jurnal skripsi baru-libre

Upload: affan-yusra

Post on 04-Feb-2018

257 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    1/24

    1

    JURNAL KEGIATAN KONSELING

    WARGA BINAAN

    PEMASYARAKATAN PADA

    LEMBAGA PEMASYARAKATAN

    KLAS I LOWOKWARU MALANG

    Lutfia Anggraeni

    Jurusan Ilmu Komunikasi

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

    Universitas Brawijaya Malang

    Abstrak

    Lembaga Pemasyarakatan Klas ILowokwaru Malang (Lapas Lowokwaru)

    memiliki banyak kegiatan pembinaan untuk

    Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yangtinggal di dalamnya, salah satunya adalah

    kegiatan konseling bersama dengan psikolog

    lapas untuk membantu permasalahanpsikologis yang dialami oleh WBP. Dalamkegiatan konseling, diperlukan selfdisclosure atau pengungkapan diri WBP

    agar psikolog dapat mengetahui secara pastikondisi dari WBP yang sesungguhnya.

    Pengungkapan diri WBP diikuti dengan

    pengungkapan pribadi yang berbeda-beda

    dari segi batasan dan informasi privatnya.Agar tercapai komunikasi yang efektif pada

    kegiatan konseling, dibutuhkan komunikasi

    terapeutik sebagai alat bantu utamanya.

    Melalui penelitian ini, penulis ingin

    mengetahui bagaimana kegiatan konseling

    yang dilakukan WBP Lapas Lowokwaru.

    Penelitian ini menggunakan teorikomunikasi antar pribadi dengan metode

    kualitatif. Wawancara dan observasi dipilih

    penulis sebagai teknik pengumpulandatanya.

    Hasil penelitian ini menyebutkan

    bahwa kegiatan konseling di Lapas

    Lowokwaru mempunyai tiga faktor utama

    yang mempengaruhi pengungkapan diriWBP, yaitu kepribadian, listeners dan topik.

    WBP juga mengaplikasikan manajemen

    privasi komunikasi dalam kegiatankonseling yang dilakukannya bersama

    dengan psikolog lapas dan hasil penelitian

    penulis yang terakhir adalah komunikasi

    terapeutik menjadi alat komunikasi yangpenting dalam kegiatan konseling di Lapas

    Lowokwaru Malang.

    Kata Kunci: Konseling, Warga Binaan

    Pemasyarakatan, Lapas Lowokwaru

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

    Manusia adalah makhluk sosial yangmembutuhkan komunikasi agar

    kebutuhannya mampu terpenuhi dengan

    baik, termasuk salah satunya adalah untukmemenuhi kesehatan mental yang sebagianbesar ditentukan oleh kualitas komunikasi

    atau hubungan dengan orang lain. Menurut

    Supratiknya, komunikasi antar pribadisangat penting bagi kebahagiaan hidup kita

    (1995:32). Salah satu bentuk yang paling

    penting dari komunikasi antar pribadi adalah

    self disclosure (DeVito, 1995:139). Daribeberapa pendapat para ahli dapat

    disimpulkan bahwa self disclosure adalahkemampuan untuk mengatakan apa yang

    menjadi kekhawatiran dan keinginan yang

    paling dalam yang berupa pemberian

    informasi yang disengaja dan tanpa dibuat-buat mengenai keadaan diri sesungguhnya

    kepada orang lain yang bisa dipercaya. Self

    disclosure dapat melepaskan perasaanbersalah dan cemas (Calhoun dan Acocella,

    1990:73). Tanpa self disclosure, individucenderung mendapat penerimaan sosialkurang baik sehingga berpengaruh pada

    perkembangan kepribadiannya. Seperti yang

    terjadi pada suatu Lembaga Pemasyarakatan

    yang merupakan tempat untukmelaksanakan pembinaan terhadap para

    Warga Binaan Pemasyarakatan (yang

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    2/24

    2

    kemudian disebut dengan WBP) di

    Indonesia yang merupakan Unit PelaksanaTeknis di bawah Direktorat Jenderal

    Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan

    Hak Asasi Manusia. Di dalam sebuah

    lembaga pemasyarakatan sekarang inimengedepankan kegiatan-kegiatan yang

    bersifat membina penghuninya.

    Sasaran yang perlu dibina dalamkegiatan pembinaan WBP adalah pribadi

    dan budi pekerti WBP, yang didorong

    untuk membangkitkan diri sendiri dan

    orang lain serta mengembangkan rasatanggung jawab untuk menyesuaikan diri

    dengan kehidupan yang tenteram dan

    sejahtera dalam masyarakat dan

    selanjutnya berpotensi menjadi manusiayang berbudi luhur dan bermoral tinggi

    (Poernomo, 1985:186).

    Sistem pembinaan secara otomatis juga

    diterapkan di Lembaga PemasyarakatanKlas I Lowokwaru yang berada di Jalan

    Asahan no.7 Malang yang keseluruhan

    warga binaan penghuninya adalah lakilaki.Kehidupan seorang WBP di dalam sebuah

    lembaga pemasyarakatan tentunya berbeda

    jika dibandingkan dengan kehidupan normaldi luar lembaga pemasyarakatan. Para WBP

    ini tidak dapat merasakan kebebasan seperti

    kehidupan di luar lembaga pemasyarakatan.

    Menurut Mulyadi (2005:133), kondisidemikian sebagai akibat bahwa hukuman

    pidana bersifat perampasan kemerdekaan

    pribadi WBP karena penempatannya dalambilik lembaga pemasyarakatan. Isolasi yang

    dialami WBP menimbulkan efek tidak

    adanya partisipasi sosial. WBP dianggap

    sebagai bagian masyarakat yang terkucilkan.Apabila seseorang individu berada di dalam

    lingkungan fisik yang terlalu menekanmaka kemungkinan individu tersebut sulit

    untuk beradaptasi dengan lingkungan dan

    hal tersebut dapat menimbulkan stres

    (Smet, 1994:115). Menurut Anoraga(2001:107), kondisi stres adalah suatu

    bentuk tanggapan seseorang, baik fisik

    maupun mental terhadap suatu perubahan dilingkungan yang dirasakan mengganggu dan

    mengakibatkan dirinya terancam.

    Lingkungan memberikan kontribusi yang

    cukup besar atas segala sesuatu yangterjadi pada diri seseorang. Seperti yang

    pernah diungkapkan Hidayat (1998:230)bahwa pada manusia, perubahan lingkungan

    dapat menimbulkan ketegangan atau stres.

    Untuk dapat bertahan, manusia harusmelakukan penyesuaian diri. Berdasarkan

    hasil wawancara penulis dengan psikolog

    Lapas Lowokwaru Malang dalam kegiatan

    pra penelitian skripsi, apabila WBP tidakmampu menyesuaikan diri maka besar

    kemungkinan WBP tersebut akanmengalami masalah-masalah sebagai akibatgagalnya beradaptasi dengan lingkungan

    lembaga pemasyarakatan yang mereka huni

    sekarang.

    Banyak sekali permasalahan yang

    rawan terjadi di sebuah lembagapemasyarakatan. Salah satunya adalah

    berkaitan dengan permasalahan kesehatan

    baik kesehatan fisik maupun psikis. Zamble,Porporino, Bartollas (Bartol, 1994:365)

    menyatakan bahwa secara umum dampakkehidupan di penjara berpotensi tinggidalam merusak kondisi psikologis

    seseorang. Mereka mendeskripsikan gejala-

    gejala psikologis yang diakibatkan oleh

    vonis pidana penjara terhadap seseorang.Gejala-gejala psikologis yang muncul

    meliputi depresi berat, cemas berlebihan dan

    sikap menarik diri dari kehidupan sosialnya.Selanjutnya, Zamble dkk (Bartol, 1994:366)

    juga menjelaskan mengenai sikap menarik

    diri dari kehidupan sosial yang dialami paraWBP di dalam penjara. Inilah fungsi pihak

    Kementerian Hukum dan HAM sebagai

    pengelola lembaga pemasyarakatanmenyediakan ruang perawatan sebagai salah

    satu bentuk pendukung kegiatan pembinaan

    terhadap penghuninya. Ruangan ini khusus

    digunakan untuk menangani WBP yang

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    3/24

    3

    mempunyai masalah kesehatan baik fisik

    maupun psikis yang ditangani langsung olehdokter dan psikolog lapas. Penulis

    menemukan fakta menarik di lapangan yang

    diperoleh ketika melakukan wawancara

    dengan petugas Lembaga PemasyarakatanLowokwaru Klas I Kota Malang, bahwa

    ternyata dari sekian banyak keluhankesehatan dari WBP penghuninya, keluhan

    mengenai kesehatan psikis adalah yang

    paling sering mereka keluhkan. Merekasering mengeluhkan berbagai macam hal

    yang membuat mereka merasa tidak

    nyaman. Temuan penulis lainnya, ternyata

    kapasitas huni dari LembagaPemasyarakatan Lowokwaru Klas I Malang

    (yang selanjutnya disebut dengan LapasLowokwaru) sudah masuk dalam kategori

    overload yang dengan kata lain sudah

    mengalami kelebihan penghuni.Tidak heran

    jika ternyata banyak permasalahanpsikologis yang ditimbulkan akibat daya

    tampungnya yang sudah tidak sesuai. Hal ini

    menjadi tugas utama dari psikolog lapas

    untuk memberikan konseling kepada WBPpenghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I

    Lowokwaru Malang agar mampu bertahan

    dan menjalani kehidupan di dalam lembaga

    pemasyarakatan dengan lebih baik.

    Pada penelitian sebelumnya yang

    dilakukan oleh John Gunn, seorang psikiatri

    forensik dari Kings College London yang

    melakukan penelitian tentang efekkomunitas terapeutik pada penjara Grendon

    dengan penghuni laki-laki pada tahun 1970

    menyatakan bahwa dekat dan salingberbicara antara seorang staf dan seorang

    warga binaan dalam sebuah lembaga

    pemasyarakatan menjadikan staf tersebutlebih mengerti apa yang dipikirkan warga

    binaannya. Jika dihubungkan dengan

    kegiatan pra penelitian yang sudah penulislakukan sebelum memulai penelitian, dalam

    kegiatan konseling di sebuah lembaga

    pemasyarakatan sangat diperlukan

    komunikasi terapeutik untuk menjembatani

    seorang psikolog sebagai staf lembaga

    pemasyarakatan dan WBP agar mampuberkomunikasi dengan baik. Selain itu juga

    dibutuhkan self disclosure atau

    pengungkapan diri dari WBP agar psikolog

    dapat mengetahui secara pasti kondisi dariWBP dan bagaimana cara untuk

    menanganinya. Dalam prakteknya, self

    disclosure yang muncul dari WBP kepada

    psikolog pada kegiatan konseling di

    Lembaga Pemasyarakatan Klas ILowokwaru Malang terdapat pembukaan

    pribadi seperti yang terdapat pada teori

    manajemen privasi komunikasi.

    Atas dasar itulah penulis tertarik untuk

    meneliti lebih lanjut mengenai kegiatan

    konseling yang dilakukan para WBP ketikamelakukan kegiatan konseling guna

    mendapatkan kesehatan psikis seperti yang

    mereka harapkan.

    2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan pemaparan latar belakangpada halaman sebelumnya, maka perumusan

    masalah dalam penelitian ini yaitu

    bagaimana kegiatan konseling yang

    dilakukan Warga Binaan Pemasyarakatanatau WBP di Lembaga Pemasyarakatan Klas

    I Lowokwaru Malang.

    3. Tujuan Penelitian:

    Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu

    untuk mendeskripsikan secara ilmiahkomunikasi yang terjadi pada kegiatan

    konseling Warga Binaan Pemasyarakatan

    atau WBP di Lembaga Pemasyarakatan Klas

    I Lowokwaru Malang.

    4. ManfaatPenelitian:

    1. Akademis

    Mempelajari fenomena komunikasi,khususnya self disclosure, manajemen

    privasi komunikasi dan komunikasi

    terapeutik yang terjadi antara psikolog dan

    WBP penghuni Lembaga Pemasyarakatan

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    4/24

    4

    Klas I Lowokwaru Malang. Penulis berharap

    penelitian ini bisa menjadi referensi dalamkomunikasi antar pribadi pada kegiatan

    konseling di sebuah lembaga

    pemasyarakatan. Selain memberikan fakta-

    fakta, juga bisa menjadi masukan bagi parapembaca dan memperdalam pemahaman

    mengenai komunikasi.

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    1.Komunikasi Antar Pribadi

    Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh

    satu orang atau lebih, mengirim danmenerima pesan yang terdistorsi oleh

    gangguan (noise), terjadi dalam suatu

    konteks tertentu, mempunyai pengaruh

    tertentu, dan ada kesempatan untukmelakukan umpan balik (DeVito, 1997:23).

    Komunikasi antar pribadi memungkinkanmunculnya ketertarikan dan terbentuknya

    suatu hubungan antara dua manusia karena

    komunikasi antar pribadi adalah komunikasi

    yang melibatkan sedikit peserta sehinggasangat memungkinkan untuk langsung

    merespon setiap interaksi yang terjadi.

    Komunikasi antar pribadi sangat pentingbagi kebahagiaan hidup kita

    (Supratiknya,1995:32).

    Komunikasi antar pribadi yang dimaksud

    di sini ialah proses komunikasi yang

    berlangsung antara dua orang atau lebihsecara tatap muka, seperti yang di

    kemukakan oleh R. Wayne Pace (2005:89)

    bahwa interpesonal communication is

    communication involving two or more

    people in a face to face setting."

    Komunikasi antar pribadi dianggap olehpara ahli sebagai jenis komunikasi efektifuntuk merubah sikap, pendapat dan perilaku

    (attitude, opinion and behavior change)

    seseorang (Effendy, 2005:55). Dengandemikian, maka dalam komunikasi antar

    pribadi akan terjalin suatu hubungan yang

    disertai pemahaman terhadap lawan bicara.

    2. Self Disclosure

    Menurut DeVito (1995:139), salah satu

    bentuk yang paling penting dari komunikasiantar pribadi adalah self disclosure. Dari

    beberapa pendapat para ahli dapat

    disimpulkan bahwa self disclosure adalahkemampuan untuk mengatakan apa yang

    menjadi kekhawatiran dan keinginan yang

    paling dalam yang berupa pemberianinformasi yang disengaja dan tanpa dibuat-

    buat mengenai keadaan diri sesungguhnya

    kepada orang lain yang bisa dipercaya. Self

    disclosure atau proses pengungkapan diriyang telah lama menjadi fokus penelitian

    dan teori komunikasi mengenai hubungan,

    merupakan proses mengungkapkan

    informasi pribadi kita kepada orang lain dansebaliknya. Sidney Jourard dalam Burhan

    Bungin, menandai sehat atau tidaknyakomunikasi antar pribadi dengan melihat

    keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi.

    Menurut Lumsden (1996:58) selfdisclosure dapat membantu seseorang

    berkomunikasi dengan orang lain,meningkatkan kepercayaan diri serta

    hubungan menjadi lebih akrab. Selain itu,

    self disclosure dapat melepaskan perasaanbersalah dan cemas (Calhoun dan Acocella,

    1990:73). Tanpa self disclosure, individu

    cenderung mendapat penerimaan sosial

    kurang baik sehingga berpengaruh pada

    perkembangan kepribadiannya.

    Self disclosure merupakan salah satu

    faktor yang menentukan keberhasilan dalam

    interaksi sosial. Individu yang terampilmelakukan self disclosure mempunyai ciri-

    ciri yakni memiliki rasa tertarik kepadaorang lain daripada mereka yang kurangterbuka, percaya diri sendiri, dan percaya

    pada orang lain (Taylor & Belgrave dalam

    Johnson, 1990:97).

    3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

    Self Disclosure

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    5/24

    5

    Banyak faktor yang mempengaruhi self

    disclosure atau pengungkapan diri,kemudian apa yang kita ungkapkan, dan

    pada siapa saja kita melakukan

    pengungkapan diri tersebut. Berikut ini

    adalah beberapa faktor yang paling pentingdalam mempengaruhi self disclosure

    menurut Devito (1997:66), diantaranya

    adalah:

    1.

    Kepribadian

    Individu yang cenderung pandai bergaul

    dan extrovert atau terbuka,

    mengungkapkan tentang diri merekalebih banyak ketimbang mereka yang

    kurang pandai bergaul.

    2. Budaya (culture)

    Taylor dkk (1997:265), menambahkanbahwa pengungkapan diri dapat

    dipengaruhi oleh kebudayaan. Adapengaruh antara nilai-nilai dan budaya

    yang dipahami seseorang dalam tingkat

    self disclosure yang mereka lakukan.

    Begitu juga dengan kedekatan budayaantar individu. Budaya yang dimaksud

    ini meliputi budaya yang dibangun

    dalam keluarga, pertemanan, daerah, dannegara.

    3.

    Jenis KelaminSalah satu faktor terpenting yangmempengaruhi self disclosure. Laki-laki

    umunya kurang terbuka dibandingkan

    dengan perempuan. Perbedaan cara

    berkomunikasi antara laki-laki danperempuan juga dinyatakan Tannen

    (Santrock, 2003: 379), bahwa laki-laki

    dan perempuan memiliki tipepembicaraan yang berbeda. Laki-laki

    lebih menguasai kemampuan verbal

    seperti bercerita, bercanda danberceramah tentang informasi,

    sedangkan perempuan lebih menyenangi

    percakapan pribadi.

    4. Listeners

    Self disclosure lebih banyak terjadi dalamkelompok kecil daripada kelompok besar.

    Kemudian orang lebih membuka diri kepada

    orang yang disukai karena akan cenderungmendukung atau memberikan respons

    positif. Dengan pendengar lebih dari satu

    seperti monitoring sangatlah tidak mungkin

    karena respon yang nantinya bervariasiantara pendengar.

    5.

    Topik dan media

    Setiap individu cenderung membuka diritentang topik tertentu daripada topik yang

    lain. Selanjutnya, media komunikasi yang

    digunakan juga mempengaruhi self

    disclosure misalnya face to face atau

    online.

    4.Manfaat Self Disclosure

    Penelitian menunjukkan ada 3 manfaat

    utama self disclosure atau pengungkapandiri, yaitu (Devito,1997:68):

    1.Pengetahuan tentang diriDengan melakukan self disclosure kita

    bisa memahami diri kita secara lebih

    baik atau memandang diri kita dengan

    perspektif yang baru.2.

    Meningkatkan efektivitas komunikasi

    Dengan self disclosuremembuat orang

    lain lebih memahami diri kita dan kitapun lebih memahami orang lain.

    Kondisi saling memahami diri lawankomunikasi merupakan salah satuprasyarat untuk membangun

    efektivitas komunikasi. Oleh karena

    itu, self disclosure menjadi sangat

    penting dalam upaya kita membangunkomunikasi yang efektif itu.

    3. Kesehatan psikologis

    Dengan self disclosurememungkinkan manusia bisa

    melepaskan diri dari himpitan beban

    psikologi. Stres atau depresimerupakan penyakit psikologis yang

    membutuhkan self disclosure untuk

    menyembuhkannya. Oleh karena itu,orang yang biasa melakukan self

    disclosure relatif terlepas dari

    penyakit-penyakit psikologis seperti

    itu.

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    6/24

    6

    Self disclosure digunakan penulis

    untuk menganalisa bagaimana self

    disclosure yang terjadi pada kegiatan

    konseling warga binaan pemasyarakatan

    penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I

    Lowokwaru Malang. Sebagai salah satuaspek penting dalam hubungan sosial, self

    disclosure juga perlu bagi Warga BinaanPemasyarakatan yang tentunya juga

    mempunyai hubungan sosial di dalam

    Lembaga Pemasyarakatan. Keterampilan

    self disclosure yang dimiliki oleh Warga

    Binaan Pemasyarakatan akan membantu

    mereka dalam mencapai kesuksesan

    penyesuaian diri dengan lingkungannya.

    5.Manajemen Privasi Komunikasi

    Ide-ide dalam teori manajemen privasikomunikasi atau yang bisa dikenal dengan

    CPM (Communication Privacy

    Management) ini sebenarnya sudah ada

    sejak dua puluh tahun yang lalu, tetapi teori

    ini baru mendapatkan pernyataan resminya

    saat Petronio menerbitkan buku yangberjudul Boundaries of Privacy pada tahun

    2002 lalu. Teori ini berawal ketika Petronio

    dan teman-temannya menerbitkan penelitianyang di dalamnya para peneliti tertarik

    mengenai kriteria pembentukan aturandalam sistem manajemen aturan bagiketerbukaan. Menurut Petronio, manusia

    membuat pilihan dan peraturan mengenai

    apa yang harus dikatakan dan apa yang

    harus disimpan dari orang lain yangdidasarkan pada budaya, gender, dan

    konteks.

    Teori manajemen privasi komunikasi

    ini lebih menjelaskan kepada proses-proses

    komunikasi negosiasi seputar pembukaaninformasi privat. Perbedaan dari

    pengungkapan diri dan pembukaan pribadiini adalah pemberikan penekanan lebih pada

    isi personal. Teori manajemen privasi

    komunikasi ini mempelajari bagaimana

    orang melakukan pembukaan melalui sistemyang didasarkan pada aturan yang sudah

    dibentuk oleh seorang individu itu sendiri.

    Menurut Petronio manusia membuat pilihandan peraturan mengenai apa yang harus

    dikatakan dan apa yang harus disimpan dari

    orang lain yang didasarkan pada kriteria

    penting seperti budaya, gender, dan konteks.Petronio menggunakan istilah pembukaan

    (disclosure) dan pembukaan pribadi(private disclosure) daripada menggunakan

    istilah pembukaan diri (self disclosure)

    dalam teori ini.

    Teori ini tidak membatasi hanya kepada

    seorang individu, tetapi juga mencakupbanyak level pembukaan termasuk pada

    kelompok dan organisasi. Teori ini

    mempunyai lima asumsi dasar, yaitu

    informasi privat, batasan privat, kontrol dankepemilikan, sistem manajemen berdasarkan

    aturan, dan dialektika manajemen (Turner,

    2008: 256).

    6. Konseling

    1. Menurut Edwin C Lewis dalambukunya M. Hamdani bakran Adz-

    Dzaky, mengemukakan bahwa:

    Konseling adalah suatu proses

    dimana orang bermasalah (klien)

    dibantu secara pribadi untuk merasa

    dan berperilaku yang lebih

    memuaskan melalui interaksi dengan

    seseorang yang tidak terlibat

    (konselor) yang menyediakan

    informasi dan reaksi-reaksi yang

    merangsang klien untuk

    menyeimbangkan prilaku-prilaku

    yang memungkinkannya

    berhubungan secara lebih efektif

    dengan dirinya dan lingkungannya.

    (Hamdani, 2000:128)

    2.

    Dewa Ketut Sukardi mengatakan

    bahwa:

    Konseling adalah hubungan timbal

    balik diantara dua orang individu,

    dimana yang seorang (konselor)

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    7/24

    7

    berusaha membantu yang lain

    (klien) untuk mencapai atau

    mewujudkan pengalaman tentang

    dirinya sendiri dalam kaitannya

    dengan masalah atau kesulitan

    yang dihadapinya pada saat inidan pada waktu

    mendatang.(Sukardi, 1998:169)

    3.

    Bimo Walgito mengatakan bahwa:

    Konseling adalah bantuan yang

    diberikan kepada individu dalam

    memecahkan masalah kehidupannya

    dengan wawancara, dengan cara-

    cara yang sesuai dengan keadaan

    individu yang dihadapi untuk

    mencapai kesejahteraanhidupnya.(Walgito,1995:5)

    Menurut istilah, konseling adalah suatuaktivitas pemberian nasihat dengan atau

    berupa anjuran atau saran-saran dalam

    bentuk pembicaraan yang komunikatif

    antara konselor dan konseli atau klien yangdisebabkan karena ketidaktahuan atau

    kurangnya pengetahuan klien sehingga ia

    memohon pertolongan kepada konselor agardapat memberikan bimbingan dengan

    metode-metode psikologis (Hamdani,2000:127). maka dapat disimpulkan secarasederhana bahwa konseling ini adalah

    kegiatan bimbingan dengan cara

    mencurahkan semua apapun yang ada di

    benak kita.

    7.Komunikasi Terapeutik

    Dalam kegiatan konseling, psikologsebagai konselor perlu menguasai

    keterampilan dalam merespon klien sebagaikonselinya dengan teknik komunikasi yangbenar dan sesuai. Hal ini yang kemudian

    disebut dengan komunikasi terapeutik, yaitu

    komunikasi yang digunakan oleh seorangprofesional untuk membantu klien

    mengatasi masalah kesehatan yang sedang

    dihadapi (Rossiter:128). Rossiter

    menyatakan bahwa sebelum kita memahami

    apa itu komunikasi terapeutik, kita harusmampu memahami pengertian dari

    kesehatan terlebih dahulu. World Health

    Organization, yaitu organisasi kesehatan

    dunia yang lebih sering kita sebut denganWHO mendefinisikan kesehatan sebagai

    keadaan fisik lengkap, mental dankesejahteraan sosial dan bukan hanya tidak

    adanya penyakit atau kelemahan. Berangkat

    dari pemahaman tentang kesehatan yangdinyatakan oleh WHO ini, akhirnya Charles

    M. Rossiter Jr. pada Journal of

    Communication tahun 1975 menuliskan

    bahwa pada dasarnya komunikasi terapeutikmerupakan komunikasi profesional yang

    mengarah pada tujuan penyembuhan pasiendalam hal pemenuhan kesehatan psikologis.

    Sementara itu menurut Jurgen Ruesch,segala hal yang berkaitan dengan dunia

    psikoterapi, psikoanalisis, terapi grup,

    hipnosis dan berbagai macam bentuk dari

    konseling lainnya membutuhkan komunikasiterapeutik sebagai alat utamanya untuk

    komunikasi antara seorang profesional

    beserta kliennya.

    Stuart (1998) menambahkan bahwakomunikasi terapeutik merupakan hubungan

    interpersonal antara seorang profesional dan

    kliennya yang kemudian memperoleh

    pengalaman belajar bersama dalam rangka

    memperbaiki pengalaman emosional klien.

    Dari banyak pendapat melalui para ahli

    tersebut maka kemudian dapat dipahami

    bahwa komunikasi terapeutik ini adalahkomunikasi yang dalam prakteknya

    menggunakan teknik-teknik tertentu agarmampu menjadi kegiatan penyembuhan bagi

    klien.

    8.Warga Binaan Pemasyarakatan

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    8/24

    8

    Menurut pasal 1 ayat 7 Undang-

    Undang Republik Indonesia Nomor 12Tahun 1995 tentang pengertian

    pemasyarakatan, narapidana adalah

    terpidana yang menjalani pidana hilang

    kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.Berbeda dengan Keputusan Menteri

    Kehakiman Republik Indonesia NomorM.01-Pp.02.01 Tahun 1990 Tentang Dana

    Penunjang Pembinaan Narapidana dan

    Insentif Karya Narapidana, menjelaskandefinisi narapidana adalah seorang terpidana

    berdasarkan putusan pengadilan yang telah

    memperoleh kekuatan hukum tetap dan

    terpidana tersebut ditempatkan di LembagaPemasyarakatan atau Rumah Tahanan

    Negara.Seiring dengan bergantinya istilah

    penjara menjadi lembaga pemasyarakatan,maka istilah narapidana pun mulai

    ditinggalkan dan berubah istilah menjadi

    warga binaan pemasyarakatan atau lebih

    sering disebut dengan WBP bagi seseorangyang mendapatkan vonis pidana atau

    seseorang yang mendapatkan pembinaan di

    dalam suatu lembaga pemasyarakatan.

    Warga Binaan Pemasyarakatan yangsedang menjalani masa hukuman pada

    dasarnya masih berhak atas segala hak yang

    pernah dimiliki seperti sebelum menjalani

    masa tahanan, hanya saja hak kemerdekaanmereka hilang. Meskipun demikian, banyak

    hak-hak lain yang masih bisa dinikmati

    seperti menurut pasal 14 Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995

    tentang pemasyarakatan yang menyatakan

    bahwa hak-hak warga binaan adalah:

    1. Melakukan ibadah sesuai denganagama atau kepercayaannya

    2. Mendapatkan perawatan, baik

    perawatan rohani maupun jasmani3.

    Mendapatkan pendidikan dan

    pengajaran

    4. Mendapatkan pelayanan kesehatan

    dan makanan yang layak5.

    Menyampaikan keluhan

    6. Mendapatkan bahan bacaan dan

    mengikuti siaran media massa

    lainnya yang tidak dilarang7. Mendapatkan upah atau premi atas

    pekerjaan yang dilakukan8.

    Menerima kunjungan keluarga,

    penasihat hukum, atau orang tertentu

    lainnya9.

    Mendapatkan pengurangan masa

    pidana (remisi)

    10.Mendapatkan kesempatan

    berasimilasi termasuk cutimengunjungi keluarga

    11.

    Mendapatkan pembebasan bersyarat12.

    Mendapatkan cuti menjelang bebas13.

    Mendapatkan hak-hak lain sesuai

    dengan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku

    9. Lembaga PemasyarakatanTempat untuk melaksanakan pembinaan

    terhadap para warga binaan di Indonesia

    yang merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

    Kementerian Hukum dan Hak Asasi

    Manusia yang dihuni oleh warga binaandengan status narapidana maupun tahanan.

    Pertama kali digagas oleh Menteri

    Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962 yangmenyebutkan bahwa tugas kepenjaraan

    bukan hanya untuk melaksanakan

    hukuman, tetapi juga mengembalikanorang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam

    masyarakat. Hal ini membuka jalan

    perlakuan terhadap warga binaan dengan

    cara pemasyarakatan sebagai tujuan pidana.

    Menurut Undang-Undang Nomor 12Tahun 1995, pemasyarakatan adalah

    kegiatan untuk melakukan pembinaan

    Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkansistem, kelembagaan, dan cara pembinaan

    yang merupakan bagian akhir dari sistem

    pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

    Sedangkan sistem pemasyarakatan adalah

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    9/24

    9

    suatu tatanan mengenai arah dan batas serta

    cara pembinaan warga binaanpemasyarakatan berdasarkan pancasila yang

    dilaksanakan secara terpadu antara pembina,

    yang dibina, dan masyarakat untuk

    meningkatkan kualitas warga binaanpemasyarakatan agar menyadari kesalahan,

    memperbaiki diri, dan tidak mengulangitindak pidana sehingga dapat diterima

    kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat

    aktif berperan dalam pembangunan, dandapat hidup secara wajar sebagai warga

    yang baik dan bertanggung jawab.

    Perubahan dari rumah penjara menjadi

    lembaga pemasyarakatan, bukan semata-

    mata hanya secara fisik merubah atau

    mendirikan bangunannya saja, melainkanmengarah kepada hal yang lebih penting,

    yaitu menerapkan konsep pemasyarakatan

    (Priyatno, 2006:24).

    10. Tujuan Lembaga PemasyarakatanTujuan diselenggarakannya sistem

    pemasyarakatan dalam rangka membentuk

    Warga Binaan Masyarakat (WBP) agarmenjadi manusia seutuhnya (pasal 2 UU No.

    12/1995) yang maksudnya adalah untuk

    memulihkan warga binaan pemasyarakatankepada fitrahnya dalam hubungan manusia

    dengan Tuhannya, manusia dengan

    pribadinya, manusia dengan sesamanya dan

    manusia dengan lingkungannya (Priyanto,2006:27).

    11.Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

    Fungsi sistem pemasyarakatan adalah

    menyiapkan warga binaannya agar dapatberintegrasi (pemulihan kesatuan hubungan

    warga binaan) secara sehat denganmasyarakat, sehingga dapat berperankembali sebagai anggota masyarakat yang

    bebas dan bertanggung jawab (pasal 3 UU

    no.12/1995).

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    1. Jenis dan Tipe Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah pada babsebelumnya, penulis menggunakan jenispenelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ini

    bertujuan untuk menjelaskan fenomena

    sedalam-dalamnya, lebih menekankan padakedalaman (kualitas) data, bukan banyaknya

    (kuantitas) data (Moleong, 2007:4). Pada

    penelitian kualitatif tidak perlu mencari

    informan lain apabila data yang terkumpulsudah mendalam dan bisa menjelaskan

    fenomena yang diteliti (Kriyantono,

    2006:51).

    2. Fokus Penelitian

    Fokus penelitian yang dimaksud adalahuntuk membatasi masalah bagi penulisdalam menentukan sasaran penelitian

    (Sugiyono, 2008:207). Untuk memudahkan

    penulis dalam penelitiannya, maka penulis

    membatasi fokus penelitian sebagai berikut :

    1.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi

    self disclosure yang muncul padakegiatan konseling yang dilakukanoleh warga binaan pemasyarakatan

    di Lembaga Pemasyarakatan Klas I

    Lowokwaru Malang2.

    Manajemen privasi komunikasi yang

    dilakukan oleh warga binaan

    pemasyarakatan di Lembaga

    Pemasyarakatan Klas I LowokwaruMalang pada kegiatan konseling

    3. Komunikasi terapeutik yang

    digunakan oleh psikolog lapas dalammembina warga binaan

    pemasyarakatan Lembaga

    Pemasyarakatan Klas I LowokwaruMalang.

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    10/24

    10

    3. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Lembaga

    Pemasyarakatan Lowokwaru Klas I Malangyang beralamatkan di Jl. Asahan no.7,

    Malang. Lapas Lowokwaru Malang dipilih

    penulis karena lapas tersebut mengalami

    overload penghuni, sehingga

    memungkinkan untuk para penghuninya

    mengalami berbagai macam persoalansehingga para WBP penghuni lapas tersebut

    akan membutuhkan konseling. Penelitian ini

    dilakukan penulis dengan menyesuaikan

    situasi dan kondisi yang ada pada lokasi

    penelitian.

    4. Sumber Data

    Sumber data dalam penelitian ini

    dibedakan menjadi:

    1.

    Data Primer

    Adalah data yang cara

    memperolehnya langsung dari lokasipenelitian, yaitu hasil pengamatan

    dan wawancara langsung dengan

    para informan di LembagaPemasyarakatan Klas 1 Lowokwaru

    Malang.

    2.

    Data SekunderAdalah data pelengkap yang bukan

    diperoleh sendiri oleh penulis. Data

    sekunder ini berupa jurnal yangsesuai dengan penelitian penulis.

    5. Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data adalah langkah paling

    penting yang harus dilakukan dalam sebuah

    penelitian karena penelitian membutuhkandata-data yang sesuai. Berikut teknik

    pengumpulan data yang dilakukan penulis:

    1. Wawancara

    Teknik wawancara merupakan alatpenelitian yang paling sesuai untuk

    mengungkapkan kenyataan tentang

    apa yang dipikirkan hingga dirasakan

    oleh seseorang mengenai banyak hal.

    Selain itu, melalui model tanya

    jawab, kita bisa memperolehgambaran tentang diri mereka.

    Penulis akan menggunakan jenis

    wawancara tidak terstruktur. Jadi,

    penulis tidak menyiapkan pertanyaankhusus kepada informan. Pertanyaan

    mempunyai kemungkinan besaruntuk lebih berkembang sesuai

    dengan tanggapan informan. Untuk

    itu, pedoman wawancara yangdigunakan hanya berupa garis-garis

    besar permasalahan yang akan

    ditanyakan. Menurut Sugiyono

    (2008:234), pada wawancara tidakterstruktur, penulis sebuah penelitian

    belum mengetahui secara pasti dataapa yang akan diperoleh, sehinggapenulis lebih banyak mendengarkan

    apa yang diceritakan oleh informan.

    Maka, dengan demikian, penulisdapat mengajukan berbagai

    pertanyaan berikutnya yang lebih

    terarah pada suatu tujuan yang ingin

    dicapainya.Wawancara dilakukan penulis

    terhadap semua informan guna

    mendapatkan data yang sesuaidengan fokus penelitian dari penulis.

    2. Observasi

    Nasution dalam Sugiyono (2003:56)menyatakan bahwa observasi adalah

    dasar semua ilmu pengetahuan. Para

    ilmuwan hanya dapat bekerjaberdasarkan data, yaitu fakta

    mengenai dunia dan kenyataan yang

    diperoleh melalui observasi.

    Sementara itu Moleong (2007:174)menulis bahwa observasi adalah

    teknik pengumpulan data dengan

    mengadakan pengamatan langsungpada objek yang diteliti. Observasi

    dilakukan dengan melakukan

    pengamatan langsung kepada parainforman yang sudah dipilih oleh

    penulis dan lingkungan dari lokasi

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    11/24

    11

    penelitian penulis. Observasi yang

    dilakukan pada penelitian ini adalahobservasi non partisipan. Observasi

    nonpartisipan adalah teknik

    observasi di mana peneliti hanya

    bertindak mengobservasi ataumengamati tanpa ikut terjun

    melakukan aktivitas seperti yangdilakukan kelompok atau subjek

    yang diteliti (Kriyantono, 2009:110)

    6. Pemilihan Informan

    Penulis memilih informan berdasarkan

    sejumlah kriteria yang telah ditetapkan olehpenulis. Teknik pemilihan informan seperti

    ini menurut Kriyantono disebut sebagai

    purposive sampling. Teknik ini dipandang

    lebih mampu menangkap dan menggali datalebih dalam sekaligus dapat dipercaya

    (Pawito, 2007:93).

    Adapun kriteria untuk informan yang

    penulis pilih adalah WBP penghuni dariLapas Lowokwaru yang sering melakukan

    konseling di ruang perawatan minimal 2 kali

    dalam sebulan mengingat tidak dijadwalkansecara khusus untuk melakukan konseling

    kepada psikolog Lapas.

    7. Profil Informan

    Penelitian kualitatif mengutamakankualitas informan yang mampu

    menggambarkan fenomena yang terjadi,

    terutama yang menjadi rumusan masalahdalam penelitian. Teknik purposive

    sampling adalah teknik penentuan informan

    dalam penelitian ini. Teknik ini dipandang

    lebih mampu menangkap dan menggali datalebih dalam. Penulis memilih informan

    berdasarkan sejumlah kriteria yang telahditetapkan oleh penulis berdasarkanberbagai pertimbangan tertentu dan

    intensitas keaktifan informan dalam kegiatan

    konseling di Lembaga Pemasyarakatan Klas

    I Lowokwaru Malang.

    Berikut ini adalah profil lengkap

    informan yang sesuai dengan kriteria yang

    sudah penulis tetapkan :

    1. SU

    Lelaki berusia 21 tahun inimendapatkan vonis hukuman pidana

    selama 4 tahun dan sudah menjalanimasa hukuman pidana selama 8 bulan.

    Sebelumnya dia adalah seorang

    karyawan dari sebuah minimarket diKota Malang. SU berasal dari sebuah

    desa di kawasan Malang Selatan yang

    mengenyam pendidikan sampai jenjang

    Sekolah Menengah Atas jurusan IPS. SUtidak pernah bermasalah dengan pihak

    berwajib sebelumnya, sampai padaakhirnya dia dilaporkan oleh orang tuapacarnya dengan tuduhan asusila karenamengunggah foto-foto yang tidak

    senonoh dengan pacarnya pada akun

    miliknya di sebuah situs jejaring sosial.Baru pertama kali berada di lingkungan

    lembaga pemasyarakatan membuat SU

    takut dan kesulitan untuk beradaptasidengan lingkungan barunya. Sampai

    pada akhirnya dia memutuskan untuk

    menceritakan kesulitan yang dialaminyakepada psikolog petugas Lembaga

    Pemasyarakatan Lowokwaru Malang.

    Saat ini SU bertugas sebagai pelayan

    kesehatan di lapas. Tugas utamanyaadalah mendata para WBP, baik tahanan,

    relasan maupun narapidana yang akan

    berobat di ruang perawatan.

    2. AH

    AH adalah seorang ayah dari 3anak yang semuanya masih berstatus

    sebagai pelajar. AH adalah pengguna

    narkoba jenis sabu-sabu sejak tahun1999 sampai akhirnya dia ditangkap

    polisi karena menjadi pengedar sabu-

    sabu dan mendapatkan vonis hukuman

    pidana selama 4 tahun. AH sudahmenjalani masa pidananya selama 20

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    12/24

    12

    bulan. Pria kelahiran Jogjakarta 37 tahun

    yang lalu ini merasa beruntung masihbisa berkomunikasi dengan anak-

    anaknya secara rutin untuk memantau

    perkembangan dari anak-anaknya yang

    mulai beranjak remaja. AH tidak pernahmeluangkan waktu secara khusus untuk

    melakukan konseling, karena AH lebihmemilih untuk melihat situasi dan

    kondisi pada ruang perawatan.

    Komunikasi yang terjadi antara AH danBu Ayu sebagai psikolog lapas pun tak

    pernah dilakukan dalam situasi formal

    layaknya WBP lain ketika melakukan

    konseling karena AH beralasan tidaknyaman bercerita dengan kondisi

    demikian.

    3. IR

    WBP yang terjerat kasus

    pemerasan ini adalah seorang sarjana

    ekonomi yang masih berstatus sebagaikaryawan salah satu perusahaan asing

    yang berlokasi di daerah Jimbaran, Pulau

    Bali. Lelaki yang mengaku gagalmenikah karena statusnya sekarang ini

    membutuhkan waktu sekitar 2 bulan

    untuk bisa beradaptasi denganlingkungan lembaga pemasyarakatan.

    Bungsu dari 2 bersaudara yang

    mendapatkan vonis hukuman pidana

    selama 2 tahun 3 bulan ini sedangmenunggu surat keputusan pembebasan

    bersyarat yang sudah diajukannya

    kepada pihak Kemenkumham. Dalamwawancara yang dilakukan penulis, IR

    mengaku tidak pernah mempunyai

    kebiasaan untuk curhat kepada siapa pun

    ketika tinggal di luar lapas. IR punmengaku kalau dirinya baru merasa

    wajib menceritakan permasalahannyaketika dia merasa sudah benar-benar

    menemui jalan buntu dalam

    permasalahannya. IR juga mengaku

    bahwa dirinya mempunyai pemikirandemikian karena sudah terbiasa mandiri

    sejak masih kecil. Berbeda ketika IR

    sudah menyandang status WBP diLembaga Pemasyarakatan Klas I

    Lowokwaru Malang, IR butuh seseorang

    untuk diajak berdiskusi tentunya selain

    rekan-rekan WBP karena IRberanggapan sulit untuk mempercayai

    rekan-rekan WBP lainnya karena tidakada jaminan kalau rekan-rekan WBP

    akan menyimpan rapat rahasia yang

    akan IR ceritakan.

    4. AD

    AD adalah WBP yang dipercaya

    pihak Lembaga PemasyarakatanLowokwaru sebagai pelayan koperasi.

    Tugasnya adalah menjaga koperasi danmelayani customer dari koperasi baikyang berasal dari kalangan WBP,maupun dari pengunjung Lembaga

    Pemasyarakatan Lowokwaru yang

    tengah melakukan kunjungan. AD sudahmenjalani masa hukuman pidana selama

    4 tahun dari total selama 12 tahun karena

    kasus perampokan yang disertaipembunuhan. AD meluangkan waktunya

    2 minggu sekali untuk sekedar

    berbincang dengan psikolog LembagaPemasyarakatan Lowokwaru Malang.

    5. YU

    YU masih berstatus sebagai

    mahasiswa salah satu perguruan tinggi

    swasta yang ada di Kota Malang ketika

    polisi menangkapnya dengan tuduhankepemilikan narkoba jenis ganja yang

    tidak pernah diakuinya sampai sekarang.

    Anak tunggal ini mengaku mengetahuiadanya ruang perawatan dari pengenalan

    lingkungan yang dijalaninya ketika

    pertama kali resmi menghuni LembagaPemasyaraktan Lowokwaru Malang.

    Intensitas kegiatan konseling yang

    dijalaninya di ruang perawatan sangat

    tinggi diantara WBP yang lain. Hal inikarena YU mengalami anxiety yang

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    13/24

    13

    sangat tinggi. Hal ini semakin

    memburuk ketika dia mendengar ataumendapatkan berita yang tidak sesuai

    dengan harapannya. Pada bulan januari

    tahun 2012, YU pernah melakukan

    percobaan bunuh diri dengan caramemotong nadi pada pergelangan

    tangannya sendiri. Beruntung YU dapattertolong dan perlahan-lahan mulai

    menata kembali hidupnya.

    8. Instrumen PenelitianDalam penelitian ini, instrumen

    penelitian yang digunakan adalah:1.

    Penulis sendiri.

    Sesuai dengan metode penelitian

    yang akan digunakan oleh

    penulis, yaitu metode kualitatif,maka instrumen penelitiannya

    adalah penulis sendiri (Sugiyono,2009:222). Dengan demikian,

    penulis menjadi instrumen utama

    dalam penelitian ini dengan cara

    terjun langsung ke lapangan.2.

    Field note.

    Merupakan buku catatan

    lapangan yang digunakan olehpenulis untuk mencatat informasi

    yang diperoleh selama penelitiandi lapangan. Selain itu,field noteadalah satu-satunya instrumen

    yang diijinkan untuk masuk ke

    dalam lapas, hal ini berlaku pada

    siapa pun yang akan masukuntuk bertemu dengan para

    warga binaan pemasyarakatan

    lapas, termasuk penulis yangmelakukan penelitian sekalipun.

    9. Teknik Analisis Data

    Analis data dalam penelitian kualitatif,dilakukan pada saat pengumpulan

    berlangsung dan setelah selesai

    pengumpulan data dalam periode tertentu.Pada saat wawancara, penulis sudah

    melakukan analisis terhadap jawaban yang

    di dapat dari informan. Penulis akan terus

    mengajukan pertanyaan sampai

    mendapatkan jawaban yang memuaskan

    setelah dianalisa. Analisis data seperti inimengikuti model Miles dan Huberman.

    Miles dan Huberman dalam Sugiyono

    (2005:91) mengungkapkan, bahwa aktivitas

    dalam analisis data kualitatif dilakukansecara interaktif dan secara terus menerus

    sampai tuntas.

    10.Kriteria Kualitas Penelitian

    Penelitian dalam studi ini

    menggunakan kriteria authenticity. Menurut

    Neuman (2003:171), penelitian kualitatif

    cenderung memakai kriteria authenticity.

    Authenticity ini berarti memberikan sebuah

    keterbukaan, kejujuran, dan hasil penelitian

    yang seimbang tentang kehidupan sosial.

    Dalam penelitian ini, penulis memiliki fokuspada upaya untuk memberikan deskripsi

    tentang kehidupan sosial yang dialami olehWarga Binaan Pemasyarakatan atau WBP

    yang menjadi informan penelitian penulis.

    Agar penulis memenuhi kriteria

    authenticitytersebut, maka penulis berupaya

    menentukan informan yang tepat, yangdapat memberikan informasi yang

    dibutuhkan guna menjawab fokus penelitian.

    Dalam penelitian ini, penulis berperansebagai pendengar pada tiap informasi yang

    diberikan oleh informan penulis. Setelah itu,

    dilakukan verifikasi untuk menguji

    kejujuran para informan penulis.

    11.Keabsahan Data

    Perlu pengecekan keabsahan data agarhasil akhir dari penelitian dapat

    dipertanggungjawabkan. Menurut Sugiyono

    (2008:273), untuk menguji keabsahan datadari penelitian dapat menggunakan teknik

    triangulasi sebagai pengecekan data dari

    berbagai sumber dengan berbagai cara danwaktu yang bermacam-macam. Triangulasi

    adalah teknik pemeriksaan keabsahan data

    yang memanfaatkan sesuatu yang lain dlaam

    membandingkan hasil wawancara terhadap

    objek penelitian (Moleong, 2004:330).

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    14/24

    14

    Dalam penelitian ini penulis

    menggunakan teknik triangulasi sumberuntuk melakukan pengecekan keabsahan

    data. Triangulasi sumber pada penelitian

    penulis ini dilakukan dengan cara meminta

    penjelasan kepada informan triangulasi,yaitu Rr.Ayu yang bertugas sebagai psikolog

    lapas yang menangani informan WBPpenulis mengenai informasi yang

    diberikannya untuk mengetahui ketegasan

    informasi.

    Kegiatan verifikasi yang dimaksud

    adalah bertanya kepada psikolog lapas yangsetiap hari menghadapi WBP di Lapas

    Lowokwaru.sehingga diperoleh hasil

    penelitian yang seimbang. Pada bagian

    peyajian data di bab berikutnya, akanditampilkan beberapa kutipan percakapan

    yang terjadi dalam kegiatan penelitian yangmampu memberi gambaran pengalaman

    informan penulis.

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    1.Faktor-faktor yang Mempengaruhi

    Self Disclosure Warga Binaan

    Pemasyarakatan pada Kegiatan

    Konseling

    Menurut DeVito (1997:66), ada

    beberapa faktor yang mempengaruhi selfdisclosure antara lain adalah kepribadian,

    budaya, jenis kelamin, listeners, serta topik& media. Jenis kelamin tidak dimasukkan

    oleh penulis ke dalam faktor yang

    mempengaruhi self disclosure dalamkegiatan konseling di Lembaga

    Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru karenasudah jelas bahwa Lapas Lowokwarumenampung warga binaan yang berjenis

    kelamin laki-laki. Faktor-faktor yang akan

    dikemukakan penulis dalam pembahasan ini

    sangat penting untuk mencapai komunikasiyang efektif ketika kegiatan konseling

    berlangsung. Fakta hasil dari penelitian

    penulis ini, tidak semua faktor-faktor yang

    diungkapkan oleh DeVito tersebut terdapatpada kegiatan konseling di Lembaga

    Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang.

    Berikut penyajian dari penelitian yang sudah

    penulis lakukan:

    1.

    Kepribadian

    Kepribadian merupakan pola

    perilaku dan cara berpikir yang khas,yang mampu menentukan penyesuaian

    diri individu terhadap lingkungan.

    Kepribadian extrovert dan introvert

    merupakan salah satu kepribadian yangdidasarkan atas tipologisnya. Tipe

    kepribadian ini pertama kali

    diperkenalkan oleh Carl Gustav Jung

    yang menganut aliran Psikoanalisis,dengan teorinya tentang struktur

    kesadaran manusia (Suryabrata,2008:201). Sidharta (dalam Retnowati &

    Haryanthi, 2001:97) menambahkan

    individu yang memiliki tipe kepribadian

    extrovert cenderung perhatian terhadaplingkungannya, suka bergaul, memiliki

    suasana hati yang mudah naik dan turun,

    mudah mengekpresikan emosinya,impulsif dalam bertindak, dinamis, suka

    terhadap perubahan dan mudahberadaptasi dengan lingkungannya.Individu yang memiliki tipe kepribadian

    introvertditandai dengan suka melamun,

    menghindari kontak sosial, tampak

    tenang, kurang ekspresif dalammenyampaikan emosinya,

    mempertimbangkan secara matang

    sebelum mengambil tindakan, kurangdinamis, kurang menyukai perubahan,

    dan tidak mudah beradaptasi dengan

    lingkungannya.Menurut DeVito, individu yang

    cenderung pandai bergaul dan extrovert(terbuka) mengungkapkan tentang dirimereka lebih banyak ketimbang mereka

    yang kurang pandai bergaul. Hal ini

    terjadi pada beberapa informan penulis.

    Informan WBP pertama penulis yang

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    15/24

    15

    bernama SU, sebelum dia menjadi warga

    binaan di Lapas Lowokwaru, SU adalahseorang karyawan dari sebuah

    minimarket. SU lulusan sebuah SMA

    dengan jurusan IPS. SU mengaku dia

    adalah seseorang yang sangat pandaibergaul dan memiliki banyak teman.

    Menurut pengakuannya, ketika dirinyasudah menyandang status sebagai warga

    binaan, banyak sekali teman-temannya

    yang datang untuk menjenguknyasekaligus menyatakan keprihatinan

    mereka terhadap kasus yang

    menimpanya, yang menjadikannya

    sebagai seorang penghuni lapas.Selanjutnya, informan penulis yang

    menyatakan bahawa dirinya memilikikepribadian terbuka adalah AD. ADmengaku sangat terbuka tentang dirinya

    terutama kepada psikolog lapas. Hal ini

    juga tersirat saat AD menjawab setiappertanyaan yang penulis ajukan. AD

    sangat blak-blakan dibandingkan dengan

    informan WBP penulis lainnya. Tanpa

    ragu dan rasa malu, AD menceritakanapa yang pernah diceritakannya kepada

    psikolog lapas kepada penulis, mulai

    dari kasus yang dialaminya hinggapermasalahan rumah tangga yang tengah

    membelitnya. AD tak sungkan

    menceritakan kejadian yangmembuatnya menjadi tersangka dalam

    kasus perampokan dan pembunuhan

    yang dilakukannya bersama denganteman-temannya. AD menceritakannya

    secara gamblang bahwa dirinya terang-

    terangan melakukan tindakan keji

    tersebut di daerah Surabaya, Denpasardan Jakarta dengan asumsi bahwa kota

    besar banyak terdapat orang-orang kaya

    yang menjadi targetnya, AD sengajamemilih orang kaya dari etnis China

    sebagai korbannya karena mempunyai

    dendam pribadi dengan etnis China.Awalnya AD mengaku merampok hanya

    untuk memenuhi kebutuhan

    keluarganya, namun ketika melihat

    korbannya melawan, maka tak segan-segan AD akan melukai bahkan

    membunuh korbannya secara sadis untuk

    menghilangkan bukti. Kemudian, AH

    juga mengaku sebagai seorang yangterbuka. AH mempunyai istilah sendiri

    ketika menyebut dirinya adalah sosokyang terbuka, yaitu apa adanya.

    Menurutnya, dengan menceritakan apa

    adanya membuat dirinya lebih mudahuntuk berkomunikasi dengan psikolog

    lapas ketika melakukan konseling. AH

    menceritakan segala permasalahannya

    kepada psikolog lapas baik dalam situasiformal maupun informal. Sementara itu,

    YU informan warga binaan penulislainnya justru mengaku mempunyaikepribadian yang tertutup. Pada awal

    menjalani status sebagai warga binaan,

    YU memilih untuk menutup rapat-rapatpermasalahannya sampai pada suatu saat

    psikolog lapas memanggilnya secara

    khusus untuk melakukan konseling.

    Hanya pada kegiatan konseling ini lahYU mengungkapkan tentang dirinya.

    Hal senada juga disampaikan oleh IR. IR

    yang cenderung cuek dan mandiri jadiagak sedikit membatasi sikap

    terbukanya.

    Menurut psikolog lapas, Rr.Ayu,kepribadian asli dari para warga binaan

    yang menjadi klien-nya dalam kegiatan

    konseling memang sangatmempengaruhi efektivitas konseling

    yang dilakukannya. Warga binaan yang

    memiliki kepribadian terbuka sangat

    membantunya dalam menentukan halyang akan dilakukannya terhadap warga

    binaan ketika konseling berakhir. WBP

    yang mempunyai tipe kepribadianterbuka akan dengan mudah

    mengutarakan keresahannya kepada

    psikolog lapas daripada yangmempunyai kepribadian tertutup. WBP

    dengan kepribadian tertutup membuat

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    16/24

    16

    Rr.Ayu sebagai petugas psikolog lapas

    menghadapi kesulitan karenamenurutnya permasalahan inti para WBP

    yang melakukan konseling baru muncul

    sekitar 1 hingga 2 jam setelah konseling

    berjalan.Dapat ditarik kesimpulan bahwa

    kepribadian dari warga binaan sebagaisalah satu faktor yang mempengaruhi

    self disclosure, memegang peranan

    penting dalam kegiatan konseling diLapas Lowokwaru.

    2. Listeners

    Joseph A. DeVito dalam buku The

    Interpersonal Communication Book

    Eleventh Edition (1997:67) mengatakan

    bahwa self disclosure seringkali terjadipada kelompok kecil. Namun yang

    paling efektif adalah pada komunikasidiadik. Pada bab 2 sebelumnya, penulis

    telah menjelaskan bahwa komunikasi

    diadik adalah komunikasi yang terjadi

    antara dua orang dalam situasi tatapmuka. Pada konseling yang

    berlangsung di ruang perawatan Lapas

    Lowokwaru Malang, jelas sekali terjadipada konteks komunikasi diadik karena

    kegiatan konseling hanya dilakukanoleh psikolog dan warga binaan yangbersangkutan, tanpa ada pihak lain yang

    ikut terlibat. Terkadang kegiatan

    konseling dilakukan pada ruang tertutup

    demi kenyamanan para warga binaanuntuk mengungkapkan apa yang ada

    pada pikirannya kepada psikolog lapas.

    Ada kalanya, kegiatan konselingdilakukan di luar ruang perawatan,

    dalam situasi yang informal. Situasi ini

    bisa saja terjadi, tergantung kepadawarga binaan yang akan konseling itu

    tersebut. Maka, garis merah yang

    menguhubungkan terjadinya self

    disclosure sebagai salah satu faktor

    yang mempengaruhinya bukan pada

    terbuka atau tertutup tempat

    dilaksanakannya kegiatan konseling,

    melainkan terletak pada pendengarnya

    (listeners). Para WBP yang melakukankegiatan konseling mempunyai

    perasaan takut akan di bully oleh WBP

    yang lain jika mengetahui bahwa

    dirinya lemah dan mempunyai masalah.Selain itu juga muncul perasaan malu

    jika ada teman WBP yang lainmengetahui bahwa dirinya bermasalah.

    Kekhawatiran-kekhawatiran seperti itu

    lah yang membuat para informan WBPpenulis merasa nyaman jika berbicara

    hanya berdua saja dengan Rr.Ayu,

    selaku psikolog lapas.

    3.Topik

    Jourard (1968:15) mengungkapkan

    bahwa seseorang lebih menyukai terbukaterhadap topik tertentu daripada topik yang

    lain. Menurut Jourard, seorang individulebih senang mengungkapkan hobi

    daripada permasalahan finasial sebagi

    topik perbincangan dengan orang lain.

    Secara umum, semakin personal dansemakin negatif topik pembicaraan yang

    terjadi, maka akan semakin dihindari

    topik-topik tersebut dalam sebuahperbincangan (DeVito, 1997:68).

    Pernyataan tersebut ternyata justru sangatberbeda dengan temuan penulis dilapangan. Topik-topik yang menjadi

    perbincangan dalam kegiatan konseling di

    Lapas Lowokwaru justru topik-topik yang

    kebanyakan dihindari oleh seorangindividu untuk diungkapkan kepada orang

    lain, contohnya adalah aib keluarga dan

    permasalahan ekonomi yang bagi sebagianorang adalah topik yang sensitif.

    Dua topik tersebut adalah temuan

    penulis ketika melakukan wawancarakepada informan WBP dan psikolog lapas,

    yaitu masalah internal keluarga dan

    finansial. Beberapa WBP informan penulismengatakan banyak yang yang mereka

    ceritakan kepada Rr.Ayu pada kegiatan

    konseling, namun yang paling membuat

    mereka nyaman ketika melakukan

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    17/24

    17

    konseling adalah ketika membicarakan

    permasalahan keluarga yang tengahmereka alami karena permasalahan ini lah

    yang justru membuat mereka berat hati

    tinggal di dalam lapas. Rasa penyesalan

    terhadap keluarga senantiasa menghantuimereka. Berawal dari rasa bersalah dan

    menyesal terhadap keluarga seperti itulahakhirnya yang membuat WBP menemui

    Rr.Ayu untuk melakukan konseling.

    Awal dari kegiatan konseling yangmereka lakukan masih belum terlihat

    permasalahan yang sesungguhnya mereka

    hadapi. Perbincangan di awal selalu

    dimulai dari hal-hal yang sepele, terlebihketika WBP yang sedang konseling

    memiliki kepribadian yang tertutup, makamembutuhkan waktu sekitar dua hinggatiga jam untuk psikolog lapas dapat

    mengetahui permasalahan inti yang sedang

    mereka hadapi.Empat dari lima WBP yang menjadi

    informan penulis menjadi tulang

    punggung keluarga mereka di rumah.

    Status sebagai warga binaan dan tinggal didalam sebuah lembaga pemasyarakatan

    praktis membuat mereka tidak dapat lagi

    bekerja seperti dahulu, sementara untukbisa bertahan hidup di lapas sangat

    membutuhkan uang untuk dapat

    memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pihaklapas memang menyediakan makanan

    untuk para warga binaannya, namun

    terkadang menurut WBP informanpenulis, makanan yang diberikan sangat

    tidak layak. Mau tidak mau, terpaksa WBP

    membeli makanan di koperasi lapas untuk

    memenuhi kebutuhan perut mereka, belumlagi untuk keperluan sehari lain-lainnya,

    seperti peralatan mandi dan biaya untuk

    menelepon keluarga di rumah melaluifasilitas wartel lapas.

    Topik menjadi salah satu faktor yang

    menarik dalam mempengaruhi sebuah self

    disclosure. Melalui topik yang

    diperbincangkan ini, antara psikolog dan

    WBP yang bersangkutan dapat menjalin

    sebuah komunikasi yang efektif danpsikolog lapas pun dapat memahami

    karakter WBP-nya dengan lebih baik lagi.

    2.Manajemen Privasi Komunikasi Warga

    Binaan Lembaga Pemasyarakatan KlasI Lowokwaru Malang pada Kegiatan

    Konseling

    Kegiatan konseling pada LapasLowokwaru merupakan salah satu dari

    fasilitas bidang pembinaan bagi warga

    binaan, tepatnya perawatan warga binaan.

    Pelayanan kesehatan diberikan kepadawarga binaan terutama diberikan pada hari

    dan jam kerja yang berlaku di Lapas

    Lowokwaru. Kata konseling (counceling)

    berasal dari kata counsel yang diambil daribahasa latin, yaitu counsilium, yang

    mempunyai arti bersama atau bicarabersama (Latipun, 2001:4). Sehingga istilah

    konseling dapat diartikan sebagai proses

    pemberian bantuan dari konselor

    (pembimbing) kepada klien (terbimbing)dengan cara wawancara diamana diantara

    kedua belah pihak saling berinteraksi untuk

    mengatasi dan memecahkan masalah.Kemudian konseling secara etimologi berarti

    pemberian nasihat, anjuran dan pembicaraandengan bertukar pikiran. Dengan demikian,

    self disclosure atau pengungkapan diri

    warga binaan sangat diperlukan dalam

    sebuah kegiatan konseling, agar konselor

    mampu memahami dan membantu klienuntuk memecahkan masalah yang

    dialaminya. Dalam kegiatan konseling di

    Lapas Lowokwaru, self disclosure hanyadilakukan oleh warga binaan sebagai klien

    dari psikolog lapas.

    Ada hal yang menarik dalam

    penelitian penulis, yaitu manajemen privasikomunikasi yang dilakukan oleh WBP

    Lapas Lowokwaru dalam kegiatan konseling

    yang dilakukannya bersama dengan psikolog

    lapas. Pembeda antara manajemen privasikomunikasi dan self disclosure adalah pada

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    18/24

    18

    manajemen privasi komunikasi, individu

    yang terlibat komunikasi di dalamnyapemberikan penekanan lebih pada isi

    personal pada pengungkapan yang

    dilakukannya. Ada beberapa asumsi dasar

    pada teori manajemen privasi komunikasiyang dikemukakan oleh Petronio, yaitu

    informasi privat, batasan privat, kontrol dankepemilikan, sistem manajemen berdasarkan

    aturan dan dialektika manajemen. Dari lima

    asumsi dasar dari manajemen privasikomunikasi tersebut ada dua asumsi dasar

    yang menjadi temuan penulis. Berikut

    pembahasan lengkapnya:

    1. Informasi privat

    Yang dimaksud dengan informasi privat

    pada teori manajemen privasi komunikasiyang dikemukakan oleh Petronio ini

    merupakan informasi mengenai hal-halyang sangat berarti bagi seseorang yang

    sifatnya privat. Jourard (1968:15)

    mengungkapkan bahwa seseorang lebih

    menyukai pengungkapan terhadap topiktertentu daripada topik yang lain. Menurut

    Jourard, seorang individu lebih senang

    mengungkapkan hobi daripadapermasalahan finasial sebagi topik

    perbincangan dengan orang lain. Secaraumum, semakin personal dan semakinnegatif topik pembicaraan yang terjadi,

    maka akan semakin dihindari topik-topik

    tersebut dalam sebuah perbincangan

    (DeVito, 1997:68). Pernyataan tersebutternyata justru sangat berbeda dengan

    temuan penulis di lapangan. Topik-topik

    yang menjadi perbincangan dalamkegiatan konseling di Lapas Lowokwaru

    justru topik-topik yang kebanyakan

    dihindari oleh seorang individu untukdiungkapkan kepada orang lain, contohnya

    adalah aib keluarga dan permasalahan

    ekonomi yang bagi sebagian orang adalahtopik yang sensitif.

    Analisis yang dapat dijelaskan dari

    hasil temuan penulis tersebut adalah

    individu dengan status warga binaan justru

    lebih tertarik untuk mengungkapkan

    dirinya pada topik-topik yang kurangmenyenangkan, karena memang topik-

    topik tersebut yang menjadi permasalahan

    sekaligus alasan mereka melakukan

    konseling dengan psikolog lapas.2.Batasan privat

    Dalam teori manajemen komunikasi,terdapat pemisah antara bersikap publik

    dan bersikap privat. Ketika informasi

    privat dibagikan, batasan di sekelilingnyadisebut batasan kolektif yang

    informasinya tidak hanya mengenai diri

    yang nantinya informasi tersebut akan

    menjadi milik hubungan yang ada. Ketikainformasi privat tetap disimpan oleh

    seorang individu dan tidak dibuka, makabatasannya disebut batasan personal.Batasan privasi dalam prakteknya dapat

    bervariasi. Dalam penelitian yang sudah

    dilakukan, penulis menemukan bahwabatasan privat pada kegiatan konseling di

    Lembaga Pemasyarakatan Klas I

    Lowokwaru Malang terjadi pada konteks

    komunikasi diadik karena kegiatankonseling hanya dilakukan oleh psikolog

    dan warga binaan yang bersangkutan,

    tanpa ada pihak lain yang ikut terlibat.Terkadang kegiatan konseling dilakukan

    pada ruang tertutup demi kenyamanan

    para warga binaan untuk mengungkapkanapa yang ada pada pikirannya kepada

    psikolog lapas. Ada kalanya, kegiatan

    konseling dilakukan di luar ruangperawatan, dalam situasi yang informal.

    Situasi ini bisa saja terjadi, tergantung

    kepada warga binaan yang akan

    konseling itu tersebut. Maka, garis merahyang menguhubungkan terjadinya batasan

    privat yang dilakukan oleh WBP bukan

    pada terbuka atau tertutup tempatdilaksanakannya kegiatan konseling,

    melainkan terletak pada pendengarnya

    (listeners).

    Temuan penulis dalam kegiatan

    penelitian menunjukkan bahwa batasan

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    19/24

    19

    privat yang dilakukan WBP dapat terjadi

    dalam kelompok kecil daripada kelompokbesar karena sejumlah ketakutan yang

    dirasakan oleh individu untuk

    mengungkapkan cerita yang positif atau

    pun negatif tentang dirinya sendiri.Ketakutan bahwa nantinya segala sesuatu

    tentang dirinya, terutama yang negatif

    akan muncul di hadapan orang banyak.

    3.Komunikasi Terapeutik dalam

    Kegiatan Konseling antara Warga

    Binaan Pemasyarakatan dan Psikolog

    Lembaga Pemasyarakatan Klas I

    Lowokwaru Malang

    Pada kegiatan konseling di Lapas

    Lowokwaru, narasumber penulis yangbertugas sebagai psikolog lapas yaituRr.Ayu bertindak sebagai konselor danWBP yang sedang melakukan konseling

    kemudian disebutnya sebagai klien konseli.

    Dalam sebuah kegiatan konseling, terdapatsebuah hubungan yang disebut dengan

    hubungan konseling. Hubungan konseling

    ini merupakan hubungan yang membantu

    (helping relationship) antara psikolog yang

    menjalankan peran sebagai seorang konselor

    professional dengan klien warga binaansebagai konseli, yang kemudian bertujuan

    untuk memudahkan perkembangan warga

    binaan. Hubungan konseling ini terjadi

    dalam suasana akrab yang mengacu padaperkembangan potensi dan pemecahan

    masalah klien WBP dan disertai komitmen

    antara kedua pihak. Warga binaan yangmenjalani kegiatan konseling berkomitmen

    untuk menceritakan permasalahan dengan

    apa adanya dan psikolog lapas sebagai

    konselor juga mempunyai komitmen, bahwadirinya sebisa mungkin akan membantu

    memecahkan permasalahan yang tengah

    mereka hadapi.

    Pada kegiatan konseling ini, self

    disclosure pengungkapan diri warga binaan

    menjadi mutlak diperlukan oleh psikolog

    lapas untuk memahami permasalahan yang

    sesungguhnya menimpa mereka.Berdasarkan hasil wawancara penulis

    dengan Rr.Ayu sebagai psikolog lapas, self

    disclosure WBP yang menjadi klien-nya

    tidak terjadi begitu saja, sebab klien WBP-nya seringkali menceritakan permasalahan

    hanya pada luarnya saja. Berawal darikesulitannya untuk menggali permasalahan

    inti klien-nya ini lah, psikolog lapas sangat

    membutuhkan komunikasi agar kegiatankonseling yang dijalankannya bersama

    dengan klien WBP-nya dapat berlangsung

    efektif.

    Dalam kegiatan konseling yang

    dilakukan oleh psikolog lapas dan WBP,

    terdapat komunikasi diadik, yaitukomunikasi yang berlangsung antara dua

    orang dalam bentuk tatap muka (Barus,2005:27). Komunikasi diadik yang terjadi

    dalam kegiatan konseling ini berlangsung

    dalam bentuk percakapan, yang berlangsung

    dalam suasana yang bersahabat daninformal, karena psikolog lapas

    memposisikan dirinya sebagai teman WBP

    yang menjadi klien-nya. Denganmemposisikan diri sebagai teman, psikolog

    lapas sebagai konselor mempunyai harapanbahwa ketika dalam kegiatan konseling,klien-nya akan nyaman menceritakan

    permasalahan mereka.

    Hasil dari wawancara penulis dengan

    psikolog lapas pada kegiatan pra penelitian

    menyatakan bahwa tujuan utama darikegiatan konseling yang diselenggarakan di

    Lapas Lowokwaru adalah untuk

    memberikan dukungan secara moril agar

    seorang individu yang menyandang statussebagai warga binaan tidak terpuruk dengan

    statusnya yang demikian dan ketika nantisudah berhasil melewati masa pembinaan di

    dalam sebuah lapas, diharapkan nantinya

    tidak mengulangi lagi perbuatan yang

    melanggar hukum lainnya. Tujuan darikegiatan konseling di Lapas Lowokwaru ini

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    20/24

    20

    sejalan dengan pendapat para ahli yang

    menyatakan bahawa komunikasi antarpribadi sebagai jenis komunikasi efektif

    untuk merubah sikap, pendapat dan perilaku

    seseorang (Effendy, 2005:55). Diharapkan

    setelah individu-individu yang melanggarhukum tersebut menyandang status sebagai

    warga binaan dan tinggal dalam sebuahlembaga pemasyarakatan yang mempunyai

    banyak sekali kegiatan pembinaan di

    dalamnya, termasuk kegiatan konseling,diharapkan mereka berubah menjadi

    individu yang mempu menyadari

    kesalahannya, tidak mengulangnya kembali

    ketika menjalani hidup bebas dari lembagapemasyarakatan dan yang lebih penting

    adalah mampu beradaptasi lagi denganorang-orang di sekitar lingkungannya. Makadalam prakteknya, psikolog lapas

    menggunakan komunikasi terapeutik dalam

    kegiatan konseling yang dilakukannyabersama dengan warga binaan yang menajdi

    kliennya, agar warga binaan yang menjadi

    kliennya tersebut dapat menjadi individu

    yang lebih baik lagi dan mampu menerimakondisinya yang sekarang ini. Maka dapat

    disimpulkan bahwa konseling membutuhkan

    komunikasi pada prakteknya agar berjalanefektif. Dalam penelitian ini, yang disebut

    konselor adalah psikolog lapas sedangkan

    yang berstatus sebagai konseli adalah wargabinaan. Temuan yang di dapatkan penulis di

    lapangan melalui wawancara dengan

    psikolog lapas adalah bahwa dirinya tidakselalu memberikan umpan balik ketika

    warga binaannya bercerita tentang diri dan

    permasalahannya. Psikolog lebih berusaha

    sebagai pendengar yang baik, karena sudahmemahami bahwa warga binaan yang

    datang kepadanya tidak selalu ingin

    mendapatkan solusi, melainkan hanya inginsekedar bercerita. Hal berbeda terjadi ketika

    warga binaan yang datang kepadanya

    kemudian menanyakan apa yang harus ialakukan, kalau sudah begini, maka Rr.Ayu

    sebagai psikolog lapas akan memberikan

    saran yang berupa kesimpulan sementara

    agar diperoleh pemahaman terhadap apa

    yang sudah dibicarakan.

    Dalam komunikasi terapeutik ada

    beberapa hal mendasar yang harus

    diperhatikan, seperti yang sudah penulisjabarkan pada bab kedua. Seorang konselor

    harus mampu memahami karakter setiap

    kliennya karena setiap individu adalah unikdan memiliki latar belakang budaya yang

    berbeda-beda. Hal ini yang menjadi

    pemahaman dari Rr.Ayu sebagai psikolog

    lapas. Dirinya mengaku membiarkan klienWBP-nya bercerita sesuai dengan keinginan

    mereka agar mampu melihat secara awal

    seperti apa karakter WBP yang menjadi

    kliennya saat itu. Komunikasi terapeutikjuga menekankan bahwa seorang konselor

    harus mampu menjaga harga dirinya danharga dari kliennya. Atas dasar ini lah,

    meskipun membiarkan klien-nya bercerita

    tentang apapun tetap saja psikolog lapas

    harus membuat batasan secara profesionalsebagai warga binaan dan staf lapas. Bagian

    yang paling penting dalam komunikasi

    terapeutik adalah sebuah kepercayaan.Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya

    hubungan saling percaya harus dicapaiterlebih dahulu sebelum menggalipermasalahan dan memberikan alternatif

    solusi pemecahan masalah. Hubungan saling

    percaya antara konselor dan klien adalah

    kunci keberhasilan dari komunikasiterapeutik. Dalam kegiatan konseling pada

    Lembaga Pemasyarakatan Klas I

    Lowokwaru Malang, hubungan salingpercaya warga binaan yang menjadi klien

    dari Rr.Ayu sebagai psikolog lapas yang

    berkewajiban menjadi konselor merekaadalah karena jabatan yang dimiliki oleh

    Rr.Ayu. Pengungkapan diri dan

    pengungkapan pribadi dapat muncul karenaWBP lebih memilih percaya kepada

    psikolog lapas untuk bertukar pikiran

    daripada kepada WBP lainnya yang juga

    tinggal di Lapas Lowokwaru. Dengan

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    21/24

    21

    munculnya pengungkapan diri sekaligus

    pengungkapan pribadi, semakinmemudahkan kegiatan komunikasi

    terapeutik yang dilakukan oleh psikolog

    lapas pada kegiatan konseling sebagai salah

    satu dari sekian banyak kegiatan pembinaanyang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I

    Lowokwaru Malang.

    Hasil analisis yang didapatkanpenulis dalam penelitian ini dapat

    disimpulkan bahwa kegiatan konseling erat

    kaitannya dengan komunikasi terapeutik

    sebagai alat utama dalam kegiatankonseling. Tanpa komunikasi, kegiatan

    konseling antara psikolog lapas dan warga

    binaannya menjadi tidak tepat sasaran. Hal

    yang berkaitan dengan komunikasi antarpribadi juga ditemukan dalam kegiatan

    konseling ini, karena psikolog lapasmemperlakukan warga binaan sebagai

    temannya agar mereka mampu

    mengungkapkan tentang diri mereka dan

    pemikirannya dengan nyaman. meskipunRr.Ayu sebagai psikolog lapas memilih

    memperlakukan klien WBP-nya sebagai

    teman, namun dirinya mengaku harus tetap

    ada batasan secara profesional.

    BAB V

    KESIMPULAN

    1.

    Terdapat tiga faktor utama yang

    mempengaruhi self disclosure Warga

    Binaan Pemasyarakatan pada

    kegiatan konseling, yaitukepribadian, listeners dan topik.

    2. Informasi Privat dan Batasan Privat

    menjadi dua asumsi dasar yangdilakukan Warga Binaan

    Pemasyarakatan dalam

    pengaplikasian manajemen privasikomunikasi pada kegiatan konseling.

    3.

    Komunikasi terapeutik menjadi alat

    komunikasi yang penting dalam

    kegiatan konseling sebagai salah satukegiatan pembinaan Warga Binaan

    Pemasyarakatan di Lembaga

    Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru

    Malang.

    DAFTAR PUSTAKA

    Sumber Buku:

    Altman, I. & Taylor, D.A. (1973). Social

    Penetration: The Development or

    Interpersonal Relationship. New

    York: Holt, Rinehart & Winston.

    Anoraga,P. (2001). Psikologi Kerja. Jakarta

    : Rineka Cipta

    Barus, Gardon. (2005). KomunikasiInterpersonal. Makassar: Jurnal

    Psikologi

    Bart, Smet. (1994). Psikologi Kesehatan.Jakarta: Gramedia Widiasarana

    Indonesia.

    Bartol, Curt. L. (1994). Psychology and

    Law. California: Wadsworth Inc.

    Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi

    Komunikasi: Teori, Paradigma dan

    Diskursus Teknologi Komunikasi di

    Masyarakat. Jakarta: Kancana.

    Calhoun, F, (1995). Psikologi tentangPenyesuain dan Hubungan

    Kemanusiaan. Alih bahasa R.S

    Satmoko. Semarang: IKIP Semarang

    Press

    David, Johnson.W. (1990). Reaching Out;

    Interpersonal Effectivenss and Self

    Actualization. Printice

    Internasionalin Jersey.

    DeVito, J. A. (1989). The InterpersonalCommunication Book, Fifth Edition.

    New York : Harper Collins College

    Publisher.

    DeVito, J.A. (1995). The InterpersonalCommunication Book. Seventh

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    22/24

    22

    Edition. New York: Harper Collins

    College Publishers.

    DeVito, Joseph A. Komunikasi Antar

    Manusia Kuliah Dasar Ed 5. Professional

    Books.

    DeVito, Joseph A. (1997). Interpersonal

    Communication. Jakarta:

    Professional Books.

    Effendy,Onong. (2004). Ilmu Komunikasi

    Teori dan Praktek. Bandung: Remaja

    Rosdakarya.

    Fisher, Aubrey. (1997). Teori-teori

    Komunikasi. Bandung: Remaja

    Rosdakarya

    Griffin. (2003). A First Look atCommunication Theory. McGraw-

    Hill Companies

    Hardjana, Agus M. (2007). Komunikasi

    Intrapersonal dan Interpersonal.

    Yogyakarta: Kanisius

    Harlina, Martono. (2005). Modul LatihanPemulihan Pecandu Narkoba

    Berbasis Masyarakat. Jakarta: BalaiPustaka

    ______________, (2006) Membantu

    Pemulihan Pecandu Narkoba dan

    Keluarganya. Jakarta: Balai Pustaka

    Hidayat, T. (1998). StresDalam Lingkup

    Pekerjaan (Psikologi Jiwa)

    Hutapea, Catherine Irma. (2009) Upaya

    Lembaga Pemasyarakatan Dalam

    Mencegah Narapidana MelarikanDiri. Malang: Universitas Brawijaya.

    Skripsi. Tidak diterbitkan

    Jalaluddin, Rakhmat. (2005). Psikologi

    Komunikasi. Bandung: Remaja

    Rosdakarya

    Johnson, W.D. (1990). Reaching Out:

    Interpersonal Effectivenessand Self

    Actualization. New Jersey: Printice

    Internasional

    Jourard, M.S. (1964). The Transparent

    Self: Self Disclosure and Well-

    Being. New York: Van Nostrand

    Reinhold Company.

    Kriyantono, Rahmat. (2006). Teknik PraktisRiset Komunikasi Jakarta: Kencana

    Prenada Media Grup

    Latipun. (2001). Psikologi Konseling,

    Malang: UMM Press.

    Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss.

    (2005) Theories of Human

    Communication. USA: Thomson

    Wadsworth

    Lumsden, G. & Lumsden, D. (1996).

    Commucating with credibility of

    Confidence Boston: Wadsworth

    Publishing Company, A DivisionInternational Thomson Publishing

    Inc.

    Martono, L.H. (2008). Peran Orang TuaDalam Mencegah dan

    Menannggulangi Penyalahgunaan

    Obat Jakarta: Balai Pustaka

    Hamdani, Bakran Adz-Dzaky. (2000)

    Psikoterapi Dan Konseling Islam.

    Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru

    Michener, H.A & DeLamater, J.D. (1999).

    Social Psychology FourthEdition.

    Orlando: Harcourt Brace College

    Publishers.

    Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi

    Penelitian Kualitatif. Bandung:

    Remaja Rosdakarya

    Mulyadi, Lilik. (2005). Pengadilan Anak diIndonesia: Teori, Praktik dan

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    23/24

    23

    Permasalahannya. Bandung:

    Mandar Maju.

    Ndoen, Leonie Fitriani.( 2009).

    Pengungkapan diri pada Mantan

    Narapidana. Fakultas Psikologi

    Universitas Gunadarma

    Neuman, Lawrence W. (2003). Social

    Research Methods Qualitative and

    Quantitative Approaches. Boston:

    Pearson Education

    Pace, R. Wayne. (2005) Komunikasi

    Organisasi. Bandung: Remaja

    Rosdakarya. Terjemahan.

    Pawito. (2007). Penelitian KomunikasiKualitatif. Yogyakarta: LkiS Pelangi

    Aksara

    Poernomo, B. (1985). Pelaksanaan Pidana

    Penjara Dengan Sistem

    Pemasyarakatan. Yogyakarta :

    Gajah Mada Press

    Pitrofesa, J.J., Hoffman, A., Spelete, &

    Pinto, D.V. (1978). Counseling:

    Theory, Research, and Practice.

    Chicago: Rand McNally CollegePublishing Company.

    Prager, K.J. (1995). The Psychology of

    Intimacy. New York: The Guilford

    Press.

    Prakoso, Agus. (1987). Hak AsasiTersangka dan Peranan Psikologi

    dalam Konteks KUHA. Jakarta: Bina

    Aksara.

    Priyatno, Dwija Priyatno. (2006). SistemPelaksanaan Pidana Penjara di

    Indonesia. Bandung: Refika Aditama

    Rakhmat, Jalaludin. (2002). Psikologi

    Komunikasi Edisi Revisi. Bandung:

    Remaja Rosdakarya

    Restu, Nila Mega. (2012). Model

    Komunikasi Terapeutik dalam

    Menangani Anak Autis (Studi

    Fenomenologi pada Terapis Pusat

    Pelatihan Terpadu A Plus Malang).

    Jurusan Ilmu Komunikasi. FISIP.Universitas Brawijaya. Skripsi (tidak

    diterbitkan)

    Retnowati, S., & Haryanthi, L.P.S.(2001). Kecenderungan Kecanduan

    Cybersex ditinjau dari Tipe

    Kepribadian. Jurnal Psikologi

    Universitas Gajah Mada.

    Santrock, J.W. (2003). Adolescence

    Perkembangan Remaja. Jakarta:

    Erlangga.

    Shertzer, Bruce, Stone, Shelly. (1980).

    Fundamental Of Guidance. Boston:

    Houghtun Mifflin Company.

    Stuart, Gail Wiscarz. (1998). Buku saku

    keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.

    Sudarto. (1974). Suatu Dilema dalamPembaruan Sistem Pidana Indonesia

    , Semarang: Pusat Studi Hukum dan

    Masyarakat

    Sudirohusoso, M. (2002). Pelaksanaan

    Pembinaan Narapidana di

    Lembaga Pemasyarakatan

    Magelang. Yogyakarta: Fakultas

    Hukum Universitas Muhamadiyah.

    Skripsi (tidak diterbitkan).

    Sugiyono. (2008). Metode Penelitian

    Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

    Bandung: Alfabeta

    Sukardi, Dewa Ketut. (1988). Bimbingan

    Dan Konseling. Jakarta: Bina

    Aksara

    Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antar-

    pribadi Tinjauan Psikologis,

    Yogyakarta: Univ Sanata Dharma.

  • 7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre

    24/24

    24

    Suryabrata, Sumadi. (2008). Psikologi

    kepribadian. Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada.

    Tubbs, Steward L & Sylvia Moss. (2001).

    Human Communication; Konteks

    konteks Komunikasi. Bandung:

    Remaja Rosdakarya

    Turner, Lynn H., Richard West. (2008).

    Pengantar Teori Komunikasi dan

    Aplikasi. Jakarta: Salemba

    Humanika.

    Walgito, Bimo. (1995).Bimbingan Dan

    Penyuluhan Di Sekolah. Yogyakarta:

    Andi Offset

    Wilis, S. N. (2004). Konseling Individual

    Teori dan praktek. Bandung:

    Alfabeta.

    Wiramihardja, Sutardjo A. (2005).

    Pengantar Psikologi Klinis (edisi

    revisi), Bandung: Refika Aditama

    Peraturan perundang-undangan:

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

    12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

    Sumber Artikel dan Jurnal:

    Gunn, John. (2007). The Dynamic Security.Philadelpia: Jessica Kingsley

    Publishers.

    Rossiter, Charles. (1975). Journal of

    Communications.

    Ruesch, Jurgen. (1975). The Journal of

    Communication.

    Susilawati, Susi. (2002). Penyimpangan

    Beberapa Norma Kehidupan

    Ditinjau dari Sudut Sosiologi Hukum

    dan Pelaksanaan/Pembinaan Warga

    Binaan Masyarakat (November2002) No. 2 Tahun III, Warta

    Pemasyarakatan.