draf case abses paru

Upload: dradrianramdhany

Post on 04-Oct-2015

256 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

abses paru

TRANSCRIPT

ILUSTRASI KASUS

ABSES PARU

Definisi

Abses paru didefinisikan sebagai nekrosis jaringan paru dan pembentukan rongga yang berisi sebukan nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi mikroba. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan necrotising pneumonia atau gangren paru. Baik abses paru-paru dan pneumonia nekrosis adalah manifestasi dari suatu proses patologis yang serupa.2,6 Pada umumnya kasus abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari pasca obstruksi.4,5 Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan Fisliman mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah Stapyllococous aureus.3,4,6 Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob.3,5,6Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empiema.5Patogenesis

Terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : 4,5,6

a.Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.

b.Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emfisema paru atau polikistik paru yang mengalami infeksi sekunder.

c.Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlanjut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limfe peribronkial.

d.Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.5Apabila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela pneumonia sebagai kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tidak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas menurun sehingga terjadi peradangan. Proses peradangan dimulai dari bronkus atau bronkiolus, menyebar ke parenkim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun. 7

Gejala klinis :

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:

Demam, dijumpai berkisar 70% - 80% pada penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.

Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).

Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 75% penderita abses paru.

Nyeri dada ( 50% kasus)

Batuk darah ( 25% kasus)

Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang menurun, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi. 5,6,7

Gambaran Radiologis

Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran 2 20 cm.

Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi.8

Pemeriksaan laboratorium :a.Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left.b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.

c.Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis. 4,5,6

Diagnosis

Diagnosis abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan fisik saja. Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan :

1.Riwayat penyakit sebelumnya. Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, sesak nafas, penurunan berat badan, panas, badan yang ringan, dan batuk yang produktif, Foetor ex oero. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat.

2.Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya abses paru, seperti tanda-tanda proses konsolidasi diantaranya :

a. Redup pada perkusi,

b. Suara nafas yang menurunc. Sering dijumpai adanya jari tabuh

d. Takikardi

e. Febris

3.Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah dapat mengarah pada organisme penyebab infeksi. Jika TB dicurigai, tes BTA dan mikobakteri dapat dilakukan. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis, Laju endap darah meningkat, hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran ke kiri.

4.Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi. Abses paru sebagai akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus superior atau segmen superior lobus inferior. Ketebalan dinding abses paru-paru berlangsung dari tebal ke tipis dan dari dinyatakan sakit hingga tampak gambaran yang membaik disekitar infeksi paru. Besarnya tingkat udara abses cairan dalam paru-paru sering sama dalam pandangan posteroanterior atau lateral. Abses dapat memanjang ke permukaan pleura.

5.Bronkoskopi. Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan terapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus. 8,9

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan abses paru harus berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru :

1.MedikamentosaPada era sebelum antibiotik tingkat kematian mencapai 33%, pada era antibiotik maka tingkat kematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotik adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerob (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih kombinasi antibiotik antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.

Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.

Waktu pemberian antibiotik tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotik minimal 2-3 minggu.

Pasien dengan abses paru biasanya menunjukkan perbaikan klinis, dengan peningkatan demam, dalam waktu 3-4 hari setelah memulai terapi antibiotik. Penurunan suhu badan sampai yg normal diharapkan dalam 7-10 hari. Demam yang terus menerus di luar waktu ini mengindikasikan kegagalan terapi, dan pasien ini harus menjalani studi lebih lanjut diagnostik untuk menentukan penyebab kegagalan.

Pertimbangan pada pasien dengan respon yang buruk terhadap terapi antibiotik meliputi obstruksi bronkial dengan benda asing atau neoplasma atau infeksi dengan bakteri resisten, mikobakteri, atau jamur.

2.DrainaseDrainase postural dan fisioterapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi abses paru. Pada penderita abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.

3.Bedah

Untuk alasan berikut, rawat inap disarankan pada pasien dengan abses paru, evaluasi dan pengelolaan status pernapasan pasien, administrasi antibiotik intravena, drainase dari abses atau empiema diperlukan.

Pada pasien yang memiliki abses paru-paru kecil, yang secara klinis tidak sakit, dan yang dapat diandalkan, rawat jalan dapat dianggap setelah mendapat studi diagnostik yang tepat seperti kultur dahak, kultur darah, dan darah lengkap. Setelah terapi awal antibiotik intravena, pasien dapat diperlakukan secara rawat jalan untuk menyelesaikan terapi berkepanjangan, yang sering dibutuhkan untuk pemulihan.

Pencegahan aspirasi penting untuk meminimalkan risiko abses paru. dilakukkannya intubasi pada pasien yang telah berkurang kemampuan untuk melindungi jalan napas dari aspirasi besar (batuk, gag refleks), harus dipertimbangkan. Posisi pasien terlentang pada sudut 30 bersandar meminimalkan risiko aspirasi, jika muntah pasien harus ditempatkan pada posisi miring. Meningkatkan kesehatan gigi dan perawatan gigi pada pasien lanjut usia dan lemah dapat mengurangi risiko abses paru anaerobik. 2,5,6,10,11

Beberapa komplikasi yang dapat timbul adalah : 5,61. Empiema

2. Fibrosis pleura

3. Bronchopleural fistula

4. Pleural cutaneous fistula

5. Respiratory failure6. Trapped lung7. Abses otak

8. Atelektasis

9. Sepsis

Prognosis

Lebih dari 90% dari abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 40 % pada era preantibiotika dan sampai 15 20 % pada era sekarang. Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi. 2,4% angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut : 81. Anemia dan Hipoalbuminemia

2. Abses yang besar ( > 5-6 cm)

3. Lesi obstruksi

4. Bakteri aerob

5. Immunocompromised 6. Usia tua

7. Gangguan intelegensia

8. Perawatan yang terlambat

Angka kematian untuk pasien dengan status yang mendasari immunocompromised atau obstruksi bronkial yang memperburuk abses paru-paru mungkin mencapai 75%.5

Organisme aerobik, sering merupakan penyebab yang didapat di rumah sakit dan memiliki prognosis yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan angka kematian keseluruhan abses paru-paru yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif campuran sekitar 20%.6SEPSIS

Sepsis adalah Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) disertai tempat infeksi yang jelas atau baru dugaan. SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria sebagai berikut :

1.Suhu > 38 0C atau < 36 0C

2.Denyut jantung > 90x/ menit

3.Respirasi > 20x /menit atau PaCO2 < 32 mmHg

4.Hitung leukosit > 12000/ mm3 atau > 10 % sel imatur

Syok sepsis merupakan diagnosa klinik sesuai dengan sindroma sepsis disertai hipotensi (tekanan darah M2,

P2 400C, batuk meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%), nyeri dada ( 50% kasus), gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang menurun, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level.5,6,78Awalnya, pasien didiagnosis sebagai efusi pleura. Setelah dilakukan analisis cairan pleura, ternyata didapatkan adanya pus, kemungkinan cairan yang terambil itu adalah cairan dari abses paru. Pasien masuk ke RS dalam keadaan sepsis, sepsis ditegakkan berdasarkan demam 38,50C, takikardi, sesak nafas, leukositosis, dan PCO2< 30 mmHg. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa sepsis ditandai oleh paling tidak dua dari berikut: suhu > 380 C atau < 360C, heart rate > 90 kali/menit, respiratory rate > 20x/menit, atau PaCO2 12.000/mm3 atau