fungsi matematika dalam pengolahan data seismik

Upload: kenthies-septiandi-akhmad

Post on 14-Oct-2015

137 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Berbagai fungsi matematika dan penerapannya dalam eksplorasi dan seismologi

TRANSCRIPT

  • MAKALAH

    PENGOLAHAN DATA SEISMIK

    PENERAPAN FUNGSI MATEMATIKA DALAM EKSPLORASI MIGAS,

    PANAS BUMI, DAN SEISMOLOGI GUNUNG API

    Dosen Pengampu :

    Sukir Maryanto, Ph.D

    Disusun oleh :

    SEPTIANDI AKHMAD PERDANA

    NIM. 115090700111012

    JURUSAN FISIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2014

  • KATA PENGANTAR

    Segala puji kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya

    kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah Pengolahan Data Seismik

    yang berjudul Penerapan Fungsi Matematika Dalam Eksplorasi Migas, Panas Bumi,

    Dan Seismologi Gunung Api.

    Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengolahan Data

    Seismik pada Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya.

    Penulis masih menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan

    sangat perlu saran dan kritik yang membangun, guna memperbaiki karya-karya yang

    akan datang.

    Malang, 30 Maret 2014

    Penulis

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Peranan metode geofisika dalam kegiatan eksplorasi sumber daya energi

    maupun pengembangan imu pengetahuan terkait ilmu kebumian telah mengalami

    perkembangan yang luar biasa. Dimulai dari orang zaman dulu mencari sumber energi

    berupa minyak bumi dengan mengacu pada tanda-tanda di permukaan, seperti

    rembesan-rembesan minyak di permukaan tanah. Kini dalam eksplorasi energi baik

    itu minyak bumi ataupun panas bumi mampu membuat gambaran bagaimana kondisi

    di bawah permukaan, sehingga tingkat efektifitas dan probabilitas semakin tinggi.

    Metode geofisika terdiri dari tiga tahap, yaitu akuisisi, prosesing, dan

    interpretasi. Dari ketiga tahap tersebut tahapan prosesing memiliki perkembangan

    yang paling pesat. Pada setiap penerbitan jurnal geofisika selalu ada metode baru

    dalam pengolahan data geofisika. Perkembangan pengolahan data geofisika ditunjang

    dengan metode perhitungan matematis yang dikenakan pada data geofisika. Sehingga

    terdapat hubungan yang sangat kuat antara fungsi matematika dengan metode

    pengolahan data geofisika, khususnya dalam hal ini pengolahan data seismik.

    1.2 Tujuan Penulisan

    Tujuan dari penulisan makalah ini ialah:

    1. Mengetahui penerapan fungsi matematika di dalam pengolahan data

    seismik

    2. Mengetahui penerapan pengolahan data seismik pada eksplorasi migas,

    panas bumi, dan seismologi eksplorasi.

  • BAB II

    FUNGSI MATEMATIKA DENGAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK

    2.1 Keterkaitan Fungsi Matematika dengan Pemrosesan Data Seismik

    Pengolahan data seismik merupakan tahapan kedua di dalam kegiatan

    eksplorasi seismik, yang bertujuan untuk mengolah/memproses data akuisisi lapangan

    menjadi penampang seismik yang menyerupai keadaan di bawah permukaan yang

    mana merupakan daerah target eksplorasi.

    Dari masa ke masa perkembangan teknologi pengolahan data seismik

    mengalami progres yang sangat cepat. Dibandingkan dengan akuisisi dan interpretasi,

    tahap pengolahan data memiliki perkembangan yang paling pesat. Dimulai dengan

    proses secara analog hingga proses secara digital. Proses Analog berumpu pada

    komponen-komponen listrik / elektronik yang bersifat pasif maupun aktif. Akibatnya

    kecepatan proses yang rendah dan kecermatan proses yang kurang baik. Sebaliknya,

    pengolahan data seismik secara digital seluruhnya merupakan operator-operator

    matematika terhadap data seismik yang diimplementasikan ke dalam perangkat lunak

    yang sekarang ini digunakan oleh industri migas. Di dalam perangkat lunak berisikan

    prosedur-prosedur perintah bagaimana data tersebut harus diproses. Pengolahan data

    seismik secara digital muncul setelah tahun 1967, sekitar 4 tahun setelah dibentuknya

    Geophysical Analysis Group dari MIT yang terdiri dari ahli geosains dan matematika.

    Contoh perangkat lunak untuk pengolahan data seismik yang hingga saat ini masih

    digunakan oleh industri migas antara lain Omega, ProMAX, Geovecteur, dll.

    Jadi sudah jelas bahwa fungsi matematika merupakan elemen utama dalam

    pengolahan data seismik, khususnya pengolahan secara digital.

    2.2 Contoh Fungsi Matematika dalam Tahapan Pengolahan Data Seismik

    Salah satu contoh sederhana terkait dengan fungsi matematika yang ada di

    dalam tahapan pengolahan data seismik ialah persamaan TAR (True Amplitude

    Recovery).

    Gelombang seismik yang berasal dari sumber kemudian merambat ke bawah

    permukaan dan diterima oleh geophone mengalami banyak pelemahan. Faktor-faktor

    yang mempengaruhi kuat/lemahnya amplitudo gelombang seismik adalah:

  • 1. Kekuatan sumber ledakan dan kopling antara sumber ledakan dengan

    medium.

    2. Divergensi bola (Spherical Divergence) yang menyebabkan energi

    gelombang terdistribusi dalam volume bola.

    3. Variasi koefisien refleksi terhadap sudut datang gelombang atau terhadap

    offset.

    4. Atenuasi dan Absorbsi.

    5. Pantulan berulang (multipel) oleh lapisan-lapisan tipis.

    6. Hamburan gelombang oleh struktur-struktur yang runcing.

    7. Interferensi dan superposisi oleh gelombang-gelombang yang berbeda

    asalnya.

    8. Ketergantungan arah dari sistem pengaturan penerima (array directivity)

    9. Sesitivitas dan kopling antara geophone dengan tanah.

    10. Superposisi dengan noise.

    11. Pengaruh instrumen (instrument balance).

    Gambar 1. Berbagai penyebab pelemahan amplitudo gelombang seismik

  • Dari sekian banyak penyebab pelemahan amplitudo gelombang seismik yang

    diterima oleh geophone, pelemahan amplitudo akibat divergensi bola dapat dikuatkan

    kembali dengan koreksi TAR.

    Gambar 2. Tras seismik yang telah mengalami pelemahan

    TAR atau True Amplitude Recovery bertujuan untuk memunculkan amplitudo-

    amplitudo gelombang seismik yang lemah setelah faktor penguatan oleh amplifier

    diangkat dari dalamnya (Gain Rmoval). Pengangkatan faktor penguatan ini diperlukan

    dalam upaya mendapatkan amplitudo yang lebih representatif di daerah penyelidikan.

    Di dalam proses TAR terdapat 3 tahapan:

    1. Gain Removal

    2. Koreksi Divergensi Bola (Spherical Divergence)

    3. Koreksi Atenuasi

  • 2.2.1 Gain Removal

    Gain removal merupakan proses membuang penguatan yang dilakukan

    oleh amplifier. Karena setelah penguatannya dibuang, sinyal-sinyal refleksi

    akan menjadi demikian lemah, maka penguatan amplifier ini digantikan oleh

    penguatan lain yang nilai-nilainya didapat dari experimental gain curve yang

    dianggap lebih sesuai untuk daerah yang diselidiki.

    Gambar 3. (a) Tras seismik terekam ; (b) Gain Amplifier yang direkam; (c) Tras seismik setelah Gain Removal ; (d) Experimental Gain Curve (e) Tras Seismik setalah pemakian Experimental Gain Curve

  • Experimental Gain Curve:

    Contoh Experimental Gain Curve yang dipakai untuk mengangkat

    amplitudo gelombang seismik ialah sebagai berikut:

    Bentuk dari 3 contoh Experimental Gain Curve tersebut dapat

    diperlihatkan pada gambar di bawah ini:

  • 2.2.2 Penentuan Koreksi Atenuasi

    Dalam rumus yang mencerminkan proses TAR, terlihat adanya faktor

    yakni koefisien atenuasi. Untuk menentukan besarnya nilai koefisien atenuasi

    ini perlu dilakukan percobaan dengan membandingkan data dari jarak offset

    yang berbeda-beda. Hal ini menginagat adanya hubungan sebagai berikut:

  • umumnya tergantung dari frekuensi, maka :

    Realisasi dari persamaan diatas adalah bahwa () atau koefisien

    atenuasi untuk frekuensi tertentu dapat diperoleh dengan melakukan plot

    silang antara ln A ()dan X, dan () merupakan kemiringan (slope) dari plot

    silang tersebut.

    2.2.3 Koreksi Divergensi Bola

    Akibat pengaruh geometri bumi yang spheric, energi akan semakin

    melemah jika semakin jauh dari sumber. Maka diperlukan faktor koreksi untuk

    meningkatkan amplitudo sesuai fungsi waktunya. Maka, koreksi spherical

    divergence ditujukan untuk menigatkan resolusi di kedalaman yang lebih

    dalam.

  • Koreksi ini merupakan koreksi yang digunakan akibat geometri bumi,

    dengan pengaruh velocity untuk setiap time. Sehingga data yang dikenai

    spherical divergence masih preserve.

    Gambar 4. pelemahan amplitudo gelombang seismik akibat geometri bumi yang spheric

    Saat melakukan proses TAR (pre-procesng), nilai ditentukan secara

    pendekatan karena belum melakukan analisa kecepatan (main-processing),

    namun setelah melakukan proses analisa kecepatan, nilai kecepatan yang

    diperoleh dari analisa ini dapat digunakan kembali untuk proses TAR yang

    final. Koreksi spherical divergence sendiri menggunakan formula P.Newman

    sebagai berikut :

    Berikut adalah perbandingan data sebelum dan setelah koreksi spherical

    divergence :

  • Gambar 5. Penampang seismik sebelum dan sesudah TAR

  • BAB III

    STUDI KASUS APLIKASI FUNGSI MATEMATIKA

    DALAM OIL & GAS EXPLORATION

    APPLICATION OF ROBUST NOISE REDUCTION ON LAND 3D

    SEISMIC DATA

    3.1 Pengenalan

    Data seismik darat kebanyakan banyak memuat ground roll atau gelombang

    permukaan yang dikarakterisasi seagai noise yang memiliki frekuensi rendah,

    amplitudo tinggi, kecepatan rendah dan terdispersi ketika kecepatan merambat pada

    medium berubah terhadap kedalaman. Pada data seismik 3D darat, gelombang

    permukaan merusak karakteristi amplitudo sinyal, membuat artifak migrasi, dan

    mendegradasikan estimasi solusi statik dan wavelet. FK filtering konvensional telah

    banyak digunakan untuk melemahkan gelombang permukaan. Bagaimanapun juga,

    tidak seluruhnya secara efektif mereduksi multi-mode surface waves dengan perilaku

    dispersi yang berbeda. Dibandingkan dengan FK filter, multi fase GRB (Ground Rol

    Buster) menunjukkan sebuah peningkatan kemampuan untuk melemahkan sumber

    noise gelombang permukaan semenjak hal ini cocok dengan hubungan dispersi noise

    wavetrain.

    Curvelet Transform adalah metode multidimensi yang mentransform data

    seismik bernoise menjadi domain yang lain yang disebut Curvelet. Pada domain ini,

    noise random dan linier terpisahkan dengan baik dari data primer dalam dip,

    frekuensi, magnitude, atau lokasi. Ini menyebabkan proses pembuangan noise

    menjadi lebih efisien dan lebih sedikit merusak sinyal primer. Superioritas Curvelet

    Transform dibandingkan dengan teknik tradisional seperti FX-Decon yang telah

    didemonstrasikan oleh Neelamani et al (2008). Teknik ini efektif untuk melemahkan

    noise tanpa merusak sinyal. Paper ini menjelaskan aplikasi GRB dan Curvelet

    Transform di dalam atenuasi gelombang permukaan, random noise, dan linier noise di

    dalam data seismik 3D darat.

  • Gambar 6. Contoh shot gather seismik 3D Cepu yang mengandung multi-mode gelombang permukaan.

    3.2 Teori Gound Rol Buster (GRB)

    Teknik Ground Roll Buster (GRB)-3D terdiri dari tiga bagian: (1) Phase

    velocity calculation by beam forming, (2) Averaging of the phase velocity estimates,

    and (3) Applying the averaged phase velocity sendiri untuk mengatenuasi gelombang

    permukaan.

    Untuk data gelombang permukaan diberikan Gj ( xc, yc, f ) pada domain

    frekuensi, medan beamformed dengan susunan (array) 2D diberikan

    sebagai berikut :

  • Dimana adalah susunan fungsi taper dan kxc dan kyc adalah bilangan

    gelombang horisontal dalam arah xc dan yc. Subscript j mendenotasikan spasial

    window ke j. Fungsi taper memiliki nilai yang tidak nol ketika

    ,

    dan sama dengan nol sebaliknya, dimana Lxc dan Lyc adalah array apertures di

    dalam arah xc dan yc.

    Beamformed filed adalah sebuah fungsi scanning bilangan gelombang ks

    dan frekuensi f pada keadaan offset sumber-penerima rsr sudut azimut penerima

    dengan berdampak pada sumber dapat diekspresikan sebagai

    dimana fungsi taper 1D diberikan sebagai :

    Untuk memudahkan secara matematis, kita mendifinisikan

    Dan , dimana vn adalah variabel di dalam bentuk velocity referensi,

    beamformed field dapat diekspresikan dalam bentuk spatial Fourier Tranform:

    (3)

  • Dari persamaan (3), puncak dari keluaran beamformer terjadi pada

    , perlambatan fase dan estimasi fase velocity dapat ditentukan sebagai

    Suatu ketika semua shots diproses untuk estimasi fase velocity menggunakan

    metode yang dijelaskan diatas, estimasi multipel velocity fase teah dirata-rata, jadi:

    dimana adalah fungsi taper.

    Secara umum, filter mitigasi gelombang permukaan tipe GRB adalah velocity

    fase dari filter yang cocok. Sebuah gelombang permukaan dispersif dapat

    diekspresikan sebagai , dimana adalah Transformasi Fourier dari

    gelombang permukaan adalah sebuah fungsi waktu t, kr bilangan gelombang

    horisontal, dn r adalah offset sumber-penerima.

    GRB menghitung efek dispersi dengan mengkonjugasi fase dalam

    domain frekuensi menggunakan velocity estimasi .

    Waveform yang telah dikonjugasi diatur pada t = t0 dengan sebuah

    implementasi time shift menggunakan sebuah linier fase shift dalam domain frekuensi

    diikuti dengan Invers Fourier Transformation. Ini dapat secara matematis

    diekspresikan sebagai :

    Dimana adalah fase waveform terkonjugasi oleh

    dan kemudian time shifted.

    3.3 Curvelet Transform

    Dalam pengolahan gambar (image prcessing), implementasi Curvelet

    Transform terdiri dari 3 tahap: (1) penerapan 2D Fast Fourier Transform (FFT), (2)

  • Perkalian dengan window frekuensi, dan (3) penerapan 2D inverse FFT for each

    window. Secara matematis, ini dapat diekspresikan :

    Dimana F2 adalah matriks 2D FFT dan Wf mendenotasikan fungsi window

    diikuti dengan 2D FFT dalam masing-masing skala dan masing-masing arah.

    Aplikasi Curvelet Transform untuk data seismik disketsakan dengan 3 tahap

    berikut : (1) Estimasi koefisien curvelet dengan menerapkan forward Curvelet

    Transform. Hubungan antara koefisien curvelet dan data seismik dapat diespresikan

    sebagai :

    Dimana parameterisasi dimensi m dari data. (2) mengatenuasi

    koefisien curvelet dari data bernoise , dimana 1 dalam

    kisaran 0 hingga 1, dan (3) mengambil inverse Curvelet Transform dari koefisien

    yang telah didenoised untuk mendapatlan estimasi sinyal.

    Gambar 7. Beamformed field of multi-modes surface wave data. Warna biru dan merah merepresentasikan beamfromed, vertical axis adalah frekuensi dan horisontal adalah perlambatan

  • Gambar 8. Peta dispersi gelombang permukaan di Area Cendana pada 2.17 Hz dan 3.17 Hz. Catatan bahwa perilaku dispersi dapat dikorelasikan dengan kondisi dekat permukaan.

  • Gambar 9. Perbandingan shot gather sebelum dan sesudah first pass GRB dan plot perbedaan, mendemonstrasikan noise yang telah dibuang. Panel kiri: input, panel tengah: setelah first pass GRB, panel

    kanan: plot perbedaan (residu) dari sebelum dan sesudah

    Gambar 10. Stack section setelah Final GRB 3D (3 passes). Pabel kiri: input, panel tegah: setelah GRB 3D. Panel kanan: residual.

  • Gambar 11. Sebuah contoh dari Curvelet Transform noise removal

    Gambar 12. Stack section sebelum (left) dan sesudah (right) Curvelet Transform noise removal. Linier noises telah sukses dibuang dengan meminimalkan sinyal utama yang hilang.

  • BAB III

    STUDI KASUS APLIKASI FUNGSI MATEMATIKA

    DALAM GEOTHERMAL EXPLORATION

    TOMOGRAFI SEISMIK 3-D PADA LAPANGAN PANAS BUMI X

    3.1 Pendahuluan

    Kecepatan seismik adalah salah satu parameter fisis yang sangat baik

    untuk menggambarkan karakteristik medium bawah permukaan` disebabkan

    adanya hubungan kuat antara distribusi kecepatan seismik dengan gambaran

    penyebaran litologi. pemodelan kecepatan seismik 3D menggunakan data gempa

    mikro akan sangat berguna di daerah geotermal. Jumlah gempa mikro yang terjadi

    akibat eksploitasi dan proses recharge dapat digunakan untuk mengamati perubahan

    kondisi yang terjadi pada reservoir lapangan geotermal melalui deskripsi data

    anomali kecepatan lapisan yang diperoleh dari proses inversi.

    Data lapangan geotermal yang digunakan pada penelitian ini adalah data

    rekaman gempa lapangan X selama 4 bulan. Data input yang diperoleh dari

    lapangan X terdiri dari 61 event gempa dengan jumlah fasa gelombang yang

    terekam sebanyak 268 dan stasiun pengamatan sebanyak 6 stasiun. Luas area

    penelitian adalah 30 x 30 km2 dan kedalaman 7 km dan titik referensi berada

    pada 1100 m diatas msl. Rekaman data gempa mencakup data waktu terjadi

    gempa (origin time), waktu tempuh gelombang P dan S (travel time), dan

    referensi data kecepatan yang kemudianakan menjadi model kecepatan awal

    untuk proses pengolahan data. Pada penelitian ini dilakukan parameterisasi model

    blok tiga-dimensi. Penentuan jumlah dan besarnya tiap blok model ini bergantung

    pada luas area dan kedalaman daerah penelitian, serta distribusi data yang

    diperoleh. Dengan luas area 30 x 30 km2 dan kedalaman 7 km, maka model

    awal dibangun dengan dimensi jumlah blok 15 x 15 x 14 dan ukuran tiap blok 2000

    x 2000 x 500 m3.

  • Gambar 13. Distribusi hiposenter gempa a) vertikal 3D, b) horisontal, c) vertikal barat-timur, dan d) vertikal utara-selatan

    3.2 Metodologi

    Pada penelitian ini digunakan metode ray tracing pseudo-bending (Um

    dan Thurber, 1987) untuk menghitung waktu tempuh kalkukasi dari sumber ke

    penerima dalam proses inversi tomografi. Metode pseudo-bending menggunakan

    prinsip Fermat dimana gelombang merambat pada lintasandengan waktu tempuh

    tercepat. Waktu tempuh (T) sepanjang lintasan gelombang diekspresikan dalam

    sebuah persamaan integral di antara dua titik (Um dan Thurber, 1987):

    dengan dl merupakan segmen panjang lintasan dan V merupakan kecepatan

    gelombang seismik. Pada penelitian ini algoritma tersebut disesuaikan dengan

    parameterisasi model yang digunakan. Sehingga perhintungan waktu tempuh,

    Dimana adalah slowness pada blok ke-f yang dilewati oleh ray.

    merupakan panjang ray pada blok ke-f yang dilewati ray. Panjang lintasan ini

    akan bergantung pada lokasi sumber dan penerima serta struktur bumi yang

    dilewati. Pada proses ray tracing dan inversi delay time tomografi pada studi ini,

    digunakan kode program MATLAB yang telah dibuat sebelumnya oleh (Nugraha,

    A. D., 2005) dan kemudian dimodifikasi untuk disesuaikan dengan penelitian ini.

    Dari ray tracing ini diperoleh data waktu tempuh kalkulasi (tcal) perambatan

    gelombang dan panjang ray tiapsegmen maupun panjang ray secara keseluruhan

    setiap source-receiver baik gelombang P dan S. (Gambar 2 dan 3)

  • Gambar 14. Plot cakupan sinar seismik gelombang P dalam arah (a) vertikal 3D (b) horisontal, (c) vertikal barat-timur, dan (d) vertikal utara-selatan.

    Dengan menggunakan data delay time (t) hasil pengurangan waktu

    observasi (tobs) dengan waktu kalkulasi (tcal) dan panjang ray path tiap segmen

    model tiga-dimensi (dl), dapat dibangun matriks tomografi. Untuk menghindari

    nilai determinan matriks sama dengan nol, digunakan norm damping () dan

    gradient damping () sehingga matriks menjadi :

    Nilai norm damping () dan gradient damping () yang digunakan dalam

    tahap inversi ini secara berturut-turut adalah 3 dan 0.5, baik untuk gelombang P

    maupun gelombang S. Selanjutnya inversi dilakukan untuk matriks A ([A])

    terhadap matriks dt ([d]) dengan menggunakan metode iterative least-square

    sehingga akan didapatkan matriks [x] yang merupakan nilai perubahan dari

    parameter slowness (s). Model kecepatan awal akan ditambahkan dengan

    matriks [x] sehingga akan diperoleh model kecepatan lapisan yang baru. Pada

    penelitian ini, nilai perubahan kecepatan (V) dianggap cukup besar sehingga

    untuk memperoleh nilai V dari data perubahan slowness (S) digunakan

    persamaan sebagai berikut (Widiyantoro, 2000):

  • Proses dari perhitungan waktu rambat gelombang sampai didapatkan hiposenter

    dan model kecepatan lapisan yang baru, akan dilakukan berulang-ulang, hingga

    kesalahan bernilai dibawah 0.01 atau kesalahan sudah bersifat konvergen.

    Gambar 15. Plotcakupan sinar seismik gelombang S dalam arah a) vertikal 3D (b) horisontal, (c) vertikal barat-timur, dan (d) vertikal utara-selatan

  • 3.3 Hasil dan Analisis

    Hasil inversi tomografi untuk struktur Vp dan Vs (Gambar 15) menunjukkan adanya

    anomali kecepatan yang cukup rendah pada kedalaman +0,5 -1,5 km terhadap titik referensi

    (MSL = 0 m).

    Gambar 16. Hasil Tomografi struktur Vp dan Vs

    Tomogram penampang horisontal pertrubasi kecepatan gelombang P (Vp),

    gelombang S (Vs), dan rasio Vp/Vs pada kedalaman +0,5 km, 0 km, -0,5 km, -1 km,

    dan -1,5 km. Struktur Vp dan Vs di plot dalam persen pertrubasi relatif terhadap

    model awal 1D, sedangkan struktur rasio Vp/Vs diplot dalam nilai absolut. Warna

    biru anomali positif Vp dan Vs sedangkan warna merah untuk anomali negatif Vp

  • dan Vs. Sebaliknya, nilai rasio Vp/Vs yang tinggi ditunjukkan oleh warna biru dan

    rendah oleh warna merah.

    Gambar 17. Plot error RMS terhadap jumlah iterasi pada saat proses inverse tomografi Vp

    Gambar 18. (a) Plot error RMS terhadap jumlah iterasi pada saat proses inverse tomografi Vs, (b) Histogram distribusi dt (delay time)

    Keberadaan zona dengan temperatur tinggi pada lapisan bawah permukaan

    memberikan pengaruh yang bervariasi pada nilai Vp dan Vs. Pada keadaan gas-

    saturated rock baik Vp maupun Vs cenderung menurun dengan penurunan nilai Vp

    yang cenderung lebih signifikan dibanding dengan nilai Vs sehingga nilai rasio

    Vp/Vs cenderung kecil (Wang, 1990). Pada keadaan watersaturated rock nilai

    Vp dan Vs akan cenderung menurun pula. Namun pada kondisi ini, penurunan

    nilai Vp cenderung lebih kecil dibandingkan pada gas-saturated rock sehingga nilai

    rasio Vp/Vs cenderung lebih tinggi (Wang, 1990; Baris, 2005). Sementara itu,

    pada batuan yang berasosiasi dengan partial melting, baik nilai Vp dan Vs akan

    cenderung menurun namun dengan penurunan nilai Vs yang jauh lebih

    signifikan. Pada kasus ini, nilai rasio Vp/Vs cenderung akan lebih tinggi (Takei,

    2002).

    Berdasarkan penjelasan tersebut maka penurunan nilai kecepatan

    gelombang P (Vp) dan gelombang S (Vs) yang berkisar pada 10%-15% dan

    nilai rasio Vp/Vs pada 1.7 1.9 km/sec di kedalaman +0.5 -1.5 km terhadap

    MSL (Gambar 16) dapat diinterpretasikan bahwa pada kedalaman tersebut

    terdapat lapisan anomali kecepatan rendah yang kemungkinan berasosiasi dengan

    gas-saturated rock. Lapisan anomali berupa batuan gas-saturated ini dapat

    diidentifikasi sebagai reservoir lapangan geotermal X. Hal ini sejalan dengan

  • salah satu sumber penelitian yang menyatakan bahwa reservoir pada area

    geothermal ini terletak pada kedalaman sekitar 544 m sampai 1700 m dari titik

    referensi (titik referensi berada 1100 m di atas MSL (MSL berada pada 0 m) atau

    dengan kata lain reservoir berada mulai dari 556 m di atas MSL sampai 1200 m

    di bawah MSL.

    Lapisan yang diidentifikasi sebagai kemungkinan reservoir ini berada pada 8

    km hingga 18 km arah BaratTimur dan 4 km hingga 14 km arah UtaraSelatan ,

    dengan kedalaman pada +0.5 km -1.5 km terhadap MSL. Sedangkan adanya

    anomali tinggi yang menyertainya, dapat diidentifikasikan sebagai cap rock.

  • BAB IV

    STUDI KASUS APLIKASI FUNGSI MATEMATIKA

    DALAM VOLCANO SEISMOLOGY

    ANALISIS DATA GEOFISIKA MONITORING GUNUNGAPI

    BERDASARKAN PENGEMBANGAN PEMODELAN ANALITIK DAN

    DISKRIT (BAGIAN II) : CONTOH KASUS KOREKSI INSTRUMEN

    DALAM PENENTUAN AMPLITUDO SEISMOGRAM DIGITAL

    Pendahuluan

    Pengukuran yang akurat dari pergerakan medium batuan dalam satuan fisis,

    yaitu dalam satuan m atau m/detik atau m/detik2, adalah penting untuk analisis

    geofisika lebih jauh. Dalam kaitannya dengan dinamika erupsi gunungapi hal itu

    berhubungan dengan besar dan arah gaya maupun stress (momen tensor) dari sumber

    erupsi. Dalam tulisan terdahulu oleh penulis (Gunawan, 2008) praktek analisis

    dilakukan dengan anggapan data sudah terkoreksi. Dalam hal analisis data rekaman

    propagasi gelombang elastik, sebelum melakukan analisis intepretatif, hal pertama

    yang penting dilakukan pada data tersebut adalah dengan melakukan koreksi

    instrumental. Dalam teknis pelaksanaan koreksi akan diuraikan secara singkat terlebih

    dahulu hubungan antara konsep LTI dengan instrumen pendeteksi gelombang gempa

    atau seismometer.

    Sistem Linier, Fungsi Respon Frekuensi, Poles dan Zeros

    Dalam subbab ini penulis akan menghubungkan parameter-parameter suatu

    intrumen sistem LTI, dengan contoh kasus seismometer, dengan variabel geofisika.

    Aplikasi ini dapat digunakan untuk sistem LTI dengan instrumen geofisika lainnya.

    Prinsip utama dalam sistem linier, misalnya ada sinyal masukan untuk

    instrumen x(t) dengan sinyal keluaran y(t). Bila sinyal input diperbesar (x(t) dikalikan

    dengan suatu konstanta) maka sinyal keluaran y(t) akan diperbesar juga oleh

    konstanta pengali yang sama. Misalkan sistem instrumen yang ditinjau merupakan

    sebuah filter lolos rendah RC (low pass filter) (Gambar 19).

  • Gambar 19. Filter resistor-kapasitor (RC filter). Sinyal masukan x(t) dan sinyal keluaran y(t)

    Penurunan persamaan diferensial detil sistem filter di atas dapat dilihat di

    dalam bukubuku fisika dasar. Fungsi respon frekuensi didefinisikan sebagai

    perbandingan transformasi Fourier dari y(t) terhadap x(t) sebagai berikut (Scherbaum,

    1996) :

    (1a)

    atau

    (1b)

    Dalam bentuk persamaan polinomial persamaan 1b adalah sebagai berikut

    (Haskov, 2002):

    (2)

    Untuk sistem linier filter RC maka :

    a0 = 1 dan a1 = 0

    b0 = 1 dan b1 = RC

    Sedangkan dalam bentuk poles dan zeros adalah sebagai berikut (Haskov,

    2002):

    (3)

  • Polesdan Zeros dan Fungsi Transfer Seismometer L-4C

    Untuk seismometer dengan transduser kecepatan standar fungsi respon

    frekuensinya (dinyatakan dalam polesdan zeros) adalah sebagai berikut :

    (4)

    Mengacu pada literatur seismometer L-4C mempunyai poles dan zeros sebagai

    berikut:

    zeroes

    0.0 0.0

    0.0 0.0

    Poles

    -4.443 4.443

    -4.443 -4.443

    Pada gambar di bawah ini ditunjukkan respon amplitudo dan respon fasa dari

    fungsi respon frekuensi seismometer L-4C berdasarkan parameterparameter di atas.

    Gambar 20. Fungsi respon frekuensi seismometer L-4C (algoritma mengacu pada Sokos dan Zahradnik, 2008)

    Persamaan (4) bila dinyatakan dalam fungsi transfer adalah sebagai berikut

    (Scherbaum, 1996, Lay dan Wallace, 1995) :

    (5)

  • Gambar 21. Plot Bode seismometer L-4C. = 0,28 dan 0 = 1

    Tabel 1 . Perbandingan parameter poles dan zeros beberapaseismometer (sumber Guralp Systems)

  • Contoh Aplikasi Gempa Vulkanik-B G.Anak Krakatau

    Setelah mengetahui karakter fugsi respon frekuensi seismometer L-4C

    parameter lain yang harus diketahui adalah parameter yang menghubungkan

    seismometer dan data logger (dalam hal ini data logger tipe Datamark). Ada tiga

    parameter lagi yang harus dimasukkan dalam fungsi respon frekuensi, yaitu:

    Konstanta generator seismometer L-4C : 300V/m/s

    Sensitivitas Analog to Digital Converter atau ADC Datamark : 2,445

    uV/digit

    Konstanta normalisasi : 1

    Dalam contoh Gempa Vulkanik Dangkal (tipe B) atau VB G. Anak Krakatau

    Gain dalam Datamark digunakan 20 dB (perbesaran 1 kali). Pada gambar 4 dan 5

    ditunjukan rekaman Gempa VB sebelum terkoreksi intrumen dan setelah terkoreksi

    instrumen. Satuan amplitudo gempa setelah terkoreksi adalah m/detik. Untuk

    menghitung momen seismik statik dan magnitudo Gempa VB tersebut maka terlebih

    dahulu rekaman terkoreksi diintegrasikan sehingga diperoleh rekaman gempa dalam

    satuan displacement(m). Pada gambar 6 ditunjukan displacementGempa VB

    (amplitudo maksimum ~ 2.10-5m).

    Gambar 22. Contoh rekaman gempa VB G. Anak Krakatau (sebelum koreksi).

  • Gambar 23. Contoh rekaman gempa VB G. Anak Krakatau (setelah koreksi)

    Gambar 24. Contoh rekaman gempa VB G. Anal Krakatau setelah diintegrasikan (satuan amplitudo dalam meter)

  • Kesimpulan

    Aplikasi konsep sistem LTI dapat digunakan untuk instrumen seismometer

    yang berbeda-beda. Parameter terpenting untuk melakukan koreksi instrumen adalah

    mengetahui parameter poles dan zeros seismometer, konstanta generator seismometer

    serta sensitivitas ADC dataloger.

  • BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Fungsi matematika dalam pengolahan data seismik memiliki

    peranan yang sangat penting. Pengolahan data seismik secara digital

    merupakan operator-operator matematika yang dikenakan pada data

    seismik. Operator matematika ini diimplementasikan dalam perangkat

    lunak, sehingga pengolahan dat seismik secara digital memiliki tingkat

    kecepatan, akurasi, dan efektifitas yang jauh lebih baik dibanding secara

    digital. Contoh operator matematika dalam pengolahan data seismik ialah

    pada koreksi divergensi bola dengan menggunakan metode TAR (true

    amplitude recovery).

    Pengolahan data seismik untuk eksplorasi migas contohnya ialah

    metode Curvelet Transform dalam GRB (Ground Roll Buster) yang

    efektif membuang sinyal ground roll dengan meminimalisasi sinyal

    utama yang hilang. Pada eksplorasi panas bumi fungsi matematika

    digunakan untuk keperluan tomografi untuk menduga posisi dari

    reservoir panas bumi dan batuan penutup. Dalam seismologi gunung api

    fungsi matematika dapat digunakan untuk keperluan monitoring gunung

    api, yaitu koreksi instrumentasi untuk penentuan amplitudo seismik.

    5.2 Saran

    Penerapan fungsi matematika dalam pengolahan data seismik masih banyak

    lagi, untuk referensi lebih lanjut dapat membaca penerbitan jurnal ilmiah geofisika

    yang terbit secara berkala.