draft komisi diniyah maudhuiyah

Upload: zudi-setiawan

Post on 26-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    1/39

    MATERI

    KOMISI BAHTSUL MASAIL

    DINIYAH MAUDLUIYAH

    Ketua :

    KH. Afifuddin Muhajir

    Sekretaris :

    KH. Arwani Faishal

    Anggota :

    H. Sa'dullah AffandiKH. Abdullah Kafabihi Mahrus Ali

    KH. Fuad Thohari

    Syafiq Hasyim

    H. Nahari Muslih

    Afdholi Ali Rahman

    KH. Nasrullah Jasam

    KH. Hudallah Ridwan

    KH. Imam Jazuli

    H. M. Taufiq Damas

    H. Fais Syukron Makmun

    H. Abdul JalilKH. Muhibbul Aman Aly

    KH. Muqsith Ghazali

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    2/39

    I. METODE ISTINBATH HUKUM (Bayani - Qiyasi Maqashidi)

    Deskripsi :

    Kebutuhan bagi tersedianya metode istinbath hukum sederhana dan yang siap pakai

    adalah cukup mendesak. Ini karena banyaknya kasus-kasus fikih baru yang tak mudah

    ditemukan jawabannya dalam kitab-kitab fikih keislaman klasik. Untuk menangani kasus-kasus

    baru tersebut, NU sudah membuatkan patokan, Dalam hal ketika suatu masalah/kasus belum

    dipecahkan dalam kitab, maka masalah /kasus tersebut diselesaikan dengan prosedur ilhaqul-

    masail bi nazhairihasecarajamai. Ilhaqdilakukan dengan mempertimbangkan mulhiq, mulhaq

    dan mulhaq bih.

    Namun, jika kasus fikih tersebut tak bisa ditanggulangi dengan prosedur ilhaq, maka NU

    memutuskan demikian, Dalam hal ketika tak mungkin dilakukan ilhaq karena tidak adanya

    mulhiq, mulhaq dan mulhaq bih sama sekali di dalam kitab, maka dilakukan instinbathsecara

    jamai, yaitu dengan mempraktekkan qawaid fiqhiyyahuntuk ilhaq. Dengan ini jelas bahwa NU

    telah memberikan mandat intelektual agar istinbath jamaitersebut dilakukan.

    Pertanyaannya, bagaimana istinbath jamai dengan mempraktekkan qawaid

    fiqhiyyah itu mesti diselenggarakan di lingkungan Nahdhatul Ulama. Dengan tetap

    mengacu pada kitab-kitab ushul fikih, tulisan ini coba membuat kerangka metodologi

    sederhana, bukan hanya untuk memenuhi mandat intelektual NU melainkan juga untuk

    menjawab persoalan-persoalan fikih baru dengan tetap mengacu pada bangunan

    metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan. Metode itu adalah metode bayani,

    metode qiyasi, dan metode istishlahi atau maqashidi.1

    A.Metode Bayani

    Yang dimaksud dengan metode bayani adalah metode pengambilan hukum

    dari nash (al-Quran dan al-Sunnah).2 Istilah lain dari metode ini adalah manhaj

    istinbaath al-ahkam min al-nushuush. Nash dimaksud dapat berupa nash juzi-tafshili,

    nash kulli-ijmali, dan nash yang berupa kaedah umum. Dalam rangka istinbaath

    hukum dari nash dengan metode bayani, ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

    1. Mengkaji sabab al-nuzul/wurud, baik yang makro atau yang mikro. Yang

    dimaksud asbbal-nuzlmikro adalah sebab khusus (asbbal-nuzl al-khshsh)

    yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat atau hadits. Sedangkan yang

    1

    Atha al-Rahman al-Nadawiy, al-Ijtihad wa Dauruhu fi Tajdid al-Fiqh al-Islami, dalamDirasat al-Jamiah al-Islamiyyah al-Alamiyyah, Desember 2006, Jilid III, h. 82.2Atha al-Rahman al-Nadawi, al-Ijtihad wa Dauruhu fi Tajdid al-Fiqh al-Islami, Jilid III, h. 82.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    3/39

    dimaksud asbb al-nuzl makro adalah sebab umum (asbb al-nuzl al-mm)

    yang menjadi konteks sosial-politik, sosial-budaya, dan sosial-ekonomi dari

    proses tanzl al-Qur'ndan wurd al-hadts.

    2.

    Mengkaji teks ayat/hadits dari perspektif kaedah bahasa (al-qawaid al-ushuliyyah al-lughawiyah).Kajian teks dari perspektif kaedah bahasa ini meliputi

    tiga kajian secara simultan, yaitu kajian lafazh (al-tahlil al-lafzhi), kajian makna

    (al-tahlil al-mana), dan kajian dalalah(al-tahlil al-dalali), yang secara rinci akan

    dijelaskan pada beberapa paragraf berikutnya.

    3. Mengaitkan nash yang sedang dikaji dengan nash lainyang berkaitan (rabth al-

    nushuush badluha bi badlin). Nash yang sedang dikaji harus dihubungkan

    dengan nash yang lain, karena nushsh al-syarah (Alquran dan Hadis)

    merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, ayat

    yang satu terkait dengan ayat yang lain, hadis yang satu terkait dengan hadis

    yang lain, ayat terkait dengan hadis dan hadis terkait dengan ayat. Suatu nash

    terhadap nash yang lain dapat berfungsi sebagai taukd (penguat), bayn al-

    mujmal (menjelaskan nash yang bersifat garis besar), taqyd al-muthlaq

    (membatasi lafal muthlaq), takhashsh al-`mm (membatasi keumuman lafal

    `mm), atau taudlh al-musykil (menjelaskan lafal musykil/ambigu).

    4. Mengaitkan nash yang sedang dikaji dengan maqashid al-syariah (rabth al-

    nushush bi al-maqaashid). Maqshid al-syar`ah (tujuan umum syariat) yang

    sekaligus merupakankulliyah al-syar`ah (totalitas syar`ah) memiliki hubungan

    saling terkait dengan nushsh al-syar`ah. Maqshid al-syar`ah lahir dan

    mengacu pada nushsh al-syar`ah, sementara nushsh al-syar`ah dalam

    menafsirinya harus mempertimbangkan maqshid al-syar`ah. Ini masuk dalam

    kategori mengaitkan yang juz (partikular) dengan yang kull (universal).3

    Konkretnya, syariat Islam dimaksudkan untuk mewujudkan kemaslahatan

    manusia zhhir-bthin dan dunia-akhirat. Maka, perumusan hukum dari nash

    hendaknya sejalan dengan kemaslahatan manusia yang menjadi tujuan syariat

    itu, dengan syarat apa yang diasumsikan sebagai maslahat tidak bertentangan

    dengan nashitu sendiri.

    3

    Al-Jizani, Manhaj al-Salaf fi al-Jami bayn al-Nushush wa al-Maqashid wa Tathbiqatuha al-Muaashirah, Riyadl: al-Mamlakah al-Arabiyyah al-Saudiyyah Wizarah al-Talim al-Ali, 2010, h. 42-43.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    4/39

    Dengan mengaitkan nushsh dengan maqshid, maka rumusan-rumusan

    hukum yang ditarik dari nushsh tidak sepenuhnya tekstual, tapi juga

    kontekstual. Maka kita menjadi maklum, mengapa fuqah` membolehkan

    mengeluarkan qmah(harga) pada zakat biji-bijian, kambing dan unta,4

    padahalinstruksi Nabi pada sahabat Mu`a bin Jabal menjelang keberangkatannya ke

    daerah Yaman jelas mengatakan:

    .5Diriwayatkan dari Mu`adz bin Jabal bahwa Rasulullah mengutusnya ke Yaman

    lalu beliau bersabda, Ambillah (zakat berupa) biji-bijian dari biji-bijian, seekor

    kambing dari kambing, seeokor unta ba`r dari unta, dan seekor sapi dari sapi.

    Fuqaha' memahami bahwa tujuan dari sabda Nabi tersebut adalah

    memberikan kemudahan kepada muzakk(orang yang mengeluarkan zakat) dan

    mustahiq (yang berhak menerima zakat). Oleh sebab itu, bila suatu ketika zakat

    dengan mengeluarkan qmah lebih mudah, tidak ada alasan untuk tidak

    membolehkannya.

    Dalam hal ini tanpa memperhatikan maqshid di dalam menafsirkan

    nushush, kita tidak akan dapat memahami adanya larangan buang air besar di

    atas air yang tidak mengalir, dari sabda Nabi SAW.:

    Janganlah salah satu dari kalian kencing di air yang diam (tidak mengalir)

    Maksud dari hadits di atas tidak hanya melarang seseorang membuang air

    kencing di air yang menggenang sebagaimana pendapat Ahlu al-Zhahir, tapi juga

    melarang mengotori air dan menjadikannya najis dengan cara apapun.6

    5. Mentakwil nash (tawiil al-nushush) bila diperlukan. Pada prinsipnya, setiap

    lafal/nash yang multi makna atau interpretable harus dibawa pada makna

    dasarnya, yaitu makna yang jelas, hakiki dan rjih. Akan tetapi, kajian yang

    komprehensip terhadap nashbisa menggiring kita untuk melakukan ta`wl, yakni

    memalingkan lafal/nashdari makna dasarnya yang jelas, hakiki dan rjihkepada

    4

    Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, h. 1655Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003, Juz IV, h. 189.6Al-Jizani, Manhaj al-Salaf fi al-Jami..,h. 41.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    5/39

    makna lain yang tersembunyi, majzatau marjh.7Ta`wltidak boleh dipahami

    sebagai upaya menundukkan nash kepada kemauan hawa nafsu atau

    menyesuaikan syariat dengan situasi, karena ta`wlhanya bisa dilakukan ketika

    ada dalil yang memicunya.Ulama ushulfiqh membagi ta`wl kepada dua bagian:8 Pertama, ta`wl

    qarb (dekat/dangkal), seperti men-ta`wl

    dengan

    . Men-ta`wl ayat ini dengan menghadirkan semacam kata

    merupakan

    tuntutan ( ), karena status hukum seharusnya disandangkan kepada

    perbuatan mukallafsebagai mahkm fh(obyek hukum), sedangkan ayat tersebut

    menyandarkan hukum haram padaat,yaitu ibu. Maka, tanpa ta`wl, ayat tersebut

    tidak bisa dipahami dengan benar. Termasuk bagian ta`wl ini adalah takshsh al-

    `mm, taqyd al-muthlaq, dan mengartikan lafal zhhir dengan makna marjh-

    nya. Kedua, ta`wl bad (jauh/dalam). Ta`wl macam ini tidak sembarang orang

    dapat melakukannya. Inilah yang dimaksud dengan pernyataan Ibnu Abbas ra.:

    "ada bagian tafsir yang hanya diketahui oleh para ulama yang mendalamilmunya".

    Ta`wl tidak bisa dipisahkan dari tafsir, karena ta`wlterhadap suatu nash

    harus dilakukan setelah mengetahui tafsir nash itu. Jadi, ta`wl itu setelah tafsir

    (

    ). Selanjutnya, sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa

    kajian teks ayat/hadits dari perspektif kaedah bahasa (al-qawaid al-ushuliyyah

    al-lughawiyyah) harus bertumpu pada kajian lafazh, makna, dan dalalah dengan

    penjelasan:

    1)Kajian Lafal ()

    Kajian lafal berkisar pada hal-hal sebagai berikut: (a). antara `mm dan

    khshsh. (b). antara muthlaq dan muqayyad, (c). antara haqqah dan majz,

    (d). antara muhkam, mujmaldan mutasybih, (e). antarazhhirdan nash,(f).

    antara musytarakdan mutardif, dan (g). antara amrdan nahy.

    7Al-Suyth, al-Kaukab al-Sthi` Nazhm Jami al-Jawami, Maktabah Ibn Taymiyyah, 1998, h. 212.8Zakariya al-Anshri, Ghyah al-Wushl, h. 83.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    6/39

    Setiap lafal dapat memiliki lebih dari satu kategori, misalnya lafal . Lafal

    ini dari satu sisi masuk katagori khshsh karena tidak memiliki cakupan

    makna yang luas, sementara dari sisi yang lain masuk kategori nash sebab

    tidak ada kemungkinan untuk diartikan dengan makna yang lain. Contoh lain

    yaitu lafal. Lafal ini dari satu sisi masuk katagori muqayyad karena

    lafal

    ber-qayyid (dibatasi) dengan lafal , sedangkan dari sisi yang lain

    masuk kategori zhhir karena lafal tampak dalam makna singa dan ada

    kemungkinan untuk bermakna seorang pemberani, dan lafal ini ketika

    dimaknai singa, masuk kategori haqqah, dan bila dimaknai pemberani

    masuk kategori majz.

    Contoh konkrit dalam al-Quran adalah firman Allah SWT.;

    (bangunlah

    pada waktu malam). Lafal dari satu sisi termasuk kategori khshsh karena

    cakupan maknanya terbatas, dan dari satu sisi disebut amr sebab berisi

    tuntutan untuk melakukan sesuatu (bangun). Sementara dari sisi yang lain,

    disebut zhhir karena Shghatul-amri tampak dalam makna wujb

    (kewajiban) dan mungkin untuk ditarik pada selain makna wuj

    b. Yang pasti,

    lafal `mm bukan khshsh, muthlaq bukan muqayyad, muhkam bukan

    mutasybih, haqqahbukan majz,zhhirbukan nash, amr bukan nahy, dan

    musytarak bukan mutardif.

    2)Kajian Makna ()

    Kajian makna dimaksudkan untuk bisa memastikan, apakah: (a). lafal

    dimaksud dimaknai secara haqq ataukah dipalingkan pada makna

    majaznya? (b). Lafal zhhir dimaksud tetap pada makna rjih-nya ataukah

    dipalingkan kepada makna marjh-nya? (c). Makna dimaksud adalah makna

    lughw, syar`ataukah `urf? (d). Yang manakah diantara makna-makna lafal

    musytarak yang diambil, atau semuanya diambil? (e). Lafal dimaksud,

    disamping memiliki makna lughw, apakah memiliki makna syar`atau `urf,

    dan makna yang manakah yang dipakai? (f). Shghatul-amri dimaksud tetap

    pada makna primernya ( ) ataukah dipalingkan pada makna sekundernya

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    7/39

    selain ( )? (g). Shghatun-nahyi dimaksud tetap pada makna primernya

    ()ataukah dipalingkan pada makna sekundernya selain ()?

    3)

    Kajian Dallah(

    )

    Kajian ini menyangkut ketentuan hukum yang dapat ditarik dari nash. Dalam

    hal ini terdapat dua metode:

    Pertama, metode jumhr al-ushuliyyun. Menurut jumhr ushliyyn, makna

    (hukum) suatu nash,disamping bisa diambil dari manthq-nya, kadang bisa

    diambil dari mafhm-nya. Manthq terbagi menjadi dua: (1) sharh,dan (2)

    ghairu sharh. Sedangkan Manthqghairu sharh itu sendiri ada tiga : (1)

    isyrah; (2) iqtidl`, dan (3) m`. Sementara mafhmitu ada dua: (1) mafhm

    muwfaqah, dan (2) mafhm mukhlafah.Kedua, metode Hanafiyah. Menurut

    Hanafiyah, makna (hukum) nash dapat diambil dari empat pendekatan: (1)

    `ibrah al-nash; (2) isyrah al-nash; (3) iqtidl` al-nash; dan (4) dallah al-

    nash (mafhm muwfaqah dalam istilahJumhr).9

    Sesungguhnya tidak ada perbedaan substansial antara pendekatan Jumhr

    dan pendekatan Hanafiyyah, kecuali dalam soal mafhm mukhlafah.

    Menurut Jumhr, mafhm mukhlafah menjadi salah satu jalan untuk

    mengambil makna dari nash, sedangkan menurut Hanafiyyah tidak.

    B.Metode Qiyasi

    Yang dimaksud dengan metode qiyasi adalah ijtihad melalui pendekatan

    qiyas.10Dalam konteks ini, ada baiknya saya kemukakan pernyataan Imam Syafii:

    11

    Hukum (Islam) itu hanya bisa diambil dari nash atau dari penggabungan

    pada nash.

    Salah satu isi surat Umar ibn al-Khatthab ra. kepada Abu Musa al-Asyari adalah:

    9

    Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, h. 143-152.10Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi, Juz IV, h. 189.11Sayyid Mubarak, Mashadir al-Fiqh al-Islami, (16 Maret 2012).

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    8/39

    12

    Hendaklah kamu tahu tentang persoalan-persoalan yang serupa danpersoalan-persoalan yang sama, dan ketika itu lakukan qiyas menyangkut

    berbagai persoalan.

    Terkait pernyataan tersebut, ada dua hal yang perlu dikemukakan. Pertama,

    dua pernyataan tersebut bukanlah dalil yang berposisi sebagai hujjah atas

    keabsahan qiyas, karena dalil yang sesungguhnya adalah nash kulli. Kedua, bahwa

    dua pernyataan tersebut mengandung makna bahwa hukum-hukum yang diambil

    secara langsung dari nash bisa diperluas jangkauannya pada kasus-kasus lain yang

    tidak manshush, salah satunya dengan cara qiyas. Namun, perlu digarisbawahi

    bahwa hukum-hukum yang bisa diperluas jangkauannya melalui qiyas hanyalah

    hukum-hukum yang maqul al-mana yang ditandai dengan adanya illat sebagai

    landasan perluasan tersebut.

    1. Pengertian Qiys

    Qiysbisa dijelaskan dengan definisi sebagai berikut: menyamakan kasus

    yang tidak memiliki acuan nash dengan kasus lain yang memiliki acuan nash

    dalam hal ketentuan hukumnya, ketika keduanya memiliki illat yang sama.13

    Sebagai contoh, minum khamr adalah kasus yang memiliki acuan nash tentang

    hukumnya yaitu haram. Sedangkan minum bir adalah kasus lain yang tidak

    memiliki acuan nashtentang hukumnya. Berhubung khamrdan bir memiliki illat

    yang sama yaitu memabukkan, maka minum bir disamakan dengan minum

    khamrdalam hukumnya, yaitu haram.

    2. Rukun Qiys

    Qiysterdiri dari empat unsur (rukun) sebagai berikut :

    a. al-ashlu,yaitu kasus yang memiliki ketentuan hukum berdasar nash.Al-Ashlu

    disebut al-maqs `alaih (yang di-qiys-i) atau al-musyabbah bih (yang

    diserupai) seperti khamrdalam contoh di atas.

    12Khudlariy Bik, Thaarikh al-Tasyrii al-Islaamiy, h. 116.13Abdul Wahhb Khallf, `Ilmu Ushl al-Fiqh,h. 52.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    9/39

    b. al-far`u,yaitu kasus yang tidak memiliki ketentuan hukum berdasar nash.Al-

    Far`udisebut dengan al-maqs (yang di-qiys-kan) atau al-musyabbah (yang

    diserupakan), semisal masalah minuman keras (bir dalam contoh di atas).

    c.

    hukm al-ashli, yaitu hukum yang terdapat pada ashl yang ditetapkanberdasarkan nash, misalnya hukum haramnya khamr dalam contoh di atas.

    Keempat, adalah Illat (al-`illah),yaitu sifat yang menjadi titik persamaan (al-

    jmi`)antara al-ashludan al-far`u,seperti sifat memabukkan (al-iskr) dalam

    contoh di atas. Rukun ini merupakan unsur paling mendasar dalam qiys.

    Sebab, dengan illat inilah hukum-hukum yang terdapat dalam nash dapat

    ditularkan pada kasus baru yang muncul kemudian.14

    3.

    Syarat-syarat Qiys

    Tiap-tiap rukun qiys memiliki syarat. Syarat-syarat tersebut adalah

    sebagai berikut:

    a. al-ashluharus memiliki ketentuan hukum berdasarkan nash.

    b. al-far`uharus tidak memiliki ketentuan hukum berdasarkan nash.

    c.

    hukm al-ashl harus memenuhi beberapa syarat: (a). berupa hukum syar

    `amal yang ditetapkan berdasar nash. (b). Berupa hukum yang ma`ql al-

    ma`natau ta`aqqul.(c). Berupa hukum yang tidak hanya berlaku pada ashl.

    Sebab itulah, tidak boleh meng-qiys-kan umat Muhammad dengan kanjeng

    Nabi Muhammad dalam soal bolehnya mengawini perempuan lebih dari

    empat.15

    d. Illat

    Illat adalahsifat yang menjadi titik persamaan (al-jmi`)antara al-ashldan al-

    far`u. Tidak semua sifat yang melekat pada al-ashl dapat dijadikan illat

    hukum, melainkan harus memenuhi beberapa syarat; (a). harus berupa sifat

    yang zhhir seperti jb dan qabl yang menjadi indikasi adanya kerelaan

    kedua belah pihak (mazhinnah al-tardl) merupakan illat bagi keabsahan

    transaksi. Sedangkan al-tardl sendiri sebagai hikmah al-hukmi tidak dapat

    dijadikan illat karena tidak zhhir. (b). harus berupa sifat yang mundlabith

    (terukur), seperti al-safar yang menjadi indikasi adanya masyaqqah

    14Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, h. 60.15Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, h. 60-61.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    10/39

    merupakan illat bagi bolehnya meng-qashar salat. Sedangkan masyaqqah

    sendiri tidak dapat dijadikanillatkarena tidakmundlabith. Masyaqqahdi sini

    tidak mundlabith karena dapat berbeda-beda intensitasnya dan berat-

    ringannya tergantung pada kondisi alam dan setiap indivividu yangmenjalaninya. (c). harus berupa sifat munsib (memiliki relevansi dengan

    hukum). Artinya menyandarkan hukum terhadap illat itu pada umumnya

    dapat mewujudkan maslahat. Misalnya, diharamkannya khamr, karena illat

    memabukkan dapat melahirkan kemaslahatan, yaitu hifzh al-`aql. Dengan

    demikian,al-iskr adalah sifat munsib.16

    4. Macam-macam Qiys

    Illat sebagai unsur terpenting dalam mekanisme qiys ada dua, yaitu

    manshshah (diketahui melalui nash) dan mustanbathah (diketahui melalui

    upaya penggalian). Illat manshshah lebih jelas daripada illat yang

    mustanbathah.Qiys dilihat dari segi illat ini dibagai kepada jaldan khaf. Qiys

    jal adalah qiys yang didasarkan atas illat yang manshshah (jelas karena ada

    nash-nya) seperti meng-qiys-kan nifs kepada haid dalam hal tidak bolehnya

    seorang wanita digauli oleh suaminya, dengan illat a; atau didasarkan atas illat

    mustanbathah, tetapi antara al-ashl dan al-far`u dipastikan tidak adanya friq

    (hal yang membedakan), atau adafriqtapi tidak signifikan.17

    Contoh qiys jal pertama yaitu meng-qiys-kan memukul orang tua

    kepada berkata uffdengan illat al-`(meyakiti). Dengan illat ini diyakini tidak

    ada perbedaan antara perkataan uff dan memukul karena keduanya sama-

    sama menyakitkan orang tua. Contohqiys jalyang kedua ialah meng-qiys-kan

    budak perempuan kepada budak laki-laki dalam hal al-siryah (menjalarnya

    kemerdekaan sebagian kepada seluruhnya). Perbedaan jenis kelamin, secara

    syar tidak memiliki pengaruh dalam ahkm al-`itqi (pemerdekaan). Qiys jal

    mencakupqiys awlawdanqiys musw.

    Sedangkan qiys khaf adalah qiys yang didasarkan pada illat yang

    mustanbathah (illat yang digali dari al-ashl) ketika antara al-ashl dan al-far`u

    terdapat friq yang signifikan.18 Seperti men-qiys-kan pembunuhan dengan

    16

    Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, h. 68-70.17Wahbah al-Zuhaili, Ushl al-Fiqh al-Islamiy,Dimisyqa: Dar al-Fikr, 1986, Juz I, h. 703.18Wahbah al-Zuhaili, Ushl al-Fiqh al-Islami,h. 704.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    11/39

    menggunakan benda tumpul kepada pembunuhan yang menggunakan benda

    tajam dalam kewajiban adanya qishsh dengan illat al-qatl al-`amdu al-`udwn

    (pembunuhan sengaja dan melanggar hukum). Dan sangat mungkin perbedaan

    antara al-ashldan al-farumemiliki pengaruh. Sebab itu, menurut Abu Hanifah,pembunuhan dengan benda tumpul tidak dikenakan qishsh. Qiys khaf

    semakna dengan al-qiys al-adn.

    5.Mekanisme Qiys

    Qiys merupakan salah satu sumber hukum yang paling subur untuk

    menyelesaikan persoalan-persoalan yang ketentuan hukumnya tidak termaktub

    secara eksplisit dalam al-Quran dan al-Sunnah, tetapi memiliki al-ashl (induk) di

    dalam nash dan atau ijm` ulama. Contohnya yaitu pemberian kepada pejabat

    adalah kasus yang sudah ada ketentuan hukumnya yaitu haram berdasarkan

    nashhadis,

    19

    Seluruh hadiah atau pemberian terhadap pejabat adalah haram.

    Keharaman ini didasarkan pada illat (alasan hukum), yaitu khauf al-mail

    (tidak fair) (pemberian tersebut dapat memengaruhi penerima untuk

    memberikan perlakuan khusus terhadap pemberi, mengikuti keinginan pemberi,

    dan memberikan kebijakan yang tidak adil). Illat khauf al-mail itu tentu tak

    hanya ada pada hadaya al-`ummal melainkan juga pada kasus-kasus lain.

    Dengan demikian, membawa illat khauf al-mail pada kasus baru, maka banyak

    hal yang bisa ditangani.

    Money Politic adalah kasus baru (al-far`u) yang tidak ditemukan

    ketentuan hukumnya secara eksplisit dalam nash atau ijm`. Akan tetapi, kasus

    ini dapat disamakan dengan hady al-`ummlkarena keduanya memiliki illat

    yang sama, yaitu khauf al-mail (dikhawatirkan terjadi kecenderungan pada salah

    satu pihak). Dengan demikian, hukum money politic adalah haram. Terlebih

    dalam negara demokrasi yang menerapkan sistem pemilihan pemimpin secara

    langsung, setiap warga negara yang punya hak pilih memiliki kedudukan yang

    19Al-Munawi, Faidl al-Qadir,Beirut: Dar al-Marifah, Tanpa Tahun, Juz VI, h. 353.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    12/39

    sangat strategis (al-siydah f yadi al-sya`bi), tidak kalah strategis dengan pejabat

    negara atau hakim dalam menentukan putusan hukum.

    Qiys dinilai benar secara metodologis bila memenuhi rukun-rukun dan

    syarat-syarat sebagaimana tersebut di atas. Qiys yang tidak memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat tersebut adalah sebuah kekeliruan. Mekanisme inilah

    yang membedakan antara qiys dengan dalil-dalil sekunder lainnya.

    C. Metode Istishlahi

    Ijtihad dengan metode istishlahi ialah ijtihad yang mengacu pada maqashid

    al-syariah, yaitu tujuan umum dari pensyariatan hukum Islam. Karena itu ia juga

    bisa disebut ijtihad maqashidi. Para fuqaha menyimpulkan bahwa syariat Islam

    dimaksudkan untuk mewujudkan kemaslahatan (mashlahah) manusia lahir dan

    batin, dunia dan akhirat. Kesimpulan ini mereka peroleh dari hasil penelitian

    (istiqra) yang mereka lakukan terhadap nash-nash tasyri (al-Quran dan al-Sunnah),

    hukum-hukum syariy, illat-illatnya dan hikmah-hikmahnya.20 Dengan demikian

    maqashid al-syariah tidak bisa dipisahkan dari nushush al-syariah, bahkan maqashid

    al-syariahtidak terwujud tanpa nushush al-syariah. Di pihak lain, nushush al-syariah

    dalam penafsiran dan penjelasan maknanya perlu/harus memperhatikan maqashid

    al-syariah sehingga ketentuan hukum yang digali daripadanya tidak hanya bersifat

    tekstual, tetapi juga kontekstual.

    Maqashid al-syariah tidak hanya penting diperhatikan dalam menafsirkan

    nash, tetapi juga sangat dibutuhkan untuk menggali hukum syari yang tidak

    memiliki acuan nash secara langsung. Dalil-dalil sekunder semacam istihsan,

    mashlahah mursalah, dan urf pada hakikatnya merujuk pada maqashid al-syariah.

    1)

    Istihsn

    Istihsan dalam pengertian sederhana ialah kebijakan mujtahid yang

    menyimpang dari ketentuan al-qiyas yang lebih jelas atau dari ketentuan hukum

    umum. Secara lebih bagus, syeikh Abdul Wahhab al-Khallaf mengatakan: istihsan

    ialah kebijakan mujtahid dengan berpegang kepada qiys khaf dengan

    meninggalkan qiysjali; atau meninggalkan hukum kulli dengan berpegang pada

    20Abdul Wahhab Khallaf, Ilm Ushul al-Fiqh, h. 173.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    13/39

    hukum juz-istitsn (hukum pengecualian)karena ada dalil yang menghendaki

    demikian.21

    Jika seorang mujtahid dihadapkan pada dua dalil qiys yang satu jaldan

    yang lain khaf, maka pada dasarnya mujtahid harus berpegang pada dalil yangrjih, yaitu qiys jal. Namun, atas pertimbangan-pertimbangan (dalil) tertentu,

    mujtahid bisa meninggalkan qiys jalyang rjihdengan mengambil qiys khaf

    yang marjh. Cara kerja inilah yang dikenal dengan istihsn.

    Begitu juga, jika seorang mujtahid dihadapkan pada dua ketentuan

    hukum, yang satu hukum kull dan yang lain hukum juz-istitsn, kemudian

    mujtahid mengambil hukum yang juz-istitsn`dan meninggalkan hukum kull

    atas dasar pertimbangan kebutuhan (dlarrah atau hjah), ini juga disebut

    istihsn. Contoh, dalam hukum (ketentuan) umum ditetapkan bahwa obyek

    transaksi (ma`qd `alaih) harus berupa sesuatu yang telah nyata ada. Akan

    tetapi, dari ketentuan hukum ini ada beberapa transaksi yang dikecualikan atas

    dasar kebutuhan masyarakat, seperti ijrah, salam, istishn (mirip akadsalam),

    dan lain-lain.

    Kedudukan istihsn sebagai salah satu pertimbangan penetapan hukum

    adalah masalah khilfiyyah (kontroversial), sebagian menerima dan sebagian

    lain menolak. Imam Syafi'i merupakan salah seorang yang menolak istihsn,

    dengan ungkapannya yang sangat terkenal

    (barang siapa

    menggunakan istihsn sebagai dalil, berarti ia telah membuat-buat syariat baru).

    Walau demikian, istihsndengan pengertian di atas sesungguhnya secara de facto

    diamalkan oleh hampir semuafuqah`, termasuk Imam Syafi'I sendiri. Sedangkan

    istihsnyang ditolak al-Syfi'bukan istihsndengan pengertian di atas melainkan

    istihsnyang didasarkan atas keinginan subjektif seseorang tanpa pijakan dalil yang

    dapat dipertanggungjawabkan.22

    Istihsnsesungguhnya bukanlah keinginan nafsu seseorang dalam proses

    penetapan hukum. Sebaliknya, istihsnmempunyai pijakan dalil yang muaranya

    tak lain untuk memelihara kepentingan dan kemaslahatan umat manusia. Pada

    kenyataannya, dalam berbagai kasus hukum, penggunaan istihsn tidak dapat

    dihindari.

    21Abdul Wahhb Khallf, `Ilmu Ushl al-Fiqh,h. 79-80.22Abdul Wahhb Khallf, `Ilmu Ushl al-Fiqh,h. 83.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    14/39

    2) Al-Mashlahah al-Mursalah

    Mashlahah berarti setiap hal yang baik dan bermanfaat. Mashlahah dan

    manfaat adalah dua kata yang se-wazandan semakna. Mashlahahjuga diartikan

    sebagai tindakan yang membawa manfaat. Seperti menuntut ilmu adalah

    mashlahah karena dapat mendatangkan manfaat, berdagang adalah mashlahah

    karena membawa manfaat, dan seterusnya. Sedangkan dalam terminologi ushl

    fiqh, mashlahah adalah setiap hal yang menjamin terwujud dan terpeliharanya

    maksud tujuan syri`(maqshid al-syar`ah), yaitu hifzh al-dn, hifzh al-nafs, hifzh

    al-`aql, hifzh al-nasl/hifzh al-`irdl, danhifzh al-ml.23

    Para ulama membagi mashlahah ke dalam tiga bagian, yaitu 24: Pertama,

    adalah mashlahah mu`tabarah, yaitu mashlahah yang diapresiasi syri` melalui

    nash al-Quran atau Sunah, seperti diharamkannya setiap minuman yang

    memabukkan. Kedua, adalah mashlahah Mulgh, yaitu mashlahah yang dinafikan

    oleh syri` melalu nash Alqur'an atau Sunah, seperti penyamaan pembagian

    harta waris antara anak laki-laki dan anak perempuan yang dianggap sebagai

    mashlahah. Ketiga, adalah mashlahah Mursalah, yaitu mashlahah yang tidak

    memiliki acuan nash, baik nash yang mengakui (i`tibr) ataupun yang

    menafikannya (ilgh`), seperti merayakan maulid Nabi Muhammad saw.,

    penulisan dan penyatuan al-Qur'an dalam satu mushhaf, pencatatan pernikahan,

    dan lain-lain.

    Namun, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan berhujjah

    dengan mashlahah mursalah. Walau begitu, sebagaimana dikemukakan

    sebelumnya, syariat Islam terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi `ibdah dan

    dimensi mu`malah. Ulama sepakat bahwa mashlahah mursalah tidak dapat

    dijadikan acuan hukum dalam wilayah `ibdah. Sebab, `ibdah berbasis pada

    ketundukan dan kepasrahan secara total, karena nilai mashlahah-nya tidak dapat

    dinalar akal pikiran manusia.25

    Sedangkan dalam wilayah mu`malah, ulama berbeda pendapat tentang

    kehujjahan mashlahah mursalah. Ulama yang menerima mashlahah mursalah

    23Abdul Wahhb Khallf, `Ilmu Ushl al-Fiqh,h. 197-205.24

    Abdul Karm Zaidan, al-Wajz f Ushl al-Fiqh,Muassasah Qurthubiyyah, Tanpa Tahun, h. 236-237.

    25Abdul Karm Zaidan, al-Wajz f Ushl al-Fiqh,h. 238.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    15/39

    sebagai acuan hukum menetapkan syarat-syarat sebagai berikut: (a). harus

    berupa mashlahahhaqqiyyah-qath`iyyah(faktual), bukan mashlahahwahmiyyah

    (semu). (b). harus berupa mashlahah `mmah-kulliyah (kemaslahatan umum),

    bukan mashlahah fardiyyah-khshshah (personal-subjektif). (c). harus tidakberlawanan dengan hukum atau prinsip-prinsip yang ditetapkan berdasar nash

    atau ijm`.26 (d). Al-Ghazl menambahkan satu syarat, yaitu: mashlahah

    dimaksud bersifat dlarriyyah (keharusan).27

    3) `Urf

    `Urf adalah sesuatu yang sudah dikenal bersama dan dijalani oleh

    masyarakat, baik berupa perbuatan (`amal) ataupun perkataan (qawl).28 `Urf

    dan `dah adalah dua kata yang mafhm-nya berbeda tetapi m shadaq-nya

    sama. Artinya, dua kata tersebut memiliki akar yang berbeda. Akan tetapi

    sesuatu yang disebut `urf sekaligus juga disebut `dah dan sesuatu yang bisa

    disebut `dahsekaligus juga bisa disebut `urf. Dengan demikian, `urfdan `dah

    merupakan kata yang sinonim yang dalam bahasa indonesia disebut tradisi.29

    Para ulama membagi `urf dari segi wilayah berlakunya ke dalam dua

    bagian. (a). `urf `mm, yaitu `urfyang berlaku pada seluruh atau mayoritas umat

    manusia pada masa tertentu. (b). `urf khshsh, yaitu `urf yang berlaku pada

    masyarakat, komunitas atau daerah tertentu pada masa tertentu.30 Sementara

    dari segi kesesuaiannya dengan nash dan prinsip-prinsip syariat, `urf dibagi

    menjadi dua macam; (a). `urf shahh, yaitu `urfyang tidak bertentangan dengan

    nash al-Quran atau Sunnah dan tidak menghalalkan sesuatu yang haram atau

    mengharamkan yang halal. (b). `urf fsid, yaitu `urf yang bertentangan dengan

    nash sharh Alquran atau Sunah, menghalalkan yang haram, atau

    mengharamkan yang halal.31

    26Abdul Wahhb Khallf, `Ilmu Ushl al-Fiqh,h. 86-87.27 Abd al-Hayy al-Farmawi, Syuruth al-Amal bi al-Mashlahah al-Mursalah dalam Hadyu al-

    Islam,(Selasa, 6 Juli 2010).28Abdul Wahhb Khallf, `Ilmu Ushl al-Fiqh,h. 89.29Abd al-Jalil Mabrur, Mabahits fi al-Urf,Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun, h. 86-87.30Muhammad Gharayibah, Takhshihs Aamm al-Nash al-Syariy bi al-Urf, dalam al-Majallah al-

    Urduniyyah fi al-Dirasat al-Islamiyyah,(2005), ke-1.31

    Muhammad Gharayibah, Takhshihs Aamm al-Nash al-Syariy bi al-Urf, dalam al-Majallah al-Urduniyyah fi al-Dirasat al-Islamiyyah. Lihat juga Mahmud Abud Harmusy, al-Urf, Beirut: Jamiah al-Jinan,

    Tanpa Tahun., h. 5.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    16/39

    Namun, ada pandangan tunggal tentang kebolehan berhujjah dengan `urf.

    Walau demikian, para ulama sepakat bahwa `urf fsid tidak dapat dijadikan

    acuan dalam penetapan hukum. Sedangkan `urf shahh diperselisihkan di

    kalangan mereka.Aimmah al-mahib al-arba`ahmenjadikan `urf shahhsebagaiacuan penetapan hukum, tapi dengan kadar berbeda. Imam Mazhab yang dikenal

    paling banyak menggunakan `urfadalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam

    Ahmad bin Hanbal dan Imam Syafii.32

    Contoh-contoh `urf. (a). Perempuan yang haid dengan teratur, dalam

    menentukan kadar haid dapat berpedoman pada `urf-nya. (b). Pemberian

    pranikah terhadap calon istri tidak dipandang sebagai bagian dari maskawin

    berdasarkan `urf yang berlaku di sebagian daerah di Indonesia. (c). kata al-

    marhm dalam `urf Indonesia hanya digunakan untuk orang yang meninggal

    dunia. Padahal arti asalnya (yang dirahmati Allah) bisa digunakan untuk orang

    hidup atau orang mati.

    Ada beberapa kaidah terkait dengan peranan `urfsebagai acuan hukum, di

    antaranya :

    33

    Sesuatu yang telah dikenal sebagai suatu kebiasaan, sama halnya dengan

    sesuatu yang dianggap sebagai syarat

    34

    Sesuatu yang telah ditetapkan oleh `urf sama halnya dengan sesuatu yang telah

    ditetapkan oleh nash

    Di samping sebagai acuan hukum, sesungguhnya `urf dapat dijadikan

    sebagai pertimbangan dalam menjabarkan (tafsr) ketentuan-ketentuan hukum

    yang bersifat ijml dan tidak memiliki standar praktis. Dalam kitab al-Asybh

    Wa al-Nazhirdikatakan:

    32Abdul Wahhb Khallf, `Ilmu Ushl al-Fiqh,h. 90. Lihat juga: Mahmud Abud Harmusy, al-Urf, h.

    5.33

    Ahmad bin Muhammad al-Zarq, Syarh al-Qawid al-Fiqhiyyah,Dimisyqa: Dar al-Qalam, 1989,h. 237.

    34Abdul Aziz Muhammad Azzm, al-Qawid al-Fiqhiyyah,Kairo: Dar al-Hadits, 2005, h. 196.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    17/39

    .35

    "Setiap sesuatu yang datang dari syri` secara muthlak dan tidak ada batasan

    baginya, baik dalam syariat maupun dalam kebahasaan, maka sesuatu tersebut

    dikembalikan pada `urf (kebiasaan)"

    Dengan menjadikan `urf sebagai salah satu acuan hukum maka hukum

    Islam menjadi sangat dinamis. Sebab, hukum dapat berubah karena berubahnya

    `urf. Dalam kaidah ushl fiqhdikatakan

    36

    Hukum-hukum yang didasarkan pada tradisi bisa berubah sebab perubahan

    waktu dan tempat keberadaan tradisi tersebut.

    Istinbath hukum berdasarkan urf masuk dalam lingkup ijtihad istishlahi.

    Ini artinya, menjadikan maslahah sebagai tujuan syariat berkonsekuensi logis

    pada keharusan memperhatikan uf manusia, selama tidak bertentangan dengan

    syariat. ***

    II. KHASHAISH AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA'AH

    Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah adalahfirqahyang memiliki khashaish(kekhususan)

    yang membedakan dengan berbagai firqah yang lain di dalam Islam. Khashaish itu

    merupakan berbagai keistimewaan yang dimiliki oleh berbagai firqah yang lain.

    Khashaishsebagai keistemewaan itu, antara lain:

    1.

    Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah merupakan satu-satunya firqah (golongan) diantara

    berbagai firqah di dalam Islam yang disebut oleh Nabi SAW. sebagai firqah ahli

    surga. Mereka adalah para shahabat Nabi SAW. yang dikenal dengan sebutan As-

    Salafush Shalih yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Nabi. SAW. dan

    dilanjutkan oleh tabi'in dan tabi'it tabi'in, dua generasi yang memiliki keutamaan

    35Al-Suythi, al-Asybh wa al-Nadlir fi al-Fur`,Semarang: Toha Putra, Tanpa Tahun, h. 69.36Abdul Wahhb Khallf, `Ilmu Ushl al-Fiqh,h. 91.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    18/39

    sebagaimana dinyatakan oleh Nabi SAW. Kemudian diikuti oleh para pengikutnya

    sampai sekarang.

    2.

    Menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dua sumber pokok syari'at Islam, dan

    menerima dua sumber yang lahir dari keduanya, yakni ijma'dan qiyas.3.

    Memahami syari'at Islam dari sumber Al-Qur'an dan As-Sunnah melalui:

    a. sanad (sandaran) para shahabat Nabi SAW. yang merupakan pelaku dan saksi

    ahli dalam periwayatan hadits serta manhaj seleksinya, dan berbagai

    pemikiran yang diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas tasyri'

    (penetapan hukum syar'i) setelah beliau wafat. Mereka terutama empat

    shahabat yang disebut oleh Nabi SAW. sebagai Al-Khulafa' al-Rasyidun telah

    menyaksikan langsung dan memahami dengan cermat pelaksanaan tasyri'yang dipraktikkan oleh Nabi SAW.

    b. sanad dua generasi setelah shahabat, yakni tabi'indan tabi'it tabi'in yang telah

    meneladani dalam melanjutkan tugas tasyri'. Mereka telah mengembangkan

    perumusan secara kongkrit mengenai prinsip-prinsip yang bersifat umum,

    kaidah-kaidah ushuliyyah dan lainnya. Mereka adalah para Imam mujtahid,

    Imam hadits dan lainnya.

    4.

    Memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah secara menyeluruh berdasarkan kaidah-kaidah yang teruji ketepatannya, dan tidak terjadi mu'aradlah (pertentangan)

    antara satu nash dan nash yang lain. Dalam hal, diakui dan diterima:

    a. empat Imam mujtahid termasyhur sekaligus Imam madzhab fiqh dari kalangan

    tabi'in dan tabi'it tabi'in yang telah merumuskan kaidah-kaidah ushuliyyahdan

    menerapkannya dalam melaksanakan tasyri'yang kemudian menjadi pedoman

    bagi generasi berikutnya sampai sekarang. Empat mujtahid besar itu; a. Imam

    Abu Hanifah An-Nu'man ibn Tsabit (80-150 H.), b. Imam Malik ibn Anas (93-173 H.), c. Imam Muhammad ibn Idris Asy-Syafi'i (150-204 H.), dan Imam

    Ahmad ibn Hanbal (164-241 H.).

    b. para Imam madzhab aqidah, seperti Abul Hasan Al-Asyari (260-324), dan Abu

    Mansur Al-Maturidi (W.333 H.).

    c. keberadaan tashawwuf sebagai ilmu yang mengajarkan teori taqarrub

    (pendekatan) kepada Allah SWT. melalui aurad dan dzikir yang diwadahi dalam

    thariqah sebagai madzhab, selama sesuai dengan syari'at Islam. Dalam hal ini

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    19/39

    menerima para Imam tashawwuf, seperti Imam Abul Qasim Al-Junaid al-

    Baghdadi (W.297H.) dan Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H.).

    5.

    Melaksanakan syari'at Islam secara kaffah(komprehensif), dan tidak mengabaikan

    sebagian yang lain.6.

    Memahami dan mengamalkan syari'at Islam secara tawassuth(moderat), dan tidak

    ifrathdan tafrith.

    7.

    Menghormati perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiyah, dan tidak

    mengklaim bahwa hanya pendapatnya yang benar, sedangkan pendapat lain

    dianggap salah.

    8.

    Bersatu dan tolong menolong dalam berpegang teguh pada syari'at Islam meskipun

    dengan cara masing-masing.

    9.

    Melaksanakan amar makruf dan nahi munkar dengan hikmah (bijak/arif), dan

    tanpa tindak kekerasan dan paksaan.

    10. Mengakui keadilan dan keutamaan para shahabat, serta menghormatinya, dan

    menolak keras menghina, mencerca dan sebagainya terhadap mereka, apalagi

    menuduh kafir.

    11.

    Tidak menganggap siapa pun setelah Nabi SAW. adalah ma'shum (terjaga) dari

    kesalahan dan dosa.

    12.

    Tidak menuduh kafir terhadap sesama mukmin, dan menghindari berbagai hal

    yang dapat menimbulkan permusuhan.

    13.

    Menjaga ukhuwwah terhadap sesama mukmin, saling tolong menolong,

    menyayangi, menghormati, dan tidak saling memusuhi.

    14.

    Menghormati, menghargai, tolong menolong, dan tidak memusuhi pemeluk agama

    lain.

    Dasar Penetapan :

    1. Al-Qur'an

    .

    .

    (

    (153:

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    20/39

    (

    :115)

    (

    :

    143)

    ):

    77)

    :

    (50.)

    :(208)

    :

    (

    171)

    :

    (103)

    :(

    256)

    :

    (

    125)

    :(10)

    :(8)

    2. As-Sunnah

    http://ar.islamway.net/search?domain=default&query=%22%D8%A7%D9%84%D9%86%D8%B3%D8%A7%D8%A1%22http://ar.islamway.net/search?domain=default&query=%22%D8%A7%D9%84%D9%86%D8%B3%D8%A7%D8%A1%22http://ar.islamway.net/search?domain=default&query=%22%D8%A7%D9%84%D9%86%D8%B3%D8%A7%D8%A1%22http://ar.islamway.net/search?domain=default&query=%22%D8%A7%D9%84%D9%86%D8%B3%D8%A7%D8%A1%22
  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    21/39

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    22/39

    :

    )

    (

    ( :

    (. ( .)

    ( :

    .)

    ( :

    .)

    ( :

    :

    .)

    ( :

    :

    (.

    3. Aqwal al-Ulama

    1110:

    .

    1172:

    *** . (. ( :

    III.PASAR BEBAS (FREE TRADE)

    Deskripsi

    Sebagai bagian dari warga dunia, Indonesia tidak bisa menghindar dari system

    perdagangan global yang mempertukarkan barang dan jasa dengan mekanisme

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    23/39

    tertentu. Ada banyak mekanisme perdagangan global, salah satunya adalah

    diberlakukannya pasar bebas, dimana penjualan produk antar negara tidak lagi

    dikenakan pajak, bea masuk atau hambatan perdagangan lainnya. Peran pemerintah

    kurang lebih seperti wasit yang memastikan tidak ada kecurangan, sementara aturanmainnya ditentukan oleh regulasi internasional seperti GATT (General Agreement on

    Tariffsand Trade), WTO (WorldTradeOrganisation), GATS (General Agreement on Trade

    in Services), TRIPs (Trade Related Intellectual Property Right), TRIMs (Trade Related

    Invesment Measures), AoA (Agreement on Agriculture) dan sebagainya.

    Dalam konteks lokal Asia Tenggara, Negara-Negara yang tergabung didalam

    ASEAN telah sepakat untuk memberlakukan pasar bebas yang disebut AFTA (Asean Free

    Trade Area) pada bulan Desember 2015.Beberapa point kesepakatan AFTA antara lain

    adalah penghapusan pembatasan komoditas dan penghapusan bea masuk impor

    komoditas yang berada dalam kategori General Exception (GE).Di luar GE, diberlakukan

    CEPT- AFTA (Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area), yakni

    tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif. Komoditas CEPT- AFTA

    umumnya adalah komoditas yang terkait dengan keamanan nasional, keselamatan, atau

    kesehatan manusia, binatang, dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek

    arkeologi dan budaya.

    Dengan diberlakukannya AFTA, arus barang, jasa, investasi, tenaga terampil

    dan modal akan berputar secara bebas diantara Negara ASEAN. Mereka yang memiliki

    daya saing tinggi akan meraup keuntungan besar, sementara yang tidak memiliki daya

    saing akan menjadi pasar bagi pihak lain. Berdasarkan data, Indeks Daya Saing Global

    (Global Competitiveness Index/GCI) Indonesia tahun 2014 berada di peringkat 34,

    sementara Singapura berada di peringkat 2, Malaysia di peringkat 20, dan Thailand

    yang berada di peringkat ke-31. Sementara Filipina berada di peringkat 52, Vietnam di

    peringkat 68, Laos di peringkat 93, Kamboja di peringkat 95, dan Myanmar di peringkat

    134.

    Dengan posisi ini, dapat dikatakan bahwa posisi Indonesia belum terlalu siap.

    Namun sekarang bukan waktunya mempertanyakan kesiapan Indonesia, karena AFTA

    akan dimulai beberapa bulan lagi. Pada aras inilah NU perlu tampil ambil bagian.

    Sebagai ormas keagamaan terbesar, NU diharapkan mampu memberikan landasasan

    syari agar penanganan pasar bebas (free trade) tetap mengacu kepada fitrah

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    24/39

    kemanusiaan. Sementera di level praksis, NU diharapkan mampu menyodorkan konsep

    yang mampu mengayomi warga dari serangan modal yang kian masif.

    Pertanyaan1. Bagaimana pandangan Islam tentang pasar bebas?

    2. Bagaimana keberpihakan Negara kepada rakyat dan ekonomi nasional?

    3. Apa yang perlu dilakukan oleh NU sebagai jamiyyah?

    Jawaban

    1. Pandangan Islam Tentang Pasar Bebas

    Dalam pandangan Islam, manusia adalah alkaun al-jami yang diharapkan

    mampu ber-relasi secara baik secara intrapersonal(hubungan dengan diri sendiri),

    interpersonal (hubungan dunia sosial dan alam) dan transpersonal (hubungan

    dengan Allah). Oleh karena itu, setiap orang diperintahkan untuk hidup seimbang.

    Disamping harus berserah diri kepada Allah dengan beribadah (mahdlah), ia juga

    berkewajiban mencari penghidupan (maisyah) untuk mempertahankan hidupnya.

    Antara dunia dan akhirat, antara ibadah dan maisyah, antara masjid dan pasar,

    tidak berdiri secara diametral, namun berada dalam formasi keseimbangan

    (

    77)

    )

    ,

    4,117

    )

    ),2,

    62)

    Mengingat bahwa kemampuan seseorang berbeda antara yang satu dengan

    lainnya, maka untuk memenuhi kebutuhan, mereka harus melakukan pertukaran.

    Pertukaran ini dilakukan oleh sebuah mekanisme yang dikemudian hari dikenal

    dengan istilah mekanisme pasar. Mekanisme pasar adalah proses yang berjalan atas

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    25/39

    dasar gaya tarik-menarik supply dan demand sehingga terjadi kesepakatan pada

    titik equilibrium.

    Mekanisme pasar tersebut harus diakui telah terbukti berguna untuk

    memecahkan banyak permasalahan ekonomi. Oleh karena itu, Islam pada dasarnyamengakui keberadaan mekanisme pasar. Harga sebuah barang atau jasa diserahkan

    kepada keseimbangan permintaan dan penawaran. Keseimbangan ini terjadi bila

    antara penjual dan pembeli bersikap saling merelakan. Jadi, harga ditentukan oleh

    kemampuan penjual untuk menyediakan barang yang ditawarkan kepada pembeli,

    dan kemampuan pembeli untuk mendapatkan barang tersebut dari penjual. Dalam

    posisi pasar sempurna seperti ini, Negara tidak boleh melakukan intervesi pasar.

    (

    29)

    ),1,410)

    .

    .

    (3,222),

    - -

    .

    ..

    " :

    :

    :

    )

    ( .

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    26/39

    :

    ,

    ("

    5,407)

    ) (

    (

    ,25,3)

    Dalam masalah tertentu, misalnya soal distribusi pendapatan,

    ketidaksempumaam pasar, dan eksternalitas, dimana mekanisme pasar tidak

    mampu menyelesaikan dengan baik, Pemerintah wajib turun tangan dengan

    mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi pasar untuk menjaga

    kesinambungan perniagaan dalam kehidupan masyarakat.

    Apabila penyababnya adalah perubahan pada permintaan dan penawaran,

    maka mekanisme stabilisasi pasar dilakukan melalui intervensi pasar. Sedangkan

    bila penyebabnya adalah distori terhadap permintaan dan penawaran, maka

    mekanisme pengendalian dilakukan melalui penghilangan distorsi.

    ,

    (942,4)

    .

    ,( 1,29)

    :

    .

    ,

    ( .

    1,40)

    Dalam kasus perdagangan internasional, pemerintah diperkenankan

    menerapkan tarif dan bea masuk impor. Disamping untuk menambah kas Negara,

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    27/39

    hal ini juga dimaksudkan untuk menstabilkan harga barang yang beredar di pasar.

    Negara harus memastikan tidak boleh ada mekanisme pasar yang potensial

    melakukan ketidakadilan, sehingga mengganggu terpenuhinya hak dasar seseorang,

    baik yang sifatnya individual (private goods) seperti sandang, pangan dan papan,maupun yang bersifat publik (public goods) seperti pendidikan, kesehatan,

    kelestarian lingkungan, bebas polusi, dan lain-lain.

    (.

    .

    ,220,40)

    (

    )

    (

    )

    (

    )

    )

    (

    ( (

    ( ) (

    )

    (

    )

    )

    (

    )

    (

    ) ) ) (

    ,

    (

    9,282)

    2. Keberpihakan Negara Kepada Rakyat dan Perekonomian Nasional

    Dalam pandangan Islam, negara sebagai artikulasi kekuasaan Allah di muka

    bumi, mempunyai tugas mewujudkan kemaslahatan di antara rakyatnya secara

    dhahir dan batin. Dalam soal ekonomi, Negara wajib menciptakan kemakmuran dan

    kesejahteraan secara adil, mendistribusikan kekayaan negara secara merata kepada

    rakyat, sehingga tidak terjadi konsentrasi perputaran modal diantara mereka yang

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    28/39

    kaya saja. Negara harus memastikan bahwa sumber daya (resources) yang ada

    dikelola untuk sebesar-besarnya memberikan kemakmuran bagi rakyatnya.

    Oleh karena itu, negara harus menciptakan struktur ekonomi yang sehat dan

    adil. Resources diprioritaskan untuk menutup kebutuhan dlaruriyat(necessities), danhanya surplus resourcesyang dicurahkan untuk hal-hal yang hajiyyat(comforts) dan

    hal-hal yang tahsiniyyat (luxuries). Rakyat harus diberi akses yang sama untuk

    mengakses sumber daya alam, memproduksi, mendistribusi, dan mengambil

    keuntungan dari modal tersebut, asal dilakukan secara fair, adil, dan tidak

    menimbulkan mafsadah, baik secara mikro ataupun makro.

    Pada saat yang bersamaan, baik negara maupun rakyat harus sama-sama

    merevolusi mentalnya. Negara harus berkomitmen tinggi untuk menjadi

    pemerintahan yang bersih, jujur, adil dan konsisten memerangi segala tindakan

    yang menjadi virus bagi penyehatan ekonomi Nasional. Sementara rakyat harus

    meningkatkan kreativitas dan kapasitasnya agar mampu bebuat di pasar bebas.

    Tentu lagi-lagi negara harus turun tangan mendampingi mereka, melindungi,

    mendidik, meningkatkan skill dan memberinya akses yang luas terhadap

    permodalan.

    Apabila cara ini sengaja tidak dilakukan, atau dilakukan dengan main-

    main, maka rakyat harus melakukan amar maruf kepada pemerintah sesuai

    porsinya untuk menghindari tindakan anarkis. Mengharapkan orang terus bersabar

    menahan lapar, sementara lingkunganya bergelimang dengan segala kemewahan,

    tentu sangat tidak bermoral. Al-Qur'an menyebut manusia jenis ini sebagai

    pendusta agama.

    :

    :

    :

    (

    )

    )(

    )

    (

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    29/39

    .

    ,( (1,96

    ), (1,129

    )

    : :

    :

    :

    -

    :

    :

    /(1--

    233)

    (

    :1-3(

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    30/39

    ,

    (

    1,17)

    : (

    (

    .

    )

    (

    :

    248

    ): )182

    3. Yang perlu dilakukan oleh NU sebagai jamiyyah

    Umumnya, ekonomi warga NU tumbuh secara natural karena adanya

    sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya

    insentif artifisial, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan

    kelimpahan sumber daya alam, sumber daya manusia, serta peluang pasar.Oleh karenanya, NU perlu meningkatkan daya saing global jamaahnya agar

    mampu bersaing di pasar bebas. Beberapa tindakan yang cukup mendesak untuk

    dilakukan antara lain adalah:

    1. Perluasan akses warga NU terhadap sumber-sumber daya produktif

    (prasarana sosial ekonomi, permodalan, informasi, teknologi, dan inovasi

    teknologi, serta pelayanan publik dan pasar);

    2.

    Pengingkatan kualitas SDM masyarakat NU;3. Mendorong terciptanya perluasan lapangan kerja dengan meningkatkan

    produktifitas dan nilai tambah usaha pertanian dan penumbuhan aktivitas

    ekonomi non pertanian;

    4. Peningkatan kualitas pelayanan-pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan,

    permukiman, infrastruktur ekonomi, dll);

    5. Peningkatan partisipasi masyarakat NU dalam proses pengambilan keputusan

    Negara;6.

    Pemantapan kelembagaan dan organisasi ekonomi berbasis masyarakat NU;

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    31/39

    7. Peningkatan koordinasi lintas bidang, baik dalam internal NU, maupun

    dengan pihak terkait. ***

    IV.

    HUTANG LUAR NEGERI

    Deskripsi :

    Sejarah bangsa Indonesia ternyata sangat lekat dengan utang luar negeri. Sejak

    Indonesia merdeka pada tahun 1945, utang luar negeri tidak pernah terlepas dari kita.

    Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir

    triwulan I-2015 mencapai 298,1 miliar dollar AS. Utang tersebut terdiri dari utang luar

    negeri pemerintah sebesar 132,8 miliar dollar AS (44,5%) dan utang sektor swasta

    sebesar 165,3 miliar dollar AS (55,5%). Posisi ini tumbuh melambat yakni 7,6 % (yoy)

    dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni 10,2 % (yoy).

    Jika dibandingkan dengan data kekayaan sumber daya alam, kondisi tersebut

    sangat ironis dan mengkhawatirkan, walau pemerintah dengan indikator ekonomi

    makro masih menyatakan aman. Akumulasi hutang yang menumpuk membuat

    pertumbuhan ekonomi tidak bergerak, rawan resiko, dan menimbulkan disinsentif bagi

    pengelola ekonomi untuk mencapai kinerja baik akibat terlalu besarnya transfer keluar

    untuk memenuhi kewajiban hutang luar negeri.Sebagai bangsa yang mendambakan kemandirian dan bermartabat di mata

    dunia, kita menginginkan negara yang bebas utang. Walau tidak mudah, sudah saatnya

    kita merenungkan kembali kebijakan defisit anggaran yang digunakan untuk

    mendukung ekspansi fiskal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Kita tidak

    boleh selamanya terjebak pada skema pembiayaan utang untuk membiayai

    pembangunan. Oleh karena itu, dibutuhkan formulasi baru agar pembiayaan

    pembangunan tidak lagi mengandalkan dari utang.

    Pertanyaan

    1. Dalam situasi apa negara boleh utang

    2. Untuk kepentingan apa uang hasil utang bisa digunakan

    3. Apa yang perlu dilakukan agar negara terbebas dari hutang?

    Jawaban1. Dalam situasi apa negara boleh utang

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    32/39

    Allah menjadikan manusia secara berpasangan, ada yang kaya dan ada yang

    miskin. Lazimnya, utang dilakukan oleh si miskin karena adanya ketidakseimbang

    pengeluaran (out put) dan pemasukan (input). Oleh karena itu, mencari pertolonganberupa pinjaman kepada orang lain untuk menambal selisih input dan out put tidak

    dilarang. Sementara meminjami orang/pihak lain yang tengah tertimpa musibah

    ketidakseimbangan input dan out put dipandang sebagai kebaikan.

    Berkaitan dengan transaksi hutang, Islam mengajarkan sebisa mungkin dapat

    menahan diri dari berhutang. Jika terpaksa dilakukan, maka sejak awal harus selalu

    berusaha untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan waktu yang disepakati, atau

    seketika punya kemampuan untuk membayar. Sengaja mengulur pembayaraan

    dipandang sebagai sebuah kedzaliman. Dari sisi kreditur, Islam mengajarkan

    hendaknya dalam memberikan pinjaman, kreditur tidak bermaksud lain kecuali

    menolong, apalagi mencari utung. Jika sudah jatuh tempo, tapi pihak debitur benar-

    benar dalam kondisi tidak mampu, dianjurkan untuk memberi tenggang waktu dengan

    reschedulingatau membebaskannya.

    Demikian juga negara. Sejauh ia dapat membiayai dirinya sendiri, posisi tidak

    mengambil hutang adalah jauh lebih baik. Hutang hanya diperkenankan dalam posisi

    yang sangat membutuhkan untuk pembangunan yang sifatnya produktif sehingga dapar

    segera membayar kembali.

    .

    .

    ..(

    )

    .

    .

    .

    .

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    33/39

    2. Untuk kepentingan apa uang hasil utang bisa digunakan

    Sesuai dengan maqamnya, utang hanya diperkenankan untuk membiayai

    hal-hal yang sifatnya mendesak (hajiyyat), dan diprioritaskan untuk pendanaan hal-

    hal yang berimplikasi pada hajat hidup rakyat, seperti pembangunan energy dan

    infrastruktur. Hal ini karena tugas negara pada hakikatnya adalah menegakkan

    keadilan dan kesejahteraan bagi semua, terutama bagi kalangan rakyat lemah, tanpa

    membeda-bedakan latar belakang keyakinan agama dan kesukuan mereka. Rakyat

    kecil dan lemah itulah yang senantiasa harus menjadi prioritas kerja negara, baik

    dengan uang sendiri atau uang pinjaman. Dana utang sama sekali tidak

    diperkenankan untuk membiayai pos-pos yang menguntungkan sebagian kecil

    rakyat, apalagi dengan cara-cara yang tidak halal.

    --

    -

    -

    .

    .

    .

    .

    --

    .

    .

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    34/39

    .

    .

    3.Apa yang perlu dilakukan agar negara terbebas dari hutang?

    Secara prinsip, negara harus berkomitment untuk segera melunasi semua

    hutangnya. Postur APBN harus ditata sedemikian rupa agar pembangunan tetap

    berjalan, namun pada saat yang sama hutang juga terbayar. Untuk kepentingan ini,

    ada beberapa hal yang perlu dilakukan.

    Pertama, pada dasarnya yang wajib kita bayar adalah utang-utang pokok,

    bukan beban bunga. Oleh karena itu sah apabila Pemerintah RI menuntut

    pembebasan bunga dari negara-negara kreditor.

    Kedua, Pemerintah harus secara tegas mengontrol anggaran agar tidak

    bocor, dan menarik kembali uang negara yang telah dijarah oleh para koruptor, baik

    dari kalangan pejabat atau pengusaha.

    Ketiga, pemerintah sedapat mungkin melakukan efisiensi dengan

    menggunakan barang dan jasa dalam negeri yang dibarengi dengan kebijakan pro

    growth, pro job, pro poor, dan pro environment.

    Keempat, Pemerintah dianjurkan melakukan optimalisasi dana penerimaan

    pajak, cukai dan pembiayaan non utang dari keuntungan pengelolaan aset negara,

    Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pembiayaan dari saldo rekening Pemerintah dari

    penerimaan Rekening Dana Investasi (RDI), Rekening Pembangunan Daerah (RPD),

    Rekening Pembangunan Hutan (RPH), Saldo Anggaran Lebih (SAL), dan rekening

    lainnya. ***

    V. HUKUMAN MATI DALAM PERSPEKTIF HAM

    Deskripsi

    Islam secara tegas mensyariatkan hukuman mati yang lazim disebut

    qishash. Yakni, hukuman mati sebagai sanksi hukum atas tindak kejahatan

    pembunuhan. Hukuman mati juga diterapkan untuk berbagai tindak kejahatan

    berat tertentu. Hukuman mati atas kejahatan berat yang sangat keji merupakanperingatan dan ancaman keras bagi siapa pun agar tidak melakukannya.

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    35/39

    Beberapa negara ternyata menerapkan hukuman mati untuk tindakan

    tertentu yang membahayakan dengan berbagai tujuan. Namun, banyak lebih

    banyak negara tidak menerapkan hukuman mati. Pro dan kontra hukuman mati

    sampai sekarang menjadi perdebatan yang tidak berujung. Pihak yang setujupenerapan hukuman mati mempunyai argumen yang rasional dan faktual, tetapi

    pihak yang tidak setuju tentu tidak kurang alasan.

    Pertanyaan

    1. Mengapakah Islam menerapkan hukuman mati?

    2. Apakah hukuman mati tidak melanggar Hak Asasi Manusia?

    Jawaban

    1.

    Islam Menerapkan Hukuman Mati

    Hukuman mati yang diterapkan dalam syari'at Islam merupakan bukti

    upaya serius untuk memberantas kejahatan berat yang menjadi bencana

    kemanusiaan. Misalnya, hukuman mati bagi pelaku pembunuhan. Sanksi

    hukuman mati itu merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar lagi.

    Hukuman mati merupakan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, dan

    menjadi pelajaran paling efektif bagi orang lain supaya tidak berbuat hal yang

    sama.

    Dengan demikian, dapat difahami bahwa hukuman mati pada hakikatnya

    dimaksudkan untuk beberapa hal, antara lain; a. memberantas tuntas kejahatan

    yang tidak dapat diberantas dengan hukuman yang lebih ringan, b. orang lain

    akan terkendali untuk tidak melakukannya karena mereka tidak akan mau

    dihukum mati, c. melindungi orang banyak dari tindak kejahatan itu.

    2.

    Hukuman Mati Tidak Melanggar HAM

    Hakikat disyari'atkannya hukuman mati sebagaimana paparan di atas

    telah jelas, bahwa hukuman mati tidak dapat dinyatakan melanggar HAM

    terkait dengan hak hidup seseorang. Akan tetapi hukumam mati justeru

    memberantas pelanggaran HAM yang menjadi bencana kemanusiaan terkait

    hak hidup banyak orang. Lebih jelas dan tegas, dapat disimpulkan beberapa hal,

    antara lain:

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    36/39

    b. Hukuman mati merupakan hukuman yang setimpal dengan kejahatan berat

    yang telah dilakukan, yakni pembunuhan, atau kejahatan berat lainnya yang

    merebak dan sulit diberantas dengan hukuman yang lebih rendah.

    c.

    Hukuman mati yang seimbang dengan perbuatannya itu merupakanpelajaran yang paling efektif bagi siapa pun untuk tidak melakukan

    kejahatan berat yang serupa.

    d. Hukuman mati yang setimpal dengan kejahatannya itu merupakan cara

    yang paling tepat untuk melindungi masyarakat luas dari berbagai bentuk

    kejahatan berat khususnya.

    B. Dasar Penetapan

    Al-Qur'an

    ):

    178)

    :

    (

    179)

    :

    (32)

    Al-Sunnah

    ( :

    :

    :

    .)

    .

    Al-Maraji'

    / :

    :

    :

    /

    ( .

    : 11420 1

    210)

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    37/39

    :

    /

    :

    ..... .

    :

    :

    :

    / ( .

    :

    11419 383-84)

    :

    :

    )

    ( :

    ).

    1405 .451)

    :

    { :

    ( }

    32 )

    .

    (

    2137)*** .

    VI.ASAS PRADUGA TAK BERSALAH

    Deskripsi :

    Di antara hadis yang sangat popular di kalangan kaum santri adalah sabda Nabi saw.:

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    38/39

    .

    Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.

    Hadis ini mengandung arti bahwa pada dasarnya manusia itu putih, bersih, jujur,

    adil, baik, dan seterusnya. Sejalan dengan prinsip dasar ini adalah suatu asas yang di

    kalangan ahli hukum, baik hukum positif maupun hukum Islam, dikenal dengan istilah

    asas praduga tak bersalah, yakni bahwa manusia pada dasarnya tidak bersalah. Kaidah

    Fikih mengatakan;

    .

    Pada asalnya, (seseorang) terbebas dari tanggung-jawab.

    Dalam ibarat yang lain dikatakan;

    .

    Orang yang yang dicurigai bebas dari (kesalahan) sampai terbukti kesalahannya.

    Berdasarkan asas ini, bila terjadi sengketa antara dua pihak yang satu berstatus

    sebagai pendakwa () dan yang lain sebagai tersangka/terdakwa ( ), maka

    yang memiliki posisi kuat adalah tersangka/terdakwa. Sedangkan pendakwa berada

    dalam posisi lemah. Oleh karena itu, suatu gugatan/dakwaan tidak bisa diterima kecuali

    memiliki alat bukti kuat yang dapat mengalahkan asas praduga tak bersalah, yaitu

    bayyinah/saksi yang telah teruji integritasnya.

    Apabila pendakwa tidak memiliki alat bukti yang kuat, maka terdakwa bisa

    dimenangkan dengan hanya mengajukan hujah yang lemah, yaitu sumpah. Nabi saw.

    bersabda;

    ,

    .

  • 7/25/2019 Draft Komisi Diniyah Maudhuiyah

    39/39

    Andaikan seseorang dituruti berdasarkan dakwaannya, tentu semua orang akan

    menuntut darah orang lain dan hartanya, tetapi bukti adalah kewajiban pendakwa dan

    sumpah merupakan kewajiban pihak yang mengingkari (dakwaan).37

    Pertanyaannya: dalam soal apa/dalam wilayah apa asas praduga tak bersalah inidapat menjadi pegangan?

    Pertanyaan ini muncul karena banyak persoalan dimana asas ini tidak bisa

    digunakan misalnya soal periwayatan ( ) dan kesaksian (). Riwayat dan

    kesaksian seseorang tidak bisa diterima kecuali disampaikan/diberikan oleh orang

    yang telah teruji integritasnya melalui prinsip tazkiyyah (semacam fit and propertest)

    yang dilakukan secara jujur dan fair. Bahkan orang yang mastr al-adlah(orang yang

    secara lahir tergolong sebagai orang yang baik-baik, tetapi belum diuji) tidak dapat

    diterima riwayat dan kesaksiannya.

    Ini periwayat dan saksi. Lalu bagaimana dengan pemimpin dan pejabat?

    Di dalam kitab-kitab Fikih dijelaskan bahwa syarat-syarat pemimpin atau pejabat

    baik legeslatif, eksekutif, maupun yudikatif tidak kalah sulit untuk dipenuhi dibanding

    syarat-syarat periwayat dan saksi. Syarat terpenting adalah kapabelitas dan integritas,

    kejujuran dan keadilan yang sudah dibuktikan, tidak hanya berdasarkan kondisi lahir

    belaka.

    Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa asas praduga tak bersalah hanya

    dijadikan pedoman dalam konteks tajrm(untuk menghukum seseorang), bukan dalam

    rangka takrm (memberi kehormatan) dengan suatu jabatan atau amanat publik. Orang

    yang sudah terlanjur memegang suatu jabatan kemudian terindikasi kuat melakukan

    penyimpangan selayaknya mengundurkan diri dan tidak terus bertahan dengan dalil

    asas praduga tak bersalah. ***

    ===== o0o =====