blog prodi pendidikan fisika
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
1/11
Blog Prodi Pendidikan FISIKA
Just another PRODI & UNIT DI FKIP site
Pengembangan Etnosains Dalam
Pembelajaran Pendidikan Sains Di Sekolah
July 23, 2014admin23
Oleh: Edy Tandililing
Perkembangan pendidikan sains sangat dipengaruhi dan didorong oleh pesatnyaperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan sains formal seperti yang
diajarkan di lingkungan pendidikan sekolah. Sementara di lingkungan masyarakat
tradisional terbangun pengetahuan asli berbentuk pesan, adat istiadat yang diyakni oleh
masyarakatnya, dan disampaikan secara turun temurun tentang bagaimana harus bersikap
terhadap alam. Bentuk pengetahuan ini tidak terstruktur secara sistematis dalam bentuk
kurikulum yang diimplementasikan dalam pendidikan formal, melainkan berbentuk pesan,
amanat yang disampaikan secara turun temurun di suatu masyarakat adat seperti cara
memelihara hutan dengan memberlakukan hutan larangan, cara bercocok tanam, dan lain
sebaginya.Oleh karena itu penggalian khusus mengenai pengetahuan asli indigenous
kno!ledge" di suatu masyarakat menjadi semakin penting untuk dikaji yang pada gilirannya
dapat menjadi jembatan untuk menuju ke sains #P$" yang formal dalam hal ini sains yangdipelajari di sekolah.
A. Pendahuluan
Kata ethnoscience (etnosains) bersasal dari kata ethnos (bahasa Yunani) yang berarti bangsa,
dan scientia (bahasa Latin) artinya engetahuan!"leh sebab itu, etnosains meruakan
engetahuan yang dimiliki oleh suatu komunitas budaya!Kemudian ilmu ini memela#ari atau
mengka#i sistem engetahuan dan tie$tie kogniti% budaya tertentu!&enekanan ada
engetahuan asli dan khas dari suatu komunitas budaya! 'enurut enrietta L! (1*)
etnosains adalah cabang engka#ian budaya yang berusaha memahami bagaimana ribumi
memahami alam mereka! &ribumi biasanya memiliki ideologi dan %alsa%ah hidu yang
memengaruhi mereka memertahankan hidu! +tas dasar ini, daat dinyatakan baha
etnosains meruakan salah satu bentuk etnogra%i baru (the ne ethnograhy)!'elalui
etnosains, sebenarnya eneliti budaya #ustru akan mamu membangun teori yang grass root
dan tidak harus mengadosi teori budaya barat yang belum tentu rele-an! &enelitian etnosains
terhada %enomena budaya selalu berbasis etno dan atau %olk!Kehadiran etnosains, menurut
.radley(2001) memang akan memberi angin segar ada enelitian budaya! 'eskiun hal
demikian bukan hal yang baru, karena sebelumnya telah mengenal -erstehen (emahaman),
namun teta memberi a#ah baru bagi enelitian budaya!"leh karena, memang banyak
eneliti budaya yang secara sistematis meman%aatkan ka#ian etnosains!'emang belum ada
kesamaan endaat mengenai istilah etnosains dikalangan eneliti budaya!/stilah ini ada yang
menyebut cogniti% anthroology, ethnograhic semantics, dan descriti-e semantics(.radley, 2001)!erbagai istilah ini muncul karena masing$masing ahli memberikan
http://fkip.untan.ac.id/prodi/fisika/http://fkip.untan.ac.id/prodi/fisika/pengembangan-etnosains-dalam-pembelajaran-pendidikan-sains-di-sekolah.htmlhttp://fkip.untan.ac.id/prodi/fisika/author/hemrihttp://fkip.untan.ac.id/prodi/fisika/pengembangan-etnosains-dalam-pembelajaran-pendidikan-sains-di-sekolah.htmlhttp://fkip.untan.ac.id/prodi/fisika/author/hemrihttp://fkip.untan.ac.id/prodi/fisika/ -
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
2/11
enekanan berbeda, namun hakikatnya adalah ingin mencari tingkat ilmiah ka#ian budaya!
.etia masyarakat mengalami ertumbuhan dan erkembangan akibat kebutuhan yang
berubah dari aman ke aman!alam erkembangan itu ter#adi berbagai roses emecahan
masalah demi kehiduan yang lebih baik dan se#ahtera melalui teknologi! &erkembangan
ilmu engetahuan dan teknologi tak leas dari damak ositi% dan negati-e! i satu sisi
eneraan ilmu engetahuan dan teknologi telah melahirkan berbagai ino-asi untukmeninkatkan kese#ahteran hidu manusia, namun di sisi laineneraan ilmu engetahuan dan
teknologi #uga telah mengeksloitasi kekayaan alam untuk menge#ar roduksi tana
memertimbangkan kelangsungan hidu #angka an#ang seerti yang ter#adi ada damak
rusaknya lingkungan alam yang mengakibatkan berbagai bencana alam seerti kekeringan
berkean#angan, ban#ir, kebakaran hutan, olusi udara yang kesemuanya hanya menghasilkan
kesengsaraan rakyat banyak!
Lingkungan, baik %isik mauun sosial$budaya daat memberikan kontribusi tertentu ada
engalaman bela#ar sisa!&engalaman tersebut daat berua ola ikir (ranah kogniti%), ola
sika (ranah a%ekti%), mauun ola erilaku (ranah sikomotorik)!.olomon (dalam aker, et
al, 1) menyatakan konse$konse sains yang dikembangkan di sekoiah tidak ber#alan
mulus karena diengaruhi kuat oleh %aktor$%aktor sosial, khususnya engetahuan intuiti%tentang dunia lingkungannya (li%e$ord)! &engetahuan tersebut dibangun selama sisa masih
kanak$kanak yang disosialisasikan dan dienkulturisasi oleh orang lain (seerti orang tua dan
teman sebaya)! "gaa (2002) menyatakan salah satu sains intuiti% adalah sains sosial atau
budaya (culture or social science) atau disebut #uga dengan sains asli (indigenous science)!
.ni-ely 5orsiglia (2001 67) menyatakan baha sains asli berkaitan dengan engetahuan
sains yang dierolehnya melalui budaya oral di temat yang sudah lama ditematinya!
&engetahuan ini sudah meruakan bagian budaya mereka yang dieroleh dari andangannya
tentang alam semesta yang relati% diyakini oleh komunitas masyarakat tersebut!8amun,
samai saat ini sains asli yang meruakan subbudaya dari kelomok masyarakat, kurang
disadari dan kurang mendaat erhatian dari ara akar endidikan sains mauun guru$guru
sains di /ndonesia!
aker, et al (1) menyatakan, baha #ika embela#aran sains di sekolah tidak
memerhatikan budaya anak, maka konsekuensinya sisa akan menolak atau menerima
hanya sebagian konse$konse sains yang dikembangkan dalam cmbela#aran! .tanley
rickhouse (2001) menyarankan agar embela#aran sains di sekolah menyeimbangkan antara
sains arat (sa ins normal, sains yang diela#ari dalam kelas) dengan sains asli (sains
tradisional) dengan menggunakan endekatan lintas budaya (cross$culture)! &endaat senada
#uga dikemukakan oleh 5obern dan +ikenhead (176 4), yang menyatakan #ika subkultur
sains modern yang dia#arkan di sekolah harmonis dengan subkultur kehiduan sehari$hari
sisa, enga#aran sains akan berkecenderungan memerkuat andangan sisa tentang alam
semesta, dan hasilnya adalah enculturation! Jika enculturation ter#adi, maka berikir ilmiahsisa tentang kehiduan sehari$hari akanmeningkat!
.ebaliknya, #ika subkultur sains yang dia#arkan di sekolah berbeda atau bahkan bertentangan
dengan subkultur keseharian sisa tentang alam semesta, seerti yang ter#adi ada
kebanyakan sisa (5osta, 19 "gaa, 2002), maka enga#aran sains akan
berkecenderungan menghancurkan atau memisahkan andangan sisa tentang alam semesta,
sehingga mereka meninggalkan atau meminggirkan cara asli mereka untuk mengetahui dan
rekonstruksi ter#adi menu#u cara mengetahui menurut ilmuan (scienti%ic)! asilnya adalah
asimilasi (5obern +ikenhead9 179 'ac/-or, 1)!al ini konotasinya sangat negati% dan
diangga sebagai :hegemoni endidikan; atau :imerialisme budaya;! &ada umumnya sisa
meghambat asimilasi, misalnya dengan cara kurang memerhatikan ela#aran! Jika hal ini
ter#adi, tentu hasil bela#ar sains tidak akan sesuai dengan yang diharakan!Lucas (1*) berendaat baha salah satu tu#uan utama endidikan sains di rnasyarakat
-
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
3/11
timur (non$
-
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
4/11
emberdayaan otensi$otensi yang berasal dari kema#emukan sumberdaya alam, budaya,
dan etnis dari masing$masing daerah (Jalal dan .uriadi, 2001)!
Kurikulum sains yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kometensi (KK),
dengan materi okok dikembangkan oleh emerintah usat, sedangkan silabus dan bahan
a#arnya direncanakan dan dikembangkan di daerah (ediknas,2001)! .ebagai
konsekuensinya, ada tingkatan oerasional, agar menamilkan sains asli (budaya) yang unikdan unggul di daerahnya masing$masing dalam enyelenggaraan endidikan, khususnya
dalam mata ela#aran sains!al ini memberikan haraan sekaligus tantangan bagi seluruh
komonen enyelengara endidikan sains di masing$masing daerah, baik ada tingkat
roinsi mauun lebih khusus ada tingkat kabuatenAkota! araan yang ditunggu antara
lain adalah akan terakomodasinya sebagian besar asirasi dan otensi daerah seerti sains asli
yang ada di daerah yang selama sistem sentralisasi endidikan berlaku tidak terakomodasi!
al ini enting karena sesuai dengan endaatnya +ikenhead dan Jegede (1) dan aker et
al (1) baha keberhasilan roses embela#aran sains di sekolah sangat diengaruhi oleh
latar belakang budaya yang dimiliki oleh sisa atau masyarakat di mana sekolah tersebut
berada! al senada #uga dikemukakan /brahim, dkk (20026) yang mengatakan baha selain
landasan %iloso%is, sikologis dan ilmu engetahuan dan teknologi (/&?BK), landasan sosialbudaya harus diertimbangkan dalam engembangan kurikulum karena endidikan selalu
mengandung nilai yang harus sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat! Kiranya,
samai saat ini masih #arang ditemui di dalam acana endidikan kita untuk memerhatikan
sains asli (budaya lokal) ada embela#aran sains, baik dari tingkat sekolah dasar (.)
samai tingkat sekolah menengah (.'@) dan ini tantangan bagi endidik sains di daerah!
@saha untuk mengintegrasikan sains asliAetnosains ke dalam kurikulum endidikan sains di
sekolah sebenarnya telah disarankan se#ak tahun 1C0 oleh uilding seerti dikuti oleh
-
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
5/11
berakar ada kontrukti-isme indi-idu (ersonal constructi-ism) dan ersekti% sosiologi yang
bertumu ad konstrukti-isme sosial (social constructi-ism), ara eneliti dan ahli
endidikan saat ini mencoba untuk menggunakan ka#ian teori anthroologi (anthroological
erecti-e)! Yang terakhir ini mencoba melihat roses embela#aran sains di sekolah ada
setting budaya masyarakat sekitar ('addock, 1*19 5obern dan +ikenhead, 1*)! 'enurut
ersekti% anthroologi, enga#aran sains diangga sebagai transmisi budaya (culturaltransmission) dan embela#aran sains sebagai enguasaan budaya (cultural acDuisition)
.ehingga roses K' (kegiatan bela#ar menga#ar) di kelas daat diibaratkan sebagai roses
emindahan dan erolehan budaya dari guru dan oleh murid! @ntuk embatasan kata budaya
(culture) yang dimaksud di sini adalah suatu sistem atau tatanan tentang symbol dari arti yang
berlaku ada interaksi sosial suatu masyarakat (Eert, 1C3)!erdasarkan batasan ini, maka
matemamatika daat diangga sebagai subbudaya kebudayaan barat, dan sains dari barat
(
-
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
6/11
kebudayaan di masyarakat ikut serta bereran dalam menginterretasikan dan menyera
engetahuan yang baru (konse$konse sains)!
.etahun sebelumnya, 5obern (14) men#elaskan endaatnya secara ersuasi-e baha cara
seseorang memahami9 hubungan seseorang dengan dunianya (lingkungannya)9 dan #uga cara
andang seseorang terhada hubungan sebab akibat, ruang dan aktu adalah sangat
diengaruhi oleh asal$usul budayanya! isa dita%sirkan di sini dalam konteks kebudayaan/ndonesia yang ma#emuk, sisa$sisa di edalaman Kalimantan memunyai cara berikir
(ay o% knoing) yang berbeda dengan sisa$sisa dikota&ontianak, atauun dengan sisa$
sisa di Yogyakarta! .elan#utnya, 5obern (14) menegaskan baha trans%er engetahuan
(roses embela#aran) aaun bentuknya, harus memertimbangkan latar belakang sisa!
&engaruh latarbelakang yang dimiliki sisa terhada roses embela#aran sains ada dua
macam! &ertama, engaruh ositi% akan muncul #ika materi ada embela#aran sains di
sekolah yang sedang diela#ari selaras dengan engetahuan (budaya) sisa sehari$hari! &ada
keadaan ini roses embela#aran mendukung cara andang sisea terhada alam sekitarnya!
&roses embela#aran yang seerti ini disebut dengan embela#aran inkulturasi (inculturation)!
.ebaliknya, yang kedua, roses embela#aran sains di kelas men#adi =enggangu= ketika
materi ela#aran sains tidak selaras dengan latarbelakang budaya yang sudah mengakar adadiri sisa, serta guru berusaha untuk =memaksakan= kebenaran materi ela#aran sainsA/&+
(udaya arat) dengan cara memarginalisasikan engetahuan engetahuan (budaya) sisa
sebelumnya! &roses embela#aran seerti ini disebut asimilasi (cobern dan +ikenhead, 1*9
+ikenhear dan Jegede, 1)! Jika roses embela#aran inkulturasi meningkatkan cara
emahaman sisa, sebaliknya roses asimilasi berotensi men#adikan sisa untuk
mengalami aa yang disebut dengan keterasingan (alienation) terhada kebudayaannya
sendiri, yang ada gilirannya daat menimbulkan =gangguan sosial= dalam kehiduan sehari$
hari! Jauh sebelumnya, 'addock (1*3) menemukan baha endidikan .ains di &aua
8ugeini e%ek keterasingan ada sisa$sisa sekolahnya, yang telah =memisahkan= mereka
dengan kebudayaan tradisional masyarakatnya! Lebih lan#ut ia mengatakan baha semakin
tinggi endidikan %ormal seseorang (di &aua 8ugini), semakin besar e%ek keterasingan yang
dialami!
asil enelitian yang dilakukan oleh Larson sebagaimana dikuti oleh +ikenhead dan Jegede
(1) memberikan in%ormasi lain yang berguna! /a menemukan baha meskiun boleh #adi
roses embela#aran asimilasi tidak men#adikan sisa terasing dari budayanya, namun teta
sa#a akan mengasingkan sisa dari sains! Keadaan tersebut membaa mereka untuk kreati%
dengan mecitakan cara =cerdas= yang semu dalam memela#ari sains (teatnya mengha%al
konse$konse sains) seerti aa yang disebut dengan =+turan Hatimah= (Hatimah=s Iule)!
5ara$cara =cerdas= tersebut digunakan oleh sisa untuk lulus dalam u#ian, bukan untuk
memahami sains secara bermakna, sebagaimana yang diangga oleh guru! .elan#utnya, +llen
dan 5reley (1*) menyatakan dalam hasil enelitiannya baha meskiun erbedaan antarayang terkandung ada materi ela#aran sains di sekolah dengan latar belakang budaya sisa
tidak samai mengakibatkan utus sekolah, namun erbedaan tersebut telah menghambat
sisa untuk berartisiasi selama roses embela#aran sains berlangsung! .eolah$olah materi
ela#aran sains, untuk membantu sisa memela#ari sainsA/&+ yang selaras dengan keyakinan
budaya sisa tana terleas dari konse$konse baku yang berlaku secara uni-ersal!
&enelitian$enelitian tentang engaruh budaya terhada embela#aran sains diikuti oleh
acana tentang model embela#aran aa yang cocok untuk melaksanakan kurikulum yang
dikembangkan berbasis kebudayaan lokal! Eeorge (11) menyarankan keada ara guru
untuk memerhatikan emat hal selama membaakan roses embela#aran sebagai berikut!
(1) memberi kesematan keada sisa untuk mengeksresikan ikiran$ikirannya, untukmengakomodasi konse$konse atau keyakinan yang dimiliki sisa, yang berakar ada sains
-
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
7/11
-
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
8/11
meminta agar sistim instruksi embela#aran sains di sekolah diubah, dengan memerhatikan
sensiti%itas budaya (.ains ?radisional) yang berkembang di masyarakat! 'ereka
merekomendasi embuatan kurikulum sains yang mengakomodasi sains ?radisional ke dalam
embela#aran %ormal di sekolah! Lebih khusus Lag, 8agel (12) #uga telah menyarankan
erlunya uni-ersitas encetak tenaga guru memunyai mata kuliah yang khusus membahas
engintegralan sains ?radisional ke dalam embela#aran sains di sekolah$sekolah dasar danmenengah!
E. Sikap $uru Sains dalam #engimplementasikan Kurikulum Sains Berbasis Budaya
di Sekolah
+da beberaa hal yang erlu dilakukan guru dalam mengembangkan embela#aran sains
berbasis sains asli sebagai berikut!
/! ldenti%ikasi engetahuan aal sisa tentang sains asli
/denti%ikasi engetahuan aal sisa tentang sains asli bertu#uan untuk menggali ikiran$
ikiran sisa dalam rangka!mengakomodasi konse$konse, rinsirinsi atau keyakinan
yang dimiliki sisa yang berakar ada budaya masyarakat di mana mereka berada! al inienting dilakukan mengingat baha setia anak akan memiliki andangan$adangan atau
konsesi$konsesi yang berbeda terhada suatu ob#ek, ke#adian atau %enomena! +usubel
(dalam ahar,1*) mengatakan baha satu hal yang aling enting dilakukan guru sebelum
embela#aran dilakukan adalah mengetahui aa yang telah diketahui sisa!
2! &embela#aran dalam kelomok
'asyarakat tradisional cenderung melakukan kegiatan secara berkelomok yang terbentuk
secara sukarela dan in%ormal, seerti halnya seka tari baris, tabuh gong, dan
sebagainya!&embela#aran dalam bentuk kelomok meruakan engembalian :%itrah;
embela#aran mereka!.uriyono (2000627) berendaat baha bela#ar dalam bentuk
kelomok meruakan satuan endidikan yang bersi%at indigenous (asli), yang timbul sebagai
keseakatan bersama ara arga bela#ar untuk saling membela#arkan secara sendiri mauun
dengan mengundang narasumber dari luar kelomok mereka! Lebih lan#ut +nar (20036 437)
berendaat baha model embela#aran dalam kelomok meruakan satuan endidikan
aling demokratis, di mana keutusan, roses, dan engelolaan bela#ar bersi%at dari, oleh, dan
untuk anggota bela#ar! erdasarkan ertimbangan ini, maka uaya mengorganisasi diri
mereka sendiri dalam adah kelomok meruakan :re%ungsi; kelomok bela#ar %enomena
sebelumnya (natural %enomena)!
3! &eran guru sains sebagai enegosiasi
a1am roses embela#aran sains, guru memegang eranan sentral sebagai :enegosiasi;
sains arat (budaya arat) dan sains asli sebagai budaya loka1 dengan sisa$sisanya! Euru
membuat keutusan$keutusan edagogi berlandaskan engetahuan raktis di mana guruharus mamu mengintegrasikan secara holistik rinsi$rinsi yang sarat dengan budaya,
nilai$nilai, dan andangan tentang alam semesta (orld-ie)! Euru da1am roses renegosiasi
harus :cerdas; dan :ari%=, .ni-ely 5orsiglia (2001) dan Eeorge (2001) mengidenti%ikasi
eran guru sains dalam roses negosiasi yaitu 6 (1) memberi kesematan keada sisa untuk
mengeksresikan ikiran$ikiramlya, untuk mengakomodasi konse$konse atau keyakinan
yang dimiliki sisa yang berakar ada sains asli (budaya), (2) menya#ikan keada sisa
contoh$contoh kegan#ilan (discreant e-ents) yang sebenamya hal biasa menurut konse$
konse sains arat, (3) bereran untuk mengidenti%ikasi batas budaya yang akan di1eatkan
serta menuntun sisa melintasi batas budaya, sehingga membuat masuk akal bila ter#adi
kon%lik budaya yang muncu1, (4) mendorong sisa untuk akti% bertanya, dan () memoti-asi
sisa agar menyadari akan engaruh ositi% dan neoati% sains arat dan tekno1ogi bagikehiduan dalam dunianya (bukan ada kontribusi sains arat dan teknologi untuk
-
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
9/11
men#adikan mono$kultura1 dari elit yang memiliki hak istimea)!
.ebelum embela#aran dilaksanakan, guru dian#urkan untuk memilih konse$konse atau
toik$toik sains yang menarik yang ada hubungannya dengan lingkungan sosial budaya
setemat! ?oik$toik ini daat dieroleh melalui identi%ikasi sains asli yang ada di sekitar
sekolah, baik melalui nara sumber mauun melalui obser-asi arti%act budaya yang ada di
lingkungan sekolah yang berhubugan dengan sains yang diela#ari di sekolah! .etelah toikdiilih, maka sisa dikelomokkan men#adi kelomok$kelomok kecil yang akan melakukan
enyelidikan atau diskusi!
$. Kesimpulan
1! &embela#aran sains erlu diuayakan agar ada keseimbanganA keharmonisan antara
engetahuan sains itu sendiri dengan enanaman sika$sika ilmiah, serta nilai$nilai keari%an
yang ada dalam sains itu sendiri! "leh karena itu, lingkungan sosial$budaya sisa erlu
mendaat erhatian serius dalam mengembangkan endidikan sains di sekolah karena di
dalamnya terendam sains asli yang daat berguna bagi kehiduannya! engan demikian,
endidikan sains akan betul$betul berman%aat bagi sisa itu sendiri dan bagi masyarakat luas!
2! &enelusuran :sains asli;meruakan suatu keharusan dalam rangka mengembangkanendidi$
kan sains berbasis budaya di sekolah! i saming sisa memela#ari sains arat yang
memunyai si%at ob#ekti%, uni-ersal, dan roses bebas nilai (-alue$%ree roces) sebagai
budaya yang datang dari arat mereka #uga memela#ari sains asli mereka sendiri yang
bersi%at kontekstual, memiliki etika (ethics) atau moral dan keari%an (isdom) yang
meruakan budaya mereka dari masyarakat ?imur!
3! Kurikulum hendaknya memerhatikan dan eduli terhada sistem sosialbudaya yang
berkem$
ang dan berlaku di suatu masyarakat! emikian #uga engembangan kurikulum sansA/&+
erlu engintegrasian muatan etnosains agar roses embela#aran sisa men#adi bermakna
dan kontekstual!
DA%TA& KEP'STAKAA(
+ikenhead, E "!J! Jegede (1)! 5ross$5ultural .cience Bducation6 + 5ogniti-e
Blanation o% a 5ultural &henomenon! Joumal o% Iesearch in .cience ?eaching! ol 37, !
27$2*C!
+llen,8!J! 5rraley, H!B! (1*)! oices %rom the rige6
-
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
10/11
-
7/23/2019 Blog Prodi Pendidikan FISIKA
11/11
Jegede,"J &!+!"kebukola (1*)! /n%luence o% .ocio$5ultural Hactor on .econdary
.tudents= +ttitude toard .cience!Iesearch in .cience Bducation! 1! 1$174!
Johnson,B!! (2002)! 5ontetual ?eaching Learning! 5ali%ornia6 5orin &ress!
Lucas,!K (1*)! .ome 5outionary 8otes +bout Bmloying the .ocio$5ulturalBn-ironmental .cale in i%%erent 5ultural 5ontets! Journal o% Iesearch and 'athematics
Bducation in .B +sia!21(2)!
'addock ,'!8!(1*1)! .cience Bducation6 +n +ntroological ieoint! .tudies in .cience
Bducation! *! 1$27!
'ac/-or,'! (1)! Iede%ining .cience Bducation %or +boriginal .tudents!/n ,'! attiste
J! arnlan (editors)! 5anada6 ?he 5ircle @n%olds!
'oore, enrietta L!, 1*! Heminisme an +ntroologi (&ener#emah6 ?im &royek .tudi
Jender dan &embangunan H/./& @/)! Jakarta6 &enerbit "bor!
"kebukola,&!+!"! (1*7)! /n%luenced o% &re%ered Learning .tyle on 5ooerati-e Learning in
.cience!.cience Bducation! C0(), 0$1C!
"gaa,'! (2002)! .cience as the 5ulture o% .cientist6 o to 5oe ith .cientism N
htt6AAsce73*$01!%sll!eduAogaa!html!
"gunniyi,'!! et al (1*)! 8ature o%