etika terapan 1

Upload: harry-novfriandi

Post on 17-Feb-2018

288 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    1/57

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    2/57

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    3/57

    1

    ETIKA TERAPANOleh: Imam T. Wibowo, SE., MA.

    PENDAHULUANSecara umum etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus.Etika

    umum membicarakan mengenai norma dan nilai-nilai moral, kondisi dasar bagi

    manusia untuk bertindak secara etis, bagaiman manusia mengambil keputusan etis,

    teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif (suara hati manusia) dan lainnya. Etika

    umum sebagai ilmu atau filsafat moral dapat dianggap sebagai etika teoretis, kendati

    istilah ini sesungguhnya tidak tepat karena bagaimanapun juga etika selalu berkaitan

    dengan perilaku dan kondisi praktis dan aktual dari manusia dalam kehidupan

    sehari-hari dan tidak hanya bersifat teoretis.1

    Sementara itu etika khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Dalam kaitan ini, norma

    dan prinsip moral ditinjau dalam konteks kekhususan bidang kehidupan manusia

    yang lebih khusus. Etika khusus di sini memberi pegangan, pedoman dan orientasi

    praktis bagi setiap orang dalam kehidupan dan kegiatan khusus tertentu yang

    dijalaninya. Etika khusus juga merupakan refleksi kritis atas kehidupan dan

    kegiatan khusus tertentu yang mempersoalkan praktik, kebiasaan dan perilaku

    tertentu dalam kehidupan dan kegiatan khusus tertentu sesuai dengan norma umum

    tertentu di satu pihak dan kekhususan bidang kehidupan dan kegiatan tersebut dipihak lain.2

    Etika khusus dibagi menjadi etika individual memuat kewajiban manusiaterhadap diri sendiri dan etika sosial, yang merupakan bagian terbesar dari etika

    khusus. Etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota

    umat manusia. Diagram di bawah ini menunjukkan pembagian etika, sebagai

    berikut di bawah ini: 3

    1Dr. A. Sonny Keraf,Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Penebit

    Kanisus, 1998), hlm. 322Ibid, hlm. 32-33

    3Frans Magnis Suseno,ETIKA SOSIAL, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 1989), hlm. 7-8

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    4/57

    2

    Diagram

    Sistematika ETIKA

    PENDAKATAN ETIKA TERAPAN

    Ada dua pendekatan Etika khusus atau Etika Terapan, yaitu: pendekatan

    multidisipliner dan kasuistikyang akan dijelaskan di bawah ini.

    Pendekatan MultidisiplinerPada perkembangannyannya etika sebagai etika terapan atau applied ethics

    ini memberikan kontribusi penting yang dapat diberika etika sebagai bagian dari

    filsafat kepada bidang lintas disiplin ilmu lainnya. Bukan hanya pada Fakultas

    Filsafat berkembang mata kuliah-mata kuliah seperti etika biomedis, etika bisnis,

    etika lingkungan hidup, etika media massa dan lain sebagainya. Perkembangan

    yang sama terjadi juga di fakultas-fakultas lainnya, misalnya etika biomedis

    diberikan di Fakultas Kedokteran, etika bisnis di Fakultas Ekonomi dan seterusnya.

    Dengan demikian etika bagaikan magnet yang menghimpun ilmu-ilmu atau bidang

    kajian lainnya.4

    Kerja sama etika dengan disiplin ilmu lain tersebut diperlukan, sehubungan

    dengan etika harus melakukan pertimbangan-pertimbangan sesuatu yang di luar

    bidangnya. Seorang Etikawan tentunya akan mengalami kesulitan untuk

    memberikan pertimbangan dengan baik, bila tidak mendapatkan penjelasan-

    penjelasan yang memadai dan lengkap yang hanya diperoleh dari disiplin ilmu yang

    membidanginya.5

    Misalnya, seorang etikawan tidak akan mendapatkan penjelasan

    4K Bertens, Panorama Filsafat Modern,(Jakarta: Penerbit Teraju PT Mizan Publika,

    2005), hlm. 24-255Antonius Atosokhi Gea,Relasi Dengan DuniaAlam, Iptek dan Kerja, (Jakarta: Penerbit

    PT Elex Media Komputindo, 2005), hlm 24

    ETIKA

    UMUM

    Prinsip

    Moral dasar

    KHUSUS

    terapan

    ETIKA INDIVIDUAL

    ETIKA SOSIAL

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    5/57

    3

    yang memadai, ketika memberi pertimbangkan mengenai masalah bayi tabung,

    apabila etikawan tersebut tidak mendapatkan penjelasan yang memadai dari dunia

    kedokteran. Demikian juga para profesional seperti halnya Ikatan dokter Indonesia

    pun menuliskan dampak teknologi kedokteran bagi etika.6

    Kasuistik

    Sehubungan dengan etika terapan menggeluti masalah-masalah yang sangat

    konkret, tidak mengherankan bahwa di sini telah berkembang kebiasaan untuk

    mempelajari kasus, seperti yang telah dilakukan oleh ilmu kedokteran dengan etika

    biomedisnya dan ilmu manajemen dengan etika bisnisnya kasus-kasus banyak

    dibicarakan. Bahkan saat ini sudah ada buku-buku yang memuat kasus-kasus dan

    pembahasan dari kasus tersebut, baik di bidang etika biomedis maupun etika bisnis,

    misalnya kasus-kasus yang membahas Susu Bayi Nestle, kasus mobil Ford Pinto dan

    kasus-kasus lainnya di bidang etika bisnis.

    7

    Kasuistik itu sendiri merupakan usaha memacahkan kasus-kasus konkret di

    bidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum. Jadi, Kasuistik

    ini sejalan dengan maksud umum dari etika terapan. Tidak mengherankan bila

    dalam suasana etis yang menandai jaman kita saat ini, timbul minat baru untuk

    kasusistik ini. Kasuistik itu sendiri memiliki sejarah panjang dan kaya yang

    sebenarnya sudah ada sejak Aristoteles menyatakan etika sebagai ilmu praktis.8

    Pertimbangan moral yang praktis selalu bersifat kasuistik. Dalam hal ini

    kasuistik secara khusus dapat membantu menjembatani kesenjangan antara

    relativisme9

    dan absolutisme. Pada satu sisi adanya kasuistik mengandaikan secara

    tidak langsung bahwa relativisme moral tidak bisa dipertahankan. Dalam hal inimengandaikan, bahwa setiap kasus memiliki kebenaran-kebenaranannya masing-

    masing, maka dalam pandangan ini kasuistik sebenarnya tidak diperlukan lagi. Di

    satu sisi norma-norma etis juga tidak juga bersifat absolut begitu saja, sehingga sulit

    diterapkan tanpa mempertimbangkan situasi konkret. Jadi faktor situasi konkret

    yang disebut dengan circumstantiae merupakan faktor yang penting yang menjadi

    pertimbangan, faktor inilah yang merupakan faktor khas yang menandai situasi

    tersebut atau dalam bahasa Indonesia kita kenal sebagai sikon. Sebuah rumusan

    klasik yang tetap berlaku hingga saat ini untuk memahami kasuistik ini berupa

    rumusan: quis, quid, ubi, quibus auxiliis, cur, quomodo, quando atau dalam

    6Kartono Mohamad di dalam K. Bertens,ETIKA, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka

    Utama, 2007), hlm. 2747K. Bertens, Keprihatian Moral Telaah atas Masalah Etika, (Yogyakarta: Penerbit

    Kanisius, 2003), hlm. 268K. Bertens,ETIKA, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 275-276

    9Relativisme moral merupakan pendekatan filosofis yang menyatakan bahwa moralitas

    didasarkan terutama pada budaya, dan bahwa pada kenyataannya tidak ada kebenaran dan kealahanmutlak.

    Patricia J. Parsons,Etika Public Relation, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), hlm. 37

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    6/57

    4

    bahasa Indonesia yang sudah sangat populer dengan siapa, apa, di mana, dengan

    sarana mana, mengapa, bagaimana, kapan kasuistik ini dirumuskan.10

    METODE ETIKA TERAPAN

    Etika terapan merupakan pendekatan ilmiah yang pasti tidak seragam. Etikasebagai ilmu yang praktis tidak ada metode yang siap pakai yang dapat begitu saja

    digunakan oleh orang yang berkecimpung dalam bidang ini. Pada etika terapan,

    variasi metode dan variasi pendekatan berbeda-beda. Dalam hal ini paling tidak ada

    empat unsur yang melalui salah satu cara selalu berperan dalam etika terapan.

    Empat unsur tersebut mewarnai setiap pemikiran etis, jadi metode etika terapan

    dalam hal ini sejalan dengan proses terbentuknya pertimbangan moral pada

    umumnya. Empat unsur yang dimaksud disini adalah: Sikap awal, informasi,norma-norma moral, logika. Berikut di bawah ini dipaparkan empat unsur tersebut,

    sebagai berikut:

    11

    1. Sikap Awal

    Selalu ada sikap awal dan tidak pernah bertolak dari titik nol dalam

    membentuk suatu pandangan mengenai masalah etis apa pun. Sikap moral

    ini dapat berupa pro atau kontra atau juga netral, atau malah tidak peduli

    sama sekali, namun sikap-sikap awal ini belum direfleksikan. Sikap awal ini

    terbentuk karena berbagai faktor misalnya pendidikan, kebudayaan, agama,

    pengalaman pribadi dll. Sikap awal akan bertahan sampai suatu saat

    berhadapan dengan suatu peristiwa atau keadaan yang menggugah reflesinya.

    Bisa jadi sikap awal tersebut menjadi masalah ketika berjumpa dengan orang

    yang memiliki sikap yang berbeda dengan dirinya. Pada awalnya mungkinkita belum berpikir mengapa kita bersikap demikian, misalnya dalam

    masyarakat yang sudah biasa menggunakan teknologi nuklir sebagai sumber

    energinya, tanpa keberatan apa pun mereka menerima begitu saja

    penggunaan energi nuklir tersebut. Akan tetapi seiring dengan sikap negara

    yang menggunakan nuklir sebagai alat persenjataannya, seperti Korea Utara

    yang sering kali melakukan uji coba nukir ditambah dengan peristiwa gempa

    besar di Jepang yang merusak reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir yang

    efeknya begitu besar bagi manusia, peristiwa tersebut seperti membuka mata

    masyarakat akan bahaya energi nuklir bagi kehidupan manusia. Dariperistiwa ini sikap awal orang akan tergugah dan menjadi problema etis.

    2. Informasi

    Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang diperlukan adalah

    informasi. Hal itu terutama mendesak bagi masalah etis yang terkait dengan

    perkembangan ilmu dan teknologi, seperti masalah di atas. Bisa saja sikap

    awal yang diambil pro, karena energi nuklir energi yang sangat murah

    namun menghasilkan energi listrik yang besar. Sikap awal seringkali bersifat

    subjektif yang tidak sesuai dengan kondisi objektifnya. Melalui informasi

    10K. Bertens, Keprihatian Moral Telaah atas Masalah Etika,hlm. 33-35

    11K. Bertens,ETIKA, hlm. 295-303

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    7/57

    5

    dapat diperoleh, bahwa bahan sisa-sisa energi nuklir ternyata tidak mudah

    musnah. Sampah nuklir mengandung radioaktif yang membutuhkan 6000

    tahun untuk tidak aktif. Hal ini tentu sangat mencemari lingkungan, air,

    tanah dan udara melalui radioaktif yang dilepaskan ke udara. Tentu

    informasi-informasi ini diperoleh melalui data ilmiah yang dapatdipertanggungjawabkan, informasi tersebut diperoleh dari para ahli di

    bidangnya. Dengan demikian etika terapan memerlukan informasi-informasi

    yang berkaitan dengan masalah etis tersebut, hal ini sesuai dengan konteks

    yang sudah dijelaskan di atas etika terapan mengadakan pendekatan

    multidisipliner.

    3. Norma-norma Moral

    Metede etika terapan berikutnya adalah norma-norma moral yang relevan

    untuk topik atau bidang bersangkutan. Penerapan norma-norma moral ini

    merupakan unsur terpenting dalam metode etika terapan. Penerapan norma-norma ini bukan merupakan pekerjaan yang mudah, tidak seperti mata kuliah

    teknik yang dapat menerapkan prinsip teori teknik secara langsung dalam

    mengaplikasikannya ke dalam praktik, misalnya dalam membangun sebuah

    bangunan. Hal ini lebih dikarenakan norma-norma tersebut tidak dalam

    kondisi siap sedia dan tinggal diterapkan begitu saja, akan tetapi norma-

    norma tersbut perlu diuji dan dibuktikan terlebih dahulu, sebagai norma yang

    dapat diterima dan digunakan untuk kasus tersebut, serta dapat diterima

    secara umum. Misalnya mengenai masalah perbudakan, tidak serta merta

    semua orang menyadari bahwa hal itu tidak sesuai norma. Hal ini melalui

    penerapan pada sekelompok kecil yang akhirnya mempengaruhi orang secarakeseluruhan, bahwa perbudakan bukan hal yang baik untuk kemanusiaan.

    4. Logika

    Etika terapan harus bersifat logis, dalam hal ini menuntut uraian yang logis

    dan rasional dalam pemaparannya. Melalui bantuan logika dapat

    memperlihatkan bagaimana suatu argumentasi mengenai masalah moral,

    kaitan antara kesimpulan etis dengan premis-premisnya dan apakah

    penyimpulannya tersebut tahan uji, jika diperiksa secara kritis menurut

    aturan-aturan logika. Melalui logika dapat menunjukkan kesalahan-

    kesalahan penalaran dan inkonsistensi yang terjadi dalam argumentasi yangdipaparkan. Logika juga dapat menilai definisi yang tepat tentang konsep

    yang dibicarakan dalam etika terapan. Diskusi akan menjadi tidak terarah

    apabila penyaji tidak berhasil mendefinisikan topik-topik yang dibahas itu

    secara jelas. Misalnya penyaji harus terlebih dahulu mendefinisikan

    mengenai topik perjudian, korupsi, suap dan sebagainya secara jelas menurut

    aturan logika. Melalui pendefinisian yang dibantu dengan logika tersebut

    perdebatan moral menjadi lebih terarah dan menarik.

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    8/57

    6

    PENUTUP

    Demikianlah etika terapan merupakan penerapan prinsip-prinsip atau norma-

    norma moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Dalam kaitan ini, norma

    dan prinsip moral ditinjau dalam konteks kekhususan bidang kehidupan manusia

    yang lebih khusus. Etika terapan juga bersifat multidisipliner, dalam hal inimemerlukan ilmu-ilmu lain selain etika untuk menjelaskan masalah yang disoroti,

    agar dalam penyimpulan etis dapat dilakukan dengan tepat. Metode etika terapan

    terdapat empat unsur yang terdiri dari: sikap awal, informasi, norma-norma moral,

    logika

    DAFTAR PUSTAKA

    Dr. A. Sonny Keraf,Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: PenebitKanisus, 1998)

    Antonius Atosokhi Gea, Relasi Dengan Dunia Alam, Iptek dan Kerja, (Jakarta:Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2005)

    Frans Magnis Suseno,ETIKA SOSIAL, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 1989)

    K Bertens, Panorama Filsafat Modern, (Jakarta: Penerbit Teraju PT Mizan Publika,

    2005)

    K. Bertens, Keprihatian Moral Telaah atas Masalah Etika, (Yogyakarta: PenerbitKanisius, 2003)

    K. Bertens,ETIKA, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007)

    Patricia J. Parsons,Etika Public Relation, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004)

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    9/57

    7

    ETIKA SOSIALoleh: Imam Tjahjo Wibowo, SE., MA.

    PENDAHULUAN

    Pembagian lain dari Etika Terapan adalah pembedaan antara etika individual

    dan etika sosial. Bidang kajian etika individual membahas berbagai kewajibanmanusia terhadap dirinya sendiri, sementara itu etika sosial lebih menekankan

    kepada pembahasan kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat. Pembagian

    etika kedalam etika individual dan etika sosial ini pun sebenarnya diragukan

    relevansinya, mengingat manusia secara individu merupakan bagian dari

    masyarakat, dengan demikian agak sulit membedakan etika yang semata-mata untuk

    individu manusia tertentu dan etika yang semata-mata sosial. Sebut saja masalah

    yang berkaitan dengan kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri, misalnya bunuh

    diri yang sama sekali tidak melibatkan orang lain diprosesnya, tetap saja pada

    akhirnya merepotkan orang lain yang menemukan dirinya yang sudah didapatitidak bernyawa, karena orang yang bersangkutan memiliki famili, teman-teman,

    tetangga dan lain sebagainya.12

    Dengan demikian tidak ada suatu masalah pun yang dapat dilepaskan begitu

    saja dari konteks sosial, sehingga pembagian etika ke dalam etika individual

    kehilangan relevansinya, mengingat manusia sebagai mahluk sosial.

    PEMBAGIAN ETIKA SOSIAL

    Secara khusus etika sosial membahas menyangkut hubungan antara manusia

    dengan manusia lainnya, etika sosial memiliki ruang lingkup yang sangat luas.

    Etika sosial menyangkut hubungan individu yang satu dengan individu yang

    lainnya, serta menyangkut juga interaksi sosial secara bersama-sama, termasuk

    dalam bentuk-bentuk kelembagaan (Keluarga, masyarakat, dan negara), sikap kritis

    terhadap paham yang dianut, serta pola perilaku dalam bidang kegiatan masing-

    masing.13

    Selanjutnya Sonny Keraf membagi etika tersebut sebagai berikut di bawah

    ini:14

    12Kees Bertens,ETIKA, (Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 27213

    A. Sonny Keraf,ETIKA BISNIS, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998), hlm. 3414

    Ibid, hlm. 34

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    10/57

    8

    Etika Umum

    Etika Etika Individual

    - Sikap terhadap sesama

    - Etika Keluarga

    Etika Khusus Etika Sosial

    - Etika gender -Biomedis

    -Bisnis

    - Etika Profesi --Hukum

    Etika Lingkungan -Ilmu

    - Etika Politik Pengetahuan

    - Pendidikan- Kritik Ideologi -dll

    Dengan demikian, melihat sistematika pembagian etika khusus di atas,

    hampir seluruh materi etika terapan yang diberikan dalam Mata Kuliah Etika di

    Universitas Kristen Maranatha pada setengah semester ini sebagian bersar

    merupakan bidang kajian dari Etika Sosial yang terdiri atas: Etika Bisnis, Etika

    Politik dan Etika Seksual.

    TEMA-TEMA ETIKA SOSIAL

    Berikut dipaparkan tema-tema yang terdapat dalam kajian Etika Sosial,

    sebagai berikut di bawah ini:

    Menurut buku Manual of Social Etics15 terdiri atas: The Natural Law, TheDignity of Man, Mans Natural Rights, The Rights to Life, The Right toBodily Integrity, The Family, The State, Lesser Associations in the State,Vocational Organization, Trade Unionism, Education, Property, Capitalism,Communism, Strikes, Wages, Profit-Sharing and Co-Partnership.

    15Reverend James Kavanagh, B.A., S.T.L., Dipl. Econ.Sc. (Oxon),Manual of Social Ethics,

    (Dublin: M.H. Gill and Son LTD, 1956)

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    11/57

    9

    Sedangkan menurut buku ETIKA Sosial karya Jenny Teichman16

    , Bagian

    Pertama: Dasar Etika terdiri dari (Moralitas dan Humanitas; Egoisme,

    Relativisme dan Konsekuensialisme); Bagian Kedua: Pembelaan

    Humanisme (Manusia dan Pribadi, Manusia dan Binatang, Manusia dan

    Mesin), Bagian Ketiga: Kematian dan Kehidupan (Eutanasia- Pro danKontra, Eutanasia Logika dan Praktek, Aborsi, Etika Profesional), Bagian

    Keempat: Ideologi dan Nilai (Feminisme dan Maskulisme, Kebebasan

    Berpikir dan Berekspresi dan Kelompok Kiri, Kanan dan Hijau)

    DASAR ETIKA

    Tindakan atau cara bertindak seseorang dipengaruhi oleh keyakinannya

    mengenai apa yang baik dan yang jahat, ada anggapan bahwa teori-teori etika tidak

    mempengaruhi tindak-tanduk seseorang. Akan tetapi anggapan ini nampaknya

    keliru, teori yang berbeda akan membuat tindakannya pun berbeda pula. Kelompokkonsekuensialis dalam hal ini utilitarian dan teman-temannya akan melihat sisi

    manfaat atau keuntungannya ketimbang sisi benar dan salah apa yangdilakukannya.17

    Demikian juga dengan Egoisme,dalam hal ini egoisme teoritis merupakan

    teori yang menempatkan moralitas pada kepentingan dirinya sendiri. Secara kodrati

    menurut faham ini segala tindakan manusia didorong oleh motivasi cinta diri dan

    tindakan-tindakan yang nampak sepertinya tidak menunjukan cinta diri, namun

    ternyata ada motivasi lain dibalik tindakannya tersebut. Misalnya hasrat menolong

    orang menurut faham ini didasari oleh rasa cinta diri itu sendiri. Sementara itu

    Friedrich Nietzsche menekankan bahwa pandangan egoisme itu harus dianut,manusia unggul harus menganut egoisme agar dapat memajukan bangsanya (ber-mensch).

    18

    Adapun Relativismemoral merupakan aliran etika yang menyatakan benar

    dan salahnya bergantung pada masyarakat tempat dimana manusia itu hidup.

    Seperti kita maklumi bahwa masing-masing kelompok masyarakat memiliki kode

    perilaku yang berbeda-beda. Dengan demikian terdapat standar moralitas yangberbeda-beda, seseorang tidak dapat menghakimi orang lain dari komunitas lain

    yang berbeda standar moralnya, bila ini terjadi maka ini berarti terjadi imperialisme

    kultur. Apabila berpegang pada sudut pandang relativisme moral, kegiatan para KuKlux Klan dipandang sebagai tindakan yang jahat dan tidak adil dari sudut pandang

    orang kulit hitam saja atau rasisme harus selalu dikutuk, kecuali ditempat dimana

    masyarakat dapat menerima pandangan membeda-bedakan menurut dasar ras. Maka

    dengan demikian, jika semua nilai bersifat relatif bagi suatu masyarakat, maka tidak

    ada alasan untuk mengatakan bahwa konsistensi yang logis sebagaimana adanya

    16Jenny Teichman,ETIKA SOSIAL, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998)17

    Ibid, hlm. 318

    Ibid,hlm. 5-10

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    12/57

    10

    lebih baik daripada rasisme atau tirani, semuanya bergantung pada sudut pandang

    masyarakat bersangkutan.19

    Menempatkan manusia pada sisi harkat dan martabatnya diperlukan dalam

    mempelajari berbagai teori-teori etika yang ada, agar kita dapat memiliki prinsip

    dalam mengambil sebuah tindakan. Dan prinsip tindakan itu adalah terletak padapenghargaan terhadap harkat dan martabat manusia yang menjadi dasar yang utama

    dalam tindakan seseorang.

    Jenny Teichman dengan tegas mengemukakan prinsip dasar yang harus

    dipegang dalam etika sosial, prinsip pertama adalah bahwa manusia secara intrinsik

    berharga, yakni kudus, dalam arti religius ataupun sekuler dan kedua bahwa manusia

    mempunyai hak-hak kodrati.20

    KEHIDUPAN MANUSIA DAN NILAI INTRINSIK

    Lebih lanjut Jenny Teichman dalam bukunya ETIKA SOSIALmengemukakan mengenai nilai intrinsik dalam kehidupan manusia. Kehidupan

    manusia dan nilai intrinsiknya dapat kita ketahui melalui pertimbangan-

    pertimbangan sebagai berikut:21

    1. Hampir setiap orang ingin hidup, apakah mereka bahagia atau pun tidak

    dengan caranya masing-masing, menunjukkan kepada kita bahwa hidup itu

    memiliki nilai yang lebih besar dari sekedar keberadaan jiwa maupun

    raganya. Selain itu orang-orang di mana pun menilai kehidupan mereka

    sendiri dan kehidupan orang-orang yang mereka cintai lebih tinggi daripada

    apa pun yang lain di dunia ini.

    2.

    Kehidupan manusia hanya mempunyai nilai intrinsik jika layak dihidupi.Kehidupan yang bagaimana yang layak dihidupi itu? Apakah hidup yang

    tidak layak dijalani ada dalam penderitaan seperti dalam keadaan sakit yangberkepanjangan atau bahkan keadaan koma. Namun kehidupan dalam

    tahanan, kesedihan, ataupun kesakitan bahkan dalam kekurangan makanan

    pun ternyata dinilai layak dijalani.

    3. Kaum utilitaris berpendapat bahwa hanya keadaan jiwa seperti dalam

    keadaan senang dan bahagia yang memiliki nilai intrinsik, pendapat ini

    digambarkan seperti menaruh kereta di depan kuda. Sementara itu apabila

    kita menilai sebilah pisau, kita menilainya hanya sebagai alat saja, lainhalnya kita menilai sebuah Lukisan Leonardo da Vinci, maka kita

    mengatakan lukisan tersebut memiliki nilai intrinsik. Dengan demikian

    penilaian memiliki nilai intrinsik tersebut dinilai dari kualitasnya bukan

    dilihat dari sisi instrument yang memiliki kegunaan saja. Demikian juga

    halnya dengan menilai manusia jika dilihat dari sisi kebergunaan sebagai

    19Ibid, hlm 10-15

    20Jenny Teichman, hlm 2021

    Ibid, hlm. 22-24

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    13/57

    11

    instrumen tadi, maka manusia yang ada dalam keadaan yang tidak berdayamungkin dinilai tidak ada gunanya.

    4. Kalau begitu jika kehidupan manusia tidak mempunyai nilai intrinsik,

    bagaimana manusia dapat memberikan nilai kepada hal-hal lain? Bagaimana

    suatu yang bernilai sekunder dapat memahami dan menciptakan sesuatu yangbernilai primer?

    5. Bila masyarakat yang moral dan politiknya didasarkan atas teori bahwa

    kehidupan manusia tidak mempunyai nilai intrinsik akan bertindak

    memperlakukan orang lain sebagai cecunguk yang layak diinjak dan

    ditendang, misalnya perlakuan terhadap orang Yahudi.

    6. Jika ada tataran nilai di dunia ini dan manusia tidak berada pada puncak

    tataran ini, lalu apakah yang ada di puncak?

    Dalam poin-poin tersebut di atas dapatlah kita simpulkan bahwa setiap manusiabernilai pada dirinya sendiri, dan sama sekali tidak mengurangi nilainya manakala

    manusia ada dalam kehidupan tidak bahagia sekali pun. Sehingga tidak ada alasa

    bagi kita memandang rendah sesama kita, betapa pun secara kedudukan misalnya

    dia adalah rakyat jelata dan miskin sekali pun, tetaplah kita harus menghormati diasebagai manusia.

    Karena manusia bernilai pada dirinya sendiri, maka manusia pun

    merupakan tujuan pada dirinya sendiri. Hal ini dapat diartikan, bahwa tidak ada

    alasan sedikit pun bagi kita menggunakan manusia sebagai sarana untuk mencapai

    suatu tujuan. Tidak selayaknya mengorbankan orang-orang atau golongan yang

    lemah demi kemajuan masyarakat, hal ini jelas menyangkal manusiawinya sendiri.22

    HAK-HAK ASASI UNIVERSAL

    Gagasan mengenai hak-hak manusia yang universal atau hak-hak kodrati,

    merupakan konsep pokok yang mendasari dan menginspirasi revolusi Amerika

    maupun Prancis. Ada beberapa jenis hak yang berbeda, diantaranya: hak-hak

    warisan, hak-hak legal, hak-hak sipil, dan hak-hak kodrati atau hak-hak asasi

    manusia.23

    Hak-hak warisan dalam hal ini tidak memerlukan negara dalam

    pembelaannya, hak ini terbahas secara implisit dalam saling pemahaman dankepercayaan. Hak-hak legal mengandaikan adanya sistem hukum. Adapun Hak-hak sipil dimiliki oleh semua warga (dewasa) meliputi, hak-hak yang berkaitandengan hak legal, dan hak-hak yang berkaitan dengan pemerintah demokrasi seperti

    hak memilih. Sementara itu Hak-hak kodrati meliputi hak-hak mutlak danuniversal. Hak-hak itu diakui sebagai dimiliki oleh semua manusia tanpa kecuali.

    24

    22Frans Magnis Suseno,ETIKA SOSIAL, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982). Hlm.

    90-9123

    Jenny Teichman, hlm. 24-2524

    Ibid, hlm 26-27

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    14/57

    12

    Mengenai hak kodrati ini, Thomas Hobbes (1588-1679) mengemukakan

    dalam bukunya yang terkenal Leviathan, bahwa manusia memiliki hak asasi yangmasing-masing setiap individu miliki, namun rangka pemenuhan haknya itu antara

    manusia yang satu dengan manusia yang lain terjadi yang namanya bellum omnes

    contra omnia (perang semua melawan semua) dan homo homini lupus (manusiaadalah serigala bagi sesamanya). Untuk itulah, Hobbes membayangkan sebuah

    keadaan asali atau the state of nature dimana saat semua manusia mengadakankontrak sosial, setiap manusia dalam kontrak sosial itu menyerahkan kekuasaan dan

    hak-hak kodratinya kepada sebuah lembaga yang disebut negara, agar ada lembaga

    yang memiliki kekuatan mengamankan kepentingan manusia itu dan memaksakan

    norma-norma dan ketertibannya.25

    Berbeda dengan Hobbes yang menggambarkan keadaan manusia yang saling

    bertentangan, karena masing-masing memiliki kepentingannya sendiri-sendiri. John

    Locke (1632-1704) dalam bukunya The Second Treatise of Government,menggambarkan keadaan asali manusia yang hidup bermasyarakat diatur olehhukum-hukum kodrat dan masing-masing individu memiliki hak-hak yang tak boleh

    dirampas darinya. Jadi dalam masyarakat asali itu ada kebebasan dan kesamaan.26

    Dalam pemaparan di atas kita sudah melihat sekilas ide mengenai hak-hak

    asasi manusia yang universal ini dikemukakan oleh para filsuf, dan di dalam

    pemaparan mengenai kehidupan manusia dan nilai intrinsiknya telah dipaparkan

    bahwa manusia memiliki nilai pada dirinya sendiri atau dengan kata lain berharga

    dan memiliki martabat. Martabat manusia di hormati, apabila segenap anggota

    masyarakat dihormati hak-hak asasinya.

    Hak Asasi Manusia

    Apa itu hak asasi manusia? Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang dimiliki

    manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau negara, melainkan

    berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Hak-hak itu dimiliki manusia karena ia

    manusia. Sejak seseorang berada dalam kandungan ibunya sampai dengan ia

    dilahirkan, ia sudah memiliki hak-hak asasi tersebut. Dalam pemandangan hak asasi

    manusia, bahwa hak-hak itu tidak dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku

    oleh masyarakat atau negara.27

    Hak asasi manusia tersebut dapat dibedakan dalam tiga kelompok, sebagaiberikut:28

    (1)Hak-hak kebebasan, hak-hak ini bersifat melindungi kebebasan dan otonomi

    manusia dalam kehidupan pribadi. Hak-hak ini meliputi diantaranya: (a) hak

    atas hidup, keutuhan jasmani, kebebasan bergerak (pada dasarnya hak di

    dalam kebebasan fisik manusia); (b) kebebasan dalam memilih jodoh,

    kebebasan beragama (dan hak-hak lainnya yang meliputi kebebasan secara

    25F. Budi Hardiman, FILSAFAT MODERN DARI MACHIAVELLI SAMPAI NIETZSCHE,

    (jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 65-7226Ibid, hlm 80-8127

    Frans Magnis Suseno,ETIKA SOSIAL, hlm. 98-9928

    Ibid, hlm. 99-101

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    15/57

    13

    psikis); (c) perlindungan terhadap hak milik, hak untuk tidak ditahan secarasewenang-wenang dan hak atas perlindungan hukum lainnya (dan hak-hak

    lain yang berkaitan dengan kebebasan normatif).

    (2)Hak-hak demokratis, hak-hak ini berdasarkan keyakinan akan kedaulatan

    rakyat, dimana rakyat berhak untuk mengurus diri sendiri di dalamnyatermasuk hak untuk memilih dengan bebas siapa yang akan mewakili dalam

    lembaga yang berwenang untuk membuat undang-undang, hak untuk

    menyatakan pendapat, kebebasan pers, hak untuk berkumpul dan

    membentuk serikat (perkumpulan).

    (3)Hak-hak sosial, hak-hak ini berdasarkan kesadaran bahwa masyarakat dan

    negara berkewajiban untuk mengusahakan kesejahteraan masyarakat pada

    umumnya. Dalam hal ini meliputi hak atas jaminan sosial dasar seperti hak

    atas pekerjaan, mendapatkan upah yang wajar, perlindungan terhadap

    pengangguran, hak atas pendidikan, hak wanita atas perlakuan yang sama,dan hak untuk dapat ikut dalam kehidupan kultur masyarakat.

    Jelaslah hak-hak asasi manusia tersebut dapat dijabarkan dalam pembagian di atas

    dan hak-hak tersebut perlu dirumuskan secara konkrit, agar nilai-nilai dan filosofi

    hidup luhur yang menghargai martabat manusia tersebut memiliki arti dan

    dikongkritkan dalam kehidupan nyata. Dengan demikian menghormati hak-hak

    asasi manusia beserta harkat dan martabatnya dapat diukur. Hak-hak asasi manusia

    merupakan sarana perlindungan manusia terhadap kekuatan politi, sosial, ekonomi,

    kultural dan ideologis yang melindasnya. Maka sebaiknya pembangunan yang

    berperikemanusiaan dan bermartabat itu jelas ukurannya adalah tidak melanggar hakasasi manusia.

    KEMATIAN DAN KEHIDUPAN

    Dalam bagian ini, bagaiman kita memandang mengenai kematian, apakah

    manusia memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya, sehubungan dengan berbagai hal

    dalam kehidupannya, misalnya penyakit yang sulit disembuhkan yang menyebabkan

    penderitaan yang sedemikian hebatnya.

    Eutanasia dalam Oxford English Disctionary dirumuskan the painless killing

    of a patient suffering from an incurable and painful disease or in an irreversiblecoma

    29atau sebagai kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam

    kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak tersembuhkan.

    Ada tujuh alasan yang dapat diberikan untuk mendukung pembunuhan belas

    kasih ini, meliputi: (1) tesis filosofis bahwa setiap pribadi rasional mempunyak hak

    yang tidak dapat dialihkan dan tidak dapat dikurangi untuk membunuh dirinya

    sendiri; (2) anggapan mengenai kepemilikan, bahwa kehidupan seseorang

    merupakan miliknya sendiri; (3) fakta bahwa sejumlah penyakit dirasakan membuat

    sangat menderita; (4) keputusan yang mengakibatkan sejumlah kehidupan

    kendatipun bukan karena rasa sakit, namun dirasa tidak memiliki arti atau hidupnya

    29http://oxforddictionaries.com/definition/english/euthanasiadiakses 10 Maret 2013

    http://oxforddictionaries.com/definition/english/euthanasia
  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    16/57

    14

    sudah tidak berarti lagi (kualitas hidup); (5) pendapat bahwa ketergantungan kepada

    perhatian orang lain yang merendahkan dan tidak pantas (martabat dan penghinaan);

    (6) gagasan bahwa teknik medis modern memaksa kita untuk menerima

    pembunuhan belas kasih dalam banyak kasus dan (7) teori filosofis mengenai

    tindakan dan kelalaian.30

    Berdasarkan ketujuh alasan yang mendukung adanya eutanasia ini, marilah

    kita membahas satu-persatu sanggahan atas dukungan terhadap eutanasia di atas.

    Pertama, salah satu pendukung yang mengajak untuk menghormati

    Otonomi,merumuskan prinsip bahwa kepada kita membiarkan para pelaku rasional

    untuk menghayati hidupnya sendiri menurut keputusan otonomnya sendiri, bebas

    dari paksaan atau campur tangan. Jika pelaku itu memilih secara otonom untuk

    mati, maka hormat pada otonomi itu membawa kita untuk memantu mereka

    melakukan apa yang mereka pilih. Dalam pemikiran ini jelaslah ada sesuatu yang

    salah, prinsip otonomi seperti yang dilukiskan di atas akan membawa pada doktermematikan siapa pun, termasuk orang sehat, demi permintaannya.31

    Pendapat di atas tentu tidak dapat diterima oleh Kant (sebagai Bapa

    Deontologis, bagi Kant otonomi tidak sama dengan hak supaya keinginannya yang

    sepertinya rasional, diperlakukan sebagai suatu keharusan yang mutlak. Menurut

    Kant dalam Kritik der praktischen Vernunft, mengemukakan pengetahuan moral,misalnya dalam putusan orang harus jujur, tidak menyangkut dengan kenyataan

    yang ada, melainkan sebagai suatu kenyataan yang seharusnya atau das sollen.Pengetahuan semacam ini bersifat a priori, karena tidak perlu hal yang empiris,namun merupakan suatu asas-asas dari tindakan. Asas tindakan ini dihasilkan oleh

    rasio praktis, dimana rasio praktis membuat suaru objek menjadi nyata melaluitindakan.32 Dengan demikian tindakan ingin mengakhiri hidup ini merupakan

    pelanggaran hukum moral dan karenanya secara hakiki merupakan suatu yangirasional.

    Memang benarlah adanya tindakan seperti bunuh diri atau merusak diri

    sendiri sebagai sesuatu yang irasional. Hal ini nampak dari tindakan orang yang

    kecanduan obat bius tindakannya sudah bukan lagi sebagai suatu tindakan yang

    otonom, dirinya sudah bukan lagi mahluk yang benar-benar otonom sehubungan

    dirinya dikuasi dengan keinginan terus-menerus menikmati obat bius. Tindakan

    semacam ini adalah menunjukkan orang yang lemah atau cupet yang tidakmemiliki pandangan yang lebih jauh.

    Kedua, anggapan sebgai kepemilikan, Milik siapa hidup ini? nampaknya

    memang setiap pribadi memiliki hidupnya sendiri-sendiri, seakan kehidupan inisemacam harta milik.

    Mari kita lihat alasan, kalau hidup ini milik saya sendiri, apakah ini berarti

    saya harus dibiarkan merusak diri saya? Kalau pun saya memiliki benda apa pun

    dan saya berhak atas benda itu dan berhak juga untuk memusnahkannya, tetapi tidak

    30Jenny Teichman, hlm. 75-7631

    Ibid, hlm 7632

    F. Budi Hardiman, hlm. 144-145

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    17/57

    15

    berarti bahwa orang dibenarkan untuk merusak apa pun yang dimilikinya itu.

    Bagaimana dengan koleksi barang-barang berharga yang kita miliki? Atau

    bagaimana dengan karya-karya seni yang indah? Apakah saya atau anda pecinta

    karya seni setuju atas tindakan saya merusak koleksi karya seni yang berharga itu?

    Pengertian memiliki hidup seseorang dalam arti apa pun sifatnya agakkhusus. Kita berbicara mengenai hidup saya dan hidup anda, tetapi tidak harus

    berarti memiliki sungguh-sungguh. Dengan lain perkataan, tidak semua penggunaan

    kata sifat milik-ku, mu, nya dan sebagainya mengartikan pemilik hak.33

    Ketiga, rasa sakit, barangkali ketakutan akan rasa sakit tak tersembuhkan

    merupakan alasan utama orang mengakhiri hidupnya, dengan alasan kasihan, tidak

    tega melihat hidupnya dan lain sebagainya. Alasan rasa sakit ini sebenarnya seiring

    dengan berkembang pesatnya kedokteran, maka alasan eutanasia karena alasan rasa

    sakit itu bukan lagi menjadi alasan. Dr. James Gilbert MRCP menuliskan sebagai

    berikut: Perawatan untuk meringankan rasa sakit memperteguh kehidupan danmemandang kematian sebagai proses normal tidak mempercepat ataupun

    memperlambat kematian menyumbngkan sistem bantuan untuk menolong pasien

    menghayati hidupnya seaktif mungkin hingga kematian menyumbangkan sistem

    bantuan untuk menolong mereka yang dekat dengan pasien baik selama

    menanggulangi penyakit si pasien maupun dalam menghadapi kesulitan mereka

    sendiri.34

    Keempat, Kualitas hidup. Kondisi yang memaksa eutanasia berkaitan

    dengan rendahnya kualitas hidup, misalnya kehidupan bayu yang dilahirkan

    dengan cacat, atau orang dalam keadaan koma. Dalam kondisi ini orang tidak dapat

    menggunakan otonominya sama sekali, sehingga apakah kehidupannya dapatdihakimi oleh pihak luar dan apakah hidup semacam ini tidak berharga sama sekali?

    Seperti halnya dikemukan dalam bagian sebelumnya, bahwa keputusan

    kehidupan itu tidak berharga tidak bisa muncul dari luar, setiap kehidupan manusia

    menjadi layak untuk dihayati oleh banyak atau kebanyakan yang menghayatinya.

    Dengan demikian selalu ada alasan untuk meyakini bahwa suatu keputusan yang

    berakibat hidup orang lain tidak pantas dilanjutkan tidak saja tidak konsisten denganotonomi tetapi sering kali justru merupakan pelanggaran otonomi itu sendiri.

    Kelima, Martabaat dan penghinaan. Apakah amat memalukan bergantung

    kepada orang lain dalam perawatan? Apakah merawat merupakan penghinaan bagipara perawat? Memberi perhatian kepada orang lain merupakan sifat manusia yang

    penting, yang dapat memberi arti kepada kehidupan individu. Misalnya anak-anak

    muda yang kecewa di dunia Barat yang kaya menemukan arti dalam menolongorang-orang sakit di Afrika dan India atau orang-orang miskin dalam kota mereka

    sendiri. Jadi pandangan bahwa menaruh perhatian kepada orang lain adalah

    merendahkan merupakan gagasan yang merendahkan seluruh profesi medis.35

    33Jenny Teichman, hlm. 7934

    Ibid, hlm. 8135

    Ibid, hlm. 84

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    18/57

    16

    Keenam, Teknik Medis Modern. Kadang dipersoalkan teknik medis

    modern telah menciptakan situasi yang menuntut moralitas baru. Hal ini dilihat

    adanya fakta bahwa teknik modern dapat mempertahankan kehidupan pasien untuk

    waktu lama. Karena itu, dapat terjadi ada orang yang bertahan hidup sampai waktu

    yang tidak terbatas, tetapi tidak pernah akan pulih . Dalam hal ini para dokter harusmengambil keputusan yang dahulu mungkin belum pernah diambil, yaitu keputusan

    menyangkut siapa yang harus menggunakan sarana penunjang hidup lebih dahuludan kemudian keputusan mengenai kapan mesin bantuanitu harus dimatikan.

    Dalam kondisi ini, tidak penting kita merumuskan kembali kematian, juga

    tidak masuk akal juga berbicara mengenai etika baru. Sebab kepada kita

    diberitahu bahwa menyembuhkan pasien itu tidak sama dengan memperpanjang

    proses kematian.36

    Keenam, tindakan dan pengabaian. Eutanasia yang pasif dikatakan terjadi

    ketika penangan medis tidak dilakukan atau dihentikan inilah yang disebutpengabaian. Seperti halnya kasus di atas, penggunaan mesin alat bantu hanya

    memperpanjang proses kematian, tetapi tidak melakukan apa-apa pun juga menjadi

    sesuatu yang sepertinya salah (eutanasia pasif), dalam kondisi inilah terjadi suatu

    dilema.

    Untuk menjawab persoalan di atas, sejumlah pengajar filsafat mencoba

    mencari jawaban dengan logika. Menurut ahli logika, dalam kasus ini ada logika

    yang tidak dapat diterima. Tidak ada yang tidak konsisten dalam mengatakan

    bahwa (i) jikalau seorang dokter mempunyai kewajiban melanjutkan penanganan itu

    berarti (ii) bahwa ia harus juga tidak membunuh pasiennya. Dari pernyataan ini,

    mari kita lihat pernyataan berikut, pertama menyelamatkan dan membunuh bukanlawan, kedua tidak berlawanan tetapi hanya berseberangan. Maka tidak

    menyelamatkan tidak ekuivalen dengan membunuh. Kedua, membunuh dan

    menangani bahkan bukan berseberangan; secara logis keduanya saling mandiri.

    Maka dengan demikian disimpulkan, tidak menangani tidak sama nilainya dengan

    membunuh, karena membunuh dan tidak menangani secara logis tidak tergantung

    satu sama lain.

    Penutup

    Sedemikian panjang dan luasnya bidang kajian Etika sosial ini, suatu halyang tidak mungkin seluruh kajian ini dituangkan dalam tulisan yang sederhana ini.

    Namun kajian-kajian Etika Sosial lainnya dapat didalamai dalam bagian kuliah

    masing-masing bagian terpisah secara khusus, seperti bagian ideologi dan nilai dapat

    juga dibahas dalam kajian ETIKA POLITIK, bahasan ETIKA SEKSUAL tidak

    melulu membahas persoalan seputar seksual tetapi masalah nilai-nilai Feminisme

    yang sedemikian berkembang dewasa ini. Demikian juga dengan ETIKA BISNIS

    dapat dipertajam lagi, sehingga bagian kuliah ETIKA SOSIAL ini menjadi

    pengantar bagi kajian ETIKA SEKSUAL, POLITIK, BISNIS, PROFESI (baik

    bisnis, engenering dan lainnya).

    36Ibid, hlm. 85-86

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    19/57

    17

    DAFTAR PUSTAKA

    A. Sonny Keraf,ETIKA BISNIS, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998)

    F. Budi Hardiman, FILSAFAT MODERN DARI MACHIAVELLI SAMPAI NIETZSCHE,(jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2004)

    Frans Magnis Suseno,ETIKA SOSIAL, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982)

    Jenny Teichman,ETIKA SOSIAL, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998)

    Kees Bertens,ETIKA, (Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2007)

    Reverend James Kavanagh, B.A., S.T.L., Dipl. Econ.Sc. (Oxon),Manual of Social Ethics, (Dublin:

    M.H. Gill and Son LTD, 1956)

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    20/57

    18

    ETIKA BISNISoleh: Imam Tjahjo Wibowo, SE., MA.

    PENDAHULUAN

    Bisnis dewasa ini sudah merupakan suatu profesi, sebagai suatu profesi

    pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang yang profesional. Profesionalitas di sini

    tidak hanya diartikan dalam kaitannya dengan keahlian dan keterampilan yang

    terkait dengan bisnis seperti halnya dalam bidang manajemen operasi, pemasaran,

    keuangan, sumber daya manusia dan lainnya, terutama dikaitkan dalam prinsip

    efisiensi demi mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya.37

    Sebagaimana telah dipaparkan dalam materi Etika Sosial, bahwa Etika Bisnis

    merupakan salah satu bagian dari kajian Etika Sosial. Hal ini dilihat lebih jauh olehKees Bertens yang menegaskan, bahwa kompleksitas bisnis dewasa ini berkaitan

    langsung dengan kompleksitas masyarakat modern dan bisnis juga dipandang

    sebagai suatu kegiatan sosial dalam pengertian aspek hubungan antar manusia.38

    Dengan demikian kegiatan bisnis dipandang bukan saja dilihat dari aspek

    bagaimana seorang pengusaha mengelola operasi perusahaan yang mendatangkan

    keuntungan serta melakukan efisiensi, akan tetapi kegiatan bisnis juga melibatkan

    hubungan antara pengusahaan dengan karyawannya, pelanggan, masyarakat pada

    umumnya hingga pemerintah (hubungan antar manusia). Sehingga, diperlukan

    komitmen pribadi pengusaha yang tinggi, serius dalam menjalankan pekerjaannya,bertanggung jawab agar tidak sampai merugikan pihal lain. Dengan demikian sikap

    pengusaha yang diharapkan disini adalah orang yang menjalankan pekerjaannya

    secara tuntas dengan hasil dan mutu yang sangat baik dan tanggung jawab moralpribadinya.

    Tiga Aspek Pokok dari Bisnis

    Kegiatan bisnis menurut K. Bertens dapat disorot dalam tiga sudut pandang

    yang berbeda yang tidak selalu dapat dipisahkan, yaitu: (1) sudut pandang ekonomi,

    37A. Sonny Keraf,ETIKA BISNIS, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998), hlm. 46-47

    38Kees Bertens,ETIKA BISNIS, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001), hlm. 13

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    21/57

    19

    (2) sudut pandang hukum, dan (3) sudut pandang etika, sebagai berikut di bawah

    ini:39

    (1)Sudut pandang ekonomis. Dalam sudut pandang ekonomis ini, bisnisdipandang sebagai suatu kegiatan tukar-menukar, jual-beli, memproduksi-

    memasarkan, bekerja-mempekerjakan dan interaksi manusia lainnya, dengantujuan untuk memperoleh keuntungan. Pencarian keuntungan dalam bisnis

    disini tidak bersifat sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi, komunikasisosial yang menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat dalam kegiatan

    bisnis tersebut. Dalam konteks seorang yang bekerja pada suatu perusahaan,

    motivasi utama untuk bekerja di perusahaan tersebut adalah untuk

    mendapatkan gaji. Walaupun seseorang bekerja pada perusahaan

    saudaranya, motivasi saudaranya tersebut bukan dalam rangka membantu

    usahanya, akan tetapi motivasi terbesar bekerja di sana adalah mendapatkan

    gaji.Good Businessatau bisnis yang baik dalam pandangan ekonomis ini sedapatmungkin bisnis membawa paling besar keuntungan bagi perusahaannya.

    Dengan demikian kita dapat memaklumi bila seorang manajer operasi

    mempertahankan produktivitas perusahaannya menghasilkan barang pada

    suatu titik tertentu yang dianggap optimal agar biaya produksi dan biaya

    variabel lainnya menjadi bertambah besar yang ujung-ujungnya akan

    menaikan harga.

    (2) Sudut pandang moral. Dengan tidak meninggalkan motivasi ekonomisdalam berbisnis, perlu ditambahkan adanya sudut pandang lain yang tidak

    boleh diabaikan begitu saja, yaitu sudut pandang dari aspek moral.Pertimbangannya adalah selalu ada masalah etis dari perilaku kita yang

    terlibat dalam kegiatan bisnis tersebut. Tidak semua yang dapat kita lakukan

    dalam rangka mencapai keuntungan tersebut bolehkita lakukan. Kita harus

    menghormati kepentingan dan hak orang lain, dengan pertimbangan kita pun

    tidak mau kepentingan dan hak kita dilanggar yang berakibat kerugian bagi

    diri kita. Dengan demikian menghormati kepentingan dan hak orang lain

    harus dilakukan dalam menjaga kepentingan bisnis kita.

    Good Business dalam sudut pandan moral ini, bukan saja bisnis yang

    menguntungkan. Namun bisnis yang juga baik secara moral. Malah harusditekankan, arti moralnya merupakan salah satu arti terpenting bagi kata

    baik. Perilaku yang baik di sini merupakan perilaku yang sesuai dengan

    norma-norma moral (berperilaku etis).

    (3)Sudut pandang hukum. Tidak disangkal lagi, bisnis terikat juga oleh hukum.Hukum dagang atau Hukum bisnis merupakan cabang penting dari ilmu

    hukum modern. Ada banyak masalah hukum dalam praktik hubungan bisnis,

    baik dalam tataran nasional maupun internasional. Seperti halnya etika,

    hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang

    harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Tentunya antara hukum dan

    39Ibid, hlm. 13-32

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    22/57

    20

    etika, jelas sangat terkait. Quid leges sine moribus?, apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas? Dengan demikian etika selalu harus

    menjiwai hukum.

    Untuk bisnis, sudut pandang hukum tentu penting. Bisnis harus menaati

    hukum dan peraturan yang berlaku. Bisnis yang baik antara lain berartijuga bisnis yang patuh pada hukum. Tetapi sudut pandngan hukum itu

    tidaklah cukup, perlu juga sudut pandang moral. Tidak semua hal yang

    pantas dan tidak pantas dilakukan diatur/dimuat dalam undang-undang, jadi

    perlu juga pandangan moralitas dalam berbisnis. Kepatuhan pada hukum

    merupakan suatu syarat yang minimum, patuh pada hukum dan tidak juga

    melanggar moral itulah yang seharusnya dilakukan oleh setiap pebisnis. If

    its morally wrong, its probably also illegal.

    Bagaimana ketiga aspek pokok ini dapat berlaku? Secara ekonomis kita dapatdengan mudah mengukur suatu bisnis profitable atau tidak, tentu dengan melihat

    kinerja perusahaan melalui laporan keuangan. Begitu juga dengan apakah

    perusahaan ini melanggar atau tidak dari sisi hukum, dapat dilihat dari peraturan

    perundang-undangan yang berlaku atau bahkan dapat menanyakan langsung kepada

    pengadilan dan meminta putusan hakim. Namun, dari aspek moral sulit

    mengukurnya apakah baik atau buruk secara moral dari bisnis yang dijalankan

    tersebut. Sehingga untuk membantu mengukurnya ada tiga tolok ukur, yaitu: hati

    nurani, kaidah emas, penilaian masyarakat umum.

    Ukurang pertama adalah melalui hati nurani. Hati nurani ini mengikat diri

    kita, karena kita harus melakukan apa yang diperintahkan oleh hati nurani dan bilamengabaikannya itu berarti kita sedang menghancurkan integritas pribadi kita. Jadi

    dalam berbagai kasus bisnis yang terjadi, misalnya memaksakan untuk menjaga

    tingkat produktivitas yang diinginkan supervisor melangggar standar keamanan.

    Yang pertama menilai dari masalah ini adalah hati nurani, apakah hati nurani

    mengizinkan atau tidak, tentu jawabannya sangat subjektif hanya ada pada seorang

    supervisor tersebut. Tentunya ini sangat subjektif, dan bila hati nurani orang

    tersebut tidak dibina atau terdidik, maka akan membentuk hati nurani yang tidak

    semestinya, menjadi terlalu longgar atau bahkan tumpul sama sekali.

    Kaidah emas, Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana Andamemperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan. Atau

    dalam rumusan yang negatif berbunyi,Janganlah melakukan terhadap orang lain,

    apa yang Anda sendiri tidak ingin akan dilakukan terhadap diri Anda. Melalui

    prinsip kaidah emas ini, masing-masing kita akan mengukur apa yang akan kita

    lakukan terhadap orang lain dengan kaidah emas ini. Kalau kita tidak ingin rugi,

    maka kita pun tidak boleh merugikan orang lain pula.

    Penilaian umum, cara ketiga barang kali ampuh menentukan baik buruknya

    suatu perbuatan atau perilaku adalah menyerahkan kepada masyarakat umum untuk

    dinilai. Cara ini bisa disebut juga audit sosial. Kualitas etis suatu perbuatanditentukan oleh penilaian masyarakat umum.

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    23/57

    21

    ETIKA BISNIS

    Suatu uraian tentang etika bisnis ada baiknya dimulai dengan menyelidiki

    dan menjernihkan kata seperti etika dan etis yang dibedakan antara etika

    sebagai praksis dan etika sebagai refleksi. Berikut ini dijelaskan etika sebagaipraksis dan refleksi tersebut, di bawah ini:40

    Etika sebagai praksis41

    adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak

    sesuai dengan nilai dan norma moral. Hal ini dapat kita lihat dari tema-tema

    pemberitaan di media, misalnya Ada unsur tidak etis dalam proses akuisisi,

    Tegakkan etika bisnis dengan Undang-undang Anti Korupsi, contoh

    kalimat tersebut menunjuk kepada etika sebagai praksis, misalnya orang

    yang memikirkan masalah korupsi, berpendapat bahwa undang-undang itu

    harus secara konsisten dan ketat dijalankan sedemikian rupa sehingga nilai

    dan norma dalam bisnis bisa ditegakkan. Dengan demikian Etika sebagaipraksis sama artinya dengan moral (apa yang boleh dan tidak untuk

    dilakukan).

    Sementara sebagai refleksi, etika merupakan pemikiran moral. Etika sebagai

    refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis

    sebagai obyeknya. Dalam surat kabar, majalah maupun media lainnya dapat

    kita baca komentar atau analis-analis dari berbagai peristiwa yang

    berkonotasi etis, misalnya masalah suap yang kasusnya terjadi akhir-akhir

    ini. Baik berita-berita di koran, surat kabar maupun media lain berikut

    analisisnya, dan demikian juga dengan kita yang membicarakan kasus etis

    tersebut merupakan wujud dari etika sebagai refleksi pada taraf popular.

    Etika sebagai refleksi dalam taraf ilmiah, dijalankan dan secara kritis,

    metodis dan sistematis menjadikan refleksi ini mencapai taraf ilmiah.

    Etika merupakan cabang filsafat yang mempalajari baik buruknya perilaku

    manusia, karena itu etika sering disebut juga sebagai filsafat praktis. Secara

    keseluruh etika membicarakan berbagai hal mengenai pemikiran moral yang lebih

    terarah kepada masalah-masalah konkret dan membuka diri pada topik-topik konkret

    dan aktual sebagai objek penyelidikannya. Dalam hal etika yang membuka diri

    dalam topikkonkret inilah sering kita sebut sebagai etika terapanEtika bisnis sebagai etika terapan karena memfokuskan diri pada masalah-

    masalah moral aktual dibidang bisnis. Sebagaimana etika terapan etika bisnis dapat

    dijalankan dalam taraf makro, meso dan mikro. Dalam taraf makro, etika bisnis

    membicarakan masalah moral skala besar, misalnya keadilan dalm suatu masyarakat

    40Ibid, hlm. 32 -35

    41Praksis merupakan praktik yang diterangi oleh refleksi dan sekaligus merupakan refleksi

    yang diterangi oleh praktik. Dalam praksis berpadu antara teori dan praktik, dengan demikian

    praksis merupakan pekerjaan yang diilhami oleh perenungan dan perenungan yang ditindaklanjuti

    oleh pekerjaan.Andar Ismali, Selamat berkarya: 33 renungan tentang kerja, (Jakarta: Penerbit BPK

    Gunung Mulia, 2004), hlm. 88

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    24/57

    22

    terutama berkaitan dengan kaum buruh. Sementara dalam taraf meso (menengah),

    etika bisnis meneliti masalah etis di bidang organisasi misalnya perusahaan, lembaga

    dan lainnya. Sementara dalam tataran mikro, memfokuskan diri pada masalah-

    masalah moral dalam bisnis di kalangan manajer, karyawan, produsen, konsumen

    dll.42

    Bisnis dan Etika

    Telah dijelaskan di atas secara panjang lebar mengenai etika sebagai filsafat

    praktis yang mengkaji masalah-masalah moral, sampai dengan pembahasan etika

    bisnis sebagai etika terapan yang mengkhususkan dirinya mengkaji masalah-

    masalah moral di bidang bisnis. Dalam bagian ini penekanan tulisannya lebih

    kepada bagaimana bisnis tersebut dijalankan secara etis? Dan apakah memang benar

    bisnis memerlukan etika? Dan bagaimana hubungan antara bisnis dan etika?

    Mitos Bisnis Amoral

    Business is business, sering kita dengar ungkapan ini yang intinyamenekankan bahwa urusan bisnis tidak ingin dicampuri dengan berbagai hal yang

    tidak berhubungan dengan bisnis. Ungakan ini menurut De George dalam buku

    Etika Bisnis Sonny Keraf disebut sebagai Mitos Bisnis Amoral. Ungkapan ini

    menggambarkan, bahwa orang berbisnis adalah semata-mata berbisnis dan bukan

    sedang beretika. Singkat kata, mitos bisnis amoral ini menyatakan bahwa kegiatan

    bisnis tidak ada hubungannya dengan masalah etika atau moralitas. Keduanya

    adalah dua bidang yang terpisah satu sama lain. Karena itu bisnis tidak boleh

    dicampuradukkan, bisnis hanya dapat dinilai dengan kategori dan norma-normabisnis dan bukan dengan kategori dan norma-norma etika.

    43

    Dalam pandangan bisnis adalah bisnis tidak berkaitan dengan etika, maka

    yang menjadi fokus dari bisnis itu sendiri tidak lain dari memperoleh keuntungan.

    Maka kegiatan operasi perusahaan berfokus pada menekankan biaya serendah

    mungkin, mengejar output produksi yang optimal, bisa saja untuk mengejar produksi

    yang optimal pebisnis memaksa kerja mesin dan termasuk orang di dalamnya tanpa

    memperhatikan kepentingan tenaga kerja tersebut. Sementara itu di bidang

    pemasaran, tim pemasaran ditekan sedemikian rupa dengan target-target

    penjualannya, tidak peduli bagaimana cara mencapai target tersebut yang pentingtarget terpenuhi. Demikian pun dengan bagian sumber daya manusia, bisa saja

    mengabaikan aturan-aturan normatif dibidang ketenagakerjaan demi

    mempertahankan tingkat efisiensi produksi. Dapat kita bayangkan bagaimana

    jadinya bisnis tersebut dijalankan dengan menghalalkan berbagai cara ini, pasti

    pebisnis tersebut akan menemui berbagai persoalan di dalamnya.

    Dengan demikian pandangan mitos bisnis amoral, kita tidak dapat terima

    sepenuhnya. Walau pun bagaimana bisnis tetap memiliki kaitan dengan masalah

    moral.

    42K. Bertens,ETIKA BISNIS, hlm. 35-37

    43A. Sonny Keraf,ETIKA BISNIS, hlm. 55-56

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    25/57

    23

    KEADILAN

    Seperti halnya etika-etika yang lain, etika bisnis pun memanfaatkan

    sumbangan pemikiran-pemikiran filsafat yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan

    bisnis. Hal ini dapat diperhatikan sekitar abad ke 19, di Eropa Barat telah

    berkembang pemikiran di bidang kegiatan ekonomi yang cenderung mengadopsi

    cara berpikir utilitarianisme. Seperti halnya sudah dipahami bersama, bahwa caraberpikir utilitarianisme ini didasarkan pada sudut kemanfaatan (Utility)yang palingbesar bagi kebahagiaan manusia. Dengan demikian sesuatu dianggap baik dan

    memadai ukurannya adalah manfaat yang mendatangkan kebahagiaan yang terbesar

    yang menjadi pilihan tindakannya.44Sumbangan pemikiran seperti di atas cukup menolong para pebisnis,

    mengingat kompleksitas bisnis saat ini. Melalui prinsip utilitarianisme tersebuttampaknya merupakan cara sederhana dalam memecahkan permasalahan yang

    kompleks dalam dunia bisnis, artinya cukup berprinsip dari segi kemanfaatan

    pebisnis dapat mengambil pilihannya. Pada kenyataannya prinsip pemikiran ini

    kurang memadai, mengingat ukuran manfaat, kebaikan atau kebahagiaan bagi

    sebanyak mungkin orang yang berbeda-beda pemahamannya yang ujung-ujunganya

    dapat menjadi perbedaan bagi satu sama lain.

    Dengan demikian sumbangan utilitarianisme ini kurang memadai dalammengatasi kompleksitas di bidang bisnis tersebut. Apalagi kegiatan bisnis ini

    berkaitan dengan masalah kelangkaan (scarcity), sehingga perlu ada pemikiran lain

    yang membantu mengatasi masalah ini, diantaranya adalah teori keadilan.

    Teori Keadilan John Rawls45

    John Rawls mengemukakan teorinya, ia meminta untuk membayangkan

    sebuah keadaan, di mana sekelompok orang sedang memperbincangkan mengenai

    isi dan bentuk suatu masyarakat yang adil dengan kondisi belum ada apa-apa. Jadimasyarakat yang adil tersebut diciptakan dari nol.

    Selanjutnya menurut Rawls, dalam situasi yang memiliki tingkat objektivitas

    yang maksimal, setiap orang akan memikirkan suatu masyarakat yang mampu

    memberikan manfaat dan berkat bagi dirinya sendiri. Dalam situasi demikian

    menurut Rawls akhirnya, bila orang-orang itu berakal sehat maka, masyarakat itu

    harus bertindak fairkepada setiap anggotanya siapa pun dia. Dengan kata lain,

    dalam masyarakat tersebut tidak ada anggotanya diperlakukan secara tidak fair.

    Rawls menyimpulkan bahwa bersikap adil adalah bersifat fair. Justice asfairness.

    44Dr. Phil. Eka Darmaputera,Etika Sederhana untuk Semua: Bisnis, Ekonomi, danpenatalayanan, (Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2001), hlm. 35-36

    45Ibid, hlm. 37-40

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    26/57

    24

    Kemudian apakah fairness itu? Rawls menjelaskan dua prinsip. Pertama,

    Equality atau kesamaan. Setiap orang berhak mendapat perlakuan yang sama.

    Fair berarti setiap orang harus tunduk pada peraturan main yang sama dan

    peraturan main itu tidak dirumuskan hanya untuk menguntungkan sebagian orang.

    Kedua, Kesamaan tidaklah sama dengan persamaan. Karena, memang orang tidaksama. Memperlakukan semua orang secara mutlak sama, justru tidak

    menguntungkan semua orang, khususnya mereka yang berada dalam keadaan tidakmenguntungkan.

    Dengan demikian, maka pembedaan adalah tidak adil, sedangkan perbedaan

    itu diperlukan demi keadilan. Kemudian, perbedaan manakah yang dikatakan adil

    atau fair tersebut? Rawls menyatakan, perbedaan dapat dikatakan fairapabila

    hasilnya mendatangkan keuntungan bagi semua orang, khususnya anggota-anggota masyarakat yang paling lemah kedudukannya. Dengan demikian

    perbedaan diharamkan bila ia hanya menguntungkan sekelompok kecil orang yangkedudukannya kuat. Jadi, perbedaan dapat diterima, bila mereka yang berada di

    tingkat paling bawah menganggap perbedaan itu menguntungan mereka. Rawl

    mengatakan, Bukanlah suatu ketidakadilan bila keuntungan yang lebih besardinikmati oleh yang sedikit, dengan syarat bahwa melalui itu keadaan mereka yanglemah mengalami perbaikan. Selanjutnya Rawls berkeyakinan, bawah prinsip-prinsip fairini merupakan dasar yang adil dapat diterima oleh setiap orang yang

    berakal sehat.

    Apa yang disampaikan Rawls di atas merupakan apa yang seharusnya

    merupakan nilai yang luhur dan berharga, sehingga orang dengan sukarela dan

    sungguh-sungguh mau mengikatkan dirinya. Sehingga dalam keputusan etis yangdiambil dalam praktik berbisnis bukan saja dari segi manfaat yang paling besar

    yang akan diperoleh, tetapi juga memenuhi unsur keadilan (fairness) di dalamnya.

    KEUNTUNGAN

    Persoalan yang terjadi dalam masalah keuntungan, adalah: berapa besar

    orang dapat mencetak laba atau keuntungan? Dan bagaimana pula ukuran-ukuranetisnya? Pandangan umum mengatakan bahwa dalam dunia bisnis adalah wajar bila

    orang berusaha untuk mengeruk keuntungan yang sebanyak-banyaknya.

    Pada jaman kejayaan liberalisme klasik, bahwa maksimalisasi keuntunganatauprofit maximizationmerupakan satu-satunya tujuan bagi perusahaan.

    46 Hal ini

    dapat kita lihat dalam teks buku-buku pegangan mahasiswa ekonomi, profit

    maximization ini masih dipelajari sampai saat ini. Mari kita lihat sebagai misal

    bagaimana maksimalisasi laba itu diperoleh dalam kondisi industri kompetitif

    sempurna, yang mana produksi akan mencapai titik di mana harga outpunya tepat

    sama dengan biaya marginal jangka pendek, atau lebih dikenal dengan rumus

    46Kees Bertens, Keprihatinan MoralTelaah atas Masalah Etika, (Yogyakarta: Penerbit

    Kanisius, 2003), hlm. 70

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    27/57

    25

    MR=MC, pernyataan ini dapat ditemukan dalam buku pegangan mahasiswaEkonomi Akuntansi dan Manajemen sekarang.47

    Tidak masalah memang topik ini dipelajari oleh seluruh mahasiswa ekonomi

    sampai saat ini, namun perlu disadari topik ini bukan menjadi satu-satunya pegangan

    dalam menjalankan berbisnis dikemudian hari. Beberapa hal yang harus dikritisdalam memang prinsip maksimalisasi profit secara ketat dan merupakan satu-

    satunya tujuan di dalam praktik berbisnis, diantaranya berimplikasi kepada

    pengerahan semua sumber daya perusahaan agar mencapai profit yang maksimum.

    Pengerahan sumber daya ini termasuk juga tenaga kerja yang terlibat di dalamnya,

    jangan-jangan demi profit maksimum ini perusahaan menjadikan karyawan hanya

    sebagai alat semata. Tidak heran bila beberapa waktu yang lalu kita menemukan

    sebuah perusahaan yang memproduksi kuali mempekerjakan buruhnya dengansemena-mena, bahkan beberapa diantaranya ada yang belum cukup umur (masih

    usia anak-anak)

    48

    .Menjadikan manusia sebagai sarana atau menjadi alat belaka jelas sangat

    ditentang oleh filsuf terkemuka dari Jerman abad ke-18, yaitu Immanuel Kant. Kant

    menuturkan dalam bukunya Foundations of the Metaphysics of Moral (1785),Bertindaklah sedemikian sehingga engkau memperlakukan kemanusiaan, entah

    dalam dirimu sendiri atau orang lain, selalu sebagai tujuan dan bukan hanya sebagai

    sarana.49 Dengan demikian, sebagai pebisnis tetaplah harus memperlakukan

    karyawannya sebagaimana manusia yang memiliki martabat dan tidak menganggap

    karyawan mereka sebagai sarana atau alat untuk memperoleh keuntungan yang

    menjadi tujuan utamanya.

    Kalau begitu apakah salah perusahaan mengejar profit? Patut kita akuibahwa bisnis tanpa profit bukan bisnis lagi. Kegiatan bisnis agar dapat memiliki

    etika yang baik tidak perlu merubah menjadi suatu karya amal, bisnis tetaplah bisnis

    yang mencari keuntungan. Keuntungan merupakan unsur yang hakiki dalam

    berbisnis, namun keuntungan pebisnis tidak boleh memutlakan keuntungan.

    Maksimalisasi keuntungan sebagai suatu tujuan perusahaan akan berakibat

    timbulnya keadaan yang tidak etis. Dengan demikian kita harus melihat ulang

    mengenai keuntungan itu dengan memandang keuntungan sebagai suatu yang relatif.

    Relativasi Keuntungan50

    Ronald Duska menegaskan relativasi keuntungan tersebut dan membedakan

    keuntungan itu sebagai maksud (purpose) dan motivasi (motive). Maksud atau

    purpose bersifat objektif, sedangkan motivasi bersifat subjektif. Hal ini dapat

    dijelaskan, misalnya: kita memberikan sedekah kepada pengemis supaya ia bias

    makan (merupakan maksud), sedangkan motivasi kita adalah belas kasihan.

    47Karl E. Case dan Ray C. Fair, PRINSIP-PRINSIP EKONOM (edisi bahasa Indonesia)I,

    (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), hlm. 21248

    http://nasional.kompas.com/read/2013/09/23/1628453/Buruh.Kuali.Akan.Gugat.Mantan.B

    osnyadiakses 30Oktober 2013 pk. 9:2449

    James Rachels, Filsafat Moral, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2004), hlm. 235-23650

    Kees Bertens, Pengantar Etika Bisnis, hlm. 160-162

    http://nasional.kompas.com/read/2013/09/23/1628453/Buruh.Kuali.Akan.Gugat.Mantan.B
  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    28/57

    26

    Demikian juga dengan bisnis, menyediakan barang dan jasa merupakan maksud

    (purpose) dari bisnis, supaya masyarakat dapat menerima manfaat barang dan jasa

    yang ditawarkan perusahaan. Adapun memperoleh keuntungan merupakan motivasi

    dalam berbisnis.

    Dengan relativasi keuntungan ini, keuntungan atau profit bukanlah satu-satunya tujuan berbisnis. Beberapa hal yang menggambarkan relativasi keuntungan

    dalam bisnis diantaranya: keuntungan merupakan tolok ukur untuk menilai

    kesehatan perusahaan, keuntungan adalah pertanda yang menunjukkan bahwa

    barang dan jasa dihargai oleh masyarakat, keuntungan adalah cambuk untuk

    meningkatkan usaha, keuntungan merupakan syarat kelangsungan perusahaan dan

    keuntungan mengimbangi risiko dalam usaha.

    KONSUMEN

    Konsumen merupakan salah satu pihak dalam hubungan dan transaksiekonomi yang hak-haknya sering terabaikan. Konsumen menurut UU Perlindungan

    Konsumen pasal 1 angka 2, dapat didefinisikan sebagai berikut:

    Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yangtersedia dalam masyarakat, baik bagi kepenting diri sendiri, keluarga, orang

    lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.51

    Dengan demikian konsumen sebagai stakeholder yang dekat dengan produsen sudah

    seharusnya mendapat perhatian.

    Perhatian etika dalam hubungan dengan konsumen tersebut, harus dianggap

    hakiki demi kepentingan bisnis itu sendiri. Perhatian untuk segi-segi etis dari relasi

    bisnis (dalam hal ini konsumen sudah mendesak), mengingat posisi konsumensering dalam posisi yang lemah. Walau pun konsumen memiliki gelas raja namun

    pada kenyataannya kuasanya sangat terbatas karena berbagai sebab.52

    Perumusan perhatian kepada konsumen itu dapat dirinci ke dalam empat hak

    konsumen, sebagai berikut:53

    1. Hak atas keamanan, banyak produk mengandung risiko tertentu untuk

    konsumen, khususnya risiko untuk kesehatan dan keselamatan. Konsumen

    berhak atas produk yang aman, artinya produk tersebut tidak mempunyai

    kesalahan teknis atau kesalahan lainnya yang bisa merugikan kesehatan dan

    keamanan produsen.2. Hak atas informasi, konsumen berhak mengetahui segala informasi yang

    relavan mengenai produk yang dibelinya, baik bahan baku apa saja yang

    digunakan dalam membuat produk tersebut, cara memakainya, maupun

    risiko yang menyertai pemakaian itu.

    3. Hak untuk memilih, konsumen berhak untuk memilih antara pelbagai

    produk dan jasa yang ditawarkan. Kualitas dan harga produk dapat

    51Happy Susanto,Hak-hak Konsumen jika Dirugikan, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008),

    hlm. 22-2352

    Kees Bertens, Pengantar Etika Bisnis, hlm. 227-22853

    Ibid, hlm. 228-230

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    29/57

    27

    berbeda, konsumen berhak untuk membandingkan sebelum memutuskan

    membeli.

    4. Hak untuk didengar, konsumen berhak atas keinginannya tentang produk

    atau jasa itu didengarkan dan dipertimbangkan, terutama keluhannya.

    5.

    Hak lingkungan hidup, ia berhak produk dibuat sedemikian rupa,sehingga tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan atau merugikan

    keberlanjutan proses alam. Konsumen boleh menuntut bahwa denganmemanfaatkan produk ia tidak akan mengurangi kualitas kehidupan di bumi

    ini.

    6. Hak konsumen atas pendidikan, konsumen diharapkan menjadi

    konsumen yang kritis dan sadar akan haknya.

    Tanggung jawab Menyediakan Produk yang Aman

    Dalam bagian hak telah dijelaskan hak apa saja yang dimiliki konsumen,sebaliknya produsen sendiri dituntut tanggung jawab untuk menyediakan produk

    yang dihasilkannya tersebut aman. Tiga pandangan tentang tanggung jawab

    produsen dalam menyediakan produk yang ditawarkan kepada konsumen tersebut

    aman dapat dipaparkan sebagai berikut:54

    1. Teori kontrak,jika konsumen membeli sebuah produk atau jasa, konsumen

    seolah-olah mengadakan kontrak dengan perusahaan yang menjual produk

    tersebut, misal seseorang memarkir kendaraannya di sebuah tempat parkir

    umum, ia mendapatkan struk tanda parkir dan dibelakang struk tersebut

    tertera berbagai ketentuan-ketentuan mengenai parkir di tempat tersebut, atau

    jika anda membuka rekening tabungan di bank anda akan disodori berbagaisyarat dan ketentuan tabungan yang harus anda ketahui.

    2. Teori perhatian semestinya, atau disebut dengan the due care theory.Pandangan ini bertolak dari posisi konsumen yang lemah, maka produsen

    mempunyai lebih banyak pengetahuan dan pengalaman pada produk

    tersebut. Maka kewajiban produsen adalah menjaga agar konsumen tidak

    merasa dirugikan, misalnya produsen mainan wajib mencantumkan dalam

    kemasan akan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan dari mainan yang

    dijualnya.

    3.

    Teori biaya sosial, produsen bertanggung jawab atas semua kekuranganproduk dan setiap kerugian yang dialami konsumen dalam memakai produk

    tersebut.

    Demikianlah tanggung jawab produsen ini, agar konsumen tidak mengalami

    kerugian atas pemakain barang dan jasa yang ditawarkannya.

    IKLAN

    Hampir disetiap sisi kehidupan kita dijejali dengan berbagai bentuk

    informasi, diantaranya adalah iklan. Iklan ini mewarnai kehidupan kita, dari mulai

    bangun pagi kita menyalakan TV sudah ditawari berbagai iklan. Kemudian kita

    54Kees Bertens, Pengantar Etika Bisnis, hlm. 232-239

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    30/57

    28

    pergi ke tempat pekerjaan di jalanan kita menemukan berbagai iklan media luar

    ruangan yang memenuhi berbagai tempat. Setelah tiba di kantor kita buka

    komputer kerja dan terhubung dengan internet, di internet pun kembali kita

    menemukan iklan. Demikian seterusnya sampai kita terlelap tidur barulah kita

    terbebas dari iklan tersebut.Iklan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu

    produk untuk ditujukan kepada masyarakat melalui suatu media. Iklan sebenarnya

    merupakan bagian dari bauran promosi yang terdiri dari personal selling, salespromotion dan publicity. Sejatinya iklan itu sendiri memiliki fungsi, antara lain:

    memberikan informasi atas produk, mempengaruhi konsumen untuk mengkonsumsi

    produk, menciptakan kesan (image) yang baik tentang produk, alat komunikasi dan

    menjaring khalayak.55

    Kemudian bila melihat pengertian di atas, apa yang menjadi masalah etis di

    dalam periklanan ini? Dan mengapa iklan ini diangkat dalam topik etika bisnis?Sebenarnya tidak ada kegiatan bisnis lain yang begitu banyak kritik dan

    menjadi tanda tanya besar seperti periklanan. Seperti dipahami secara umum, untuk

    membuat sebuah iklan perusahaan tidak segan-segan membelanjakan dananya yang

    besar, kemudian budget dana yang besar itu bila diamati tidak menambah suatu

    produk dan tidak juga meningkatkan kegunaan bagi konsumen. Iklan sepertinya

    hanyalah penyedot biaya yang besar yang alih-alihnya dibebankan kepada konsumen

    untuk membayarnya. Sebagai misal produk susu formula untuk bayi, konsumen

    membayar mahal untuk satu kali susu formula. Kalau dihitung biaya produksi saja

    sampai ke tangan konsumen dikurangi biaya iklan, konsumen mungkin tidak harus

    membayar mahal untuk sekaleng susu formula tersebut. Harga menjadi mahalsetelah ditambahkan dengan komponen biaya promosi mulai dengan membiayai

    para tenaga penjualan (Sales Promotion Girl) yang selalu stand-by dioutlet/supermarket, tenaga penjualan yang datang berkunjung ke rumah sakit

    menemui dokter, bidan dan ibu-ibu yang baru melahirkan, iklan diberbagai media

    (cetak, elektronik, media luar ruangan dll).

    Masalah tidak berhenti sampai pada biaya besar yang dibebankan kepada

    konsumen, tetapi masalah sosio kultural juga menjadi perhatian. Tidak jarang iklan

    yang hilir mudik di media komunikasi menampilkan suatu suasana hedonis,

    materialis, tidak mendidik, dan cenderung mendorong sikap konsumtif kepadamasyarakat.56 Demikianlah permasalahan etis yang dapat dikaji dalam periklanan

    ini.

    Periklanan dan Kebenaran

    Tahun 2012 yang lalu seorang ibu yang bernama Milla tertarik dengan

    iklan bermerek Nissan March. Milla pun membeli Nissan March matic pada 7

    Maret 2011 seharga Rp159,8 juta. Nyatanya, mobil (Nissan March) saya kokboros

    55Dendy Triadi dan Addy Sukma Bharata,Ayo Bikin Iklan! Memahami Teori dan PraktekIklan Media Lini Bawah, (Jakarta: Penerbit Elex Media Komputindo, 2010), hlm. 2-4

    56Kees Bertens, Pengantar Etika Bisnis, hlm. 263-264

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    31/57

    29

    banget. Saya sihnggak mengharapkan yang muluk-muluk seperti di iklan,yasekitar

    1:14 atau 1:13, saya rasa sudah cukup bagus. Tetapi setelah melakukan pengujian

    beberapa kali, hanya mampu 1:7 atau 1:8, kata Milla. Milla pun akhirnya

    mengajukan gugatan secara resmi kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, setelah

    keluhannya ini tidak didengar oleh Nissan.57

    Apabila ibu Milla merasa tertipu dengan iklan yang ditawarkan oleh

    produsen mobil tersebut, bagaimana dengan anda? Pernahkah anda membaca iklan

    yang anda tahu, pernyataan dalam iklan tersebut tidak mengandung kebenaran,

    bombastis dan cenderung dibesar-besarkan? Iklan memang memiliki stereotipe

    (mendapatkan cap dari masyarakat) yang suka membohongi, menyesatkan, dan

    bahkan menipu publik. Periklanan hampir apriori (dipastikan) disamakan dengan

    tidak bisa dipercaya.58

    Tentu saja berbohong merupakan suatu perbuatan yang tidak

    etis.

    Tetapi apakah benar iklan mengandung unsur kebohongan? Dalam konteksmoral harus dilihat maksud dalam perbuatan berbohong ini. Maksud disini

    adalah ada unsur kesengajaan. Dapat saja sebuah iklan mengatakan sesuatu yang

    tidak benar, misalnya iklan sebuah obat yang sangat efektif mengatasi rasa sakit,

    ternyata ada efek samping yang tidak terduga sebelumnya. Iklan obat ini tidak

    berbohong, karena tidak dengan sengaja menyimpang efek samping yang

    ditimbulkan. Maksud berikutnya adalah agar orang lain percaya, dalam hal ini iklan

    informatif dan iklan persuasif. Unsur informasi selalu benar, misalnya

    menginformasikan kandungan makanan, zat pewarna, pengawet dan infomrasi

    produknya halal.59

    Iklan dalam penggunaan bahasa menggunakan retorika sendiri yangcenderung produknya adalah yang terbaik dibidangnya atau nomor satu di kelasnya.

    Misalnya melezatkan setiap masakan, membersihkan paling bersih, bintang

    segala bir, dll. Bahasa periklanan disini sarat dengan superlatif dan hiperbol.

    Dalam hal ini si pemasang iklan tidak bermaksud sama sekali agar public percaya

    begitu saja, dan tentunya publik pun tahun bahasa retorika tersebut tidak perlu

    dimengerti secara harafiah. Maksudnya di sini bukan memberi informasi yang

    belum diketahui, melainkan menarik perhatian supaya dapat memikat calon pembeli.

    Setelah mengamati masalah periklanan di atas, ternyata cukup sulit memlihat

    hal yang etis dan tidak etis di dalam periklanan. Sama halnya dengan sulit untukmembedakan antara melebih-lebihkan dan berbohong, sehingga masalah

    kebenaran di dalam periklanan tidak dapat dipecahkan dengan cara membedakan

    secara hitam dan putih. Banyak bergantung pada situasi konkret dan kesediaanpublik untuk menerimanya atautidak.60

    Kembali ke kasus Ibu Milla di atas, pertanyaannya apakah Nissan

    berbohong? Di dalam konten iklan itu dinyatakan kendaaran irit/hemat bahan bakar

    57http://indopremiernews.wordpress.com/2012/04/03/digugat-konsumen-nissan-berupaya-

    kaburkan-substansi/ diakses pada tanggal 31 Oktober 2013 pukul 07:4258Kees Bertens, Pengantar Etika Bisnis, hlm. 264-26659

    Ibid, hlm. 26660

    Ibid, hlm. 269

    http://localhost/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_1/kaburkan-substansi/http://indopremiernews.wordpress.com/2012/04/03/digugat-konsumen-nissan-berupaya-
  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    32/57

    30

    dan di atas pernyataan irit itu ada tanda asteris (*) yang menerangkan kendaraan

    tersebut telah diuji tingkat konsumsi bahan bakarnya di sebuah sirkuit oleh outo

    bild. Akal sehat kita membandingkan sirkuit yang bebas hambatan dan jalanan di

    Jakarta yang macet parah, kira-kira kendaraan macam apa yang dapat menghemat

    bahan bakar sampai dengan 21 Km /liter atau minimal 14 km/liter? Jadi apakahNissan berbohong dalam iklannya?

    TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

    Tanggung jawab sosial diartikan sebagai menjalankan sebuah bisnis yang

    memenuhi atau melampaui harapan etis dan legal yang dimiliki masyarakat terhadap

    bisnis tersebut. Dalam hal ini memastikan keberhasilan komersial dalam cara-cara

    yang menghormati nilai-nilai etis dan menghormati orang, masyarakat danlingkungannya.61

    Tanggung jawab sosial perusahaan dapat dibedakan dengan tanggung jawab

    ekonomis perusahaan, tanggung jawab sosial perusahaan yang dimaksud di sini

    merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial

    dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi secara ekonomis. Perusahaan

    dalam hal ini melakukan kegiatan yang tidak membawa keuntungan ekonomis dan

    semata-mata dilangsungkan demi kesejahteraan masyarakat atau salah satu

    kelompok masyarakat, misalnya perusahaan menyelenggarakan pelatihan

    keterampilan untuk para penganggur di lingkungannya.62

    Tanggung jawab sosial perusahaan juga dapat dilihat dari sisi negatif, dimana perusahan menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan tertentu, yang

    sebenarnya menguntungkan secara ekonomis. Misalnya sebuah perusahaan kertas

    membuang limbahnya langsung ke sungai, praktik ini menguntungkan secara

    ekonomis, karena tidak perlu membuat pengolahan air limbah yang mahal. Dalam

    hal menanggung kerugian masyarakat inilah perusahaan harus bertanggung jawab,

    sehingga tanggung jawab sosial di sini diartikan dari sisi negatif.Demikianlah perusahaan seyogyanya selain melakukan kegiatan yang

    menguntungkan bagi perusahaannya, juga memperhatikan berbagai kegiatan yang

    memberikan sumbangan yang berarti untuk masyarakat secara luas.

    PENUTUP

    Demikian luasnya persoalan etika bisnis, apa yang dipaparkan di atas

    merupakan sebagian kecil dari persoalan-persoalan etika bisnis yang ada dalam

    kegiatan bisnis. Untuk pokok bahasan lingkungan hidup secara khusus akan dibahas

    dalam topik Etika Lingkungan hidup.

    61Patricia J. Parsons,Etika Public Relation, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), hlm. 143

    62Kees Bertens, Pengantar Etika Bisnis, hlm. 295-297

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    33/57

    31

    DAFTAR PUSTAKA

    A. Sonny Keraf,ETIKA BISNIS, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998)

    Andar Ismali, Selamat berkarya: 33 renungan tentang kerja, (Jakarta: Penerbit BPKGunung Mulia, 2004)

    Dendy Triadi dan Addy Sukma Bharata,Ayo Bikin Iklan!Memahami Teori dan

    Praktek Iklan Media Lini Bawah, (Jakarta: Penerbit Elex MediaKomputindo, 2010)

    Dr. Phil. Eka Darmaputera,Etika Sederhana untuk Semua: Bisnis, Ekonomi, dan

    penatalayanan, (Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2001)

    Happy Susanto,Hak-hak Konsumen jika Dirugikan, (Jakarta: Transmedia Pustaka,2008)

    Jacobus Tarigan, MA. (Penyunting),ETIKA BISNIS: Dasar dan Aplikasinya,

    (Jakarta: Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia, 1994)

    James Rachels, Filsafat Moral, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2004)

    Kees Bertens, PENGANTAR ETIKA BISNIS, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000)

    Kees Bertens, Keprihatinan MoralTelaah atas Masalah Etika, (Yogyakarta:Penerbit Kanisius, 2003)

    Karl E. Case dan Ray C. Fair, PRINSIP-PRINSIP EKONOM (edisi bahasaIndonesia)I, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006)

    Patricia J. Parsons,Etika Public Relation, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004)

    Sumber internet:http://nasional.kompas.com/read/2013/09/23/1628453/Buruh.Kuali.Akan.Gugat.Ma

    ntan.Bosnyadiakses 30Oktober 2013 pk. 9:24

    http://indopremiernews.wordpress.com/2012/04/03/digugat-konsumen-nissan-berupaya-kaburkan-substansi/ diakses pada tanggal 31 Oktober 2013 pukul 07:42

    http://localhost/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_1/berupaya-kaburkan-substansi/http://indopremiernews.wordpress.com/2012/04/03/digugat-konsumen-nissan-http://nasional.kompas.com/read/2013/09/23/1628453/Buruh.Kuali.Akan.Gugat.Ma
  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    34/57

    32

    ETIKA KERJAOleh: Imam T. Wibowo, SE., MA.

    PENDAHULUAN

    Sebelum membicarakan lebih lanjut mengenai etika kerja ini, ada baiknya

    kita terlebih dahulu mendapatkan penjelasan mengenai kerja. Beberapa orang

    beranggapan, bahwa pekerjaan itu merupakan suatu beban atau bahkan sebagai suatu

    kutukan karena kita telah berdosa kepada Tuhan. Sebagian lagi berpendapat, kerja

    merupakan kewajiban manusia agar dapat bertahan hidup dan terus melanjutkan

    kehidupannya di dalam dunia ini.

    Dalam sebuah artikelbagi orang Jawa berpandangan mengenai kerja. Bahwa

    hidup di dunia merupakan ujian yang harus diselesaikan dengan berbagai cara.

    Orang hidup menurut pengertian Jawa wajib bekerja keras, tanpa pamrih yangberlebihan seperti ungkapan bila seseorang ditanya tentang tujuan mereka bekerja,

    adalah ngupoyo upo artinya mencari sebutir nasi. Ungkapan ini menggambarkanbetapa beratnya pekerjaan yang harus diupayakan sedemikian rupa.

    63

    Mengenai arti kerja itu, memang bergantung kepada bagaimana seseorang

    tersebut memaknainya. Marilah kita melihat mengenai kerja ini dipandang dari

    tujuan manusia diciptakan oleh Tuhan. Ternyata, bekerja merupakan bagian dari

    hakikat manusia itu sebagai manusia. Pada awal penciptaan, manusia ditempatkan

    di sebuah taman, namun bukan sebagai penikmat taman itu, tetapi Tuhan

    menempatkan manusia di sana untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.Singkatnya, Tuhan menciptakan manusia untuk bekerja. Jadi salah bila mengatakan

    kerja itu sebagai beban atau kutukan.64

    Adapun bagi seorang seniman, hakekat kerja adalah penciptaan. Maka atas

    dasar penicptaan inilah, seorang seniman mampu memandang bahan-bahan sebagai

    sesuatu yang mampu mengoyakan gairannya untuk berkreasi, untuk mendapatkan

    63Arya Ronal, Ciri-ciri Karya Budaya di Balik Tabir Keagungan Rumah Jawa,

    (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1997), hlm. 30764

    Eka Darmaputera,Bisnis, Ekonomi dan Penatalayanan, (Jakarta: Penerbit PT BPK

    Gunung Mulia, 1990), hlm. 100-101

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    35/57

    33

    warna atau bentuk terbaik digali sedemikian rupa dalam proses penciptaannnya.65

    Nah kalau begitu, menurut anda apa itu kerja?

    ETHOS KERJA

    Ethos merupakan kata serapan dari bahasa Yunani yang sering digunakandalam bahasa modern saat ini. Menurut kamus Concise Oxford Dictionary (1974)ethos dapat didefinisikan sebagai characteristic spirit of community, people orsystem, atau merupakan sebagai suasana yang khas menandai suatu kelompok,

    bangsa atau sistem. Sehinggabila kita mendengar ethos kerja atau etika profesi

    itu berarti menunjuk pada suasana khas yang menandai kerja atau profesi. Suasana

    khas yang dimaksud ini berkaitan dengan suasana yang baik secara moral. Suasana

    yang bernuansa etis tersebut dalam kelompok kerja atau profesi tersebut.66 Sehingga

    dalam rangka menuangkan suasana yang etis tersebut, biasanya kelompok tersebut

    menuangkannya dalam suatu kode etik atau dituangkan dalam peraturan perusahaan.Lebih lanjut mengenai ethos kerja ini, Jansen H. Sinamo yang dikenal

    sebagai Bapak Ethos Indonesia merumuskan ada 8 Ethos Kerja yang

    dikembangkannya, adalah: (1) kerja adalah rahmat: bekerja dengan tulus dan

    penuh rasa syukur; (2) kerja adalah amanah: bekerja dengan penuh rasa tanggung

    jawab; (3) kerja adalah panggilan: bekerja tuntas penuh integritas; (4) kerja

    adalah aktualisasi diri: bekerja keras penuh semangat, (5) kerja adalah ibadah:

    bekerja dengan serius penuh kecintaan; (6) kerja adalah seni: bekerja cerdas penuh

    kreativitas; (7) kerja adalah kehormatan: bekerja tekun penuh keunggulan; (8)

    kerja adalah pelayanan: bekerja sempurna penuh kerendahan hati.67

    Delapan

    rumusan ethos kerja di atas sangat menarik sarat dengan nilai-nilai religius dan etisyang memberikan makna terhadap pekerjaan yang ditekuni.

    Melihat pemaparan pendahuluan kita mendapat penjelasan mengenai konsep-

    konsep, nilai-nilai etis dan hakekat mengenai kerja itu sendiri. Sedangkan pada

    bagian ethos kerja kita mendapatkan penjelasan tentang bagaimana sikap dan praktik

    dari bekerja tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara

    ETIKA KERJA dan ETHOS KERJA adalah etika itu berada pada tataran ideal

    (ingat bahan kuliah pertama), sedangkan ethos berada pada situasi yang faktual.

    Atau secara singkat kita katakan etika kerja adalah teori dan ethos kerja adalah

    praktiknya.

    PEKERJAAN DAN PROFESI

    Bila kita menanyakan mengenai profesi seseorang, sering kali kita

    mendapatkan jawaban pekerjaan orang tersebut, misalnya: Profesi bapak sekarang

    apa pak? Bapak tersebut menjawab, Saya memiliki profesi sebagai dokter.

    65Alberthine Endah,Eksplorasi Kreativitas Dua Dasawarsa Anne Avantie, (Jakarta:

    Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 10566

    Antonius Atosokhi Gea, Character Building IV Relasi dengan Dunia, (Jakarta: PT. Elex

    Media Komputindo, 2005), hlm.21967

    Inggrid Tan, From Zero to the Best-Kiat Meniti Karier bagi Karyawan Pemula, (Jakarta:PT. BPK Gunung Mulia, 2010), hlm. 23

  • 7/23/2019 ETIKA TERAPAN 1

    36/57

    34

    Sepintas dari jawaban bapak tersebut antara profesi dan pekerjaan yang digelutinya

    adalah memang sama, profesi sebagai dokter ya bekerja juga sebagai dokter.

    Dengan demikian pekerjaan seolah sama dengan profesi, dan profesi sama dengan

    pekerjaan. Pemahaman ini tidaklah salah, karena profesi merupakan pekerjaan,

    yang ditekuni oleh seseorang. Namun demikian, antara pekerjaan dan profesisebenarnya terdapat perbedaan, sehubungan dengan hal yang dikerjakan yang kita

    golongkan sebagai profesi memiliki kekhususan.68

    Berikut di bawah ini merupakan ciri dari profesi, sebagai berikut:69

    a. Pengertian Profesi

    Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah

    hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan

    dengan melibatkan komitmen pribadi dalam hal ini moral yang mendalam.

    Dengan demikian seseorang yang layak disebut sebagai profesional adalah

    orang yan