corak filsafat dalam tafsir (tugas pak baidowi).rtf

Download Corak filsafat dalam tafsir (tugas pak baidowi).rtf

If you can't read please download the document

Upload: muhammaditsbatulhaq

Post on 17-Jan-2016

39 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Filsafat

TRANSCRIPT

7

Corak Filsafat Dalam Tafsir (Tafsir Al-Falsafi)

Pengertian

Tafsir falsafi adalah upaya penafsiran al-Quran yang dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat. Oleh karenanya, tafsir falsafi banyak didominasi oleh teori-teori filsafat sebagai paradigmanya dan ketika menafsirkan ayat-ayat al-Quran menggunakan teori-teori filsafat. Dalam hal ini ayat al-Quran lebih berfungsi sebagai justifikasi pemikiran filsafat, bukan pemikiran yang menjustifikasi al-Quran Abdul Mustaqim,Dinamika Sejarah Tafsir Al-Quran, (Yogyakarta: Adab Press, 2012) hlm. 131-132. Sedangkan menurut Quraisy Shihab tafsir falsafi adalah upaya penafsiran Al Quran dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat Quraisy Syihab dkk,Sejarah dan Ulum Al Quran,Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999, hlm. 182.

Pendekatan yang digunakan dalam tafsir falsafi adalah penggunaan akal yang lebih dominan sehingga ayat-ayat yang ada dipahami dengan rasio mufasir sendiri. Menanggapi hal ini umat Islam terbagi menjadi dua kelompok, pertama golongan yang menolak dan yang menerima corak tafsir ini.

Kelompok Pertama, mereka yang menolak ilmu-ilmu yang bersumber dari buku-buku karangan para filosof. Mereka menolaknya karena menganggap bahwa antara filsafat dan agama adalah dua bidang ilmu yang saling bertentangan sehingga tidak mungkin disatukan.

Kelompok Kedua, mereka yang mengagumi filsafat. Mereka menekuni dan menerima filsafat selama tidak bertentangan dengan norma-norma Islam. Mereka berusaha memadukan filsafat dan agama serta menghilangkan pertentangan yang terjadi di antara keduanya Rosihan Anwar,Ilmu Tafsir, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hal. 169-170.

Kelahiran Tafsir Falsafi

Sejarah kelahiran tafsir falsafi ini tidak dapat dipisahkan dari terjadinya kontak dunia islam dengan pemikiran filsafat yunani. Pemikiran filosofis masuk ke dalam islam melalui falsafat Yunani yang dijumpai ahli-ahli fikir islam di Suria, Mesopotamia, Persia dan Mesir. Kebudayaan dan falsafat Yunani datang ke daerah-daerah itu dengan ekspansi Alexander Agung ke Timur di abad keempat sebelum masehi.

Setelah kitab-kitab filsafat dari berbagai sumber di dunia diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan modifikasi-modifikasi tertentu, akhirnya buku-buku terjemahan ini dapat dikonsumsi oleh sebagian kalangan kaum muslim. Dari terjadinya kontak sengan pemikiran Yunani, kemudian muncullah reaksi dan respon tertentu dari kaum muslimin.

Ada beberapa respon terhadap kedatangan filsafat Yunani ini. Pertama, respon yang sangat antusias di kalangan para filosof, sebab mereka ingin melakukan al-tawfiq (mengkompromi antara filsafat dan agama), bahwa keduanya tidak saling bertentangan. Kedua, sikap yang gembira yaitu oleh para kaum teolog (mutakallimun). Mereka menggunakan metode-metode filsafat untuk kajian ilmu kalam yang berguna mempertahankan akidah dari serangan musuh yang menggunakan metode filsafat Yunani. Ketiga, sikap yang sangat kritis, yaitu dari ahli fiqih dan ahli bahasa yang tidak suka dengan kedatangan filsafat Yunani ini. Mereka menolak teori-teori filsafat tertentu lantaran dianggap bertentangan dengan keyakinan teologis mereka. Mereka umumnya membatasai kebenaran hanya dalam interpretasi fikih dan teologis. Sementara kaum sufi, cenderung bersikap tenang tidak terlalu reaktif, tapi diam-diam mereka ternyata juga terpengaruh dengan filsafat yang kemudian melahirkan corak sufi-falsafi.

Perbedaan dalam menyikapi filsafat Yunani ini dikarenakan semenjak Rasulullah meninggal, yang menjadi pedoman utama bagi umat islam adalah al-Quran dan hadis. Para ahli fikih yang menguasai mayoritas wacana umat, merasa berkewajiban untuk membela pandangan al-Quran dan Hadis. Mereka berpendapat bahwa kebenaran hanyalah yang terdapat dalam al-Quran dan hadis. Mereka hanya mengenal kebenaran dengan paradigma wahyu, sementara para filosof punya pandangan bahwa kebenaran bukan hanya dari wahyu, melainkan kebenaran dapat diperoleh melalui pemikiran filsafat, berbasis pada akal yang rasional, meski bersifat spekulatif. Antara wahyu dan akal dapat dikompromikan, antara agama dan filsafat dapat dipadukan Abdul Mustaqim,Dinamika Sejarah Tafsir Al-Quran,... hlm. 132-134.

Para filosof muslim sedemikian semangat untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa kebenaran yang dibawa filsafat sama dengan kebenaran yang dibawa oleh wahyu. Mereka merasa kagum atas teori-teori filsafat dan mereka mampu untuk mengkompromikan antara hikmah dan akidah, antara filsafat dan agama.

Kelompok yang mendukung tafsir dengan metode falsafi ini berpendapat bahwa antara filsafat dan agama tidak ada pertentangan yang signifikan, sebab menurut mereka pada dasarnya wahyu Allah SWT itu tidak bertentangan dengan akal. Oleh sebab itu mereka membuat metode yang mengintegrasikan agama dan filsafat, yang dimanifestasikan dalam bentuk pemberian takwil pada teks al-Quran yang tertentu dan memberikan kejelasan sesuai denga pola pemikiran nalar filosofis.

Untuk mengkompromikan hal ini, pada gilirannya ditempuh dua cara. Pertama, dengan cara mentakwilkan teks-teks keagamaan, sesuai dengan pandangan para filosof. Artinya menundukkan maksud suatu teks kepada pandangan-pandangan filsafat, agar sejalan dengan teori filsafat. Kedua, dengan cara menjelaskan teks-teks keagamaan dengan menggunakan berbagai pandangan dan teori filsafat. Kedua model inilah yang membentuk tafsir falsafi, yaitu tafsir yang didominasi oleh teori-teori filsafat, atau tafsir yang menempatkan teori-teori ini sebagai paradigmanya, sehingga tafsir semacam ini pada akhirnya tidak lebih dari deskripsi tentang teori-teori filsafat.

Contoh penafsiran

Salah satu contoh penafsiran bercorak falsafi adalah seperti penafsiran al-Kindi mengenai hal metafisika. Menurut al-Kindi, Tuhan berada diluar segala yang dapat diserap panca indera dan akal pikiran. Satu-satunya yang paling tepat bagi Tuhan adalah bahwa Dia itu Esa, Tunggal, sifat inilah yang membedakan antara ciptaan dan penciptanya. Al-Kindi mengemukakan argumen tentang keesaan Tuhan melalui pendekatan logika (mantiq). Menurutnya, Tuhan disebut al-Haqq al-Awwal (kebenaran pertama). Kebenaran ini adalah kesesuaian antara apa yang ada di dalam akal dan di luar akal. Al-Kindi berargumen bahwa teradapat berbagai benda di alam dimana masing-masing bagian yang disebut ainiyah dan hakikat kulli yang disebut mahiyah. Tuhan tidak memiliki haqiqah ainiyah, karena Dia tidak termasuk benda-benda yang ada dalam alam, melainkan penciptaan alam. Dia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak memiliki mahiyah karena Dia tidak terdiri dari jenis dan spesies Abdul Mustaqim, mengutip dari George N. Atiyeh, al-Kindi: Tokoh Filsuf Muslim, Cet. 1 (Bandung: Pustaka, 1983), hlm. 64.

Beberapa pendapat para filosof muslim dalam menafsirkan Al-Quran dapat dilihat dalam karya Al-Farabi, Ikhwanus Shafa dan Ibnu Sina. Al-Farabi menulisFushus al-Hikamyang memuat beberapa penafsirannya terhadap ayat-ayat Al-Quran dengan pendekatan filosofis. Salah satunya adalah penafsirannya terhadap surat Al-Hadid ayat 3, Allah taala berfirman :

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qs. Al-Hadid:3)

Berikut adalah contoh penafsiran al-Farabi terhadap QS. Al-Hadid ayat 3:

Penafsiran Al-Farabi terhadap ayat ini bercorak platonik, yakni penafsiran Plato tentang kekekalan alam. Oleh karena itu Al-Farabi menafsirkan kepemulaan Allah dari segi bahwa segala yang ada dan mengakibatkan adanya yang lain, itu semua adalah berasal dariNya. Allah adalah yang pertama dari segi adaNya. Ia yang pertama dari setiap waktu yang keberadaanya bergantung padaNya. Telah ada waktu ketika tidak ada sesuatu selain dari-Nya Muhammad Husain Al-Dzahabi,At-Tafsir Wa Al-Mufasirun, Juz IIhal. 310 pdf.

.

Berkenaan dengan lanjutan ayat ini yaitu pada kalimat artinya Dia Yang Maha Dhahir dan Maha Bathin, Al-Farabi menafsirkan dengan menyatakan bahwa Tidak ada wujud yang lebih sempurna selain dari wujud-Nya, tidak ada yang tersembunyi kekurangan wujudNya dan Dia ada pada dzat yang Dhahir, dan tidak pantas muncul pada yang batin. Dengan-Nya nampak segala sesuatu yang dhahir seperti matahari, dan nampak segala sesuatu yang tersembunyi dari persembunyiannya.

Tokoh-tokoh Yang Terkait

Beberapa mufassir yang dapat dikategorikan sebagai mufassir yang memiliki kapasitas corak falsafi dalam karyanya, yaitu Az Zamakhsyari adalah seorang ahli bahasa dan sastra yang terlahir di daerah basis Mutazilah. Kapasitas intelektualnya tercermin dengan karyanya yaitu tafsiral-Kasysyaf Abdul Mustaqim,Dinamika Sejarah Tafsir Al-Quran, ... hlm. 142..

Selanjutnya adalah tasfirMafatih al-Ghaibkarya Fakhruddin ar Razi. Ar Razi merupakan seorang mutakallim penganut teologi Sunni-Asyariyah yang ahli dalam bidang filsafat dan kedokteran. Di dalam tafsirnya, Ar Razi banyak menggunakan ilmu-ilmu rasional. Ia seolah mencampuradukkan berbagai kajian baik mengenai kedokteran, logika, filsafat, dan hikmah. Ini semua mengakibatkan kitabnya keluar dari makna-makna yang dikandung al-Quran, dan menggiring ayat kepada persoalan-persoalan ilmu rasional dan terminologi ilmiah yang pada dasarnya bukan untuk itu ayat-ayat tersebut diturunkan MannaAl Qaththan,Pengantar Studi Ilmu Quran, (Jakarta : 2011, Pustaka Al Kautsar), hlm 480..

Selain itu, pada era pertengahan dari kalangan Muslim muncul para filosof islam, diantaranya dari kalangan muslim muncul ahli-ahli filsafat dan ilmu pengetahuan. Filosof Islam yang pertama yaitu Al-Kindi pada abad ke-9, ia merupakan penganut Mutazilah yang kemudian belajar filsafat. Kemudian diikuti oleh al-Razi (abad ke -10). Ia seorang filosof Islam yang ahli dalam bidang kedokteran yang menulis buku ensiklopedia tentang ilmu kedokteran. Selain itu juga muncul seorang pemikir Islam yang juga dikategorikan sebagai filosof islam yaitu al-Farabi (870-950). Ia berkeyakinan bahwa filsafat dan agama tidak bertentangan karena sama-sama membawa pada kebenaran. Pemikiran filsafatnya yang terkenal yaitu tentang filsafat emanasi/pancaran tentang sifat Tuhan.

Kemudian pada tahun-tahun selanjutnya muncul filosof Islam yang lahir di Afsyana, di dekat Bukhara yaitu Ibn Sina (980-1037). Ia juga ahli dalam bidang kedokteran yang dapat dilihat dari karyanya yaitu ensiklopedi tentang Ilmu kedokteran yang dikenal denganThe Canon. Kemudian pada abad ke 11 muncul pemikir Islam, yaitu seorang sufi sekaligus filosof, Abu Hamid Muhammad Al Ghazali. Ia dikenal sebagai penganut filsafat sekaligus pengkritik terhadap para filosof sebelumnya. Dalam karyanya Tahafut al Falasifah, ia mengkritik kaum filosof dan memandang para filosof sebagai tersesat dalam beberapa pendapat mereka. Kemudian muncul Ibnu Rusyd, sebagai seorang filosof dan ahli hukum, serta ahli dalam bidang kedokteran. Di barat ia dikenal dengan Commentator dari Aristoteles, dan di Timur (dunia Islam) ia dikenal sebagai orang yang membela kaum filosof dari serangan al-Ghazali, yaitu yang tertuang dalam karyanya Tahafut al Thafut.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Husein al-Dzahabi,Kitb al-Tafsr wa al-Mufassirn, PDF. Jilid II

Mustaqim, Abdul. Dinamika Sejarah Tafsir Al-Quran, Yogyakarta, Adab Press, 2012

Quraisy Syihab dkk,Sejarah dan Ulum Al Quran,Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999

Rosihan Anwar,Ilmu Tafsir, Bandung : Pustaka Setia, tahun 2008

Syaikh MannaAl Qaththan,Pengantar Studi Ilmu Quran, Jakarta : Pustaka Al Kautsar 2011