case hipovolemik + sepsis

Upload: bloodyredaholic

Post on 16-Oct-2015

76 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pembahasan kasus mengenai pasien dengan episode hipovolemik dan sepsis

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Shock adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam mengatur peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh menurunan volume intravaskuler baik karena kehilangan cairan, kegagalan pompa jantung atau karena perubahan resisteni vaskular perifer.

Renjatanadalahdiagnosaklinisyangterjadikarenaberbagaisebab.Renjatanmerupakankegawatanmedikdenganmorbiditasdanmortalitasyangtinggi(>20%)yang membutuhkan penanganan segera. Kelambatan penanganan dapat menyebabkan kematian atau terjadinya gejala sisa. Gejala awal shock pada anak tidak sama dengan dewasa karena fungsi organ dan kemampuan kompensasi tubuh yang relatif berbeda sesuai perkembangan manusia. Renjatanhipovolemikterjadisebagaiakibatberkurangnyavolume darah intravaskuler. Jenis renjatan ini yang paling banyak dijumpai dan merupakan penyebab kematian terbanyak pada anak.Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian tiap tahun, meskipunpenyebabnyaberbeda-beda tiap negara.

Pada negaraberkembangpenyebab utama hipovolemik adalah diare akut dan demam berdarah dengue, sedang di negara maju penyebab terbanyak hipovolemik adalah perdarahan akibat trauma. Kehilangan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel sehingga terjadipenurunanisisekuncupdancurahjantungsehinggaterjadipenurunanhantaran oksigen ke jaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan, selain terjadi penurunan cardiac output juga terjadi pengurangan haemoglobin, sehingga transport dari oksigen ke jaringan makin berkurang.

BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. Zukirman M. Yazif Tanggal lahir

: 22 Juli 1965 (49 tahun)Alamat

: Jl.Kali Bata Utara No II

Agama

: Islam

Status

: Menikah

BB

: 60 kg

TB

: 167 cm

Tanggal masuk RS: 17/2/2014

2.2 ANAMNESISKELUHAN UTAMA (Autoanamnesis di IGD , tanggal 17/2/2014)

Merasa kolostomi macet sejak 2 minggu sebelum masuk RS.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:

Pasien mengaku kolostomi macet sejak 2 minggu yang lalu sehingga pasien sulit BAB dan perut terasa kembung. Perut juga dirasakan nyeri seperti melilit dan membesar. Terdapat mual dan muntah setiap kali habis makan, muntah isi makanan, kadang berwarna kehijauan. Demam dirasakan hilang timbul sejak 4 hari yang lalu.RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat sakit maag, hipertensi, asma, dan alergi disangkal. Pasien sebelumnya sudah pernah melakukan operasi kolostomi pada tahun 2012 karena susah BAB dan terkadang BAB disertai darah.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat asma, hipertensi, alergi, dan keganasan pada keluarga disangkal.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum: tampak sakit sedang, Kesadaran: E2M5V3Tanda Vital: TD: 120/70 mmHg, N: 96 x/menit, RR 20 kali/menit, S: 37,80 c

Status generalis:

Kepala: Mata: Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/- , pupil normal bulat isokor

Leher: Tidak teraba adanya pembesaran KGB

Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru: SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-.

Abdomen: Inspeksi: Perut tampak membesar , striae (-), tampak benjolan pada bagian bawah kiri abdomen, tampak kolostomi bag pada bagian kiri bawah abdomen terdapat feses cair (10 cc, berwarna kecoklatan, darah (-).Palpasi: Nyeri tekan seluruh abdomen (+), defense muscular (+), teraba massa berukuran 5x8 cm, konsistensi keras, immobile, nyeri pada perabaan. Hepar dan lien sulit dinilai.Perkusi: nyeri pada perkusi sehingga sulit untuk dilakukan.Auskultasi: bising usus (-)Ekstremitas: akral hangat (+/+), edema (-/-)2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 17/2/2014 :

PemeriksaanHasilSatuanNilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

VER/HER/KHER/RDW

VER

HER

KHER

RDW

HITUNG JENIS

Basofil

Eosinofil

Netrofil

Limfosit

Monosit

Luc KIMIA KLINIK

FUNGSI HATI

SGOT

SGPTFUNGSI GINJAL

Ureum darah

Kreatinin darahDIABETES

Glukosa darah puasa

Glukosa darah 2 jam PP

ELEKTROLIT DARAHNatrium (darah)

Kalium (darah)Klorida (darah)10.13610.75234.6286.628.533.013.20281

11

4

2

23

9

43

1.2

105

115

135

4.68

103g/dl

%

ribu/ul

ribu/ul

juta/ul

fl

pg

g/dl

%

%%

%

%

%

%

U/l

U/l

mg/dl

mg/dl

mg/dl

mg/dl

mmol/l

mmol/l

mmol/l11,7-15,5

33-45

5.0-10.0

150-440

3.80-5.20

80.0-100.0

26.0-34.0

32.0-36.0

11.5-14.5

0-11-3

50-70

20-40

2-8

92%Pucat kehitaman, butuh O2Sianosis dengan O2

SirkulasiTekanan darah berubah 50%

Total7

Pemantauan tanda vital di ruang pulih:

Jam 18.00: TD 98/60 mmHg, N: 92x/menit

Jam 18.05: Pasien di dorong ke Intensive Care UnitBAB III

PEMBAHASAN KASUS

Pada kasus ini dilakukan operasi laparatomi eksplorasi cito atas indikasi adanya peritonitis akibat dari metastasis ke KGB dan organ sekitar dengan perburukan dari tumor primer pada rektodigmoid. Hal ini diketahui dari hasil anamnesis didapatkan adanya nyeri seluruh abdomen dan demam. Pada pemeriksaan fisik abdomen ditemukan penurunan kesadaran (GCS: 10) dengan tanda peritonitis berupa perut tampak membesar dan tegang, defense muscular (+), dan teraba massa berukuran 5x8 cm, konsistensi keras, immobile, nyeri pada perabaan yang diduga merupakan tumor primer penyebab terjadinya perburukan pada pasien. pada pemeriksaan penunjang, ditandai dengan leukosit yang meningkat (10,7000/uL), dan shift to the left pada hitung jenis leukosit (neutrofil meningkat dan limfosit menurun) yang merupakan tanda awal dari infeksi akut, serta metastasis dipastikan dari hasil ct-scan whole abdomen didapatkan kesan massa rectosigmoid dengan distensi sisterna colon proksimal sampai pertengahan ginjal kiri sugestif invaginasi colocolica proksimal colon descendence. Multiple nodul hepar sugestif metastasis, kista ginjal kanan, limfadenopati parailiaca.

Dari hasil konsultasi anestesi, didapati pasien termasuk dalam ASA III E. ASA III menandakan pasien dengan penyakit sistemik berat sehingga aktivitas rutin terbatas, pada pasien ini menderita penyakit infeksi peritonitis dan metastasis keganasan pada KGB dan organ sekitar. E berasal dari kata emergency, yang menandakan tindakan harus segera dilakukan dan jika tidak dilakukan dapat menimbulkan kecacatan permanen/kematian. Sehingga meskipun pasien dalam kondisi keadaan umum yang buruk, operasi tetap dilakukan guna mengatasi sumber terjadinya perburukan pada pasien.

Pelaksanaan operasi pada pasien ini dilakukan pembiusan dengan teknik anaestesi umum (General Anethesia) karena pada pasien akan dilakukan operasi laparatomi eksplorasi yang termasuk dalam operasi besar, selain itu juga pasien dalam keadaan penurunan kesadaran. Anesthesia umum (GA) adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi. Metode ini cocok untuk dilakukan pada operasi yang berlangsung lama. Pada anestesi umum diberikan obat-obatan dengan urutan analgetik, hipnotik/sedasi, dan muscle relaxant secara intravena dengan/tanpa obat anestesi inhalasi. Pada pembiusan total (general anestesi), patensi jalan napas sering kali menggunakan ETT dikontrol dengan ventilator terutama pada anestesia yang menggunakan muscle relaxant, namun dapat juga dengan teknik kendali. Penggunaan ETT pada anestesi umum tidak absolut, dapat digunakan laringeal mask atau face mask, tergantung pada lama operasi dan posisi pasien saat akan dilakukan tindakan operasi.

Melihat dari aspek keadaan umum pasien yang tampak sakit berat dengan penurunan kesadaran, maka teknik pembiusan yang dipilih sudah tepat. Namun harus dipikirkan pada akhir anestesi ada kemungkinan kesadaran pasien sulit untuk pulih kembali, sehingga harus dipersiapkan ruang ICU untuk perawatan setelah operasi. Keuntungan pada anestesi GA adalah :

1. Mengurangi kejadian pasien mengingan kejadian di durante operasi

2. Merelaksasi otot

3. Airway, breathing, circulation dapat terkontrol dg baik

4. Dapat diberikan cepat dan reversibel

Obat anestesi yang diberikan midazolam 1mg dan fentanyl 100mcg untuk premedikasi dimana kita bertujuan untuk menenangkan pasien dengan sedasi dan analgetik opioid. Induksi dilakukan dengan pemberian propofol 100mg yang bertujuan untuk sedative, amnestik, dan anestetik. Mekanisme kerjanya dengan menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Dosis propofol untuk pasien dewasa yaitu 2-2,5 mg/kg BB. Injeksi intravena pd dosis terapetik memberikan efek hipnotif cepat, biasanya dalam waktu 40 detik dari awal pemberian injeksi. Propofol sangat populer karena mempunyai onset yang cepat, durasi singkat, induksi yang halus tanpa eksitasi, akumulasi obat minimal, kuwalitas pulih sadar baik tanpa sakit kepala dan gejala sisa psikomotor minimal. Propofol mempunyai sifat antiemetic, juga diketahui memiliki kemampuan bronkodilator dan baik penggunaannya pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik. Kualitas tersebut menunjukkan propofol memiliki potensi yang baik sebagai obat induksi. Diberikan juga roculax (rocuronium bromide) 30mg, merupakan intermediate-acting non depolarizing neuromuscular- blocking drug dengan onset 1-2 menit, durasi efek 30-60 menit. Rocuronium menghasilkan neuromuscular blokade dengan berkompetitif dengan asetilkolin untuk reseptor kolinergik pada motor end plate. Pada pasien yang mengalami sirkulasi lambat sepeti penyakit jantung, lansia, oedema, hal ini akan meningkatkan volume distribusi obat sehingga akan memperlambat onset. Bila kita melihat pemberian rocuronium 30 mg pada pasien ini sesuai dengan kadar dosis terapetik dengan dosis rendah 0,6 -1,0 mg/kgBB, maka dalam 1 menit akan dicapai suatu kondisi yang cukup untuk melakukan intubasi pada pasien.. Anesthesia inhalasi yang digunakan adalah O2:air dengan perbandingan 2:2, dan isoflurane 1.5 vol%. Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik merupakan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intra kranial. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal sehingga digemari untuk anestesi pada pasien dengan gangguan koroner. Dosis : 1,2 volume %. Isoflurane menghasilkan relaksasi otot yang cukup untuk beberapa operasi intra-abdominal. Isoflurane kompatibel dengan semua relaksan otot yang umum digunakan. Kerjanya menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi. sehingga mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai laparatomi. Hal tersebut mengindikasikan isofluran sebagai pilihan dalam maintenance anastesi pada operasi intra-abdominal seperti halnya pada kasus ini.Pada saat melakukan pembedahan, pasien akan mengalami fase pra-bedah, durante (selama) pembedahan, dan pasca pembedahan dimana dari ketiga periode tersebut harus diawasi beberapa hal salah satunya adalah terapi cairan. Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara atau mengganti cairan yang telah hilang baik dengan cairan kristaloid maupun koloid.Terapi cairan perioperatif meliputi: penggantian cairan yang sudah hilang sebelumnya seperti pada pasien yang sebelumnya puasa, kebutuhan maintenance, dan cairan yang hilang akibat operasi termasuk di dalamnya perdarahan.Sehingga sebelum tindakan operasi sebaiknya kita hitung kebutuhan cairan pasien Hitung cairan yang dibutuhkan :

BB: 60 kg

Puasa: 8 jam

Jenis operasi: besar (4-6 ml/kg)

Maintenance (M)

: 4 x 10: 40

2 x 10: 20

1 x 40 : 40 +

100 ml / jamPada pasien ini karena operasi yang dijalani merupakan jenis operasi besar, maka (4-6) x 60 = 240 s/d 360 ml. Kami mengambil 300 ml sebagai cairan yang menggantikan redistributive dan keringat.Operasi (O)

: J.O x BB: 4-6 x 60: 240 s/d 360 ml

Puasa (P)

: Puasa x M: 8 x 100: 800 ml

Kemudian untuk menghitung jumlah cairan yang semestinya masuk kita gunakan rumus di bawah dengan menjumlahkan maintenance (M), kebutuhan cairan berdasarkan jenis operasi (O) dan puasa (P).Pemberian jam I: M + O + P= 100 + 300 + 400: 800 ml

Pemberian jam II: M + O + P = 100 + 300 + 200: 600 ml

Pemberian jam III: M + O + P = 100 + 300 + 200: 600 ml

Pemberian jam IV: M + O= 100 + 300

: 400 ml

Operasi berlangsung selama 4 jam 10 menit, cairan yang dibutuhkan pada pasien ini kurang lebih 2400 mL. Namun selama operasi pasien diduga sempat mengalami episode syok yang ditandai dengan penurunan tekanan darah, peningkatan nadi, diikuti penunrunan MAP, maka kami pikirkan kemungkinan syok akibat dari perdaharan dan jumlah cairan yang hilang selama operasi yang harus diganti dengan pemberian cairan. Pada pasien ini mendapatkan terapi cairan sebagai berikut :

Cairan masuk

Infus: RL 500 ml

x 5 2500 ml

Nacl 0,9%

x 1 500 ml

Voluven 500 mlx 2 1000 ml

Darah: PRC 250 cc

x 2 500 ml +

4500 ml

Cairan keluar

Urin

: 150 ml

Perdarahan: 850 ml

IWL

: 150 ml +

1150 ml

Balans : 4500 2400 1150 = +950 mlBerdasarkan pemberian cairan pada pasien di atas sudah mencukupi karena berdasarkan perhitungan cairan yang di atas pasien membutuhkan cairan kurang lebih 3550 ml dan sudah diberikan terapi cairan pada saat operasi sekitar 4500 ml.

Selain memanage cairan pada saat operasi lebih baik di hitung juga estimasi perdarahan yang akan terjadi pada pasien ini untuk mengetahui apakah perdarahannya masih bisa di toleransi atau tidak.

Estimate Blood Volume (EBV) = 70cc/kg x 60 kg = 4200 cc

Indikasi transfusi bila perdarahan > 20% dari EBV = 20% x 4200 cc = 840 ml

Allowed Blood Loss (ABL) = 4200 x 6 / 36 = 700 mlPada pasien dengan hematokrit normal, baru diindikasikan transfusi jika kehilangan darah lebih dari 10-20%.Jika masih < 10-20% bisa diberikan dengan kristaloid sebanyak 2-3x dari jumlah perdarahan atau koloid yang jumlahnya sama dengan perdarahan atau campuran kristaloid dan koloid. Pada pasien ini di katakan kehilangan cairan >20% perdarahannya kurang lebih 850 ml (melebihi batas ABL) sehingga perlu di transfuse, meskipun menurut Hb pasien belum termasuk indikasi dari transfusi. Pemberian transfusi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas transport O2 dan volum intravaskular, tetapi untuk meningkatkan volume intravaskular bisa diberikan cairan kristaloid atau koloid.

Lama Operasi: 13.20-17.30 = 4 jam 10 menit

Lama Anestesi: 13.00-17.45 = 4 jam 45 menitBAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI SYOKSyokadalahsindromaklinisyangterjadiakibatgangguanhemodinamikdan metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat organ - organ vital tubuh.Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang masif, trauma dan luka bakar berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik), atau akibat respon imun (syok anafilaktik).PENYEBAB TERJADINYA SYOK

Macam-macam penyebab terjadinya syok adalah:

Hipovolemik1. Perdarahan2. Kehilangan cairan plasma (misal luka bakar)3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus, dan lain-lain Kardiogenik

1. Aritmia: bradikardi / takikardi

2. Gangguan fungsi miokard :

Infarkmiokardakut,terutamainfarkventrikelkanan Penyakit jantung arteriosklerotik Miokardiopati3. Gangguan mekanis : Regurgitasi mitral/aorta Rupture septum interventrikular Aneurisma ventrikel massif Obstruksi: Out flow : stenosis atrium Inflow : stenosis mitral, miksoma atriumkiri/thrombus1. Tension pneumothorax

2. Tamponade jantung

3. Emboli paru Septik1. Infeksi bakteri gram negatif, misalnya eschericia coli, klebsiela pneumonia, enterobacter, serratia, proteus.2. Kokus gram positif, misalnya stafilokokus, enterokokus, dan streptokokus. Neurogenik1. Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan spinal syok (trauma medulla spinalis dengan quadriflegia atau paraflegia)2. Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,misal nyeri hebat3. Rangsangan pada medulla spinalis, misalnyapenggunaan obat anestesi4. Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan bradikardi jantung mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang pingsan mendadakakibat gangguan emosional Anafilaksis1. Antibiotik : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin,ampoterisin B2. Biologis : Serum, antitoksin,peptide, toksoid tetanus,dangamma globulin3. Makanan : Telur, susu, dan udang/kepiting4. Lain-lain : Gigitan binatang, anestesi localGejala dan tanda masing masing jenis syok, yaitu : Hipovolemik : Pucat; Kulit dingin, Basah; takikardi; Oliguri, hipotensi; peningkatan resistensiperifer.

Kardiogenik: Kulit basah, dingin; takikardidanbradiaritmia;oliguri; hipotensi;peningkatan resistensiperifer.

Neurogenik : Kulithangat, denyutjantung normal/rendah, normo / oliguri, hipotensi, penurunan resistensiperifer

Septik(Hiperdinamik state) : Demam,kulit terabahangat, takikardi, oliguri, hipotensi, penurunan resistensiperifer.PATOFISIOLOGI SYOK SECARA UMUM

Faktor - faktoryang dapat mempertahankantekanan darah normal:1. Pompajantung. ( Jantung harusberkontraksisecaraefisien.2. Volumesirkulasidarah (Darahakandipompaolehjantungkedalamarteridankapiler - kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.3. Tahanan pembuluh darah perifer ( yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat kemungkinan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah sehinggga darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ek jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.

Gambar 1.Patofisiologi Syok (sumber: Kumar andParrillo, 2001)

Gambar 2. Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan perkembangan syok.Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditanganiolehtubuh),dekompensasi(sudahtidakdapatditanganiolehtubuh),dan ireversibel (tidak dapat pulih).FASE I : Kompensasi

Padafaseinifungsi - fungsiorganvitalmasihdapatdipertahankanmelalui mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit).

Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin danreninangiotensinaldosteronyangakanmempengaruhiginjaluntukmenahan natrium dan air dalam sirkulasi. Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat >2 detik.

FASE II : Dekompensasi.

Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yangburuktidaklagimendapatoksigenyangcukup,sehinggametabolismeberlangsungsecara anaerob yang tidak efisien. Alur anaerob menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam - asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidakmampuan sirkulasi membuang CO2.

Asidemiaakanmenghambatkontraktilitasototjantungdanresponsterhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energy dependent Na - K pump ditingkat selular, akibatnya integritas membran sel terganggu, fungsi lisosomdanmitokondriaakanmemburukyangdapatberakhirdengankerusakansel. Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta sistem koagulasi dapat memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos disertai tendensi perdarahan. Padasyok jugaterjadipelepasanmediator vaskular antaralain histamin,serotonin, sitokin (terutama TNF=tumornecrosis factordaninterleukin1),xanthin,oxydaseyang dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediatorolehmakrofagmerupakanadaptasinormalpadaawalkeadaanstressatauinjury,pada keadan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arterioldanpeningkatan permeabilitaskapilerdengan akibatvolumeintravaskularyang kembali ke jantung (venous return) semakin berkuarangdiserai timbulnya depresi miokard.Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah mulaiturun,perfusiperifermemburuk(kulitdingindanmottled,capillaryrefillingbertambahlama),oliguriadanasidosis(lajunafasbertambahcepatdandalam)dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).

FASE III : Irreversible

Kegagalanmekanismekompensasitubuhmenyebabkansyokterusberlanjut, sehingga terjadi kerusakan / kematian sel dandisfungsi system multi organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yangbaruhanya2%/ jamdengandemikian tubuhakankehabisanenergi. Kematian akanterjadi walaupunsystemsirkulasi dapatdipulihkankembali. Manifestasiklinisberupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor -koma), anuria dan tanda - tanda kegagalan system organ lain.MANAJEMEN CAIRAN PERIOPERATIF

Tujuan manajemen cairan perioperatif adalah untuk menyediakan sejumlah cairan parenteral yang tepat untuk menjaga volume cairan intravaskular , tekanan pengisian ventrikel kiri , curah jantung , tekanan darah sistemik , dan transport oksigen ke jaringan yang adekuat. Selain pertimbangan pembedahan ( kehilangan darah , proses evaporasi , pengisian cairan pada rongga ketiga ( third spacing ) , kondisi dan perubahan tertentu yang terjadi selama masa perioperatif dapat menyebabkan manajemen keseimbangan cairan terganggu yang meliputi status volume cairan perioperatif , penyakit yang sebelumnya sudah ada dan efek obat-obatan anestesi pada fungsi fisiologis yang normal. Semua faktor ini harus dipertimbangkan ketika merencanakan suatu pendekatan rasional mengenai manajemen cairan untuk pasien pasien selama masa perioperatif. Manajementerapi cairan dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas intraoperatifdanpostoperatif.Adanyavolumecairanintravaskularyangcukupsangatpentinguntuk perfusi organ vital yang adekuat. Walaupun pertimbangan kuantitatif merupakan perhatianyang utama, kapasitaspengangkutan oksigen, koagulasi, sertakeseimbangan elektrolit dan asam-basa juga sangat penting. Tidak adajawaban pastimengenai larutan yangpaling baik ( kristaloid atau koloid ) untuk resusitasi dan pemeliharaan; penilaian klinis tetap menjadi landasan dalam manajemen cairan yang optimal.PERTIMBANGAN PREOPERATIF

Penilaian perioperatif volume cairan intravaskular penting sebelum induksi anestesi. Persiapan usus , muntah , diare , diaforesis , perdarahan , luka bakar , dan intake yang tidak adekuat merupakan penyebab umum dari hipovolemia preoperative. Redistribusivolume cairan intravaskular tanpa buktiadanya external loss merupakanpenyebabpenting lain dari deplesi volume preoperatif yang biasanya terjadi pada pasien sepsis, ARDS, asites, efusi pleura, dan kelainan pada usus. Seringnya proses-proses ini bersamaan dengan terjadinya peningkatan permiabilitas kapiler yang mengakibatkan kehilangan volume cairan intravaskular interstitial dan kompartemen cairan lainnya.Evaluasi Volume CairanIntravaskularEvaluasivolumecairanintravaskularmengandalkanpadapengukuran indirek seperti tekanan darah sistemik, denyut jantung, dan urine outputkarena pengukuran kompartemen cairan tidak tersedia. Sayangnya , pengukuran ini hanya memberikan estimasi kasar dari perfusi organ. Selain itu , bahkan dengan teknik monitoring yang canggih ( kateter arteri pulmonalis, saturasi oksigen arteri ) kecukupan penggantian volume cairan intravaskular dan transport oksigen jaringan pada organ vitalseseorang tidakdapat ditentukan dengan tepat. Karena alasan ini, evaluasi klinisvolume cairan intravaskular merupakan hal yang penting.PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM

Pemeriksaan fisik dan laboratorium diperlukan sebagai petunjuk untuk terapi cairan preoperative. Tanda tanda deplesi volume cairan intravaskular dapat dilihat dari turgor kulit, hidrasi membran mukus, palpasi nadi perifer, denyut jantung istirahat, tekanan darah sistemik (termasuk perubahan ortostatik) dan urine output (Tabel23-1).Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk melihat volume cairan intravascular yaitu hematocrit serial, arterial blood gas analysis dan deficit basa, urine specific gravity dan osmolaritas, serum natrium, dan rasio serum kreatinin terhadap blood urea nitrogen. Pemeriksaan fisik dan laboratorium merupakan pengukuran volume cairan intravascular secara indirek, non spesifik, dan tidak ada parameter tunggal yang dapat diandalkan untuk mengeksklusikan pengamatan lainnya.STATUS VOLUME CAIRAN INTRAVASKULAR DAN TEKNIK ANESTESI

Keduanya baik anestesi umum dan anestesi local memiliki efek tidak langsung pada kebutuhan cairan. Obat-Obatan InduksiIntravenaInduksianestesidenganthiopentalmenyebabkanpenurunan venous return sedangkan induksi dengan propofol menyebabkan penurunan resistensivaskular sistemik, kontraktilitasjantung,danpreload. Walaupun secara normal menyebabkan gangguan kecil pada tekanan darah sistemik pada pasien-pasien euvolumik,induksi anestesi dengan obat-obatan ini pada pasien dengan deplesi volume intravaskular dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah sistemik dan perfusi organ vital yang tidakdiharapkan. Ketamin mengakibatkanpeningkatan tekanandarah sistemik, denyutjantung,dan curah jantung melalui stimulasi sistem saraf simpatis dan inhibisi reuptake darinorepinefrin. Efek depresan miokard langsungterjadi apabila penyimpanankatekolaminberkurang (gagal jantung kongestif, end-stage shock) dan apabila ketamin diberikan sebagai induksi anestesik pada pasien-pasien tersebut maka akan menyebabkan penurunan tekanan darah.Obat-Obatan yangMenghambatNeuromuskularObat-obatan yang menghambat neuromuscular , meskipun biasanya tidak memiliki efek kardiovaskular secara langsung , dapat menyebabkan terjadinya pelepasan histamin (atracurium) dan penurunan resistensi vaskular sistemik atau terbentuknya venous poolingakibat hilangnya tonus otot.

Obat-Obatan Anestetik InhalasiIsofluran, desfluran, dan sevofluran semuanya menurunkan resistensi vaskular sistemik dan sedikit menekan kontraktilitas miokard. Selain itu, adanya ventilasi tekanan positif dari paru pasien dapatmenurunkanpreloaddan mungkin dapat menurunkan tekanan darah sistemik pada pasien-pasien hipovolemik.Anestesi Lokal

Blokade neuroaksial , melalui blokade serabut-serabut system saraf simpatis yang menginervasi otot polos pembuluh darah arteri dan vena , menyebabkan vasodilatasi , pengumpulan darah , dan penurunan venous return. ke jantung. Walaupun adanya gangguan yang signifikan pada tekanan darah sistemik pada pasien dengan deplesi volume intravaskular , efek efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian cairan sebelum pemberian anestesi lokal. TERAPI CAIRANPERIOPERATIF:PERTIMBANGANKUANTITATIFTerapi cairan perioperatif meliputi (1)penggantian defisitcairan, (2)penggantian kehilangan cairan yang normal (memerlukanpemeliharaan), dan (3) penggantian kehilangan cairan pada pembedahan (third-space) (termasuk kehilangan darah) .Preexisting Fluid DeficitsPasienyang akanmenjalanioperasisetelahsemalam puasa akan menyebabkan deficit cairan yang sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat diperkirakan dengan mengalikan kecepatan maintenance normal (lihat Tabel 23-2) dengan lamanya waktu puasa. Walaupun cairan hipotonik seperti normal salin 0,5 dapat diberikan untuk mengoreksi deficit cairan ini , kristaloid isotonic biasanya lebih banyak dipakai (Tabel 23-5 dan 23-6).Tabel 23-2 Estimasi Kebutuhan Cairan Pemeliharaan

Hingga 10 kg4 ml/kg/jam

11-20 kgTambahkan 2 ml/kg/jam

20 kg dan diatasnyaTambahkan 1 ml/kg/jam

Tabel 23-4 Pedoman untuk Terapi Kristaloid Pemeliharaan dan Penggantian Cairan Intraoperatif

Larutan yang mengandung elektrolit isotonic (natrium dan kalium) sebesar 2 ml/kg/jam untuk menggantikan insessible losses

Larutan yang mengandung elektrolit isotonic untuk menggantikan kehilangan cairan pada rongga ketiga (third space)

Pembedahan trauma ringan (herniorafi) 2-4 ml/kg/jam

Pembedahan trauma sedang (kolesistektomi) 4-6 ml/kg/jam

Pembedahan trauma berat (reseksi usus) 6-8 ml/kg/jam

Penggantian 1 mL kehilangan darah dengan 3 ml larutan kristaloid

Memantau tanda-tanda vital dan memelihara urine output 0,5 ml/kg/jam

KEHILANGAN CAIRAN ABNORMAL

Kehilangancairan yangabnormal(muntah,diare, perdarahan preoperatif),occult losses

(ascites, jaringan yang terinfeksi), dan insensible losses (demam,berkeringat,hiperventilasi) tidak boleh diabaikan pada koreksi deficit cairan preoperatif sehingga hipotensi dan hipoperfusi yang dapat terjadi selama induksi anestesi dapat diminimalisir. Cairan yang digunakan untuk penggantian cairan harus sama komposisinya dengan cairan yang hilang (lihat Table 23-5 dan 23-6 ).

Kebutuhan CairanPemeliharaanCairan pemeliharaan diperlukan pada orang dewasa yang menjalani puasa sebagai akibat dari adanya pembentukan urin yang terus-menerus, sekresi gastroinstestinal, dan insensible lossesdarikulitdansaluranpernapasan.Kebutuhancairanpemeliharaandihitungdan digantikan denganlarutan kristaloid selama masa intraoperatif (lihat Tabel23-2).

Kehilangan Cairan padaPembedahanAhli anestesi harus terus mencatat perkiraan hilangnya darah saat pembedahan. Penghitungan darah pada surgical suction container hanya satu komponen ; occult bleeding di dalam luka operasi atau bila surgical drapes (kain operasi) dapat menyulitkan estimasi tersebut. Selain itu, darahpada surgical sponges dan laparotomy pads (lap) harus dihitungjuga. Kapas yang dipenuhi darah (4x4) mengandung 10 mL darah, sedangkan lap yang dipenuhi darah mengandung 100 hingga 150 mL. Penggunaan larutan irigasi juga dapat mempersulit estimasi. Nilai hematokrit serial mencerminkanrasiosel-seldarahterhadap plasma, bukan kehilangan darah.

Secara khusus, baik ahli bedah maupun ahli anestesi keduanya cenderung mengabaikankehilangandarah yangsebenarnya,dan tanda-tanda klinis seperti takikardi tidak sensitif dan tidak spesifik. Selain itu, penurunan urine output ,penurunanpHarteri,danpeningkatandefisitbasadapattimbulhanyajikaterdapat hipoperfusi jaringan sedang hingga berat. Oleh karena itu, estimasi visual dari kehilangan darah yang terus-menerus harus mendapatkan terapi cairan dantransfusi.Dalam mengganti kehilangan darah dengan larutan kristaloid isotonik, rasio 3:1 dari pemberiankristaloid terhadap kehilangandarah sering diperlukan untuk memelihara volume cairan intravaskular, dimana penggantian militer-permiliter dengan koloid atau darah biasanya sudah cukup. (lihat table 23-4).KEHILANGAN CAIRAN LAINNYA

Kehilangancairanyanglebihsedikitdibandingkandenganperdarahantetapi bermakna adalah perpindahan atau kehilangan cairan pada tempat operasi. Kehilangan cairan secara evaporasi sangat terlihat jelas pada luka operasi yang besar, tetapi banyak jumlah cairan yang dapat hilang melalui paru-paru selama ventilasi mekanik kecuali bila pelembab udara(humidifier) digunakan.

Redistribusi Internal CairanRedistribusi internal cairan, atau third spacing dapat menyebabkan perpindahan cairan yang besar dan deplesi volume cairan intravaskular yang berat, khususnya selama proses pembedahan mayorpada abdomen dan thorak. Selainitu, jaringan yang mengalami trauma,inflamasi, atau terinfeksi dapat mengalami sekuestrasi sejumlah besar cairan pada ruanginterstitial. Penggantian cairan akibat evaporasi dan perpindahan ke rongga ketiga sangat diperlukan untuk mencegah hipoperfusi organ, khususnya insufisiensi renal (lihat Tabel 23-3).

*Mengandung asetat 27 mEq/L dan glukonat 23 mEq/LCES, cairanekstraselular

TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF:PERTIMBANGANKUALITATIFCairan intravena diklasifikasikan menjadi larutan kristaloidatau koloid.Kristaloid merupakan larutan dengan molekul inorganik dan organik kecil yang larut dalam air. Zat terlarut yang utama adalah glukosa atau saline, dan larutan-larutan ini bisa bersifat isotonik, hipotonik, atau hipertonik (lihat Tabel 23-5). Larutan kristaloid memiliki kelebihan yaitu aman, nontoksik, reaction free , dan tidak mahal. Kekurangan yang utama dari kristaloid hipotonik dan isotonik adalah kemampuannya yang terbatas untuk menetap dalam ruang interstitial.Pembentukan edema tidak jarang terjadi jika sejumlah besar larutan kristaloid diperlukanuntuk memelihara volume cairanintravaskular.

Larutan KristaloidLarutan kristaloid isotonik lebih banyak dipakai pada intraoperatif karena larutan hipotonik biasanya memiliki waktu paruh intravaskular yang insufisien dan cenderung menimbulkan hiponatremia. Larutan yang paling sering digunakan adalah normal saline, larutan Ringerlaktat, dan Plasma-Lyte (lihat Tabel 23-5).Pertimbangan utama dalam memilih larutan adalah efeknya pada rasio natrium-klorida dan keseimbangan asam-basa.

Pemberian sejumlah besar volume larutan saline dapat menimbulkan metabolikasidosis non-gap akibathiperkloremia,dimana pemberian sejumlah besar volume larutan Ringer laktat dapat menyebabkan terjadinya metabolik alkalosis oleh karena peningkatan produksi bikarbonat sebagai hasil dari metabolisme laktat. Walaupun penilaian dan koreksi kelainan kalsium, magnesium, dan fosfat harus menjadi bagian dari evaluasi lengkap , natrium , kalium , klorida merupakan elektrolit utama yang mempengaruhi pemilihan laritan kristaloid .

Larutan Ringer laktat dan Plasmalyte mengandung kalium dan sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien hiperkalemia. Kalsium yang terkandung dalam larutan Ringer laktat menyebabkan larutan ini tidak boleh digunakan bersamaan dengan produk darah yang mengandung citrat. Padakeadaantidakadanyapenyakityangmempengaruhimetabolismeglukosa,

larutan yang mengandung dekstrosa sebaiknya dihindari karena adanya hiperosmolalitas akibat hiperglikemia, diuresis osmotik, dan serebral asidosis merupakan komplikasi yang diketahui.Hipoglikemiaberisikoterjadipadapenghentiansecaramendadakpemberian larutan nutrisi parenteral total yangmengandung glukosa selama masaintraoperatif.Karena alasan inilah, pemberian infus larutan nutrisi parenteral total sebaiknya dilanjutkan selama prosedur anestesi dan pembedahan; cara lain, pemberian infus dengan cairan yang mengandung dekstrosa dapat diganti, dengan pemantauan rutin konsentrasi glukosa darah pasien.Koloid

Koloid merupakan zat nonkristal homogen yang terdiri dari molekul besar yang larut dalamsuatu zat terlarut (solute). Sebagian besar larutan koloid larut dalam saline isotonik, tetapibisa juga larut dalam glukosa isotonik, saline hipertonik, dan larutan fisiologis isotonik. Koloid memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan kristaloid untuk menetapdalam ruang intravaskular dan oleh karena itu merupakan ekspander volume yang lebih efisien. Koloid yang biasanya digunakan dalam praktik klinis meliputi albumin,hydroxyethylstarch, dan dekstran.

Albumin

Albumin dipurifikasi dari plasma manusia dan tersedia bebas sebagai larutan 5% atau 25%. Karena albumin dipasteurisasikan pada suhu 60o Cselama 10 jam, tidak terdapat resiko transmisi hepatitis B atau C atau HIV. Namun demikian, karena albumin merupakan produk darah, Jehovahs Witnesses menolak penggunaannya karena alasan agama. Waktu paruh albumin dalam plasma kira-kira 16 jam, dengan sekitar 90%dari dosis menetap dalam ruang intravaskular selama 2 jam setelah pemberian .Hidroxyethyl Starch

Hydroxyethylstarch (hetastarch) merupakan Koloid semisintetik yang disintesis dari amilopektin, suatu cabang polimer D-glukosa. Contoh starches yang tersedia secara bebas adalah hetastarch berat molekul tinggi 6% dalam saline (Hespan) dan hetastarch berat molekul tinggi 6% dalam elektrolit seimbang (Hextend). Waktu paruh untuk 90% partikel hydroxyethylstarch menetap dalam ruang intravaskular adalah 17hari.

Dekstran

Dekstran merupakan koloid semi sintetik yang dibiosintesis secara bebas dari sukrosa oleh bakteri Leuconostocmesenteroide. Berdasarkan pada perbedaan berat molekul, dua dekstran yang sering digunakan adalah dekstran 40 dan 70. Partikel desktran yang lebih kecil secara cepat dibuang melalui urin dalam hitungan jam, tetapi partikel yang lebih besarmemiliki waktu paruh beberapa hari. Oleh karena itu, dekstran 70 biasanya lebih baik untuk menghasilkan ekspansi volume, sedangkan dekstran 40 dapat meningkatkan aliran darah dalam mikrosirkulasi, kemungkinan melalui penurunan dalam mikrosirkulasi, kemungkinan melalui penurunan viskositas darah. Tentu saja, dekstran 40 lebih sering digunakan oleh ahli bedah vaskular dan plastik untuk membantu dalam mempertahankan patensi dari anastomosis mikrovaskular. Larutan6%dekstran70memilikikapasitasekspansivolumeyangsamadengan hetastarch6%,kira-kira 80%dari pemberianinfusdekstran1-L menetap dalam ruang intravaskular padaakhir pemberianinfus. Sebaliknya, diperkirakan80% daripemberian infus larutan Ringer laktat 1-L akan memasuki ruang interstitial pada akhirpemberian infus.

PROFIL KEAMANAN

Walaupunsecarakliniskoloidyang tersedia menunjukan keefektifan yang sama dalam menjaga tekanan onkotik koloid, perbedaan dalam profil keamanan tetap diakui.Reaksi hipersensitivitas, termasuk anafilaksis, telah dilaporkan pada penggunaan albumin, hydroxyethyl starch, dan dekstran, walaupun reaksi alergi terhadap albumin jarang terjadi.Dekstran I (Promit) dapat diberikan sebelum dekstran 40 atau dekstran 70 untuk mencegahreaksi anafilaksis berat; Promit bekerja sebagai suatu hapten dan mengikat setiap antibodnidekstran yang ada di sirkulasi. Pruritus muncul pada penggunaan hydroxyethyl starch yang bersifat dose-dependent; yang khas dari pruritus ini ialah onsetnya lambat dan tidak berespon terhadap jenis terapi yang ada saat ini.

KELAINAN KOAGULASI

Perdarahan yangberkaitan dengan penggunaan koloidsintetik telah dilaporkan secara luas. Dekstran 70 dan, padakonsentrasi yanglebih kecil, dekstran 40menghasilkan dose-related reduction pada agregasi dan adhesi platelet, sedangkan hydroxyethyl stratch dapat menyebabkan penurunan faktor VIII dan faktor von Willebrand, gangguan fungsi platelet,danpemanjanganpartial thromboplastin time.

Proses koagulasi dan waktu perdarahan pada umumnya tidak terpengaruh secara signifikan setelah pemberian infus hingga mencapai 1L; namun demekian, koloid ini lebih baik dihindari pada pasien dengan koagulopati.

LARUTAN KOLOID VERSUS KRISTALOID

Selama beberapa tahun, sejumlah kontroversi muncul mengenai manfaat larutan koloid versus kristaloid untuk resusitasi pasien-pasien bedah. Walaupun banyak penelitian yang membandingkan kristaloid dengan koloid tidak ada satupun secara tegas menjelaskan tentang perbedaan kegunaan pada kasus adanya komplikasi pulmonal ataupada kasus dimana dapat bertahan hidupdengan terapi salah satu cairantersebut.

Karena koloid lebih mahal dan tidak memiliki profil keamanan yang sama dengan kristaloid, sulit untuk membenarkan penggunaanya diluar konsdisi dimana ekspansi volume cairan intravaskular diperlukan.

PERTIMBANGAN TRANSFUSI

Kehilangan darah sebaiknya diganti dengan larutan kristaloid atau koloid untuk volume cairan intravaskular sampai bahaya anemia atau deplesi factor koagulasi mengharuskan pemberianprodukdarah.Hemoglobindibawah7g/dL,curahjantungsaatistirahat harusmeningkathebatuntukmempertahankantransportoksigen normal ke jaringan. Oleh karena itu, kehilangan darah sebaiknya diganti dengan transfuse eritrosit untuk mempertahankan agar konsentrasi hemoglobin berada pada kisaran antara 7 dan 8g/dL.Padakadarhemoglobin10g/dL biasanyadilakukantransfusipada pasien-pasien dengan penyakit jantung dan paru-paru.Koagulopati intraoperatif yang paling sering terjadi ialah trombositopenia dilusi, yang terjadi baik akibat pemberian sejumlah besar volume transfusi produk darah atau kristaloid / koloid. Defisiensi faktor pembekuan jarang terjadi pada seseorang tanpa disfungsihepar karena darah yang tersimpan mempertahankan 20% hingga 30% aktivitas faktor VII dan VIII,yang cukup untuk terjadinya proses koagulasi.BAB III

KESIMPULAN

Pasien Tn. ZM, 49 tahun mengalami peritonitis ec. tumor rectosigmoid. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran yang menurun, TD normal dengan nadi yang meningkat, suhu tubuh febris, tampak perut tegang dengan defense muscular (+) yang menandakan adanya peritonitis disertai dugaan terjadinya syok yang terkompensasi. Pada pemeriksaan didapatkan Hb 10.1 g/dL dengan leukosit 10.700/uL.

Pada saat pembedahan, didapatkan perdarahan 850 cc dan jumlah cairan yang diberikan sudah cukup bahkan lebih untuk memenuhi kehilangan cairan yaitu sejumlah 4500cc. Diantaranya, larutan Kristaloid 3000cc, Koloid 1000, dan PRC (Packed Red Cell) 500cc. Maka dari itu, resiko dari syok hipovolemik dapat dihindari karena penggantian cairan yang adekuat.

Setelah pembedahan pasien dirawat di Intensice Unit Care dengan tujuan memantau kondisi pasien dikarenakan resiko tinggi akibat metastasis tumor dan infeksi sistemik yang disertai penurunan kesadaran yang diderita pasien sebelum tindakan operasi.

31