bab iii strategi

Upload: lisaindriyadi

Post on 08-Oct-2015

80 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sbvkabvckanv

TRANSCRIPT

BAB IIISTRATEGI PEMECAHAN MASALAH

Gen apoptin yang terdiri dari 121 asam aminoberasal dari chicken anemia virus (CAV) virus non-enveloped yang resistant terhadap inaktivasi termal dan perlakuan oleh pelarut lipid (von Bulow and Schat, 1997). Apoptin iniakan di kloning dalam E.coli. Dalam masalah ini vektor, host, dan modifikasi yang dipilih kelompok kami adalah sebagai berikut.JENIS VEKTORKelompok kami memilih vektor pBluescript II SK + sebagai vektor yang akan dimasukkan gen apoptin yang telah dimodifikasi.pBluescript II phagemids (plasmids dengan phage origin) adalah vektor yang di design untuk kloning untuk menyederhanakan kloning yang digunakan biasanya dan prosedur sequencing.

Gambar 3. 1. Vektor pBluescript II SK +Vektor pBluescript II SK memiliki : Selectable Marker AmpicilinPada kasus very high copy number of plasmid dan ketika plasmid mendeteksi bahwa gen yang kita ekspresikan beracun, sel host akan mereduksi laju pertumbuhannya. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut kita membutuhkan plasmid yang memiliki antibiotik-resistance marker dan suplemen pada medium dengan antibiotik yang tepat agar pertumbuhannya tidak terhambat. pBluescript II SK + memiliki antibiotik resistance markerberupa ampicillin yang akan menginaktivasi enzim deoksistreptamin. Jika plasmid tidak mempunyai antibiotik resistance marker, maka sintesis protein nya akan terhambat. Promoter T7 promoterPromoter merupakan suatu yang menginisiasi proses transkripsi, sekuens yang mengkode pengikatan ribosom (Purves et al., 2001). Spesifitas dari T7 promoter untuk mengikat T7 RNA polimerase sangat berguna untuk memproduksi protein secara massal dan juga mendesain sistem yang mudah dimanipulasi pengekspresian protein juga pemunculan ekspresi tersebut (Unger, 1997; Novagen, 2002). Multiple Cloning Site (MCS)Multiple cloning site pada pBluescript II SK + memiliki 21 unik enzim restriksi dan wilayah polylinker (T7 dan T3 promoter) yang luas. JENIS HOSTSel host yang di rekomendasikan untuk propagasi vektor pBluescript II SK + adalah E.Coli XL-1 Blue MRF. XL-1 Blue MRF mengizinkanBlue-White Selection dan mempertahankan single strand DNA. Sifat-sifat pBluescript II SK+ ini didapat dari genotip dari E.Coli XL-1 Blue MRF yang urutannya sebagai berikut :GenotipFungsi

endA1menginaktivasi gen untuk DNA-spesifik endonuklease

supE44Ruang terminasi mutasi suppressor yang membaca kodon UAG dalam translasi. Ini dipakai karena dalam host yang sama dapat juga digunakan untuk perbanyakan fage.

thi-1Keperluan nutrisi (untuk thiamine) yang memberikan pertahanan.

recA1 gyrA96 relA1Resistant inhibitor DNA gyrase asam nalidixicoleh mutasi gyrA

lac [F proAB lacIqZM15 Tn10 (Tetr)]Adanya lacIqZM15 menyebabkan analisis vektor pada host dapat menggunakan blue white color selection. Jika tidak ada DNA insert, vektor akan berwarna biru, sedangkan jika ada maka akan berwarna putih.

JENIS MODIFIKASIGen apoptin akan dimodifikasi dengan menambahkan histidine, arginin, dan situs restriksi yang dipilih.Kelompok kami memilih modifikasi gen apoptin tersebut menggunakan teknik PCR.Prinsip dasarnya adalah dengan membuat salinan dari DNA yang akan di rekombinankan ke dalam vector. Pada mekanisme cloning PCR ini. Dibuat primer yang sesuai dengan sisi restriksi. Desain primer DNA insert yang dibutuhkan untuk adalah penambahan 3-6 bp DNA diujung untuk tempat memotongnya enzim restriksi endonuklease karena enzim restriksi endonuklease memotong ditengah segmen, bukan diujung. Kemudian penambahan sisi restriksi yang tepat dan sesuai dengan sisi restriksi vektor yang akan digunakan. Oleh karena itu, kami harus mendesign primer yang sesuai dengan modifikasi yang diinginkan. Pembahasan design primer untuk modifikasi gen apoptin akan di jelaskan di strategi pemecahan masalah.Sisi restriksi, DNA insert, dan pasangan basa tambahan serta kodon start dan stop yang telah di desain dan terdenaturasi menjadi ssDNA akan di annealdengan DNA Primer. DNA Primer akan memasangkan basa-basa yang komplementer yang sesuai dengan basa nitrogen dari kodon start, kodon stop, sisi resstriksi, kode DNA yang akan di sisipkan tanpa ada celah dan di sambungkan secara langsung.

Gambar: mekanisme PCR Cloning (Sumber: https://www.neb.com/tools-and-resources/usage-guidelines/cloning-guide)Keuntungan dari PCR adalah metode ini lebih efisien karena memiliki basa nitrogen yang lebih sedikit daripada cloning biasa. Pada cloning PCR, sifat DNA rekombinan dengan beberapa penambahan sifat dan beberapa modifikasi seperti sisi restriksi dapat di sambungkan secara langsung tanpa terdapat celah basa nitrogen (scar) sehingga metode ini lebih efisien. Metode cloning PCR juga cenderung berlangsung lebih cepat

Setelah gen apoptin dimasukkan ke dalam vektor, vektor tersebut akan dimasukkan ke dalam sel host. Kelompok kami memilih sel host E.coli XL-1 Blue MRF yang cocok untuk vektor pBluescript II SK yang telah dijelaskan sebelumnya. Secara garis besar tahapan strategi pemecahan masalah mengekspresikan gen apoptin digambarkan dalam diagram di bawah ini.

Gambar 3.2. Diagram alir strategi mengekspresikan gen apoptin.III.1Modifikasi Gen ApoptinGen apoptin dari chicken anemia Virus (CAV) biasanya disebut juga dengan VP3. Berikut urutan basa apoptin (VP3) dimulai dari panah berwarna merah :

Gambar 3.3. Urutan basa gen apoptin. Sumber: Lee, M.-S. (2012). Efficient Production of an Engineered Apoptin from Chicken Anemia Virus in a Recombinant E. coli for Tumor Therapeutic Applications. Lee et al. BMC Biotechnology, 12(27))http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22672291)Gen apoptin tersebut dimodifikasi dengan menambahkan histidin (CAT , CAC) di C terminal untuk mempermudah proses pemurnian apoptin dan menambahkan arginine (CGT, CGC, CGA, CGG, AGA, AGG) di N terminal untuk memudahkan proses penetrasi apoptin pada vektor yang diinginkan. Selain penambahan asam amino tersebut, gen apoptin juga akan ditambahkan start/stop kodon dan situs enzim restriksi yang berada pada vektor. Oleh karena itu, kita harus mengetahui situs enzim restriksi pada vektor yang kita inginkan. Secara garis besar, gen apoptin akan dimodifikasi menjadi gambar di bawah ini :

Gambar 3.4. Target modifikasi gen apoptin.Modifikasi gen apoptin akan dilakukan dengan cara PCR. Oleh karena itu, perlu dilakukan design primer untuk memperbanyak gen apoptin (VP3) dari gen chicken anemia virus (CAV) serta memperpanjang gen tersebut dengan histidine, arginin, dan situs enzim restriksi. Primer jenis pertama adalah primer untuk mengambil dan memperbanyak gen apoptin dari gen chicken anemia virus (CAV). Primer ini mengambil 21 urutan basa yang berada di ujung gen apoptin. Dari sequence gen apoptin pada Gambar 3.3, maka design primer jenis pertama akan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.5. Primer jenis pertamaSetelah gen apoptin diperbanyak, gen apoptin akan diperpanjang oleh histidine dan arginin serta enzim restriksi dengan bantuan PCR. Oleh karena itu, dibutuhkan primer jenis kedua yang mengandung histidine, arginin, dan situs enzim restriksi. Gen apoptin ini akan disisipkan antara situs BamHI dan NotIpada pBluescript II SK + sehingga situs untuk enzim restriksi di ujung kiri adalah BamHI (GGA TCC) dan situs restriksi di ujung kanan adalah NotI (GC GGC CGC). Urutan basa untuk primer jenis kedua ini adalah :

Gambar 3.6. Primer jenis kedua (untuk pemanjangan)Pada 3 primer sequence situs restriksi yang dimasukkan adalah komplementer basa NotI, agar ketika disintesis akan terbentuk urutan basa NotI yang sebenarnya(GC GGC CGC). Setelah proses PCR ini, gen apoptin sudah termodifikasi seperti Gambar 3.4. Namun, DNA yang dihasilkan dari proses PCR ini masih memiliki ujung rata (blunt end) sehingga untuk memasukkan gen apoptin termodifikasi ke dalam vektor perlu sedikit perlakuan tambahan yang akan dijelaskan selanjutnya. III.2Memasukkan Gen yang Telah dimodifikasi pada VektorDalam memasukkan gen apoptin yang termodifikasi ke dalam vektor, kami menambahkan enzim restriksi terlebih dahulu. Langkah pertama dalam mekanisme ini adalah memilih enzim yang sesuai dengan situs restriksi yang dipilih untuk diberikan pada gen apoptin yang termodifikasi sehingga menghasilkan ujung sticky end.Enzim restriksi yang sesuai dengan situs restriksi yang sudah ditambahkan pada gen apoptin adalah BamHI dan NotI. Sticky end yang dihasilkan oleh enzim restriksi seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.7. Mekanisme pemotongan ujung sticky end pada gen dan vektor serta pengikatan DNA insert pada vektor. (Sumber: http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/M/Making_rDNA.gif)Penambahan enzim restriksi BamHI dan NotI tidak hanya ditambahkan pada gen apoptin, namun juga pada vektor sehingga didapatkan juga ujung sticky end pada vektor seperti pada gambar 3.7. Oleh karena itu, gen apoptin dapat masuk ke vektor.Tahap selanjutnya adalah tahap penyambungan (ligasi) DNA insert kedalam vector. Dalam memasukkan DNA Insert kedalam Vektor dibutuhkan keefektifan yang tinggi agar DNA insert dapat masuk kedalam Insert. Untuk itu disiapkan bahan-bahan Insert DNA dan DNA vector dengan Komposisi 3:1. Dalam metode ini digunakan 75 ng insert dan 25 ng DNA vector. Dalam metode ini dibutuhkan bahan sebagai berikut: Alkaline PhospateAlkaline phosfat digunakan untuk mendegradasi ujung 5 dan ujung 3 agar tidak terjadi self ligation atau peristiwa menyambungnya ujung-ujung dalam vector sendiri atau ujung vector yang lain setelah restriksi. Peristiwa self ligation akan menyebabkan DNA insert tidak dapat kembali masuk kedalam karena ujung 5 dan 3 pada vector saling berikatan. Dengan menambahkan alkaline phosphate, ujung 5-fosfat dan ujung 3-fosfat akan terdegradasi menjadi 5-OH dan 3-OH. Ujung-ujung tersebut akan tidak menyambung satu sama lain, namun insert masih dapat berikatan dengan kedua ujung tersebut. DNA insert telah membawa dua ujung fosfat dan ujung dua OH masing-masing satu pada tiap ujungnya. Kedua ujung fosfat pada insert akan berikatan pada ujung OH pada vector. Namun karena pada vector fosfat telah menjadi OH maka sisi OH pada vector dan pada insert tidak dapat berikatan. Hal tersebut akan menyebabkan adanya nick atau celah, nick ini tidak menjadi masalah dalam proses penyambungan. Proses penambahan alkaline phospat dilakukan sebelum penambahan insert. Sebelum dimasukkan insert, vektor harus steril dari segala kegiatan fosfat.

Gambar 3.8. Mekanisme pencegahan self ligation dengan alkaline fosfat (Sumber: Anam, Khairul. 2009. Laporan Praktikum Genetika Molekuler. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor) BufferPenambahan buffer bertujuan untuk menjaga pH dari DNA agar tetap stabil selama penambahan zat-zat tertentu. Buffer biasanya dilengkapi dengan ATP. ATP ini beguna sebagai kofaktpor pada enzim ligase sehingga dapat mempercepat reaksi pengikatan. Komposisi buffer adalah 66 mM tris HCl 10 mm MgCl2 1mM ATP, 1 mM DTT 7,5% Polietilene glikol (PEG 6000). Penambahan PEG membuat DNA ligase dapat bekerja dengan lebih cepat. Penambahan buffer ini membuat aktivitas enzim DNA ligase T7 bekerja dua kali lebih cepat. PelarutPenambahan pelarut yang digunakan adalah ddH20. Pelarut ini digunakan untuk melarutkan DNA. Penambhan pelarut dapat membantu proses pemurnian dan proses vakum. Namun pelarut ini dapat mempengaruhi pH dari DNA. DNA LigaseDNA ligase dalam proses ini berguna untuk menyambungkan DNA insert dengan vector. DNA ligase yang digunakan adalah T7 DNA ligase. T7 DNA ligase berasal dari strain E-coli yang mengandung rekombinangene pengkode T7 DNA ligase Seperti telah diketahui sebelumnya, enzim restriksi menyebabkan ujung ujung vector dan DNA Insert berbentuk sticky end, T7 DNA ligase sangat efektif untuk ligase DNA dengan ujung-ujung sticky end. T7 DNA ligase dapat menyabungkan ujung-ujung yang terdapat nick. Telah diketahui sebelumnya bahwa penambhana alkaline phosfat dapat menyebabkan nick pada ikatan DNA insert dan DNA vector. T7 DNA ligase adalah enzim yang membutuhkan ATP dalam reaksinya sehingga penambahan buffer dengan ATP sangat membantu reaksi pengikatan yang dilakukan oleh DNA ligase. Mekanisme reaksi DNA ligase dimulai dengan hidrolisisi kofaktor ATP yang menghasilkan enzim adenylate AMP yang berikatan kovalen dengan grup -amino residu lysine pada sisi aktif dengan melepaskan pyrofosfat organic. Sebagian AMP berpindah ke sisi 5 fosfat kemudian ikatan fosfodiester terbentuk antara ujung 3-OH dengan 5-fosfat. Agar lebif efektif, reaksi DNA ligase T7 ini berlangsung pada suhu 25o C dan pada pH 7,6 karena pada suhu tersebut enzim T7 DNA ligase dapat bekerja optimal

Gambar 3.9. Mekanisme Ligasi (Sumber: http://fhs-bio-wiki.pbworks.com/w/page/12145760/DNA%20structure)III.3Transformasi Gen dan Vektor pada Sel HostVektor yang telah disisipkan gen apoptin akan dimasukkan ke sel host E.Coli XL-1 Blue MRF. Seperti yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka, teknik transformasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yang telah di jelaskan dalam bab tinjauan pustaka. Untuk strategi pemecahan masalah, kelompok kami memilih teknik transformasi elektroporasi karena DNA plasmid yang dibutuhkan untuk transformasi tidak perlu terlalu banyak. Tahapan transformasi vektor pada sel host adalah sebagai berikut : Persiapan Sel Host Menggunakan koloni sel host yang segar dan di inokulasi dengan medium dan pertumbuhan dengan aerasi sepanjang malam pada 37 Pada fase lag, sel yang telah di inokulasi dipanen dengan mensentrifugasi selama 10 menit. Mencuci sel pelet dalam 250 ml es WB seperti gambar di bawah. Pertama, menambahkan sedikit WB ke sel pellet, pipet ke atas dan ke bawah atau di vortex secara perlahan sampai sel tersuspensi kembali. Lalu, mengisi botol sentrifuge dengan WB es dan campuran. Mensentrifuge suspensi sel kembali pada 5000 rpm selama 15 menit, setelah itu perlahan tuang supernatant saat selesai mensentrifugasi. Mencuci sel pelet dalam 250 ml es WB untuk kedua kalinya dengan teknik yang sama. Mensentrifuge suspensi sel kembali pada 5000 rpm selama 15 menit. Tuang supernatant dan meninggalkan sejumlah WB di bawah botol sentrifuge. Sel pelet berada pada WB yang mengendap tersebut dan sel bisa langsung dipakai atau disimpan (dibekukan). Persiapan DNA plasmid (Vektor)Untuk proses elektroporasi DNA harus memiliki kekuatan ionik yang rendah dan ketahanan yang tinggi. DNA harus dimurnikan dengan pengenceran, presipitasi atau dialisis. Untuk memurnikan DNA yang akan ditransformasi, DNA diencerkan dengan 10 mM Tris pH 8-8.3 sekitar 1-50 ng/l (jangan menggunakan TE). Gunakan 1 l dari 20 l of suspensi sel untuk transformasi elektroporasi. Elektroporasi Menggunakan mikro pipet, pipet 20 lcampuran sel host dan DNA rekombinan (konsentrasi 1l ) yang telah disiapkan sebelumnyaditaruh di dalam cuvette yang berada diantara elektroda yang memiliki perbedaan potensial (kejutan). Perbedaan potensial biasanya dibuat dengan charging kapasitor kemudian discharging melintasi elektroda. Perbedaan potensial menyebabkan pembentukan pori pada membran sel. Pori tersebut membuat struktur membran sel menjadi permeable untuk proses pemindahan DNA menuju sitoplasma dalam sel.

Gambar 3.10. Transformasi ElektroporasiIII.4Screening Sel Inang yang BerhasilUntuk seleksi klon rekombinan, kelompok kami menggunakan metode blue white screening. Blue white screening adalah teknik untuk mendeteksi ligasi yang sukses dilakukan dalam vektor gen kloning. Selanjutnya, vektor tersebut ditransformasi dalam sel kompeten, pada kasus ini yaitu bakteri E. coli. Sel yang kompeten tadi nantinya ditempatkan pada X - gal. bila ligasi yang dihasilkan sukses, koloni bakteri akan berwarna putih dan bila tidak berhasil akan berwarna biru. Alasan penggunaan metode ini adalah karena vektor yang digunakan adalah plasmid pBluescript yang ada dalam sel inang E. coli XL-1 Blue MRF memiliki elemen terkait metode ini, yakni gen lacZM15 yang berkomplementasi dengan episom F`.Warna akan muncul apabila plating pada LB-plate kurang lebih mengandung 100 g/ml of ampicillin, 80 g/ml X-gal segar, dan 20 mM IPTG. Plate untuk Blue-White Screening ini dapat dipersiapkan dengan menyebarkan 100 l dari 40 mM IPTG and 100 l daro 2% X-gal pada LBampicillin plate 30 menit sebelum melakukan plating pada transforman. X-gal harus dipersiapkan dalam dimetil formamid dan IPTG dalam H2O steril terdestilasi (stock sebaiknya disimpan pada -20C hingga akan digunakan.) Koloni yang mengandung plasmid tanpa insert akan berwarna biru setelah diinkubasi selama 12-18 jam pada suhu 37C. Koloni dengan plasmid yang mengandung insert akan tetap berwarna putih. Warna biru yang lebih jelas akan didapatkan dengan menempatkan plate pada suhu 4C selama 2 jam, diikuti dengan pengondisian pada suhu 37C selama semalam. Kadang-kadang protein fusi -galaktosidase bersifat racun pada bakteri host. Jika ada kemungkinan bahwa insert mengandung sifat racun, X-gal dan IPTG dapat keluar dari plate ampicillin. Pada kondisi ini tidak akan terjadi seleksi warna, tetapi rekombinan akan mengekspresikan protein yang diduga racun tersebut dalam tingkat yang lebih rendah. Metode Blue-White ScreeningPada awalnya, yang harus dilakukan adalah memastikan apakah di dalam E. coli XL-1 Blue MRF hasil transformasi benar-benar memiliki hasil rekombinan dari proses transformasi. Seperti yang kita ketahui, bahwa pada umumnya, bakteri tidak dapat hidup pada media yang mengandung antibiotik. Untuk itu pada DNA plasmid pBluescript yang ditranformasikan terdapat gen penyandi antibiotik resisten, yakni gen ampicilin resisten (ampR) agar bakteri host [E.coli XL-1 Blue MRF] menjadi tahan hidup di media yang mengandung antibiotik. Jadi bakteri yang tidak disisipi plasmid akan mati dengan sendirinya. Berikutnya adalah bagaimana menentukan host cell yang plasmidnya memiliki gen apoptin. Pada kenyataanya tahapan ligasi tidak selalu 100% berhasil menyambungkan vektor dan insertnya. Bisa saja vektor tersebut berligasi sendiri (vector self-ligation), atau justru insert yang berligasi sendiri (insert self-ligation).Pada kasus ini, gen apoptin (insert) disisipkan di pertengahan gen lacZ yang merupakan penyandi lacZ- subunit dari enzim -galaktosidase. Enzim ini dapat memecah substrat seperti X-gal (suatu galaktosa yang dimodifikasi) menjadi galaktosa dan pre-chromophore 5-bromo-4-kloro-3-hidroksindole, yang selanjutnya dioksidasi menjadi 5,5-dibromo-4,4-dikloro-indigo yang berwarna biru (Gambar 1).

Gambar 3.11. Mekanisme degradasi X-gal oleh -galaktosidase(Sumber. http://biochem.arizona.edu, diakses pada 29 September 2013, pukul 00.07)

Gambar 3.12. Proses ligasi insert-plasmid(Sumber. http://biochem.arizona.edu, diakses pada 29 September 2013, pukul 00.12)Jika gen lacZ masih utuh, maka koloni bakteri E.coliXL-1 Blue MRFakan berwarna biru akibat pengaruh zat warna indigo yang dihasilkan. Tetapi jika insert (gen apoptin) berhasil disisipkan (diligasikan) dengan vektor, otomatis gen lacZ-nya akan terdisrupsi (rusak) dan ujung-ujungnya tidak mampu menghasilkan indigo yang berwarna biru, sehingga koloni akan berwarna putih. Jadi hanya koloni putih yang tumbuh pada media yang mengandung antibiotik dan X-Gal saja yang kemungkinan mengandung gen apoptin yang ditransformasikan. Inilah mengapa proses ini disebut blue-white screening (Gambar 3.12).Davis et al. (1994), menyebutkan terjadinya perubahan koloni yang berwarna putih menjadi biru kembali, kemungkinan disebabkan adanya pergeseran kerangka baca (frameshift) dari protein, atau mungkin disebabkan adanya aktivitas eksonuklease yang memotong fragmen tersebut. Selanjutnya menurut Mangunwardoyo (2002), transforman yang dihasilkan ada yang berwarna biru dan putih atau putih berubah menjadi biru, adanya warna biru karena senyawa X-gal dalam medium. Hal ini terjadi karena adanya -komplementasi di mana vektor plasmid pBluescript pada bagian poli-lingkernya masing-masing mengkode 146 asam amino dari -galaktosidase (-gal), sedangkan inangnya mengkode bagian C-terminal dan merupakan komplemen dari -gal. Jika gen penyandi amino terminal -gal dari vektor plasmid dirusak dengan adanya fragmen DNA, maka protein -gal tidak terbentuk, hal ini menyebabkan koloni berwarna putih pada medium yang mengandung X-gal, sedangkan koloni yang melakukan komplementasi berwarna biru.

Gambar 1.13. Contoh Hasil Blue-White Screening pada Koloni E. coli(Sumber. http://www.edvotek.com/300, diakses pada 29 September 2013, pukul 00.07) Strategi Panen (Harvesting) dan Pemurnian Gen Apoptin Hasil KloningSetelah berhasil menseleksi E.coliXL-1 Blue MRF yang mengandung plasmid rekombinan dengan menggunakan metode diatas, maka dilakukanlah proses pemanenan (harvesting) dengan menggunakan kromatografi afinitas. Metode pemanenan diawali dengan mensentrifugasi hasil dari screening, kemudian dari hasil sentrifugasi ini, supernatannya diambil untuk kemudian dimurnikan. Teknik pemurnian yang digunakan adalah IMAC (Immobilized Metal Affinity Chromatography). Kromatografi afinitas dipilih karena dianggap cocok dengan strategi kloning yang menggunakan tag histidin dan arginin. Prinsip kromatografi ini adalah pemisahan pengotor yang didasarkan pada interaksi non-kovalen selektif dan spesifik antara molekul analit atau perbedaan afinitas, sehingga hasil yang didapatkan menjadi lebih spesifik dan kemurniannya tinggi. Teknik ini menggunakan ligan yang terikat secara kovalen pada solid support kromatografi yang mengikat ion logam. Gen apoptin yang direkayasa sebelumnya mengandung histidin pada ujung C-terminalnya. Kehadiran His-Tag ini mengafilitasi proses pemurnian protein berdasarkan afinitas selektif protein dengan polihistinin tersebut terhadap adsorben yang dilengkapi pengkelat metal seperti Ni2+ atau Co2+. Interaksi antara residu histidin dengan ion logam ini bersifat reversibel dan protein yang terikat dapat dielusi dengan imidazole atau dengan merendahkan nilai pH. Karena imidazole indentik dengan rantai samping histidin, maka pada saat konsentrasi imidazole ditingkatkan, imidazole akan menggantikan posisi pilihistidin pada resin, dan polihistidin akan terleusi keluar. Sehingga diperolehlah protein gen apoptin murni.

Gambar 4. Mekanisme permurnian protein dengan IMAC(Sumber. http://www.rsc.org/ej/AN/2008/b802355g/b802355g-s1, diakses pada 30 September 2013, pukul 22.22)Sebagai pembanding, teknik lain yang dapat digunakan dalam proses pemurnian adalah size exclusion chromatography dengan prinsip pemurnian protein berdasarkan perbedaan ukuran partikelnya atau gel filtration yang prinsipnya adalah trapping molekul protein di dalam sebuah gel sebagai fase stasioner dari kolom kromatografi.BAB IVPEMBAHASAN

IV. 1. Vektor pBluescript II SK+Kelebihan : pBluescript mempunyai multi cloning site (MCS) yang luas dan terdapat 21 unit situs restriksi. memiliki ampicillin resistance dan lacz sehingga dapat menggunakan screening blue white. pBluescript II SK + merupakan plasmid yang memiliki copy number tinggi sehingga baik untuk kloning.Kekurangan : Tidak ada tag yg terkandung dalam vektor, sehingga arginin dan histidine harus ditambahkan di modifikasi.IV. 2. Host cell E.Coli XL-1 Blue MRFKelebihan : Memiliki genotip end A1 yang berfungsimenginaktivasi gen untuk DNA-spesifik endonuklease, sehingga ketika gen apoptin masuk ke dalam host tidak terdegradasi. MemilikilacIqZM15 menyebabkan analisis vektor pada host dapat menggunakan blue white color selectionKekurangan : IV. 3. Modifikasi dengan PCRKelebihan :Kekurangan :

IV. 4. Teknik Transformasi Elektroporasi Kelebihan : Elektroporasi efektif untuk semua jenis sel dan spesies (Nickoloff, 1995). Mayoritas sel dapat dimasukkan dengan DNA target. Pada studi tentang electrotransformation E. coli, 80% sel menerima DNA asing (Miller and Nickoloff, 1995). Jumlah DNA yang dibutuhkan untuk teknik ini sangat kecil sekitar 1l (Withers, 1995) In vivo :Prosedur ini dapat dilakukan pada jaringan utuh (Weaver, 1995). Sebuah makalah yang diterbitkan dalam Developmental Biology menunjukan keberhasilan transfer DNA dengan fluorescent reporter genekedalam jaringan otak tikus (Saito, 2001).Kekurangan : Kerusakan sel: Jika listrik yang dialirkan terlalu kuat memungkinakan pori-pori yang terbentuk terlalu besar atau gagal untuk menutup setelah pelepasan membran yang menyebabkan kerusakan sel atau pecah (Weaver, 1995). Transportasi Non-Spesifik: pengangkutan DNA rekombinan masuk dan keluar dari sel pada masa electropermeability relatif spesifik. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ion yang kemudian bisa mengakibatkan fungsi sel tidak benar dan kematian sel (Weaver, 1995)IV. 5. Screening Blue White SelectionKelebihan : Lebih cepat dari metode screening PCR Lebih mudah dilakukan dan menghemat tenaga. Dapat dilihat secara langsung tanpa menggunakan alat bantu pembentukan warna indigo prosesnya spesifik terkait gen di dalam E. coli tersebut (lacZ), jadinya kesalahan dapat diminimalisirKekurangan : Plasmid yang bisa menggunakan teknik ini hanya plasmid yang mempunyai lacZ Hasil analisis hanya bisa dilihat dari warnanya saja, sehingga ketidaktelitian pengamat berpengaruh kepada hasil analisis. Jika sel host tidak memiliki ampR, proses ini bisa gagal karena terkena lingkungan yang antibiotik Dalam jangka waktu tertentu, terdapat beberapa rekombinan yang eksonukleasenya aktif lalu memotong fragmen gen apoptin.

DAFTAR PUSTAKAAnam, Khairul. 2009. Laporan Praktikum Genetika Molekuler. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian BogorHowe, Christopher. 2007. Gene Cloning and Manipulation. Cambridge UniversityAnonym, New DNA ligase and Ligase master mix, http://www.neb.uk.com/Product_Overview/DNA_Ligases.asp, Diakses 9-10-2013Anonim, 2009, T7 DNA ligase https://www.neb.com/products/m0318-t7-dna-ligase, diakses tanggal 9-10-2013Anonim, 2010, DNA Structure, http://fhs-bio-wiki.pbworks.com/w/page/12145760/DNA%20structure, Diakses 9-10-2013Anonim, 2011, Making rDNA, http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/M/Making_rDNA.gif, Diakses 9-10-2013Anonim. 2010. Choice of Vector E Coli Vectors Vector Features EMBL. http://www.embl.de/pepcore/pepcore_service/cloning/choice_vector/ecoli/vectorfeaturesHanahan, D. (1983). Studies on transformation of Eschericia coli with plasmids. Journal of Molecular Biology, 166, 557-580.Hanahan, D., Jessee, J. & Bloom, F.R. (1991). Plasmid transformation of Escherichia coliand other bacteria. Methods in Enzymology, 204, 63-113.Lee MS, Sun FC, Huang CH, Lien YY, Feng SH, Lai GH, Lee MS, Chao J, Chen HJ, Tzen JT, Cheng HY. Efficient production of an engineered apoptin from chicken anemia virus in a recombinant E. coli for tumor therapeutic applications. Source School of Chinese Pharmaceutical Sciences and Chinese Medicine Resources, China Medical University, Taichung, 40402Taiwan, Republic of China. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22672291 Summers, D. K. (1996). The Biology of Plasmids. Blackwell Science.Wilson, G.G. & Murray, N.E. (1991). Restriction and modification systems Annual Reviews of Genetics.http://biology.hunter.cuny.edu/ (diakses pada 3 Desember 2013, pukul 20:08).