aspek konstruktivistik rendah, aspek problem-solving  rendah, 7) rata-rata kemampuan literasi

matematika untuk materi limit fungsi tergolong rendah, kemampuan formulasi ( formulate)

sedang, kemampuan penerapan (employ) rendah, kemampuan penafsiran (interpret) rendah,

8) Karakter demokratis peserta didik masih rendah

Kata Kunci: aspek humanistik, aspek konstruktivis, aspek problem-solving , karakter

demokratis, kemampuan literasi matematika

Page 3: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 3/28

2

Abstract 

The purposes of this study is to describe the learning and teaching process in terms of

humanistic, constructivist and problem-solving aspect, evaluate the mathematical literacy,describe the democratic character on the limit function learning in the grade XI IPA 1 SMAN

1 Pegandon Kendal.

This study is a qualitative research, strategy that used is the case study. The subjects are

35 students and 1 mathematics teacher. Documentation, check lists , observations,

questionnaires and interviews methods are used to describe the learning and teaching process,

and the democratic character. Written test method with PISA pattern used to measure the

mathematical literacy.

The results of this study are 1) the syllabus has a very low humanistic, constructivist

and problem-solving aspects, 2) Lesson Plan has a low humanistic, constructivist, and

 problem-solving aspect, 3) learning material has a low humanistic aspects, middle

constructivist and problem-solving aspects, 4) Students Worksheet has a very low humanistic,constructivist, and problem-solving aspect, 5) the teaching process has middle humanistic

aspects, low constructivist and problem-solving aspect, 6). the learning process have middle

humanistic aspects, low constructivist and problem-solving aspect, 7) average of

mathematical literacy for limit function is low, average ability of formulations is midle, the

average ability of the application is low, the average ability of interpretation is low,

8).democratic character of students are still low.

Keywords: humanistic aspects, constructivist aspects, problem-solving aspect, democratic

character, mathematical literacy

Pendahuluan

Berdasarkan catatan guru yang mengajar peserta didik kelas XI IPA 1 SMA N 1 Pegandon

diketahui bahwa hasil belajar peserta didik pada tiga tahun terakhir untuk materi limit fungsi

masih rendah yaitu memiliki rata-rata 56. dan diketahui pula bahwa peserta didik belum

memiliki penguasaan konsep yang baik terlihat dari ketidakmampuan peserta didik (yang

 berupa miskonsepsi dan mispersepsi) dalam mengerjakan soal-soal yang mempertanyakan

mengenai konsep limit kiri, konsep limit kanan, konsep limit suatu fungsi, kontinuitas dan

sejenisnya, hal tersebut mengindikasikan rendahnya literasi matematika peserta didik

khususnya yang menyangkut domain konten. Selain itu peserta didik belum memiliki

kemampuan  problem-solving   yang baik, terlihat dari ketidak-mampuan siswa dalam

memecahkan masalah-masalah yang belum pernah dicontohkan guru, hal ini

mengindikasikan rendahnya literasi matematika peserta didik khususnya yang menyangkut

domain proses.

Organisation for Economic Cooperation and Development   (OECD)

menyelenggarakan program asesmen bagi siswa secara internasional yaitu The Programme

 for International Student Assessment (PISA).  Pada tahun 2012 PISA diikuti oleh 65 negara

Page 4: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 4/28

3

termasuk Indonesia, dan disimpulkan bahwa peserta literasi matematika peserta didik di

Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara yang turut berpartisipasi, dengan skor

rerata 375 (www.oecd.org). Peringkat Indonesia pada PISA tahun 2009 berada pada

 peringkat ke-61 dari 65 negara, jadi peringkat Indonesia mengalami penurunan tiga

tingkatan yang menjadikan peringkat dua dari bawah, walaupun skor rerata meningkat

empat point.. Berkaitan dengan literasi matematika kedudukan Indonesia masih tergolong

rendah.

Karakter yang tumbuh dan berkembang pada diri peserta didik belum optimal.

Belum optimalnya karakter peserta didik bisa dilihat dari hasil pengamatan guru bahwa para

 peserta didik belum terbiasa bersikap demokratis, Belum terbiasanya peserta didik dalam

 bersikap demokratis terlihat pada saat diskusi kelas yang diikuti oleh 35 peserta didik selama

60 menit, hanya 6% (yaitu sebanyak 2 anak) yang memaparkan ide-ide atau pemecahan

masalahnya, hanya 26% (yaitu sebanyak 9 anak) yang benar-benar mendengar dan

menghargai pendapat temannya, hanya 6% (yaitu sebanyak 2 anak) yang memberikan kritik

yang membangun. hanya 20% (yaitu sebanyak 7 anak) yang benar-benar mengerti tujuan

kelompoknya dan bekerja dengan anggota-anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan

tersebut, hanya 6% (yaitu sebanyak 2 anak) yang selalu mempertemukan berbagai ide atau

 pendapat yang berbeda-beda menjadi ide atau pendapat yang paling dapat diterima, hanya

6% (yaitu sebanyak 2 anak) yang selalu mendorong anggota-anggota kelompoknya untuk

 bekerja bersama memecahkan maalah yang diberikan kepada kelompoknya.

Perilaku guru dalam pembelajaran di kelas selama ini cenderung mengajarkan

matematika sebagai serangkaian prosedur, belum merupakan serangkaian kegiatan yang

mampu membangun konsep dan menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah. Selain itu,

guru belum terbiasa dalam mengarahkan peserta didiknya untuk memahami diri-sendiri dan

lingkungannya, belajar bagaimana caranya belajar sesuai pemahaman atas diri dan

lingkungannya, menemukan minat dan potensi diri serta mendorong untuk

mengaktualisasikan dirinya dalam kegiatan belajar mengajar.

Hasil penelitian Bahbahani (2006) menunjukkan bahwa penggunaan variasi

konstruktivistik dalam pembelajaran mempengaruhi prestasi, motivasi dan aktualisasi diri

siswa. Melalui pembelajaran konstruktivistik, siswa ditempa sehingga memahami teori dan

latihan dan dapat mengaplikasikan teori dan latihan tersebut dalam dunia nyata di sekolah.

Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian Rudiyanto (2008).

Page 5: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 5/28

4

Permasalahan lain yang berkaitan dengan pembelajaran di kelas yang hanya

mengutamakan hasil adalah munculnya sikap individualistis, sikap antipati, rendahnya

tingkat sosialisasi dan kepedulian terhadap lingkungan. Hal-hal tersebut dapat membuka

 peluang terjadinya kekerasan dalam dunia pendidikan atau sekolah (bullying ), kekerasan

tersebut bisa bersifat fisik seperti pemukulan tetapi juga bisa bersifat psikologis seperti

cemoohon, hinaan, dan lain sebagainya. Budiningsih (2004, 2005) berpendapat bahwa akibat

negatif dari pendidikan yakni siswa cenderung bertindak dengan kekerasan, pemaksaan

kehendak, dan penistaan nilai-nilai kemanusiaan. Sirait (2013) menyebutkan bahwa data

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) telah mencatat sepanjang tahun 2013

terjadi 229 kasus tawuran, jumlah ini meningkat sekitar 44 persen dibanding tahun lalu yang

hanya 128 kasus, bahkan sebanyak 19 pelajar tewas sia-sia dalam tawuran antar pelajar di

Indonesia sepanjang Januari hingga Oktober 2013.Tindakan-tindakan kekerasan yang sudah

menjurus kriminal ini sangat memprihatinkan masyarakat dan kondisi ini diduga bermula dari

apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Jadi pada proses belajar harus dimulai dan

ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri.

Salah satu upaya untuk memecahkan permasalahan di atas adalah dengan

melaksanakan penelitian yang bertujuan memperoleh gambaran mengenai perangkat

 pembelajaran dan proses pembelajaran pada saat ini ditinjau dari seberapa jauh aspek

humanistik, aspek konstruktivistik dan aspek problem solving telah diimplementasikan, juga

gambaran mengenai kemampuan literasi matematika dan karakter peserta didik pada saat ini.

Hasil-hasil penelitian tersebut dapat diteliti lebih lanjut untuk menemukan hubungan antara

tingkat implementasi aspek humanistik terhadap karakter peserta didik, juga untuk

menemukan hubungan antara tingkat implementasi aspek konstruktivistik dan aspek

 problem-solving  terhadap kemampuan literasi matematika peserta didik. Pada akhirnya hasil

 – hasil penelitian tersebut juga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun atau

mengembangkan model pembelajaran humanistik berbasis konstrutivisme dan  problem-

 solving  guna meningkatkan kemampuan literasi matematika dan karakter peserta didik.

Page 6: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 6/28

5

Kajian Pustaka

Pendidikan humanistik

Pendidikan humanistik (humanistic education) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang

 berkaitan erat dengan psikologi humanistik (humanistic psychology) yang dikembangkan

secara individual oleh dua psikolog Carl Rogers dan Abraham Maslow. Pendidikan

humanistik merupakan reaksi balik terhadap teori behaviorisme dan psiko-analisis yang

mekanistik. Behaviorisme menekankan pembelajaran yang dikondisikan dan psiko-analisis

menenkankan dampak dari pengalaman-pengalaman awal yang tersimpan di dalam alam

 bawah sadar. Psikologi humanistik menyiratkan bahwa terdapat banyak hal dalam diri

manusia lebih dari sekedar reaksi buta terhadap penghargaan dan hukuman atau berbagai

dampak dari pengalaman hidup dalam lima tahun yang pertama. Dalam pendidikan

humanistik individu dipandang sebagai individu yang memiliki pilihan bukan sekedar korban

dari keturunan atau pengalaman masa lalu. Jadi seseorang harus memiliki banyak pilihan

tentang apa yang akan dipelajarinya, dan bagaimana cara mempelajarainya. Pengalaman

ditangani dari sudut pandang peserta didik, yang artinya guru sebaiknya menemukan cara

 pembelajaran untuk setiap individu.

Moskovitz (dalam Khatib, Sarem dan Hamidi. 2013) mengemukakan tujuan utama

 pendidikan adalah untuk memberikan pembelajaran dan lingkungan yang memfasilitasi

 pencapaian potensi sepenuhnya dari peserta didik.

Pendidikan humanistik adalah pendidikan yang ditandai dengan pengembangan

kepribadian peserta didik secara menyeluruh dan dari berbagai aspek dalam suasana

kebebasan intelektual dan menghormati martabat peserta didik menuju kehidupan yang dapat

dicapai dengan sebaik-baiknya dan setinggi-tingginya dalam tiga wilayah kehidupan yang

mendasar, yaitu : 1) sebagai individu yang merealisasikan potensinya secara harmonis dan

autentik, 2) sebagai warga negara yang terlibat dan bertanggung jawab dalam demokrasi dan

3) sebagai manusia yang memperkaya dan menyempurnakan dirinya sendiri melalui

keterlibatan aktif terhadap pencapaian (prestasi) kolektif dari kebudayaan manusia (Aloni,

2007:77).

Menurut Drost (1998:110) hasil pengajaran dan pendidikan humanistik adalah

tumbuhnya penalaran kritis dan kemampuan untuk mengungkapkan diri demikian rupa

hingga terjalin komunikasi yang bermutu. Perhatian psikologi humanistik yang terutama

tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-

maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.

Page 7: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 7/28

6

Menurut (Pramudia, 2006) tujuan pembelajaran humanistik adalah untuk

memanusiakan manusia/ proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik memahami

lingkungannya dan dirinya sendiri. Menurut Megawani dkk (2005:21-22) tujuan pendidikan

membangun manusia holistik oleh karena itu, potensi manusia yang harus dikembangkan

melalui pendidikan sebagai berikut.

1) 

Aspek fisik: perkembangan optimal aspek motorik halus dan kasar, menjaga stamina dan

kesehatan.

2)  Aspek emosi: menyangkut aspek kesehatan jiwa; mampu mengendalikan stres,

mengontrol diri ( self-discipline) dari perbuatan negatif, percaya diri, berani mengambil

resiko, empati.

3)  Aspek sosial: belajar menyenangi pekerjaannya, bekerja dalam tim, pandai bergaul,

kepedulian tentang masalah sosial dan berjiwa sosial, bertanggung jawab, menghormati

orang lain, mengerti akan perbedaan budaya dan kebiasaan orang lain, mematuhi segala

 peraturan yang berlaku.

4) 

Aspek kreativitas: mampu mengekspresikan diri dalam berbagai kegiatan produktif (seni

musik, pikiran, dsb), serta mencari solusi tepat bagi berbagai masalah.

5)  Aspek spiritual: mampu memaknai arti dan tujuan hidup dan mampu berefleksi tentang

dirinya, mengetahui misinya dalam kehidupan ini sebagai bagian penting dari sebuah

sistem kehidupan, dan selalu bersikap ta‟zim kepada seluruh ciptaan Tuhan.

6)  Aspek akademik: berpikir logis, berbahasa, dan menulis dengan baik. Selain itu dapat

mengemukakan pertanyaan kritis, dan menarik kesimpulan dari berbagai informasi yang

diketahui.

Pembelajaran Konstruktivistik

Konstruktivisme adalah teori belajar mengenai terbentuknya pengetahuan (knowledge). Tiga

sudut pandang dalam konstruktivisme, yaitu pandangan radikal, pandangan social dan

 pandangan emergent. Pandangan radikal mengenali belajar sebagai serangkaian pengaturan

kognitif dari seorang individu (Von Glaserfeld dalam O’Shea dan Leavy, 2013:295) .

Pandangan sosial menekankan pembelajaran sebagai prestasi sosial yang artinya bahwa

 proses pembentukan pengetahuan terjadi dari interaksi sosial yang didalamnya diberikan

makna yang telah diterima masyarakat atau komunitas tertentu kemudian diinternalisasikan

ke dalam diri individu (Bauersfeld dalam O’Shea dan Leavy, 2013:295). Pandangan emergent

adalah sintesis dari pandangan radikal dan sosial. (Tobin dan Tippin dalam O’Shea dan

Leavy, 2013:295).

Page 8: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 8/28

7

Rujukan mengenai aspek konstruktivistik juga diperoleh dari (Mayor dan Mangope,

2012:139) yang menyatakan bahwa proses pembentukan pengetahuan adalah proses yang

aktif, pengetahuan tidak sekedar disimpan ke dalam pikiran seseorang, melainkan harus

dibangun oleh peserta didik melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar.

Menurut filsafat konstruktivisme pengetahuan seseorang itu dibentuk

(dikonstruksikan) oleh siswa sendiri. Perolehan pengetahuan harus melalui tindakan secara

aktif dari siswa (Suparno,1997). 

Matthews (dalam Suparno, 1997) secara garis besar membagi aliran konstruktivisme

menjadi dua, yaitu konstruktivisme psikologi dan konstruktivisme sosiologi.

Konstruktivisme psikologi biasanya juga disebut konstruktivisme personal lebih menekankan

 bahwa pengetahuan disusun oleh pembelajar yang aktif dan independen yang memecahkan

masalah dengan menarik makna dari pengalaman dan konteks terjadinya pengalaman, dan

aliran ini dianut oleh Piaget. Konstruktivisme sosial yang lebih bersifat sosial dan aliran ini

dipelopori oleh Vygotsky. Konstruktivisme sosial lebih menekankan kepada hubungan antara

individu dan masyarakat dalam mengkonstruksi pengetahuan. Vygotsky lebih lanjut

menekankan bahwa pentingnya interaksi sosial dengan orang lain yang punya pengetahuan

lebih baik. Dengan interaksi itu siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan

 pengetahuan yang dimiliki orang lain yang memiliki pengetahuan lebih baik.

Senada dengan tersebut diatas Piaget menyatakan pemerolehan pengetahuan harus

melalui tindakan dan interaksi aktif dari peserta didik terhadap lingkungan (Orton, 1991).

Jadi pembelajaran konstruktivistik adalah suatu pembelajaran yang didasarkan faham bahwa

 perolehan pengetahuan berasal dari diri siswa sendiri dengan cara membangun pengetahuan

 berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya melalui tindakan dan interaksi dengan

lingkungannya.

Page 9: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 9/28

8

Problem-Soving

Pemecahan masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang ada untuk situasi yang

 baru dalam rangka untuk memperoleh pengetahuan baru. Majid (2011) mengatakan bahwa

model problem solving  merupakan cara memberikan pengertian dengan menstimulasi anak

didik untuk memperhatikan, menelaah dan berpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya

menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah.

Agar suatu pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan keinginan, maka perlu suasana

 belajar yang sesuai dengan model yang digunakan. Killen (1998) mengatakan bahwa suasana

 belajar yang sesuai dengan pembelajaran yang menggunakan model problem-solving adalah

sebagai berikut.

(1)  Siswa dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah dengan cara

 berpasangan dalam kelompok.

(2)  Ketika siswa memecahkan masalah, berilah dorongan untuk membuat hipotesis yang

mengarah ke generalisasi terhadap permasalahan yang ada.

(3) 

Memberikan waktu siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dan cara

menyelesaikannya sebelum mereka mencoba untuk menggunakan salah satu cara dalam

 penyelesaian masalah tersebut.

(4)  Cobalah untuk memenuhi kebutuhan belajar mereka secara individu yang mengalami

kesulitan dalam memecahkan masalah.

(5)  Membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan mereka dalam memahami

 pemecahan masalah dengan menggunakan metode pemecahan masalah.

(6)  Membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan mereka untuk dapat melihat

 permasalahan dari berbagai sudut pandang, dengan cara mendorong agar bertanya

tentang permasalahan yang ada.

(7)  Berilah dorongan kepada siswa agar penasaran terhadap permasalahan permasalahan

yang ada.

(8)  Menekankan pentingnya berbagi dan menerima ide-ide.

(9)  Bantulah siswa agar bertanya pada diri sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan yang

mengarah pada solusi yang diinginkan.

(10)  Jika siswa bekerja sama dalam pemecahan masalah, maka mereka harus saling bekerja

sama dalam pemecahan masalah.

(11)  Berilah dorongan pada siswa untuk menulis tentang permasalahan, mengidentifikasi

 permasalahan, mengembangkan pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah.

Page 10: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 10/28

9

Setiap model pembelajaran memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Begitu juga dengan

 pembelajaran yang menggunakan model  problem-solving. Kegiatan khas yang dilakukan

guru dalam pembelajaran dengan menggunakan model  problem-solving   menurut Killen

(1998) adalah sebagai berikut.

(1)   Formulating the problem (merumuskan masalah)

Pada tahap awal dalam pembelajaran dengan menggunakan metode  problem- solving ,

 bantulah siswa dalam meneliti masalah dari berbagai sudut pandang sehingga mereka

akan memahami secara persis apa yang menjadi permasalahannya.

(2) 

 Analysing the problem (menganalisis masalah)

Sebelum siswa mencoba untuk memecahkan masalah, perlu diberikan motivasi agar

mereka dapat memecah masalah menjadi beberapa komponen dan masing-masing

komponen sama pentingnya.

(3)  Generating ideas (menyimpulkan ide-ide)

Apabila dalam pembelajaran terdapat permasalahan yang berakhir terbuka (bukan

masalah yang memiliki jawaban spesifik), maka salah satu tugas yang perlu dilakukan

adalah bantulah siswa untuk menghasilkan ide-ide yang dapat digunakan dalam

 pemecahan masalah tersebut.

(4)   Evaluating ideas (mengevaluasi ide-ide)

Ketika terjadi permasalahan yang berakhir terbuka, terkadang siswa mengalami

kesulitan untuk menggunakan cara yang disarankan dalam penyelesaian masalah

tersebut. Jika terjadi kejadian seperti ini, maka bantulah siswa untuk memilih cara

dalam memecahkan masalah dan menilai manfaat dari cara alternatif dengan

memberikan berbagai alternatif dalam penilaian.

Isoda dan Olfos (dalam Isoda, 2011: 16-18) mengembangkan instrument self-checklist  

untuk implementasi pendekatan problem solving yang disajikan dalam Tabel 1 sebagai

 berikut.

Tabel 1 Checklist Rencana Pembelajaran: Evaluasi Diri (Isoda dan Olfos, 2009)

Pemaparan Masalah (Problem Posing ) Evaluasi Diri

1. Guru memberikan tugas yang dapat dipecahkan dalam cara yang

 berbeda-beda dengan menerapkan pengetahuan yang telah

dipelajari sebelumnya dan memberikan materi tertentu untuk

dipelajari

4 3 2 1

Page 11: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 11/28

10

2. Pembelajaran dirancang dengan tugas-tugas (permasalahan

diberikan oleh guru) dan problem-problem (problematika dari

 para siswa) dan meningkatkan pengetahuan / kesadaran terhadap

 permasalahan

4 3 2 1

3. Guru mengatisipasi metoda-metoda dan solusi 4 3 2 1

Penyelesaian Bebas (I ndependent Solving )1. Siswa dapat mengingat kembali dan menerapkan apa yang telah

dipelajarinya

4 3 2 1

2. Gagasan-gagasan siswa diantisipasi 4 3 2 1

3. Solusi yang belum layak diperkirakan, dan saran serta petunjuk

disiapkan

4 3 2 1

4. Guru berkelililing, mengamati dan membantu siswa untuk

memastikan bahwa siswa menggunakan representasi matematika

untuk menyelesaikan masalah

4 3 2 1

5. Guru mengarahkan siswa agar mencatat hasil pekerjaannya

dalam bentuk yang memudahkan dalam pemaparan

4 3 2 1

Perbandingan dan Pembahasan (Compari son and Discussion )

1. Langkah-langkah (Validitas,Perbandingan, Kesamaan, dan

Generalisasi atau Seleksi) dirancang untuk pembahasan

komparatif

4 3 2 1

2. Gagasan-gagasan siswa yang diringkas disajikan dalam urutan

yang dirancang terlebih dahulu

4 3 2 1

3. Metode atau cara penulisan lembar paparan dirancang terlebih

dahulu dan pengaturannya diberikan oleh guru

4 3 2 1

4. Guru mengembangkan kemampuan siswa dalam menjelaskan,

mendengar, dan bertanya

4 3 2 1

5. Ketika gagasan atau pemikiran digeneralisasi, seharusnya hal

tersebut merupakan pengalaman siswa oleh dirinya sendiri

4 3 2 1

6. Pengorganisasian ulang atau integrasi dari gagasan-gagasan

 berjalan dengan halus berdasarkan presentasi dan komunikasi

 para siswa

4 3 2 1

Ringkasan (Summary )

1. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama, menjadikan siswa

mengalami oleh dirinya sendiri manfaat dari gagasan-gagasan

dan prosedur-prosedur yang digeneralisasi

4 3 2 1

2. Ringkasan atau simpulan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan permasalahan pembelajaran

4 3 2 1

3. Jawaban yang benar atau salah diakui atau dihargai sebagai hal

yang baik dalam pembentukan gagasan-gagasan para siswa

4 3 2 1

4. Guru mengupayakan agar siswa mengalami rasa senang dan

ketakjuban dalam proses belajarnya

4 3 2 1

Keterangan: [4: terlaksana, 1: tidak terlaksana]

Page 12: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 12/28

11

Literasi Matematika

Kata “literasi” berasal dari bahasa Inggris “literacy‟, yang artinya kemampuan untuk

membaca dan menulis. Definisi dari literasi matematika menurut Ojose (2011) adalah

 pengetahuan untuk mengetahui dan menerapkan metematika dasar dalam kehidupan kita

sehari-hari. Pada masa lalu dan juga masa sekarang, kemampuan membaca atau menulis

merupakan kompetensi utama yang sangat dibutuhkan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Tanpa kemampuan membaca dan menulis, komunikasi antar manusia sulit berkembang ke

taraf yang lebih tinggi. Menurut Martin (2007), literasi lebih dari pada kemampuan membaca,

menulis, berbicara, dan penggunaan bahasa, literasi adalah kemampuan menggunakan bahasa

dan lebih ke aktivitasnya. aktivitas sangat penting dalam pembelajaran matematika karena

dapat membantu meningkatkan prestasi siswa, hal ini sesuai dengan pendapat (House, 2006)

yang menyatakan bahwa prestasi matematika siswa yang disebabkan karena faktor internal

(kerja keras atau aktivitas) lebih baik dibandingkan prestasi siswa yang disebabkan karena

faktor eksternal.

Pengertian literasi matematika menurut  framework  PISA 2015 adalah kemampuan

seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai

konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan

konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan

fenomena/kejadian. Literasi matematika membantu seseorang untuk memahami peran atau

kegunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari sekaligus menggunakannya untuk

membuat keputusan-keputusan yang tepat sebagai warga negara yang membangun, peduli

dan berpikir  (OECD, 2014). 

Peserta didik dalam literasi matematika PISA 2015 dipandang sebagai pemecah

masalah aktif. Fokus dalam definisi literasi matematika adalah keterlibatan aktif dalam

matematika, dan dimaksudkan untuk mencakup penalaran matematis dan menggunakan

Page 13: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 13/28

12

konsep matematika, prosedur, fakta dan alat-alat dalam menggambarkan, menjelaskan dan

memprediksi sebuah fenomena. Keterlibatan aktif peserta didik ditunjukkan dengan

merumuskan ( formulate), menerapkan (employ), dan menafsirkan (interpret ). Penjelasan

lebih lanjut dari kata kerja tersebut sebagai berikut.

1.  Merumuskan ( formulate) situasi matematis melibatkan proses identifikasi untuk

menerapkan dan menggunakan matematika, melihat bahwa matematika dapat diterapkan

untuk memahami dan menyelesaikan suatu masalah atau tantangan yang disajikan, serta

mampu memilih situasi yang disajikan dan mengubahnya menjadi bentuk yang dapat

diterapi matematika, menyediakan struktur dan representasi matematika, mengidentifikasi

variabel dan membuat asumsi penyederhanaan untuk membantu memecahkan masalah

tersebut.

2.  Menerapkan (employ) matematika melibatkan penerapan penalaran matematika dan

menggunakan konsep-konsep matematika, prosedur, fakta dan alat-alat untuk

mendapatkan solusi matematis. Hal ini termasuk melakukan perhitungan, memanipulasi

ekspresi aljabar dan persamaan atau model matematika lainnya, menganalisis informasi

secara matematis dari diagram dan grafik matematika, mengembangkan deskripsi

matematis, penjelasan dan penggunaan alat-alat matematika untuk memecahkan masalah.

3.  Menafsirkan (interpret ) matematika melibatkan merenungkan solusi atau hasil dan

menafsirkannya dalam konteks masalah. Hal ini termasuk mengevaluasi solusi

matematika atau penalaran dalam kaitannya dengan konteks masalah dan menentukan

apakah hasilnya wajar dan masuk akal 

Karakter Demokratis

Karakter demokratis adalah karakter warga negara dalam melaksanakan sistem kerja-

sama (cooperative system), yaitu warga negara bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan

dan menentukan masa depan mereka. Semua warga negara dianggap sama. Keputusan dibuat

setelah dilakukan pertimbangan dengan hati-hati dari semua sudut pandang. Anggota kelompok

Page 14: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 14/28

13

mengadopsi seperangkat nilai-nilai yang mencakup kontribusi bagi kebaikan kelompok mereka dan

kebaikan bersama. Ada sejumlah kesamaan penting antara menjadi warga negara yang efektif dalam

demokrasi dan menjadi anggota yang efektif dari kelompok pembelajaran kooperatif. Sebuah

kelompok pembelajaran kooperatif adalah mikrokosmos dari demokrasi. Hal tersebut ditunjukan pada

Tabel 2 berikut ini (Nucci dan Narvaez (Ed.), 2008:224-225).

Tabel 2 Tabel Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Demokrasi

Pembelajaran Kooperatif DemokrasiBekerja dengan orang lain untukmencapai tujuan bersama; sebagaicontoh, anggota diharapkan untuk belajardan membantu kelompok belajar  

Bekerja dengan orang lain untuk mencapaitujuan bersama. Misalnya, warga negaradiharapkan untuk makmur dan membantusesama warga negara lain agar mencapai

kemakmuran. Setiap anggota bertanggung jawab untuk berpartisipasi dalam kelompok,melakukan nya adil dari pekerjaan, danmemelihara hubungan kerja yang baikantara anggota

Setiap warga negara bertanggung jawabuntuk berpartisipasi dalam prosesdemokratis, melakukannya secara adildalam mencapai tujuan-tujuan masyarakatdan mempertahankan hubungan kerja yang baik antara warga 

Semua anggota dianggap sama terlepasdari jenis kelamin, etnis, agama;kesetaraan tidak berarti melakukan halyang sama atau membuat kontribusi yangsama terhadap kelompok itu, tetapi

diartikan memiliki nilai yang sama dandiberi penghargaan sama.

Semua warga negara dianggap samaterlepas dari jenis kelamin, etnis, agama;kesetaraan tidak berarti melakukan hal yangsama atau membuat kontribusi yang samakepada masyarakat; itu berarti memiliki

nilai yang sama dan diberi penghargaanyang sama. 

Semua anggota memiliki hak dankewajiban untuk mengekspresikan ide,kesimpulan, dan pendapat mereka(termasuk oposisi untuk ide-ide oranglain) dan untuk mendengarkan denganhormat dan penuh pertimbangan.

Semua warga negara mempunyai hak dankewajiban untuk mengekspresikan ide,kesimpulan, dan pendapat mereka(termasuk oposisi untuk ide-ide orang lain)dan untuk mendengarkan dengan hormatdan penuh pertimbangan. 

Semua anggota diharapkan untukmemberikan kepemimpinan,

membangun kepercayaan antara anggota,memastikan keputusan yang dibuatefektif, memastikan konflik diselesaikan

secara konstruktif, dan disepakati untukmenyelesaikan tugas dan keputusan

Semua warga negara diharapkan untukmemberikan kepemimpinan, membangun

kepercayaan di antara warga, memastikankeputusan dibuat efektif, memastikankonflik diselesaikan secara konstruktif, dan

disepakati untuk menyelesaikan tugas dankeputusan 

Keputusan itu dibuat denganmengkombinasikan aturan kesepakatan

dan aturan mayoritas setelahmendiskusikan pertimbangan- pertimbangan dan manfaat semua sudut pandang dan berfokus pada penalaran

dan informasi.

Keputusan itu dibuat denganmengkombinasikan aturan kesepakatan dan

aturan mayoritas setelah mendiskusikan pertimbangan-pertimbangan dan manfaatsemua sudut pandang dan berfokus pada penalaran dan informasi. 

Page 15: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 15/28

14

Pembelajaran Kooperatif DemokrasiAnggota menilai setiap kontribusi yang

diberikan untuk kebaikan kelompok dankebaikan umum

Warga negara menilai setiap kontribusi

yang diberikan untuk kebaikan kelompokdan kebaikan umum 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan strategi yang digunakan adalah studi

kasus. Subjek penelitian ini adalah 35 peserta didik dan 1 guru matematika di SMA N 1

Pegandon Kendal.. Metode dokumentasi, check-list , observasi, kuesioner dan wawancara

digunakan untuk mendeskripsikan perangkat dan proses pembelajaran ditinjau dari aspek

humanistik, konstruktivis dan  problem-solving , serta untuk mendeskripsikan karakter

demokratis peserta didik. Metode tes tertulis dengan kisi-kisi berpola PISA digunakan untuk

menelaah kemampuan literasi matematika pada materi limit fungsi.

Pada penelitian ini data yang digunakan berupa data perangkat pembelajaran (yang

meliputi silabus, RPP, Bahan Ajar, LKPD) yang diperoleh dengan teknik dokumentasi, data

 pelaksanaan pembelajaran yang diperoleh dari hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran

 juga dari hasil kuesioner dan wawancara, data kemampuan literasi matematika yang diperoleh

dari hasil tes kemampuan literasi matematika untuk materi limit fungsi, dan data karakter

yang dipeoleh dari hasil pengamatan dan hasil wawancara. Teknik pengumpulan data

 pembelajaran dapat disajian dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Teknik Pengumpulan Data Pembelajaran

Tahap Pembelajaran

Limit Fungsi Oleh Guru

Kelas XI IPA1

Subjek / Objek

Teknik

Pengumpulan

Data

Sumber Data

Perencanaan 1. Silabus

2. 

RPP

3. Bahan Ajar

4. 

LKPD

Dokumentasi

Check-list

Wawancara

Dokumen

Perangkat

Guru Kelas XI

IPA 1

Pelaksanaan 1. 

Proses

Pengajaran

Guru

Observasi,

Kuesioner,

Wawancara,

Guru

Peserta Didik

Guru dan

Peserta Didik

2. Proses

Belajar Siswa

XI IPA 1

Kuesioner

Wawancara,

Peserta Didik

Peserta Didik

Page 16: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 16/28

15

2) Teknik Pengumpulan Data Kemampuan Literasi Matematika

Pengumpulan data kemampuan literasi matematika menggunakan teknik tes, yaitu tes

kemampuan literasi matematika bepola PISA.

3) Teknik Pengumpulan Data Karakter

Pengumpulan data karakter peserta didik, yaitu data karakter peserta didik

menggunakan teknik kuesioner (respondenya pesta didik), dan wawancara (respondenya

 peseta didik). Teknik pengumpulan data karakter demokratis ini dapat disajikan dalam Tabel

4 berikut.

Tabel 4 Teknik Pengumpulan Data Karakter

KARAKTERSUBJEK /

OBJEK

TEKNIK

PENGUMPULAN

DATA

SUMBER

DATA

Demokratis Proses /

Aktivitas

Belajar Siswa

Kuesioner

Wawancara (Mendalam)

Peserta Didik

Peserta Didik

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian ini meliputi deskripsi perangkat pembelajaran, proses pengajaran

guru dan proses belajar peserta didik yang ditinjau dari aspek humanistik, konstruktivis dan

 problem solving, kemampuan literasi matematika khususnya untuk materi limit fungsi dan

karakter demokratis peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa silabus

memiliki aspek umum (kelengkapan komponen) yang sangat tinggi, aspek humanistik sangat

rendah, aspek konstruktivis sangat rendah, aspek  problem-solving  sangat rendah. Deskripsi

silabus tersebut dapat dilukiskan ke dalam Gambar 1 sebagai berikut.

Page 17: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 17/28

16

Gambar 1 Deskripsi Silabus

Rencana Pelaksanan Pembelajaran atau RPP memiliki kelengkapan yang tinggi,

aspek humanistik rendah, aspek konstruktivis rendah, aspek  problem-solving   rendah.

Deskripsi RPP tersebut dapat dilukiskan ke dalam Gambar 2 sebagai berikut.

Gambar 2 Deskripsi RPP

5,00

(Sangat Tinggi)

1,11

(Sangat Rendah)

1,73

(Sangat Rendah)1,00

(Sangat Rendah)

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

Aspek Kelengkapan

Komponen

Aspek Humanistik Aspek

Konstruktivistik

Aspek Problem

Solving

   R  a   t  a  r  a   t  a  s   k  o  r  y  a  n

  g   d   i  p  e  r  o   l  e   h

Aspek-aspek yang diteliti

4,20

(Sangat Tinggi)

2,44

(Rendah)  2,30

(Rendah)  2,17

(Rendah)

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

Aspek Kelengkapan

Komponen

Aspek Humanistik Aspek

Konstruktivistik

Aspek Problem

Solving

   R  a   t  a  -  r  a   t  a  s   k  o  r  y  a  n  g   d   i  p  e  r  o   l  e   h

Aspek-aspek yang diteliti

Page 18: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 18/28

17

Bahan ajar memiliki aspek kelengkapan komponen yang sangat tinggi, aspek

humanistik rendah, aspek konstruktivis sedang, aspek  problem-solving   sedang. Deskripsi

 bahan ajar tersebut dapat dilukiskan ke dalam Gambar 3 sebagai berikut.

Gambar 3 Deskripsi bahan ajar  

Lembar Kegiatan Peserta Didik atau LKPD memiliki aspek kelengkapan komponen

yang sedang, aspek humanistik sangat rendah, aspek konstruktivis sangat rendah, aspek

 problem-solving  sangat rendah. Deskripsi LKPD tersebut dapat dilukiskan ke dalam grafik

sebagai berikut.

Gambar 4 Deskripsi LKPD

2,86

(Sedang)

1,13

(Sangat Rendah)

1,20

(Sangat Rendah)

1,50(Sangat Rendah)

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

Aspek Kelengkapan

Komponen

Aspek Humanistik Aspek

Konstruktivistik

Aspek Problem

Solving

   R  a   t  a  -  r  a   t  a  s   k  o  r  y  a  n  g

   d   i  p  e  r  o   l  e   h

Aspek-aspek yang diteliti

3,86

(Sangat Tinggi)

1,50

(Sedang)

3,20

(Sedang)  3,00

(Sedang

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

Aspek Kelengkapan

Komponen

Aspek Humanistik Aspek

Konstruktivistik

Aspek Problem

Solving

   R  a   t  a  -  r  a   t  a  s   k  o  r  y  a  n  g   d   i  p  e  r  o   l  e   h

Aspek-aspek yang diteliti

Page 19: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 19/28

18

Proses pengajaran guru memiliki aspek humanistik sedang, aspek konstruktivis

rendah, aspek  problem-solving   rendah. Deskripsi proses pengajaran guru tersebut dapat

dilukiskan ke dalam grafik sebagai berikut.

Gambar 5 Deskripsi Proses Pengajaran Guru 

Proses belajar peserta didik memiliki aspek humanistik sedang, aspek konstruktivis

rendah, aspek problem-solving  rendah. Deskripsi proses belajar peserta didik tersebut dapat

dilukiskan ke dalam grafik sebagai berikut.

Gambar 6 Deskripsi Proses Belajar  

2,79

(Sedang)

2,23

(Rendah)

2,24

(Rendah)

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

Aspek Humanistik Aspek Konstruktivistik Aspek Problem Solving

   R  a   t  a  -  r  a

   t  a  s   k  o  r  y  a  n  g   d   i  p  e  r  o   l  e   h

Aspek-aspek yang diteliti

2,93

(Sedang)

2,35

(Rendah   2,15

(Rendah)

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

Aspek Humanistik Aspek Konstruktivistik Aspek Problem Solving

   R  a   t  a  -  r  a   t  a  s   k  o  r  y  a

  n  g   d   i  p  e  r  o   l  e   h

Aspek-aspek yang diteliti

Page 20: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 20/28

19

Kemampuan literasi matematika untuk materi limit fungsi memiliki rata-rata 28.83,

rata-rata kemampuan formulasi ( formulate) 41.48, rata-rata kemampuan penerapan (employ)

26.48, rata-rata kemampuan penafsiran (interpret) 27,94, 8) Karakter demokratis peserta didik

masih rendah. Kemampuan literasi matematika tersebut dapat dilukiskan dalam grafik se agai

 berikut.

Gambar 7 Kemampuan Literasi Matematika Berdasarkan 3 Kategori Proses

Kemampuan literasi matematika juga dapat dituangkan berdasarkan 7 kemampuan dasar

matematika. Penyajian grafis dari kemampuan literasi matematika berdasar 7 kemampuan

dasar matematika adalah sebagai berikut.

Gambar 8 Kemampuan Literasi Matematika Berdasarkan 7 Kategori Proses 

41,48

(Sedang)

26,48

(Rendah)

27,94

(Rendah)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

 Kemampuan Formulasi

(Formulate)

Kemampuan Penerapan

(Employ)

Kemampuan Penafsiran

(Interprete)   R  a   t  a  -  r  a   t  a  n   i   l  a   i   t  e  s

   l   i   t  e  r  a  s   i  m  a   t  e  m  a   t   i   k  a

Tiga Kategori Proses Literasi Matematika

57,86

22,0427,24

23,6519,23

31,13

36,36

0

10

20

30

40

50

60

70

Com

munication

Mathe

matising

Represen

tation

Reasoning &

Argument

D. Strategies

for Solving

Problem

Using

Symbolic,FTL

& Operation

Using

Mathematical

Tools

   R  a   t  a  -  r  a   t  a  n   i   l  a

   i   t  e  s   l   i   t  e  r  a  s   i

  m  a   t  e  m

  a   t   i   k  a

Tujuh Kategori Proses Literasi Matematika

Page 21: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 21/28

20

Penyajian Distribusi Kemampuan Matematika Dasar dalam bentuk grafik adalah seperti pada

Gambar 9 sampai dengan Gambar 15 berikut.

Gambar 9 Communication  Gambar 10 Mathematising  

Gambar 11 Reasoning & Argument   Gambar 12 Representation

Gambar 13 Devising Strtegies for

Solving Problem 

Gambar 14 Using Symbolic,FormalTechnical Language & Operation

Sangat

Tinggi

0%

Tinggi

48%Sedang

46%

Rendah

6%

SangatRendah

0%

SangatTinggi

0%Tinggi

0%

Sedang

14%

Rendah

34%

Sangat

Rendah

52%

Sangat

Tinggi

9%

Tinggi

14%

Sedang

11%Rendah

37%

Sangat

Rendah

29%

Sangat

Tinggi

0%

Tinggi

0%   Sedang

11%

Rendah63%

Sangat

Rendah

26%

Sangat

Tinggi

0%

Tinggi

0%   Sedang

6%Rendah

34%

Sangat

Rendah

60%

Sangat

Tinggi

0%

Tinggi

0%Sedang

14%

Rendah

74%

Sangat

Rendah

12%

Page 22: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 22/28

21

Gambar 15 Using Mathematic Tool

Keterkaitan antara hal-hal yang diteliti pada penelitian ini adalah 1) tingkat

implementasi aspek humanistik dari proses pengajaran guru berdampak terhadap tingkat

implementasi aspek humnistik dari pross belajar oleh diri peserta didik , 2) Implementasi

aspek-aspek humanistik dalam pembelajaran terutama yang berkaitan dengan

membiasakan hubungan pribadi yang positif, membiasakan dialog, dan berkomunikasi

untuk menciptakan kondisi psikologis yang nyaman dapat meningkatkan intensitas dan

kualitas dari aktivitas belajar peserta didik, terutama aktivitas bertanya, menjawab,

mendengar dan menghargai pendapat, menayangkan solusi, mengkritik, merevisi,

 berargumentasi dan sejenisnya, 3).Implementasi aspek-aspek konstruktivistik  dalam

 pembelajaran terutama yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran kooperatif dapat

memberikan dampak peningkatkan karakter demokratis dalam pembelajaran, 4)

Implementasi aspek-aspek konstruktivis dalam pembelajaran terutama yang berkaitan

dengan pemberian pengalaman belajar yang realistik, relevan dan konstruktif serta

 pemberian bimbingan (scaffolding) dapat membantu peserta didik dalam membangun

(menkonstruksi) konsep dan objek-objek matematika lainnya, 5) Implementasi aspek-

aspek  problem-solving   dalam pembelajaran secara keseluruhan untuk menerapkan

Sangat

Tinggi

9%

Tinggi

14%

Sedang

11%

Rendah

Sangat

Rendah29%

Page 23: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 23/28

22

konsep dalam memecahkan suatu problem berdampak pada peningkatkan kemampuan

literasi matematika.

Penutup

Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1)  Perangkat pembelajaran pada materi limit fungsi untuk peserta didik kelas XI IPA 1

SMA N 1 Pegandon yang diteliti meliputi Silabus, RPP, bahan ajar, dan LKPD. Silabus

memiliki aspek humanistik, konstruktivistik, dan  problem-solving   yang rendah. RPP

memiliki aspek humanistik, konstruktivistik, dan  problem-solving  yang rendah. Bahan

ajar memiliki aspek humanistik yang rendah, aspek konstruktivistik yang sedang, aspek  

 problem-solving  yang sedang. LKPD memiliki aspek humanistik, konstruktivistik, dan

 problem-solving  yang sangat rendah.

2) 

Pada perangkat pembelajaran yang diteliti ditemukan bahwa a) aspek humanistik yang

 belum ada pada setiap jenis perangkat adalah ajakan kepada peserta didik untuk

 berdialog, b) aspek konstruktivistik yang hampir tidak ada pada setiap jenis perangkat

adalah penerapan pembelajaran kooperatif dan pemberian scaffolding , c) aspek problem-

 solving  yang sudah ada pada setiap jenis perangkat namun bersifat lemah atau belum

menonjol adalah piengajuan problem non rutin.

3) 

Proses pembelajaran yang diteliti meliputi proses pengajaran oleh guru dan proses belajar

 peserta didik. Proses pengajaran oleh guru memiliki aspek humanistik yang sedang,

aspek konstruktivistik yang rendah, aspek  problem-solving  yang rendah. Proses belajar

oleh peserta didik memiliki aspek humanistik yang sedang, aspek konstruktivistik yang

rendah, aspek  problem-solving  yang rendah.

4) 

Pada proses pengajaran oleh guru ditemukan bahwa a) aspek humanistik yang relatif

 paling lemah adalah arahan guru agar peserta didik memahami diri sendiri dan

lingkungan, yang relatif paling menonjol adalah arahan guru agar peserta didik

membiasakan hubungan pribadi yang positif, b) aspek konstruktivistik yang relatif paling

lemah adalah penerapan pembelajaran kooperatif, yang relatif paling menonjol adalah

arahan guru untuk menggunakan bahan ajar yang realistik, relevan dan konstruktif, c)

aspek  problem-solving   yang relatif paling lemah adalah arahan guru untuk membuat

ringkasan hasil diskusi, yang relatif paling menonjol adalah arahan guru agar peserta

didik menyajikan gagasannya.

Page 24: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 24/28

23

5)  Pada proses belajar oleh peserta didik ditemukan bahwa a) aspek humanistik yang relatif

 paling lemah adalah pembiasaan peserta didik untuk melakukan tindakan-tindakan non-

otoriter (khususnya perundingan atau diskusi kelompok, membuat komitmen, dan

tanggung jawab bersama), yang relatif paling menonjol adalah tindakan peserta didik

membiasakan komunikasi antara peserta didik dengan peserta didik dan antara peserta

didik dengan guru., b) aspek konstruktivistik yang relatif paling lemah adalah

diperolehnya pengalaman belajar yang relevan (sesuai) dengan pengalaman yang telah

dimiliki peserta didik, yang relatif paling menonjol adalah diperolehnya pengalaman

 belajar yang berbeda pada kelompok yang berbeda, c) aspek problem-solving  yang relatif

 paling lemah adalah upaya peserta didik menggunakan tahapan-tahapan secara lengkap

dalam menyelesaikan masalah, yang relatif paling menonjol adalah tindakan menyimak

dan membandingkan dengan pemikiran peserta didik lainnya termasuk pemikirannya

sendiri saat peserta didik lain mengemukakan penyelesaian suatu masalah..

6)  Kemampuan literasi matematika untuk materi limit fungsi secara umum memiliki rata-

rata yang masih rendah (41,48), rata-rata kemampuan formulasi ( formulate) tergolong

sedang (41,28), rata-rata kemampuan penerapan (employ) tergolong rendah (21,48), rata-

rata kemampuan penafsiran (interpret ) tergolong rendah (27,94). Jadi kemampuan

literasi yang paling lemah adalah pada kemampuan penerapan (employ) yaitu

kemampuan untuk melibatkan penerapan penalaran matematika dan menggunakan

konsep-konsep matematika, prosedur, fakta dan alat-alat untuk mendapatkan solusi

matematis. Kemampuan literasi yang paling menonjol adalah kemampuan formulasi

( formulate), yaitu kemampuan merumuskan situasi matematis melibatkan proses

identifikasi untuk menerapkan dan menggunakan matematika, antara lain merumuskan

suatu problem dunia nyata menjadi suatu model matematika tertentu.

7)  Karakter demokratis peserta didik kelas XI IPA SMA N 1 Pegandon pada pembelajaran

materi limit fungsi tergolong masih rendah. Indikator karakter demokratis yang relatif

 paling lemah adalah kesediaan peserta didik dalam mendengarkan peserta didik lainnya

yang sedang mengungkapkan gagasannya dengan hormat dan penuh perhatian, yang

relatif paling kuat adalah peserta didik menghargai peserta didik lainnya secara sama

tanpa mempertimbangkan jenis kelamin, budaya, dan agama.

Implikasi

Berikut ini adalah konsekuensi logis dari simpulan tersebut.

Page 25: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 25/28

24

1)  Tingkat implementasi aspek humanistik dari proses pengajaran guru berdampak

terhadap tingkat implementasi aspek humnistik dari proses belajar oleh diri peserta didik.

Demikian juga untuk aspek konstruktivistik dan aspek problem-solving . Pada penelitian

ini proses pengajaran guru yang memiliki tingkat implementasi aspek humanistik sedang

 berdampak pada proses belajar peserta didik yang memiliki tingkat implementasi aspek

humanistik yang sedang. Proses pengajaran guru yang memiliki tingkat implementasi

aspek konstruktivistik yang rendah berdampak pada proses belajar peserta didik yang

yang memiliki tingkat implementasi aspek konstruktivistik yang rendah. Proses

 pengajaran guru yang memiliki tingkat implementasi aspek problem-solving  yang rendah

 berdampak pada proses belajar peserta didik yang yang memiliki tingkat implementasi

aspek problem-solving  yang rendah.

2) 

Implementasi aspek-aspek humanistik dalam pembelajaran terutama yang berkaitan

dengan membiasakan hubungan pribadi yang positif, membiasakan dialog, dan

 berkomunikasi untuk menciptakan kondisi psikologis yang nyaman (saling menerima,

tidak mencemooh) dapat berdampak meningkatkan intensitas dan kualitas dari aktivitas

 belajar peserta didik, terutama aktivitas bertanya, menjawab, mendengar dan menghargai

 pendapat, menayangkan solusi, mengkritik, merevisi, berargumentasi dan sejenisnya.

3)  Implementasi aspek-aspek konstruktivistik dalam pembelajaran terutama yang berkaitan

dengan penerapan pembelajaran kooperatif dapat memberikan dampak peningkatkan

karakter demokratis dalam pembelajaran.

4) 

Implementasi aspek-aspek konstruktivistik dalam pembelajaran terutama yang berkaitan

dengan pemberian pengalaman belajar yang realistik, relevan dan konstruktif serta

 pemberian bimbingan ( scaffolding ) dapat membantu peserta didik dalam membangun

(mengkonstruksi) konsep dan objek-objek matematika lainnya

5)  Implementasi aspek-aspek  problem-solving   dalam pembelajaran secara keseluruhan

untuk menerapkan konsep dalam memecahkan suatu problem berdampak pada

 peningkatkan kemampuan literasi matematika.

Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi tersebut di atas, peneliti menyarankan beberapa hal

 berikut.

1)  Bagi guru dalam merancang perangkat dan melaksanakan proses pembelajaran

hendaknya a) memasukan aspek humanistik terutama membiasakan dialog,

mengekspresikan potensi dan berkomunikasi untuk meningkatkan aktivitas belajar, b)

Page 26: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 26/28

25

memasukan aspek konstruktivistik terutama pemberian pengalaman belajar yang

realistik, relevan, dan konstruktif untuk meningkatkan penguasaan konsep, c)

memasukan aspek problem-solving  terutama pengajuan problem oleh guru, pemecahan

masalah secara mandiri, komparasi antar gagasan dan diskusi untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah..

2) 

Bagi peserta didik dalam melaksanakan proses belajar hendaknya a) membiasakan aspek

humanistik terutama membiasakan dialog, mengekspresikan potensi dan berkomunikasi

untuk meningkatkan aktivitas belajar, b) membiasakan aspek konstruktivistik terutama

mengikuti pembelajaran yang realistik, relevan, dan konstruktif untuk meningkatkan

 penguasaan konsep, c) membiasakan aspek  problem-solving   terutama memahami

 problem yang diajukan oleh guru, memecahkan masalah secara mandiri,

membandingkan antar gagasan dan diskusi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah

3)  Bagi sekolah hendaknya memfasilitasi pengembangan model pembelajaran yang

mengimplementasikan aspek humanistik, konstruktivistik, dan  problem-solving   secara

integratif melalui kegiatan penelitian pengembangan bekerjasama dengan MGMP

tingkat kabupaten atau propinsi.

4)  Bagi Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan (LPTK) hendaknya memfasilitasi

 pengembangan bahan ajar dan LKPD yang benar-benar mengimplementasikan aspek

humanistik, konstruktivistik, dan problem-solving  melalui kegiatan sayembara penulisan

 buku bekerjasama dengan Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk).

5)  Bagi peneliti lain perlu diteliti lebih lanjut mengenai hubungan antara tingkat

implementasi aspek konstruktivistik dan aspek  problem-solving  pada pembelajaran

terhadap kemampuan literasi matematika 

Daftar Pustaka

Aloni, N. 2007. Enhancing humanity. Dordrecht: Springer.

Bahbahani, K. 2006. Inside Look: An Interior Portrait of Constructivist Teachers. Kelowna:

British Columbia.

Budiningsih, C.A. 2004. Pembelajaran Moral. Berpijak Pada Karakteristik Siswa dan

Budayanya. Jakarta: Rineka Cipta.

Drost, J.IGM. 1998.  Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Universitas Sanata Dharma.

Page 27: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 27/28

26

Isoda, M. 2011. “Problem Solving Approach in Mathematics Education as a Product ofJapanese Lesson Study”. Journal of Science and Mathematics Education in Southeast Asia,Volume 34 No. 1 Hal 16-18.

Khatib, M., Sarem, S. N., dan Hamidi, H. 2013. “Humanistic Education: Concerns,

Implications and Applications”. Journal of Language Teaching and Research. 4(1):47

Majid, A. 2011. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru.

Bandung : Rosda Karya

Mayor, T., E. dan Mangope, B. 2012. “The Constructivist Theory in Mathematics: The Case

of Botswana Primary Schools”.  International Review of Social Sciences and

 Humanities. 3(2): 139-147

Khatib, M., Sarem, S. N., dan Hamidi, H. 2013. “Humanistic Education: Concerns,

Implications and Applications”. Journal of Language Teaching and Research, Volume4 No. 1 Hal 47.

Killen, R. 1998.  Effective Teaching Strategies Lessons from Reseasrch and Practice. 

Australia: S ocial Science Press.

 Nucci, L. P., dan Narvaez, D (Ed.). 2008. Handbook of Moral and Character Education. New

York: Taylor & Francis e-Library

OECD. 2010. The Programme for International Student Assessment (PISA). Diunduh dari

http://www.oecd.org/dataoecd/61/15/46241909.pdf [diakses 17 Oktober 2013]

OECD. 2014. Draft Mathematics Framework . Diunduh dari http: // www.oecd.org / pisa /

 pisaproducts / Draf PISA 2015 20 Mathematics Framework. Pdf [diakses 6 Februari

2014]

Ojose, B. 2011. “Mathematics Literacy: Are We Able to Put the Mathematics We Learn Into

Everyday Use”. Journal of Mathematics Education Vol. 4 No. 1 Hal. 89-100.

Orton, A. 1991. Learning Mathematics: Issue, Theory and Classrom Practice, Iowa:Cassel.

O’Shea, J., & Leavy, A. M. 2013. “Teaching Mathematical Problem Solving from an

Emergent Constructivist Perspective : The Experiences of Irish primary Teachers”.  J

 Math Teacher Educ Vol. 16 Hal. 293 – 31.

Pramudya, J. R. 2006. “Orientasi Baru Pendidikan: Perlunya Reorientasi Posisi Pendidik dan

Peserta Didik”. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, Vol. 3 No.1, Hal. 29-38..

Rudiyanto, M. S., dan Waluya, S. B. 2008.  Model Pembelajaran Matematika Volum Benda

 Putar Berbasis Teknologi dengan Strategi Konstruktivisme Student Active Learning

 Berbantuan CD Interaktif Kelas XII .

Page 28: Artikel Sugiarto

7/23/2019 Artikel Sugiarto

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-sugiarto 28/28

Sirait, A. M. 2013. Pelajar Tewas Sia-sia di Jalan. http:// www.tribunnews.com / metropolitan

/ 2013 / 11 / 21 / tahun-2013-19- pelajar-tewas-sia-sia-di-jalan (diunduh tanggal 26

Januari 2014).