bab i1.docx

Upload: kiki-masha

Post on 17-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Al-Quran merupakan kitab suci yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Quran merupakan pegangan hidup umat manusia, karena Al-Quran mengandung segala sumber hukum, ilmu penetahuan, serta berisi tentan tata cara kehidupan kita dalam keseharian.Dalam kesempatan ini penulis akan mencoba untuk menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan tentang masalah dua hal yang berlawanan tetapi satu sama lain diantara keduanya tidak dapat dipisahkan yaitu masalah kebaikan dan kejahatan, diantaranya adalah surah al-anam ayat 160 dan 22, an-Nisa ayat 79, Hud ayat 114 serta surah al-Hijr ayat 39-40.

BAB IITAFSIR AYAT-AYAT TENTANG KEBAIKAN DAN KEJAHATAN

A. QS. Al-Anam : 160Pada suatu waktu Rasulullah SAW pernah bersabda: Barang siapa berpuasa tiga hari pada tanggal purnama di setiap bulan, berarti dia telah berpuasa setahun penuh. Pada suatu ketika yang lain rasulullah SAW juga pernah bersabda: Shalat Jumat sampai dengan Jumat berikutnya adalah merupakan tebusan dosa (kafarat), bahkan ditambah tiga hari sesudahnya. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke 160 dari surah al-Anam sebagai dukungan dan membetulkan apa yang telah disabdakan Rasulullah SAW. (HR. Ahmad, Nasai, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Thabrani dari Hisyam bin Martsad dari Muhammad bin Ismail dari ayahnya dari Dhamdham bin Zarah dari Syuraih bin Ubaid dari abi Malik al-Asyari)[footnoteRef:1][1] [1: [1] A. Mudjab Mahali, ASBABUN NUZUL: Studi Pendalaman al-Quran surat al-Baqarah an-Nas, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Persada,2002, hlm. 391-392]

Ayat yang dimaksud yaitu :

160. Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).

Ayat ini menjelaskan bahwa pembalasan Allah SWT. sungguh adil, yakni barang siapa diantara manusia yang datang membawa amal yang baik, yakni berdasar iman yang benar dan ketulusan hati, maka baginya pahala sepuluh kali lipatnya yakni sepuluh kali lipat amalnya sebagai karunia dari Allah SWT; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang buruk maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, itu pun jikalau allah menjatuhkan sanksi atasnya, tetapi tidak sedikit keburukan hamba yang dimaafkannya. Kalau allah menjatuhkan sanksi, maka itu sangat adil, dan dengan demikian mereka yakni yang melakukan kejahatan itu sedikitpun tidak dianiaya tetapi masing-masing akan memperoleh hukuman setimpal dengan dosanya. Adapun yang berbuat kebajikan, maka bukan saja mereka tidak dianiaya, bukan juga mereka diberi ganjaran yang adil, tetapi mereka mendapat anugerah dari Allah SWT.[footnoteRef:2][2] [2: [2]M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-4,Jakarta: Lentera hati, 2003,hlm.352]

Ayat ini memerintahkan kita supaya memperbanyak berbuat baik. Artinya ialah barang siapa yang dating kepada Allah di hari kiamat dengan sifat-sifat yang baik, maka ia akan mendapat ganjaran atau pahala dari Allah SWT.Dan barang siapa yang nantinya menghadap Allah dengan sifat-sifat jahat yang telah tertanam dalam dirinya, maka ganjaran siksaan yang akan diterimnya adalah setimpal dengan kejahatannya. Artinya suatu kejahatan tidaklah akan dibalas dengan sepuluh kali ganda siksaan. Maka ayat ini memberikan kejelasan benar bagi kita bahwasanya sifat Rohman dan Rohim Allah lebih berpokok dari sifat murkanya Allah SWT.B. QS. An-Nisa : 79Orang-orang munafik apabila dalam bertanam, mencari rezeki, berdagang dan dalam berkeluargabaik dari sisi sanak kerabat maupun anak-anaknya mendapat kebaikan, maka mereka mengatakan bahwa semua itu datang dari Allah SWT. Sebaliknya, kalau mereka mendapat musibah, baik dalam mencari rezeki maupun dalam keluarga selalu menyalah-nyalahkan Rasulullah SAW. Muhammad sebagai penyebab datangnya musibah. Hal itu mereka lakukan karena dalam lahiriyahnya mereka cinta dan tunduk kepada Rasulullah SAW. Tetapi dalam batinnya sangat benci terhadap ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. Sehubungan dengan itu Allah menurunkan ayat ke-78 dan ke-79 dari surah an-Nisa sebagai ketegasan, bahwa semua itu datang dari Allah. Musibah datang bukan karena mengikuti ajaran Muhammad, dan bukan pula Muhammad penyebabnya. Tetapi atas kehendak Allah SWT, dimaksudkan sebagai ujian bagi mereka. (HR. Abu Aliyah dari Suddi)[footnoteRef:3][3] [3: [3]A.Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Quran, surah al-Baqarah an-Nas,Jakarta:PT Radja Grafindo Persada,2002,hlm. 248]

Surah an-Nisa ayat 79 yaitu :79. Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi.

Ayat ini menegaskan sisi upaya manusia yang berkaitan dengan sebab dan akibat. Hukum-hukum alam dan kemasyrakatan cukup banyak dan beraneka ragam. Dampak baik dan dampak buruk untuk setiap gerak dan tindakan telah ditetapkan Allah melalaui hukum-hukum tersebut, manusia diberi kemampuan memilah dan memilih, dan masing-masing akan mendapatkan hasil pilihannya. Allah sendiri melalui perintah dan larangan-Nya menghendaki, bahkan menganjurkan kepada manusia agar meraih kebaikan dan nikmat-Nya, karena itu ditegaskan-Nya bahwa, apa saja nikmat yang engkau peroleh, wahai Muhammad dan semua manusia, adalah dari Allah, yakni Dia yang mewujudkan anugerah-Nya, dan apa saja bencana yang menimpamu, engkau wahai Muhammad dan siapa saja selain kamu, maka bencana itu dari kesalahan dirimu sendiri, karena Kami mengutusmu tidak lain hanya menjadi Rasul untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan Allah kepada segenap manusia, kapan dan di mana pun mereka berada. Kami mengutusmu hanya menjadi Rasul, bukan seorang yang dapat menentukan baik dan buruk sesuatu sehingga bukan karena terjadinya bencana atau keburukan pada masamu kemudian dijadikan bukti bahwa engkau bukan Rasul. Kalaulah mereka menduga demikian, biarkan saja. Dan cukuplah Allah menjadi saksi atas kebenaranmu.Ayat diatas secara redaksional ditujukan kepada Rasulullah saw., tetapi kandungannya terutama ditujukan kepada mereka yang menyatakan bahwa keburukan bersumber dari Nabi atau karenakesialan yang menyertai beliau. Pengarahan redaksi ayat ini kepada Nabi membuktikan bahwa kalau beliau yang sedemikian dekat dengan kedudukannya di sisi Allah serta sedemikian kuat ketakwaannya kepada Allah tetap tidak dapat luput dari sunnatullah dan takdir-Nya, maka tentu lebih-lebih yang lain. Allah tidak membedakan seseorang dari yang lain dalaqm hal sunnatullah ini.[footnoteRef:4][4] [4: [4] M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-2,Jakarta: Lentera hati, 2000,hlm.497]

Setiap kebaikan yang diperoleh oleh orang mukmin, sesungguhnya berasal dari karunia dan kemurahan Allah, di ayat ini ada dua hal yang perlu diketahui : Bahwa segala sesuatu yang berasal dari sisi Allah, dalam arti bahwa Dialah yang menciptakan segala sesuatu dan menggariskan aturan-aturan. Manusia terjerumus kedalam keburukan tidak lain disebabkan dia lalai untuk mengetahui sunnah-sunnah. Sesuatu dikatakan buruk, sebenarnya disebabkan oleh tindakan manusia itu sendiri.Berdasarkan pandangan ini, maka kebaikan berasal dari karunia Allah secara mutlak, dan keburukan berasal dari diri manusia sendiri secara mutlak. Masing-masing dari dua kemutlakan ini mempunyai posisi pembicaraan tersendiri. Telah banyak dasar yang menyatakan bahwa ketaatan kepada Allah merupakan salah satu sebab mendapatkan nikmat, dan bahwa kedurhakaaan kepadanya merupakan salah satu jalan yang mendatangkan kesengsaraan. Ketaatan kepadanya adalah mengikuti sunnah-sunnah-Nya dan menggunakan jalan-jalan yang telah diberi-Nya pada tempat mestinya.Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan ajaran Allah. Dia tidak mempunyai urusan dan campur dalam perkara kebaikan dan keburukan yang menimpa manusia, karena beliau diutus menyampaikan ajaran menyampaikan hidayah.Dan cukuplah Allah menjadi saksi. Sesungguhya rasul diutus kepada seluruh umat manusia hanya sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, bukan sebagai orang yang berkuasa atau untuk mengubah dan mengganti aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT.C. QS. Hud : 114Imam Tarmidzi dan lain-lainnya telah meriwayatkan sebuah hadits melalui Abu Yusr yang telah menceritakan, aku kedatangan seorang wanita yang mau membuli buah korma. Lalu aku katakan kepadanya, bahwa di dalam rumah terdapat buah-buah korma yang lebih baik daripada yang di luar. Kemudian wanita itu masuk kedalam rumah bersamaku, dan (sesampainya di dalam rumah) aku peluk dia dan kuciumi. Setelah peristiwa itu aku menghadap kepada Rasulullah dan menceritakan semua kisah yang kualami itu kepadanya. Maka Nabi saw bersabda: Apakah engkau berani berbuat khianat seperti itu terhadap istri seorang mujahid yang sedang berjuang di jalan Allah ?. selanjutnya Rasulullah menundukkan kepalanya dalam waktu yang cukup lama hingga Allah menurunkan ayat ke 114 dari surah Hud.[footnoteRef:5][5] [5: [5] Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi, tafsir jalaludin berikut asbabun nuzul jilid 2,bandung: sinar baru al-gensindo,2004,hlm.943]

114. Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.

Ayat ini mengajarkan: dan dirikanlah shalat dengan teratur dan benar sesuai dengan ketentuan, rukun, syarat dan sunnah-sunnahnya pada kedua tepi siang yakni pagi dan petang, atau Subuh, Dzuhur dan Ashar dan pada bagian permulaan daripada malam yaitu Maghrib dan Isya, dan juga bisa termasuk Witir dan Tahajud. Yang demikian itu dapat menyucikan jiwa dan mengalahkan kecenderungan nafsu untuk berbuat kejahatan. Sesungguhnya kebajikan-kebajikan itu yakni perbuatan-perbuatan baik seperti shalat, zakat, shadakah, istighfar, dan aneka ketaatan lain dapat menghapuskan dosa kecil yang merupakan keburukan-keburukan yakni perbuatan-perbuatan buruk yang tidak mudah dihindari manusia. Adapun dosa besar, maka itu membutuhkan ketulusan hati untuk bertaubat, permohonan ampun secara khusus dan tekad untuk tidak mengulanginya. Iitu yakni petunjuk-petunjuk yang disampaikan sebelum ini yang sungguh tinggi nilainya dan jauh kedudukannya itulah peringatan yang sangat bermanfaat bagi orang-orang yang siap menerimanya dan yang ingat tidak melupakan Allah.Disamping mengandung makna bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa kecil apabila seseorang telah mengerjakan amal-amal saleh, juga mengandung makna bahwa amal-amal saleh yang dilakukan seseorang secara tulus dan konsisten akan dapat membentengi dirinya sehingga dengan mudah dia dapat terhindar dari keburukan-keburukan. Makna semacam ini sejalan juga dengan firman Allah dalam surah al-Ankabut ayat 45, yang artinya sesungguhnya shalat mencegah perbuatan keji dan munkar ".[footnoteRef:6][6] [6: [6] M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-6,Jakarta: Lentera hati, 2002,hlm.355-357]

Dalam tafsir at-Tabari dijelaskan bahwa ada beberapa faedah yang dikandung ayat ini adalah penjelasan untuk mendirikan salat wajib. Ayat ini menjelaskan secara ringkas semua waktu shalat yang wajib. Karena kedua tepi siang mencakup shalat subuh, shalat dzuhur dan shalat ashar. Adapun bagian permulaan malam mencakup shalat maghrib dan isya. Namun Imam Ath-Thabari lebih memilih pendapat bahwa bahwa shalat pada kedua tepi siang itu maksudnya adalah shalat subuh dan maghrib.Ayat ini menjelaskan bahwa shalat termasuk diantara al-hasanat (amal saleh). Ayat ini juga menjelaskan bahwa al-Quran sebagai mauizhan (nasihat) bagi mereka yang mengingat-ingat. Orang-orang yang ingat disebut secara khusus disini karena mereka yang mendapat manfaat dari nasihat itu.[footnoteRef:7][7] [7: [7] Kementrian agama RI, syaamil. Al-Quran miracle the reference, saygma publishing, Bandung: 2010,hlm.466]

D. QS. Al-Anam : 22Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Dhahak dari Ibnu Abbas menceritakan bahwa ketika ayat ke-18 dari surat al-Mujaadilah yang menegaskan tentang kehidupan di hari kiamat nanti diturunkan, orang-orang munafik tidak bisa menerima kabar tersebut. Sehubungan dengan itu Allah menurunkan ayat ke-22 25 sebagai ketegasan tentang keadaan mereka. Mereka akan menerima akibat dari kedustaan mereka terhadap diri sendiri, yaitu menganggap al-Quran hanya sebagai dongengan belaka.[footnoteRef:8][8] [8: [8] M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-2,Jakarta: Lentera hati, 2000,hlm.362]

22. Dan (ingatlah), hari yang di waktu itu kami menghimpun mereka semuanya Kemudian kami Berkata kepada orang-orang musyrik: "Di manakah sembahan-sembahan kamu yang dulu kamu katakan (sekutu-sekutu) kami?". Dan (ingatlah) hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semuanya. Firman Allah ini mengandung makna: dan ingatlah hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka. Kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik, Di manakah sembahan-sembahan kamu. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan cemoohan, bukan pertanyaan untuk menuntut jawaban, yang dulu kamu katakan (sekutu-sekutu) Kami ? Yakni, bahwa mereka adalah orang-orang yang dapat memberikan pertolongan kepada kalian disisi Allah, sesuai dengan dugaan kalian, dan bahwqa mereka dapat mendekatkan kalian kepada-Nya. Ini adalah celaan terhadap mereka. Ibnu Abbas berkata, Setiap kata zam (dugaan) di dalam al-Quran, maknanya adalah kebohongan.[footnoteRef:9][9] [9: [9][9] Syaikh Imam al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, Jakarta; Pustaka Azzam,2008.]

Kalaupun di dunia ini mereka belum merasakan akibat penganiayaan itu, maka suatu ketika pasti mereka akan menyesal, yakni pada hari kiamat nanti. Karena itu ingatlah,kebohongan mereka terhadap Allah dalam kehidupan dunia ini, ingatlah itu pada hari yang di waktu itu kami menghimpun mereka semua secara paksa dan dalam keadaan hina dina, baik ahl al-kitab, maupun kaum musyrik serta apa yang mereka sekutukan dengan Allah, seperti berhala-berhala kemudian Kami melalui para malaikat berkata kepada orang-orang musyrik yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu, baik berhala, manusia, maupun cahaya atau gelap, bahkan sembahan apa saja : Di manakah sembahan-sembahan kamu yang dahulu kamu kira dan akui secara lisan dan pengalaman sebagai sekutu Kami ? Mintalah kepada mereka agar membantu dan menyelamatkan kamu dari siksa yang sedang dan akan kamu hadapi. Sungguh aneh sikap mereka ketika itu lagi jauh dari yang dapat dibayangkan, sebagaimana dipahami dari kata kemudian.Ayat ini dapat juga dihubungkan dengan ayat terdahulu dengan menjadikan ayat ini sebagai jawaban dari satu pertanyaan yang timbul dalam benak siapa yang mendengar ayat terdahulu yang menyatakan bahwa tidak akan berbahagia orang-orang yang zalim. Seakan-akan ada yang bertanya. Bagaimana mereka tidak akan berbahagia ? pertanyaan ini dijawab : itu disebabkan karena kelak di Hari Kemudian Allah akan menggiring mereka ke Padang Mahsyar dan akan meminta pertanggung jawaban atas dosa-dosa mereka, khususnya menyangkut persekutuan terhadap Allah.Seperti terbaca diatas, kata Jamiian/semua mencakup penyembah dan yang disembah selain Allah. Itu sebabnya lanjutan ayat menyatakan kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik, bukan menyatakan kami berkata kepada mereka. Dihimpunnya para sembahan itu, untuk lebih menampakkan kehinaan dan kerendahan serta ketidak berdayaan mereka, dan untuk membuktikan bahwa walau sembahan-sembahan itu hadir dihadapan mereka, namun mereka sedikitpun tidak dapat membantu, bahkan mereka akan berlepas diri dari apa yang dilakukan sembahan-sembahan itu demikian juga para penyembahnya. Kata Tsumma/kemudian pada firman-Nya kemudian kami berkata pada orang-orang musyrik untuk mengisyaratkan jarak waktu penantian yang cukup lama antara keberadaan orang-orang musyrik dan sembahan mereka di padang mahsyar, dengan perkataan/pertanyaan yang diajukan kepada mereka. Jarak waktu penantian itu, menjadikan mereka lebih gelisah, sekaligus menunjukkan betapa mereka tidak diperhatikan bahkan diabaikan begitu lama, untuk lebih menghina dan melecehkan mereka.Kata Aina/di mana, digunakan untuk menanyakan tempat sesuatu, sebagaimana digunakan juga untuk menanyakan sesuatu walau tidak memiliki tempat, tetapi diharapkan apa yang ditanyakan itu menjadi perhatian atau dikerjakan. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sembahan-sembahan mereka ikut dikumpulkan di padang mahsyar. Jika demikian, pertanyyan tentang di mana pada ayat ini, bukanlah pertanyaan tempat keberadaan mereka, tetapi tentang peranan mereka dalam membantu para penyembahnya. Pertanyyan itu dimaksudkan sebagai kecaman dan ejekan karena ketika itu sungguh jelas ketidakmampuan yang disembah menolong siapa yang pernah menyembahnya.[footnoteRef:10][10] [10: [10] M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-4,Jakarta: Lentera hati, 2003,hlm.51-53]

E. QS. Al-Hijr : 39-4039. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya,40. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka".

setelah Allah menyampaikan bahwa Iblis akan termasuk mereka yang ditangguhkan hidupnya hingga waktu tertentu, Iblis berkata, Tuhanku, disebabkan oleh penyesatan-Mu terhadap diriku yakni kutukan-Mu terhadapku hingga hari kemudian, maka pasti aku akan memperindah bagi mereka yakni menjadikan mereka memandang baik perbuatan maksiat serta segala macam aktivitas di muka bumi yang mengalihkan mereka dari pengabdian kepada-Mu, dan pasti pula dengan demikian aku akan dapat menyesatkan mereka semuanya dari jalan lurus menuju kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Upaya tersebut akan menyentuh semua manusia, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas diantara mereka, yakni yang engkau pilih karena mereka telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Mu.[footnoteRef:11][11] [11: [11] M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-7,Jakarta: Lentera hati, 2002,hlm.128-129]

Allah berfirman memberi tahu bahwa iblis berkata kepadanya, Ya Tuhanku, dikarenakan engkau telah menakdirkan aku tersesat, maka pasti aku akan menyesatkan anak cucu adam dengan membujuk mereka memandang baik segala perbuatan maksiat dan mendorong mereka dengan segala tipu daya agar mereka menjauhi segala perintahmu dan pasti aku akan berhasil dalam usaha penyesatanku ini kecuali terhadap beberapa hamba-hamba-Mu yang memperoleh taufik dan hidayah untuk menaati segala petunjuk dan perintahmu.[footnoteRef:12][12] [12: [12] PT. Bima Ilmu, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Surabaya: PT Bima Ilmu Offset,2003,hlm.519-520]

BAB IIIPENUTUPKesimpulan1. Surat al-Anam ayat 160Pada ayat ini dapat disimpulkan bahwa Allah benar-benar maha adil, dimana Allah akan selalu memberikan karunia-Nya kepada umatnya yang beribadah dengan dasar keimanan dan ketulusan hati dengan memberikan ganjaran pahala sepuluh kali lipat dari amal saleh yang telah dikerjakan, serta hanya memberikan ganjaran yang sesuai dengan maksiat yang dikerjakakdikerjakan manusia.2. Surat an-Nisa ayat 79Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa segala sesuatu kebaikan yang menimpa umat manusia adalah secara mutlak dating dari Allah dan segala sesuatu yang buruk yang menimpa manusia semata-mata karena perbuatan manusia itu sendiri.3. Surat Hud ayat 114Pada ayat ini dijelaskan bahwa segala amal saleh khususnya yang terdapat dalam ayat ini yaitu shalat wajib yang lima waktu dapat menghapus dosa-dosa kecil, dan apabila amal saleh yang dilakukan seseorang secara tulus dan konsisten akan dapat membentengi dirinya sehingga dengan mudah dia dapat terhindar dari keburukan-keburukan.4. Surat al-Anam ayat 22Pada ayat ini Allah akan menunjukkan bahwa Tuhan yang patut disembah hanyalah Allah semata kepada orang-orang yang telah menyekutukannya, dan juga membuktikan bahwa apa yang dulu mereka sembah tidak akan bisa menolong mereka dari siksa Allah SWT.5. Surat al-Hijr ayat 39-40Pada ayat ini disinggung bahwasanya manusia itu mempunyai dua poitensi, yaitu potensi baik dan potensi keburukan. Iblis berusaha ingin memuncukan potensi keburukan yang ada pada diri manusia agar manusia selalu berada di jalan kemaksiatan, terkecuali manusia yang mampu menimbulkan potensi baiknya agar terhindar dari segala macam tipu daya Iblis.

home my blog random post at forumTop of Form

Bottom of Form

Jumat, 30 April 2010ayat-ayat tentang kebajikan dan kejahatan BAB IPENDAHULUANAl-Quranul karim adalah kitab yang oleh Rasulullah dinyatakan sebagai madubatullah (hidangan Ilahi). Hidangan ini membantu manusia untuk memperdalam pemahaman dsan penghayatan tentang Islam dan merupakan pelita bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Kitab suci ini juga memperkenalan dirinya sebagai hudan li an-naas (petunjuk bagi seluruh umat manusia). Al-Quran memiliki tiga aspek: 1) Aqidah, 2) Syariah, 3) Aklak. Pencapaian ketiga tujuan pokok ini diusahaan oleh Al-Quran melalui empat cara, yaitu:1. peritah memperhatikan alam raya2. perintah mengamati pertumbuhan dan perkembangan manusia3. kisah-kisah4. janji serta ancaman duniawi atau ukhrawiTafsir Al-Quran adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat-tingkat, sehingga apa yang dicerna atau diperoleh oleh seorang penafsir ari Al-Quran bertingkat-tingkat pula. Tujuan dari tafsir itu sendiri adalah memahami ayat-ayat Al-Quran serta maknanya, hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, akhlak-akhlaknya serta petunjuk-petunjuknya untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Faidah kita mempelajarinya adalah memelihara diri dari kesalahan dalam memahami Al-Quran. Sementara maksud mempelajari tafsir adalah mengetahui petunjuk-petunjuk Al-Quran, hukum-hukum dengan cara yang tepat.BAB IIPEMBAHASANsurah Al Anam ayat 160Dalam ayat ini Allah menjelaskan pembalasan umum atas amal kebajikan di akhirat, yaitu iman dan amal saleh, serta pembalasan atas amal kenmaksiatan, yaitu kufur dan keji, baik yang lahir maupun yang batin.Ayat 160

Barangsiapa mengerjakan sesuatu kebajikan, maka (pembalasan) baginya sepuluh ganda kebajikan. Barang siapa melakukan kejahatan (kemaksiatan), maka tidak diberi pembalasan kecuali sesuai (seimbang) dengan apa yang dilakukannya. Mereka sedikitpun tidak dianiaya (dizalimi)Tafsir- man jaa-a bil hasanati fa lahuu asy-ru ma am-tsaalihaa = barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan, maka (pembalasan) baginya sepuluh ganda kebajikan.maksudnya adalah siapa yang datang pada hari kiamat dengan sesuatu pekerjaan yang baik, maka Allah akan membalasnya dengan sepuluh kali lipat dari kebajikan yang dilakukannya itu. Bahkan, mungkin akan dilipatgandakan pembalasannya sampai 700 kali atau lebih, menurut kehendak Allah.Hal ini berkaitan dengan hadist qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibn Abbas :

Sesungguhnya Allah menulis semua kebaikan dan semua kejahatan (kemaksiatan). Barangsiapa ingin mengerjakan suatu kebajikan, tetapi tidak jadi dikerjakan, Allah menulis untuknya satu kebajikan yang sempurna. Jika dia ingin mengerjakan kebajikan itu, maka Allah menulis untuknya sepuluh kebajikan sampai 700 kali sehingga berganda-ganda kelipatannya. Barang siapa yang ingin mengerjakan satu kejahatan (kemaksiatan), tetapi batal mengerjakannya, niscaya Allah menulisnyasatu kebajikan yang sempurna. Jika dia nmengerjakannya, maka Allah menulis baginya hanya satu kejahatan. yang dimaksud dengan Allah menulis kebajikan dan kejahatan adalah Allah memerintahkan para malaikat untuk mencatatnya.Dalam suatu hadist dinyatakan bahwa jika niat berbuat jahat (maksiat) itu ditinggalkan karena Allah, barulah ditulis sebagai suatu kebajikan.- Wa man jaa-a bis sayyi-ati fa laa yujzaa illaa mits-lahaa = barangsiapa melakukan kejahatan (kemaksiatan), maka tidak diberi pembalasan kecuali sesuai (seimbang) dengan apa yang dilakukannya.Siapa yang melakukan perbuatan berdosa, maka akan diberi pembalasan seimbang dengan apa yang diperbuatnya, tidak dilebihkan (dilipatgandakan) atau dikurangi.- Wa hum laa yuzh-lamuun = mereka sedikit pun tidak dianiaya (dizhalimi).Masing-masing golongan, yaitu golongan yang berbuat kebajikan dan golongan yang berbuat kemaksiatan, haknya (hak memperoleh pembalasan atau amal perbuatannya) tidak akan dikurangi atau tidak akan dizhalimi. Baik oleh Allah sendiri ataupun oleh makhluk yang lain.Sementara dalam tafsir al-misbah, firman-Nya: barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya sepuluh kali lipatnya; penilaian dan pelipatgandaan itu tentunya kembali kepada Allah swt. Disisi lain, ia tidak hanya terbatas pada sepuluh kali lipat, tetapi bisa melebihinya sebagaimana diisyaratkan oleh Qs. Al-Baqarah [2]: 261: perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yag menumbuhkan tujuh butir, pada setiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.Firman-Nya: barangsiapa membawa perbuatan yang buruk maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengannya, penggalan ayat ini ditampilkan dalam bentuk pembatasan, yaitu melalui kalimat: tidak diberi pembalasan melainkan, karena yang ditekankan di sini adlah sisi keadilan Ilahi, berbeda dengan penggalan yang lalu, di sana yang ingin ditekankan di sini adalah sisi kemurahan-Nya. Perlu dicatat bahwa kemurahan Ilahi akan diperoleh juga jika kejahatan yang telah direncanakan dibatalkan oleh kesadaran perencananya, karena kesadaran dan pembatalan itu dinilai sebagai satu kebaikan.ThabathabaI mengemukakan makna tambahan di samping makna di atas, berdasarkan hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya. Yakni, setelah diuraikan pada ayat-ayat yang lalu tentang persatuan dan kesatuan dalam kebenaran juga perselisihan dan pengelompokan dalam tujuan, maka apa yang dikemukakan itu merupakan dua hal yang bertolak belakang, yang baik dan buruk. Allah akan membalas masing-masing dengan pembalasan yang sesuai tanpa sedikit penganiayaan pun: barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya sepuluh kali lipatnya, dan barang siapa membawa perbuatan yang buruk, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengannya. Dengan demikian, ayat ini serupa dengan ayat-ayat lain seperti firman-Nya: Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa (Qs. Asy-Syura [42]: 40). Surah an-Nisaa ayat 79Asbabunnuzul ayatAyat ini diturunkan untuk menolak pengaitan nasib buruk (sial) dengan seseorang. Suatu bencana (musibah) yang menimpa suatu masyarakat tidak bisa dikatakan akibat kesialan seseorang.Ayat 79apa pun kebaikan yang terjadi terhadapmu adalah dari Allah. Adapun kejahatan yang terjadi atas dirimu adalah dari (kesalahan) kamu. Kami telah mengutus engkau menjadi rasul kepada manusia dan cukup Allah menjadi saksi.Tafsir- Maa a-shaabaka min hasanatin faminallaahi wa maa a-shaabaka min sayyi-atin famin nafsika =apapun kebaikan yang terjadi pada dirimu adalah dari Allah. Adapun kejahatan yang terjadi atas dirimu adalah dari (kesalahan) kamu.Maksud dari ayat ini adalah, tiap-tiap kebajikan yang kita peroleh merupakan keutamaan dari Allah dan limpahan karunia-Nya. Allahlah yang memudahkan bagimu untuk mendapatkan banyak kemanfaatan. Dengan taufik-Nya, kita bisa menempuh jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan. Sebaliknya, semua keburukan yang menimpa kita adalah dari kita sendiri, karena kita tidak mau menempuh jalan yang dikehendaki akal dan hikmah atau menurut sunnah-sunnah Allah. Mereka menuduh bahwa penyakit yang menimpa mereka disebabkan oleh Muhammad. Padahal, penyakit-penyakit keturunan adalah disebabkan oleh mereka sendiri.Disini ada dua hal yang harus diperhatikan:1. Segala sesuatu datang dari sisi Allah. Maksudnya Allahlah yang menjadikan (menciptakan) segala yang ada, baik yang terlihat maupun yang ghaib. Allah pula yang menciptakan aturan-aturan dan sunnah-sunnah (hukum objektif) agar kita mencapai sesuatu yang diinginkan dengan usaha kita sendiri. Segala sesuatu dalam pandangan ini, dianggap baik karena merupakan kenyataan atas keindahan ciptaan Allah.2. Manusia tidak terjerumus ke dalam sesuatu yang tidak menyenangkan, melainkan karena kecerobohan mereka sendiri dalam mengetahui sebab-sebab dan hukum-hukum alam. Oleh karena itu, keburukan disandarkan kepada manusia sebagai penyebabnya. Sakit, misalnya adalah sesuatu yang tidak menyenangkan manusia. Terjadinya sakit karena kelalaian manusia dalam menjalankan aturan-aturan makan, minum, bekerja, dan sebagainya. Kadangkala sesuatu disandarkan kepada Allah. Allahlah yang menciptakan sesuatu itu, walaupun di dalam sesuatu itu, juga terdapat hasil usaha manusia, baik dalam kebajikan ataupun keburukan. Dengan pandangan ini, pada diri manusia tertanam rasa optimistis kepada Allah, selain berhati-hati untuk menhindari terjadinya sesuatu keburukan.Beginilah yang berlaku di antara manusia, dua hal ini di kuatkan dengan nash-nash Al-Quran da as-Sunnah. Dengan pengertian inilah dikatakan, segala kebaikan yang kita peroleh merupakan keutamaan Allah semata, dan segala keburukan berasal dari manusia sendiri. Masing-masing pendapat itu ada tempatnya. - Wa arsalnaaka lin naasi rasuulaa = kami telah utus engkau menjadi rasul kepada manusia.Tafsir ayat ini yaitu, Hai Muhammad, engkau adalah seorang rasul, yang bertugas menyampaikan wahyu Ilahi. Engkau tidak campur tangan dalam hal-hal yang menimpa manusia. Mereka menuduh bahwa bencana-bencana yang terjadi itu disebabkan oleh kemalanganmu. Itu adalah tuduhan yang tidak berdasarkan akal sehat ataupun dalil Kitab, tetapi sebagai tuduhan kahufarat yang dibuat-buat.- Wa kafaa billahi syahiidaa = dan cukup Allahlah yang menjadi saksi.Allah sendiri cukup menjadi saksi bagiu mereka. Maksudnya, Allah menjelaskan bahwa Muhammad itu di utus kepada umat manusia sebagai pemberi kabar (ajaran) yang menggembirakan bagi orang yang beriman dan kabar menakutkan bagi orang yang kufur. Bukan sebagai pengbah hukum-hukum alam atau menggantinya.Surah Huud ayat 114Dalam ayat ini Allah memerintahkan kita mengerjakan seutama-utama ibadat yaitu sembahyang dan semulia-mulia keutamaan adalah sabar.Asbabunnuzul ayat diriwayatkan oleh imam Bukhari dan imam Muslim dari hadist Ibnu Masud yang menceritakan, bahwa ada seorang laki-laki yang telah mencium perempuan bukan muhrimnya. Kemudian laki-laki itu datang kepada Nabi saw. lalu menceritakan semua yang dialaminya itu. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Qs Huud, 114.Selanjutnya laki-laki itu bertanya: apakah hal ini khusus bagi dirikub saja?. Maka Nabi saw. menjawab: berlaku untuk ummatku semuanya. Imam Turmudzi dan lain-lainya telah meriwayatkan sebuah hadis melalui Abul yusr yang telah menceritakan, aku kedatangan seorang wanita yang mau membeli buah kurma. Lalu aku katakana kepadanya , bahwa di dalam rumah terdapat buah kurma yang lebih baik dari pada yang diluar. Kemudian wanita itu masuk ke dalam rumah bersamaku, dan (sesampainya di dalam rumah) aku peluk dia dan kuciumi. Setelah peristiwa itu aku menghadap kepada Rasulullah saw. dan menceritakan semua kisah yang kualami itu kepadanya. Maka Nabi saw. bersabda: apakah engkau berani berbuat khianat seperti itu terhadap istri seorang mijahid yang berjuang di jalan Allah?. Selanjutnya Rasulullah saw. menundukkan kepalanya dalam waktu yang cukup lama hingga Allah s.w.t. menurunkan wahyu-Nya kepadanya, yaitu:Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)....(Qs huud,114)Sampai dengan firman-Nya:Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat(Qs huud,114)Ayat 114

dirikanlah sembahyang pada dua tepi siang dan pada permulaan malam. Sesungguhnya semua semua kebajikan menghilangkan kejahatan. Itulah perigatan bagi semua orang yang suka mengambil pelajaran .Tafsir - wa aqimish shalaata tharafayin nahaari wa zulafam minal laili = dirikanlah sembahyang pada dua tepi siang dan pada permulaan malam.Tunaikanlah sembahyang dengan sebaik-baiknya dan sesempurna-sempurnanya, yakni sempyrna rukunnya, sempurna syarat, dan sempurnahaiahnya (cara-caranya), pada awal siang dan akhirnya, serta pada beberapa malam yang masuk kedalam siang dan beberapa jam siang yang masuk ke dalam malam.Pembatasan waktu ini melengkapi semua waktu sembahyang, sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat Kami yang lain. Petang, adalah waktu antara zhuhur dan magrib, yaitu sembahyang ashar. Sembahyang magrib adalah isya yang pertama dan atamah adalah isya yang kedua, yaitu merah telah hilang.Yang dimaksud dengan matahari tergelincir adalah mulai tergelincirnya mtahari sampai ke permulaan malam. Masuk ke dalamnya, selain sembahyang zhuhur adalah sembahyang ashar, magrib, dan isya. Yamg dimaksud dengan quraanal fajri adalah sembahyang subuh yang disaksikan oleh para malikat.Dikhususkan penyebutan sembahyang disini karena sembahyang merupakan seni ibadat untuk menyuburkan iman dan menolong mereka dari segala amalan yang lain.- Innal hasanaati yudz-hibnas sayyi-aati = sesungguhnya segala kebaikan itu menghlangkan kejahatan (kemaksiatan)Semua perbuatan kebajikan akan menutup dosa-dosa kejahatan (kemasiatan), sebab kebajikan mengheningkan jiwa dan memperbaikinya, serta menghapuskan pengaruh pekerjaan yang keji dan merusak jiwa.Yang dimaksud dengan kebaikan-kebaikan adalah amal saleh yang bersifat umum. Sedangkan yang dimaksud dengan kejahatan-kejahatan disni adalah dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar hanya ditutupi dengan bertaubat kepada Allah.Ada riwayat yang menyebutkan bahwa seorang laki-laki mencium seorang perempuan, lalu datang kepada Nabi mengajukan masalah itu. Seolah dia bermaksud bertanya, apakah yang menjadi kaffarat bagi dosanya itu. Maka turunlah ayat ini dan dirikanlah sembahyang pada dua tepi siang. Orang itu berkata: Apakah itu hanya untuk diriku saja? jawab Nabi: untuk semua orang yang mengamalkannya dari ummatku.Hadist ini memberikan pengertian bahwa dosa yang tidak ditentukan had (hukum) untuknya, dikaffaratkan oleh amal saleh. Adapun marhalah-marhalah tobat yang benar adalah:1. Mengetahui bencana dosa yang sudah kita kerjakan2. Menyesali diri karena telah berdosa3. Menguatkan kemampuan untuk tidak berbuat dosa itu lagi, dan4. Mengerjakan amalan yang saleh, yang menyucikan jiwa.Surah Al Anam ayat 22Dalam ayat ini Allah menjelaskan kedustaan mereka (orang madidah) dan tuduhannya bahwa mereka tidak mengenal Muhammad. Sebenarnya mereka menegenal Muhammad dengan kenabian dan kerasulannya, sebagaimana mengenal anak-anak mereka sendiri.Asbabunnuzul ayatAyat ini turun ketika Umar tiba di Madinah, beliau bertanya kepada Abdullah ibn Salam tentang pengetahuannya mengenai Muhammad. Maka dia menjawab: wahai Umar, aku mengenalnya ketika aku telah melihatnya, seperti aku mengenal anakku sendiri. Aku mengakui bahwa dia hak (benar) disisi Allah.Ayat 22Dan (ingatlah) pada hari kamis mengumpulkan mereka, Kami bertanya kepada orang-orang musyrik yang mempersekutukan Allah: manakah orang-orang yang akan menjadi penolongmu, yang selain Allah yang kamu dakwakan.Tafsir - Wa yauma nakh-syuruhum jamiian tsumma naquulu lil la-dziina asy-ruku aina syurakaa-ukumul la-dziina kuntum tazumuun = dan (ingatlah) pada hari Kami mengumpulkan mereka, Kami bertanya kepada orang-orang musyrik yang mempersekutukan Allah: manakah orang-orang yang akan menjadi penolongmu, yang selain Allah yang kamu dakwakan?Sebutkan, wahai Rasul, kepada mereka tentang hari, yang Kami mengumpulkan mereka dari berbagi derajat. Tidak ada jarak antara satu agama dengan agama yang lain, semua memandang kufur itu satu. Katakana juga kepada mereka yang mempersekutukan Allah: mana penolong-penolongmu(sesembahanmu selain Allah)? Mereka tidak terlihat disni beserta kamu (Qs. Al anam: 94). Pertanyaan ini semata untuk menegur mereka.Dalam tafsir al misbah ayat ini ditafsirkan:Kalaupun di dunia ini mereka belum meraskan akibat penganiayaan itu, maka suatu ketika mereka pasti akan menyesal, yakni pada hari kiamat nanti. Karena itu Dan ingatlah, kebohongan mereka terhadap Allah dalam kehidupan dunia ini, ingatlah pada hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semua secara paksa dan dalam keadaan hina dina, baik Ahl al-Kitab, maupun kaum musyrikin serta apa yang mereka persekutukan dengan Allah, seperti berhala-berhala kemudian Kami melalui para malaikat berkata kepada orang-orang musyrik yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu, baik berhala, manusia, maupun cahaya atau gelap, bahkan sembahan apa saja: Dimanakah sembahan-sembahan kamu yang dahulu kamu kira dan akui secara lisan dalam pengalaman sebagai sekutu-sekutu Kami? Mintalah kepada mereka agar membantu dan menyelamatkan kamu dari siksa yang sedang akan kamu hadapi. Sungguh aneh sikap mereka ketika itu lagi jauh dari yang dapat dibayangkan, sebagaimana dipahami dari kata kemudian. Betapa tidak aneh, pada hari terbukanya segala tabir dan tersingkapnya segala kebohongan. Hal ini dikarenakan ketika itu pikiran mereka demikian kacau sehinggah tiadalah fitnah mereka, yakni jawaban dan ucapan ngawur yang tidak berdasar dari mereka, kecuali mengatakan: Demi Allah, Tuhan kami, demikian mereka bersumpah mengakui-Nya sebagai Tuhan dan demikian juga mereka berbohong dengan berkata kami tidak pernah mempersekutukan Allah. Bukankah ketika di dunia mereka mempersekutukan-Nya?Ayat ini juga dapat dihubungkan dengan ayat yang lalu dengan menjadikan ayat diatas sebagai jawaban dari satu pertanyaan yang timbul dalam benak siapa yang mendengar ayat yang lalu yang menyatakan bahwa tidak akan berbahagia orang-orang yang zhalim. Seakan-akan ada yang bertanya: bagaimana mereka tidak akan bahagia? pertanyaan ini dijawab, itu disebabkan karena kelak di hari Kemudian Allah akan menggiring mereka ke Padang Mahsyar dan meminta pertanggungjawaban atas dosa-dosa mereka, khususnya menyangkut persekutuan terhadap Allah.Seperti terbaca diatas kata jamian/ semua mencakup penyembah dan yang disembah selain Allah. Itu sebabnya lanjutan ayat menyatakan kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik, bukan menyatakan Kami berkata kepada mereka. Dihimpunnya yang disembah dan penyembah ditegaskan pula oleh (Qs. Ash-Shaffat[37]: 22): (Kepada malaikat diperintahkan): kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah.Dihimpunnya sembahan-sembahan mereka itu, untuk leboh menampakkan kehinaan dan kerendahan serta ketidakberdayaan mereka, dan untuk membuktikan bahwa walau sembahan-sembahan itu hadir dihadapan mereka, namun mereka sedikitpun tidak dapat membantu, bahkan mereka akan berlepas diri dari apa yang dilakukan sembahan-sembahan itu demikian juga para penyembahnya. Dalam ayat lain dikemukakan bahwa Nabi Isa as. pun dihimpun bersama ummatnya (Qs. Al-Maidah [5]: 116) bahkan setan pun diperlakukan demikian.Kata tsumma/ kemudian pada firman-Nya: Kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyri untuk mengisyaratkan jarak waktu penantian yang cukup lama antara keberadaan orang-orang musyrik dan sebahan mereka di padang Mahsyar, dengan perkataan/ pertanyaan yang diajukan kepada mereka. Jarak waktu penantian itu, menjadikan mereka lebih gelisah, sekaligus menunjukkan betapa mereka tidak diperhatikan bahkan diabaikan begitu lama, untuk lebih menghina dan melecehkan mereka.Kata aina/ di mana, digunakan untuk menanyakan tempat sesuatu, sebagaimana digunakan juga untuk menanyakan sesuatu walau tidak memiliki tempat, tetapi diharapkan apa yang ditanyakan itu menjadi perhatian atau dikerjakan. Seperti pertanyaan Umar Ibn al-Khatthab ra. kepada seorang pria yang bermaksud menceraikan istrinya: dimanakah amanah perkawinan yang engkau terima? atau pertanyaan seorang pengembala ketika diminta oleh Umar ra. agar menjual kambing milik tuannya, karena ketika itu pemilik kambing tidak ada; ketika itu sang pengembala berkata: dan dimanakah Allah?Sebagaimana dikatakan di atas, sembahan-sembahan mereka ikut dikumpulkan di Padang Mahsyar. Jika demikian, pertanyaan tentang di mana pada ayat ini,bukanlah pertanyaan tempat keberadaan mereka, tetapi peran mereka dalam membantu penyembahnya. Pertanyaan itu dimaksudkan sebagai kecaman dan ejekan karena ketika itu sungguh jelas ketidakmampuan yang disembah menolong siapa yang pernah menyembahnya.Surah Al- Hijr ayat 39 40Dalam ayat ini Allah menerangkan perintah-Nya kepada iblis untuk keluar dari golongan malaikat. Dalam hal ini juga diungkapkan Tanya jawab dengan iblis dan iblis hanya dapat mempengaruhi orang yang suka mengikutinya.Ayat 39-40berkatalah setan: Wahai Tuhanku, aku bersumpah demi Kamu yang telah menyesatkan aku. Sungguh aku akan membuat segala macam kemaksiatan di muka bumi tampak indah bagi mereka dan sungguh aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.Tafsir Qaala rabbi bi maa agh-waitanii la uzayyinanna lahum fil adhi wa la ugh-wiyannahum ajmaiin. Illaa ibaadaka minhumul much-la-shiin = berkatalah setan: Wahaia Tuhanku, aku bersumpah demi Kamu yang telah menyesatkan aku. Sungguh aku akan membuat segala macam kemaksiatan itu indah bagi mereka dan sungguh aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.Merasa dirinya telah masuk kedalam makhluk yang sesat, iblis berkata kepada Allah: Tuhanku, karena Engkau menyesatkan aku dan menghilangkan harappanku untuk memperoleh rahmat-Mu, maka aku akan membuat anak keturunan Adam akan memandang indah berbagai macam kemaksiatan. Aku akan menarik hati mereka untuk berbuat kemaksiatan. Aku akan menyesatkan mereka, sebagaimana Kamu menyesatka aku, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas mengerjakan ketaatan kepada-Mu dan kamu telah menaufikkannya untuk menerima hidayah-Mu. Terhadap mereka itu, aku tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhinya.Dalam kitab lain ditafsirkan:Kisah adam dan musuhnya disebut beberapa kali dalam al-Quran al-Karim. Namun di kisah ini mengandung pengulangan asal kejadian manusia, yaitu dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Tanah liat yang telah berubah baunya.Bagaimanapun manusia hidup dalam jangka waktu tertentu atau jembatan yang dilalui oleh manusia menuju tempat kembalinya yang abadi sesuai dengan amal yang telah diperbuatnya di dunia. Manusia yang tertipu adalah manusia yang lupa akan Tuhannya, asalnya dan tempat kembalinya.Iblis tidak memiliki kekuasaan atas manusia. Undang-undang tidak bias melindungi orang-orang yang lupa. Syaitan hanya mampu mengganggu dan merayu. Memperindah racun bagi orang-orang yang memakannya. Jadi siapa yang salah setelah nyata-nyata ada peringatan berulang-ulang? manusia harus menyadari dan merasakan bahwa tatkala Allah ridha, Dia akan mengampuni dosa-dosa, mengangkat derajat dan tatkala marah, tidak ada seorangpun yang akan selamat dari siksaan-Nya: Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang amat pedih (49-50).

Daftar RujukanGhazali, Syeikh Muhammad. Tafsir Tematik dalam Al-Quran. Gaya Media Pratama. Jakarta. 2004Quthbi, Sayyid. Tafsir fi Shilalil Quran, jilid 3. gema insani. Jakarta. 2002Quthbi, Sayyid. Tafsir fi Zhilalil Quran (surah al-Anam surah al-araaf: 137), jilid 4. Gema Insani. Jakarta. 2002Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, vol 2. Lentera Hati. Jakarta. 2002Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, vol 4, surah al-Anam. Lentera Hati. Jakarta. 2002Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Prof., Dr., Tafsir Quranul Majid an- Nuur 1 (surat 1-4). PT. Pustaka Rizki Putra. Semarang. 2000Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Prof., Dr., Tafsir Quranul Majid an- Nuur 2 (surat 5-10). PT. Pustaka Rizki Putra. Semarang. 2000Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Prof., Dr., Tafsir Quranul Majid an- Nuur 3 (surat 11-23). PT. Pustaka Rizki Putra. Semarang. 2000makalahku Give a little one for the biggest one2013/01/08ANALISA AYAT DAN HADIST TENTANG KEBAIKAN

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangKata baik merupakan kata yang sangat subjektif. Setiap orang, ingin dikatakan baik, sekalipun sebenarnya ia tidak baik. Kita juga sering memberikan penilaian kepada orang lain baik dan tidak baik hanya sekedar dhahir yang kita pahami. Memang benar sangat sulit untuk menjatuhkan penilaian moral terhadap orang lain, yang dapat kita nilai adalah sikap lahiriah saja.Kita boleh saja mengatakan bahwa tidakan atau kelakuan tertentu kita anggap salah atau buruk dan menegur orang yang melakukannya. Tetapi kita tidak berhak untuk menarik kesimpulan bahwa orang itu sendiri buruk. Barangkali ia salah perhitungan atau memang sebenarnya memiliki maksud yang baik. Berkaitan dengan persoalan keagamaan, kita juga tidak pernah dapat mengatakan bahwa orang lain berdosa. Yang dapat kita katakan adalah bahwa kelakuan seseorang tidak sesuai dengan apa yang menurut hemat kita seperti dituntut Tuhan. Bisa jadi orang tersebut berbuat keliru karena bingung, kurang pintar atau salah tafsir.Oleh karena itu, kebaikan yang hakiki hanya Allah sematalah yang berhak menilainya. Manusia hanya dapat mengamati indikasi-indikasi kebaikan dari segi luarnya saja, tanpa bisa menjustifikasi lebih jauh. Lantas kebaikan menurut Al-Quran dan hadist sendiri bagaimana? Apakah cukup melihat dhahirnya saja, orang sudah bisa dikatakan sebagai orang baik atau justru sebaliknya?. Karena itu dalam makalah sederhana ini, penulis ingin mencoba untuk membahas tentang kebaikan dilihat dari sisi Al-Quran dan hadist.1.2. Rumusan Masalah1. Apa pengertian kebaikan? 2. Bagaimana konsep Al-Quran tentang kebaikan?3. Apakah kebaikan sama dengan akhlak terpuji?1.3. TujuanSelain sebagai bagian tugas dari matakuliah materi Al-Quran Hadist SLTA, makalah ini bertujuan untuk:1. Mengetahui pengertian kebaikan2. Mengetahui konsep Al-Quran tentang kebaikan3. Mengetahui hubungan kebaikan dengan akhlak terpuji

BAB IIPEMBAHASAN2.1. Pengertian BaikDari segi bahasa baik atau kebaikan adalah terjemahan dari kata khoir, al-birr, al maruf ( dalam bahasa arab ), good ( dalam bahasa Inggris ). Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian.Al-birr menurut Al-Isfahani, adalah pecahan dari al-barr yang memiliki arti al-tawassu' fi al-khair (kelapangan dalam mengerjakan kebaikan). Dengan demikian, kata al-birr mencakup dua arti. Pertama, pekerjaan hati seperti keyakinan serta niat yang suci. Kedua, pekerjaan anggota badan seperti ibadah kepada Allah dan berinfaq. Al-maruf berarti suatu yang dikenali baik (kebaikan). Banyak yang mengartikan bahwa al-maruf adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh umat muslim, seperti bersedekah, beribadah, beramal dan sebagainya.Sementara Al-khayr mempunyai arti kebaikan. Lebih tepatnya perbuatan baik. Perbuatan yang selalu mendatangkan berkah dan kesenangan bagi orang yang sedang membutuhkan dan bertujuan untuk mendapatkan rahmat dan ridho Allah SWT.[footnoteRef:13][1] [13: [1] http://dwitaapriliani.blogspot.com/2011/05/pengertian-baik.html]

Sedang baik menurut Ethik adalah sesuatu yang berharga untuk tujuan. Sebaiknya yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan apabila yang merugikan, atau yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan adalah buruk dan yang disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan memberikan perasaan senang atau bahagia.[footnoteRef:14][2] [14: [2] Frans Magnis Suseno. Etika Dasa. Yogyakarta: Kanisius. 1987. hlm. 59]

Dengan demikian bahwa secara umum yang disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Walaupun tujuan orang atau golongan di dunia ini berbeda-beda, sesungguhnya pada akhirnya semuaya mempunyai tujuan yang sama sebagai tujuan akhir tiap-tiap sesuatu.Mengetahui sesuatu yang baik akan mempermudah dalam mengetahui yang buruk yang diartikan sesuatu yang tidak baik. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang tidak baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia. 2.2. Konsep Al-Quran tentang KebaikanBerkenaan dengan konsep kebaikan dalam Al-Quran penulis mencoba menyadur dari tulisan Drs. Enoh, M. Ag yang dipublikasikan dalam jurnal Mimbar dengan judul Konsep baik (kebaikan) dan buruk (keburukan) dalam Al-Quran. Dalam tulisan tersebut disebutkan bahwa kata baik dalam Al-Quran memiliki sinonim yang banyak dan istilah-istilah tersebut memiliki maksud-maksud tersendiri yang juga merujuk pada arti kebaikan. Diantaranya adalah;1. Al-husnu atau Al-Hasanah merupakan gambaran segala sesuatu yang menyenangkan dan disukai, baik berdasarkan pandangan akal, hawa, atau dari segi pandangan secara fisik. Penggunaan kata al-husnu, di dalam Alquran, adalah juga untuk segala sesuatu yang dipandang baik berdasarkan bashirah (hati nurani),

Mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal (QS. Azzumar : 18)

2. Al-ihsan yaitu mengamalkan kebaikan yang diketahuinya yang sifatnya lebih umum daripada memberikan kenikmatan. Inilah istilah yang tepat untuk digunakan kebaikan akhlak manusia. Dengan istilah ini, maka dalam peristilahan ini perilaku manusia menggambarkan kualitas diri yang melakukan perbuatan sesuai dengan pikirannya dan memberi manfaat kepada orang lain. Alquran menegaskan bahwa perbuatan baik akan kembali kepada dirinya

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai

3. al-khair adalah kebaikan berupa kenikmatan dunia yaitu yang terbaik dari segala sesuatu. Abu Ishak menyebutnya bahwa pada dirinya terdapat kebaikan akhlak danbagus rupa. Kata al-khairah dinisbatkan kepada wanita yang mulia, yaitu yang berketurunan mulia, bagus rupa bagus akhlak, dan banyak hartanya sehingga jika melahirkan akan memberikan kesenangan /menyenangkan. Al-khair adalah segala sesuatu yang disukai, seperti akal, adil, utama, dan sesuatu yang bermanfaat. Kebaikan berdasarkan kata ini dibagi dua, yaitu kebaikan mutlaq dan kebaikan muqayyad. Kebaikan mutlak adalah kebaikan yang disenangi pada setiap keadaan dan siapa pun, seperti syurga. Sedangkan kebaikan muqayyad adalah kebaikan yang mungkin baik bagi seseorang dan dalam keadaan tertentu, tetapi tidak bagi yang lainnya atau dalam keadaan lainnya.

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ( QS. Al-Baqarah: 148)

Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh (QS: Al-Imran : 144)Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa konsep kebaikan dalam term alkhairr, memiliki kecenderungan dalam menggambarkan kebaikan dan keburukan yang berdimensi sosial. Kebaikan dan keburukan berdasarkan istilah ini lebih menggambarkan kebaikan dan keburukan yang tidak mudah diketahui oleh masyarakat banyak, melainkan hanya oleh orang-orang tertentu. Dengan demikian wajar bila Alquran mengisyaratkan bahwa untuk sampai pada al-khair mesti diajak bukan diperintahkan

4. al-maruf menunjukan kecenderungan kepada kebaikan yang berhubungan dengan ketaatan dan ketundukan manusia kepada Allah. Secara konstektual penggunaan kata al-maruf dalam Alquran senantiasa berhubungan dengan persoalan dan ketentuan yang digariskan Allah secara syari. Oleh sebab itu dapat dimaklumi bila Al-Suyuthi menegaskan bahwa al-maruf dan al-munkar bersifat syariyah

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

5. al-mashlahah dan almafsadah lebih cenderung kepada gambaran kebaikan yang berhubungan dengan kebaikan-keburukan alam dan lingkungan secara umum dan menunjukkan kebaikan bersifat amaliyah. Keterangan ke arah tersebut dapat dilihat dari larangan berbuat kerusakan di bumi, baik secara fisik maupun pada tatanan kehidupan secara umum. Para mufasir, disamping memaknai amal shalih dengan sejumlah ketaatan, juga menjelaskan bagaimana peperangan, permusuhan, dan lainnya sebagai hal yang merusak tatanan kehidupan sehingga dikategorikan sebagai perbuatan merusak al-mafsadah di muka bumi dan harus dicegah demi kemaslahatan.

6. al-birr, merupakan kebaikan yang hakiki dan menggambarkan integrasi akal, perasaan, sekaligus tuntunan syara dalam menentukan baik buruk, sehingga mencakup sekaligus mengintegralkan seluruh kebaikan dari berbagai dimensi[footnoteRef:15][3]. [15: [3] Enoh. Konsep Baik dan Buruk dalam Al-Quran. Mimbar Vol. 23. No. 1. 2007.]

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa (QS: Al-Baqarah: 177)

2.3. Kebaikan adalah Akhlak TerpujiAkhlak mulia yang digambarkan alquran memberi petunjuk tentang sikap dan sifat ketundukan manusia kepada seruan Tuhan yang diperkuat dengan kemampuan akalnya. Dengan kata lain kebaikan akhlak adalah kebaikan yang disandarkan kepada pentunjuk syara dan akal sehat manusia sekaligus.Ibnu Miskawih menyatakan bahwa kebaikan manusia terletak pada berfikir Menurut beliau kebahagian hanya akan terjadi jika terlahir tingkah laku yang sempurna yang khas bagi alamnya sendiri, dan bahwa manusia akan bahagia. Jika timbul dari dirinya seluruh tingkah laku yang tepat berdasarkan pemikiran. Oleh karena itu kebahagian manusia bertingkattingkat dengan jenis pemikiran dan yang dipikirkanya.[footnoteRef:16][4] [16: [4] Ibnu Miskawin, Menuju Kesempurnaan Akhlaq, Bandung: Mizan. 1999. Hal. 42]

Dalam kehidupan manusia terdapat kewajiban berbuat baik dan menghindari perbuatan jelek/buruk yang bersifat universal dan merupakan keharusan moral, berdasarkan kodrati kemanusiaan. Berdasarkan itu manusia mengerti segala kewajibannya sebagai perintah Tuhan. Itulah sebetulnya bukti tentang adanya Tuhan, dan bukti itu adalah bukti yang praktis.Jika kebaikan merupakan dikategorikan sebagai sebuah akhlak, Al-Ghazali mengklasifikasikan dalam tiga dimensi, yaitu: dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan Tuhannya seperti ibadah dan shalat; dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulannya dengan sesamanya; dan dimensi metafisis, yakni aqidah dan pegangan dasarnya. Hal ini sejalan dengan kebaikan yang difirmankan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 177 di atas.Ayat di atas menerangkan bahwa kebaikan adalah, beriman kepada Allah, beriman kepada hari kemudian, beriman tentang adanya malaikat-malaikat, beriman bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab kepada rasul-rasul yang diutus-Nya, beriman kepada nabi-nabi, mendermakan sebagian harta kepada pihak-pihak yang diarahkan Allah, memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji dan sabar.Tentunya jika kita melihat ayat tersebut, maka secara gamblang kebaikan adalah sebuah akhlak sesuai dengan yang diklasifikasi oleh Al-Ghazali. Beriman kepada Allah. Malaikat, kitab, hari akhir dan para rasul mewakili dari dimensi metafisis, yakni aqidah atau keyakinan. Sedang mendermakan sebagian harta dan memerdekakan hamba sahaya adalah contoh dari dimensi sosial. Sementara dimensi diri yang memiliki hubungan vertikal ditunjukkan dengan perintah shalat dan zakat.Berkaitan dengan kebaikan yang termasuk dalam akhlak yang terpuji, Nabi Muhammad SAW memiliki definisi tersendiri, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Nawas bin Saman:: Nabi bersabda: Kebajikan adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa yang membimbangkan dalam hatimu dan kamu tidak suka orang-orang melihatnya.Hadis lain yang diceritakan oleh Wabisoh bin Mabad ketika menghadap Rasullulah. : , : , Nabi bertanya: Apakah kamu datang untuk bertanya tentang kebajikan? Aku menjawab: iya. Kemudian beliau bersabda: Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebajikan adalah apa yang hatimu merasa tentram kepadanya. Sedangkan dosa adalah apa yang membimbangkan dalam jiwa dan meragukan dalam hati, meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu[footnoteRef:17][5] [17: [5] Sayyid Ibrahim Huwaiti. Sarah Arbain Nawawi. Jakarta: Darul Haq. 2006. Hal. 253]

Menurut Ibnu Utsaimin Al-birr ialah kata yang menunjukkan makna kebajikan dan banyak kebajikan. Menurutnya, akhlak yang baik artinya manusia itu luas hati, lapang dada, berhati tenang, bermuamalah dengan baik.[footnoteRef:18][6] [18: [6] Ibid. hal. 258]

Dalam hadist diatas, disebutkan bahwa takaran kebaikan dan keburukan adalah hati. Perbuatan yang baik akan berimbas pada ketenangan hati, dan kepuasan jiwa. Sementara keburukan atau dosa menyebabkan kegelisahan, kebimbangan dan perasaan bersalah. Jika demikian, maka sepantasnyalah kita sebagai seorang Muslim untuk senantiasa berbuat baik. Dengan perbuatan baik akan mendorong pada kedamaian dan ketentraman. Tentunya hal inilah yang akan selalu mengarahkan pada gairah positif, dalam pengertian memiliki etos kerja yang tinggi dalam menghadapi kehidupan.

BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanAl-Quran memiliki banyak kajian teori tentang kebaikan. Konsep kebaikan dalam Al-Quran dapat dimaknai dengan al-husnu, al-ihsan, al-maruf, al-maslahah, al-khair, al-birr dan masih beberapa konsep lagi tentang kebaikan. Kebaikan berdasarkan akhlak adalah kebaikan yang disandarkan kepada pentunjuk syara dan akal sehat manusia sekaligus. kebaikan manusia terletak pada berfikir. Kebahagian hanya akan terjadi jika terlahir tingkah laku yang sempurna yang khas bagi alamnya sendiri, dan bahwa manusia akan bahagia ketika timbul dari dirinya seluruh tingkah laku yang tepat berdasarkan pemikiran.Kebaikan dirumuskan dalam beberapa dimensi yakni dimensi yang berkaitan dengan hablum minallah dan hablum minan nass. Kebaikan menurut Al-Quran, dalam konsep al-birr, adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.

3.2. SaranPenulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu penulis mengharap masukan dan saran yang membangun guna sempurnanya makalah ini.

DAFTAR PUSTAKAEnoh. Konsep Baik dan Buruk dalam Al-Quran. Mimbar Vol. 23. No. 1. 2007.http://dwitaapriliani.blogspot.com/2011/05/pengertian-baik.htmlIbrahim Huwaiti, Sayyid. Sarah Arbain Nawawi. Jakarta: Darul Haq. 2006. Magnis, Suseno Frans. Etika Dasar; Masalah-masalah pokok filsafat moral. Yogyakarta: Kanisius. 1987. Mahali, Ahmad Mudjab. Membangun Pribadi Muslim. Yogyakarta: Menara Kudus. 2005. Miskawin, Ibnu, Menuju Kesempurnaan Akhlaq, Bandung: Mizan. 1999.

Posted by nur hasani at 23:20 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke PinterestTidak ada komentar:Poskan KomentarPosting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) Arsip Blog 2013 (13) Februari (1) Januari (12) PROSEDUR PENGEMBANGAN EVALUASI PEMBELAJARAN POSISI PENDIDIKAN AGAMA DALAM SISTEM PENDIDIKAN NA... PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANALISA SURAT ALFATIHAH DALAM TAFSIR AL-MISBAH Sekolah Bertaraf Internasional; Kebijakan Salah Ka... PENGERTIAN ILMU SOSIAL ANALISA AYAT DAN HADIST TENTANG KEBAIKAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN K.H. HASYIM ASY'ARI MOTIVASI BELAJAR KISAH QARUN DALAM AL-QUR'AN MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA 2012 (2) tentang saya

nur hasani Lihat profil lengkapku pendidikanTop of Form

Bottom of Form

Follow by EmailTop of Form

Bottom of Form

nurhasani. Template Simple. Gambar template oleh luoman. Diberdayakan oleh Blogger.