Transcript

EKONOMI DAN KEADILANKeadilan merupakan hal vital dalam ekonomi atau bisnis. Karena keduanya sama-sama terkait dengan pembagian barang dan jasa yang terbatas pada semua orang. Baik ekonomi maupun keadilan sama-sama bertitik tolak dari terjadinya kelangkaan atau keterbatasan. Karena kelangkaan perlu ekonomi dan karena kelangkaan pula perlu pembagian distribusi secara adil. Jika barang berlimpah maka tidak perlu lagi ada ekonomi dan juga tidak perlu keadilan. Semakin barang langka maka semakin besar problem distiribusinya, dan semakin besar problem keadilan yang ditimbulkan.Keadilan juga merupakan topik penting dalam etika. Karena sebagaimana dikemukakan Bertens, "sulit sekali untuk dibayangkan orang atau instansi yang berlaku etis tetapi tidak mempraktekkan keadilan atau bersikap tak acuh pada ketidakadilan" (Bertens, 2000: 85).

A.Hakikat KeadilanKeadilan pada hakikatnya adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya (to give everybody his own). Definisi ini popular pada masa roma kuno sebagaimana diungkapkan oleh Celcus (175 M). Sebagai terjemahan, kalimat terakhir ini sebenarnya terlalu bebas dan mengandung semacam anakronisme, karena hak merupakan suatu pengertian modern yang belum dikenal dalam teks-teks kuno. Istilah hak mengalami suatu perkembangan yang berbeli-belit dan baru diterima dalam arti seperti kita kenal sekarang pada akhir abad ke-17. Tetapi apa yang belum bisa dikatakan oleh ahli hukum Roma itu karena belum mempunyai pengertiannya, sebetulnya sudah dimaksudkan olehnya. Dan bagi kita, titik tolak untuk refleksi tentang keadilan memang sebaiknya menjadi demikian : keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.Ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan yaitu keadilan tertuju pada orang lain, keadilan harus ditegakkan dan keadilan menuntut persamaan. Tiga unsure hakiki yang terkandung dalam pengertian keadilan ini perlu dijelaskan lebih lanjut.Pertama, keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan selalu ditandai other-directedness. Masalah keadilan atau ketidakadilan hanya bisa timbul dalam konteks antar manusia, dengan kata lain konteks keadilan kita selalu berurusan dengan orang lain. Bila pada suatu saat hanya tinggal satu manusia di bumi ini, masalah keadilan atau ketidakadilan sudah tidak berperan lagi.Kedua,keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan. Keadilan tidak hanya diharapkan atau dianjurkan tapi mengikat kita, sehingga kita mempunyai kewajiban. Ciri kedua ini disebabkan karena keadilan selalu berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi. Dalam konteks keadilan kita selalu berurusan dengan hak orang lain. Kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain karena rupa-rupa alasan. Kalau kita memberikan sesuatu karena alasan keadilan, kita selalu harus atau wajib memberikannya. Sedangkan kalau kita memberikan sesuatu karena alasan lain, kita tidak wajib memberikannya. Karena itu dalam konteks keadilan bisa dipakai bahasa hak atau bahasa kewajiban, tanpa mengubah artinya. Dalam mitologi Romawi Dewi Iustitia (keadilan) digambarkan dengan memegang timbangan dalam tangan. Timbangan menunjuk kepada ciri kedua ini yaitu keadilan harus dilaksanakan persis sesuai dengan bobot hak seseorang. Hal itu seolah-olah bisa ditimbang.Ketiga, keadilan menuntut persamaan ( equality ). Atas dasar keadilan kita harus memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya tanpa kecuali. Kalau majikan memberikan gaji yang adil kepada 3000 karyawannya, kecuali kepada satu orang, ia tidak pantas disebut orang adil. Mungkin ada orang yang akan bertanya apakah artinya satu dibanding tiga ribu. Tetapi dari segi etika, perbedaan itu justru menentukan. Majikan itu baru pantas disebut orang yang adil bila ia berlaku adil terhadap semua orang. Dewi Iustitia yang memegang timbangan dalam tangannya, dalam mitologi Romawi digambarkan juga dengan matanya tertutup dengan kain. Sifat terakhir ini menunjuk kepada cirri ketiga. Keadilan harus dilaksanakan terhadap semua orang tanpa melihat orangnya siapa.

B.Pembagian KeadilanKeadilan bisa dibagi dengan berbagai cara. Kami tentu tidak bermaksud memberikan uraian lengkap mengenai semua macam keadilan yang bisa dibedakan. Hanya diperkenalkan beberapa pembagian yang dianggap berguna.1. Pembagian KlasikPembagian ini disebut klasik karena mempunyai tradisi yang panjang. Cara membagi keadilan ini terutama ditemukan dalam kalangan thomisme, aliran filsafat yang mengikuti jejak filsuf dan teolog besar, Thomas Aquinas (1225-1274). Keadilan bisa dibagi atas tiga, berkaitan dengan tiga kewajiban (atau hak) yang bisa dibedakan di sini. Keadilan dapat menyangkut kewajiban individu-individu terhadap masyarakat, lalu kewajiban masyarakat terhadap individu-individu dan akhirnya kewajiban antara individu-individu satu sama lain. Tiga macam keadilan ini masing-masing disebut keadilan umum, distributive, dan komutatif. Hal itu sekarang perlu dijelaskan dengan lebih rinci.a. Keadilan umum (general justice)Berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan untuk member kepada masyarakat (secara konkret berarti:negara) apa yang menjadi haknya. Keadilan umum ini menyajikan landasan untuk paham common good (kebaikan umum atau kebaikan bersama). Karena adanya common good, kita harus menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Hal ini merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar, karena dasarnya adalah keadilan. b.Keadilan distributif (distributive justice)Berdasarkan keadilan ini negara (pemerintah) harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat. Dalam bahasa Indonesia bisa dipakai nama keadilan membagi. c.Keadilan komutatif (commutative justice)Berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal itu berlaku pada taraf individual maupun sosial. Dalam konteks bisnis, misalnya hal itu berarti perusahaan harus berlaku adil terhadap perusahaan lain. Keadilan komutatif menjadi fundamentalnya, jika orang mengadakan perjanjian atau kontrak. Karena itu prinsip etis janji harus ditepati berakar dalam keadilan. 2.Pembagian Pengarang ModernMenurut John Boatright dan Manuel Velasques, keadilan dibagi menjadi tiga :a.Keadilan Distributif (distributive justice)Dimengerti dengan cara yang sama seperti dalam pembagian klasik tadi. Benefits and burdens, hal-hal yang enak untuk didapat dan hal-hal yang menuntut pengorbanan harus dibagi dengan adil.b.Keadilan Retributif (retributive justice)Berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Hukuman atau denda yang diberikan kepada orang yang bersalah harus bersifat adil.Ada tiga syarat yang harus dipenuhi supaya hukuman dapat dinilai adil, yaitu: Orang atau instansi yang dihukum harus tahu apa yang dilakukannya dan harus dilakukannya dengan bebas. Jadi syaratnya ialah kesengajaan dan kebebasan. Orang bisnis yang membuat produk yang merugikan konsumen, tapi sama sekali tidak tahu bahwa ia merugikan konsumen, tidak bisa dihukum karena alasan itu. Harus dipastikan bahwa orang yang dihukum benar-benar melakukan perbuatan yang salah dan kesalahannya harus dibuktikan dengan meyakinkan. Hukuman harus konsisten dan proporsional dengan pelanggaran yang dilakukan.

c.Keadilan Kompensatoris (compensatory justice)Menyangkut juga kesalahan yang dilakukan, tetapi menurut aspek lain. Berdasarkan keadilan ini orang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang dirugikan.Kewajiban kompensasi akan berlaku jika terpenuhi tiga syarat : Tindakan yang mengakibatkan kerugian harus salah atau disebabkan kelalaian. Perbuatan seseorang harus sungguh-sungguh menyebabkan kerugian. Kerugian harus disebabkan oleh orang yang bebas.3.Keadilan Individual dan Keadilan SocialPembagian ketiga ini merupakan pembagian tersendiri yang tidak bertumpang tindih dengan pembagian-pembagian sebelumnya. Bagi kita di Negara berideologi pancasila, keadilan sosial tentu mempunya makna sendiri. Tetapi sayang sekali, para ahli ilmu sosial dan filsafat kita sampai sekarang belum membuahkan suatu karya substansial yang menjelaskan dengan meyakinkan dasar-dasar teoritis dari paham yang penting ini. Menurut hemat kami, cara yang paling baik untuk menguraikan keadilan sosial adalah membedakannya dengan keadilan individual. Dua macam keadilan ini berbeda, karena pelaksanaannya berbeda. Pelaksanaan keadilan individual tergantung pada kemauan atau keputusan satu orang ( atau bisa juga beberapa orang ) saja. Sedangkan palaksanaan keadilan sosial, satu orang atau beberapa orang saja tidak berdaya. Pelaksanaan keadilan sosial tergantung dari struktur-struktur masyarakat dibidang sosial ekonomi, politik budaya dan sebagainya. Keadilan sosial tidak terlaksana, kalau struktur-struktur masyarakat tidak memungkinkan. Karena itu disini orang berbicara juga tentang ketidakadilan structural dan kemiskinan structural. Pada kenyataannya masalah keadilan sosial terutama tampak dalam bentuk negatifnya: sebagai ketidakadilan sosial. Baru jika struktur-struktur masyarakat tidak menghasilkan keadilan yang adil, dirasakan adanya masalah keadilan sosial. Keadilan sosial dapat ditempatkan juga dalam kerangka pengertian tentang keadilan yang menjadi titik tolak kita. Kalau kita mengerti keadilan sebagai memberikan kepada setiap orang yang menjadi haknya, maka keadilan sosial terwujud, bila hak-hak sosial terpenuhi. Setiap orang mempunyai hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, hak atas pelayanan kesehatan dan dan hak-hak sosial lain. Keadilan sosial terlaksana, bila hak-hak sosial terpenuhi. Keadilan individual terlaksana bila hak-hak individual terpenuhi. Tetapi perlu diakui keadilan individual jauh lebih mudah untuk dilaksanakan ketimbang keadilan sosial. Keadilan individual sering kali dapat dilakukan secara sempurna, namun keadilan sosial tidak pernah dapat dilakukan secara sempurna karena kompleksitas masyarakat modern. Keadilan sosial menjadi penting khususnya di negara berkembang dimana kesenjangan tampak nyata di masyarakat. Kesenjangan antara masyarakat kalangan atas dan masyarakat kalangan bawah. Kesenjangan seperti ini dapat menimbulkan gejolak sosial, akibat ketidakadilan yang dirasakan oleh kalangan bawah yang mayoritas. Keadilan sosial diperlukan untuk mempersempit atau meminimalisir terjadinya kesenjangan antara masyarakat kalangan atas dan masyarakat kalangan bawah. Dengan demikian, maka gejolak sosial bisa dihindari.

C.Keadilan Distributif pada KhususnyaSulit untuk dikatakan, keadilan macam apa harus dinilai paling penting. Jika kita membatasi diri pada perspektif etika bisnis, keadilan komulatif misalnya sangat penting., karena dalam bisnis banyak diadakan transaksi, perjanjian, dan kontrak. Tetapi jenis kadilan lain tidak kalah penting juga. Entah dianggap penting atau tidak, jenis keadilan yang mengakibatkan paling banyak kesulitan adalah keadilan distributif. Mengapa? Mungkin karena keadilan ini menyangkut masalah membagi. Kalau orang harus membagi, selalu timbul soal sebaiknya membagi bagaimana, karena setiap orang tentu menginginkan paling banyak dan tidak tersedia cukup barang untuk memenuhi keinginan semua orang. Bagaimana kita bisa membagi, sehingga tidak ada yang mendapat terlalu banyak dan tidak ada yang mendapat kurang?Supaya kita bisa mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam kasus keadilan distributif, kita tidak boleh bertindak dengan sembarang cara. Keputusan kita harus beralasan. Karena itu dalam teori etika selalu sudah dikatakan, dalam hal keadilan distributif keputusan kita harus didasarkan atas prinsip-prinsip keadilan distributif. Dalam teori etika modern sering disebut dua macam prinsip untuk keadilan distributif: prinsip formal dan prinsip material. Prinsip formal hanya ada satu. Prinsip formal ini mempunyai tradisi yang lama sekali, karena sudah ditemukan pada Aristoteles. Dirumuskan dalam bahasa inggris prinsip formal ini berbunyi: equals ought to be treated equally and unequals may be treated unequally. Equals bisa dimengerti sebagai orang-orang yang sama, kasus-kasus yang sama, dan sebagainya. Jadi prinsip formal menyatakan bahwa kasus-kasus yang yang sama harus diperlakukan dengan cara yang sama sedangkan kasus-kasus yang tidak sama boleh saja diperlakukan dengan cara yang tidak sama. Dalam konteks persekolahan, misalnya dua murid yang mengerjakan soal-soal ujian dengan cara yang sama, harus diberi nilai yang sama. Guru tidak berlaku adil, bila ia menambah nilai untuk satu murid saja dengan pertimbangan dia adalah keponakannya. Prinsip ini menolak perlakuan pilih kasih, pandang bulu, atau memihak dengan cara berat sebelah sebagai tidak adil. Walaupun bunyinya bagus, dalam praktek prinsip ini tidak begitu bermanfaat. Prinsip ini disebut formal, karena hanya menyajikan bentuk dan tidak mempunya isi. Memang dinyatakan bahwa kasus-kasus yang sama harus diperlakukan dengan cara yang sama, tetapi tidak dijelaskan apa yang harus dimengerti dengan kasus-kasus yang sama. Prinsip tidak menunjukan menurut aspek apa kasus-kasus harus dianggap sama atau tidak sama. Prinsip formal menegaskan bahwa semua kasus yang sama jenisnya harus diperlakukan dengan cara yang sama pula. Tetapi dengan itu kita belum tahu orang-orang siapa yang harus dianggap sama atau tidak samadan aspek-aspek mana dalam hal ini relevan atau tidak. Karena itu hanya prinsip formal saja tidak cukup sebagai pegangan untuk membagi dengan adil.Prinsip-prinsip material keadilan distributif melengkapi prinsip formal. Prinsip-prinsip material menunjuk pada salah satu aspek relevan yang bisa menjadi dasar untuk membagi dengan adil hal-hal yang dicari oleh berbagai orang. Kalau prinsip formal hanya ada satu, prinsip material ada beberapa. Beauchamp dan Bowie menyebut enam prinsip berikut ini, tapi angka enam disini tidak merupakan harga mati. Bisa saja pengarang lain member daftar lebih panjang. Bisa juga pengarang lain lagi tidak mengikutsertakan salah satu prinsip dari daftar ini. Keadilan distributif terwujud kalau diberikan:1. Kepada setiap orang bagian yang sama2. Kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhan individualnya3. Kepada setiap orang sesuai dengan haknya4. Kepada setiap orang sesuai dengan usaha individualnya5. Kepada setiap orang sesuai dengan kontribusinya kepada masyarakat6. Kepada setiap orang sesuai dengan jasanyaKalau dalam membagi sesuatu kita memberikan kepada satu orang sedangkan orang lain tidak dapat apa yang diharapkannya, bisa juga pembagian kita adil, asalkan kita membagi berdasarkan salah satu prinsip material. Dibawah ini akan dijelaskan keenan prinsip keadilan distributif tadi dengan secara khusus memperhatikan konteks ekonomi dan bisnis.1. Bagian yang samaMenurut prinsip ini kita membagi dengan adil, jika kita membagi rata: kepada semua orang yang berkepentingan diberi bagian yang sama. Dalam lingkungan keluarga, misalnya kue atau makanan lainnya dibagi dengan adil, bila semua anggota keluarga mendapat bagian yang sama besarnya. Membagi atas dasar undian merupakan salah satu cara untuk mempraktekkan prinsip ini, karena dengan itu semua orang mendapat peluang yang sama. 2.KebutuhanPrinsip kedua menekankan bahwa kita berlaku adil, jika kita membagi sesuai kebutuhan. Ibu rumah tangga yang mebagi nasi dengan member kepada semua anggota keluarga porsi yang sama, belum tentu berlaku adil. Mengapa? Karena kebutuhan mereka tidak sama. Remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan, membutuhkan porsi lebih besar dari adik-adik kecil atau kakek. Dalam hal ini keadilan terwujud, bila semua orang bisa makan sampai kenyang dan dengan demikian kebutuhan terpenuhi.3. HakHak merupakan hal yang penting bagi keadilan pada umumnya, termasuk keadilan distributif. Karyawan yang dipekerjakan di suatu perusahaan, sebelum diterima akan menandatangani janji kerja yang menentukan gaji, hari cuti, tunjangan kesehatan, dan sebagainya. Dengan demikian haknya terhadap perusahaan telah dirumuskan dengan jelas. Ia diperlakukan dengan adil oleh perusahaan, jika ketentuan-ketentuan dalam janji kerja itu dilaksanakan.4.UsahaPrinsip keempat ini perlu dipertimbangkan juga dalam pembagian yang adil. Mereka yang mengeluarkan banyak usaha dan keringat untuk mencapai suatu tujuan pantas diperlakukan dengan cara lain daripada orang yang tidak berusaha. Usaha disini harus dilihat terlepas dari berhasil atau tidaknya (untuk itu berlaku prinsip ke-6). Ditempat kerja, uang lembur diberikan berdasarkan prinsip ke-4 ini. Karyawan yang bekerja lebih lama dari karyawan lain mendapat uang lembur, walaupun belum tentu hasil kerjanya lebih baik dan lebih banyak dari karyawan lain. 5.Kontribusi kepada masyarakatPejabat tinggi boleh saja diperlakukan denagn cara lain dari orang biasa, karena kontribusinya kepada masyarakat lebih besar. Jika tempat dalam pesawat terbang tidak cukup untuk semua calon penumpang, seorang menteri didahulukan sedangkan orang biasa menunggu penerbangan berikutnya. Prinsip ke-5 ini menyatakan bahwa hal itu adil. Namun demikian, prinsip ini harus dipakai dengan ekstra hati-hati dan mudah disalahgunakan, karena terlalu banyak orang menganggap dirinya sangat penting dan dengan itu melanggar prinsip formal keadilan distributif.6.JasaMenurut prinsip ini jasa menjadi alasan untuk memberikan sesuatu kepada satu orang yang tidak diberikan kepada orang lain. Dalam konteks ekonomi dan bisnis, jasa terutama tampak dalam bentuk prestasi. Karyawan yang berprestasi khusus misalnya diberi bonus akhir tahun, yang tidak diberikan kepada karyawan lain. Walaupun tidak diberikan kepada semua, karena prinsip ini pemberian itu menjadi adil juga.Berdasarkan prinsip-prinsip material tersebut, dibentuk tiga teori keadilan distributive. Disini kami memperkenalkan tiga teori macam itu.

1.Teori EgalitarianismeTeori egalitarianisme berdasar atas prinsip yang pertama. Mereka berpendapat bahwa kita baru membagi dengan adil bila semua orang mendapat bagian yang sama (equal). Membagi dengan adil berarti menbagi rata. sama rata, sama rasa merupakan sebuah semboyan egalitarian yang khas. Jika karena alasan apa saja tidak semua orang mendapat bagian yang sama, menurut egalitarianism pembagian itu tidak adil betul. Egalitarianism ini pantas menimbulkan simpati kita. Semua manusia memang sama. Pemikiran ini merupakan keyakinan umum sejak zaman modern, artinya sejak revolusi Prancis menumbangkan monarki absolute dan feodalisme. Dalam artikel pertama dari deklarasi hak manusia dan warga Negara (1789) yang dikeluarkan waktu revolusi prancis dapat dibaca : manusia dilahirkan bebas serta sama haknya, dan mereka tetap tinggal begitu. Beberapa tahun sebelumnya di Amerika Serikat dalam The Declaration Of Independence (1776) sudah ditegaskan: all men are created equal. Dan Amerika Serikat dari semual melarang struktur-struktur feudal, sampai-sampai gelar bangsawan pun yang dibwa oleh emigrant dari Eropa dilarang pemakaiannya.jika kita mengatakn bahwa semua manusi sama, yang terutama dimaksudkan adalah martabatnya. Satu manusia tidak pernah lebih manusia dari pada manusia lain. Kenyataan ini mempunyai konsekuensi besar dibeberapa bidang misalnya hukum. Supaya adil di hadapan hukun semua warga Negara harus diperlakukan dengan cara yang sama: Orang kaya atau miskin, pejabat tinggi atau orang biasa, kaum ningrat atau rakyat jelata. Hukum hanya memandang warga Negara sebagai manusia dan martabat manusia selalu sama, terlepas dari cirri-ciri yang tidak relevan, seperti kedudukan sosial, ras, jenis kelamin, agama dan lain-lain. Disini pembagian egilitarian memang satu-satunya cara yang adil.Namun demikian walaupun martabat manusia selalu sama, dalam banyak hal manusia tidak sama. Inteligensi dan keterampilannya misalnya sering tidak sama. Kemampuannya untuk menghasilkan nilai ekonomis acap kali berbeda. Dan justru hal terakhir inilah penting dalam konteks ekonomi dan bisnis. Karena itu sulit untuk menerapkan egalitarianism di bidang penggajian, umpamanya. Para pendukung egalitarianism yang radikal memang akan berpendapat bahwa system penggajian baru adil betul bila semua karyawan dalam perusahaan menerima gaji yang persis sama. 2.Teori SosialistisTeori sosialistis tentang keadilan distributif memilih prinsip kebutuhan sebagai dasarnya. Menurut mereka Masyarakat diatur dengan adil jika kebutuhan semua warganya terpenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, papan. Secara konkret, sosialisme tarutama memikirkan masalah-maslah pekerjaan bagi kaum buruh dalam konteks industrialisasi. Dalam teori sosialisme tentang keadilan, terkenal adalah prinsip yang oleh Karl Marx (1818-1883) diambil alih dari sosialis Prancis, Louis Blanc (1811-1882): from each according to his ability, to each according to his needs. Bagian pertama dari prinsip ini berbicara tentang bagaimana burdens harus dibagi: hal-hal yang menuntut pengorbanan. Sedangkan bagian kedua menjelaskan bagaimana benefits harus dibagi: hal-hal yang enak untuk didapat. Hal-hal yang berat harus dibagi sesuai dengan kemampuan. Tidak adil bila orang cacat misalnya diharuskan kerja sama berat seperti orang yang utuh anggota badannya. Kepada orang yang menyandang cacat badan harus diberi pekerjaan yang cocok dengan kemampuannya. Hal-hal yang enak untuk diperoleh harus diberikan sesuai dengan kebutuhan. Misalnya pelayanan medis adalah adil, bila diberikan sesuai dengan kebutuhan orang sakit. Adil tidaknya gaji atau upah juga harus diukur dengan kebutuhan.Perlu diakui kebutuhan dan kemampuan memang tidak boleh diabaikan dalam melaksanakan keadilan distributive. Tetapi timbul kesulitan besar juga, bila prinsip ini dipakai sebagai pegangan satu-satunya untuk mewujudkan keadilan distributive. Terutama dua macam kritik dapat dikemukakan. Pertama, jika kebutuhan dijadikan satu-satunya criteria untuk melaksanakan keadilan di bidang penggajian, para pekerja tidak akan merasa bermotivasi untuk bekerja keras. Gaji atau upah yang diperoleh sudah dipastikan sebelum orang mulai bekerja, karena kebutuhannya sudah jelas. Bekerja keras atau bermalas-malasan tidak akan mengubah pendapatannya. System imbalan kerja yang berpedoman pada kebutuhan saja akan mengakibatkan produktivitas kerja rendah dan ekonomi akan mandek. Kritik kedua menyangkut kemampuan sebagai satu-satunya alas an untuk membagi pekerjaan. Terutama dalam sosialisme komunitis yang totaliter, prinsip ini mengakibatkan oarng yang berkemampuan harus menerima saja, bila Negara membagi pekerjaan kepadanya. Jika orang mempunya kemampuan untuk menjadi pilot dan Negara sedang membutuhkan profesional-profesional ini, ia harus menerima pekerjaan ini sebagai profesinya. Tetapi belum tentu profesi pilot menjadi pilihannya juga. Cara mempraktekkan keadilan distributive ini mengabaikan hak seseorang untuk memilih profesinya sendiri. 3.Teori LiberalistisLiberalisme justru menolak pembagian atas dasar kebutuhan sebagai tidak adil. Karena manusia adalah mahluk bebas, kita harus membagi menurut usaha-usaha bebas dari individu-individu bersangkutan. Yang tidak berusaha tidak mempunyai hak pula untuk memperoleh sesuatu. Liberalism menolak sebagai sangat tidak etis sikap free rider: benalu yang menumpang pada usaha orang lain tanpa mengeluarkan air keringat sendiri. Orang seperti itu tidak mengakui hak sesamanya untuk menikmati jerih payahnya.Dalam teori liberalisme tentang keadilan distributif digarisbawahi pentingnya dari prinsip hak, prinsip usaha, khususnya prinsip jasa atau prestasi. Terutama prestasi mereka lihat sebagai perwujudan pilihan bebas seseorang. Salah satu kesulitan pokok dengan teori keadilan distributive ini adalah: bagaimana orang yang tidak bisa berprestasi karena cacat mental atau fisik, orang yang menganggur di luar kemauannya sendiri dan sebagainya? Mereka sebenarnya ingin berprestasi juga tapi tidak bisa. Karena itu mereka tidak medapat apa-apa. Apakah cara seperti itu bisa di anggap adil?Teori keadilan distributive yang membatasi diri pada satu prinsip saja, ternyata sulit dipertahankan. Untuk membagi dengan adil, kita harus memperhatikan semua prinsip material. Hal itu berarti dalam suatau keadaan konkret kita harus mempertimbangkan semua prinsip mana yang paling penting. Kemungkinan tidak tertutup, berbagai orang mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang apa yang harus dianggap sebagai pembagian adil. Jadi, disini faktor subjektif tidak mungkin disingkirkan. Salah satu tugas untuk setiap masyarakat demokratis ialah bersama-sama mengembangkan kesepakatan tentang yang bisa dinilai sebagai pembagian adil dalam situasi tertentu. Berikut ini kami memperkenalkan secara singkat dua teori keadilan distributive dari abd ke-20 yang justru berusaha merumuskan bagaimana keadilan distributive harus diwujudkan dalam masyarakat yang demokratis.

D.John Rawls Tentang Keadilan DistributiveMenurut pandangan Rawls, yang harus kita dibagi dengan adil dalam masyarakat adalah the social primary goods (nilai-nilai social yang primer). Artinya hal-hal yang sangat dibutuhkan untuk bisa hidup pantas sebagai manusia dan warga masyarakat. Disamping itu tentu ada banyak hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup kita dan banyak juga dicari orang, tapi tidak bisa dianggap primer. Menurut Rawls yang termasuk nilai-nilai sosial primer adalah:1. kebebasan-kebebasan dasar, seperti kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan hati nurani dan kebebasan berkumpul, integritas pribadi dan kebebasan politik;2. kebebasan bergerak dan kebebasan memilih profesi;3. kuasa dan keuntungan yang berkaitan dengan jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang penuh tanggung jawab;4. pendapatan dan milik;5. dasar-dasar sosial dari harga diri (self respect).Adapun prinsip-prinsip keadilan menurut Rawls :1.Prinsip pertama :Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan-kebebasan dasar yang paling luas yang dapat dicocokkan dengan kebebasan-kebebasan yang sejenis untuk semua orang, dan2.Prinsip kedua :ketidaksamaan sosial dan ekonomis diatur demikian rupa sehinggaa. menguntungkan terutama orang-orang yang minimal beruntung, dan serentak jugab. melekat pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang dalam keadaan yang menjamin persamaan peluang yang fair.Prinsip 1 dapat disebut kebebasan yang sedapat mungkin sama. Dalam hal ini Rawls menganut egalitarianism. Kebebasan-kebebasan seperti hak untuk mengemukakan pendapat, hak untuk mengikuti hati nurani, hak untuk berkumpul, dan sebagainya harus tersedia dengan cara yang sama untuk semua orang. Masyarakat tidak diatus dengan adil, kalau hanya satu kelompok boleh mengemukakan pendapatnya atau semua warga Negara dipaksakan memeluk satu agama. Kebebasan-kebebasan itu harus seluas mungkin, tetapi ada batas juga. Batas bagi kebebasan satu orang adalah kebebasan dari semua orang lain. Sama sekali tidak adil, jika saya begitu bebas sehingga orang lain tidak bebas lagi.Prinsip ke2 bagian a disebut prinsip perbedaan (difference principle). Supaya masyarakat diatur dengan adil, tidak perlu semua orang mendapat hal-hal yang sama. Dengan itu Rawls menolak egalitarianism radikal. Boleh saja ada perbedaan dalam apa yang dibagi dalam masyarakat. Tetapi perbedaan itu harus demikian rupa sehingga menguntungkan mereka yang minimal beruntung. Prinsip 2 bagian b disebut prinsip persamaan peluang yang fair. Adanya jabatan dan posisi penting mengakibatkan juga ketidaksamaan dalam masyarakat. Sudah dari sediakala jabatan-jabatan tinggi sangat didambakan orang bersama fasilitas dan privilegi yang melekat padanya. Hal itu tidak boleh dianggap kurang adil, asalkan jabatan dan posisi itu pada prinsipnya terbuka untuk semua orang. Keadaan baru menjadi kurang adil, bila dilakukan diskriminasi dengan mengatakan : golongan X tidak boleh naik ke jabatan tinggi. Prinsip ini berimplikasi juga bahwa kepada setiap orang yang berbakat diberi pendidikan yang memungkinkan dia untuk naik ke posisi penting.Kita bisa menanyakan lagi bagaimana hubungan antara prinsip-prinsip ini. Menurut Rawls, prinsip pertama kebebasan yang sedapat mungkin sama harus diberi prioritas mutlak. Prinsip initidak pernah boleh dikalahkan oleh prinsip-prinsip lain. Sedangkan prinsip persamaan peluan yang fair (2,b) harus ditempatkan di atas prinsip perbedaan (2,a). pada skala nilai dalam masyarakat adil yang dicita-citakan Rawls, paling atas harus ditempatkan hak-hak kebebasan yang klasik, yang pada kenyataannya sama dengan yang kita sebut Hak Asasi Manusia. Lantas harus dijamin peluang yang sama bagi semua warga Negara untuk memangku jabatan yang penting. Akhirnya dapat diteriam perbedaan sosial-ekonomis tertentu demi peningkatan kesejahteraan bagi orang-orang yang minimal beruntung.

E.Robert Nozick Tentang Keadilan DistributiveWalaupun menjadi rekan sekerja sebagai profesor filsafat di Universitas Harvard juga, dalam pemikiran tentang keadilan Robert Nozick (1938-) bisa dilihat sebagai antipode Rawls. Yang terutama menjadi sasaran kritiknya adalah prinsip perbedaan dari Rawls. Nama Nozick menjadi terkenal karena bukunya Anarchy, State, and Utopia (1974) yang memuat pemikiran liberalitisnya tentang keadilan. Teori tentang keadilan distributive disebutnya entitlement theory. Kata entitlement yang tidak mudah dialihbahasakan dengan tepat, barangkali bisa kita terjemahkan sebagai landasan hak. Menurut Nozick, kita memiliki sesuatu dengan adil, jika pemilikan itu berasal dari keputusan bebas yang mempunyai landasan hak. Disini ada tiga kemungkinan yang menelurkan tiga prinsip. Pertama, prinsip original acquistion: kita memperoleh sesuatu untuk pertama kali dengan misalnya memproduksi hal itu. Kedua, prinsip transfer : kita memiliki sesuatu karena diberikan oleh orang lain. Ketiga, prinsip rectification of injustice: kita mendapat sesuatu kembali yang sebelumnya dicuri dari kita, umpamanya. Kalau kita memilki sesuatu dengan adil karena landasan hak misalnya kita membeli sebidang tanah atau kita dihadiahkan oleh orang lain kita menjadi pemilik yang sah dan terserah pada kita saja mau diapakan milik kita itu. Dalam hal ini setiap intervensi dari luar melanggar kebebasan kita. Satu-satunya pengecualian adalah rektifikasi yang dilakukan untuk memulihkan kembali keadaan adil dulu. Nozick mempunyai dua keberatan mendasar terhadap prinsip-prinsip (material) Keadilan distributive yang tradisional. Prinsip-prinsip itu bersifat ahistoris dan mempunyai pola yang ditentukan sebelumnya (patterned). Dengan memandang kedua keberatan ini kita dapat memahami posisi Nozick sendiri dengan lebih baik. Ketiga prinsip Nozick tadi merupakan prinsip-prinsip historis, artinya mereka tidak saja melihat hasil pembagian tetapi mempertanggungjawabkan juga proses yang melandaskan pembagian atau pemilikan. Mereka perhatikan juga bagaimana prose situ sampai terjadi. Sedangkan prinsip-prinsip tradisional (khususnya kebutuhan) bersigat ahistoris, karena tidak memperhatikan bagaimana pembagian itu sampai terjadi. Itulah end-state principles, kata Nozick, karena memperhatikan keadaan terakhir dari suatu proses yang barangkali panjang dan penuh keputusan bebas dari pihak-pihak bersangkutan. Keberatan ini berlaku juga untuk prinsip perbedaan dari Rawls. Rawls hanya melihat keadaan actual dari mereka yang minimal beruntung. Ia tidak memperhatikan mengapa mereka sampai terjerat dalam keadaan itu. Bisa juga juga mereka jadi miskin karena kesalahan mereka sendiri, sebab memboroskan segala harta milik dengan bermain judi, umpamanya.Keberatan kedua adalah bahwa prinsip-prinsip tradisional menerapkan pada pembagian barang suatu pola yang di tentukan sebelumnya. Prinsip-prinsip itu semua bersifat patterned. Pola itu terbentuk Dari setiap orang menurut X-nya, kepada setiap orang menurut Y-nya, seperti misalnya prinsip dari Karl Marx. Tetapi memaksa pola seperti itu berarti mengorbankan kebebasan. Supaya adil, prinsip-prinsip yang berpola itu hanya bisa dipakai pada keadaan awal ketika semua orang masih sama, tetapi tidak bisa di pakai lagi setelah para anggota masyarakan memiliki harta milik yang berbeda-beda, akibat menjalani hak-haknya yang legitim dengan bebas. Sepintas lalu rupanya prinsip-prinsip Rawls luput dari keberatan kedua ini karena di rumuskan dalam posisi asal (original position), ketika semua anggota masyarakan masih sama. Tetapi menurut Nozick, prinsip perbeadaan Rawls terkena juga keberatan kedua ini, karena menurut pendapat Rawls kita dalam posisi asal harus memihak pada mereka yang minimal beruntung dan dengan demikian kebebasan dilanggar.Kesimpulan Nozick adalah bahwa keadilan ditegakan, jika di akui bakat-bakat dan sifat-sifat pribadi beserta segala konsekuensinya (seperti hasil kerja) sebagai satu-satunya landasan hak (entitlement). Jika kita ingin merumuskan prinsip menurut bentuk tradisionalnya, hanya bisa kita katakan :Dari setiap orang sesuai dengan apa yang dipilihnya, kepada setiap orang sesuai dengan apa yang dihasilkannya sendiri (barang kali dengan bantuan orang lain berdasarkan kontrak) dan apa yang dipilih orang lain untuk melakukan bagi dia dan memberikan kepada dia dari apa yang sebelumnya (berdasarkan prinsip ini juga) di berikan kepada meraka sendiri dan belum mereka habiskan atau alihkan kepada orang lain. Atau di rumuskan dengan lebih singkat : Dari setiap orang sebagaimana mereka pilih, kepada setiap orang sebagaimana mereka dipilih. Masyarakat dimana beberapa orang hidup dalam keadaan berlimpah-limpah, sedangkan orang lain menderita kekurangan, tentu jauh dari ideal. Tetapi keadaaan itu tidak boleh di perbaiki dengan membuat orang kaya menjadi sarana belaka dengan tujuan mengentaskan orang lain dari kemiskinan. Nozick berpendapat bahwa prinsip dasar dari etika Immanuel Kant disni juga harus di pegang teguh. Tidak pernah menjadi adil memerangi kemiskinan dengan memaksakan perubahan structural dalam masyarakat. Membantu orang miskin memeang merupakan kewajiban solideritas. Tetapi menurut Nozick kewajiban itu termasuk etika pribadi dan hanya boleh dijalankan dengan keputusan bebas.F.Keadilan EkonomisKeadilan memiliki peran yang sangat penting dalam ekonomi dan bisnis. Karena menyangkut barang yang diincar banyak orang untuk memiliki atau memakai. Dalam sejarahnya, wacana keadilan ekonomi mengalami pasang surut. Pada zaman kuno keadilan ekonomis mendapat tempat yang amat penting khususnya pada Aristoteles. Perhatian serupa juga tampak pada zaman pertengahan, khususnya pada tokoh Thomas Aquinas. Keadilan dalam relasi-relasi ekonomis dianggap sebagai sesuatu yang harus diusahakan, karena tidak timbul dengan otomatis dan dianggap (seperti keadilan pada umumnya) sebagai suatu nilai etis. Pada masa modern, keadilan ekonomis tidak banyak diperhatikan, sampai muncul lagi dengan kuatnya sekitar pertengahan abad ke-19 dan berperan penting dalam demokrasi-demokrasi parlementer sepanjang abad ke-20. Kalau kita bicara disini tentang keadilan ekonomis, secara konkret kita sebenarnya lebih banyak membahas ketidakadilan ekonomis, sebab pada kenyataannya kita soroti keadaan atau aspek-aspek masyarakat yang tidak adil. Perhatian untuk keadilan secara konkret mengambil bentuk mengusahakan perbaikan dari keadaan tidak adil. Orang modern yakin akan mendesaknya usaha itu, karena seperti dikatakan Immanuel Kant jauh lebih banyak orang menderita akibat ketidakadilan daripada akibat bencana alam. Ketidakadilan disebabkan oleh ulah manusia, oleh karenanya harus diperbaiki juga oleh manusia sendiri.Masyarakat tidak mungkin dikatakan diatur dengan baik (well ordered) kalau tidak ditandai keadilan. Pada awal karyanya yang besar John Rawls menegaskan bahwa keadilan merupakan keutamaan khas untuk lembaga-lembaga sosial, sama seperti kebenaran merupakan cirri khas sebuah teori. Rupanya pendiri-pendiri Republik Indonesia memaksudkan hal serupa ketika mereka berbicara tentang masyarakat yang adil dan makmur. Masyarakat yang makmur sekalipun, belum diatur dengan baik kalau tidak ditandai keadilan. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa keadilan hanya merupakan suatu ciri sosial saja atau bahwa hanya masyarakat (institusi sosial) bisa disebut adil dalam arti yang sesungguhnya. Pandangan itu sekarang banyak bisa didengar. Malah ada yang menganggap category mistake saja (salah kaprah), bila seorang individu disebut adil.Pandangan seperti itu terlalu berat sebelah. Keadilan harus berperan pada tahap sosial maupun individual. Juga dalam konteks ekonomi dan bisnis. Keadilan ekonimis harus diwujudkan dalam masyarakat, tetapi keadilan merupakan juga keutamaan yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis secara pribadi. Pebisnis pun tidak merupakan homo economicus saja, manusia yang hanya tertuju pada kepentingan diri yang ekonomis, manusia yang hanya memperhatikan nilai-nilai ekonomis. Supaya dapat hidup dengan baik, disamping nilai-nilai ekonomis, ia harus member tempat juga kepada nilai-nilai moral. Dan dalam konteks ekonomi dan bisnis salah satu nilai moral terpenting adalah keadilan.


Top Related