Download - proposal 99%.docx

Transcript

BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGLuka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi.Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan (Chemical Burn Causes emedicine Health, 2008).

1 Luka bakar adalah luka pada kulit atau jaringan lain yang disebabkan oleh panas atau terkena radiasi, radioaktivitas, listrik, sentuhan atau kontak dengan bahan kimia. Luka bakar terjadi ketika beberapa atau semua sel pada kulit rusak karena cairan panas (air mendidih), benda panas dan nyala api. Luka bakar adalah masalah kesehatan masyarakat secara global yang diperkirakan menyebabkan 195.000 kematian. Luka bakar paling banyak sekitar 84.000 kasus terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah yaitu Regio WHO Asia Tenggara (WHO, 2012).Pada tahun 2002 Departemen Kebakaran Amerika menemukan sedikitnya 401.000 kasus kebakaran tiap 79 detik dimana 76% kasus kebakaran menyebabkan luka bakar (National Safe Kids Campaign, 2004). Data unit luka bakar Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta mencapai 27,6% pada tahun 2012 (Martina & Wardhana, 2013). Penyebab luka bakar adalah 60% kecelakaan rumah tangga, 20% kecelakaan kerja dan 20% sebab lain. Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbanyak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).Berdasarkan kedalamannya luka bakar dibagi menjadi 3 yaitu derajat I, derajat II, dan derajat III. Kerusakan luka bakar derajat II meliputi epidermis dan dermis (Betz, 2009). Luka bakar derajat II dibagi menjadi dua yaitu luka bakar derajat II dangkal / IIA dan II dalam / IIB. Luka bakar derajat IIA memerlukan balutan khusus yang merangsang pembelahan dan pertumbuhan sel (Corwin, 2009). Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh. Semua sistem terganggu terutama sistem kardiovaskuler. Semua organ memerlukan aliran darah yang adekuat sehingga perubahan fungsi kardiovaskuler memiliki dampak luas pada daya tahan hidup dan pemulihan pasien (Corwin, 2009). Oleh karena itu luka bakar harus segera ditangani agar tidak terjadi komplikasi dan terjadi proses penyembuhan luka (Morison, 2003).Proses penyembuhan luka adalah proses biologis yang terjadi di dalam tubuh (Guo dan DiPietro, 2010). Proses ini dapat dibagi ke dalam 4 fase utama yaitu koagulasi, inflamasi, proliferasi dan remodeling. Pada fase proliferasi fibroblas adalah elemen sintetik utama dalam proses perbaikan dan berperan dalam produksi struktur protein yang digunakan selama rekonstruksi jaringan (Suriadi, 2004). Fase inflamasi terjadi dari hari 0-5. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi (Cotran dan Mitchell, 2008).Salah satu perawatan untuk perawatan luka bakar adalah menggunakan cairan normal saline steril. Normal saline steril adalah larutan fisiologis yang ada diseluruh tubuh, karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensivitas dari sodium klorida. Normal saline steril aman digunakan untuk kondisi apapun. Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah, melindungi granulasi jaringan dan kondisi kering, menjaga kelembapan sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan luka. (InETNA, 2004).Menurut Taqwim et al. (2009), Penyembuhan luka merupakan proses alamiah dari tubuh, namun seringkali dilakukan pemberian obat-obatan untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Obat-obatan untuk memulihkan dan mempertahankan kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan penyembuhan luka, saat ini dirasakan relatif mahal. Selain itu, dengan adanya resistensi antibiotika pada bakteri dan efek samping yang berat pada beberapa obat-obatan yang sintesis menjadi alasan tersendiri untuk mengalihkan perhatian pada terapi alternatif (Rohmawati, 2007). Pengobatan tradisional menggunakan tanaman telah berkembang di antara pengobatan modern saat ini karena besarnya potensi kesembuhan dan beban keuangan yang lebih ringan. Salah satu tanaman yang memiliki khasiat dalam mengobati luka bakar derajat II dangkal adalah buah pare (Momordica charantia). Pare (bitter melon) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah tropis seperti kawasan Asia, Afrika Timur, dan Amerika Selatan. Selain dikonsumsi sebagai sayur, pare juga digunakan sebagai obat. Dari penelitian yang dilakukan Anila dan Vijayalakshmi (2000).Salah satu kandungan dari pare yang diduga mempunyai efek antiinflamasi adalah senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid yang mempunyai aktifitas inflamasi adalah apginin dan luteolin, selain itu terdapat pula senyawa flavonoid sintesis atau semi sintesis yang berpotensi sebagai obat antiinflamasi, yaitu O-B hidroksiethil rutin dan derivat quercetin (Kurniawati, 2005).Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa ekstrak buah pare memberikan pengaruh dalam memperpendek masa inflamasi luka bakar derajat 2 dangkal pada tikus galur wistar. Pengaruh ekstrak terlihat dari penurunan rata-rata dari pengukuran yang dilakukan dengan pengamatan warna eritema dengan lebar diameter eritema yang dilakukan dari hari pertama sampai hari kesembilan dan fase inflamsi hanya terjadi samapi hari ke 2.Penelitian sebelumnya menggunakan ekstrak buah pare dengan teknik balutan skunder yaitu balutan yang menempel pada balutan primer, pada penelitian kali ini peneliti ingin menggunakan ekstrak buah pare dengan teknik balutan primer yaitu balutan yang langsung menempel pada dasar luka, terdapat berbagai macam jenis balutan primer yang telah berkembang di dunia, namun hanya ada beberapa saja yang ada diindonesia. jenis-jenis balutan primer yang telaha ada di dunia yaitu tujuan peneliti menggunakan teknik balutan primer adalah menyediakan alternatif pengobatan yang mudah dan efektif terutama bagi daerah yang terpencil dan kalangan yang tingkat ekonominya rendah, Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jackie Stephen-Haynes june 2004 berjudul Evaluation Of a Honeyimpregnated tulle dressing in primary care pada penelitian ini menggunakan madu pada luka ulkus kronis dikaki, pada penelitiannya madu dijadikan balutan primer pada luka ulkus kronis serta luka borok hasilnya diperoleh luka dapat sembuh dan membaik. Berdasarkan fenomena diatas peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh ekstrak pare (Momordica charantia) dengan balutan primer dalam memperpendek masa inflamasi luka bakar derajat 2 dangkal pada tikus putih galur wistar1.2 RUMUSAN MASALAH Bagaimana pengaruh penggunaan ekstrak buah pare (Momordica charantia) dengan jenis balutan primer dalam memperpendek masa inflamasi pada tikus putih galur wistar dengan luka bakar derajat 2 dangkal?1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUMUntuk mengetahui pengaruh ekstrak buah pare (Momordica charantia) dengan jenis balutan primer dalam memperpendek masa inflamasi luka bakar derajat 2 dangkal

1.3.2 TUJUAN KHUSUS1. Mengidentifikasi masa inflamasi luka bakar derajat II dangkal dengan perawatan standart menggunakan NaCl2. Mengidentifikasi masa inflamasi luka derajat II dangkal dengan perawatan menggunakan ekstrak buah pare jenis balutan primer3. Membandingkan pengaruh perawatan standart menggunakan Normal Saline sterile dengan ekstrak buah pare (Momordica charantia) dalam memperpendek masa inflamasi luka bakar derajat II dangkal

1.4 MANFAAT

1.4.1 BAGI MAHASISWA KEPERAWATANPenelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai penyembuhan luka bakar derajat 2 dangkal dengan menggunakan buah pare dengan cara balutan primer1.4.2 BAGI PROFESI KEPERAWATANDengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu keperawatan khususnya dalam pengobatan luka bakar dengan menggunakan bahan alami dari alam / herbal 1.4.3 BAGI MASYARAKATPenelitian ini diharapkan dapat memberi penjelasan ilmiah mengenai manfaat ekstrak buah pare dalam merawat luka bakar, khususnya luka bakar derajat 2 dangkal, sehingga dapat menghemat biaya perawatan1.4.4 BAGI LEMBAGA RSPenelitian ini diharapkan dapat memberikan metode baru dalam perawatan luka bakar khususnya metode balutan primer BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Kulit2.1.1 Anatomi KulitKulit terbagi atas tiga lapisan pokok yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis (Harahap, 2000).

Gambar 2.1 Gambaran tiga dimensi kulit. (Dari : Hudak & Gallo : Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, ed.6, EGC, 1996).

61) Lapisan EpidermisLapisan epidermis terdiri atas :a. Stratum KorneumStratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk).b. Stratum LusidumStratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma berubah menjadi protein disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.c. Stratum GranulosumStratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti. Butir-butir kasar terdiri atas keratohialin. Stratum granulosum tampak jelas di telapak tangan dan kaki.d. Stratum SpinosumStratum Spinosum (stratum Malphigi) disebut pickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel berbentuk polygonal besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-tersebut membentuk penebalan bulat kecil disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.e. Stratum BasaleStratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal mengadakan mitosis berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri dua jenis sel yaitu :1. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.2. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) (Wasitaatmadja, 2005).

2) Lapisan Dermis Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1) Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.2) Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya menonjol ke arah subkutan, terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, terdapat fibroblas. Serabut kolagen dibentuk fibroblas, membentuk ikatan (bundel) mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulum mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis (Wasitaatmadja, 2005).

3) Lapisan SubkutisLapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak bertambah.Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen mencapai ketebalan 3 cm, di kelopak mata dan penis sangat sedikit. Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus di atas dermis (pleksus superfisial) dan di subkutis ( pleksus profunda). ( Wasitaatmadja, 2005). 2.1.2 Fungsi Kulit 1) Fungsi Proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.Melanosit berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia terjadi karena sifat stratum korneum impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5-6.5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi berperanan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.2) Fungsi AbsorpsiKulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme. Penyerapan berlangsung melalui celah antar sel, menembus sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar, lebih banyak yang melalui sel epidermis daripada melalui muara kelenjar.3) Fungsi EkskresiKelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5-6.5.

4) Fungsi Persepsi Kulit mengandung ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan Krause terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di papila dermis berfungsi sebagai rabaan, badan Merkel Ranvier terletak di epidermis, terhadap tekanan diperankan badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.5) Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi) Peranan kulit dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi cukup baik. Tonus vaskular dipengaruhi saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih banyak mengandung air dan Na.6) Fungsi Pembentukan PigmenSel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan sel dendrit, disebut clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu, dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksidasi Hb, dan karoten.7) Fungsi KeratinisasiLapisan epidermis dewasa mempunyai tiga jenis sel utama yaitu keratinosit, sel Langerhans, dan melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus-menerus seumur hidup dan sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari, dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.8) Fungsi Pembentukan Vitamin DMengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan (Wasitaatmadja, 2005).2.2 Luka Bakar2.2.1 Pengertian Luka BakarLuka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (Moenadjat, 2003).2.2.2 Klasifikasi Luka Bakar1) Kedalaman Luka Bakara. Luka Bakar Derajat I Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial) Kulit kering, hiperemik berupa eritema Tidak dijumpai bulae Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10harib. Luka Bakar Derajat II Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi Dijumpai bulae Bulae adalah lapisan epidermis terlepas dari dasarnya (dermis), merupakan suatu proses epidermolisis, disertai akumulasi eksudat membentuk suatu gelembung. Bila ukuran bulae relatif kecil, cukup dibiarkan dan akan mengalami penyembuhan spontan. Bila mengganggu, cairan bulae dilakukan aspirasi tanpa melakukan pembuangan lapisan epidermis yang menutupinya. Bila ukuran bulae cukup luas atau besar, lakukan insisi atau aspirasi menggunakan semprit tanpa membuang lapisan epidermis (Moenadjat, 2003). Bula mulai terbentuk pada suhu 53-57 derajat celcius selama kontak 30-120 detik (Mansjoer, 2000). Pengeluaran cairan paling pesat terjadi dalam 6-8 jam pertama setelah trauma. Cairan di dalam bullae lebih kurang sama dengan cairan plasma, mengandung 4-6% dengan albumin: globulin lebih besar daripada di plasma, elektrolit terutama Na (Marjuki, 1991). Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi di atas kulit normal Dibedakan atas 2 (dua) yaitu :1. Derajat II dangkal (superficial) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari2. Derajat II dalam (deep) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

c. Luka Bakar Derajat III Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan Tidak dijumpai bulae Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar Terjadi koagulasi protein epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2003).

Gambar 2.2 diagram kedalaman luka bakar (Sumber : Moenadjat, 2003)Tabel 2.1 karakteristik Luka Bakar dalam Berbagai KedalamanKedalamanJaringan yang terkenaPenyebab umumKarakteristikNyeriPenyembuhan

Ketebalan parsial superfisial (derajat I)Kerusakan epitel minimalsinar matahariKeringTidak ada lepuhMerah mudaPucat dengan tekananSangat nyeriSekitar 5 hari

Ketebalan parsial dangkal (derajat II)Epidermis dan minimal dermisCahayaCairan panasLembabMerah berbintik atau merah mudaLepuh Sebagian memucatNyeriHiperestetikSekitar 21 hari, jaringan parut minimal

Ketebalan parsial dermal dalam (derajat II)Seluruh epidermis, sebagian dermis, lapisan rambut epidermal dan kelenjar keringat utuhDi atas benda padat panas, kebakaran, jalaran cedera yang kuatKering, pucat, berlilinTidak pucatSensitif terhadap tekananLama; jaringan parut hipertropik akhir; pembentukan kontraktur jelas

Ketebalan penuh (derajat III)Semua yang di atas, dan bagian dari lemak subkutan, dapat mengenai jaringan ikat, otot, tulangKebakaran terus-menerus, listrik, bahan kimia, dan uap panasKasar, avaskular, retak-retak, kuning pucat sampai coklat hingga hangusSedikit nyeriTidak beregenerasi sendiri, memerlukan pencangkok-an

Sumber : Hudak & Gallo, 1996.

Gambar 2.3 Derajat Luka Bakar2.2.3 Fase Luka BakarDalam perjalanan penyakitnya dibedakan menjadi 3 fase pada luka bakar, yaitu : fase awal/fase akut/fase syok, fase setelah syok berakhir/ fase subakut, dan fase lanjut (Moenadjat, 2003).1) Fase awal, fase akut, fase syokPada fase ini terjadi gangguan saluran nafas karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi, gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis yang bersifat sistemik.2) Fase setelah syok berakhir/diatasi, fase subakutFase ini berlangsung setelah syok berakhir/dapat diatasi dengan permasalahan kehilangan jaringan yang menyebabkan reaksi inflamasi, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi hipermetabolisme dan proses penutupan luka. Pada fase ini berlangsung respon inflamasi sistemik yang mengarah pada suatu sindrom disfungsi organ multipel dan sepsis.3) Fase lanjutFase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertropik, kontraktur, dan deformitas terjadi karena kerapuhan jaringan atau organ-organ strukturil (Moenadjat, 2003).2.2.4 Patofisiologi Luka BakarLuka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari sumber panas pada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visera dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agen penyebab (burning agent). Nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi (Smeltzer, 2002).Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.Bila luka bakar kurang dari 20 % biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan maksimal terjadi setelah delapan jam.Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah, ditandai dengan meningkatnya diuresis (Sjamsuhidajat, 2004).

GlukogenesisLaju metabolikAnemiaSel darah merah

Keb O2

Faktor depresan miokardAldosteronSekresi adrenalLuka Bakar

Kehilangan H2O

KatekolaminRetensi Na+Insufisiensi miokard

COAliran ke ginjalHipovolemiaVasokontriksi

Kehilangan K+

AsidosisLFGAliran ke limpa

Gagal ginjalHipoksia hepatik

Gagal hepar

Gambar 2.4 : Patofisologi Luka Bakar (efendy,1999)

2.2.5 Keparahan Luka Bakar1) Luka bakar berat/kritisa. Derajat II-III > 40 %b. Derajat III pada muka, tangan dan kakic. Adanya trauma pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakard. Luka bakar listrike. Disertai trauma lainnya (misal fraktur iga/lain-lain)2) Luka bakar sedanga. Derajat II 15-40 %b. Derajat III < 10 % kecuali muka, tangan dan kaki3) Luka bakar ringana. Derajat II < 15 %b. Derajat III < 2 %Kategori penderita ini ditujukan untuk kepentingan prognosis berhubungan dengan angka morbiditas dan mortalitas (Moenadjat, 2003).2.2.6 Zona Cedera Luka Bakar1) Zona koagulasi, yaitu daerah yang mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh panas.2) Zona statis, yaitu daerah yang berada di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan lekosit terjadi gangguan perfusi diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Berlangsung 12-24 jam pasca cedera dan berakhir dengan nekrosis jaringan.3) Zona hiperemi, yaitu daerah di luar zona statis, reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama (Moenadjat, 2003).

Gambar 2.5 Zona cedera pada luka bakar (Sumber : Smeltzer& Bare, 2002).2.2.7 Ukuran Luas Luka Bakar1) Rumus Sembilan (Rule of Nines)Sembilan merupakan cara menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas (Smeltzer, 2002). The rule of nines (Aturan Sembilan) membagi bagian tubuh ke dalam kelipatan dari 9%. Bagian kepala diperhitungkan sebagai 9% dari LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total), masing-masing lengan 9%, masing-masing kaki 18%,trunkus anterior 18%, trunkus posterior 18%, dan perineum 1%, dengan total 100% (Hudak & Gallo, 1996). Rumus ini membantu untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa (Sjamsuhidajat, 2004).

Gambar 2.6 Metode Rule of Nines untuk menentukan persentase luas permukaan tubuh yang mengalami cedera luka bakar (Sumber : Effendi, 1999).2) Metode Lund dan BrowderMetode yang lebih cepat untuk memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar adalah metode Lund dan Browder yang mengakui bahwa persentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan.Dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut (Smeltzer, 2002). Penggunaan diagram bagan Lund dan Browder ditujukan untuk menentukan keluasan luka bakar yang terjadi pada anak-anak dan bayi (Effendi, 1999).

Gambar 2.7 Digram bagan Lund dan Browder. Metode yang digunakan untuk menghitung LPTT luka bakar sesuai golongan usia (Sumber : Effendi, 1999).Tabel 2.2 Tabel Lund dan BrowderBagian yang terbakarLahir1 tahun5 tahun10 tahun15 tahunDewasa

A:Setengah kepala9%8%6%5%4%3%

B:Setengah paha23/4%31/4%4%41/4%4%43/4%

C:Setengah tungkaibawah2%2%23/4%3%31/4%3%

3) Metode Telapak TanganPada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai untuk memperkirakan persentase luka bakar adalah metode telapak tangan (palm method). Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar 1% luas permukaan tubuhnya. Lebar telapak tangan dapat digunakan untuk menilai luas luka bakar (Smeltzer, 2002).2.2.8 Fase Penyembuhan Luka Bakar1) Fase InflamasiFase ini berlangsung 3-4 hari pascaluka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskular dan proliferasi selular (Effendi, 1999). Pembuluh darah yang terputus pada luka menyebabkan perdarahan dan tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus (retraksi), reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama jala fibrin terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah, terjadi reaksi inflamasi (Sjamsuhidajat, 2004).Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi, penyembukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat menyebabkan edema dan pembengkakan . Tanda klinis reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) (Sjamsuhidajat, 2004).Aktivitas seluler terjadi pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena adanya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Reaksi pembentukan kolagen baru dipertautkan oleh fibrin, mulai timbul epitelisasi (Sjamsuhidajat, 2004).2) Fase Fibroblastik (Proliferasi)Fase yang dimulai pada hari ke 4-20 pascaluka bakar. Pada fase ini timbul sebukan fibroblast membentuk kolagen tampak secara klinis sebagai jaringan berwarna kemerahan (Effendi, 1999). Fibroblast berasal dari sel mesenkim belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin merupakan bahan dasar kolagen serat yang mempertautkan tepi luka (Sjamsuhidajat, 2004).Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka cenderung mengerut. Sifat ini bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini, kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Pada fase fibroblastik luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnya berpindah mengisi permukaan luka. Proses migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, berhenti setelah epitel menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroblastik dengan pembentukan jaringan granulasi berhenti dan mulai proses pematangan dalam fase penyudahan (Sjamsuhidajat, 2004).3) Fase Maturasi (Penyudahan / Remodelling)Pada fase ini terjadi proses pematangan terdiri atas penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan baru terbentuk. Fase ini berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Edema dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gagal (Sjamsuhidajat, 2004).2.2.9 Masalah yang terjadi pada proses penyembuhan luka1) Eritema kulit & EdemaProses perbaikan jaringan terdiri dari pengontrolan darah (hemostasis), mengirim darah, dan sel ke area yang cedera. Selama proses hemostasis, pembuluh darah yang cedera mengalami konstriksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan. Jaringan yang rusak dan sel mast mensekresi histamin, menyebabkan vasodilatasi kapiler di sekitarnya dan mengeluarkan serum sel darah putih kedalam jaringan yang rusak sehingga menyebabkan edema dan eritema (Potter, 2005).2) BulaePada luka bakar derajat II ditandai dengan adanya bulae. Bulae adalah lapisan epidermis yang terlepas dari dasarnya (dermis), merupakan proses epidermolisis, disertai akumulasi eksudat membentuk suatu gelembung (Moenadjat, 2003).3) Nekrosis jaringanNekrosis merupakan hasil akhir perubahan perubahan morfologis akibat kerja degradatif progresif enzim yang mengindikasikan kematian sel. Ini dapat mengenai kelompok sel atau bagian suatu struktur suatu organ (Dorland, 2002).4) GranulasiGranulasi merupakan pembentukan jaringan pada dasar luka menjelang proses penyembuhan. Semakin banyak granulasi yang timbul maka luka semakin membaik (Ramali, 2000).5) Luka keringPada fase penyembuhan luka kering merupakan hal yang sangat biasa, karena terjadi peningkatan vaskulerisasi kelenjar sebasea, sekresi berkurang dan keringat juga berkurang. Jadi luka kering merupakan tanda tanda luka sudah mulai sembuh (Barbara, 1996).6) Jaringan parutJaringan parut adalah jaringan dermis dan epidermis berisi protein terkoagulasi bersifat progresif (Moenadjat, 2003). Pada penyembuhan luka jaringan ikat, hidrofi parut akan timbul bila kulit tidak dilengketkan kepada struktur yang ada dibawahnya, bila penekanan dilakukan pada jaringan baru yang sehat, parut dapat dicegah. Jadi dapat disimpulkan bahwa penyembuhan luka yang sempurna jaringan parut harus minimal (Barbara, 1996).3.0.0 Komplikasi Penyembuhan LukaKomplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitelisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar, dan juga infeksi luka.(InETNA,2004)

3.0.1 Faktor Pendukung dan Penghambat Penyembuhan LukaBakar1) Faktor-Faktor Yang Mendukung Penyembuhan Luka Bakar

Keseimbangan istirahat dan latihanHigiene yang baikBalutan yang sesuaiKontrol infeksiTidak ada inkontinensiaNutrisi yang adekuatSikap mental yang positifPenyembuhan lukaKesehatan menyeluruh yang baikPengetahuan perawat dan pasienUsia (muda)Kontrol nyeriPenatalaksanaan luka yang tepat(Effendi, 1999)

2) Kesehatan secara umum kurang baikFaktor-Faktor yang Menghambat Penyembuhan Luka Bakar

Higiene kurang baikNutrisi kurang baikPemakaian alkohol dan rokok yang berlebihanSirkulasi kurang baikObat-obat tertentu seperti oksitoksik, steroidFaktor psikologis; takut, stresKurang mobilisasiKondisi langsungUsia (tua)NyeriPenanganan luka kurang tepatPenyembuhan Luka(Effendi, 1999).2.3 Pare (Momordica Charantia)2.3.1 Sejarah ParePeria atau pare adalah tumbuhan merambat yang berasal dari wilayah Asia Tropis, terutama daerah India bagian barat, yaitu Assam dan Burma. Aanggota suku labu-labuan atau Cucurbitaceae ini biasa dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai sayuran maupun bahan pengobatan. Nama Momordica yang melekat pada nama binomialnya berarti "gigitan" yang menunjukkan pemerian tepi daunnya yang bergerigi menyerupai bekas gigitan.(Sudarsono, D. Gunawan, S. Wahyono, I.A. Donatus, dan Purnomo. 2002)Peria memiliki banyak nama lokal, di daerah Jawa di sebut sebagai paria, pare, pare pahit, pepareh. Di Sumatera, peria dikenal dengan namaprieu, fori, pepare, kambeh, paria.Orang Nusa Tenggara menyebutnya paya, truwuk, paitap, paliak, pariak, pania, dan pepule, sedangkan di Sulawesi, orang menyebutnya dengan poya, pudu, pentu, paria belenggede, serta palia.(Sudarsono, D. Gunawan, S. Wahyono, I.A. Donatus, dan Purnomo. 2002.)

2.3.2 Taksonomi PareKlasifikasi ilmiahKerajaan: PlantaeDivisi: MagnoliophytaKelas: MagnoliopsidaOrdo: ViolalesFamili: CurcubitaceaGenus: MomordicaSpesies: M.CharantiaNama binomialMomordica charantiaGambar2.8 : Pare2.3.3 Kegunaan PareDi negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea, dan Cina, peria dimanfaatkan untuk pengobatan, antara lain sebagai obat gangguan pencernaan, minuman penambah semangat, obat pencahar dan perangsang muntah, bahkan telah diekstrak dan dikemas dalam kapsul sebagai obat herbal/jamu. Buahnya mengandung albuminoid, karbohidrat, dan pigmen.Daunnya mengandung momordisina, momordina, carantina, resin, dan minyak. Sementara itu, akarnya mengandung asam momordial dan asam oleanolat, sedangkan bijinya mengandung saponin, alkaloid, triterprenoid, dan asam momordial. (Sudarsono, D. Gunawan, S. Wahyono, I.A. Donatus, dan Purnomo. 2002)Peria juga dapat merangsang nafsu makan,menyembuhkan penyakit kuning,memperlancar pencernaan, dan sebagai obat malaria. Selain itu, peria juga mengandung beta-karotena dua kali lebih besar daripada brokoli sehingga berpotensi mampu mencegah timbulnya penyakit kanker dan mengurangi risiko terkena serangan jantung ataupun infeksi virus. Daun peria juga bermanfaat untuk menyembuhkan mencret pada bayi, membersihkan darah bagi wanita yang baru melahirkan, menurunkan demam, mengeluarkan cacing kremi, serta dapat menyembuhkan batuk. Buahnya yang berasa pahit biasa diolah sebagai sayur, misalnya pada gado-gado, pecel, rendang, atau gulai (Sudarsono, D. Gunawan, S. Wahyono, I.A. Donatus, dan Purnomo. 2002).Di Cina peria diolah dengan tausi, tauco, daging sapi, dan cabai sehingga rasanya makin enak atau diisi dengan adonan daging dan tofu, sedangkan di Jepang peria jadi primadona makanan sehat karena diolah menjadi sup, tempura, atau asinan sayuran. Ekstrak biji peria selain digunakan sebagai bahan obat, ternyata juga dapat digunakan sebagai pembasmi larva alami yang merugikan seperti larva Aedes aegypti yang menyebarkan penyakit demam berdarah dengue atau DBD (Sudarsono, D. Gunawan, S. Wahyono, I.A. Donatus, dan Purnomo. 2002).

2.3.4 Kandungan Kimia ParePada penelitian yang dilakukan oleh Anila dan Vijayalakshmi (2000), salah satu kandungan dari pare yang diduga mempunyai efek antiinflamasi adalah senyawa flavonoid.Buah pare mengandung albuminoid, karbohidrat, zat warna, karantin, hydroxytryptamine, vitamin A, B dan C. Per 100 gr bagian buah yang dapat dimakan mengandung 29 kilo kalori; 1,1 gr protein; 0,3 gr lemak; 6,6 gr karbohidrat; 45 mg kalsium; 64 mg fosfor; 1,4 mg besi; 180 s.l. nilai vit A; 0,08 mg vit B1; 52 mg vit C dan91,2 gr air.Selain itu juga mengandung saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid, triterpenoid, momordisin, gliko sida cucurbitacin, charantin, asam b utirat, asam palmitat, asam linoleat, dan asam stearat, kandungan flavonoid pad buah pare setara dengan fenolik antara 0,12-1,08/gram/100gram. Daun pare mengandung momordisina, momordina, karantina, resin, asam trikosanik, asam resinat, saponin, vitamin A, dan C serta minyak lemak yang terdiri d ari asam oleat, asam linoleat, asam stearat d an L.oleostearat.Biji pare mengandung saponin, alkanoid, triterpenoid, asam momordial dan momordisin.Sedangkan akar pare mengandung asam momordial dan asam oleanolat (Subahar TS, 2004).2.3.5 Efek Farmakologis Zat Aktif Flavonoid Pada BuahPareFlavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan tersebar luas. Sekitar 5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah flavonoid, dengan struktur kimia dan peran biologi yang sangat beragam Senyawa ini dibentuk dari jalur shikimate dan fenilpropanoid, dengan beberapa alternatif biosintesis. Flavonoid banyak terdapat dalam tumbuhan hijau (kecuali alga), khususnya tumbuhan berpembuluh. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah buni dan biji. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan diubah menjadi flavonoid.Mekanisme anti-inflamasi terjadi melalui efek penghambatan jalur metabolisme asam arachidonat, pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin, atau aktivitas 'radical scavenging suatu molekul. Melalui mekanisme tersebut, sel lebih terlindung dari pengaruh negatif, sehingga dapat meningkatkan viabilitas sel. Senyawa flavonoid yang dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi adalah toksifolin, biazilin, haematoksilin, gosipin, prosianidin, nepritin, dan lain-lain.

Gambar 2.9 struktur flavonoid

2.3.6 Kegunaan flavonoid1) Anti-inflamasi Mekanisme anti-inflamasi terjadi melalui efek penghambatan jalur metabolisme asam arachidonat, pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin, atau aktivitas radical scavenging suatu molekul. Melalui mekanisme tersebut, sel lebih terlindung dari pengaruh negatif, sehingga dapat meningkatkan viabilitas sel. Senyawa flavonoid yang dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi adalah toksifolin, biazilin, haematoksilin, gosipin, prosianidin, nepritin, dan lain-lain (Lenny, Sofia. 2006).2) Anti-tumor/Anti-kanker Senyawa isoflavon yang berpotensi sebagai antitumor/antikanker adalah genistein yang merupakan isoflavon aglikon (bebas). Genistein merupakan salah satu komponen yang banyak terdapat pada kedelai dan tempe. Penghambatan sel kanker oleh genistein, melalui mekanisme sebagai berikut : (1) penghambatan pembelahan/proliferasi sel (baik sel normal, sel yang terinduksi oleh faktor pertumbuhan sitokinin, maupun sel kanker payudara yang terinduksi dengan nonil-fenol atau bi-fenol A) yang diakibatkan oleh penghambatan pembentukan membran sel, khususnya penghambatan pembentukan protein yang mengandung tirosin; (2) penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II; (3) penghambatan regulasi siklus sel; (4) sifat antioksidan dan anti-angiogenik yang disebabkan oleh sifat reaktif terhadap senyawa radikal bebas; (5) sifat mutagenik pada gen endoglin (gen transforman faktor pertumbuhan betha atau TGF). Mekanisme tersebut dapat berlangsung apabila konsentrasi genestein lebih besar dari 5M (Lenny, Sofia. 2006).3) Anti-virusMekanisme penghambatan senyawa flavonoida pada virus diduga terjadi melalui penghambatan sintesa asam nukleat (DNA atau RNA) dan pada translasi virion atau pembelahan dari poliprotein. Percobaan secara klinis menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tersebut berpotensi untuk penyembuhan pada penyakit demam yang disebabkan oleh rhinovirus, yaitu dengan cara pemberian intravena dan juga terhadap penyakit hepatitis B. Berbagai percobaan lain untuk pengobatan penyakit liver masih terus berlangsung (Lenny, Sofia. 2006).4) Anti-alergiAktivitas anti-allergi bekerja melalui mekanisme sebagai berikut : (1) penghambatan pembebasan histamin dari sel-sel mast, yaitu sel yang mengandung granula, histamin, serotonin, dan heparin; (2) penghambatan pada enzim oxidative nukleosid-3,5 siklik monofast fosfodiesterase, fosfatase, alkalin, dan penyerapan Ca; (3) berinteraksi dengan pembentukan fosfoprotein. Senyawa-senyawa flavonoid lainnya yang digunakan sebagai anti-allergi antara lain terbukronil, proksikromil, dan senyawa kromon ( Lenny, Sofia. 2006).5) Penyakitkardiovaskuler Berbagai pengaruh positif isoflavon terhadap sistem peredaran darah dan penyakit jantung banyak ditunjukkan oleh para peneliti pada aspek berlainan. Khususnya isoflavon pada tempe yang aktif sebagai antioksidan, yaitu 6,7,4- trihidroksi isoflavon (Faktor-II), terbukti berpotensi sebagai anti kotriksi pembuluh darah (konsentrasi 5g/ml) dan juga berpotensi menghambat, pembentukan LDL (low density lipoprotein). Dengan demikian isoflavon dapat mengurangi terjadinya arterosclerosis pada pembuluh darah. Pengaruh isoflavon terhadap penurunan tekanan darah dan resiko CVD (cardio vascular deseases) banyak dihubungkan dengan sifat hipolipidemik dan hipokholesteremik senyawa isoflavon (Lenny, Sofia. 2006).6) Estrogen dan Osteoporosis Pada wanita menjelang menopause, produksi estrogen menurun sehingga menimbulkan berbagai gangguan. Estrogen tidak saja berfungsi dalam sistem reproduksi, tetapi juga berfungsi untuk tulang, jantung, dan mungkin juga otak. Dalam melakukan kerjanya, estrogen membutuhkan reseptor estrogen (ERs) yang dapat on/off di bawah kendali gen pada kromosom yang disebut _-ER. Beberapa target organ seperti pertumbuhan dada, tulang, dan empedu responsif terhadap _-ER tersebut. Isoflavon, khususnya genistein, dapat terikat dengan _-ER. Walaupun ikatannya lemah, tetapi dengan -ER mempunyai ikatan sama dengan estrogen. Senyawa isoflavon terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi equol. Dimana equol mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen. Mengingat hormon estrogen berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang, terutama proses kalsifikasi, maka adanya isoflavon yang bersifat estrogenik dapat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses kalsifikasi. Dengan kata lain, isoflavon dapat melindungi proses osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap padat dan masif ( Lenny, Sofia. 2006).7) Anti kolesterol Efek isoflavon terhadap penurunan kolesterol terbukti tidak saja pada hewan percobaan seperti tikus dan kelinci, tetapi juga manusia. Pada penelitian dengan menggunakan tepung kedelai sebagai perlakuan, menunjukkan bahwa tidak saja kolesterol yang menurun, tetapi juga trigliserida VLDL (very low density lipoprotein) dan LDL (low density lipoprotein). Di sisi lain, tepung kedelai dapat meningkatkan HDL (high density lipoprotein) (Amirthaveni dan Vijayalakshmi, 2000). Mekanisme lain penurunan kolesterol oleh isoflavon dijelaskan melalui pengaruh peningkatan katabolisme sel lemak untuk pembentukan energi yang berakibat pada penurunan kandungan kolesterol ( Lenny, Sofia. 2006).2.3.7 Saponin Pada buah PareSaponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Harbrone,1996). Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas (Burger et.al,1998) Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai sabun Sapo berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995).

Di kehidupan sehari-hari kita sering melihat peristiwa buih yang disebabkan karena kita mengkocok suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul karena adanyapenurunan tegangan permukaan pada cairan (air). Penurunan tegangan permukaandisebabkan karena adanya senyawa sabun (bahasa latin = sapo) yang dapatmengkacaukan iktan hidrogen pada air. Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua bagianyang tidak sama sifat kepolaranya. Dalam tumbuhan tertentu mengandung senyawa sabun yang biasa disebut saponin.Saponin berbeda struktur dengan senywa sabun yang ada. Saponin merupakan jenisglikosida. Glikosida adalah senyawa yang terdiri daro glikon (Glukosa, fruktosa,dll) danaglikon (senyawa bahan aalam lainya). Saponin umumnya berasa pahit dan dapatmembentuk buih saat dikocok dengan air. Selain itu juga bersifat beracun untuk beberapahewan berdarah dingin (Najib, 2009). Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpen.Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Steroidsaponin dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin.

Saponintriterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisismenghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin. Masing-masing senyawa ini banyak dihasilkan di dalam tumbuhan (Hartono, 2009). Tumbuhan yang mengandung sponin ini biasanya memiliki Genus Saponaria dari Keluarga Caryophyllaceae. Senywa saponin juga ditemui pada famili sapindaceae,curcurbitaceae, dan araliaceae.

Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui mungkin sebagai penyimpan karbohidrat atau merupakan weste product dan metabolism tumbuh-tumbuhan kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga.Sifat-sifat Saponin :a. Mempunyai rasa pahitb. Dalam larutan air membentuk busa stabilc. Menghemolisa eritrositd. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibie. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainyaf. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasig. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati

Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (Surface tenstn) dengan hidrolisis lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (heksosa, pentose, dan Saccharic acid) (Kim Nio,1989).

1) KLASIFIKASISaponin diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.a. Saponin steroidtersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin.Tipe saponin ini memiliki efek antijamur.Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan.Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.

Gambar 3.0 Struktur Saponin Steroid

Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus), Senyawa ini terkandung di dalamtumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup dikawasan hutankering afrika. Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat antinyeri dan rematik oleh orang afrika (Amirt Pal,2002).

Gambar 3.1 Struktur Asparagosida

b. Saponin triterpenoidtersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).

Gambar 3.2 Struktur Saponin TriterpenoidSalah satu jenis contoh saponin ini adalah asiacosida. Senyawa ini terdapat pada tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik (Amirt Pal,2002).

Gambar 3.3 Struktur Asiacosida

BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 KERANGKA KONSEP

PareConfounding:Nutrisi, hygiene, penanganan yang tidak tepat, infeksi

Ekstrak Pare :Alkaloid, triterpenoid, saponin, flavonoidLB

Mediator inflamasi :Histamin,bradikinin, serotonin, sitokinin

Inflamasi

Perawatan dengan ekstrak parePerawatan steril Nacl

Masa inflamasi memendek (4hari)

Keterangan :3.1.1 : Variabel yang tidak dilakukan penelitian3.1.2 46: Variabel yang dilakukan penelitianPada kerangka konsep ini dijelaskan bahwa peniliti ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak buah pare terhadap masa inflamasi luka bakar derajat 2 dangkal. Luka bakar derajat 2 dangkal akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan tersebut tubuh akan mengakibatkan pembuluh darah yang putus dan tubuh berusaha menghentikan dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus. setelah itu tubuh akan memicu mediator inflamasi seperti: histamin, bradikinin, serotonin, sitokinin. Setelah itu akan terjadi reaksi inflamasi. Pada kali ini peneliti mempunyai gagasan baru mengenai ekstrak buah pare dalam memperpendek masa inflamasi. Peneliti disini membuat 2 kelompok yakni kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok kontrol dengan perawatan steril menggunakan Nacl sedangkan kelompok perlakuan menggunakan ekstrak buah pare. setelah itu peneliti ingin mengetahui masa inflamasi dari masing-masing kelompok tersebut. Dari kedua kelompok tersebut apakah masa inflamasinya memendek, tetap, atau memanjang. Dalam hal ini masa inflamasi dikatakan memendek apabila kurang dari 3-4 hari. Masa inflamasi dikatakan tetap apabila masa inflamasi dalam nilai normal 3-4 hari. Masa inflamasi dikatakan memanjang apabila masa inflamasi lebih dari 4 hari. Pada kerangka konsep tersebut terdapat dua variabel yaitu variabel yang dilakukan penelitian dan yang tidak dilakukan penelitian. Variabel yang dilakukan penelitian digambarkan dengan menggunakan garis tidak putus-putus, sedangkan variabel yang tidak dilakukan penelitian digambarkan dengan menggunakan garis putus-putus.

3.2 HIPOTESIS PENELITIAN3.2.1 Ho: Tidak ada pengaruh ekstrak buah dalam memperpendek masa inflamasi luka bakar derajat 2 dangkal3.2.2 Hi: Ada pengaruh ekstrak buah pare dalam memperpendek masa inflamasi luka bakar derajat 2 dangkal

BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN

1) 2) 3) 4) 4.1 Desain PenelitianPenelitian ini menggunakan rancangan penelitian true eksperimental dengan menggunakan hewan coba tikus wistar, untuk membuktikan pengaruh ekstrak buah pare dalam memperpendek masa inflamasi luka bakar derajat II dangkal pada tikus wistar.4.2 Materi Penelitian4.2.1 PopulasiPenelitian ini menggunakan populasi hewan coba tikus wistar yang dilakukan pembuatan luka bakar derajat II dangkal menggunakan air mendidih (suhu 1000C).4.2.2 Sampel Sampel akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pembagian kelompok ini dilakukan dengan cara simple random sampling sebagai salah satu syarat penelitian jenis True eksperimental . Pada penelitian ini diperlukan dua perlakuan dengan perhitungan:P ( n 1 ) 15P adalah jumlah perlakuan dan n adalah banyaknya sampel tiap kelompok perlakuan.2 ( n 1 ) 15

49n 1 7,5n 8Jadi dalam penelitian ini didapatkan jumlah sampel pada tiap kelompok perlakuan sebanyak 9, sehingga jumlah sampel secara keseluruhan dibutuhkan minimal 18 (Sudigdo, 1995).4.2.3 Kriteria Sampel Sampel yang ditentukan sebagai subyek penelitian adalah 18 tikus wistar yang dibuat luka bakar derajat II dangkal dengan kriteria sebagai berikut yaitu :1. Usia 3-4 bulan dan berat badan 200 - 250 gram2. Jenis kelamin jantan3. Sehat ( tidak mengalami gangguan fisik)4. Luas luka bakar sama 1x2 cm25. Penyebab luka bakar sama yaitu air mendidih 100 derajat celcius6. Mendapatkan nutrisi yang sama.4.3 Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fakultas MIPAdan Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2013. Waktu penelitian dari pengajuan proposal sampai pembuatan laporan penelitian pada bulan Mei

4.4 Definisi OperasionalNoVariabel PenelitianDefinisi OperasionalParameterHasil UkurSkala

1Luka bakar derajat II dangkal

Luka yang disebabkan oleh kassa steril yang dicelupkan ke dalam air mendidih 100C dan ditempelkan di punggung tikus wistar sebelah kanan dengan ukuran 1x2 cm2 kurang lebih selama 30 detik, lalu kassa steril diangkat dan kemudian ditunggu sampai munculnya bula (6-8 jam) dan dikompres dengan kassa steril yang dicelupkan pada air dingin steril untuk mengurangi derajat luka bakar yang lebih dalam.Permukaan kulit terlihat merah berbintik atau lepuh sebagian memucatLuas permukaan luka 1x2 cm2

Ordinal

2Ekstrak pareProduk yang dihasilkan oleh hasil olahan dari buah pare melalui metode ekstraksi dingin menggunakan pelarut etanolCairan kental yang berwarnaLuka dirawat dengan ektrak pare yangditeteskan menggunakan spuit tapa jarum secara merata

Nominal

3Masa inflamasi luka bakar derajat II dangkalWaktu yang diperlukan untuk mengembalikan kulit dari terjadinya perubahan warna kemerahan, perubahan massa (nyeri), perubahan panas, serta nyeri luka bakar derajat II dangkal mulai dari hari pertama dilakukan pembuatan luka sampai dengan kulit kembali seperti semula. Dihitung dengan hitungan hari (3-4 hari) dan difoto setiap hari menggunakan kamera sony dengan 12 megapixel dan lebar diameter eritemaEritema kulit

HariRasio

4Perawatan luka bakar derajat II dangkal dengan menggunakan ekstrak pareIntervensi pada luka bakar derajat II dangkal dibersihkan dengan normal saline 0.9% setelah itu dioleskanekstrak pare secara tipis dan merata kemudian di tutup dengan kassa steril dan dibalut dengan perban dilakukan sehari 3 kali setiap pagi, siang, dan sore haridi mana perawatan dilakukan peneliti.Luka dalam keadaan tertutup kassa steril

Luka dirawat dengan ektrak pare yang ditaburkan secara tipis dan merata

Nominal

5Perawatan steril menggunakan naclSuatu tindakan yang dilakukan dengan menggunakan alat, bahan dan teknik merawat secara steril dengan memberikan larutan nacl yang kemudian dibalut mengguanakan kassaAlat dan bahan sterilserta tindakan perawatan secara steril.Alat dan bahan disterilkan serta luka bakar dirawat dengan teknik steril.Nominal

4.3 Variabel Penelitian3.3.1 Variabel Bebas Perawatan luka bakar derajat II dangkal menggunakan ektrak pare.3.3.2 Variabel Tergantung Masa inflamasi luka bakar derajat II dangkal.4.4 Instrumen Penelitian4.4.1 Hewan coba :Tikus Wistar Pada penelitian ini digunakan Tikus wistar karena secara anatomis kulit tikus (Rattusnovergicus) tidak berbeda dengan hewan coba lainnya seperti mencit, marmut, dan kelinci. Selain itu, hewan coba ini memiliki struktur kulit, alat pencernaan, kebutuhan nutrisi dan memiliki homeostasis yang serupa dengan manusia (Susilawati dalam Handayani,1999).4.4.2 Tempat Perawatan Tikus WistarPrinsip kandang tikus laboratorium yaitu ditempatkan pada kotak yang mudah disterilkan, mudah dibersihkan, tahan lama, tahan digigit dan tidak dapat lepas. Tetapi persyaratan yang paling penting adalah persyaratan fisiologis dan tingkah laku yaitu meliputi menjaga lingkungan tetap kering dan bersih, suhu memadai, dan memberi ruang yang cukup untuk bergerak dengan bebas dalam berbagai posisi. Selanjutnya sistem kandang harus dilengkapi makanan dan minuman yang mudah dicapai oleh tikus.Ukuran kandang yang dianjurkan adalah 900 cm2 untuk sepasang tikus bibit, dan 1800 cm2 cukup untuk seekor induk dengan anak. Jumlah tikus harus sesuai atau tidak terlalu banyak karena bila tikus berdesak-desakan menyebabkan suhu badan meningkat di atas normal sehingga dapat mengalami hipertermi.Cara membersihkan kandang, yaitu dengan mengganti alas misalnya sekam atau serbuk gergaji, sekam diganti 3 hari sekali agar tetap kering dan tidak lembab (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Gambar 4.1 Kandang tikus4.4.3 Nutrisi Tikus Wistar1) Makanan tikusBahan dasar makanan tikus dapat juga bervariasi misalnya protein 20-25%, lemak 5%, pati 5-50%, serat kasar 5%, vitamin dan lain-lain. Setiap hari seekor tikus dewasa makan antara 12-20 gram makanan. Keperluan mineral dalam makanan tikus adalah kalsium 0,5%, fosfor 0,4%, magnesium 400 mg/Kg, kalium 0,36%, natrium, tembaga, yodium, besi, mangan, seng (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).2) Minuman tikusTikus minum air lebih banyak sehingga minuman harus selalu tersedia, maka dapat digunakan botol yang dipakai untuk air minum, air minum setiap hari tikus dewasa minum 20-45 ml air (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).4.4.4 Alat dan Bahan Pembuatan Luka Bakar Derajat II dangkalAlat dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan luka bakar derajat II dangkal antara lain 20 ekor tikus wistar, air mendidih dengan suhu 100o C, air dingin steril, pisau cukur dan gagangnya, penggaris, aquabides, kom steril, pinset anatomis, obat anastesi (lidocain ), spuit 5cc dan jarum steril, alkohol 70%, kapas atau kassa steril, sarung tangan steril, bengkok, perlak dan alasnya, arloji, jas lab ( Oswari, dalam Kristianto 2005).4.4.5 Alat dan Bahan Perawatan Luka Bakar Derajat II dangkalAlat dan bahan yang diperlukan untuk perawatan luka bakar derajat II dangkal antara lain bak instrumen steril, pinset anatomis, spuit 5 cc dan jarum steril, sarung tangan steril, kassa steril, perlak yang dilapisi kain, tas plastik untuk membuang sampah, bengkok, kom steril, korentang dan tempatnya, kassa atau perban, plester, gunting plester, normal saline 0,9 % ( Oswari, 2000 dalam Kristianto, 2005 ).

4.4.6 Alat dan Bahan Pembuatan Ekstrak Buah PareAlat dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan ekstrak buah pare antara lain gelas erlemenyer, corong gelas, kertas saring, labu evaporator, pendingin spiral / rotary evaporator, selang water pump, water pump, water bath, vakum pump, lemari pendingin / freezer, pemanas air, botol hasil ekstrak, buah pare, aquades, etanol 90 % (Harbrone. J. B, 1987).4.5 Prosedur Penelitian4.5.1 Prosedur Perawatan Luka Bakar1) Perawatan standart menggunakan nacla. Terdapat set perawatan luka yang terdiri dari : bak instrumen steril yang didalamnya terdapat kom kecil, kassa steril, pinset anatomis, handscoon, gunting.b. Cairan NaCl 0,9%c. Setelah semua alat siap, cairan nacl dituangkan ke dalam kom kecild. Masukkan kassa steril ke dalam kom kecil yang berisi cairan nacl 0,9 % lalu perase. Bersihkan luka dengan kassa yang telah dibasahi dengan cairan nacl 0,9%f. Ambil kassa lain yang telah dibasahi dengan cairan nacl 0,9% dan diperas lalu dilebarkan dan diletakkan diatas luka yang telah diukur lebar dan panjangnya.g. Letakkan kembali kassa kering diatas kassa tersebuth. Plester sesuai dengan kebutuhan

2) Perawatan menggunakan ekstrak parea. Terdapat set perawatan luka yang terdiri dari : bak instrumen steril yang didalamnya terdapat kom kecil, kassa steril, pinset anatomis, handscoon, gunting.b. Cairan NaCl 0,9% dan ekstrak parec. Setelah semua alat siap, cairan nacl dan ekstrak pare dituangkan ke dalam kom kecild. Masukkan kassa steril ke dalam kom kecil yang berisi cairan nacl 0,9 % lalu perase. Bersihkan luka dengan kassa yang telah dibasahi dengan cairan nacl 0,9%f. Oleskan ekstrak buah pare pada luka tersebut lalu berikan kassa yang dilebarkan dan diletakkan diatas luka yang telah diukur lebar dan panjangnya.g. Letakkan kembali kassa kering diatas kassa tersebuth. Plester sesuai dengan kebutuhan

4.5.2 Prosedur Pembuatan Ekstrak Buah PareMetode yang digunakan untuk pembuatan ekstrak buah pare ini adalah menggunakan metode ekstraksi dingin. Ekstraksi buah pare merupakan proses pemisahan senyawa-senyawa dari campuran bahan-bahan lain dengan menggunakan pelarut etanol 90% karena larut dengan air dan dibuat dengan ekstraktor. Pembuatan ekstrak buah pare akan mengikuti standart pembuatan ekstrak di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Universitas Muhammadiyah Malang.Buah pare yang digunakan ditimbang terlebih dahulu dan didapatakan berat buah pare sebelum dan sesudah dikeringkan adalah 1000 gram dan 550 gram. Buah pare mula-mula dibersihkan, dicuci dengan air dan dipotong kecil-kecil. Lalu dikeringkan dengan cara diletakkan ditempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan tidak terkena sinar matahari langsung dengan ditutup kain flannel hitam, karena pada pengeringan dengan suhu terlalu tinggi akibat terkena sinar matahari secara langsung dapat merusak komponen aktif dalam buah pare. Setelah pare dikeringkan lalu buah pare dibuat menjadi serbuk menggunakan blender atau dengan ditumbuk. Serbuk pare tersebut lalu dimaserasi dengan larutan etanol dan dimasukkan ke dalam gelas erlemenyer. Hasil yang sudah dimaserasi berupa cairan kecoklatan diekstrak menggunakan rotavapor. Cairan yang sudah dimasukkan ke dalam rotavapor akan didapat hasil ekstraksi buah pare 100 ml dalam bentul larutan kental berwarna kecoklatan.

4.6 Data yang dikumpulkanData yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan dengan mengambil foto luka bakar bakar menggunakan kamera SONY dengan 12 megapixel terhadap setiap kelompok. Pengambilan foto dilakukan setiap hari saat membersihkan luka dengan cahaya yang cukup dan sama setiap hari dengan jarak yang sudah ditentukan. Untuk mengetahui derajat inflamasi dilakukan pengolahan data menggunakan software Adode Photoshop CS 3. Pada software ini terdapat program RGB (Red Green Blue) untuk mengubah foto dari eritema luka menjadi suatu angka. Hasilnya nanti akan disamakan dengan foto kulit normal yang akan dijadikan patokan sebagai nilai normal.4.7 Kerangka Kerja4.

Memilih sampel tikus secara Simple Random Sampling sebanyak 9 ekor sesuai kriteria sampelBagan prosedur penelitian

Kelompok 1Kelompok 2

Kelompok Perlakuan dg ekstrak pare Kelompok KontrolNaCl

Pembuatan luka bakar derajat II dangkalPembuatan luka bakar derajat II dangkal

Perawatan steril dengan NaclPerawatan steril dengan ekstrak buah pare

Penilaian masa inflamasi luka bakar derajat II dangkal selama perawatan

Observasi masa inflamasi luka bakar derajat II dangkal dengan kamera SONY 12 Megapixel dan pengukuran lebar diameter eritema dengan penggaris

Analisa Hasil

Kesimpulan

4.8 Analisa DataDari hasil penilaian kesembuhan luka bakar derajat II dangkal yang dilakukan dalam penelitian ini didapatkan data lama masa inflamasi dari masing-masing kelompok dan data rata-rata lama penyembuhan luka bakar derajat II tersebut. Pengujian homogenitas data menggunakan Test Levene Variances dengan taraf signifikan 5% dan pengujian kenormalan data menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan taraf signifikan 5%.Uji statistik yang akan digunakan adalah t test Independent dengan selang kepercayaan 95% (Sugiyono, 2006). Untuk perhitungannya dengan bantuan komputer program SPSS Versi 13 for Windows dengan taraf signifikan 5%.4.9 Cara Perlakuan pada Hewan Coba / Etika Penelitiana. Hewan coba tikus wistar pada penelitian ini tidak dilakukan pengekangan (restrain).b. Tidak dilakukan pembatasan pakan dan air minum. Tikus wistar diberi pakan dan air minum sesuai kebutuhan dengan jenis nutrisi yang sama.c. Tikus wistar tidak dilakukan pembedahan, tetapi dilakukan pembuatan luka bakar derajat II dangkal dengan menggunakan kassa steril yang dibasahi dengan air mendidih (suhu 100o C) ditempelkan dengan pinset anatomis pada area pembuatan luka bakar yaitu punggung tikus sebelah kanan sampai terbentuk bulae (30 detik) kemudian dilakukan perawatan luka bakar derajat II dangkal sesuai kelompok.d. Untuk menghindari rasa nyeri sebelum dibuat luka bakar derajat II dangkal dilakukan anestesi terlebih dahulu dengan lidokain 0.1 cc dalam 1 cc aquabides.e. Setelah penelitian selesai dilakukan, hewan coba tikus wistar tidak dibunuh tetapi dibiarkan hidup dalam kondisi sehat.

5.0 Jadwal PenelitianNoKegiatanFebMarAprMeiJunJulAgu

1.Pengajuan Judul

2.ACC Judul

3.Konsul Bab IIV

4.ACC Bab I-IV

5.Mendaftar Ujian proposal

6.Mendaftar Tempat Ujian

7.Ujian Proposal

8.Menyewa Lab

9. Melakukan Penelitian

10.Menganalisa Hasil

11.Menyelesaikan Bab V-VII

12.Mendaftar Ujian Skripsi

13.Ujian Skripsi

BAB VHASIL PENELITIAN5.1 Perawatan Luka Bakar Derajat 2 Dangkal Menggunakan Ekstrak Buah PareBerdasarkan uji normalitas menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Testdidapatkan hasil bahwa data niliai eritema dan diameter eritema berdistribusi normal dengan signifikansi p>0,5. Berdasarkan uji homogenitas menggunakan levene variances test didapatkan bahwa data memiliki populasi homogen dengan nilai signifikansi p>0,5. Karena data memiliki distribusi normal dan populasi yang homogen maka dilanjutkan dengan uji t-test independent. Uji t-test independent terhadap nilai eritema masing-masing kelompok yang menggunakan ekstrak pare dengan kelompok kontrol menggunakan NaCl. Nilai normal eritema kulit tikus yang belum dibuat luka bakar derajat 2 dangkal adalah 111 dpi, serta nilai eritema awal setelah dibuat luka bakar derajat 2 dangkal adalah 152 dpi. Didapatkan perbedaan bermakna nilai eritema pada kelompok ekstrak dengan kelompok kontrol NaCl dan Diameter pada Kelompok ekstrak dengan kelompok kontrol NaCl dengan nilai signifikansi p=0,000 atau terdapat perbedaan bermakna ( p


Top Related