Transcript

Review Buku CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS: THE CRITICAL STUDY OF LANGUAGE karangan Norman Fairclough

CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS: THE CRITICAL STUDY OF LANGUAGE merupakan sebuah buku yang membahas tentang analisis wacana kritis yang memfokuskan pada studi bahasa kritis. Buku ini ditulis oleh Norman Fairclough pada tahun 1995 dimana isi buku ini terbagi menjadi 4 unit pembahasan. Unit 1 dalam buku Fairclough membahas tentang bahasa, ideologi dan kekuasaan. Unit ini membahas tentang beberapa 3 sub bagian dimana ketiga sub bagian tersebut mewakili pembahasan tentang bahasa, ideology dan kekuasaan. Pada sub bagian 1, Fairclough membedakan antara tujuan analisis wacana secara descriptive dan analisis wacana kritis. Pada sub bagian 2 Fairclough memaparkan tentang wacana media dan penafsirannya. Sedangkan pada sub bagian 3 menjelaskan tentang bahasa dan ideologi.Tujuan analisis wacana descriptif dan analisis wacana kritis menurut Fairclough memfokuskan pada orderliness (keberaturan) dan naturalization (kealamiahaan). Kedua hal ini sudah terlupakan dalam kajian analisis wacana descriptif. Keberaturan dalam interaksi dimaksud adalah perasaan partisipan dalam interaksi. Fairclough memandang institusi sosial terbentuk dari beragam ideological-discursive formulations (IDFs). IDFs yang dimaksud merupakan ideologi yang berlaku disuatu institusi social. Dalam satu institusi social, umunya hanya ada satu ideologi yang dominan. Setiap IDFs ini merupakan speech community dengan norma analisis tersendiri yang kemudian menjadi norma ideology. Sebagian anggota social tertentu mungkin tidak sadar akan keberadaan ideology-ideologi tertentu. Satu karakteristik dari IDFs yang dominan adalah kemampuan dalam kealamiahan ideology yaitu dalam memenangkan penerimaan atas mereka sebagai non-ideological common sense. Fairclough berpendapat bahwa orderliness of interaction bergantung pada ideology kealamiahan (naturalized ideologis). Proses de-naturalize merupakan tujuan dari analisis wacana kritis. Fairclough menegaskan untuk memasukkan bagaimana struktur sosial menafsirkan properti wacana dan sebaliknya bagaimana property wacana menafsirkan struktur sosial. Untuk itu dibutuhkan kerangka penjelasan yang menyeluruh tidak hanya penjelasan yang singkat seperti analisis wacana descriptif. Dalam buku ini juga, Fairclogh memberikan kritikan terhadap analisis wacana descriptive yang tidak terjelaskan seperti pengetahuan dari pembicara dan pengindahan kekuasaan dan juga situasi sosial dimana analisis wacana kritis mampu menjadi alat untuk menganalisis. Sub bagian 2 menjelaskan tentang tendensi dari bahasa wacana tertulis dan lisan pada surat kabar dan bagaimana tendensi ini bersatu dengan ideologi pada produksi berita. Fairclough menggunakan istilah discourse representation bukan speech reporting untuk membedakannya dengan analisis yang lainnya. Fairclough dengan pemikirannya tentang analisis wacana kritis menjelaskan konsep tersebut. Konsep yang ia bentuk menitik beratkan pada tiga level, pertama, setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu representasi, relasi, dan identitas. Fungsi representasi berkaitan dengan cara-cara yang dilakukan untuk menampilkan realitas sosial ke dalam bentuk teks.Kedua, praktik wacana meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi teks. Hal ini berkaitan dengan wartawan itu sendiri selaku pribadi; sifat jaringan kerja wartawan dengan sesama pekerja media lainnya; pola kerja media sebagai institusi, seperti cara meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita di dalam media.Ketiga, praktik sosial-budaya menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan nilai dan identitas) yang juga mempengaruhi istitusi media, dan wacananya. Pembahasan praktik sosial budaya meliputi tiga tingkatan tingkat situasional, berkaitan dengan produksi dan konteks situasinya Tingkat institusional, berkaitan dengan pengaruh institusi secara internal maupun eksternal. Tingkat sosial, berkaitan dengan situasi yang lebih makro, seperti sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan.Fairclough yang bukan akademisi ilmu komunikasi mencoba untuk menyajikan masalah analisis wacana kritis. Beliau meminati masalah kajian kritis wacana dalam teks berita dimulai sejak tahun 1980-an. Norman Fairclough melihat bagaimana penempatan dan fungsi bahasa dalam hubungan sosial khususnya dalam kekuatan dominan dan ideologi. Faiclough berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing. Konsep ini mengasumsikan dengan melihat praktik wacana biasa menampilkan efek sebuah kepercayaan (ideologis) artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas dimana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktik sosial. Analisis Wacana melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai praktik sosial. Praktik sosial dalam analisis wacana dipandang menyebabkan hubungan yang saling berkaitan antara peristiwa yang bersifat melepaskan diri dari dari sebuah realitas, dan struktur sosial.

Dalam unit 2, Fairclough mencoba untuk memaparkan tentang perubahan sosial (masyarakat) diartikan sebagai perubahan, perkembangan dalam arti positif maupun negatif. Perubahan ini dapat terjadi pada struktur sosial dan pola-pola hubungan sosial yang antara lain mencakup sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga, sistem-sistem politik dan kekuatan, dan persebaran penduduk.Fairclough menggambarkan tiga dimensi dalam analisis wacana kritis, yaitu analisis wacana, analisis pemrosesan, dan analisis praksis sosiokultural. analisis praksis sosial budaya merupakan kegiatan yang menjelaskan tentang proses pemikiran logis dengan proses-proses sosial dimana dalam analisis wacana kritis tidak hanya memandang fenomena linguistik sebagai interpretasi lokal tetapi lebih pada pengaruhnya pada sosio-budaya yang melatarbelakangi pembuat teks itu. Kemudian Fairclough mengklasifikasikan sebuah makna dalam memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan realitas di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks sebagai berikut: Translation (mengemukakan subtansi yang sama dengan media). Artinya: Pada dasarnya teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan pertarungan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu. Sedangkan sebagai seorang peneliti memulainya dengan membuat sampel yang sistematis dari isi media dalam berbagai kategori berdasarkan tujuan penelitian. Interpretation (berpegang pada materi yang ada, dicari latarbelakang, konteks agar dapat dikemukakan konsep yang lebih jelas). Artinya: Kita konsen terhadap satu pokok permasalahan supaya dalam menafsirkan sebuah teks tersebut kita bisa mendapat latar belakang dari masalah tersebut sehingga kemudian kita bisa menentukan sebuah konsep rumusan masalah untuk membedah masalah tersebut. Ekstrapolasi (menekankan pada daya pikir untuk menangkap hal dibalik yang tersajikan). Artinya: kita harus memakai sebuah teori untuk bisa menganalisis masalah tersebut, karena degnan teori tersebut kita bisa dengan mudah menentukan isi dari teks yang ada Meaning (lebih jauh dari interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya piker dan akal budi). Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga telah mendapat sebuah gambarang tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah, maka kita langkah selanjutnya adalah kita memadukann kedua hal tersebut menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori untuk membedahnya.

Oleh karena itu, Fairclough memperkenalkan suatu pendekatan untuk menganalisis suatu wacana atau yang dikenal dengan pendekatan perubahan sosial (social change approach), teks berita dapat dianalisis melalui tiga tahapan, yakni tahap analisis level mikro (teks), tahap level meso yakni produksi teks (discourse practice) dan tahap makro (sociocultural practice). Dari masing-masing level, Fairclough juga menawarkan konsep analisis yang disesuaikan dengan jenjangnya. Untuk analisis teks, Fairclough menguraikan 3 (tiga) unsur yang menjadi metode analisis, yakni interpretasi, relasi dan identitas. Sedangkan untuk level meso atau produksi teks (discourse practice) adalah analisis untuk melihat bagaimana teks diproduksi dan teks dikonsumsi. Pada level makro, Fairclough menjelaskan 3 (tiga) level analisis yakni situasional, institusional dan sosial. Analisis praktik sosiokultural didasarkan pada asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar teks mempengaruhi bagaimana wacana yang muncul dalam tekss. Praktek ini memang tidak berhubungan langsung dengan produksi teks tetapi menentukan teks secara tidak langsung dan dimediasi oleh praktek kewacanaan. Mediasi tersebut meliputi dua hal yaitu; bagaimana teks tersebut diproduksi dan bagaimana teks tersebut diterima dan dikonsumsi. Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi, yaitu teks, discourse practice, dan sosiocultural practice;1. Teks. Analisis teks menurut Fairclough memperhatikan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu bentuk dan makna teks. Bentuk teks selain meliputi analisis linguistik tradisional seperti semantik dan kosakata, juga meliputi analisis penyusunan tekstual termasuk keterkaitan antar teks.2. Praktek Diskursus; Praktek diskursus berfungsi untuk menjembatani antar teks dan praktek sosial budaya. Dimensi ini memiliki tiga aspek, yaitu produksi teks, penyebaran dan konsumsi teks. Produksi teks; pada tahap ini dianalisis pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi teks itu sendiri. (siapa yang memproduksi teks). Analisis dilakukan terhadap pihak pada level terkecil hingga level tertinggi bahkan dapat juga pada level kelembagaan/pemilik modal. Contoh pada kasus analisis wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai organisasi media itu sendiri (latar elakang wartawan, redaktur, pimpinan media, pemilik modal, dll). Penyebaran teks; pada tahap ini dianalisis bagaimana dan media apa yang diigunakan dalam penyebarab teks yang telah diproduksi sebelumnya. Apakah menggunakan media cetak atau elektronik, apakah media cetak Koran, majalah mingguan, bulanan, majalah,dll. Konsumsi teks; dianalisis pihak-pihak yang menjadi sasaran penerima/pengkonsumsi teks. Contoh pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai siapa saja yang mengkonsumsi media itu sendiri. Setiap media pada umumnya telah menentukan pangsa pasarnya masing-masing. Pangsa pasar ini umumnya diklasifikasikan berdasarkan tingkat pendidikan, penghasilan, usia jenis kelamin, lingkup penyebaran pembaca, dll.3. Praktek Sosial Budaya. Analisis dimensi praktek sosial budaya dari peristiwa komunikasi memiliki tingkat abstraksi yang berbeda yang dapat meliputi pertama, konteks situasional; setiap teks yang lahir pada sebuah kondisi (yang lebih mengacu pada waktu) atau suasana khas dan unik atau dengan kata lain aspek situasional lebih melihat konteks peristiwa yang terjadi saat berita dimuat. Kedua, institusional; melihat bagaimana persisnya pengaruh sebuah intitusi organisasi pada praktik ketika sebuah wacana diproduksi. Institusi ini bisa berasal dari kekuatan internal media sendiri atau berasal dari luar media yang dalam praktiknya pihak luar tersebut ikut menentukan bagaimana proses sebuah berita diproduksi. Institusional aparat dan pemerintah juga bisa dijadikan salah satu hal yang mempengaruhi isi sebuah teks. Ketiga, sosial; aspek ini lebih melihat pada aspek mikro seperti system ekonomi, system politik atau system budaya masyarakat keseluruhan. Ideologi, bagi Fairclough merupakan makna yang melayani kekuasaan lebih tepatnya, dia memahami ideologi sebagai pengonstruksian makna yang memberikan konstribusi bagi pemproduksian, preprodusian dan transformasi hubungan-hungan dominasi ideologi tercipta dalam masyarakat-masyarakat. Menurut Fairclough, konsep hegemoni memberikan alat yang bisa kita gunakan untuk menganalis bagaimana praktik kewacanaan menjadi bagian dari praktik sosial yang luas yang melibatkan hubungan kekuasaan: praktik kewacanaan bisa dipandang sebagai aspek perjuangan hegemonis yang memberikan kontribusi bagi refroduksi dan transformasi tatanan wacana yang merupakan bagianya (dan akibatnya juga hubungan kekuasaan yang ada).Dalam unit 3, analisis wacana untuk ilmu komunikasi ditempatkan sebagai bagian dari metode penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana dimaklumi dalam penelitian sosial, setiap permasalahan penelitian selalu ditinjau dari perspektif teori sosial (dalam hal ini teori-teori komunikasi). Analisis wacana sebagai metode penelitian sosial tidak hanya mempersoalkan bahasa (wacana) melainkan pula dikaitkan dengan problematika sosial. Lebih dari itu, sebagai bagian dari metode penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif, analisisis wacana ini juga mamakai paradigma penelitian. Dengan demikian proses penelitiannya tidak hanya berusaha memahami makna yang terdapat dalam sebuah naskah, melainkan menggali apa yang terdapat di balik naskah menurut paradigma penelitian yang dipergunakan.Aplikasi analisis wacana dimulai dengan pemilihan naskah (text, talk, act, and artifact) dalam suatu bidang masalah sosial, misalnya naskah (Tajuk Rencana) tentang hukum dan politik. Selanjutnya kita memilih tiga perangkat analisis wacana yang saling berkaita: perpektif teori, paradigma penelitian, dan metode analisis wacana itu sendiri. Dari penerapan ketiga perangkat tadi secara simultan terhadap naskah yang dipilih akan diperoleh hasil penelitian analisis wacana.Untuk perspektif teori, dalam analisis wacana sebagai metode penelitian sosial lazimnya memakai dua jenis teori: teori substantif dan teori wacana. Lebih lanjut, Fairclough dan Wodak berpendapat bahwa analisis wacana adalah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing.

Intertekstualitas merupakan salah satu gagasan penting dari Fairclough yang dikembangkan dari pemikiran Julia Kristeva dan Michael Bakhtin. Intertekstualitas adalah sebuah istilah di mana teks dan ungkapan dibentuk oleh teks yang datang sebelumnya, saling menanggapi dan salah satu bagian dari teks tersebut mengantisipasi lainnya. Setiap ungkapan dihubungkan dengan rantai dari komunikasi. Semua pernyataan/ ungkapan didasarkan oleh ungkapan yang lain, baik eksplisit mapun implisit. Istilah lainnya adalah dievaluasi, diasimilasi, disuarakan, dan diekspresikan kembali dengan bentuk lain. Semua pernyataan, dalam hal ini teks, didasarkan dan mendasari teks lain. Menurut Bakhtin, wacana bersifat dialogis, seorang penulis teks pada dasarnya tidak berbicara dengan dirinya sendiri dan menyuarakan dirinya sendiri. Ia berhadapan dengan suara lain, teks lain. Pada unit terakhir, unit 4, Fairclough membahas tentang peran bahasa. Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa menjadi jembatan yang menghubungkan satu manusia dengan manusia yang lainnya. Oleh sebab itu, pemahaman mengenai bahasa bisa dikatakan sebagai salah satu cara untuk memahami manusia. Bahasa membentuk masyarakat, di samping bahasa juga sebenarnya dibentuk oleh masyarakat. Karena bahasa dibentuk dan membentuk masyarakat, pemahaman mengenai bahasa sesungguhnya mencakup di dalamnya pemahaman mengenai masyarakat. Oleh sebab itu, studi yang menghubungkan manusia dengan masyarakatnya sangat penting dilakukan.Fairclough mengatakan bahwa betapa pentingnya bahasa dalam perubahan-perubahan yang sedang berlangsung. Misalnya dalam perkembangan budaya sebuah masyarakat, bahasa memiliki peranan yang cukup signifikan. Oleh sebab itu, ketika kita menempatkan studi bahasa pada tahap ini, sesungguhnya kita dengan sendirinya akan dapat memetakan perubahan-perubahan sosial yang sedang terjadi dan akan terjadi.Selanjutnya menurut Fairclough pentingnya bahasa di dalam perubahan-perubahan yang terjadi mencakup tiga hal: pertama, terdapat perubahan pada cara-cara di mana kekuatan dan kontrol sosial digunakan. Kedua, satu bagian yang berarti dari apa yang sedang berubah dalam masyarakat kontemporer adalah praktik-praktik bahasa, misalnya perubahan dalam sifat dan pentingnya bahasa dalam berbagai jenis pekerjaan, atau perubahan dalam cara berbicara sebagai bagian dari perubahan dalam hubungan professional dengan kliennya. Ketiga, bahasa sendiri semakin menjadi target dari suatu perubahan, dengan pencapaian perubahan dalam praktik bahasa yang dirasa sebagai unsur yang sangat berarti di dalam gangguan perubahan.Studi mengenai bahasa secara kritis dengan demikian menjadi sangat penting untuk memahami berbagai perubahan yang terjadi di dalam kehidupan sosial. Fairclough menyatakan bahwa kebiasaan berpikir sehat (kritis) mengenai praktik-praktik bahasa menjadi penting dalam menopang dan menciptakan kembali hubungan kekuatan. Hal ini telah dikaitkan dengan penonjolan ideologi dalam memfungsikan kekuatan di masyarakat modern. Fairclough menyatakan bahwa orientasi kritis dikehendaki oleh lingkungan sosial di mana kita tinggal. Studi bahasa yang hanya berupa deskripsi tanpa menguhubungkan dengan berbagai persoalan seperti ideologi dan kekuasaan, akan terasa kehilangan arti pentingnya di dalam masyarakat.

10


Top Related