barotrauma referat

Upload: mikorizaamanita

Post on 08-Oct-2015

355 views

Category:

Documents


36 download

DESCRIPTION

referat THT barotrauma

TRANSCRIPT

BAROTRAUMAI. Pendahuluan

Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat kegagalan untuk menyamakan tekanan udara antara ruang berudara pada tubuh (seperti telinga tengah) dan tekanan pada lingkungan sewaktu melakukan perjalanan dengan pesawat terbang atau pada saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi pada telinga, wajah (sinus), dan paru, dalam hal ini bagian tubuh yang memiliki udara di dalamnya.1, 2, 3, 4

Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang diakibatkan oleh kegagalan tuba eustakius untuk menyamakan tekanan dari bagian telinga tengah dan terjadi paling sering selama turun dari ketinggian atau naik dari bawah air saat menyelam. Barotrauma telinga tengah merupakan cedera terbanyak yang dapat terjadi pada saat menyelam.5,6

Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu penurunan atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi atau kompresi. Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) mejadi ruang tertututup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.1II. Anatomi

A. Anatomi Telinga Luar

Gambar 1. Anatomi Telinga

(Dikutip dari kepustakaan : 7)Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu :1a. Telinga Luarb. Telinga Tengahc. Telinga DalamTelinga luar terdiri dari daun telinga, kelenjar minyak (berfungsi menghasilkan serumen untuk melindungi memberan timpani), liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 3 cm.1

Gambar 2. Anatomi Auricula

(Dikutip dari kepustakaan : 7)Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1B. Anatomi Telinga TengahTelinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari:11) Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.

Gambar 3. Anatomi Membran Tympani

(Dikutip dari Kepustakaan : 7)2) Cavum tympani

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas : 1 Batas luar : membran timpani

Batas depan : tuba eustakius

Batas bawah : vena jugularis

Batas belakang : aditus ad antrum

Batas atas : tegmen timpani

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Gambar 4. Bangunan pada cavum tympani

(Dikutip dari kepustakaan : 7)3) Tulang pendengaran (Ossicula auditoria) yang terdiri dari maleus, incus dan stapes. Tulang pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.

Gambar 5. Ossicula Audotoria

(Dikutip dari Kepustakaan : 7)4) Tuba eustakius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaringC. Anatomi Telinga DalamTelinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.1

Gambar 6. Anatomi Telinga Dalam

(Dikutip dari kepustakaan : 7)Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya.1Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran.1Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.1

Gambar 7. Anatomi Organ Korti(Dikutip dari kepustakaan : 7)

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.1d. Anatomi Sinus Paranasalis

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.8

Gambar 8. Anatomi Sinus Paranasalis

(dikutip dari kepustakaan 8)

III. Epidemiologi

Barotrauma paling sering terjadi pada telinga tengah, hal ini terutama karena rumitnya fungsi tuba eustakius. Barotrauma pada telinga tengah dapat terjadi saat menyelam ataupun saat terbang. Perubahan tekanan pada kedalaman 17 kaki pertama di bawah air setara dengan perubahan tekanan pada ketinggian 18.000 kaki pertama di atas bumi. Dengan demikian, perubahan tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada saat menyelam dibandingkan dengan saat terbang. Hal ini dapat menjelaskan realitf tingginya insidens barotrauma pada telinga tengah pada saat menyelam. Barotrauma telinga tengah merupakan cedera terbanyak yang dialami saat menyelam, terjadi sekitar 30% pada saat menyelam pertama kali dan 10 % pada penyelam yang telah sering melakukan penyelaman.2,3

Kasus barotrauma di Amerika Serikat dapat ditemukan pada 2,28 kasus per 10.000 penyelaman pada kasus berat. Sedangkan pada kasus ringan tidak diketahui karena banyak penyelam tidak mencari pengobatan. Resiko Barotrauma ini meningkat pada penyelam dengan riwayat asma, selain itu juga meningkat 2,5 kali pada pasien dengan paten foramen ovale. Kematian akibat Barotrauma di pesawat militer telah dilaporkan terjadi pada tingkat 0,024 per juta jam penerbangan. Tingkat insiden dekompresi untuk rata-rata penerbangan sipil sekitar 35 per tahun. Sedangkan pada departemen pertahan Australia dapat ditemukan 82 insiden per juta jam waktu terbang. Sedangkan pada barotrauma akibat menyelam tidak ada informasi yang tersedia di seluruh dunia.9,10IV. Etiologi dan Klasifikasi

Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi yang normal. Kelainan ini terjadi pada keadaan-keadaan:5a. Saat menyelam

Saat seseorang menyelam, ada beberapa tekanan yang berpengaruh yaitu tekanan atmosfer dan tekanan hidrostatik. Tekanan atmosfer yaitu tekanan yang ada di atas air. Tekanan hidrostatik yaitu tekanan yang dihasilkan oleh air yang berada di atas penyelam. Barotrauma dapat terjadi baik pada saat penyelam turun ataupun naik. Divers depth gauges digunakan hanya untuk mengetahui tekanan hidrostatik (kedalaman air) dan berada pada angka nol pada permukaan laut. Ini tidak dapat mengetahui 1 atmosfer (1 ATA) diatasnya. Jadi, gauge pressure selalu 1 atmosfer lebih rendah dari tekanan yang sebenarnya dan tekanan absolut.9 Tekanan atmosfer

Tekanan atmosfer yang ada di laut yaitu 1 atmosfer atau 1 bar. 1 Atmosfer diperkirakan mendekati dengan 10 meter kedalaman laut, 33 kaki kedalaman air laut, 34 kaki kedalaman air segar, 1 kg/cm2, 14,7 Ibs/in2 psi, 1 bar, 101,3 kilopascals, 760 mmHg.9Tabel 1. Tekanan atmosfer dan Tekanan Gauge di bawah laut9Tekanan AbsoluteTekanan GaugeKedalaman Laut

1 ATA0 ATGPermukaan

2 ATA1 ATG10 meter (33ft)

3 ATA2 ATG20 meter (66 ft)

4 ATA3 ATG30 meter (99 ft)

Gambar 9. Tekanan di berbagai lapisan bumi

(dikutip dari kepustakaan 9)

Tekanan Absolut

Tekanan absolut merupakan tekanan total yang dialami seorang penyelam ketika berada di kedalaman laut yang merupakan jumlah dari tekanan atmosfer yang berada di permukaan air ditambah tekanan yang dihasilkan oleh massa air di atas penyelam (tekanan hidrostatik). Tekanan total yang dialami penyelam disebut tekanan absolut. Tekanan ini menggambarkan keadaan atmosfer dan disebut sebagai absolut atmosfer atau ATA.9 Tekanan Gauge

Seperti yang telah dijelaskan, tekanan hidrostatik pada pada penyelam secara umum diukur dengan suatu tekanan atau depth gauge. Seperti alat ukur yang telah dijelaskan tekanan pada permukaan laut dan mengabaikan tekanan atmosfer (1 ATA). Tekanan gauge dapat diubah menjadi tekanan absolute dengan menambahkan 1 tekanan atmosfer. 9 Tekanan Parsial

Pada campuran gas, proporsi tekanan total yang dimiliki oleh masing-masing gas disebut sebagai tekanan parsial (bagian atas tekanan). Tekanan parsial yang dimiliki oleh masing-masing gas sebanding dengan persentase campuran. Setiap gas memiliki proporsi yang sama dengan tekanan total campuran, seperti proporsinya dalam komposisi campuran. Misalnya, udara pada 1 ATA mengandung oksigen 21%, maka tekanan parsial oksigen adalah 0,21 ATA dan udara pada 1 ATA mengandung nitrogen 78%, maka tekanan parsial nitrogen adalah 0,78 ATA.9Barotrauma pada saat menyelam dapat terjadi pada saat turun ke dalam air yang disebut sebagai squeeze, sedangkan barotrauma pada saat naik ke permukaan air secara cepat disebut reverse squeeze atau overpressure.9b. Saat penerbangan

Seseorang dalam suatu penerbangan akan mengalami perubahan ketinggian yang mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara sekitar. Tekanan udara akan menurun pada saat lepas landas ( naik / ascend ) dan meninggi saat pendaratan ( turun / descend ). Tekanan Lingkungan yang menurun, menyebabkan udara dalam telinga tengah mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba auditiva. Jika perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan teralu besar, maka tuba auditiva akan menciut. Untuk memenuhi regulasi tekanan yang adekuat, terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dengan tekanan atmosfir yang besar selama lepas landas dan mendarat, menyebabkan ekstensi maksimal membran tympani. Keadaan ini dapat mengakibatkan pendarahan. Pada ekstensi submaksimal, akan timbul perasaan penuh dalam telinga dan pada ekstensi maksimal berubah menjadi nyeri.11Berdasarkan letak anatomisnya, barotrauma dapat dibagi menjadi:101. Barotrauma Telinga

Barotrauma telinga luar

Barotraumas telinga tengah

Barotraumas telinga dalam

2. Barotrauma Sinus Paranasalis

3. Barotrauma Pulmonal

4. Barotrauma OdontalgiaV. Patofisiologi

Penyakit yang disebabkan oleh perubahan tekanan secara umum ditemukan oleh hukum fisika Boyle dan Henry. Hukum boyle menyatakan suatu penurunan atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup atau P1 x V1 = P2 x V2, dimana P adalah tekanan dan V adalah volume.3

Perubahan tekanan terjadi ketika menyelam, pada ruang hipo dan hiperbarik, perjalanan udara, dan pada beberapa pendakian serta pada lift yang cepat. Tekanan meningkat sebesar 1 atmosfer setiap kedalaman laut 33 ft (10 m). Hal ini menunjukkan bahwa balon (atau paru-paru) dengan volume udara 1 kaki kubik pada kedalaman 33 kaki akan memiliki volume 2 kaki kubik pada permukaan laut. Jika udara ini terperangkap, udara tersebut akan mengembang dan memberi tekanan yang hebat pada dinding ruang tersebut. Pada pendakian cepat, insiden pneumotoraks dan pneumomediastinum serta penekanan sinus dan trauma telinga dalam dapat terjadi. Penekanan sinus beserta disfungsi dari tuba eustakius akan menyebabkan perdarahan pada telinga dalam, robekan membran labirin, atau fistula perilimfatik.2,3,12

Normalnya, tekanan udara di luar dan di dalam telinga sama. Tuba eustakius, berfungsi sebagai penyeimbang kedua sisi tersebut dengan mengeluarkan atau memasukkan udara ke telinga tengah. Barotrauma dapat terjadi ketika ruang-ruang bersis gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal. Bila gas tersebut terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi ataupun kompresi. Barotrauma sering terjadi pada telinga tengah, hal ini terutama karena rumitnya fungsi tuba eustakius. Tuba eustakius secara normal selalu tertutup namun dapat terbuka pada gerakan menelan, mengunyah, menguap, dan dengan manuver Valsava. 1,2,4

Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 cm Hg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Jika perbedaan tekanan antaara rongga telinga tengah dan lingkungan sekitar menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai 100 mmHg), maka bagian kartilaginosa dari tuba eustakius akan sangat menciut. Jika tidak ditambhakan udara melalui tuba eustakius untuk memulihkan volume telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan jaringan didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan tekanan. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, dimana mula-mula membran timpani tertarik ke dalam menyebabkan membran teregang dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai dengan ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah dan tampak sebagai gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gendang telinga. Dengan makin meningkatnya tekanan, pembuluh-pembuluh darah kecil pada mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan pecah, menimbulkan hemotimpanum. Kadang-kadang tekanan dapat menyebabkan ruptur membran timpani.1,2

Terdapat dua mekanisme yang dapat menyebabkan barotrauma pada telinga dalam. Ketika penyelam menyelam ke bawah dan mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan tekanan dan terus melanjutkan menyelam lebih dalam, dalam usaha menyeimbangkan tekanan, dapat terjadi terbukanya tuba eustakius secara tiba-tiba sehingga udara masuk ke telinga tengah. Hal ini akan menyebabkan rupturnya salah satu tingkap antara telinga tengah dan telinga dalam entah fenestra rotundum ataupun fenestra ovalis ke telinga dalam. Kebalikannya, jika penyelam menyelam lebih dalam dengan kesulitan untuk menyeimbangkan tekanan dan tuba eustakius tidak terbuka, maka tekanan diteruskan melalui cairan spinal, menuju ke saluran koklear ke ruang perlimfatik pada telinga dalam. tingkap bundar atau lonjong dapat ruptur.12

Untuk pasien dengan barotrauma pada penerbangan, skenario yang mungkin adalah saat penumpang pesawat mengalami infeksi pernafasan dan pembengkakan mukosa tuba eustakius. Saat lepas landas, tekanan udara di lingkungan turun dan tekanan pada telinga tengah sangat tinggi. Akan tetapi, tekanan akan turun oleh tuba eustakius ketika menelan, dan gejala menjadi tidak terlalu berat. Sayangnya, mukosa tuba bertindak sebagai keran satu arah, dan masalah yang sebenarnya terjadi ketika pesawat mendarat. Pada saat pesawat hendak mendarat, tekanan atmosfer di lingkungan meningkat secara cepat dan tuba eustakius yang bengkak pada nasofaring mencegah aerasi telinga tengah. Hal ini menyebabkan kolapsnya gendang telinga ke dalam, dan pembuluh darah pada telinga tengah dapat ruptur dan mengalami perdarahan kemudian menyebabkan hemotimpanum. Hal ini dapat berlangsung hingga berhari-hari.1

Hukum henry menyatakan bahwa daya larut udara pada cairan secara langsung sebanding dengan tekanan pada udara dan cairan. Sehingga, ketika tutup botol soda dibuka, terbentuk gelembung pada saat udara dilepaskan dari cairan. Sebagai tambahan, ketika nitrogen pada tank udara penyelam larut pada jaringan lemak atau cairan sinovial penyelam saat menyelam, nitrogen akan dilepaskan dari jaringan tersebut ketika penyelam naik menuju lingkungan dengan tekanan yang lebih rendah. Hal ini akan terjadi secara perlahan dan bertahap jika penyelam naik secara perlahan dan bertahap, dan nitrogen akan memasuki pembuluh darah dan menuju ke paru-paru dan dikeluarkan saat bernafas. Akan tetapi, jika penyelam naik secara cepat, nitrogen akan keluar dari jaringan secara cepat dan membentuk gelembung udara. Gelembung yang terbentuk akan mempengaruhi jaringan dalam banyak cara. Gelembung dapat membentuk obstruksi pada pembuluh darah yang dapat mengarah ke cedera iskemik. Hal ini dapat berakibat fatal bila terjadi pada area tertentu pada otak. Kehilangan pendengaran (tuli mendadak) dapat terjadi bila gelembung udara membentuk oklusi pada pembuluh darah arteri labirin yang kemudian meyebabkan iskemik pada koklea.Gelembung juga dapat membentuk suatu permukaan dimana protein dari pembuluh darah dapat melekat, terurai, dan membentuk gumpalan atau sel-sel radang. Sel-sel radang ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan kerusakan jaringan yang permanen.3

VI. Diagnosisa. Anamnesis

Pada anamnesis umumnya didapatkan adanya riwayat menyelam atau penerbangan dimana terdapat perubahan cepat pada tekanan lingkungan. Secara spesifik, barotrauma juga dapat ditemukan riwayat ventilasi tekanan positif yang mengakibatkan peningkatan tekanan paru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary barotrauma. Pasien dengan barodontalgia biasanya memiliki satu atau lebih keadaan sebagai berikut yaitu karies, inflamasi periapikal akut maupun kronik, kista gigi residual, sinusitis, maupun riwayat operasi gigi dalam waktu dekat. Riwayat infeksi telinga tengah maupun luar juga dapat menjadi penanda barotrauma telinga tengah maupun luar. Pada sinus barotrauma biasanya pasien memiliki riwayat rhinitis dan polip nasi.9,10b. Manifestasi Klinis dan Mekanisme

Tiga gejala klinis yang terdapat pada barotrauma secara umum adalah : efek pada sinus atau telinga tengah, penyakit dekompresi, dan emboli gas arteri.Barotrauma yang terjadi pada saat penurunan disebut squeeze. Gejala Knilis pada barotrauma bergantung pada daerah yang mengalami gangguan, yaitu sebagai berikut:1. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Luar

Barotrauma pada telinga luar dapat terjadi bila telinga bagian luar mengalami obstruksi, sehingga volume gas tertutup yang ada akan dikompresi atau dikurangi selama proses turun ke dalam air. Hal ini dapat terjadi pada pemakaian tudung yang ketat, wax pada liang telinga, pertumbuhan tulang atau eksostosis atau menggunakan penutup telinga. Biasanya obstruksi pada saluran telinga bagian luar ini akan menyebabkan penonjolan membran timpani disertai perdarahan, swelling dan hematom pada kulit yang melapisi saluran telinga bagian luar. Kondisi seperti ini dapat ditemukan pada saat menyelam dengan kedalaman sedikitnya 2 meter.9,13

Gambar 10. Barotrauma penurunan (squeeze) pada telinga luar

(dikutip dari kepustakaan 14)Gambar di atas menunjukkan patofisiologi pada telinga luar dimana adanya obstruksi pada telinga luar (seperti penutup telinga) dapat menimbulkan suatu ruang udara yang dapat berubah volumenya sebagai respon terhadap perubahan tekanan lingkungan. Ketika menyelam, volume pada ruang ini menurun dan menyebabkan membran timpani terdorong keluar (ke arah meatus eksterna). Hal ini dapat menyebabkan nyeri dan perdarahan kecil pada membran timpani.14Blok atau obstruksi pada telinga luar mungkin dapat mencegah suatu penyamaan tekanan saat menyelam. Oleh karena itu, penutup telinga tidak boleh digunakan saat menyelam. Gejala yang ditemukan dapat berupa perdarahan pada telinga luar hingga perdarahan pada membran timpani. Tidak ada terapi spesifik yang diperlukan dan penyelamam dapat dilakukan kembali ketika jaringan telah sembuh.152. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Tengah

Barotrauma pada telinga tengah merupakan barotrauma yang paling umum. Membran Timpani merupakan pembatas antara saluran telinga luar dan ruang telinga tengah. Pada saat penyelam turun, tekanan air meningkat diluar gendang telinga, untuk menyeimbangkan tekanan ini, maka tekanan udara harus mencapai bagian dalam dari gendang telinga, melalui tuba eustakius. Ketika tabung eustakius ditutupi oleh mukosa, maka telinga tengah memenuhi empat syarat terjadinya barotrauma (adanya gas dalam rongga, dinding yang kaku, ruang tertutup, penetrasi pembuluh darah). 9,13Jika seorang penyelam terus turun pada kedalaman, maka akan terjadi ketidakseimbangan tekanan. Jika terjadi peningkatan tekanan maka gendang telinga akan terdorong ke dalam, awalnya akan terjadi penekanan gas yang berada pada telinga tengah, sehingga pada batasan tertentu terjadi tekanan pada telinga tengah lebih rendah dari tekanan air diluar, menciptakan vakum relatif dalam ruang telinga tengah. Tekanan negatif ini menyebabkan pembuluh darah pada gendang telinga dan lapisan pertama telinga tengah akan terjadi kebocoran dan akhirnya dapat pecah. Jika terus menurun, selain pecahnya gendang telinga yang menyebabkan udara atau air dapat masuk kedalam telinga tengah untuk menyamakan tekanan, dapat pula terjadi pecahnya pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan ke dalam telinga tengah untuk menyamakan tekanan.9,13Gejala yang dapat ditemukan jika terjadi tekanan pada telinga tengah yaitu nyeri akibat terjadi peregangan pada gendang telinga. Rasa sakit sering dirasakan sebelum pecahnya gendang telinga. Gejala tersebut dapat sedikit berkurang dengan berhenti untuk menyelam yang lebih dalam dan segera naik beberapa meter secara perlahan. 9,13Jika penyelaman ke bawah terus berlanjut, meskipun ada rasa sakit, dapat terjadi pecahnya gendang telinga. Ketika pecah terjadi, nyeri akan berkurang dengan cepat. Kecuali penyelam memakai pakaian diving dengan topi keras, rongga telinga tengah dapat terkena air ketika pecahnya gendang telinga tersebut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi telinga tengah, dan disarankan agar tidak menyelam sampai kerusakan yang terjadi sembuh. Pada saat membran timpani pecah, penyelam dapat tiba-tiba mengalami vertigo. Hal tersebut dapat menyebabkan disorientasi, mual dan muntah. Vertigo ini terjadi akibat adanya gangguan dari maleus, inkus dan stapes, atau dengan air dingin yang merangsang mekanisme keseimbangan telinga bagian dalam. Barotrauma pada telinga tengah terjadi tidak harus disertai dengan pecahnya membran timpani. 9,13

Gambar 11. Barotrauma Penurunan (Squeeze) pada telinga tengah

(Dikutip dari kepustakaan 14)Masalah yang paling sering terjadi ketika penerbangan dan menyelam adalah kegagalan dalam menyamakan tekanan antara telinga tengah dan tekanan lingkungan. Persamaan tekanan terjadi melalui tuba eustakius, yang merupakan jaringan lunak berbentuk tabung yang berasal dari belakang hidung hingga ruang telinga tengah. Kerusakan yang terjadi bergantung pada tingkat dan kecepatan dari perubahan tekanan lingkungan. Ketika penyelam menyelam hanya 2,6 kaki dengan kesulitan menyamakan tekanan pada telinga tengahnya, membran timpani dan tulang-tulang pendengaran akan tertarik, dan penyelam merasakan suatu tekanan dan rasa nyeri. Pada tekanan yang lebih tinggi, tuba eustakius mungkin tertutup oleh tekanan negatif dari telinga tengah. Hal ini dapat terjadi pada kedalaman 3,9 kaki dibawah laut. Peningkatan yang lebih tinggi lagi dapat menyebabkan ruptur membran timpani.14Gejala dari barotrauma berupa nyeri dan ketulian. Tinnitus dan vertigo tidak terlalu terlihat pada kasus ini. Tergantung pada luas cederanya, pada otoskopi dapat terlihat injeksi pembuluh darah atau perdarahan pada membran timpani, perforasi membran timpani, atau darah pada telinga tengah. Audiometri memberikan suatu diagnosis tuli konduktif tanpa komponen sensorineural. Pengobatan yang dilakukan adalah berdasarkan gejalanya. Dalam beberapa hari hingga minggu, gejala menghilang dan penampilan membran timpani dapat kembali normal.153. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Dalam

Terjadi bila pada saat penyelam naik ke permukaan dengan cepat sehingga tekanan pada membran timpani diteruskan pada tingkap bulat dan lonjong sehingga meningkatkan tekanan telinga dalam. Ruptur tingkap bulat dan lonjong dapat terjadi dan mengakibatkan gangguan telinga dalam sehingga gejala yang ditemukan adalah gangguan keseimbangan dan pendengaran seperti vertigo persisten dan kehilangan pendengaran. 9,13Gejala klinis yang biasa terjadi pada barotrauma telinga dalam yaitu adanya tinnitus, berkurangnya ketajaman pendengaran, adanya vertigo, mual dan muntah. Kehilangan pendengaran juga dapat disebabkan oleh adanya emboli pada pembuluh darah arteri labirin yang mensuplai darah pada koklea. Dimana fungsi koklea sangat sensitif terhadap pembuluh darah yang memberi suplai ke koklea. Adanya emboli pada arteri labirin yang mensuplai koklea akan mengganggu fungsi dari koklea. Emboli, trombus, penurunan aliran darah atau vasospasme pada pembuluh darah arteri labirin dapat menyebabkan kehilangan pendengaran.2,16

Gambar 12. Barotrauma telinga dalam

(Dikutip dari kepustakaan 14)

Cedera pada telinga dalam selama penyelaman dikaitkan dengan adanya ketidakmampuan untuk menyamakan telinga tengah. Perubahan tekanan yang tiba-tiba dan besar pada teling tengah dapat diteruskan ke telinga dalam, meyebabkan kerusakan pada mekanisme telinga dalam. Hal ini dapat menyebabkan adanya vertigo berat dan ketulian. Terdapat dua mekanisme teori unutk menjelaskan telinga dalam : implosif dan eksplosif. Pada teori implosif, tekanan diteruskan melalui retraksi ke dalam membran timpani, menyebabkan tulang-tulang pendengaran bergerak menuju telinga dalam pada tingkap lonjong. Tekanan ini diteruskan ke telinga dalam dan menyebabkan pendorongan pada tingkap bundar. Jika penyelam melakukan manuver politzer dan tuba eustakius terbuka secara tiba-tiba, tekanan telinga tengah meningkat dengan sangat cepat. Hal ini menyebabkan tulang pendengaran kembali ke posisi semula, sehingga tingkap bundar rusak. Sedangkan pada teori ekslosif, penyelam tidak dapat membuka tuba eustakius, sehingga tekanan intrakranial terus meningkat selama penyelam melakukan manuver politzer. Karena cairan otak berhubungan dengan cairan pada telinga dalam, maka tekanan ini akan diteruskan ke telinga dalam. Hal ini akan menyebabkan tingkap bundar ataupun tingkap lonjong telinga dalam pecah.14,154. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Sinus Paranasalis

Barotrauma pada sinus terjadi bila pasase yang menghubungkan sinus dan ruangan lainnya tertutup karena mukosa maupun jaringan. Gejala yang ditemukan adalah adanya nyeri pada sinus yang terkena dan pendarahan dari hidung yang berasal dari sinus yang terkena. 9,17Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman secara cepat disebut reverse squeeze atau overpressure. Terjadi usaha tubuh untuk mengeluarkan isi dari ruangan untuk menyesuaikan tekanan. Overpressure memiliki beberapa gejala yang berbeda dengan squeeze yaitu:1. Barotrauma saat naik (Overpressure) Telinga Tengah

Pada overpressure telinga tengah, peregangan dan ruptur membran timpani dapat terjadi dan mengakibatkan nyeri yang sama dengan squeeze. Sebagai tambahan, dapat terjadi facial baroparesis dimana peningkatan tekanan mengakibatkan kurangnya suplai darah pada nervus facialis karena tekanan pada telinga tengah diteruskan ke os temporalis. Dibutuhkan overpressure selama 10 sampai 30 menit untuk gejala dapat terjadi, dan fungsi nervus facialis kembali ke normal setelah 5 - 10 menit setelah penurunan overpressure. 9,132. Barotrauma saat naik (Overpressure) Sinus Paranasalis

Gejala pada overpressure sinus sama dengan squeeze pada sinus.9Kedua mekanisme yang menyebabkan barotrauma telinga dalam akan menyebabkan terbentuknya fistula perilimfatik. Tingkap bundar lebih sering terkena dibandingkan tingkap lonjong, tetapi biasanya keduanya dapat ruptur. Gejala berupa tinnitus, vertigo dengan mual dan muntah, hilang pendengaran, akan muncul ketika menyelam. Biasanya terdapat bukti barotrauma telinga tengah, tetapi membran timpani mungkin terlihat normal. Tuli berupa tuli sensorineural, diikuti oleh nistagmus dan tes fistula yang positif.18,19c. Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan fisis harus disesuaikan dengan riwayat pasien. Pemeriksaan fisis secara umum harus dilakukan dengan menekankan pada telinga, sinus, dan leher serta paru-paru, kardiovaskular, dan sistem neurologi. Inspeksi dan palpasi ekstremitas, dan pergerakan sendi. Pada sinus, inspeksi mukosa nasal untuk polip, perdarahan atau lesi. Palpasi dan transluminasi sinus untuk memeriksa adanya perdarahan. Perkusi gigi atas dengan spatel untuk melihat adanya nyeri tekan pada sinus. Pada telinga inspeksi secara hati-hati membran timpani, lihat apakah ada tanda-tanda : kongesti di sekitar umbo, berapa persen membran timpani yang rusak, jumlah perdarahan di belakang gendang telinga, bukti ruptur membran timpani. Pemeriksaan fisis dapat ditemukan retraksi, eritema, dan injeksi atau perdarahan pada membran timpani. Gejala yang lebih berat berupa otitis, hemotimpanum, dan perforasi membran timpani. Selama inspeksi pada telinga, dapat ditemukan penonjolan ringan ke arah luar atau ke dalam dari gendang telinga. Jika kondisi memberat, mungkin didapatkan darah atau memar di belakang gendang telinga. Palpasi untuk mencari nyeri tekan pada tuba eustakius. 3,19,20

Kelainan membran timpani dapat dilihat melalui pemeriksaan otoskopi. Membran timpani tampak mengalami injeksi dengan pembentukan bleb hemoragic atau adanya darah di belakang gendang telinga. Kadang-kadang membran timpani akan mengalami perforasi. Bila gejala menetap setelah perjalanan udara tersebut, biasanya tes garputala audiometrik akan menunjukkan tuli konduktif ringan di telinga yang terkena. Periksa keseimbangan dan pendengaran pasien. Serta mengevaluasi membran timpani berdasarkan skala Teed:3

Teed 0 tidak ada kerusakan yang terlihat, telinga normal

Teed 1 kongesti sekitar umbo, terjadi ketika perbedaan tekanan 2 pound/inci2 (PSI)

Teed 2 kongesti seluruh membran timpani, terjadi ketika perbedaan tekanan 2-3 PSI

Teed 3 perdarahan pada telinga tengah

Teed 4 perdarahan luas pada telinga tengah disertai gelembung darah yang terlihat di belakang membran timpani; membran timpani mungkin ruptur

Teed 5 seluruh telinga tengah diisi oleh darah yang berwarna gelap (deoksigenasi).

Gambar 13. Barotrauma otitik (hemotimpanum)

Dikutip dari kepustakaan : 21Pada gambar di atas, membran timpani tampak kebiruan karena ada darah pada telinga tengah. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan untuk memventilasi telinga tengah yang diikuti oleh fungsi abnormal dari tuba eustakius. Barotrauma otitik biasanya terjadi pada saat pesawat mendarat atau pada penyelam. Tidak ada pengobatan khusus pada kasus ini. Jika terdapat infeksi yang terkait pada pernafasan atas ataupun alergi, dekongestan dengan antihistamin mungkin dapat membantu.21VII. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita barotrauma adalah pemeriksaan lab berupa:2,3,4,18,19,22 Analisa Gas Darah

Untuk mengevaluasi gradien alveolus-arteri untuk mengetahui terjadinya emboli gas.

Darah Lengkap

Pasien yang memiliki hematokrit lebih dari 48% memiliki sekuele neurologis yang persisten selama 1 bulan setelah perlukaan. Kadar Serum Creatinin Phosphokinase

Peningkatan kadar serum kreatin fosfokinase menandakan peningkatan kerusakan jaringan karena mikroemboli Foto Thoraks dan CT Scan

Foto x-ray thorax jika pasien mengeluh adanya kesulitan bernafas. Pemeriksaan penunjang lainnya berupa CT-Scan kepala untuk melihat apakah terdapat embolisme udara pada otak. PTA

PTA dilakukan untuk menentukan apakah terjadi tuli konduktif atau tuli sensorineural. Timpanometri

Timpanometri dilakukan untuk melihat apakah ada cairan di dalam cavum timpani serta untuk melihat fungsi dari tuba

OAE

Untuk melihat apakah ada kerusakan di telinga dalam VIII. Penatalaksanaan

Penanganan prehospital dapat dipertimbangkan termasuk menstabilkan ABC dan mengkoreksi setiap kondisi yang dapat mengancam nyawa serta mempertahankan oksigenase dan perfusi yang adekuat. Pasien harus diberi aliran oksigen yang besar dan infus dengan akses vena yang besar untuk memelihara tekanan darah dan nadi. Intubasi dapat dilakukan pada pasien dengan jalan nafas yang tidak stabil atau hipoksia persisten meski dengan oksigen 100%. Pipa torakostomi dapat dilakukan pada pneumotoraks atau hemotoraks. Needle decompression dapat dilakukan bila dicurigai tension pneumotoraks. Kateterisasi pasien dengan shok untuk memantau volume dan hidrasi pasien, juga pada pasien DCS yang tidak dapat mengosongkan kandung kemih karena kerusakan saraf pada kandung kemih.3

Walaupun kasus-kasus ringan dapat diobati dengan menghirup 30% O2 pada tekanan permukaan, pengobatan terpenting adalah rekompresi. Tiba di RUBT maka rekompresi dengan 30% O2 dengan tekanan paling sedikit kedalaman 18 meter (2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak kasus PD (Penyakit Dekompresi). Bila sesudah 10 menit penderita belum sembuh sempurna, maka terapi diperpanjang sampai 100 menit dengan diselingi tiap 20 menit bernapas 5 menit udara biasa. Setelah ini dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9 meter selama 30 menit dan mengobservasi penderita. Selanjutnya penderita dinaikkan kepermukaan selama 30 menit. Seluruh waktu pengobatan dapat berlangsung kurang dari 5 jam. Rekompresi mengurangi diameter gelembung sesuai Hukum Boyle dan ini akan menghilangkan rasa sakit dan mengurangi kerusakan jaringan. Selanjutnya gelembung larut kembali dalam plasma sesuai Hukum Henry. O2 yang digunakan dalam terapi mempercepat sampai 10 kali pelarutan gelembung dan membantu oksigenasi jaringan yang rusak dan iskemik. 9,10Dalam kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan rekompresi dalam air untuk mengobati PD langsung ditempat. Rekompresi dilakukan pada kedalaman maksimum 9 meter selama 30-60 menit. Kecepatan naik adalah 1 meter tiap 12 menit, dan bila gejalanya kambuh, tetaplah berada di kedalaman tersebut selama 30 menit sebelum meneruskan naik kepermukaan. Setiba di permukaan, penderita diberi O2 selama 1 jam, kemudian bernafas dengan udara selama 1 jam, demikian seterusnya hingga 12 jam. Walaupun dapat dan telah dilakukan, mengenakan kembali alat selam dan menurunkan penyelam di dalam air untuk rekompresi, namun cara ini tidak dapat dibenarkan. Kesukaran yang dihadapi adalah penderita tidak dapat menolong dirinya sendiri, tidak dapat dilakukan intervensi medis bila ia memburuk dan terbatasnya suplai gas. Oleh karena ini usaha untuk mengatasi PD sering kali tidak berhasil dan malahan beberapa pebderita lebih memburuk keadaannya. 9,10Bila terjadi tuli mendadak akibat oklusi arteri labirin, sebaiknya dilakukan terapi hiperbarik. Interval waktu Antara saat kejadian dan gejala sangat penting dalam pemberian terapi hiperbarik oksigen. Periode emas dari terbloknya pembuluh darah oleh thrombus atau emboli yang dapat memberikan suatu disfungsi neurologik adalah 3 jam. Hal ini di defenisikan sebagai periode reperfusi pertama. Periode reperfusi kedua dimulai saat 3 sampai 5 jam setelah terjadi oklusi. Obat-obatan yang dapat diberikan selama rekompresi adalah infuse cairan (dekstran, plasma) bila ada dehidrasi atau syok, steroid (deksamethason) bila ada edema otak, obat anti pembekuan darah (heparin), digitalis bila terjadi gagal jantung, anti oksidan (vitamin E, C, beta karoten) untuk mengantisipasi pembekuan oksidan (radikal bebas) yang merusak sel tubuh pada terapi oksigen hiperbarik. 9,10,23Bila tidak ada tanda kegawatan, pengobatan biasanya cukup dengan cara konservatif saja, yaitu dengan memberikan dekongestan, menghindari menyelam atau terbang sampai pasien dapat menyeimbangkan kembali fungsi telinga tengah, atau dengan melakukan perasat Valsava selama tidak terdapat infeksi di jalan napas atas. Tetapi bila terdapat tanda-tanda ketulian dan vertigo, pemberian steroid harus dimulai. Apabila cairan yang bercampur darah menetap di telinga tengah sampai beberapa minggu, maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila perlu memasang pipa ventilasi (Grommet). Antibiotik tidak diindikasikan kecuali bila terjadi pula perforasi di dalam air yang kotor. Pasien dilarang untuk menyelam sampai telinga tengah sembuh dan pasien dapat dengan mudah menyesuaikan tekanan pada telinga tengah. Jika terjadi perforasi, pasien harus menunggu hingga perforasi sembuh dan membran timpani utuh kembali.1,2,12Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membarana nasalis dapat mengerut dengan semprotan dekongestan dan dapat diusahakan menginflasi tuba eustakius dengan perasat politzer. Kemudian pasien diberikan dekongestan, antihistamin atau kombinasi keduanya selama 1-2 minggu atau sampai gejala menghilang. Bila pasien menderita infeksi traktus respiratorius atas, diindikasikan terapi serupa tetapi tuba eustakius tidak boleh diinflasi sampai infeksi teratasi sempurna. Harus diberikan antibiotika bila terdapat faringitis atau rhinitis bakterialis. Pada keadaan yang jarang dengan perforasi membran timbani, biasanya penyembuhan terjadi secara spontan, tetapi pasien dianjurkan diperiksa ulang dan dicegah masuknya air ke dalam telinga sampai ia normal kembali. Bila pasien tetap harus terbang dalam keadaan pilek, pasien dianjurkan minum preparat dekongestan-antihistamin setengah jam sebalum berangkat dan selanjutnya setiap 3-4 jam pada penerbangan yang lama. Disamping itu ia dianjurkan membawa inhaler propel heksedrin(bensedrex) dan menyedot 3-4 kali melalui tiap-tiap lubang hidung tepat sebelum naiknya dan pada waktu mulai turunnya pesawat.22Barotrauma sinus diterapi dengan dekongestan, oral dan nasal. Nyeri dikontrol dengan NSAIDs atau obat analgesik narkotik. Pada barotrauma telinga tengah, pengobatan didasarkan pada skala Teed. Untuk kasus ringan (Teed 0-2) : dekongestan, nasal (0,05% oxymetazoline hydrochloride spray 2 kali sehari selama 3 hari) dan oral (pseudoephedrine 60-120 mg dua atau tiga kali sehari). Untuk kasus Sedang (Teed 3-4) pengobatan sama dengan diatas, tapi dapat ditambahkan dengan oral steroid, seperti prednisone 60 mg/hari selama 6 hari lalu diturunkan hingga 7-10 mg per hari. Jika membran timpani ruptur atau air terkontaminasi, dapat diberi antibiotik sesuai dengan pengobatan otitis media akut. Pada kasus berat (Teed 5) pengobatan sama seperti diatas. Dapat dipertimbangkan miringotomi jika pengobatan gagal. Kontrol nyeri dengan Tylenol dengan kodein (asetaminofen 300 mg dengan kodein fosfat 30 mg) 1-2 tablet setiap 4-6 jam.3,18Dokter umum dapat mendiagnosa dan mengobati gangguan ini dengan dekongestan dan manuver valsava. Kasus berulang memerlukan konsultasi dari ahli THT, dengan opsi bedah miringotomi, meskipun kebanyakan kasus membaik secara spontan.24IX. Diagnosis BandingDiagnosis banding untuk barotrauma adalah adanya infeksi pada telinga ataupun pada sinus. Penyakit infeksi dapat berupa otitis eksterna, otitis media maupun sinusitis. Pada barotrauma, gejala yang muncul disertai dengan adanya riwayat perubahan tekanan yang dialami oleh penderita baik oleh karena menyelam ataupun riwayat bepergian dengan pesawat terbang. Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya tanda-tanda infeksi pada otitis eksterna, otitis media maupun sinusitis.3X. Komplikasi Komplikasi yang mungkin ditemukan berupa infeksi telinga akut, hilangnya pendengaran, ruptur atau perforasi dari gendang telinga dan vertigo..20XI. Prognosis

Kasus-kasus berat memerlukan waktu hingga 4-6 minggu untuk menyembuh, tapi umumnya dapat sembuh dalam dua atau tiga hari. Barotrauma biasanya sembuh sendiri. Hilangnya pendengaran sebagian besar bersifat temporer.2,20XII. PreventifUsaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah permen karet atau melakukan perasat Valsava, terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.1Barotrauma dapat dicegah dengan menghindari terbang ataupun menyelam pada waktu pilek dan menggunakan teknik pembersihan yang tepat. Jika terasa nyeri, agaknya tuba eustakius telah menciut. Yang harus dikerjakan jika ini terjadi pada saat menyelam adalah hentikan menyelam atau naiklah beberapa kaki dan mencoba menyeimbangkan tekanan kembali. Hal ini tidak dapat dilakukan jika sedang terbang dalam pesawat komersial, maka perlu untuk mencegah penciutan tuba eustakius. Metode terbaik adalah dengan mulai melakukan manuver-manuver pembersihan dengan hati-hati beberapa menit sebelum pesawat mendarat. Jika pasien harus terbang dalam keadaan pilek, maka sebaiknya menggunakan dekongestan semprot hidung atau oral.. Tindakan prefentif terdiri atas nasal spray vasokonstriktor 12 jam sebelum penerbangan, dekongestan oral dan mengunyah permen karet ketika mendarat.2,12,21,24 DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi E, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal. 10-13, 652. Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC. 1997. Hal. 90-2.3. Kaplan J. Barotrauma. http://www.emedicine.medscape.com/article/768618.htm (diakses tanggal 16 januari 2014).4. Safer, D. Barotrauma. Spain: EBSCO Publishing. 2011.5. Aly, Rusly, dr. Barotrauma. Banda Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. 2010;35-8.

6. Cummings, Charles W. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery Fourth Edition. Maryland: Elsevier.2005.7. Netter, F. Interactive Atlas Of Human Anatomy. England : Novahte. 2004. P. 215-268. Dosen Bagian Ilmu Penyakit THT. Anatomi Sinus Paranasalis. Medan: Bagian Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2012;1-13.

9. Edmonds, Carl MD, et al. Physics Diving Chapter 2 dalam Diving Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia. 2013; 11-28.

10. Direction of Commander, Naval Sea Systems of Command. Mixed Gas Surface Supplied Diving Operations in US Navy Diving Manual Revision 6. 2011; 180-199.

11. Ajeng, Darmafindi dan Indriawati Ratna. Pengaruh Frekuensi Penggunaan Pesawat Terbang dengan Kejadian Barotrauma. Yogyakarta: Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2011.;1-6.

12. Ballenger, JJ. Etc. Ballengers Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery. USA: PMPH-USA. 2009. P. 215-6

13. Edmonds, Carl MD, et al. Ear Barotrauma Chapter 9 dalam Diving Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia. 2013; 90-107.

14. Bentz, BG. Barotrauma. American Hearing Research Foundation. 2012

15. Becker, G. Medical Aspect of Scuba Diving. Current concepts in otolaryngology. P. 40-54

16. Bailey, BT. Head & Neck Surgery Otolaryngology. Londong : Lippincott Williams & Wilkins . 2006. P.4-5

17. Edmonds, Carl MD, et al. Sinus Barotrauma Chapter 10 dalam Diving Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia. 2013; 108-112.

18. Mirza, S. etc. Otic Barotrauma from Air Travel. UK : The Journal of Laryngology & Otology. 2005.

19. Lalwani, AK. Current Diagnosis & Treatment : Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd Edition. NY: The McGraw Hill Companies. 2007. P. 57

20. MedlinePlus. Ear Barotrauma. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001064.htm (diakses tanggal 16 Janurai 2014)

21. Metin, TO. Diagnosis in Othorhinolaryngology- An Illustrated Guide. Turkey : Springer. 2009. P. 33

22. Andrianto P. Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1993. Hal. 114-523. Zhang, JH.Oxygen Therapy in Ischemic Stroke.American Heart Association Journal. 200324. Menner, AL. A Pocket Guide to The Ear. New York : Thieme Stuttgart. 2003. P. 85

PAGE 1