askep oma,omk revisi post presentasi kel.3

Upload: eurosia-ita-bria

Post on 15-Oct-2015

176 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

OMA dan OMK merupakan gangguan pada sistem pendengaran

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN SISTEMPERSEPSI SENSORI (OMA, OMK, DAN MASTOIDITIS)

OLEHKELOMPOK III

EURUSIA ITA BRIA(131211123018)EVELINE P.M. MAU(131211123019)LILIK SRIWIYATI(131211123020)NI MADE JULIANDARI(131211123021)FIRMAN MAULANA S. (131211123022)MERY FARIDA (131211123023)PETRUS K S TAGE(131211123024)MUHAMAD ZAINUDIN(131211123025)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEPERAWATAN UNAIRSURABAYA2012BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangOtitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Soepardi, et al.,ed. 2007). Robbins & Cotran (2009) menjelaskan bahwa otitis media akut dan kronik paling sering terjadi pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebabkan eksudasi serosa (jika disebabkan oleh virus), tetapi dapat menjadi supuratif jika terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab otitis media menurut Brunner&Suddarth (2002) otitis media akut disebabkan oleh masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril. Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptoccocus pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan Moraxella catarrhalis oleh Williams & Wilkins (2011) menambahkan bakteri penyebab otitis media akut adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli, Pneumococcus, Streptococcus anhaemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aerugenosa. Gejala otitis media akut dapat bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat ditandai adanya eksudat di telinga tengah yang mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif, nyeri telinga, demam, kehilangan pendengaran, tinitus, membran timpani sering tampak merah dan menggelembung. Prevelensi Otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75 % anak mengalami minimal 1 episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya 3 kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25 % anak mengalami minimal 1 episode sebelum usia 10 tahun ( Abidin, 2009). Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.

2Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis (Brunner dan Suddarth 2002) sementara itu menurut Nurbaiti Iskandar 1997) mastoiditis adalah penyakit sekunder dari otitis media yang tidak dirawat atau perawatannya tidak adekuat. Mastoiditis merupakan penyakit yang berbahaya ini dikarenakan masalah yang timbul sebagai akibat dari infeksinya, gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga hingga dapat menyebabkan tuli. Prevalensi terjadinya mastoiditis di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75 % anak mengalami minimal 1 episode mastoiditis sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya 3 kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25 % anak mengalami minimal 1 episode sebelum usia 10 tahun di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun ( Abidin 2009). Dari catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang Januari 2004 sampai Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun termuda 5 tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita 46,3%).(Anonim 2008). Berdasarkan urain peningkatan khasus mastoiditis yang masih tinggi diatas maka diperlukan perhatian dari komponen masyarakat terutama tenaga kesehatan seperti perawat untuk mengetahui dan memahami, penyakit mastoiditis guna mengatasi penyakit ini. Berdasarkan masalah diatas sebagai langkah awalnya penulis yang adalah perawat perlu membuat makalah tentang mastoiditis untuk mengetahui dan memahami penyakit ini

B. Rumusan Masalah1. Pernyataan MasalahOtitis Media Akut, Otitis Media Kronik dan Mastoiditis merupakan penyakit yang masih tinggi prefelensinya di dunia dan Indonesia dengan penuntasan masalah yang lambat berdasarkan gambaran data maka diperlukan sebuah langkah strategis untuk mengatasinya melalui pemahaman tentang penyakit mastoiditis2. TujuanPenulisana. Tujuan UmumSetelah proses perkuliahan diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pasien dengan sistem persepsi sensori secara komprehensifb. Tujuan KhususMahasiswa diharapkan mampu :1) Menjelaskan definisi OMA, OMK, dan Mastoiditis2) Menyebutkan etiologi terjadinya OMA, OMK, dan Mastoiditis3) Menyebutkan tanda dan gejala OMA, OMK, dan Mastoiditis4) Menjelaskan patofisiologi terjadinya OMA, OMK, dan Mastoiditis 5) Menjelaskan penatalaksanaan OMA, OMK, dan Mastoiditis6) Menyebutkan komplikasi OMA, OMK, dan Mastoiditis7) Menjelaskan prognosis pasien dengan OMA, OMK, dan Mastoiditis8) Mamberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan OMA, OMK, dan Mastoiditisc. Manfaat Penulisan1) Bagi mahasiswa/mahasiswiMakalah ini hendaknya memberikan masukan dalam pengembangan diri untuk pengembangan pengetahuan mahasiswa/ mahasiswi mengenai pentingnya memahami penyakit OMA, OMK, dan Mastoiditis secara menyeluruh

2) Bagi penulisDengan makalah ini, di harapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih tentang penyakit OMA, OMK, dan Mastoiditis

BAB IITINJUAN TEORI

A. Otitis MediaAkut1. Definisia. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Soepardi, et al.,ed. 2007)b. Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. (Brunner & Suddarth 2002)c. Otitis media akut adalah inflamasi pada telinga tengah yang berkaitan dengan akumulasi cairan. (Williams & Wilkins 2011)

2. Klasifikasi Otitis MediaRobbins & Cotran (2009) menjelaskan bahwa otitis media akut dan kronik paling sering terjadi pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebabkan eksudasi serosa (jika disebabkan oleh virus), tetapi dapat menjadi supuratif jika mengalami infeksi bakteri.

Otitis MediaOtitis media serosa/ non supuratifOtitis media supuratif kronikOtitis media supuratifOtitis media serosa/non supuratif akutOtitis media serosa/non supuratif kronikOtitis media supuratif akutSoepardi et al.,ed. (2007) mengklasifikasikan otitis media seperti bagan di bawah ini:

** supuratif : eksudat purulen

6** non supuratif/ serosa : eksudat non purulen3. EtiologiBrunner&Suddarth (2002) menjelaskan otitis media akut disebabkan oleh :a. Masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril. Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptoccocus pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Williams & Wilkins (2011) menambahkan bakteri penyebab otitis media akut adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli, Pneumococcus, Streptococcus anhaemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aerugenosa.b. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkaan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan di sekitarnya (misalnya: sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalnya: rinitis alergika). Williams & Wilkins (2011) menyebutkan penyebab otitis media akut supuratif adalah karena adanya infeksi melalui : a. Tuba eustachiusb. Membran timpanic. Infeksi melalui aliran darahLanjutnya Williams & Wilkins (2011) menyebutkan faktor-faktor predisposisi terjadinya otitis media akut supuratif adalah sebagai berikut :a. UsiaBiasanya terjadi pada usia anak-anakb. Sosio-ekonomiKejadian tertinggi pada populasi dengan higiene rendah, penduduk padat dan malnutrisic. IklimSering terjadi pada musim dingin khususnya pada musim saljud. RasLebih sering terjadi pada orang dengan kulit putih daripada kulit hitame. Adanya massa pada nasofaringeal, contohnya polip, karsinoma, limpomaf. Gangguan pernapasanRinitis dan sinusitis kronis memproduksi mukus yang terinfeksi yang mana akan memasuki tuba eustachius, sehingga menyebabkan infeksi pada tuba eustachiusg. Alergi Faktor alergi yang menyebabkan otitis media akut belum diketahui secara pastih. Sindrom imunodefisiens

4. PatofisiologiBrunner & Suddarth (2002) menjelaskan terjadinya otitis media akut adalah akibat adanya bakteri masuk melalui tuba eusthacii akibat kontaminasi sekresi dari nasofaring. Bakteri juga bisa masuk telinga tengah bila ada perforasi membrana timpani. Williams & Wilkins (2011) menyampaikan umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.Robbins & Cotran (2009) menyampaikan bahwa apabila serangan berulang otitis media akut tanpa resolusi akan menyebabkan penyakit kronik.

5. Manifestasi KlinisGejala dapat bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat.a. Adanya eksudat di telinga tengah yang mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.b. Nyeri telingac. Demamd. Kehilangan pendengarane. Tinitus f. Membran timpani sering tampak merah dan menggelembung 6. Stadium OMAa. Stadium oklusi tuba eustachiusTerdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.b. Stadium hiperemis (presupurasi)Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.c. Stadium supurasiMembran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah berat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, thrombophlebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur. d. Stadium perforasiKarena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulen kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur tenang.

e. Stadium resolusiBila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.

7. Pemeriksaan DiagnostikWilliams & Wilkins (2011) menyebutkan pemeriksaan diagnostik untuk gangguan telinga adalah sebagai berikut:a. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.b. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab.c. Laboratorium1) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukkan organisme penyebab2) Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis

8. PenatalaksanaanMenurut Williams & Wilkins (2011), penatalaksanaan otitis media akut meliputi:a. Terapi antibiotik, seperti amoksilinb. Analgetik seperti aspirin atau asetaminofenc. Sedatif (pada anak kecil)d. Terapi dekongestan nasofaringPenatalaksanaan bergantung pada efektivitas terapi (misalnya dosis antibiotika oral dan durasi terapi), virulensi bakteri, dan status fisik pasien. Dapat diberikan antibiotik spektrum luas yang tepat dan awal. Bila terjadi pengeluaran cairan bisa diresepkan preparat otik antibiotika. (Brunner & Suddarth 2002)

9. KomplikasiMenurut Brunner & Suddarth (2002), komplikasi otitis media akut meliputi komplikasi sekunder mengenai mastoid dan komplikasi intrakranial serius, seperti meningitis atau abses otak dapat terjadi meskipun jarang. Sedangkan menurut Williams & Wilkins (2011), komplikasi otitis media akut antara lain: a. Ruptur membran timpani yang terjadi secara spontan b. Perforasi yang terjadi secara terus-menerusc. Otitis media kronikd. Mastoiditise. MeningitisMeningitis adalah penyakit radang selaput otak (meningen). Penyebab meningitis antara lain adalah adanya rhinorhea, otorhea pda basis kranial yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan luar. Angka kejadian meningitis di dunia adalah 1-3 orang per 100.000 orang. Terdapat 11 pasien penderita meningitis dari 4160 kasus otitis media supuratif kronik.f. Kolesteatomag. Abses, septikemiah. Limfadenopati, leukositosisi. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosisj. Vertigo

10. PrognosisPrognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat (antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup )

B. Otitis Media Kronik1. DefinisiMenurut Brunner & Suddart (2002) otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membran timpani.Nursiah (2003) menjelaskan bahwa otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronik ( OMSK) di dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair.

2. EtiologiBrunner & Suddart (2002) menjelaskan otitis media akut disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkaan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan di sekitarnya (misalnya: sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalnya: rinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptoccocus pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan Moraxella catarrhalis.

3. PatofisiologiBakteri masuk melalui tuba eusthacii akibat kontaminasi sekresi dari nasofaring. Bakteri juga bisa masuk telinga tengah bila ada perforasi membrana timpani.

4. Manifestasi KlinisBrunner & Suddart (2002) menyebutkan manifestasi klinis pasien dengan otitis media kronik adalah sebagai berikut: a. Otorea intermitten atau persisten yang berbau busukb. Evaluasi otoskopik membrana timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai massa putih di belakang membrana timpani atau keluar ke kanalis eksternus melalui luang perforasi.c. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuranSedangkan menurut Williams & Wilkins (2011), manifestasi klinis pada otitis media kronis antara lain:a. Penebalan dan penebalan jaringan parut pada membran timpanib. Penurunan atau kehilangan mobilitas membran timpanic. Kolesteatoma

5. Pemeriksaan Diagnostika. Laboratorium1) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukkan organisme penyebab2) Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosisb. PencitraanPemeriksaan ronsen menunujukkan keterlibatan mastoid.c. TimpanometriMendeteksi kehilangan pendengaran dan mengevaluasi penyakit telinga tengahd. Audiometri Menunjukkan derajat kehilangan pendengarane. Otoskopi pneumatikDapat menunjukkan penurunan mobilitas membran timpani

6. Penatalaksanaana. Terapi obat Pasien mendapatkan obat anti-inflamasi berupa deksametason dengan dosis 0,6mg/kg/hari selama 4 hari. Pemberian kortikosteroid ini sesuai dengan beberapa literatur yang menjelaskan bahwa tujuan pemberian obat ini untuk mencegah kecacatan seperti paresis fasialis dan ketulian. Jang et al.17 melaporkan pemberian steroid (prednison) pada kasus labirintitis memberikan respons yang cukup baik. Pemberian kortikosteroid pada kasus meningitis diduga dapat mengurangi edema otak, hipertensi intrakranial dan inflamasi meningen. Pada kasus ini diberikan antibiotik topikal karena masih terdapatnya cairan yang keluar dari telinga tengah setelah pemasangan pipa ventilasi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian antibiotik dan kortikosteroid bersamaan secara topikal lebih efektif dan aman untuk membantu drainase dan mengurangi sekresi telinga tengah setelah pemasangan pipa ventilasi dibandingkan hanya dengan 9 antibiotik topikal saja. Pemberian antibiotik dan kortikosteroid topikal dengan dosis 2x3-5 tetes/hari selama 7 hari. f. PembedahanBerbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan penanganan obat tidak efektif. Yang paling sering adalah timpanoplasti-rekonstruksi bedah membran timpani dan osikulus. Tujuan timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki pendengaran. Ada 5 tipe timpanoplasti, yaitu tipe I (miringoplasti) dirancang untuk menutup luka perforasi pada membran timpani. Sedangkan tipe II-V meliputi perbaikan yang lebih intensif struktur telinga tengah. Struktur dan derajat keterlibatannya bisa berbeda, namun bagian semua prosedur timpanoplasti meliputi pengembalian kontinuitas mekanisme konduksi suara.

7. KomplikasiInfeksi kronik telinga tengah tidak hanya mengakibatkan kerusakan membrana timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Menurut Williams & Wilkins (2011), komplikasi otitis media kronik antara lain: a. Mastoiditisb. MeningitisMeningitis adalah penyakit radang selaput otak (meningen). Penyebab meningitis antara lain adalah adanya rhinorhea, otorhea pada basis kranial yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan luar. Angka kejadian meningitis di dunia adalah 1-3 orang per 100.000 orang. Terdapat 11 pasien penderita meningitis dari 4160 kasus otitis media supuratif kronik.c. Kolesteatomad. Abses, septikemiae. Limfadenopati, leukositosisf. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosisg. Vertigo

8. PrognosisOMK tipe benignaPrognosis dengan pengobatan lokal, otorea dapat mengering. Tetapi sisa perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.OMK tipe malignaPrognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abes otak, paralisis fasialis atau labirinitis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK tipe maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.(George L, Adams, 1997)C. Mastoiditis1. PengertianAda banyak pengertian mengenai penyakit mastoiditis yang dirumuskan oleh para ahli sebagai berikut mastoiditis adalah pengumpulan pus di dalam sel mastoid menyebabkan nekrosis dinding-dinding sel mastoid (Soepardi et al 2003:52). Mastoiditis adalah kelanjutan dari peradangan atau infeksi kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani ( OMP kronik ) (Herawati S. and Sri Rukmini 2002: 31). Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi telinga tengah, jika tidak diobati dapat terjadi osteomeletis. (Brunner and Suddarth, 2000 ). Mastoiditis adalah proses peradangan tulang mastoid dan telinga tengah dan biasanya terjadi tidak selalu didahului oleh episode supuratif akut atau otitis sub akut media. (M. Nussinovitch, R.et al 2004). Mastoiditis adalah infeksi supuratif dari sel-sel udara mastoid, dan komplikasi potensi otitis media.(Morimoto 2002 ) sehingga dapat disimpulkan bahwa mastoiditis adalah infeksi pada tulang mastoid dan dinding-dinding selnya yang berawal dari infeksi telingah tengah sehingga dapat terjadi peradangan dan infeksi kronik dan bila tidak diobati akan terjadi nekrosis dan osteomelitis

2. Etiologi Penyebab mastoiditis adalah bakteri yang lazim mencangkup streptokokus beta hemophilus grup A , streptococcus pneumoniae , staphilococcus aureus dan hemophilus influenza. ( Sabiston, David C 1994 : 289). Streptococcus pneumoniae patogen paling sering terisolasi di mastoiditis akut, prevalensi sekitar 25%. Grup A beta-hemolitik streptokokus , staphylococcus pyogenes , s.aureus , moraxella catarrhalis , haemophilus influenza. Karena otitis media ( AOM ) adalah penyakit pendahuluan , agen etiologi yang paling umum yang menyebabkan mastoiditis adalah stretococcus pneumoniae , diikuti oleh haemophilus influenzae dan streptococcus pyogenes.

3. Patofisiologi Menurut Adam (1997) patofisiologi mastoiditis dimulai dari infeksi telinga tengah yang kemudian menjalar mengenai tulang mastoid dan sel-sel yang di dalamnya, hal ini mengakibatkan terjadinya proses nekrosis tulang mastoid serta merusak struktur tulang, bila tidak segera dilakukan pengobatan terhadap infeksinya maka dapat mengakibatkan terjadinya abses sub peritoneal pada mastoid. Apabila infeksi merusak tulang di sekitarnya sampa nanah dapat keluar mungkin terjadi : a. Keluar melalui permukaan luar dan prosesus mastoid, sehingga terjadi abses subperitoneal pada mastoid b. Ke bawah mulai ujung prosesus masuk leher c. Ke depan mulai dingding belakang liang telingad. Ke atas melalui pegmen (atap) rongga telinga masuk fosa chranial mediae. Ke belkang melalui fosa chranial posteriorKebanyakan mastoiditis akut ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan yang mengalami infeksi telinga yang tidak cepat ditangani. Mastoiditis kronis ini dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan koleteatoma yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel squamosa ) dari lapisan membran timpani ke telinga tengah. Kulit dari membran timpani lateral membentuk kantong luar berisi kulit yang rusak dan bahan sebaseus, kantong dapat melekat ke struktur telinga dalam nastoid bila tidak ditangani , kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysys nerfus facialis , kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan keseimbangan ( akibat erosi telinga dalam) dan abses otak. Pembedahan pada mastoid yang mengalami kelainan peradangan ditujukkan untuk mengangkat koleteatoma mencapai struktur yang sakit dan dapat mencapai kondisi telinga yang aman kering dan sehat.mastoidektomi biasanya dilakukan melalui insisi post aurikular dan infeksi dihilangkan dengan menghilangkan udara di mastoid. Begitu pasien bangun , pembiusan harus diperhatikan setiap tanda paries fanalis yang harus segera dilaporkan ke dokter bila terjadi kelemahan fasial balutan pada mastoid harus dilonggarkan dan pasien dikembalikan ke meja operasi. Luka dibuka dan nervus fasialis didekompresi untuk melonggarkan kanalis tulang yang mengelilingi nervus fasialis

4. Manifestasi KlinisMenurut Herawati S. and Sri Rukmini (2002 : 32) manifestasi klinis dari mastoiditis sebagai berikuta. Nyeri telingab. Otoreac. Gangguan pendengaran yang makin bertambahd. Pada pemeriksaan otologik akan tampak otorea melalui perforasi membran timpani , kadang kadang saging di dinding posterior liang telinga.e. Bila belum terbentuk abses akan terlihat daerah yang hiperemis yang nyeri tekan. f. Demamg. Saraf wajah kelemahan / tanda-tanda neurologish. Otalgiai. Lesu / Malaisej. Rhinorrheak. Pusing5. Komplikasi Selain terjadi beberapa masalah diatas mastoiditis dapat berkomplikasi ke beberapa organ berikuta. Ekstrakranial , komplikasi ke arah inferiorAdanya kolesteatoma akan menimbulkan pressure necrosis dan akan merusak korteks mastoid sehingga akan terjadi abses subperiostal. Abses yang terbentuk di daerah planum mastoid, disebut abses retro aurikuler.untuk pengobatan dapat dilakukan insisi abses atau mastoidektomi.b. Intratemporal1) LabirintitisPenjalaran kearah medial ini terjadi karena adanya fistel pada kanalis semisirkularis lateral atau pada foramen ovale akibat erosi dari kolesteatoma. Pasien biasanya mengeluh mual dan muntah. Penatalaksanaan dengan mastoidektomi.2) Paresis N.VIIKolesteatoma yang menumpuk akan menimbulkan destruksi tulang kanalais N.VII sehingga N.VII terbuka dan terkena lesic. Intrakranial1) Abses ektra duraPenimbunan nanah antara segmen dan dura. Keluhan yang dirasakan adalah nyeri kepala dan telinga yang hebat. Terapi yang diperlukan adalah mastoidektomi dan dibuat drainase untuk mengeluarkan nanah.2) MeningitisSuatu keradangan yang merata pada sub arachnoid .3) Abses otakBiasanya mengenai lobus temporal.penderita mengeluh nyeri kepala hebat dan muntah.d. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Luntz et al dari 223 kasus berturut-turut mastoiditis akut, 16 pasien disajikan dengan komplikasi, meningitis bakteri, labyrinthitis, dan wajah Kelumpuhan nervus.Sementara itu perpanjangan proses menular dari mastoiditis dapat meliputi:a. Posterior perluasan ke sinus sigmoid (trombosis menyebabkan)b. Posterior ekstensi untuk tulang oksipital untuk menciptakan osteomyelitis of calvaria atau abses Citellic. Superior ekstensi ke fosa kranial posterior, ruang subdural, dan meningend. Anterior ekstensi ke akar zygomatice. Lateral ekstensi untuk membentuk abses subperiostealf. Inferior ekstensi untuk membentuk abses Bezoldg. Medial ekstensi ke puncak petrosah. Intratemporal keterlibatan saraf wajah dan / atau labirin. (PP Devan et al 2011 )

6. Pemeriksaan DiagnostikHasil ct scan dari mastoiditis adalah penghancuran garis mastoid, hilangnya septa tulang dalam sel-sel udara, "koalesensi" sel udara mastoid dan hypoaeration dari mastoid, selain itu, ct scan dengan kontras sangat membantu dalam menggambarkan komplikasi intrakranial. (Morimoto 2002 )

7. Penatalksanaana. Penanganan lokal meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop dan alat penghisap. Pemberian tetes antibiotika atau pemberian bubuk antibiotika membantu bila ada cairan purulen. Antibiotika sistemik biasanya tidak diresepkan kecuali pada kasus infeksi akut.b. Timpanoplasti. Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan penanganan obat tidak efektif. Yang paling sering adalah timpanoplasti-rekonstruksi bedah membrana timpani dan osikulus. Tujuan timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki pendengaran.c. MastoidektomiTujuan operasi mastoidektomi adalah untuk menghilangkan sumber infeksi, mencegah terjadinya komplikasi, dan mempertahankan fungsi pendengaran.Beberapa jenis mastoidektomi :1) Rongga terbukaTermasuk dalam golongan ini adalah mastoidektomi radikal yang bertujuan untuk membersihkan jaringan patologi dalam selula mastoid. Antrum mastoid , dan kavum timpani.2) Rongga tertutupMastoidektomi simpel (schwartze ) yang bertujuan untuk membersihkan jaringan patologi dalam selula mastoid kemudian dipasang drain.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

A. PengkajianMenurut Tucker et al (2007) pengkajian yang dilakukan pada sistem pendengaran meliputi :1. Data Subjektifa. Sakit telingab. Sakit kepalac. Penurunan, kehilangan ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telingad. Distorsi suarae. Tinitusf. Merasakan penuh atau sumbatan di dalam telingag. Mendengar gaung suara sendirih. Mendengar suara letupan saat menguap atau menelani. Vertigo, pusing, ketidakseimbanganj. Gatal pada telingak. Merasa denyut jantung di telingal. Drainase telinga (berwarna gelap, merah, hitam, jernih, kuning)m. Penggunaan minyak, lidi kapas, jepit rambut untuk membersihkan telinga2. Data Objektifa. Penampilan umumb. Tanda vital : peningkatan TD, suhu, nadi, dan pernapasanc. Kemampuan mendengar : penggunaan alat bantu dengard. Kemampuan membaca gerakan bibir atau menggunakan bahasa isyarate. Keterlambatan bicara dan perkembangan bahasa (jika pada anak kecil)f. Refleks terkejutg. Toleransi terhadap suara yang kerash. Tipe, warna, dan banyaknya drainase telingai. 21Riwayat medikasi (streptomisin, salisilat, kuinin, gentamisin)j. Alergi k. Usia (pertimbangan gerontologis)l. Kaji tingkat gangguan pendengaran

B. Diagnosa KeperawatanMasalah Keperawatan1. Pre Operasia. Nyeri akut b. Resiko ciderac. Ansietasd. Gangguan body imagee. Kerusakan integritas jaringanf. Gangguan komunikasi verbalg. Kurang pengetahuanh. Manajemen regimen terapeutik tidak efektf2. Post Operasia. Gangguan komunikasi verbal b. Resiko ciderac. Resiko infeksi

C. IntervensiPre Operasi1. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cidera faktor biologis : inflamasi telingaa. Tujuan: pasien mampu mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1 x 24 jamb. Kriteria hasil :1) Mengekspresikan pemahaman tentang faktor penyebab nyeri2) Menunjukkan kemampuan untuk mengurangi atau mengontrol nyeri dengan menggunakan keterampilan yang dipelajaric. Intervensi 1) Kaji lokasi, tipe, durasi dan frekuensi nyeriRasional:mengetahui karekteristik nyeri yang dirasakan pasien

2) Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0 sampai 5 (0 tidak ada nyeri dan 5 nyeri hebat) atau skala nyeri standar lainnyaRasional:mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien

3) Kaji faktor penyebab nyeriRasional:membantu dalam pemberian terapi

4) Diskusikan tindakan pereda nyeri yang efektif dan tidak efektif bagi pasienRasional:menentukan tindakan yang paling efektif bagi pasien dalam meredakan nyeri

5) Kaji efek nyeri pada pasienRasional:mengetahui adanya masalah lain akibat nyeri yang dialami pasien

6) Ajarkan tehnik pereda nyeri sesuai kubutuhan pasien (misal : tehnik relaksasi, imajinasi, sentuhan)Rasional:meningkatkan pengetahuan pasien tentang cara meredakan nyeri

7) Berikan analgesik sesuai programRasional:mengurangi nyeri dengan terapi farmakologis

8) Dorong dukungan keluarga dan orang terdekatRasional:dukungan keluarga membantu pasien dalam mentoleransi nyeri

2. Resiko cidera yang berhubungan dengan faktor regulatori : disfungsi sensoria. Tujuan: pasien mampu terhindar dari cidera setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1 x 24 jamb. Kriteria hasil :1) Menunjukkan pemahaman mengenai potensi bahaya kesehatan2) Mempraktikkan tindakan pencegahan cidera untuk diri sendiri3) Tetap bebas dari cidera

c. Intervensi 1) Kaji ketajaman auditori pasienRasional:menentukan tingkat disfungsi sensori pasien

2) Pertahankan lingkungan aman untuk pasienRasional:meminimalkan terjadinya cidera pada pasien

3) Orientasikan pasien pada lingkungan sekitarRasional:meminimalkan terjadinya cidera pada pasien dengan mengenal lingkungan sekitarnya

4) Sediakan alat yang diperlukan dan pastikan kemampuan pasien untuk mencapainya dengan mudahRasional:meminimalkan terjadinya cidera pada pasien

5) Pertahankan pagar tempat tidur dan posisi tempat tidur yang amanRasional:menghindarkan pasien jatuh dari tempat tidur

6) Bantu pasien dengan aktivitas harianRasional:untuk memenuhi kebutuhan aktivitas harian pasien

7) Jelaskan semua pengobatan, prosedur dan perawatan, sadari adanya hambatan bahasaRasional:meningkatkan pengetahuan pasien tentang pengobatan dan perawatan penyakitnya

8) Berikan medikasi sesuai kebijakanRasional:membantu kesembuhan penyakit pasien

9) Berikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan bahayaRasional:meningkatkan pengetahuan pasien dalam pencegahan bahaya pada dirinya

3. Ansietas yang berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahana. Tujuan: klien mampu mengatasi anietas setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1 x 24 jamb. Kriteria hasil :1) Memahami penyebab ansietas2) Menunjukkan tingkah laku yang positif dalam mengatasi ansietas3) Melaporkan penurunan tingkat ansietas

c. Intervensi 1) Pertahankan lingkungan tenang, tanpa stressRasional:untuk mengurangi tingkat ansietas

2) Kaji tingkat ansietas Rasional:sebagai dasar dalam memberikan konsultasi

3) Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan perasaanRasional:mengungkapkan ansiatas yang dirasakan

4) Jelaskan tentang rencana asuhan keperawatan, termasuk jika ada rencana operasi dan libatkan pasien dalam rencana perawatan Rasional:untuk mengurangi tingkat ansietas

5) Tunjukkan kepercayaan diri dan sikap caring, tidak menghakimiRasional:meningkatkan kepercayaan pasien sehingga dapat membantu mengurangi tingkat ansietas

6) Gunakan gambar saat menjelaskan prosedur atau pengobatanRasional:untuk memperjelas pemahaman pasien

7) Dorong pasien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat Rasional:guna memberikan dukungan

8) Hindari menggunakan sistm interkomunikasi elektronik perawat-pasien bila pasien menderita pendengaran parsialRasional:karena dapat menyababkan frustasi

9) Evaluasi kemampuan pasien untuk menggunakan indera lain (terutama penglihatan dan sentuhan)Rasional:untuk membantu aktivitas harian

10) Kuatkan penjelasan dokter mengenai gangguan pendengaran Rasional:untuk meningkatkan pengetahuan dan perasaan aman pasien

Post OP1. Gangguan komuniksi verbal yang berhubungan dengan terjadinya tuli konduksi akibat pengangkatan tulang mastoida. Tujuan: klien mampu melakukan komunikasi dengan keterampilan yang telah dipelajari setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x 24 jamb. Kriteria hasil :1) Meningkatkan keterampilan yang telah dipelajari untuk komunikasi2) Menunjukkan tingkah laku koping positif3) Menerima keterbatasan yang disebabkan oleh gangguan pendengaranc. Intervensi 1) Kaji dan bangun cara berkomunikasiRasional:mengetahui kemampuan pasien berkomunikasi

2) Berbicara dengan lambat dan mengucapkan kata dengan jelasRasional:supaya pasien dapat menerima pembicaraa dengan jelas

3) Hanya berbicara dengan satu orang dalam satu waktuRasional:menghindari kebingungan pasien dalam menangkap pembicaraan

4) Berdiri agar pasien dapat melihat mulut anda dengan jelasRasional:memungkinkan pasien memahami pembicaraan dari gerakan bibir

5) Bicara dengan satu kalimat sederhanan dahulu untuk menentukan tingkat keterampilan pasien (Perkataan perawat berkumis lebih sulit dimengerti pasien)Rasional:mengukur kemampuan pasien dalam menerima pembicaraan

6) Tunjukkan objek pembicaraan dengan tepatRasional:memperjelas penerimaan pasien tentang objek pembicaraan

7) Ulangi kalimat yang diucapkan bila pasien tidak mengerti pada awalnyaRasional:agar pasien bisa lebiih mengerti

8) Bahasa isyarata) Tentukan apakah pasien mampu berkomunikasi dengan kertas dan pensil karena sebagian besar karyawan rumah sakit tidak mampu berbahasa isyaratb) Lakukan kerjasama dengan keluarga atau orang terdekat pasien dalam komunikasi untuk memberi dukunganRasional:penggunaan bahasa isyarat bisa membantu pasien dalam berkomunikasi dengan orang lain

9) Kertas dan pensila) Tulis pesan dengan jelas menggunakan kalimat pendek dan sederhanab) Buat daftar tilik tentang frase yang paling sering digunakan dan instruksikan pasien untuk memeriksa frase yang sesuaic) Sediakan waktu bagi pasien untuk memahami dan menjawabRasional:membantu dalam pasien berkomunikasi

2. Resiko infeksi yang berhubungan dengan tindakan pembedahan a. Tujuan: pasien mampu mencapai keutuhan integritas kulit setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jamb. Kriteria hasil :1) Tidak terjadi peradangan/ infeksi yang ditandai dengan luka bersih dan kering, daerah sekitar luka tidak bengkak2) Tidak terjadi infeksi sistemik3) Tetap afebrisc. Intervensi 1) Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam, khususnya suhu tubuhRasional:mengetahui adanya keabnormalan TTV

2) Observasi insisi untuk mengidentifikasi tanda infeksi meliputi : kemerahan, nyeri tekan, pembengkakan pada luka insisi, pasien mengeluh nyeri, rabas yang tidak biasa, peningkatan suhu tubuhRasional:mengetahui adanya tanda-tanda infeksi

3) Pertahankan agar sumbat telinga luar tetap bersih dan keringRasional:meminimalkan resiko infeksi arena balutan yang lembab

4) Ganti sumbat luar bila perluRasional:mempertahankan kebersihan sumbatan

5) Laporkan perdarahan, drainase berlebihan kepada dokterRasional:mengevaluasi adanya tanda infeksi

6) Pertahankan tehnik aseptikRasional:mempertahankan sterilitas untuk meminimalkan infeksi

7) Laksanakan pemberian antibiotik sesuai program terapiRasional:menghindarkan dari infeksi dan mendukung kesembuhan pasien

8) Pantau peningkatan SDPRasional:Mengindikasikan adanya infeksi

9) Diskusikan tentang tanda dan gejala yang harus dilaporkan kepada dokter :a) Peningkatan suhu badan b) Peningkatan nyeri dan/ atau drainase telingac) Penurunan ketajaman pendengarand) Perdarahane) Pusingf) Sakit kepalag) Kaku kudukRasional:untuk mendapatkan penanganan yang segera

3. Resiko cidera yang berhubungan dengan terjadinya tuli konduksi akibat pengangkatan tulang mastoida. Tujuan: pasien mampu terhindar dari cidera setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jamb. Kriteria hasil :1) Menunjukkan pemahaman mengenai potensi bahaya kesehatan2) Mempraktikkan tindakan pencegahan cidera untuk diri sendiri3) Tetap bebas dari ciderac. Intervensi 1) Kaji ketajaman auditori pasienRasional:menentukan tingkat disfungsi sensori pasien

2) Pertahankan lingkungan aman untuk pasienRasional:meminimalkan terjadinya cidera pada pasien

3) Sediakan alat yang diperlukan dan pastikan kemampuan pasien untuk mencapainya dengan mudahRasional:meminimalkan terjadinya cidera pada pasien

4) Pertahankan pagar tempat tidur dan posisi tempat tidur yang amanRasional:menghindarkan pasien jatuh dari tempat tidur

5) Bantu pasien dengan aktivitas harianRasional:untuk memenuhi kebutuhan aktivitas harian pasien

6) Jelaskan semua pengobatan, prosedur dan perawatan, sadari adanya hambatan bahasaRasional:meningkatkan pengetahuan pasien tentang pengobatan dan perawatan penyakitnya

7) Berikan medikasi sesuai kebijakanRasional:membantu kesembuhan penyakit pasien

8) Berikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan bahayaRasional:meningkatkan pengetahuan pasien dalam pencegahan bahaya pada dirinya

9) Jelaskan pada pasien untuk menghindari menghembuskan udara melalui hidungRasional:akan menyebabkan sekret keluar dari tuba eustasius ke telinga bagian tengah

10) Penggunaan alat bantu dengara) Kaji kemampuan pasien dalam menggunakan dan merawat alat bantu dengarb) Pastikan alat bantu sudah dipasang dan dinyalakan sebelum berbicarac) Periksa tingkat kekuatan, baterai dan fungsinyad) Tentukan keras suara yang nyaman bagi pasienRasional:meningkatkan keterampilan pasien dalam menggunakan alat bantu dengar

Perforasi membran timpaniEtiologi:Streptococus pneumoniHaemophylus influenzaMoraxella katharralisKontaminasi mikroorganisme patogenikMikroorganisme masuk ke dalam tuba eustachiiHiperemi dan edema tuba eustachiiHiperplasi limfoid pada submukosaNon perforasiPengobatanKerusakan integritas jaringanPenurunan fungsi dengarMK: Resiko cideraMK: Gangguan komunikasi verbalSekret keluar lebih dari 2 bulanHigene burukTerapi yang lambatTerapi yang inadekuatImun rendahVirulensi kuman tinggiMK: Kurang PengetahuanMK: Managemen Regimen Terapeutik tidak efektifFaktor resiko: Higiene burukFaktor presipitasi: ISPACairan eksudat dan transudat meningkatMK: Gangguan body imageInfeksi telinga tengahNyeri akutNon supuratifNyeri telingaSupuratif

1

OMATidak ditangani dengan baikPerluasan infeksi ke sel udaraPre operasiMastoiditisReguimen terapeutik yang jelekMengeluarkan nanahTerjadi peradanganOMKPenanganan lokalBakteri anaerobMasuk cavum mastoidOtolitisMK: penurunan harga diriLuka insisiMK: Resiko infeksiMastoidektomiPembersihan telinga+pemberian PBPemberian tidak rutinResiko terjadi infeksi berulangPenebalan mukosaMenekan pembuluh darahNyeriKurang pengetahuanAnsietasPost operasiTidak ditanganiTerjadi pembentukan koleesteatomaMendesak lobus temporalAbses otakMendesak telinga dalamKeseimbangan tergangguResiko CideraMK:Gangguan komunikasi verbalResiko cideraGangguan pendengaran sensori neuralParalisis neuron fasialisMelekat ke struktur telinga tengah+mastoidTuli konduksiMK:Gangguan komunikasi verbalResiko cidera

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Taufik. 2009. Otitis Media Akut. http ://library.usu.ac.id (diambil 28 september 2012)

Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.

George L, Adams. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Soepaardi, et al., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

28Djafar, Zainul A. 2003. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga, Hidung, Tenggorok Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Tucker, Susan Martin, et al., 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan Kolaboratif & Intervensi Keperawatan. Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC