gambar slide mds

Upload: srihandayani1984

Post on 16-Oct-2015

310 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Gambar Slide MDS

TRANSCRIPT

Sindroma Mielodisplasia atauMDSPosted onAgustus 24, 2012by drdjebrutTidak terasa sudah sekitar 6 bulanblogini saya telantarkan karena kesibukan main-main dengan si kecil yang baru saja lahir bulan Januari lalu:)Untuk mengawali lagi, sayacobamenulis tentangSindroma Mielodisplasiaatau biasa disebutMDS (Myelodysplastic Syndrome)yang kebetulan beberapa waktu lalu diminta oleh salah satu pembaca.MDS merupakan suatu kumpulan kelainan dari sel punca (stem cell) darah yang ditandai dengan terganggunya proliferasi dan pendewasaan sel hematopoiesis. Sebagian besar sindroma ini mengenai penderita berumur lebih dari 50 tahun. Namun di RSSA Malang pernah juga saya jumpai pada pasien yang lebih muda. Penyebab MDS ini masih belum diketahui. Kemungkinan karena paparan bahan kimia atau akibat radioterapi dan kemoterapi penyakit yang lain.Karakteristik dari MDS adalahhematopoiesis (pembentukan sel darah) yang tidak efektifdan adanyadisplasiasel punca akibat proliferasi dan maturasi yang abnormal. Dua karakteristik inilah yang menyebabkan terjadinyaanemia, leukopenia, dan/atau trombositopenia pada penderita MDS. Gejala dan tanda klinis yang dialami merupakan akibat dari turunnya jumlah sel darah, yaitu lemah lesu dan sesak (karena anemia), rentan terhadap infeksi (karena leukopenia), dan rentan terhadap perdarahan, ptekiae, purpura, ekimosis (karena trombositopenia). Meningkatnya resiko kematian pada MDS terutama karena perdarahan dan infeksi. Selain itu, penderita MDS memiliki resiko yang lebih tinggi untuk berkembang menjadileukemiaakut.Gambaran laboratorium yang biasa ditemukan adalah turunnya kadar Hb, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit. Sebagian besar pasien menunjukkan gambaran eritrosit yang makrositik (MCV>102). Jumlah leukosit bisa saja normal atau turun dengan disertai perubahan displasia seperti netrofil hipogranulasi, hiposegmentasi, fragmentasi inti dan kelainanPelger-Huet. Sedangkan jumlah trombosit bisa normal atau turun, namun dengan riwayat perdarahan yang berlebihan pada cedera yang ringan, menunjukkan telah terjadi kelainan fungsi trombosit.

gb 1. neutrofil hipersegmentasi

gb 2. kelainanPelger HuetBMP (pungsi sumsum tulang) merupakan standar baku emas dalam mendiagnosa MDS, terutama diIndonesia, karena analisa sitogenetik maupun pemeriksaan imunofenotipe hanya tersedia di beberapa RS saja dan harganya pun masih mahal. Pada gambaran sumsum tulang dapat dijumpai gambaran sel yang hiperseluler dengan jumlah aktifitas hematopoiesis yang masih baik, berlawanan dengan temuan di darah tepi yang terjadi penurunan jumlah sel. Hal ini menunjukkan adanya ketidakefektifan hematopoiesis. Juga dapat ditemukan berbagai kelainan bentuk sel dan perubahan megaloblastik, seperti binukleasi, internuclearbridging, dankaryorrhexispada seri eritrosit; neutrophil hipersegmen, hiposegmen, hipogranular, dangiant stabpada seri granulosit; dan hipo/hiperlobulasi dan mikromegakariosit pada seri megakariosit.

gb 3. binukleasi

gb 4. internuclear bridging

gb 5. neutrofil hipogranulasi

gb 6. mikromegakariosit dan hipolobulasiPengobatan standar pada pasien MDS di Indonesia terutama adalah terapi suportif untuk mengatasi anemia dan trombositopenia, yaitu dengan transfusi sel darah merah dengan PRC dan transfusi trombosit. Juga dapat diberikan kemoterapi dengan dosis rendah. Sedangkan di negara maju sudah dilakukan transplantasi sumsum tulang, yang dikatakan sebagai pilihan terapi yang utama.Semoga bermanfaatSumber:Manual of Clinical Hematology

Rabu, 16 Maret 2011Myelodysplastic Syndrome [MDS]Myelodysplastic Syndrome[MDS]

Latar belakangInsidensi sebenarnya MDS tidak diketahui. Penyakit ini pertama kali diketahui sebagai penyakit tersendiri pada tahun 1976 dan kejadiannya diperkirakan sekitar 1500 kasus baru per tahun. Pada waktu itu, hanya pasien dengan blas kurang dari 5% yang dianggap sebagai MDS. Persepsi bahwa insidensi MDS meningkat merupakan akibat dari kemajuan dalam mengenali penyakit ini dan kriteria diagnosisnya. Data statistik dari tahun 1999 menunjukkan bahwa 13.000 kasus baru terjadi per tahun (sekitar 1000 kasus per tahun pada anak-anak) sehingga membuatleukemialimfositik kronik menjadi jenis leukemia yang paling sering terjadi di negara-negara barat.1Data tahun 2001 hingga 2003 dari NationalCancer Institutes Surveillance, Epidemiology & End Reports (SEER) menunjukkan 86% kasus MDS didiagnosis pada individu yang berusia >60 tahun (nilai tengah 76 tahun) dan lebih sering pada pria dibandingkan wanita (4,5 vs 2,7 per 100.000 kasus).2 Data lain dari SEER juga menunjukkan bahwa insidensi MDS diperkirakan meningkat sesuai usia yang berkisar dari 0,7 per 100.000 kasus selama dekade keempat hingga 20,8-36,3 per 100.000 kasus setelah usia 70 tahun. Terdapat perbedaan risiko 5 kali lipat antara usia 60 tahun dan >80 tahun. Prevalensi MDS sekarang diperkirakan berkisar antara 35.000-55.000 kasus di Amerika Serikat.3,4 Angka yang tampak meningkat ini diyakini akibat meningkatnya angka harapan hidup untuk mencapai usia yang lebih tua. MDS ditemukan memiliki gambaran serupa di seluruh dunia. MDS lebih banyak terjadi pada laki-laki di semua usia dan usia primer mengalaminya adalah usia lanjut dengan median onset pada dekade ketujuh kehidupan. Usia tengah penyakit ini juga disebutkan pada usia 65 tahun dengan kisaran antara dekade ketiga kehidupan hingga usia >80 tahun. MDS dapat terjadi pada seseorang di semua usia, termasuk anak-anak.1

DefinisiSindroma mielodisplastik (myelodysplasticsyndrome[MDS]) adalah sekelompok gejala heterogen akibat gangguan-gangguan pembelahan hematopoietik yang saling berkaitan erat. Semua gangguan tersebut ditandai oleh hiperselularitas maupun hiposeluleritas sumsum tulang disertai kelainan bentuk dan proses pematangan (dismielopoiesis) yang akhirnya menyebabkan sitopenia di sirkulasi perifer akibat produksi sel darah yang tidak efektif.5 Ketiga lini sel pada hematopoiesis myeloid dapat terlibat, yaitu lini sel eritrositik, granulositik, dan megakariositik. Meskipun MDS dianggap sebagai kondisi pra-keganasan pada sekelompok pasien yang seringkali berkembang menjadi leukemia mieloid akut (acute myeloidleukemia [AML]) ketika terjadi kelainan genetik tambahan.1

PatofisiologiMDS dibagi menjadi tipeprimeryang penyebabnya tidak diketahui dan tipe sekunder yang merupakan akibat komplikasi pengobatan agresif terhadap kanker lain, seperti radioterapi, agen alkilasi atau penghambat topoisomerase II, dan pasien yang menjalani transplantasi sumsum tulang otolog. Cedera sel stem hematopoietik awalnya merupakan akibat dari kemoterapi yang sitotoksik, paparan radiasi, infeksivirus, paparan zat kimia dari benzena serupa genotoksin, atau predisposisi genetik. Klon mutan kemudian akan mendominasi seluruh sumsum tulang dan menekan sel stem yang sehat. Pada tahap awal, penyebab utama sitopenia adalah peningkatan apoptosis (kematian sel terprogram). Seiring perkembangan penyakit menjadi leukemia, mutasi gen berikutnya akan terus terjadi (meskipun jarang) dan proliferasi sel leukemik akan mendesak sumsum tulang yang masih sehat.1

PembagianPerjalanan penyakit MDS sangat bervariasi. Beberapa pasien mengalami perjalanan penyakit yang lambat sedangkan beberapa lainnya sangat agresif dengan perjalanan klinis yang sangat singkat dan berubah menjadi leukemia akut. Perkumpulan ahli hematologi internasional, French-American-British (FAB) Cooperative Group, membagi penyakit ini menjadi 5 kelompok yang membedakannya dari leukemia mieloid akut. Perubahan displastik ketiga lini sel pada sumsum tulang pasien terdapat pada semua kelompok ini.6Dua kelompok anemia refrakter (refractory anemia [RA]) yang ditandai oleh 5% adalah RA yang disertai blas berlebih (refractory anemia with excess blasts [RAEB]) dengan 6-20% mieloblas dan RAEB yang sedang bertransformasi (RAEB in transformation [RAEB-T]) dengan 21-30% mieloblas. Semakin tinggi persentase mieloblas, semakin pender perjalanan klinis dan semakin dekat penyakit ke fase akut mielogenik leukemia (AML). Transisi pasien dari tahap dini hingga tahap yang lebih lanjut mengindikasikan bahwa kelompok ini hanyalah sebuah tahapan penyakit, bukan penyakit tersendiri. Pasien lanjut usia dengan MDS dengan displasia tiga lini sel dan >30% mieloblas yang berkembang menjadi leukemia akut seringkali dianggap memiliki prognosis buruk karena respon penyakit terhadap kemoterapi lebih buruk daripada pasien AML. Klasifikasi World Health Organization (WHO) tahun 1999 menentukan bahwa semua kasus RAEB-T (>20% mieloblas) terdapat di dalam kategori leukemia akut karena pasien-pasien ini memiliki keluaran prognostik yang serupa. Namun, respon terhadap terapi lebih buruk pada pasien dengan AML de novo, AML yang lebih tipikal lagi, atau leukemia non-limfositik.7Kelompok kelima MDS yang paling sulit diantara lainnya disebut sebagai leukemia mielomonositik kronik (chronic myelomonocytic leukemia (CMML). Kelompok ini dapat memiliki persentase mieloblas berapa pun tetapi bermanifestasi menjadi monositosis >1000/L. CMML dihubungkan dengan adanya splenomegali. Kelompok ini sering tumpang tindih dengan penyakit-penyakit mieloproliferatif (myeloproliferative disease [MPD]) dan dapat memiliki perjalanan klinis intermediet. CMML harus dibedakan dari leukemia mielositik kronik klasik (classic chronic myelocytic leukemia) yang ditandai oleh kromosom Ph(-). Klasifikasi WHO 1999 menentukan bahwa CMML juvenil dan proliferatif didaftar secara terpisah dari klasifikasi FAB di bawah kondisi MDS/MPD dengan splenomegali dan memiliki leukosit >13.000/uL. CMML dalam klasifikasi FAB pada MDS dibatasi menjadi monositosis yang memiliki leukosit 3 kelainan) pada kelompok ini menunjukkan prognosis dan respon terapi yang buruk. Prognosis buruk ini terjadi pada 30% MDS de novo (hanya 20% yang dalam bentuk AML de novo) dan 50% pada AML terkait terapi dan MDS dengan kebutuhan mendesak untuk memperbaiki sistem terapi pada kelompok ini. Kelainan translokasi yang berimbang menyebabkan terbentuknya fusi onkogen seperti Bcr-Abl pada CML dan PML-Rar alfa pada APL sedangkan aberasi rekurens yang tidak berimbang paling banyak pada lengan kromosom -5, 5q-,-7, 7q-, +8, 11q-, 13q-, dan 20q-, menunjukkan bahwa gen dalam regio ini berperan dalam patogenesis MDS/MPD yang didasarkan pada hilangnya gen supresor tumor atau gen haploinsufisiensi yang penting dalam mielopoiesis normal.1Pasien yang bertahan terhadap terapi kanker dengan agen alkilasi, disertai radioterapi maupun tidak, memiliki risiko tunggi berkembangnya MDS atau leukemia akut sekunder. Sekitar 60-70% pasien yang tidak memiliki riwayat paparan yang jelas maupun penyebab MDS diklasifikasikan sebagai MDS primer. MDS sekunder digambarkan sebagai perkembangan dari MDS atau leukemia akut setelah diketahui paparan terhadap kemoterapi yang dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang. Obat-obat ini dihubungkan dengan tingginya prevalensi kelainan kromosom (setelah paparan dan saat terdiagnosis MDS atau leukemia akut).1MDS primer atau idiopatik merupakan bentuk yang paling sering terjadi. Namun, riwayat paparan yang tidak spesifik terhadap zat kimia atau radiasi pada 10-15 tahun sebelum onset penyakit mungkin dapat ditemukan dalam sekitar 50% pasien. Kaitan hal ini dengan patogenesis masih belum terbukti. Zat kimia lain bersifat leukemogenik. Zat seperti benzena dicurigai berperan dalam hal ini. Insektisida, pembasmi rumput, dan fungisida merupakan penyebab yang mungkin mengakibatkan MDS dan leukemia sekunder. Bukti yang mendukung predisposisi genetik masih sangat kurang tetapi insidensi familial masih cukup tinggi. Infeksi virus juga dicurigai memainkan peran dalam patogenesis MDS.8

Pemeriksaan laboratoriumPerubahan signifikan ditemukan pada hitung darah tepi dan morfologi pasien MDS serta kelainan sumsum tulang. Hitung darah tepi mencerminkan sitopenia tunggal (anemia, trombositopenia, atau neutropenia) pada tahap awal atai bisitopenia (2 lini sel) dan pansitopenia (3 lini sel) pada tahap akhir. Derajat anemia bervariasi dari ringan hingga berat. Biasanya makrositik (mean cell volume [MCV] >100 fL) dengan eritrosit berbentuk oval (makro-ovalosit). Biasanya dimorfik (>2 populasi) yang terdiri atas beberapa eritrosit yang normal atau mikrositik hipokromik bersama dengan eritrosit yang makrositik. Bentukan seperti koma yang basofilik juga ditemukan pada eritrosit.1Neutropenia dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Kelainan morfologik seringkali ditemukan pada granulosit. Semuanya dapat memiliki inti dengan dua lobus atau tidak tersegmentasi (kelainan pseudo-Pelger-Huet) atau hipersegmentasi pada inti sel (6-7 lobus) yang mirip dengan penyakit megaloblastik. Kelainan granulasi dapat bervariasi dari tidak ada granul hingga kelainan distribusi di sitoplasma (badan Dohle). Hitung trombosit menurun (jarang meningkat) dan menunjukkan kelainan ukuran morfologik dan sitoplasma, seperti trombosit hipogranular raksasa dan fragmen megakariosit.1Pada kebanyakan kasus, perubahan sumsum tulang mencakup hiperselularitas dengan perubahan displastik ketiga lini sel darah. Sejumlah kecil pasien mungkin memiliki sumsum tulang yang hiposeluler. Hal ini sering tumpanh tindih dengan anemia aplastik. Peningkatan fibrosis sumsum tulang dapat dikacaukan oleh jenis MPD lain. Perubahan displastik pada lini eritrosit (diseritropoiesis) merupakan tanda yang sangat khas. Tanpa adanya defisiensi vitamin B12 atau folat, sumsum tulang berubah biasanya bermanifestasi berupa perubahan yang serupa dengan maturasi asinkron inti dan sitoplasma sel sebagaimana digambarkan pada anemia megaloblastik. Perubahan lain mencakup binuklearitas atau multinuklearitas pada sel prekursor sel eritroid dan adanya cincin sideroblas (akulasi besi di mitokondria). Hal ini digunakan oleh FAB untuk mengklasifikasikan 2 tipe RA, yaitu tipe dengan cincin sideroblas (RARS0 dan tipe tanpa cincin sideroblas.1Perubahan displastik pada lini leukosit (dismielopoiesis) menunjukkan adanya hiperplasia mieloid dengan peningkatan jumlah mieloblas dan meluasnya populasi mielosit maupun metamielosit (tahap pertengahan). Hal ini memisahkannya dari leukemia akut (hiatis leukemik atau ketiadaan tahap pertengahan). Persentase mieloblas telah digunakan oleh klasifikasi FAB dalam membedakan RA(20%, 30%).[8] Kelainan morfologik diakibatkan oleh disosiasi inti maupun sitoplasma dalam hal maturasi dan ketikan bentuk pseudo-Pelger juga terdapat di sumsum tulang. Distrombopoiesis dalam produksi trombosit terdiri atas mikromegakariosit (bentuk dwarf) dengan lobulasi yang buruk pada inti sel dan pertunasan trombosit raksasa dari sitoplasmanya.1Pemeriksaan sitogenetik sel-sel di sumsum tulang mengindikasikan adanya mutasi pada lini sel klon dengan kelainan kromosom pada 48-64% pada berbagai seri pemeriksaan. Dengan menggunakan teknik resolusi tinggi (hibridisasi in situ fluoresen), beberapa praktisi mengklaim 79% tingkat kelainan kromosom pada MDS primer pasien. kelainan kromosom merupakan klon dan mencakup lengan kromosom 5q-, monosomi 7 (-7) atau 7q-, trisomi 8 (+8), dan beberapa lainnya yang kurang sering terjadi. Kombinasi multipel yang timbul mengindikasikan programnya memiliki prognosis yang sangat buruk. Keyakinan tunggal, kecuali dalam situasi dengan kromosom 7 yang biasanya mengindikasikan prognosis yang baik maupun angka harapan hidup.1Pemeriksaan histopatologikAdanya perubahan displastik pada hapusan darah tepi dan displasi ketiga lini sel maupun hiperselularitas sumsum tulang tanpa disertai defisiensi vitamin merupakan kunci diagnostik MDS. Adanya kelainan kromosom yang tipikal mendukung diagnosisnya dan berperan dalam menentukan prognosis MDS.1

Penentuan stadiumKarena pasien dengan MDS memiliki manifestasi klinis yang heterogen dan berbagai keluaran (outcome) klinis, penentuan stadium pasien untuk menentukan prognosis dan pendekatan terapi berdasarkan derajat dan stadium penting dilakukan. Selain itu, klasifikasi FAB sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya bukanlah mekanisme stadium yang adekuat. Kelompok ahli berskala internasional dalam International Prognostic Scoring System (IPSS) telah menentukan kriteria baru untuk stadium MDS.9CMML dalam klasifikasi FAB membutuhkan hitungan monosit aktual lebih dari 1000/?L dengan trilineage displasia. WHO mengklasifikasikan CMML ke berikut: Juvenile dan proliferatif CMML di bawah MDS / MPDs memiliki lebih dari 13.000 / ?L monosit splenomegaly ditambah. Myelodysplastic CMML bawah syndrome (MDS) adalah terbatas pada monocytosis kurang dari 13.000 / ?L dengan trilineage displasia.1PengobatanStandar perawatan untuk pasien dengan sindrom myelodysplastic (MDS) dan penurunan jumlah sel darah terus berubah. Mendukung terapi, termasuk transfusi dari sel-sel yang hilang (yaitu, sel darah merah, platelet), dan pengobatan infeksi adalah pengobatan utama. Obat baru seperti 5-azacytidine (azacytidine [Vidaza]), 5-aza-2-deoxycytidine (decitabine [Dacogen]), dan lenalidomide (Revlimid) yang sekarang disetujui oleh US Food and Drug Administrasi untuk myelodysplastic syndrome (MDS).10,11,12Lenalidomide, sebuah 4-amino-glutarimide thalidomide analog, yang lebih kuat bahwa thalidomide tetapi kekurangan yang neurotoxicity dan efek teratogenic, aktif dalam rendah dan Int-1 (IPSS) myelodysplastic risiko sindrom (MDS) pasien-khususnya, pasien dengan kariotipe dicirikan oleh penghapusan 5q31 (75% erythroid tanggapan), 70% cytogenetic respon (26% CR) dengan 36% mencapai sumsum tulang normal histologis. 50% respon diamati pada non5q-MDS dengan low/Int-1.1Epigenetik modulasi fungsi gen adalah suatu mekanisme seluler yang sangat kuat yang menunjukkan bahwa metilasi DNA mengarah kepada pembungkaman gen supresor dan meningkatkan risiko AML transformasi. Hypomethylating DNA yang kuat analog pirimidin azacytidine dan seorang agen yang relatif baru-baru ini disetujui oleh FDA, decitabine, dapat mengurangi hypermethylation dan mendorong reexpression kunci gen supresor tumor di myelodysplastic syndrome (MDS). Agen ini efektif dalam skor Int-2/high-risk myelodysplastic IPSS syndrome (MDS) pasien (25% Int-1, 48% di Int-2, dan 64% pada risiko tinggi).1Dibandingkan dengan perawatan yang mendukung, baik agen menunjukkan respons keseluruhan (60% [azacytidine] vs 5% [decitabine]) dan waktu lebih lama untuk progresi untuk AML atau kematian dan peningkatan kualitas hidup tapi tidak ada keuntungan kelangsungan hidup secara keseluruhan. Fase III uji coba yang melibatkan 358 pasien dengan risiko tinggi myelodysplastic syndrome (MDS), seperti yang didefinisikan oleh subtipe FAB dan IPSS dari Int-2 atau tinggi menunjukkan bahwa pasien yang dirawat dengan azacytidine signifikan meningkatkan kelangsungan hidup secara keseluruhan, dan 2 tahun kelangsungan hidup dua kali lipat dibandingkan dengan konvensional terapi pendukung. Pasien dengan Sitogenetika miskin di azacytidine memiliki tiga kali lipat kelangsungan hidup dan peningkatan dua kali lipat waktu mereka untuk transformasi ke leukemia akut. Ini kini dianggap sebagai terapi standar untuk myelodysplastic berisiko tinggi syndrome (MDS) pasien.10,13Dalam fase III, internasional, multicenter, terkendali, kelompok paralel, open-label trial pasien dengan risiko tinggi myelodysplastic sindrom (MDSs), et al Fenaux diamati azacitidine perawatan dengan kelangsungan hidup secara keseluruhan meningkat rata-rata relatif terhadap perawatan konvensional. Pasien (n = 358) secara acak untuk menerima azacitidine (75 mg/m2/d untuk 7 d q28d) atau konvensional care (perawatan suportif terbaik, sitarabin dosis rendah, atau kemoterapi intensif yang dipilih oleh penyidik sebelum pengacakan). Titik akhir primer adalah kelangsungan hidup secara keseluruhan. Pada 2 tahun, 50,8% (95% confidence interval [CI], 42,1-58,8) pasien dalam grup azacitidine masih hidup dibandingkan dengan 26,2% (18,7-34,3) dalam kelompok perawatan konvensional (p 20-25 unit dikemas sel darah merah atau yang memiliki tingkat feritin serum> 1000 ?g / L. Deferoxamine (Desferal) adalah sulit untuk melaksanakan pada pasien usia lanjut karena harus diberikan parenteral subcutaneously oleh pompa selama 12 jam setiap hari untuk menjadi efektif. Hal ini sering diberikan pada waktu yang sama seperti RBC transfusi, yang tidak efektif. Deferasirox (Exjade) adalah lisan disetujui FDA, dispersible tablet yang dilarutkan dalam 7 oz air dan dikelola oleh mulut satu kali sehari. Hal ini diekskresi di urin tidak kotoran, dan itu adalah 100 kali lipat lebih aktif sebagai chelator besi.1Transfusi platelet bermanfaat untuk menghentikan pendarahan di thrombocytopenic aktif pasien, tetapi hidup untuk transfusi trombosit hanya 3-7 hari. Hindari sering diulang dan transfusi trombosit di nonbleeding klinis pasien karena hitungan trombosit rendah (