bab 2_09-146

Download Bab 2_09-146

If you can't read please download the document

Upload: ifrina-nuritha

Post on 21-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Microsoft Word - BAB II.doc

BAB II LANDASAN TEORI

II.1. Supply Chain Management

Supply chain atau dapat diterjemahkan rantai pasokan adalah rangkaian hubungan antar perusahaan atau aktivitas yang melaksanakan penyaluran pasokan barang atau jasa dari tempat asal sampai ke pembeli atau pelanggan. Supply chain menyangkut hubungan yang terus-menerus mengenai barang, uang dan informasi. Barang umumnya mengalir dari hulu ke hilir, uang mengalir dari hilir ke hulu, sedangkan informasi mengalir baik dari hulu ke hilir maupun dari hilir ke hulu. Dilihat secara horizontal, ada lima komponen utama atau pelaku dalam supply chain, yaitu supplier (pemasok), manufacturer (pabrik pembuat barang), distributor (pedagang besar), retailer (pengecer), dan customer (pelanggan). Secara vertikal, ada beberapa komponen utama supply chain, yaitu buyer (pembeli), transporter (pengangkut), warehouse (penyimpan), seller (penjual), dan sebagainya. Hubungan mata rantai ini

dapat dilukiskan seperti pada gambar 2.1.

10

Gambar 2.1. Komponen Supply Chain

Sumber: Eko Indrajit, Richardus and Djokopranoto, Richardus. 2005.

Dengan demikian, manajemen supply chain pada hakikatnya adalah perluasan dan pengembangan konsep dan arti dari manajemen logistik. Kalau manajemen logistik mengurusi arus barang, termasuk pembelian, pengendalian tingkat persediaan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi dalam satu perusahaan, maka manajemen supply chain mengurusi hal yang sama tetapi meliputi dari bahan mentah sampai dengan barang jadi yang dibeli dan digunakan oleh pelanggan.

Hakikatnya manajemen supply chain adalah integrasi lebih lanjut dari manajemen logistik antar perusahaan yang terkait, dengan tujuan lebih meningkatkan kelancaran arus barang, meningkatkan efisiensi penggunaan ruangan, kendaraan, dan fasilitas lainnya, mengurangi tingkat persediaan barang, mengurangi biaya, dan lebih meningkatkan layanan lain yang diperlukan oleh pelanggan akhir.

Menurut Wikipedia (2008), seperti yang dikutip dari halaman http://id.wikipedia.org/wiki/Supply_chain_management , definisi dari supply chain management adalah sebagai berikut:

Rantai suplai rantai pasokan, jaringan logistik, atau jaringan suplai adalah sebuah sistem terkoordinasi yang terdiri atas organisasi, sumber daya manusia, aktivitas, informasi, dan sumber-sumber daya lainnya yang terlibat secara bersama-sama dalam memindahkan suatu produk atau jasa baik dalam bentuk fisik maupun virtual dari suatu pemasok kepada pelanggan. Badan usaha yang melaksanakan fungsi suplai pada umumnya terdiri dari manufaktur, penyedia layanan jasa, distributor, dan saluran penjualan (seperti: pedagang eceran, ecommerce, dan pelanggan (pengguna akhir). Aktivitas rantasi suplai (rantai nilai dan proses siklus hidup) mengubah bahan baku dan bahan pendukung menjadi sebuah barang jadi yang dapat dikirimkan kepada pelanggan pengguna akhir. Rantai suplai menghubungkan rantai nilai. Ada berbagai jenis model rantai suplai, yang masing-masing menghubungkan mulai dari sisi hulu hingga hilir.

Tujuan utama supply chain management adalah untuk memenuhi permintaan pelanggan melalui penggunaan sumber daya yang pailng efisien, termasuk kapasitas distribusi, persediaan, dan sumber daya manusia.

Beberapa perusahaan memilih untuk mengalihdayakan supply chain manegement

mereka dengan bekerja sama dengan penyedia jasa logistik pihak ketiga.

Menurut Schroeder (2003), Supply Chain Management adalah perencanaan, desain, dan control akan aliran informasi dan barang sepanjang supply chain yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan kebutuhan dari pelanggan secara efisien untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

Menurut Burt-Dobler-Starling (2003), definisi dari Supply Chain Management , adalah antara lain:

< Suatu filosofi untuk mengatur keseluruhan aliran dari sebuah saluran distribusi mulai dari supplier hingga ke pelanggan,

< Suatu pendekatan sistem untuk mengatur keseluruhan aliran informasi barang dan jasa mulai dari supplier bahan baku menuju ke pabrik produsen dan gudang penyimpanan hingga ke pelanggan,

< Koordinasi yang sistematik dan strategik dari fungsi-fungsi bisnis tradisional dalam sebuah perusahaan dan antar bisnis dalam sebuah supply chain, untuk meningkatkan performa jangka panjang dari masing-masing perusahaan pada khususnya dan supply chain tersebut pada umumnya.

< Meliputi seluruh aktivitas yang berkaitan dengan aliran hulu dan hilir dan perubahan barang dan informasi mulai dari tahap pengambilan bahan baku (extraction), sampai ke pelanggan. Supply Chain Management adalah

integrasi dari seluruh aktivitas yang meliputi peningkatan hubungan di dalam rangkaian supply chain, untuk mencapai kemampuan bersaing yang dapat dipertahankan (sustainable).

< Suatu usaha kolaborasi dari beberapa anggota supply chain untuk mendesain, mengimplementasikan, dan mengatur proses peningkatan nilai secara otomatis untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang sebenarnya. Pengembangan dan integrasi dari sumber daya manusia dan teknologi dan juga manajemen aliran barang, informasi, dan dana yang terkoordinasi akan menghasilkan integrasi supply chain yang baik.

Menurut Chaffey (2007), pengertian supply chain management adalah sebagai berikut:

Supply chain management (SCM), the coordination of all supply activities of an organization from its suppliers and partners to its customers. Upstream supply chain, transactions between an organization and its suppliers and intermediaries, equivalent to buy-side e-commerce. Downstream supply chain, transactions between an organization and its customers and intermediaries, equivalent to sell-side e- commerce.

Upstream dan downstream supply chain dapat di lihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Supply chain management

Sumber: Chaffey, Dave. 2007.

Supply Chain Management masa kini sudah didukung oleh sistem informasi yang bersifat menyeluruh di penjuru perusahaan. Biasanya sistem demikian menggunakan database yang standar agar dapat menyediakan fasilitas penyebaran data dan informasi sepanjang rangkaian entitas yang berada di dalam supply chain.

Melalui fasilitas ini, aplikasi-aplikasi supply chain memiliki potensi untuk meningkatkan cepatnya waktu barang sampai ke tangan pelanggan, mengurangi biaya, dan mengijinkan entitas-entitas yang berada pada supply chain untuk mengatur sumber dayanya dan melakukan perencanaan untuk menghadapi kebutuhan

di masa yang akan datang. Selanjutnya di masa depan, sistem supply chain akan dibuat berlandaskan teknologi internet dengan aplikasi berbasiskan web. Ini menggambarkan betapa eratnya hubungan antara e-commerce dan supply chain management.

II.2. Procurement

Bagian yang melakukan fungsi pembelian kadang-kadang disebut bagian pembelian atau purchasing department, atau sering juga disebut bagian pengadaan atau procurement department. Kedua istilah ini sebetulnya mempunyai pengertian yang berbeda, namun seringkali dalam praktiknya dianggap sama.

Perkembangan pengertian dan cakupan manajemen pembelian melahirkan istilah- istilah pengganti. Istilah-istilah seperti purchasing, procurement, materials management, logistic management, supply management, dan supply chain management sering kali saling di pertukarkan, padahal sebetulnya kalau diteliti dengan lebih saksama, ada perbedaan-perbedaannya, meskipun ada juga lingkup kesamaannya. Untuk itu, mungkin perlu di kutip rumusan yang umum mengenai apa yang dimaksud dengan pembelian atau purchasing, maupun manajemen pembelian atau purchasing management.

Purchasing describes the process of buying: learning of the need, locating and selecting a supplier, negotiating prices and other pertinent terms, and following up to ensure delivery. Leenders, Fearon, Flynn, Johnson (2005)

Definisi yang lebih terkini, yang menggambarkan juga perkembangan fungsi pembelian dalam perusahaan, dirumuskan oleh The British Chartered Institude of Purchasing Management (CIPS) (2005) sebagai berikut: Purchasing is the process by the organizational unit which, either as a function or as part of an integrated supply chain, is responsible both for procuring supplier of the right quality, quantity, time and price and the management of the suppliers, thereby contributing to the competitive advantages of the enterprise and the achievement of corporate strategy.

Procurement mempunyai pengertian yang lebih luas daripada purchasing karena mengandung arti pembelian, penyewaan, peminjaman, tukar tambah, transfer dari perusahaan lain, dan sebagainya. Materials management adalah integrasi dari berbagai fungsi material untuk menyediakan material dengan biaya yang efisien bagi perusahaan. Sedangkan logistics, adalah staf yang bertanggung jawab atas pemasokan, angkutan, pemilihan barang. Supply management dirumuskan sebagai suatu sistem manajemen yang dirancang untuk optimalisasi biaya, mutu, dan layanan material. Sedangkan supply chain management adalah suatu sistem untuk mengelola seluruh aliran informasi, material, layanan dari pemasok bahan baku, melalui pabrik, dan gudang penyalur, sampai ke pemakai akhir

Menurut Wikipedia (2008), seperti yang dikutip dari halaman http://en.wikipedia.org/wiki/Procurement , definisi dari procurement adalah sebagai berikut:

Procurement is the acquisition of goods or services at the best possible total cost of ownership, in the right quantity and quality, at the right time, in the right place for the direct benefit or use of the governments, corporations, or individuals generally via, but not limited to a contract.

Menurut Kerzner (2003), procurement didefinisikan sebagai akuisisi barang atau jasa. Procurement (dan contracting) adalah sebuah proses yang melibatkan dua pihak dengan tujuan berbeda yang berinteraksi satu sama lain pada sebuah segmen pasar. Pelaksanaan procurement yang baik dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dari diskon pembelian barang dalam jumlah besar, mengurangi masalah aliran kas,dan mencari supplier yang berkualitas. Karena procurement memberikan kontribusi pada keuntungan perusahaan, procurement kadang disentralisasi, sehinggamenyebabkan biaya dokumentasi menjadi lebih murah dan pelaksanaannya terstandarisasi dari pusat.

Sedangkan menurut Bowersox-Closs-Cooper (2002), peranan procurement di dalam supply chain management berevolusi seiring dengan bertambahnya perspektif akan fokus perusahaan menilai procurement sebagai kapabilitas yang terpenting demi majunya perusahaan. Penekanannya mulai berubah dari negosiasi yang berfokus pada transaksi dan hubungan jangka pendek dengan supplier -supplier

untuk memastikan bahwa perusahaan berada pada posisi yang menguntungkan untuk menjalankan proses manufaktur dan strategi marketing-nya untuk mendukung basis supply perusahaan, khususnya berfokus utama untuk mencapai kepastian supply, minimasi inventory, peningkatan kualitas, pengembangan supplier, dan total cost of ownership yang paling rendah.

Setiap organisasi, apakah itu produsen ataupun pengecer, membeli bahan, jasa, dan supply dari supplier luar untuk mendukung operasi perusahaan. Sejak dahulu, proses untuk mendapatkan inputinput yang dibutuhkan seringkali sangat menyulitkan dibandingkan dengan aktivitas lain di dalam perusahaan. Dahulu, bagian purchasing dibutuhkan untuk fungsi ini sebagai aktivitas managerial yang pada tingkat dasar yang diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan dan memproses pesanan yang diajukan dari bagian lain dalam perusahaan.

Peranan purchasing adalah untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan pada harga beli yang serendah mungkin dari supplier. Pandangan lama akan purchasing ini lama kelamaan berubah pada beberapa dekade terakhir ini. Pandangan modern akan supply chain management dan penekanannya pada hubngan antara pembeli dan penjual mengangkat bagian purchasing ke tingkat aktivitas yang lebih tinggi dan lebih strategik. Peranan strategik ini dibedakan dari pandangan lama tadi dengan istilah baru yaitu procurement , namun pada kenyataannya banyak orang yang masih rancu menggunakan istilah purchasing dan procurement secara bersamaan.

II.3. E-Procurement

E-procurement adalah salah satu bentuk e-commerce yang mulai berkembang pada akhir abad ke-20 ini dan tanpa ragu-ragu lagi akan terus berkembang dengan pesat pada permulaan abad ke-21.

Menurut Wikipedia (2008), seperti yang dikutip dari halaman http://en.wikipedia.org/wiki/E-procurement , definisi dari E-procurement adalah sebagai berikut:

e-Procurement (Electronic Procurement) is the business -to-business purchase and sale of supplies and services through the Internet as well as other information and networking systems, such as electronic data interchange (EDI) and Enterprise Resource Planning (ERP). An important part of many B2B sites, e- procurement is also sometimes referred to by other terms, such as supplier exchange. Typically, e-Procurement Web sites allow qualified and registered users to look for buyers or sellers of goods and services. Depending on the approach, buyers or sellers may specify prices or invite bids. Transactions can be initiated and completed. Ongoing purchases may qualify customers for volume discounts or special offers. e- Procurement software may make it possible to automate some buying and selling. Companies participating expect to be able to control parts inventories more effectively, reduce purchasing agent overhead, and improve manufacturing cycles.

e-Procurement is expected to be integrated with the trend toward computerized supply chain management .

Menurut Schroeder (2003), E-procurement memainkan peranan penting baik untuk penempatan pesanan dan proses pemenuhan. E-procurement mengijinkan suatu perusahaan untuk berinteraksi secara elektronis dengan para supplier-nya melalui interkoneksi business-to-business (B2B). Ada beberapa proses yang terdapat pada sistem e-procurement seperti yang terdapat pada Gambar 2.3 dan juga pada

Gambar 2.4.

Gambar 2.3. Proses-proses untuk E-procurement

Sumber: Schroeder, Roger G. 2004.

Gambar 2.4. Kunci Kegiatan Procurement

Sumber: Chaffey, Dave. 2007.

Masing-masing proses ini dapat dilakukan secara elektronik melalui koneksi internet. Pada umumnya terdapat tiga macam pelayanan e-procurement :

1. Katalog online, yang menyediakan informasi mengenai produk, harga, spesifikasi, detil penjualan dan pengiriman.

2. Pelelangan bagi pembeli dan penjual.

3. Tempat pertukaran yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan besar.

Situs E-procurement dan B2B kian berkembang pesat. Perkembangan yang pesat ini belum sempurna karena masih disertai oleh beberapa masalah seperti:

Terlalu berfokus pada perkembangan teknologi tanpa memperhatikan desain ulang proses yang ada dan masalah koordinasi antar proses yang ada.

Belum ada perjanjian persamaan agar semua pihak dari masing masing partner sama-sama diuntungkan dengan adanya tempat pertukaran B2B ini.

Terlalu banyak usaha yang tidak terintegrasi secara baik antar-divisi dalam satu perusahaan yang sama dan juga pendekatan yang tidak terintegrasi

dengan baik antar perusahaan.

Masalah pencatatan yang terlampau banyak sehingga tidak akurat dan masalah data yang mengganggu proses yang ada.

Walaupun masalah di atas masih menghantui sebagian besar sistem yang dibangun, namun usaha pengintegrasian supply chain ke dalam sistem elektronik yang utuh tetap memiliki masa depan yang cerah. E -procurement terus akan menjadi standar industri.

II.4. Business Process

Menurut Wikipedia (2008), seperti yang dikutip dari halaman http://id.wikipedia.org/wiki/Proses_bisnis ,definisi dari proses bisnis adalah sebagai berikut:

Proses bisnis adalah suatu kumpulan pekerjaan yang saling terkait untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu. Suatu proses bisnis dapat dipecah menjadi beberapa subproses yang masing-masing memiliki atribut sendiri tapi juga berkontribusi untuk mencapai tujuan dari superprosesnya. Analisis proses bisnis umumnya melibatkan pemetaan proses dan subproses di dalamnya hingga tingkatan aktivitas atau kegiatan.

Beberapa karakteristik umum yang dianggap harus dimiliki suatu proses bisnis adalah:

1. Definitif: Suatu proses bisnis harus memiliki batasan, masukan, serta keluaran yang jelas.

2. Urutan: Suatu proses bisnis harus terdiri dari aktivitas yang berurut sesuai waktu dan ruang.

3. Pelanggan: Suatu proses bisnis harus mempunyai penerima hasil proses.

4. Nilai tambah: Transformasi yang terjadi dalam proses harus memberikan nilai tambah pada penerima.

5. Keterkaitan: Suatu proses tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus terkait dalam suatu struktur organisasi.

6. Fungsi silang: Suatu proses umumnya, walaupun tidak harus, mencakup beberapa fungsi.

Sering kali pemilik proses, yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap kinerja dan pengembangan berkesinambungan dari proses, juga dianggap sebagai suatu karakteristik proses bisnis.

Banyak definisi yang telah dijabarkan oleh para ahli manajemen mengenai proses bisnis.

Menurut Khoo (1994), Business Process (BP) didefinisikan sebagai suatu rangkaian aktivitas yang secara langsung memenuhi keinginan pelanggan atau inisiatif strategis. BP dipicu oleh keinginan pelanggan dan/atau persyaratan strategis serta menghasilkan output yang dapat diukur. BP kadang memindahkan informasi dan/atau barang melewati beberapa unit dan fungsi untuk mencapai hasil akhir yang telah ditentukan.

Sedangkan menurut Laguna-Marklund (2005), dari sudut pandang yang pragmatis, suatu Business Process menggambarkan bagaimana sesuatu hal dijalankan di dalam sebuah organisasi. Untuk memahami lebih lanjut mengenai Business Process maka dapat kita mulai dari mengartikan kedua kata tadi: business dan process. Pada arti yang lebih luas, suatu business dapat didefinisikan sebagai sebuah entitas organisasional yang menggunakan sumber dayanya untuk

menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh pelanggannya. Definisi ini tidak hanya sesuai dengan tujuan kebanyakan perusahaan yang pada umumnya memaksimalkan keuntungan perusahaannya dan supply chain-nya, tetapi juga organisasi-organisasi non-profit dan badan-badan pemerintah pada umumnya.

Sedangkan untuk process sendiri ada banyak arti, bergantung pada konteks di mana kata itu digunakan. Process dapat diartikan sebagai i) suatu fenomena natural yang ditandai oleh perubahan bertahap menuju suatu hasil akhir, ii) suatu aktivitas atau fungsi natural yang berkelanjutan, dan iii) serangkaian tindakan atau operasi yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan akhir. Definisi terakhir cocok untuk memahami arti business process di mana biasanya definisi umum dari suatu process yang digunakan pada buku-buku operation management adalah sebagai berikut : sebuah process menggambarkan transformasi input menjadi output. Dengan begitu banyak yang menganalogikan suatu process sebagai proses produksi.

Untuk menghindari hal ini maka digunakanlah istilah business process untuk menggambarkan proses-proses yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan bisnisnya, tidak hanya proses produksi saja tapi juga proses lain, seperti proses pencatatan akuntansi, admisi, auditing, penagihan, perencanaan budget , perencanaan bisnis, akuisisi klien, perencanaan sumber daya manusia, manajemen inventory, training, penilaian performa, pengembangan produk, purchasing, penerimaan barang, pengiriman barang, pemenuhan pesanan, pengolahan proses klaim dan garansi, sertifikasi vendor, dan masih banyak lagi.

II.5. Business Process Reengineering (BPR)

Menurut Tan (1994), Business Process Reengineering (BPR) adalah suatu paradigma baru yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang sukses untuk mengorganisasikan dan melaksanakan bisnis mereka untuk mencapai hasil yang memuaskan. Business Process Reengineering (BPR) secara fundamental mengubah cara suatu perusahaan mengkonversikan input menjadi output . Business Process Reengineering (BPR) berfokus pada inovasi, kecepatan, pelayanan dan kualitas. Business Process Reengineering (BPR) menuntut agar bisnis proses untuk ditinjau lebih dalam secara organisasional bukan hanya secara individual. Business Process Reengineering (BPR) menawarkan proses yang super efisien untuk peningkatan performa yang radikal.

Sedangkan Peppard-Rowland (1995) menyatakan bahwa Business Process Reengineering (BPR) adalah sebuah filosofi perbaikan yang bertujuan untuk mengambil langkah-langkah guna memperbaiki performa dengan mendesain ulang proses-proses bisnis perusahaan, memaksimalkan nilai tambah dan meminimalkan unsur-unsur lain. Pendekatan ini dapat diterapkan pada tingkat individual atau pada tingkat keseluruhan organisasi. Dengan mendesain ulang proses-proses dalam perusahaan, Business Process Reengineering (BPR) memungkinkan untuk timbulnya langkah-langkah perbaikan performa untuk meningkatkan persaingan dalam dunia bisnis.

Menurut Wikipedia (2008), seperti yang dikutip dari halaman http://en.wikipedia.org/wiki/Business_Process_Reengineering , definisi dari Business Process Reengineering adalah sebagai berikut:

* "... the fundamental rethinking and radical redesign of business processes to achieve dramatic improvements in critical contemporary measures of performance, such as cost, quality, service, and speed."

* "encompasses the envisioning of new work strategies, the actual process design activity, and the implementation of the change in all its complex technological, human, and organizational dimensions."

Menurut Hunt (1994), ada sembilan dimensi dalam BPR yaitu Business Direction, Scoping and Targeting, Process Design, Organization and People, Technology, Physical Infrastructure, Policies, Implementation Planning and Financing, dan Implementation. Hubungan antara kesembilan dimensi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut ini:

Gambar 2.5. Sembilan Dimensi BPR

Sumber: Hunt, Bruce. 1994.

Menurut Tan (1994, hal 41), BPR berusaha untuk mencapai hasil yang efektif melalui empat elemen utama:

1. Memaksimalkan nilai tambah yang bisa dicapai.

Aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada hasil akhir, seperti redundansi dan persetujuan-persetujuan yang tidak diperlukan atau

pengecekan awal dan pengecekan ulang yang tidak diperlukan harus diidentifikasi dan dihilangkan.

2. Mempersingkat waktu proses

Alur kerja yang sejalan dengan aliran barang dan informasi yang berkesinambungan, lancar, dan sesuai dengan jadwal dapat membantu dalam mempersingkat waktu. Hal ini dapat dicapai melalui integrasi dan koordinasi dari aktivitas-aktivitas antar fungsi. Siklus waktu juga dapat dipersingkat dengan menjalankan aktivitas-aktivitas yang relevan secara efisien. Produktivitas pegawai memberikan pengaruh pada waktu proses. Peningkatan radikal dapat dicapai bukan hanya dengan kerja keras namun juga bekerja secara smart, dan dengan menerapkan keahlian relevan dan pengetahuanpengetahuan khusus yang diperlukan.

3. Memaksimalkan fleksibilitas

Kemampuan untuk membuat keputusan pada waktu yang tepat dapat meningkatkan fleksibilitas. Perusahaan juga dapat meningkatkan fleksibilitas dengan menggunakan teknologi informasi untuk memberikan gambaran kemungkinan alternatif-alternatif yang dapat terjadi sehingga banyak membantu dalam pengambilan keputusan. Sistem terintegrasi dan Local Area Network (LAN) dapat digunakan untuk menyalurkan informasi untuk pengambilan keputusan ke berbagai lokasi. Dengan demikian, persaingan menjadi lebih ketat bukan hanya dari segi jumlah pilihan untuk peningkatan

pemenuhan keinginan pelanggan tetapi juga kecepatan dan kualitas dari pengambilan keputusan.

4. Memenuhi kebutuhan pelanggan

Ketepatan customer feedback dibutuhkan untuk memastikan suatu proses menghasilkan output yang berkualitas. Kunci utama untuk peningkatan kepuasan pelanggan adalah untuk mendesain proses-proses customer-driven. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan kebutuhan pelanggan dan secara kritis menganalisa proses bisnis berjalan untuk mengetahui apakah mereka meningkatkan nilai dari barang atau jasa yang dianggap penting oleh pelanggan.

Inti dari mendesain proses bisnis yang sangat baik ada pada penyederhanaan, pengotomatisasian, dan pengintegrasian macam-macam tugas yang menambah nilai dan aktivitas-aktivitas yang inovatif dan sangat efisien.

Bagaimanapun juga, proses bisnis yang terbaik tidaklah cukup untuk dikatakan sukses. Untuk membuat BPR berhasil, proses bisnis harus disejajarkan dengan visi perusahaan. Manajemen tingkat atas harus menyediakan dukungan, dari tahap desain ulang hingga tahap implementasi. Perusahaan juga harus dapat melatih dan memotivasi pegawainya untuk mengimplementasikan proses-proses baru secara benar. Mereka harus diberitahu apa saja yang harus mereka lakukan dan perubahan apa saja yang akan terjadi. Tujuan, keuntungan, dan tingkat kepentingan usaha desain

ulang perlu dikomunikasikan dengan jelas untuk membuat para pegawai merasa diikutsertakan, dan mempersiapkan diri mereka untuk berubah.

Untuk tetap bersaing, bisnis harus fleksibel, inovatif, dan fokus pada kebutuhan pelanggan serta responsif terhadap perubahan yang cepat. Perusahaan dapat melakukan hal ini dengan mendesain ulang proses bisnis yang baik dengan menggunakan BPR untuk mengatasi persaingan.

II.6 Customer Satisfaction

Customer satisfaction dapat didefinisikan sebagai respons pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan yang dirasakan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian. Atau dengan kata lain, tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang ia rasakan terhadap tingkat kepentingannya.

Kotler (2003) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai berikut:

Customer Satisfaction is the level of a persons feeling of pleasure or disappointment resulting from comparing a company products perceived performance (or outcome) in relation to his or her expectations.

S = f (E, P)

Satisfaction (S) merupakan fungsi dari expectation (E) dan perceived performance

(P), jika:

PE highly satisfied or delighted

Jika kenyataan yang diterima di bawah ekspektasi maka pelanggan akan merasa tidak puas. Bila kenyataan sama dengan ekspektasi maka pelanggan akan merasa puas. Apabila perusahaan dapat memberikan sesuatu yang melebihi ekspektasi maka pelanggan akan merasa sangat puas. Proses kepuasa pelanggan dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Proses Kepuasan Pelanggan

Sumber: Rangkuti, Freddy 2002.

II.7 Harapan Konsumen dan Kinerja Produk

Survey kepuasan pelanggan (customer satisfaction), sangat dibutuhkan untuk mengetahui apa yang diinginkan pelanggan untuk masing-masing segmen. Caranya adalah dengan menggunakan importance and performance analysis.

Dalam konsep ini intinya adalah tingkat kepentingan pelanggan (customer expectation) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. Untuk memperjelas konsep ini, istilah expectation sebaiknya diganti dengan importance atau tingkat kepentingan menurut persepsi pelanggan. Dari berbagai persepsi tingkat kepentingan pelanggan, kita dapat merumuskan tingkat kepentingan yang paling dominan. Diharapkan dengan memakai konsep tingkat kepentingan ini, kita dapat menangkap persepsi yang lebih jelas mengenai pentingnya variabel tersebut di mata pelanggan. Selanjutnya, kita dapat mengkaitkan pentingnya variabel ini dengan kenyataan yang dirasakan oleh pelanggan. Importance dan performance matriks dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Importance and performance matrix

Sumber: Rangkuti, Freddy 2002.

Matriks ini terdiri dari 4 kuadran: kuadran pertama terletak di sebelah kiri atas, kuadran kedua di sebelah kanan atas, kuadran ketiga di sebelah kiri bawah, dan kuadran keempat di sebelah kanan bawah.

Strategi yang dapat dilakukan berkenaan dengan posisi masing-masing variabel pada keempat kuadran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Kuadran 1 (attributes to improve)

Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang ia harapkan

(tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Variabel-variabel yang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan. Caranya adalah perusahaan melakukan perbaikan secara terus-menerus sehingga performance variabel yang ada dalam kuadran ini akan meningkat.

Kuadran 2 (maintain performance)

Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan dan faktor-faktor yang dianggap oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata pelanggan.

Kuadran 3 (attributes to maintain)

Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.

Kuadran 4 (main priority)

Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.

II.8 Keterkaitan E-Business - Supply Chain Management

Berdasarkan jurnal penelitian yang di lakukan oleh Yuniarto (2005).

(Sumber: http://mmt.its.ac.id/publikasi/wp-content/uploads/2008/10/prosiding- hariagungy-ugm.pdf ).

KETERKAITAN E-BUSINESS DENGAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Perkembangan E-Business menunjukkan gejala positif yang significant dalam satu dasawarsa terakhir ini. Termasuk di dalamnya, kemajuan teknologi informasi tersebut dalam dunia industri. Penelitian ini berfokus pada mengenali adakah keterkaitan sebagai pengaruh diterapkannya E-Business terhadap proses yang ada di area Supply Chain Management.

Studi empiris ke exploratory study beberapa perusahaan dalam berbagai sektor dilakukan untuk meneliti keterkaitan tersebut dalam 4 bidang proses bahasan, proses pembelian, proses manajemen pelayanan konsumen, proses pemenuhan pesanan, dan proses analisa pendapatan revenue.

Hasil penelitian menunjukkan signifikansi pengaruh terhadap empat bidang proses bahasan yang merepresentasikan area Supply Chain Management yang diteliti.

Perkembangan yang sangat pesat dari sistem internet beserta perangkat keras dan lunaknya dewasa ini, sebagai suatu communication channel, telah memberikan kontribusi besar pada perubahan mendasar dalam hal economics of information

systems. Evans dan Wurster (2000) menegaskan bahwa sistem internet memberi peluang didapatkannya efisiensi perusahaan karena mampu menyediakan format baru dalam hal bertransaksi, bekerjasama antar banyak pihak, serta kemudahan berafiliasi antar organisasi. Sedangkan Tan (2001) menyimpulkan bahwa e-business akan mempengaruhi supply chain management (SCM) sedikitnya dalam 4 bidang; biaya peningkatan performansi, kualitas pelayanan konsumen, kemampuan proses produksi, dan produktifitas.

Beberapa penelitian lain yang juga dilakukan untuk melihat keterkaitan antara ecommerce dan SCM cukup menunjukkan peningkatan konseptual yang berarti; masih banyak potensi penelitian dalam bidang e-SCM (Van Hoek, 2001; Chandrashekar dan Schary, 1999; Cagliano et al., 2003), meningkatkan kinerja e- SCM dengan pendekatan holistics (Croom et al., 2000), dan peningkatan produktifitas SCM berdasarkan sistem pengendalian pasokan terintegrasi (Muffatto dan Payaro,

2004).

Namun disayangkan masih sedikit penelitian dalam bidang yang sama yang didasarkan pada performansi internal perusahaan sebagai parameter terukur dari pengaruh e-business terhadap SCM itu sendiri. Walaupun Croom (2005) telah mencoba mendasari penelitiannya pada 3 parameter SCM yaitu purchasing, customer, dan process, akan tetapi di dalamnya belum terakomodasi aspek revenue dan aspek integrated procurement yang mempunyai cakupan lebih luas.

Penelitian ini mendasarkan proses analisisnya pada 4 parameter utama yaitu procurement, customer relationship management, fulfilment process, dan revenue untuk menyelidiki pengaruh e-business pada SCM. Setelah dianalisis, maka kemudian hasil analisis dirumuskan sebagai 5 tahapan evolusi e-business dalam penerapannya di SCM. Perumusan kerangka five-stage evolution untuk e-business dalam SCM sangat diperlukan untuk dapat memberikan panduan teknis kepada perusahaan baru yang ingin memulai penerapan e-business sebagai bagian dari sistem SCM yang akan / sudah dijalankannya (Croom, 2005).

Penelitian ini menerapkan metode exploratory study agar dapat dianalisis kebijakan beberapa perusahaan di Indonesia yang menerapkan e-business dalam SCM. Kombinasi antara open & closed questions dengan pengumpulan qualitative & quantitative data, dirumuskan sebagai instrumen penelitian dalam exploratory study.

Tahap pertama, dilakukan preliminary research terhadap 10 perusahan secara random. Tahap ini digunakan hanya untuk merumuskan dan memvalidasi instrumen penelitian, sehingga hasilnya tidak didokumentasikan.

Tahap kedua, dilakukan pengumpulan data dari 102 perusahaan di Indonesia sebagai responden. Tabel 2.1 menunjukkan konfigurasi responden. Pengumpulan dan analisa data diarahkan pada 4 parameter penilaian: procurement, customer relationship management, fulfilment process, dan revenue.

Tabel 2.1.Konfigurasi Responden

Jenis Perusahaan

N

Retail

28

Manufaktur

35

Jasa Kurir

8

Perbankan

12

Business Service

5

Telekomunikasi

3

Pariwisata

11

Tahap ketiga, hasil pengolahan serta analisa data dari tahap kedua di atas dirumuskan ke dalam format tahapan evolusi e-business dalam penerapannya di SCM, dengan cara dilakukan cluster discriminant analysis menggunakan perangkat lunak SPSS. Untuk memvalidasi tahapan evolusi yang berhasil dirumuskan di atas, dilakukan studi kasus terhadap 8 perusahaan lainnya. Sehingga total perusahaan yang dilibatkan dalam penelitian ini sejumlah 110 perusahaan. Diagram alir penelitian, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut ini:

Tahap 1:

Penentuan instrumen penelitian

Tahap 2:

Pengumpulan, pengolahan, dan analisis data responden

(fokus pada 4 paramater penilaian)

Tahap 3:

Perumusan, format tahapan EBusiness dalam SCM menggunakan metode cluster discriminant analysis

Gambar 2.8. Diagram Alir Penelitian

Hasil pengumpulan serta pengolahan data kuesioner dari responden, dapat dianalisis yang hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 2.2; Tabel 2.3; Tabel 2.4; Tabel

2.5; Tabel 2.6; Tabel 2.7; Tabel 2.8 di bawah ini.

Tujuan strategis perusahaan dalam menerapkan e-supply chain management menunjukkan bahwa integrasi manajemen merupakan main objective bagi sebagian besar perusahaan responden (84%), seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2.2. Hal ini mempunyai sasaran agar upstream supply chain links dapat juga diperhatikan penanganannya setara dengan yang sudah diperlakukan dengan baik selama ini kepada downstream supply chain links. Croom (2005) juga menekankan pentingnya knowledge development and learning sebagai salah satu tujuan strategis

perusahaan,agardidapatkansharedinformationsystems.Tabel2.2juga menunjukkan the top 3 SCM strategic objectives.

Tabel 2.2.Tujuan Strategis SCM

Tujuan Strategis SCM

Kemunculan (%)

Integrasi SCM pada downstream

84

Penurunan harga produk dan biaya produksi

65

Pembelajaran dan pengembangan pengetahuan

59

Business Process Reengineering

42

Lead time management

18

Tabel 2.3 menyimpulkan beberapa bentuk e-SCM infrastructure yang paling banyak diminati oleh responden. Dimana EDI unit cost baru akan ekonomis bila terjadi high volume communication, sehingga sesuai diperuntukkan bagi frequently trading partners (eg. manufacturers and their major suppliers).

Tabel 2.3.SCM Infrastructure

e-SCM Infrastructure

Kemunculan (%)

e-mail

79

Internet

75

Transfer moneter

74

Electronic Data Interchange (EDI)

72

Customer relationship management

60

Enterprise resource planning

58

Intranet

35

Analisa penerapan customer relationship management (CRM) dalam perusahaan, menunjukkan kecenderungan bahwa sebanyak 75% responden menempatkan posisi pentingnya konsumen sebagai alas an utama diadopsinya CRM. Salah satu contoh sistem CRM yang cukup fleksibel penggunaannya adalah Siebel, seperti yang juga dilakukan oleh Avlonitis dan Karayanni (2000) dalam penelitiannya.

Proces fulfilment dalam SCM adalah sangat dipengaruhi oleh 2 karakteristik demand

- stabil dan fluktuatif. Oleh karena itu perusahaan harus cermat dalam menentukan pilihannya untuk cenderung mengadopsi efficient supply chain ataukah responsive supply chain. Croom (2005) mendefinisikan kedua hal tersebut sebagai lean supply chain dan agile supply chain. Analisa tersebut di atas sejalan dengan kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh Fisher (1997) yang diilustrasikannya dalam bentuk framework seperti yang ditunjukkan Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Fishers framework

Tabel 2.4 menyimpulkan beberapa faktor keuntungan serta kerugian dalam process fulfilment. Sebagian besar perusahaan (65%) menganggap bahwa process fulfilment yang baik akan meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Sedangkan 40% dari mereka percaya bahwa biaya produksi yang tinggi dapat mengakibatkan process fulfilment tidak dapat berjalan baik.

Tabel 2.4.Keuntungan-Hambatan Fulfilment

Keuntungan

Kemunculan

(%)

Hambatan

Kemunculan

(%)

Peningkatan pelayanan konsumen

65

Biaya operasional terlalu tinggi

40

Lancarnya arus komunikasi

35

Budaya perusahaan

35

Keuntungan finansial

32

Waktu operasi relatif tinggi

15

Peningkatan kepuasan konsumen

31

Pemahaman pasar dan konsumen

25

Kurang dari setengah responden (45%) yang percaya bahwa e-procurement dapat menguntungkan dari sisi financial (harga produk dan total biaya produksi). Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden masih percaya bahwa dibutuhkan investasi tinggi untuk membangun infrastruktur e-procurement, seperti dirangkum dalam Tabel 2.5 di bawah ini.

Tabel 2.5.Hambatan Sukses E-Procurement

Hambatan

Kemunculan (%)

Biaya investasi e-procurement

45

Dibutuhkan sistem terintegrasi

30

Budaya kerja

28

Waktu operasi cukup tinggi

18

Keamanan data transaksi

11

Berdasarkan analisis studi kasus di 8 perusahaan responden, menunjukkan bahwa ratio of process cost and order value yang nilainya di bawah 10% didapatkan dari perusahaan yang menerapkan Just-In Time concept dan e-procurement (Tabel 2.6).

Tabel 2.6.Ratio Process Cost of Order Value

Perusahaan

Process Cost of

Order Value (%)

A

34

B

27

C

9

D

60

E

7

F

8

G

15

H

4

Pengaruh terhadap peningkatan revenue, tidak terlalu significant seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.7 di bawah ini. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penerapan e-SCM tidak berkaitan langsung terhadap profit margin perusahaan, namun bersifat business ethics yang berkaitan secara long-term terhadap organization sustainability.

Tabel 2.7.Pengaruh Terhadap Revenue

Peningkatan Revenue (%)

Kemunculan(%)

(26)

0

Keseluruhan analisis hasil di atas, dirumuskan menjadi 5-tahap evolusi e-business dalam penerapannya di SCM dengan menggunakan metode SPSS cluster discriminant analysis. Dalam penelitian ini, pengembangan tahapan evolusi dilakukan terhadap evolution stage framework yang telah dideskripsikan oleh Croom (2005). Deskripsi yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8.Lima Tahap Evolusi E-Business

Berdasarkan analisis survey responden yang kemudian dirumuskan ke dalam tahapan evolusi e-business, disimpulkan bahwa terdapat 5 fase perubahan aplikasi infrastruktur e-business di dalam supply chain management. Pengelompokan ini dimungkinkan setelah dilakukan sorting cakupan SCM terhadap umpan balik perusahaan yang menjadi responden dan hasil dari SPSS cluster discriminant analysis.

Rumusan tahapan evolusi ini dapat dijadikan pedoman bagi perusahaan dalam usahanya menerapkan e-business ke dalam supply chain management, disesuaikan dengan kapabilitas dan karakteristik tertentu yang dimiliki perusahaan tersebut.

II.9 Penelitian Sebelumnya

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Nerisa Pitrasari, Nuryani,Tony Pribadi dan Edi Abdurrachman. (2007) EVALUASI SISTEM SMALL SCALE ELECTRONIC PROCUREMENT DI BRITISH PETROLEUM (BP) INDONESIA.

Tujuan penelitian adalah melakukan analisis dan monitoring sistem small scale electronic procurement (SSeP) serta mengevaluasi sistem yang berkaitan dengan kepuasan pengguna. Penelitian menggunakan metode pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner kepada vendor BP Indonesia yang menggunakan sistem SSeP tersebut. Data yang terkumpul dianalisa dengan uji t-berpasangan dan analisis harapan kinerja. Disimpulkan bahwa sistem SSeP sudah berjalan dengan baik namun kinerjanya perlu lebih ditingkatkan dengan inovasi baru.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang kian maju, perusahaan industri mengalami tekanan persaingan yang semakin ketat. Hal itu juga dialami oleh para pelaku industri minyak dan gas bumi. Selain faktor tekanan teknologi tersebut, perusahaan baru dalam industri ini pun banyak yang bermunculan, terutama yang berasal dari China dan Korea. Dengan demikian dalam kegiatan usahanya, perusahaan minyak dan gas bumi senantiasa melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan kedudukan perusahaannya. Salah satu upaya

yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan proses bisnis, guna mencapai efisiensi dan efektivitas perusahaan.

Procurement merupakan salah satu bidang yang berperan dalam peningkatan proses bisnis yang didalamnya terdapat proses pembelian dan pengontrolan stok barang. Procurement berperan dalam mempersiapkan, mengadakan, dan menyelesaikan tender, membantu prose evaluasi dan persetujuan bersama dengan user, dan track order ke supplier yang dipilih. Ada beberapa hal penting dalam procurement, yakni waktu, biaya, dan risiko, serta sesuai dengan aturan dan kebijakan procurement yang berlaku. Sebagai pelaku industri, waktu yang tepat adalah ketika harga yang disetujui mencapai titik terendah dengan risiko yang minim. Meski sulit, hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan sistem procurement secara efektif sehingga dapat disimpulkan bahwa proses procurement adalah mengenai pengambilan keputusan.

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas procurement tersebut, saat ini banyak perusahaan yang beralih ke E-Procurement, suatu aplikasi transaksi procurement yang berbasis teknologi informasi. E-Procurement merupakan solusi procurement yang dapat mengurangi kegiatan administrasi, proses purchase, dan invoice sehingga proses procurement berjalan lebih efisien. Hal tersebut pada akhirnya mampu mengurangi waktu, risiko, dan biaya, serta membuka kesempatan bisnis yang baru. Aplikasi teknologi informasi yang baik dapat menyebabkan data lebih cepat diproses dan terjaga akurasinya. Sifat itu diinginkan untuk menjaga transparansi. Namun, aplikasi yang salah akan menyebabkan sistem tidak dapat

digunakan secara efektif dan efisien serta dapat menimbulkan harapan yang salah, seperti adanya false sense of security. Di Indonesia, dasar dari E-Procurement adalah Perpres Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara elektronik.

British Petroleum (BP) mulai beroperasi sejak tahun 1909 dengan nama Anglo- Persian Oil Company. Asal mula BP adalah ketika didirikan pada Mei 1901. Saat ini BP telah berkembang menjadi satu perusahaan internasional yang beroperasi di lebih dari 100 negara di seluruh dunia, yaitu Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara, Australia, Asia, dan Afrika. Sektor industrinya adalah pada bidang eksplorasi dan produksi, refining dan marketing, serta gas bumi dan renewable energy.

Di Indonesia, BP telah beroperasi selama 40 tahun. Core brand yang dimilikinya adalah BP dan Castrol. Selain dengan PT Castrol Indonesia, BP Indonesia ditandai dengan dua kejadian penting, yakni ketika pada tahun 2000, BP melakukan akuisisi terhadap ARCO. Kemudian pada 6 Maret 2005, BP diserahi tanggung jawab oleh Pemerintah Indonesia untuk proyek Tangguh LNG (Liquefied Natural Gas) di Teluk Bintuni di Papua.

Dengan investasi yang cukup besar di Indonesia, BP melakukan banyak kegiatan bisnisnya, dari upstream (BP West Java, Tangguh, VICO) hingga downstream (Castrol), serta petrochemicals (PT AMI). Sebagai perusahaan besar, BP menyadari ketatnya persaingan di industri minyak dan gas bumi. Untuk itu, BP menyadari pentingnya merespon perubahan yang modern dan global sehingga mampu bertindak

responsif dan fleksibel, untuk meningkatkan kesuksesannya dan memajukan nilai bisnis serta objektifnya.

Untuk meningkatkan kinerja procurement, guna peningkatan efisiensi dan produktivitas bisnis prosesnya, BP Indonesia menyelenggarakan e-procurement yang dijalankan dengan mengacu pada Pedoman Tata Kerja BPMIGAS No.

007/PTK/VI/2004. E-Procurement yang diterapkan di BP Indonesia merupakan suatu teknik pemesanan barang melalui elektronik mulai dari pencarian barang/jasa yang tercantum di daftar barang/jasa yang tersedia di pasar (internet base). Sistem ini juga berperan dalam mengatur dan mengontrol utilisasi pemesanan elektronik. Pemesanan secara elektronik ini juga bertujuan untuk mempersingkat proses procurement, mengurangi biaya transaksi dengan menggabungkan invoice, mengurangi persediaan barang, dan meningkatkan pengawasan terhadap anggaran dan produktivitas.

BP Indonesia memiliki dua sistem e-procurement, yakni procurement card (pro- card) dan e-bidding dengan sistem Small Scale Electronic Procurement (SSeP). Procurement card merupakan suatu sistem pembayaran seperti kartu kredit, dengan transaksi maksimal sebesar USD 5,000 atau sekitar Rp 50.000.000,- sedangkan SSeP merupakan suatu rangkaian proses tender dengan transaksi maksimal USD 20,000 atau sekitar Rp 200.000.000,-.

Sistem SSeP mulai diterapkan pada akhir 2004, kemudian dalam perjalanannya para pengguna mengalami beberapa kesulitan. Oleh karena itu, perlu dilakukan survey untuk menemukan ada atau tidaknya kesenjangan (gap) antara harapan dan

kinerja sistem. Hal itu untuk mengidentifikasi layanan apa saja yang dibutuhkan oleh pengguna serta hal apa yang perlu ditingkatkan.

Penelitian dilakukan untuk mengamati tingkat kepuasan pengguna sistem Small Scale Electronic Procurement (SSeP) di BP Indonesia. Penelitian dilakukan dengan metode survei di Jakarta pada tahun 2007 terhadap para vendor yang menggunakan sistem e-procurement untuk mengikuti pelelangan yang diadakan BP Indonesia. Penelitian ini memerlukan berbagai data dan informasi, baik yang sifatnya kuantitatif maupun kualitatif yang didapatkan dengan cara berikut. Pertama, Riset Perpustakaan. Penelitian yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan informasi berdasarkan literatur, jurnal, dan buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Kedua, riset lapangan. Penelitian dilakukan dengan survei perusahaan objek penelitian. Dengan melakukan riset lapangan ini diharapkan data dan informasi yang diperoleh lebih akurat. Survei dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada vendor dan buyer.

Subjek penelitian in adalah vendor yang menggunakan sistem e-procurement

dalam mengikuti proses tender di BP Indonesia. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut.

2

n .z

b

(0.067.96)2

n =(0.2)2

= 44

Keterangan:

n = Ukuran sampel yang diperlukan

b = Perbedaan antara yang ditaksir dengan tolak ukur penafsiran z = Taraf kepercayaan yang ditetapkan

= Simpangan baku

Dengan derajat kepercayaan sebesar 95% maka ukuran sampel yang akan diteliti

adalah sebesar 44 orang dari populasi.

Variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.

Pertama, Variabel Bebas, yaitu Keandalan sistem ( X 2 , X '2 ); Kemudahan Penggunaan

( X 3 , X '3 ); Tingkat Efisiensi ( X 4 , X '4 ).

Keterangan:

X1 , X 2 , X 3 , X 4

merupakan variabel yang berhubungan dengan pandangan pengguna

mengenai kinerja sistem SSeP saat ini.

X '1 , X '2 , X '3 , X '4

merupakan variabel yang berhubungan dengan harapan pengguna

mengenai kinerja sistem SSeP saat ini.

Kedua, Variabel Terikat. Variabel terikat yang digunakan adalah tingkat kepuasan pengguna terhadap sistem SSeP (Y).

Ketiga, Skala yang digunakan. Penelitian ini menggunakan skala likert dengan penilaian sebagai berikut:

a) 1 = Sangat tidak setuju b) 2 = Tidak setuju

c) 3 = Setuju

d) 4 = Sangat setuju

Penelitian ini memakai dua analisis statistik, yaitu analisis uji t-berpasangan (paired t-test) dengan derajat signifikansi sebesar 0.025 dan analisis pada harapan dan kinerja sistem. Analisis uji t-berpasangan digunakan untuk menganalisis kesenjangan antara harapan pengguna terhadap kinerja sistem e-procurement dengan kinerja nyata sistem tersebut. Kemudian analisis pada harapan dan kinerja sistem untuk melihat secara lebih terperinci faktor apa yang perlu diperbaiki dari sistem tersebut.

Penelitian ini telah merumuskan beberapa hipotesis sesuai dengan variabel yang digunakan. Kemudian hipotesis akan diuji dengan pendekatan statistik untuk membentuk kesimpulan yang dibutuhkan sebagai hasil dari penelitian.

Hipotesis Fungsionalitas

H 0 : 1 2

H1 : 1 < 2

H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem dimensi

fungsionalitas.

H1 : Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi fungsionalitas.

Hipotesis Keandalan

H 0 : 1 2

H1 : 1 < 2

H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem dimensi

kehandalan.

H1 : Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi kehandalan.

Hipotesis Kemudahan

H 0 : 1 2

H1 : 1 < 2

H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem dimensi

kemudahan.

H1 : Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi kemudahan.

Hipotesis Tingkat Efisiensi

H 0 : 1 2

H1 : 1 < 2

H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem dimensi

tingkat efisiensi.

H1 : Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi tingkat efisiensi.

Hipotesis Kepuasan secara Keseluruhan

H 0 : 1 2

H1 : 1 < 2

H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem dimensi

kepuasan secara keseluruhan.

H1 : Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi kepuasan secara keseluruhan.

Selain hipotesis tersebut, digunakan pula hipotesis untuk melihat kesenjangan kepuasan,

H 0 : 1 2

H1 : 1 < 2

H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem.

H1 : Kinerja sistem lebih besar dari harapan pengguna.

Gambar 2.10 menggambarkan kerangka pikir penelitian pada Jurnal Evaluasi

Sistem Small Scale Electronic Procurement di BP Indonesia.

Analisa Sistem e-procurement yang sedang berjalan pada BP Indonesia

Teknik pengumpulan data

Wawancara

Kuesioner

Observasi

Analisa kepuasan userEvaluasi sistem e-procurement

yang sedang berjalan

Analisa GAP

Hasil Analisa GAP dan Evaluasi

E-Procurement

Kesimpulan dan Saran

Gambar 2.10. Kerangka Pikir Penelitian pada Jurnal Evaluasi Sistem Small

Scale Electronic Procurement di BP Indonesia

Penelitian menggunakan data yang diperoleh dari responden yang mengisi kuesioner yang dikirim melalui email sejak 15 Januari 2 Februari 2007. Sesuai dengan perhitungan sampel, data kuesioner yang diperlukan berjumlah 44. Dari profil pengguna berdasarkan masa kerja, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, lama penggunaan, frekuensi pemakaian, sebagian besar pemakai SSeP adalah laki-laki,

dengan tingkat pendidikan rata-rata S1, berusia 31-39 tahun, dengan masa kerja