jurnal skripsi baru-libre
TRANSCRIPT
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
1/24
1
JURNAL KEGIATAN KONSELING
WARGA BINAAN
PEMASYARAKATAN PADA
LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KLAS I LOWOKWARU MALANG
Lutfia Anggraeni
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya Malang
Abstrak
Lembaga Pemasyarakatan Klas ILowokwaru Malang (Lapas Lowokwaru)
memiliki banyak kegiatan pembinaan untuk
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yangtinggal di dalamnya, salah satunya adalah
kegiatan konseling bersama dengan psikolog
lapas untuk membantu permasalahanpsikologis yang dialami oleh WBP. Dalamkegiatan konseling, diperlukan selfdisclosure atau pengungkapan diri WBP
agar psikolog dapat mengetahui secara pastikondisi dari WBP yang sesungguhnya.
Pengungkapan diri WBP diikuti dengan
pengungkapan pribadi yang berbeda-beda
dari segi batasan dan informasi privatnya.Agar tercapai komunikasi yang efektif pada
kegiatan konseling, dibutuhkan komunikasi
terapeutik sebagai alat bantu utamanya.
Melalui penelitian ini, penulis ingin
mengetahui bagaimana kegiatan konseling
yang dilakukan WBP Lapas Lowokwaru.
Penelitian ini menggunakan teorikomunikasi antar pribadi dengan metode
kualitatif. Wawancara dan observasi dipilih
penulis sebagai teknik pengumpulandatanya.
Hasil penelitian ini menyebutkan
bahwa kegiatan konseling di Lapas
Lowokwaru mempunyai tiga faktor utama
yang mempengaruhi pengungkapan diriWBP, yaitu kepribadian, listeners dan topik.
WBP juga mengaplikasikan manajemen
privasi komunikasi dalam kegiatankonseling yang dilakukannya bersama
dengan psikolog lapas dan hasil penelitian
penulis yang terakhir adalah komunikasi
terapeutik menjadi alat komunikasi yangpenting dalam kegiatan konseling di Lapas
Lowokwaru Malang.
Kata Kunci: Konseling, Warga Binaan
Pemasyarakatan, Lapas Lowokwaru
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yangmembutuhkan komunikasi agar
kebutuhannya mampu terpenuhi dengan
baik, termasuk salah satunya adalah untukmemenuhi kesehatan mental yang sebagianbesar ditentukan oleh kualitas komunikasi
atau hubungan dengan orang lain. Menurut
Supratiknya, komunikasi antar pribadisangat penting bagi kebahagiaan hidup kita
(1995:32). Salah satu bentuk yang paling
penting dari komunikasi antar pribadi adalah
self disclosure (DeVito, 1995:139). Daribeberapa pendapat para ahli dapat
disimpulkan bahwa self disclosure adalahkemampuan untuk mengatakan apa yang
menjadi kekhawatiran dan keinginan yang
paling dalam yang berupa pemberian
informasi yang disengaja dan tanpa dibuat-buat mengenai keadaan diri sesungguhnya
kepada orang lain yang bisa dipercaya. Self
disclosure dapat melepaskan perasaanbersalah dan cemas (Calhoun dan Acocella,
1990:73). Tanpa self disclosure, individucenderung mendapat penerimaan sosialkurang baik sehingga berpengaruh pada
perkembangan kepribadiannya. Seperti yang
terjadi pada suatu Lembaga Pemasyarakatan
yang merupakan tempat untukmelaksanakan pembinaan terhadap para
Warga Binaan Pemasyarakatan (yang
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
2/24
2
kemudian disebut dengan WBP) di
Indonesia yang merupakan Unit PelaksanaTeknis di bawah Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia. Di dalam sebuah
lembaga pemasyarakatan sekarang inimengedepankan kegiatan-kegiatan yang
bersifat membina penghuninya.
Sasaran yang perlu dibina dalamkegiatan pembinaan WBP adalah pribadi
dan budi pekerti WBP, yang didorong
untuk membangkitkan diri sendiri dan
orang lain serta mengembangkan rasatanggung jawab untuk menyesuaikan diri
dengan kehidupan yang tenteram dan
sejahtera dalam masyarakat dan
selanjutnya berpotensi menjadi manusiayang berbudi luhur dan bermoral tinggi
(Poernomo, 1985:186).
Sistem pembinaan secara otomatis juga
diterapkan di Lembaga PemasyarakatanKlas I Lowokwaru yang berada di Jalan
Asahan no.7 Malang yang keseluruhan
warga binaan penghuninya adalah lakilaki.Kehidupan seorang WBP di dalam sebuah
lembaga pemasyarakatan tentunya berbeda
jika dibandingkan dengan kehidupan normaldi luar lembaga pemasyarakatan. Para WBP
ini tidak dapat merasakan kebebasan seperti
kehidupan di luar lembaga pemasyarakatan.
Menurut Mulyadi (2005:133), kondisidemikian sebagai akibat bahwa hukuman
pidana bersifat perampasan kemerdekaan
pribadi WBP karena penempatannya dalambilik lembaga pemasyarakatan. Isolasi yang
dialami WBP menimbulkan efek tidak
adanya partisipasi sosial. WBP dianggap
sebagai bagian masyarakat yang terkucilkan.Apabila seseorang individu berada di dalam
lingkungan fisik yang terlalu menekanmaka kemungkinan individu tersebut sulit
untuk beradaptasi dengan lingkungan dan
hal tersebut dapat menimbulkan stres
(Smet, 1994:115). Menurut Anoraga(2001:107), kondisi stres adalah suatu
bentuk tanggapan seseorang, baik fisik
maupun mental terhadap suatu perubahan dilingkungan yang dirasakan mengganggu dan
mengakibatkan dirinya terancam.
Lingkungan memberikan kontribusi yang
cukup besar atas segala sesuatu yangterjadi pada diri seseorang. Seperti yang
pernah diungkapkan Hidayat (1998:230)bahwa pada manusia, perubahan lingkungan
dapat menimbulkan ketegangan atau stres.
Untuk dapat bertahan, manusia harusmelakukan penyesuaian diri. Berdasarkan
hasil wawancara penulis dengan psikolog
Lapas Lowokwaru Malang dalam kegiatan
pra penelitian skripsi, apabila WBP tidakmampu menyesuaikan diri maka besar
kemungkinan WBP tersebut akanmengalami masalah-masalah sebagai akibatgagalnya beradaptasi dengan lingkungan
lembaga pemasyarakatan yang mereka huni
sekarang.
Banyak sekali permasalahan yang
rawan terjadi di sebuah lembagapemasyarakatan. Salah satunya adalah
berkaitan dengan permasalahan kesehatan
baik kesehatan fisik maupun psikis. Zamble,Porporino, Bartollas (Bartol, 1994:365)
menyatakan bahwa secara umum dampakkehidupan di penjara berpotensi tinggidalam merusak kondisi psikologis
seseorang. Mereka mendeskripsikan gejala-
gejala psikologis yang diakibatkan oleh
vonis pidana penjara terhadap seseorang.Gejala-gejala psikologis yang muncul
meliputi depresi berat, cemas berlebihan dan
sikap menarik diri dari kehidupan sosialnya.Selanjutnya, Zamble dkk (Bartol, 1994:366)
juga menjelaskan mengenai sikap menarik
diri dari kehidupan sosial yang dialami paraWBP di dalam penjara. Inilah fungsi pihak
Kementerian Hukum dan HAM sebagai
pengelola lembaga pemasyarakatanmenyediakan ruang perawatan sebagai salah
satu bentuk pendukung kegiatan pembinaan
terhadap penghuninya. Ruangan ini khusus
digunakan untuk menangani WBP yang
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
3/24
3
mempunyai masalah kesehatan baik fisik
maupun psikis yang ditangani langsung olehdokter dan psikolog lapas. Penulis
menemukan fakta menarik di lapangan yang
diperoleh ketika melakukan wawancara
dengan petugas Lembaga PemasyarakatanLowokwaru Klas I Kota Malang, bahwa
ternyata dari sekian banyak keluhankesehatan dari WBP penghuninya, keluhan
mengenai kesehatan psikis adalah yang
paling sering mereka keluhkan. Merekasering mengeluhkan berbagai macam hal
yang membuat mereka merasa tidak
nyaman. Temuan penulis lainnya, ternyata
kapasitas huni dari LembagaPemasyarakatan Lowokwaru Klas I Malang
(yang selanjutnya disebut dengan LapasLowokwaru) sudah masuk dalam kategori
overload yang dengan kata lain sudah
mengalami kelebihan penghuni.Tidak heran
jika ternyata banyak permasalahanpsikologis yang ditimbulkan akibat daya
tampungnya yang sudah tidak sesuai. Hal ini
menjadi tugas utama dari psikolog lapas
untuk memberikan konseling kepada WBPpenghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Lowokwaru Malang agar mampu bertahan
dan menjalani kehidupan di dalam lembaga
pemasyarakatan dengan lebih baik.
Pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh John Gunn, seorang psikiatri
forensik dari Kings College London yang
melakukan penelitian tentang efekkomunitas terapeutik pada penjara Grendon
dengan penghuni laki-laki pada tahun 1970
menyatakan bahwa dekat dan salingberbicara antara seorang staf dan seorang
warga binaan dalam sebuah lembaga
pemasyarakatan menjadikan staf tersebutlebih mengerti apa yang dipikirkan warga
binaannya. Jika dihubungkan dengan
kegiatan pra penelitian yang sudah penulislakukan sebelum memulai penelitian, dalam
kegiatan konseling di sebuah lembaga
pemasyarakatan sangat diperlukan
komunikasi terapeutik untuk menjembatani
seorang psikolog sebagai staf lembaga
pemasyarakatan dan WBP agar mampuberkomunikasi dengan baik. Selain itu juga
dibutuhkan self disclosure atau
pengungkapan diri dari WBP agar psikolog
dapat mengetahui secara pasti kondisi dariWBP dan bagaimana cara untuk
menanganinya. Dalam prakteknya, self
disclosure yang muncul dari WBP kepada
psikolog pada kegiatan konseling di
Lembaga Pemasyarakatan Klas ILowokwaru Malang terdapat pembukaan
pribadi seperti yang terdapat pada teori
manajemen privasi komunikasi.
Atas dasar itulah penulis tertarik untuk
meneliti lebih lanjut mengenai kegiatan
konseling yang dilakukan para WBP ketikamelakukan kegiatan konseling guna
mendapatkan kesehatan psikis seperti yang
mereka harapkan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakangpada halaman sebelumnya, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu
bagaimana kegiatan konseling yang
dilakukan Warga Binaan Pemasyarakatanatau WBP di Lembaga Pemasyarakatan Klas
I Lowokwaru Malang.
3. Tujuan Penelitian:
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mendeskripsikan secara ilmiahkomunikasi yang terjadi pada kegiatan
konseling Warga Binaan Pemasyarakatan
atau WBP di Lembaga Pemasyarakatan Klas
I Lowokwaru Malang.
4. ManfaatPenelitian:
1. Akademis
Mempelajari fenomena komunikasi,khususnya self disclosure, manajemen
privasi komunikasi dan komunikasi
terapeutik yang terjadi antara psikolog dan
WBP penghuni Lembaga Pemasyarakatan
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
4/24
4
Klas I Lowokwaru Malang. Penulis berharap
penelitian ini bisa menjadi referensi dalamkomunikasi antar pribadi pada kegiatan
konseling di sebuah lembaga
pemasyarakatan. Selain memberikan fakta-
fakta, juga bisa menjadi masukan bagi parapembaca dan memperdalam pemahaman
mengenai komunikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh
satu orang atau lebih, mengirim danmenerima pesan yang terdistorsi oleh
gangguan (noise), terjadi dalam suatu
konteks tertentu, mempunyai pengaruh
tertentu, dan ada kesempatan untukmelakukan umpan balik (DeVito, 1997:23).
Komunikasi antar pribadi memungkinkanmunculnya ketertarikan dan terbentuknya
suatu hubungan antara dua manusia karena
komunikasi antar pribadi adalah komunikasi
yang melibatkan sedikit peserta sehinggasangat memungkinkan untuk langsung
merespon setiap interaksi yang terjadi.
Komunikasi antar pribadi sangat pentingbagi kebahagiaan hidup kita
(Supratiknya,1995:32).
Komunikasi antar pribadi yang dimaksud
di sini ialah proses komunikasi yang
berlangsung antara dua orang atau lebihsecara tatap muka, seperti yang di
kemukakan oleh R. Wayne Pace (2005:89)
bahwa interpesonal communication is
communication involving two or more
people in a face to face setting."
Komunikasi antar pribadi dianggap olehpara ahli sebagai jenis komunikasi efektifuntuk merubah sikap, pendapat dan perilaku
(attitude, opinion and behavior change)
seseorang (Effendy, 2005:55). Dengandemikian, maka dalam komunikasi antar
pribadi akan terjalin suatu hubungan yang
disertai pemahaman terhadap lawan bicara.
2. Self Disclosure
Menurut DeVito (1995:139), salah satu
bentuk yang paling penting dari komunikasiantar pribadi adalah self disclosure. Dari
beberapa pendapat para ahli dapat
disimpulkan bahwa self disclosure adalahkemampuan untuk mengatakan apa yang
menjadi kekhawatiran dan keinginan yang
paling dalam yang berupa pemberianinformasi yang disengaja dan tanpa dibuat-
buat mengenai keadaan diri sesungguhnya
kepada orang lain yang bisa dipercaya. Self
disclosure atau proses pengungkapan diriyang telah lama menjadi fokus penelitian
dan teori komunikasi mengenai hubungan,
merupakan proses mengungkapkan
informasi pribadi kita kepada orang lain dansebaliknya. Sidney Jourard dalam Burhan
Bungin, menandai sehat atau tidaknyakomunikasi antar pribadi dengan melihat
keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi.
Menurut Lumsden (1996:58) selfdisclosure dapat membantu seseorang
berkomunikasi dengan orang lain,meningkatkan kepercayaan diri serta
hubungan menjadi lebih akrab. Selain itu,
self disclosure dapat melepaskan perasaanbersalah dan cemas (Calhoun dan Acocella,
1990:73). Tanpa self disclosure, individu
cenderung mendapat penerimaan sosial
kurang baik sehingga berpengaruh pada
perkembangan kepribadiannya.
Self disclosure merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan dalam
interaksi sosial. Individu yang terampilmelakukan self disclosure mempunyai ciri-
ciri yakni memiliki rasa tertarik kepadaorang lain daripada mereka yang kurangterbuka, percaya diri sendiri, dan percaya
pada orang lain (Taylor & Belgrave dalam
Johnson, 1990:97).
3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Self Disclosure
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
5/24
5
Banyak faktor yang mempengaruhi self
disclosure atau pengungkapan diri,kemudian apa yang kita ungkapkan, dan
pada siapa saja kita melakukan
pengungkapan diri tersebut. Berikut ini
adalah beberapa faktor yang paling pentingdalam mempengaruhi self disclosure
menurut Devito (1997:66), diantaranya
adalah:
1.
Kepribadian
Individu yang cenderung pandai bergaul
dan extrovert atau terbuka,
mengungkapkan tentang diri merekalebih banyak ketimbang mereka yang
kurang pandai bergaul.
2. Budaya (culture)
Taylor dkk (1997:265), menambahkanbahwa pengungkapan diri dapat
dipengaruhi oleh kebudayaan. Adapengaruh antara nilai-nilai dan budaya
yang dipahami seseorang dalam tingkat
self disclosure yang mereka lakukan.
Begitu juga dengan kedekatan budayaantar individu. Budaya yang dimaksud
ini meliputi budaya yang dibangun
dalam keluarga, pertemanan, daerah, dannegara.
3.
Jenis KelaminSalah satu faktor terpenting yangmempengaruhi self disclosure. Laki-laki
umunya kurang terbuka dibandingkan
dengan perempuan. Perbedaan cara
berkomunikasi antara laki-laki danperempuan juga dinyatakan Tannen
(Santrock, 2003: 379), bahwa laki-laki
dan perempuan memiliki tipepembicaraan yang berbeda. Laki-laki
lebih menguasai kemampuan verbal
seperti bercerita, bercanda danberceramah tentang informasi,
sedangkan perempuan lebih menyenangi
percakapan pribadi.
4. Listeners
Self disclosure lebih banyak terjadi dalamkelompok kecil daripada kelompok besar.
Kemudian orang lebih membuka diri kepada
orang yang disukai karena akan cenderungmendukung atau memberikan respons
positif. Dengan pendengar lebih dari satu
seperti monitoring sangatlah tidak mungkin
karena respon yang nantinya bervariasiantara pendengar.
5.
Topik dan media
Setiap individu cenderung membuka diritentang topik tertentu daripada topik yang
lain. Selanjutnya, media komunikasi yang
digunakan juga mempengaruhi self
disclosure misalnya face to face atau
online.
4.Manfaat Self Disclosure
Penelitian menunjukkan ada 3 manfaat
utama self disclosure atau pengungkapandiri, yaitu (Devito,1997:68):
1.Pengetahuan tentang diriDengan melakukan self disclosure kita
bisa memahami diri kita secara lebih
baik atau memandang diri kita dengan
perspektif yang baru.2.
Meningkatkan efektivitas komunikasi
Dengan self disclosuremembuat orang
lain lebih memahami diri kita dan kitapun lebih memahami orang lain.
Kondisi saling memahami diri lawankomunikasi merupakan salah satuprasyarat untuk membangun
efektivitas komunikasi. Oleh karena
itu, self disclosure menjadi sangat
penting dalam upaya kita membangunkomunikasi yang efektif itu.
3. Kesehatan psikologis
Dengan self disclosurememungkinkan manusia bisa
melepaskan diri dari himpitan beban
psikologi. Stres atau depresimerupakan penyakit psikologis yang
membutuhkan self disclosure untuk
menyembuhkannya. Oleh karena itu,orang yang biasa melakukan self
disclosure relatif terlepas dari
penyakit-penyakit psikologis seperti
itu.
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
6/24
6
Self disclosure digunakan penulis
untuk menganalisa bagaimana self
disclosure yang terjadi pada kegiatan
konseling warga binaan pemasyarakatan
penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Lowokwaru Malang. Sebagai salah satuaspek penting dalam hubungan sosial, self
disclosure juga perlu bagi Warga BinaanPemasyarakatan yang tentunya juga
mempunyai hubungan sosial di dalam
Lembaga Pemasyarakatan. Keterampilan
self disclosure yang dimiliki oleh Warga
Binaan Pemasyarakatan akan membantu
mereka dalam mencapai kesuksesan
penyesuaian diri dengan lingkungannya.
5.Manajemen Privasi Komunikasi
Ide-ide dalam teori manajemen privasikomunikasi atau yang bisa dikenal dengan
CPM (Communication Privacy
Management) ini sebenarnya sudah ada
sejak dua puluh tahun yang lalu, tetapi teori
ini baru mendapatkan pernyataan resminya
saat Petronio menerbitkan buku yangberjudul Boundaries of Privacy pada tahun
2002 lalu. Teori ini berawal ketika Petronio
dan teman-temannya menerbitkan penelitianyang di dalamnya para peneliti tertarik
mengenai kriteria pembentukan aturandalam sistem manajemen aturan bagiketerbukaan. Menurut Petronio, manusia
membuat pilihan dan peraturan mengenai
apa yang harus dikatakan dan apa yang
harus disimpan dari orang lain yangdidasarkan pada budaya, gender, dan
konteks.
Teori manajemen privasi komunikasi
ini lebih menjelaskan kepada proses-proses
komunikasi negosiasi seputar pembukaaninformasi privat. Perbedaan dari
pengungkapan diri dan pembukaan pribadiini adalah pemberikan penekanan lebih pada
isi personal. Teori manajemen privasi
komunikasi ini mempelajari bagaimana
orang melakukan pembukaan melalui sistemyang didasarkan pada aturan yang sudah
dibentuk oleh seorang individu itu sendiri.
Menurut Petronio manusia membuat pilihandan peraturan mengenai apa yang harus
dikatakan dan apa yang harus disimpan dari
orang lain yang didasarkan pada kriteria
penting seperti budaya, gender, dan konteks.Petronio menggunakan istilah pembukaan
(disclosure) dan pembukaan pribadi(private disclosure) daripada menggunakan
istilah pembukaan diri (self disclosure)
dalam teori ini.
Teori ini tidak membatasi hanya kepada
seorang individu, tetapi juga mencakupbanyak level pembukaan termasuk pada
kelompok dan organisasi. Teori ini
mempunyai lima asumsi dasar, yaitu
informasi privat, batasan privat, kontrol dankepemilikan, sistem manajemen berdasarkan
aturan, dan dialektika manajemen (Turner,
2008: 256).
6. Konseling
1. Menurut Edwin C Lewis dalambukunya M. Hamdani bakran Adz-
Dzaky, mengemukakan bahwa:
Konseling adalah suatu proses
dimana orang bermasalah (klien)
dibantu secara pribadi untuk merasa
dan berperilaku yang lebih
memuaskan melalui interaksi dengan
seseorang yang tidak terlibat
(konselor) yang menyediakan
informasi dan reaksi-reaksi yang
merangsang klien untuk
menyeimbangkan prilaku-prilaku
yang memungkinkannya
berhubungan secara lebih efektif
dengan dirinya dan lingkungannya.
(Hamdani, 2000:128)
2.
Dewa Ketut Sukardi mengatakan
bahwa:
Konseling adalah hubungan timbal
balik diantara dua orang individu,
dimana yang seorang (konselor)
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
7/24
7
berusaha membantu yang lain
(klien) untuk mencapai atau
mewujudkan pengalaman tentang
dirinya sendiri dalam kaitannya
dengan masalah atau kesulitan
yang dihadapinya pada saat inidan pada waktu
mendatang.(Sukardi, 1998:169)
3.
Bimo Walgito mengatakan bahwa:
Konseling adalah bantuan yang
diberikan kepada individu dalam
memecahkan masalah kehidupannya
dengan wawancara, dengan cara-
cara yang sesuai dengan keadaan
individu yang dihadapi untuk
mencapai kesejahteraanhidupnya.(Walgito,1995:5)
Menurut istilah, konseling adalah suatuaktivitas pemberian nasihat dengan atau
berupa anjuran atau saran-saran dalam
bentuk pembicaraan yang komunikatif
antara konselor dan konseli atau klien yangdisebabkan karena ketidaktahuan atau
kurangnya pengetahuan klien sehingga ia
memohon pertolongan kepada konselor agardapat memberikan bimbingan dengan
metode-metode psikologis (Hamdani,2000:127). maka dapat disimpulkan secarasederhana bahwa konseling ini adalah
kegiatan bimbingan dengan cara
mencurahkan semua apapun yang ada di
benak kita.
7.Komunikasi Terapeutik
Dalam kegiatan konseling, psikologsebagai konselor perlu menguasai
keterampilan dalam merespon klien sebagaikonselinya dengan teknik komunikasi yangbenar dan sesuai. Hal ini yang kemudian
disebut dengan komunikasi terapeutik, yaitu
komunikasi yang digunakan oleh seorangprofesional untuk membantu klien
mengatasi masalah kesehatan yang sedang
dihadapi (Rossiter:128). Rossiter
menyatakan bahwa sebelum kita memahami
apa itu komunikasi terapeutik, kita harusmampu memahami pengertian dari
kesehatan terlebih dahulu. World Health
Organization, yaitu organisasi kesehatan
dunia yang lebih sering kita sebut denganWHO mendefinisikan kesehatan sebagai
keadaan fisik lengkap, mental dankesejahteraan sosial dan bukan hanya tidak
adanya penyakit atau kelemahan. Berangkat
dari pemahaman tentang kesehatan yangdinyatakan oleh WHO ini, akhirnya Charles
M. Rossiter Jr. pada Journal of
Communication tahun 1975 menuliskan
bahwa pada dasarnya komunikasi terapeutikmerupakan komunikasi profesional yang
mengarah pada tujuan penyembuhan pasiendalam hal pemenuhan kesehatan psikologis.
Sementara itu menurut Jurgen Ruesch,segala hal yang berkaitan dengan dunia
psikoterapi, psikoanalisis, terapi grup,
hipnosis dan berbagai macam bentuk dari
konseling lainnya membutuhkan komunikasiterapeutik sebagai alat utamanya untuk
komunikasi antara seorang profesional
beserta kliennya.
Stuart (1998) menambahkan bahwakomunikasi terapeutik merupakan hubungan
interpersonal antara seorang profesional dan
kliennya yang kemudian memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional klien.
Dari banyak pendapat melalui para ahli
tersebut maka kemudian dapat dipahami
bahwa komunikasi terapeutik ini adalahkomunikasi yang dalam prakteknya
menggunakan teknik-teknik tertentu agarmampu menjadi kegiatan penyembuhan bagi
klien.
8.Warga Binaan Pemasyarakatan
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
8/24
8
Menurut pasal 1 ayat 7 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 12Tahun 1995 tentang pengertian
pemasyarakatan, narapidana adalah
terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.Berbeda dengan Keputusan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia NomorM.01-Pp.02.01 Tahun 1990 Tentang Dana
Penunjang Pembinaan Narapidana dan
Insentif Karya Narapidana, menjelaskandefinisi narapidana adalah seorang terpidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dan
terpidana tersebut ditempatkan di LembagaPemasyarakatan atau Rumah Tahanan
Negara.Seiring dengan bergantinya istilah
penjara menjadi lembaga pemasyarakatan,maka istilah narapidana pun mulai
ditinggalkan dan berubah istilah menjadi
warga binaan pemasyarakatan atau lebih
sering disebut dengan WBP bagi seseorangyang mendapatkan vonis pidana atau
seseorang yang mendapatkan pembinaan di
dalam suatu lembaga pemasyarakatan.
Warga Binaan Pemasyarakatan yangsedang menjalani masa hukuman pada
dasarnya masih berhak atas segala hak yang
pernah dimiliki seperti sebelum menjalani
masa tahanan, hanya saja hak kemerdekaanmereka hilang. Meskipun demikian, banyak
hak-hak lain yang masih bisa dinikmati
seperti menurut pasal 14 Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995
tentang pemasyarakatan yang menyatakan
bahwa hak-hak warga binaan adalah:
1. Melakukan ibadah sesuai denganagama atau kepercayaannya
2. Mendapatkan perawatan, baik
perawatan rohani maupun jasmani3.
Mendapatkan pendidikan dan
pengajaran
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan
dan makanan yang layak5.
Menyampaikan keluhan
6. Mendapatkan bahan bacaan dan
mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang7. Mendapatkan upah atau premi atas
pekerjaan yang dilakukan8.
Menerima kunjungan keluarga,
penasihat hukum, atau orang tertentu
lainnya9.
Mendapatkan pengurangan masa
pidana (remisi)
10.Mendapatkan kesempatan
berasimilasi termasuk cutimengunjungi keluarga
11.
Mendapatkan pembebasan bersyarat12.
Mendapatkan cuti menjelang bebas13.
Mendapatkan hak-hak lain sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
9. Lembaga PemasyarakatanTempat untuk melaksanakan pembinaan
terhadap para warga binaan di Indonesia
yang merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia yang dihuni oleh warga binaandengan status narapidana maupun tahanan.
Pertama kali digagas oleh Menteri
Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962 yangmenyebutkan bahwa tugas kepenjaraan
bukan hanya untuk melaksanakan
hukuman, tetapi juga mengembalikanorang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam
masyarakat. Hal ini membuka jalan
perlakuan terhadap warga binaan dengan
cara pemasyarakatan sebagai tujuan pidana.
Menurut Undang-Undang Nomor 12Tahun 1995, pemasyarakatan adalah
kegiatan untuk melakukan pembinaan
Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkansistem, kelembagaan, dan cara pembinaan
yang merupakan bagian akhir dari sistem
pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
Sedangkan sistem pemasyarakatan adalah
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
9/24
9
suatu tatanan mengenai arah dan batas serta
cara pembinaan warga binaanpemasyarakatan berdasarkan pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara pembina,
yang dibina, dan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas warga binaanpemasyarakatan agar menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangitindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
aktif berperan dalam pembangunan, dandapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggung jawab.
Perubahan dari rumah penjara menjadi
lembaga pemasyarakatan, bukan semata-
mata hanya secara fisik merubah atau
mendirikan bangunannya saja, melainkanmengarah kepada hal yang lebih penting,
yaitu menerapkan konsep pemasyarakatan
(Priyatno, 2006:24).
10. Tujuan Lembaga PemasyarakatanTujuan diselenggarakannya sistem
pemasyarakatan dalam rangka membentuk
Warga Binaan Masyarakat (WBP) agarmenjadi manusia seutuhnya (pasal 2 UU No.
12/1995) yang maksudnya adalah untuk
memulihkan warga binaan pemasyarakatankepada fitrahnya dalam hubungan manusia
dengan Tuhannya, manusia dengan
pribadinya, manusia dengan sesamanya dan
manusia dengan lingkungannya (Priyanto,2006:27).
11.Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
Fungsi sistem pemasyarakatan adalah
menyiapkan warga binaannya agar dapatberintegrasi (pemulihan kesatuan hubungan
warga binaan) secara sehat denganmasyarakat, sehingga dapat berperankembali sebagai anggota masyarakat yang
bebas dan bertanggung jawab (pasal 3 UU
no.12/1995).
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Tipe Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah pada babsebelumnya, penulis menggunakan jenispenelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ini
bertujuan untuk menjelaskan fenomena
sedalam-dalamnya, lebih menekankan padakedalaman (kualitas) data, bukan banyaknya
(kuantitas) data (Moleong, 2007:4). Pada
penelitian kualitatif tidak perlu mencari
informan lain apabila data yang terkumpulsudah mendalam dan bisa menjelaskan
fenomena yang diteliti (Kriyantono,
2006:51).
2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian yang dimaksud adalahuntuk membatasi masalah bagi penulisdalam menentukan sasaran penelitian
(Sugiyono, 2008:207). Untuk memudahkan
penulis dalam penelitiannya, maka penulis
membatasi fokus penelitian sebagai berikut :
1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
self disclosure yang muncul padakegiatan konseling yang dilakukanoleh warga binaan pemasyarakatan
di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Lowokwaru Malang2.
Manajemen privasi komunikasi yang
dilakukan oleh warga binaan
pemasyarakatan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I LowokwaruMalang pada kegiatan konseling
3. Komunikasi terapeutik yang
digunakan oleh psikolog lapas dalammembina warga binaan
pemasyarakatan Lembaga
Pemasyarakatan Klas I LowokwaruMalang.
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
10/24
10
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lembaga
Pemasyarakatan Lowokwaru Klas I Malangyang beralamatkan di Jl. Asahan no.7,
Malang. Lapas Lowokwaru Malang dipilih
penulis karena lapas tersebut mengalami
overload penghuni, sehingga
memungkinkan untuk para penghuninya
mengalami berbagai macam persoalansehingga para WBP penghuni lapas tersebut
akan membutuhkan konseling. Penelitian ini
dilakukan penulis dengan menyesuaikan
situasi dan kondisi yang ada pada lokasi
penelitian.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini
dibedakan menjadi:
1.
Data Primer
Adalah data yang cara
memperolehnya langsung dari lokasipenelitian, yaitu hasil pengamatan
dan wawancara langsung dengan
para informan di LembagaPemasyarakatan Klas 1 Lowokwaru
Malang.
2.
Data SekunderAdalah data pelengkap yang bukan
diperoleh sendiri oleh penulis. Data
sekunder ini berupa jurnal yangsesuai dengan penelitian penulis.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah langkah paling
penting yang harus dilakukan dalam sebuah
penelitian karena penelitian membutuhkandata-data yang sesuai. Berikut teknik
pengumpulan data yang dilakukan penulis:
1. Wawancara
Teknik wawancara merupakan alatpenelitian yang paling sesuai untuk
mengungkapkan kenyataan tentang
apa yang dipikirkan hingga dirasakan
oleh seseorang mengenai banyak hal.
Selain itu, melalui model tanya
jawab, kita bisa memperolehgambaran tentang diri mereka.
Penulis akan menggunakan jenis
wawancara tidak terstruktur. Jadi,
penulis tidak menyiapkan pertanyaankhusus kepada informan. Pertanyaan
mempunyai kemungkinan besaruntuk lebih berkembang sesuai
dengan tanggapan informan. Untuk
itu, pedoman wawancara yangdigunakan hanya berupa garis-garis
besar permasalahan yang akan
ditanyakan. Menurut Sugiyono
(2008:234), pada wawancara tidakterstruktur, penulis sebuah penelitian
belum mengetahui secara pasti dataapa yang akan diperoleh, sehinggapenulis lebih banyak mendengarkan
apa yang diceritakan oleh informan.
Maka, dengan demikian, penulisdapat mengajukan berbagai
pertanyaan berikutnya yang lebih
terarah pada suatu tujuan yang ingin
dicapainya.Wawancara dilakukan penulis
terhadap semua informan guna
mendapatkan data yang sesuaidengan fokus penelitian dari penulis.
2. Observasi
Nasution dalam Sugiyono (2003:56)menyatakan bahwa observasi adalah
dasar semua ilmu pengetahuan. Para
ilmuwan hanya dapat bekerjaberdasarkan data, yaitu fakta
mengenai dunia dan kenyataan yang
diperoleh melalui observasi.
Sementara itu Moleong (2007:174)menulis bahwa observasi adalah
teknik pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan langsungpada objek yang diteliti. Observasi
dilakukan dengan melakukan
pengamatan langsung kepada parainforman yang sudah dipilih oleh
penulis dan lingkungan dari lokasi
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
11/24
11
penelitian penulis. Observasi yang
dilakukan pada penelitian ini adalahobservasi non partisipan. Observasi
nonpartisipan adalah teknik
observasi di mana peneliti hanya
bertindak mengobservasi ataumengamati tanpa ikut terjun
melakukan aktivitas seperti yangdilakukan kelompok atau subjek
yang diteliti (Kriyantono, 2009:110)
6. Pemilihan Informan
Penulis memilih informan berdasarkan
sejumlah kriteria yang telah ditetapkan olehpenulis. Teknik pemilihan informan seperti
ini menurut Kriyantono disebut sebagai
purposive sampling. Teknik ini dipandang
lebih mampu menangkap dan menggali datalebih dalam sekaligus dapat dipercaya
(Pawito, 2007:93).
Adapun kriteria untuk informan yang
penulis pilih adalah WBP penghuni dariLapas Lowokwaru yang sering melakukan
konseling di ruang perawatan minimal 2 kali
dalam sebulan mengingat tidak dijadwalkansecara khusus untuk melakukan konseling
kepada psikolog Lapas.
7. Profil Informan
Penelitian kualitatif mengutamakankualitas informan yang mampu
menggambarkan fenomena yang terjadi,
terutama yang menjadi rumusan masalahdalam penelitian. Teknik purposive
sampling adalah teknik penentuan informan
dalam penelitian ini. Teknik ini dipandang
lebih mampu menangkap dan menggali datalebih dalam. Penulis memilih informan
berdasarkan sejumlah kriteria yang telahditetapkan oleh penulis berdasarkanberbagai pertimbangan tertentu dan
intensitas keaktifan informan dalam kegiatan
konseling di Lembaga Pemasyarakatan Klas
I Lowokwaru Malang.
Berikut ini adalah profil lengkap
informan yang sesuai dengan kriteria yang
sudah penulis tetapkan :
1. SU
Lelaki berusia 21 tahun inimendapatkan vonis hukuman pidana
selama 4 tahun dan sudah menjalanimasa hukuman pidana selama 8 bulan.
Sebelumnya dia adalah seorang
karyawan dari sebuah minimarket diKota Malang. SU berasal dari sebuah
desa di kawasan Malang Selatan yang
mengenyam pendidikan sampai jenjang
Sekolah Menengah Atas jurusan IPS. SUtidak pernah bermasalah dengan pihak
berwajib sebelumnya, sampai padaakhirnya dia dilaporkan oleh orang tuapacarnya dengan tuduhan asusila karenamengunggah foto-foto yang tidak
senonoh dengan pacarnya pada akun
miliknya di sebuah situs jejaring sosial.Baru pertama kali berada di lingkungan
lembaga pemasyarakatan membuat SU
takut dan kesulitan untuk beradaptasidengan lingkungan barunya. Sampai
pada akhirnya dia memutuskan untuk
menceritakan kesulitan yang dialaminyakepada psikolog petugas Lembaga
Pemasyarakatan Lowokwaru Malang.
Saat ini SU bertugas sebagai pelayan
kesehatan di lapas. Tugas utamanyaadalah mendata para WBP, baik tahanan,
relasan maupun narapidana yang akan
berobat di ruang perawatan.
2. AH
AH adalah seorang ayah dari 3anak yang semuanya masih berstatus
sebagai pelajar. AH adalah pengguna
narkoba jenis sabu-sabu sejak tahun1999 sampai akhirnya dia ditangkap
polisi karena menjadi pengedar sabu-
sabu dan mendapatkan vonis hukuman
pidana selama 4 tahun. AH sudahmenjalani masa pidananya selama 20
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
12/24
12
bulan. Pria kelahiran Jogjakarta 37 tahun
yang lalu ini merasa beruntung masihbisa berkomunikasi dengan anak-
anaknya secara rutin untuk memantau
perkembangan dari anak-anaknya yang
mulai beranjak remaja. AH tidak pernahmeluangkan waktu secara khusus untuk
melakukan konseling, karena AH lebihmemilih untuk melihat situasi dan
kondisi pada ruang perawatan.
Komunikasi yang terjadi antara AH danBu Ayu sebagai psikolog lapas pun tak
pernah dilakukan dalam situasi formal
layaknya WBP lain ketika melakukan
konseling karena AH beralasan tidaknyaman bercerita dengan kondisi
demikian.
3. IR
WBP yang terjerat kasus
pemerasan ini adalah seorang sarjana
ekonomi yang masih berstatus sebagaikaryawan salah satu perusahaan asing
yang berlokasi di daerah Jimbaran, Pulau
Bali. Lelaki yang mengaku gagalmenikah karena statusnya sekarang ini
membutuhkan waktu sekitar 2 bulan
untuk bisa beradaptasi denganlingkungan lembaga pemasyarakatan.
Bungsu dari 2 bersaudara yang
mendapatkan vonis hukuman pidana
selama 2 tahun 3 bulan ini sedangmenunggu surat keputusan pembebasan
bersyarat yang sudah diajukannya
kepada pihak Kemenkumham. Dalamwawancara yang dilakukan penulis, IR
mengaku tidak pernah mempunyai
kebiasaan untuk curhat kepada siapa pun
ketika tinggal di luar lapas. IR punmengaku kalau dirinya baru merasa
wajib menceritakan permasalahannyaketika dia merasa sudah benar-benar
menemui jalan buntu dalam
permasalahannya. IR juga mengaku
bahwa dirinya mempunyai pemikirandemikian karena sudah terbiasa mandiri
sejak masih kecil. Berbeda ketika IR
sudah menyandang status WBP diLembaga Pemasyarakatan Klas I
Lowokwaru Malang, IR butuh seseorang
untuk diajak berdiskusi tentunya selain
rekan-rekan WBP karena IRberanggapan sulit untuk mempercayai
rekan-rekan WBP lainnya karena tidakada jaminan kalau rekan-rekan WBP
akan menyimpan rapat rahasia yang
akan IR ceritakan.
4. AD
AD adalah WBP yang dipercaya
pihak Lembaga PemasyarakatanLowokwaru sebagai pelayan koperasi.
Tugasnya adalah menjaga koperasi danmelayani customer dari koperasi baikyang berasal dari kalangan WBP,maupun dari pengunjung Lembaga
Pemasyarakatan Lowokwaru yang
tengah melakukan kunjungan. AD sudahmenjalani masa hukuman pidana selama
4 tahun dari total selama 12 tahun karena
kasus perampokan yang disertaipembunuhan. AD meluangkan waktunya
2 minggu sekali untuk sekedar
berbincang dengan psikolog LembagaPemasyarakatan Lowokwaru Malang.
5. YU
YU masih berstatus sebagai
mahasiswa salah satu perguruan tinggi
swasta yang ada di Kota Malang ketika
polisi menangkapnya dengan tuduhankepemilikan narkoba jenis ganja yang
tidak pernah diakuinya sampai sekarang.
Anak tunggal ini mengaku mengetahuiadanya ruang perawatan dari pengenalan
lingkungan yang dijalaninya ketika
pertama kali resmi menghuni LembagaPemasyaraktan Lowokwaru Malang.
Intensitas kegiatan konseling yang
dijalaninya di ruang perawatan sangat
tinggi diantara WBP yang lain. Hal inikarena YU mengalami anxiety yang
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
13/24
13
sangat tinggi. Hal ini semakin
memburuk ketika dia mendengar ataumendapatkan berita yang tidak sesuai
dengan harapannya. Pada bulan januari
tahun 2012, YU pernah melakukan
percobaan bunuh diri dengan caramemotong nadi pada pergelangan
tangannya sendiri. Beruntung YU dapattertolong dan perlahan-lahan mulai
menata kembali hidupnya.
8. Instrumen PenelitianDalam penelitian ini, instrumen
penelitian yang digunakan adalah:1.
Penulis sendiri.
Sesuai dengan metode penelitian
yang akan digunakan oleh
penulis, yaitu metode kualitatif,maka instrumen penelitiannya
adalah penulis sendiri (Sugiyono,2009:222). Dengan demikian,
penulis menjadi instrumen utama
dalam penelitian ini dengan cara
terjun langsung ke lapangan.2.
Field note.
Merupakan buku catatan
lapangan yang digunakan olehpenulis untuk mencatat informasi
yang diperoleh selama penelitiandi lapangan. Selain itu,field noteadalah satu-satunya instrumen
yang diijinkan untuk masuk ke
dalam lapas, hal ini berlaku pada
siapa pun yang akan masukuntuk bertemu dengan para
warga binaan pemasyarakatan
lapas, termasuk penulis yangmelakukan penelitian sekalipun.
9. Teknik Analisis Data
Analis data dalam penelitian kualitatif,dilakukan pada saat pengumpulan
berlangsung dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu.Pada saat wawancara, penulis sudah
melakukan analisis terhadap jawaban yang
di dapat dari informan. Penulis akan terus
mengajukan pertanyaan sampai
mendapatkan jawaban yang memuaskan
setelah dianalisa. Analisis data seperti inimengikuti model Miles dan Huberman.
Miles dan Huberman dalam Sugiyono
(2005:91) mengungkapkan, bahwa aktivitas
dalam analisis data kualitatif dilakukansecara interaktif dan secara terus menerus
sampai tuntas.
10.Kriteria Kualitas Penelitian
Penelitian dalam studi ini
menggunakan kriteria authenticity. Menurut
Neuman (2003:171), penelitian kualitatif
cenderung memakai kriteria authenticity.
Authenticity ini berarti memberikan sebuah
keterbukaan, kejujuran, dan hasil penelitian
yang seimbang tentang kehidupan sosial.
Dalam penelitian ini, penulis memiliki fokuspada upaya untuk memberikan deskripsi
tentang kehidupan sosial yang dialami olehWarga Binaan Pemasyarakatan atau WBP
yang menjadi informan penelitian penulis.
Agar penulis memenuhi kriteria
authenticitytersebut, maka penulis berupaya
menentukan informan yang tepat, yangdapat memberikan informasi yang
dibutuhkan guna menjawab fokus penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis berperansebagai pendengar pada tiap informasi yang
diberikan oleh informan penulis. Setelah itu,
dilakukan verifikasi untuk menguji
kejujuran para informan penulis.
11.Keabsahan Data
Perlu pengecekan keabsahan data agarhasil akhir dari penelitian dapat
dipertanggungjawabkan. Menurut Sugiyono
(2008:273), untuk menguji keabsahan datadari penelitian dapat menggunakan teknik
triangulasi sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara danwaktu yang bermacam-macam. Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain dlaam
membandingkan hasil wawancara terhadap
objek penelitian (Moleong, 2004:330).
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
14/24
14
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik triangulasi sumberuntuk melakukan pengecekan keabsahan
data. Triangulasi sumber pada penelitian
penulis ini dilakukan dengan cara meminta
penjelasan kepada informan triangulasi,yaitu Rr.Ayu yang bertugas sebagai psikolog
lapas yang menangani informan WBPpenulis mengenai informasi yang
diberikannya untuk mengetahui ketegasan
informasi.
Kegiatan verifikasi yang dimaksud
adalah bertanya kepada psikolog lapas yangsetiap hari menghadapi WBP di Lapas
Lowokwaru.sehingga diperoleh hasil
penelitian yang seimbang. Pada bagian
peyajian data di bab berikutnya, akanditampilkan beberapa kutipan percakapan
yang terjadi dalam kegiatan penelitian yangmampu memberi gambaran pengalaman
informan penulis.
BAB IV
PEMBAHASAN
1.Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Self Disclosure Warga Binaan
Pemasyarakatan pada Kegiatan
Konseling
Menurut DeVito (1997:66), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi selfdisclosure antara lain adalah kepribadian,
budaya, jenis kelamin, listeners, serta topik& media. Jenis kelamin tidak dimasukkan
oleh penulis ke dalam faktor yang
mempengaruhi self disclosure dalamkegiatan konseling di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru karenasudah jelas bahwa Lapas Lowokwarumenampung warga binaan yang berjenis
kelamin laki-laki. Faktor-faktor yang akan
dikemukakan penulis dalam pembahasan ini
sangat penting untuk mencapai komunikasiyang efektif ketika kegiatan konseling
berlangsung. Fakta hasil dari penelitian
penulis ini, tidak semua faktor-faktor yang
diungkapkan oleh DeVito tersebut terdapatpada kegiatan konseling di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang.
Berikut penyajian dari penelitian yang sudah
penulis lakukan:
1.
Kepribadian
Kepribadian merupakan pola
perilaku dan cara berpikir yang khas,yang mampu menentukan penyesuaian
diri individu terhadap lingkungan.
Kepribadian extrovert dan introvert
merupakan salah satu kepribadian yangdidasarkan atas tipologisnya. Tipe
kepribadian ini pertama kali
diperkenalkan oleh Carl Gustav Jung
yang menganut aliran Psikoanalisis,dengan teorinya tentang struktur
kesadaran manusia (Suryabrata,2008:201). Sidharta (dalam Retnowati &
Haryanthi, 2001:97) menambahkan
individu yang memiliki tipe kepribadian
extrovert cenderung perhatian terhadaplingkungannya, suka bergaul, memiliki
suasana hati yang mudah naik dan turun,
mudah mengekpresikan emosinya,impulsif dalam bertindak, dinamis, suka
terhadap perubahan dan mudahberadaptasi dengan lingkungannya.Individu yang memiliki tipe kepribadian
introvertditandai dengan suka melamun,
menghindari kontak sosial, tampak
tenang, kurang ekspresif dalammenyampaikan emosinya,
mempertimbangkan secara matang
sebelum mengambil tindakan, kurangdinamis, kurang menyukai perubahan,
dan tidak mudah beradaptasi dengan
lingkungannya.Menurut DeVito, individu yang
cenderung pandai bergaul dan extrovert(terbuka) mengungkapkan tentang dirimereka lebih banyak ketimbang mereka
yang kurang pandai bergaul. Hal ini
terjadi pada beberapa informan penulis.
Informan WBP pertama penulis yang
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
15/24
15
bernama SU, sebelum dia menjadi warga
binaan di Lapas Lowokwaru, SU adalahseorang karyawan dari sebuah
minimarket. SU lulusan sebuah SMA
dengan jurusan IPS. SU mengaku dia
adalah seseorang yang sangat pandaibergaul dan memiliki banyak teman.
Menurut pengakuannya, ketika dirinyasudah menyandang status sebagai warga
binaan, banyak sekali teman-temannya
yang datang untuk menjenguknyasekaligus menyatakan keprihatinan
mereka terhadap kasus yang
menimpanya, yang menjadikannya
sebagai seorang penghuni lapas.Selanjutnya, informan penulis yang
menyatakan bahawa dirinya memilikikepribadian terbuka adalah AD. ADmengaku sangat terbuka tentang dirinya
terutama kepada psikolog lapas. Hal ini
juga tersirat saat AD menjawab setiappertanyaan yang penulis ajukan. AD
sangat blak-blakan dibandingkan dengan
informan WBP penulis lainnya. Tanpa
ragu dan rasa malu, AD menceritakanapa yang pernah diceritakannya kepada
psikolog lapas kepada penulis, mulai
dari kasus yang dialaminya hinggapermasalahan rumah tangga yang tengah
membelitnya. AD tak sungkan
menceritakan kejadian yangmembuatnya menjadi tersangka dalam
kasus perampokan dan pembunuhan
yang dilakukannya bersama denganteman-temannya. AD menceritakannya
secara gamblang bahwa dirinya terang-
terangan melakukan tindakan keji
tersebut di daerah Surabaya, Denpasardan Jakarta dengan asumsi bahwa kota
besar banyak terdapat orang-orang kaya
yang menjadi targetnya, AD sengajamemilih orang kaya dari etnis China
sebagai korbannya karena mempunyai
dendam pribadi dengan etnis China.Awalnya AD mengaku merampok hanya
untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya, namun ketika melihat
korbannya melawan, maka tak segan-segan AD akan melukai bahkan
membunuh korbannya secara sadis untuk
menghilangkan bukti. Kemudian, AH
juga mengaku sebagai seorang yangterbuka. AH mempunyai istilah sendiri
ketika menyebut dirinya adalah sosokyang terbuka, yaitu apa adanya.
Menurutnya, dengan menceritakan apa
adanya membuat dirinya lebih mudahuntuk berkomunikasi dengan psikolog
lapas ketika melakukan konseling. AH
menceritakan segala permasalahannya
kepada psikolog lapas baik dalam situasiformal maupun informal. Sementara itu,
YU informan warga binaan penulislainnya justru mengaku mempunyaikepribadian yang tertutup. Pada awal
menjalani status sebagai warga binaan,
YU memilih untuk menutup rapat-rapatpermasalahannya sampai pada suatu saat
psikolog lapas memanggilnya secara
khusus untuk melakukan konseling.
Hanya pada kegiatan konseling ini lahYU mengungkapkan tentang dirinya.
Hal senada juga disampaikan oleh IR. IR
yang cenderung cuek dan mandiri jadiagak sedikit membatasi sikap
terbukanya.
Menurut psikolog lapas, Rr.Ayu,kepribadian asli dari para warga binaan
yang menjadi klien-nya dalam kegiatan
konseling memang sangatmempengaruhi efektivitas konseling
yang dilakukannya. Warga binaan yang
memiliki kepribadian terbuka sangat
membantunya dalam menentukan halyang akan dilakukannya terhadap warga
binaan ketika konseling berakhir. WBP
yang mempunyai tipe kepribadianterbuka akan dengan mudah
mengutarakan keresahannya kepada
psikolog lapas daripada yangmempunyai kepribadian tertutup. WBP
dengan kepribadian tertutup membuat
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
16/24
16
Rr.Ayu sebagai petugas psikolog lapas
menghadapi kesulitan karenamenurutnya permasalahan inti para WBP
yang melakukan konseling baru muncul
sekitar 1 hingga 2 jam setelah konseling
berjalan.Dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepribadian dari warga binaan sebagaisalah satu faktor yang mempengaruhi
self disclosure, memegang peranan
penting dalam kegiatan konseling diLapas Lowokwaru.
2. Listeners
Joseph A. DeVito dalam buku The
Interpersonal Communication Book
Eleventh Edition (1997:67) mengatakan
bahwa self disclosure seringkali terjadipada kelompok kecil. Namun yang
paling efektif adalah pada komunikasidiadik. Pada bab 2 sebelumnya, penulis
telah menjelaskan bahwa komunikasi
diadik adalah komunikasi yang terjadi
antara dua orang dalam situasi tatapmuka. Pada konseling yang
berlangsung di ruang perawatan Lapas
Lowokwaru Malang, jelas sekali terjadipada konteks komunikasi diadik karena
kegiatan konseling hanya dilakukanoleh psikolog dan warga binaan yangbersangkutan, tanpa ada pihak lain yang
ikut terlibat. Terkadang kegiatan
konseling dilakukan pada ruang tertutup
demi kenyamanan para warga binaanuntuk mengungkapkan apa yang ada
pada pikirannya kepada psikolog lapas.
Ada kalanya, kegiatan konselingdilakukan di luar ruang perawatan,
dalam situasi yang informal. Situasi ini
bisa saja terjadi, tergantung kepadawarga binaan yang akan konseling itu
tersebut. Maka, garis merah yang
menguhubungkan terjadinya self
disclosure sebagai salah satu faktor
yang mempengaruhinya bukan pada
terbuka atau tertutup tempat
dilaksanakannya kegiatan konseling,
melainkan terletak pada pendengarnya
(listeners). Para WBP yang melakukankegiatan konseling mempunyai
perasaan takut akan di bully oleh WBP
yang lain jika mengetahui bahwa
dirinya lemah dan mempunyai masalah.Selain itu juga muncul perasaan malu
jika ada teman WBP yang lainmengetahui bahwa dirinya bermasalah.
Kekhawatiran-kekhawatiran seperti itu
lah yang membuat para informan WBPpenulis merasa nyaman jika berbicara
hanya berdua saja dengan Rr.Ayu,
selaku psikolog lapas.
3.Topik
Jourard (1968:15) mengungkapkan
bahwa seseorang lebih menyukai terbukaterhadap topik tertentu daripada topik yang
lain. Menurut Jourard, seorang individulebih senang mengungkapkan hobi
daripada permasalahan finasial sebagi
topik perbincangan dengan orang lain.
Secara umum, semakin personal dansemakin negatif topik pembicaraan yang
terjadi, maka akan semakin dihindari
topik-topik tersebut dalam sebuahperbincangan (DeVito, 1997:68).
Pernyataan tersebut ternyata justru sangatberbeda dengan temuan penulis dilapangan. Topik-topik yang menjadi
perbincangan dalam kegiatan konseling di
Lapas Lowokwaru justru topik-topik yang
kebanyakan dihindari oleh seorangindividu untuk diungkapkan kepada orang
lain, contohnya adalah aib keluarga dan
permasalahan ekonomi yang bagi sebagianorang adalah topik yang sensitif.
Dua topik tersebut adalah temuan
penulis ketika melakukan wawancarakepada informan WBP dan psikolog lapas,
yaitu masalah internal keluarga dan
finansial. Beberapa WBP informan penulismengatakan banyak yang yang mereka
ceritakan kepada Rr.Ayu pada kegiatan
konseling, namun yang paling membuat
mereka nyaman ketika melakukan
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
17/24
17
konseling adalah ketika membicarakan
permasalahan keluarga yang tengahmereka alami karena permasalahan ini lah
yang justru membuat mereka berat hati
tinggal di dalam lapas. Rasa penyesalan
terhadap keluarga senantiasa menghantuimereka. Berawal dari rasa bersalah dan
menyesal terhadap keluarga seperti itulahakhirnya yang membuat WBP menemui
Rr.Ayu untuk melakukan konseling.
Awal dari kegiatan konseling yangmereka lakukan masih belum terlihat
permasalahan yang sesungguhnya mereka
hadapi. Perbincangan di awal selalu
dimulai dari hal-hal yang sepele, terlebihketika WBP yang sedang konseling
memiliki kepribadian yang tertutup, makamembutuhkan waktu sekitar dua hinggatiga jam untuk psikolog lapas dapat
mengetahui permasalahan inti yang sedang
mereka hadapi.Empat dari lima WBP yang menjadi
informan penulis menjadi tulang
punggung keluarga mereka di rumah.
Status sebagai warga binaan dan tinggal didalam sebuah lembaga pemasyarakatan
praktis membuat mereka tidak dapat lagi
bekerja seperti dahulu, sementara untukbisa bertahan hidup di lapas sangat
membutuhkan uang untuk dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pihaklapas memang menyediakan makanan
untuk para warga binaannya, namun
terkadang menurut WBP informanpenulis, makanan yang diberikan sangat
tidak layak. Mau tidak mau, terpaksa WBP
membeli makanan di koperasi lapas untuk
memenuhi kebutuhan perut mereka, belumlagi untuk keperluan sehari lain-lainnya,
seperti peralatan mandi dan biaya untuk
menelepon keluarga di rumah melaluifasilitas wartel lapas.
Topik menjadi salah satu faktor yang
menarik dalam mempengaruhi sebuah self
disclosure. Melalui topik yang
diperbincangkan ini, antara psikolog dan
WBP yang bersangkutan dapat menjalin
sebuah komunikasi yang efektif danpsikolog lapas pun dapat memahami
karakter WBP-nya dengan lebih baik lagi.
2.Manajemen Privasi Komunikasi Warga
Binaan Lembaga Pemasyarakatan KlasI Lowokwaru Malang pada Kegiatan
Konseling
Kegiatan konseling pada LapasLowokwaru merupakan salah satu dari
fasilitas bidang pembinaan bagi warga
binaan, tepatnya perawatan warga binaan.
Pelayanan kesehatan diberikan kepadawarga binaan terutama diberikan pada hari
dan jam kerja yang berlaku di Lapas
Lowokwaru. Kata konseling (counceling)
berasal dari kata counsel yang diambil daribahasa latin, yaitu counsilium, yang
mempunyai arti bersama atau bicarabersama (Latipun, 2001:4). Sehingga istilah
konseling dapat diartikan sebagai proses
pemberian bantuan dari konselor
(pembimbing) kepada klien (terbimbing)dengan cara wawancara diamana diantara
kedua belah pihak saling berinteraksi untuk
mengatasi dan memecahkan masalah.Kemudian konseling secara etimologi berarti
pemberian nasihat, anjuran dan pembicaraandengan bertukar pikiran. Dengan demikian,
self disclosure atau pengungkapan diri
warga binaan sangat diperlukan dalam
sebuah kegiatan konseling, agar konselor
mampu memahami dan membantu klienuntuk memecahkan masalah yang
dialaminya. Dalam kegiatan konseling di
Lapas Lowokwaru, self disclosure hanyadilakukan oleh warga binaan sebagai klien
dari psikolog lapas.
Ada hal yang menarik dalam
penelitian penulis, yaitu manajemen privasikomunikasi yang dilakukan oleh WBP
Lapas Lowokwaru dalam kegiatan konseling
yang dilakukannya bersama dengan psikolog
lapas. Pembeda antara manajemen privasikomunikasi dan self disclosure adalah pada
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
18/24
18
manajemen privasi komunikasi, individu
yang terlibat komunikasi di dalamnyapemberikan penekanan lebih pada isi
personal pada pengungkapan yang
dilakukannya. Ada beberapa asumsi dasar
pada teori manajemen privasi komunikasiyang dikemukakan oleh Petronio, yaitu
informasi privat, batasan privat, kontrol dankepemilikan, sistem manajemen berdasarkan
aturan dan dialektika manajemen. Dari lima
asumsi dasar dari manajemen privasikomunikasi tersebut ada dua asumsi dasar
yang menjadi temuan penulis. Berikut
pembahasan lengkapnya:
1. Informasi privat
Yang dimaksud dengan informasi privat
pada teori manajemen privasi komunikasiyang dikemukakan oleh Petronio ini
merupakan informasi mengenai hal-halyang sangat berarti bagi seseorang yang
sifatnya privat. Jourard (1968:15)
mengungkapkan bahwa seseorang lebih
menyukai pengungkapan terhadap topiktertentu daripada topik yang lain. Menurut
Jourard, seorang individu lebih senang
mengungkapkan hobi daripadapermasalahan finasial sebagi topik
perbincangan dengan orang lain. Secaraumum, semakin personal dan semakinnegatif topik pembicaraan yang terjadi,
maka akan semakin dihindari topik-topik
tersebut dalam sebuah perbincangan
(DeVito, 1997:68). Pernyataan tersebutternyata justru sangat berbeda dengan
temuan penulis di lapangan. Topik-topik
yang menjadi perbincangan dalamkegiatan konseling di Lapas Lowokwaru
justru topik-topik yang kebanyakan
dihindari oleh seorang individu untukdiungkapkan kepada orang lain, contohnya
adalah aib keluarga dan permasalahan
ekonomi yang bagi sebagian orang adalahtopik yang sensitif.
Analisis yang dapat dijelaskan dari
hasil temuan penulis tersebut adalah
individu dengan status warga binaan justru
lebih tertarik untuk mengungkapkan
dirinya pada topik-topik yang kurangmenyenangkan, karena memang topik-
topik tersebut yang menjadi permasalahan
sekaligus alasan mereka melakukan
konseling dengan psikolog lapas.2.Batasan privat
Dalam teori manajemen komunikasi,terdapat pemisah antara bersikap publik
dan bersikap privat. Ketika informasi
privat dibagikan, batasan di sekelilingnyadisebut batasan kolektif yang
informasinya tidak hanya mengenai diri
yang nantinya informasi tersebut akan
menjadi milik hubungan yang ada. Ketikainformasi privat tetap disimpan oleh
seorang individu dan tidak dibuka, makabatasannya disebut batasan personal.Batasan privasi dalam prakteknya dapat
bervariasi. Dalam penelitian yang sudah
dilakukan, penulis menemukan bahwabatasan privat pada kegiatan konseling di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Lowokwaru Malang terjadi pada konteks
komunikasi diadik karena kegiatankonseling hanya dilakukan oleh psikolog
dan warga binaan yang bersangkutan,
tanpa ada pihak lain yang ikut terlibat.Terkadang kegiatan konseling dilakukan
pada ruang tertutup demi kenyamanan
para warga binaan untuk mengungkapkanapa yang ada pada pikirannya kepada
psikolog lapas. Ada kalanya, kegiatan
konseling dilakukan di luar ruangperawatan, dalam situasi yang informal.
Situasi ini bisa saja terjadi, tergantung
kepada warga binaan yang akan
konseling itu tersebut. Maka, garis merahyang menguhubungkan terjadinya batasan
privat yang dilakukan oleh WBP bukan
pada terbuka atau tertutup tempatdilaksanakannya kegiatan konseling,
melainkan terletak pada pendengarnya
(listeners).
Temuan penulis dalam kegiatan
penelitian menunjukkan bahwa batasan
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
19/24
19
privat yang dilakukan WBP dapat terjadi
dalam kelompok kecil daripada kelompokbesar karena sejumlah ketakutan yang
dirasakan oleh individu untuk
mengungkapkan cerita yang positif atau
pun negatif tentang dirinya sendiri.Ketakutan bahwa nantinya segala sesuatu
tentang dirinya, terutama yang negatif
akan muncul di hadapan orang banyak.
3.Komunikasi Terapeutik dalam
Kegiatan Konseling antara Warga
Binaan Pemasyarakatan dan Psikolog
Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Lowokwaru Malang
Pada kegiatan konseling di Lapas
Lowokwaru, narasumber penulis yangbertugas sebagai psikolog lapas yaituRr.Ayu bertindak sebagai konselor danWBP yang sedang melakukan konseling
kemudian disebutnya sebagai klien konseli.
Dalam sebuah kegiatan konseling, terdapatsebuah hubungan yang disebut dengan
hubungan konseling. Hubungan konseling
ini merupakan hubungan yang membantu
(helping relationship) antara psikolog yang
menjalankan peran sebagai seorang konselor
professional dengan klien warga binaansebagai konseli, yang kemudian bertujuan
untuk memudahkan perkembangan warga
binaan. Hubungan konseling ini terjadi
dalam suasana akrab yang mengacu padaperkembangan potensi dan pemecahan
masalah klien WBP dan disertai komitmen
antara kedua pihak. Warga binaan yangmenjalani kegiatan konseling berkomitmen
untuk menceritakan permasalahan dengan
apa adanya dan psikolog lapas sebagai
konselor juga mempunyai komitmen, bahwadirinya sebisa mungkin akan membantu
memecahkan permasalahan yang tengah
mereka hadapi.
Pada kegiatan konseling ini, self
disclosure pengungkapan diri warga binaan
menjadi mutlak diperlukan oleh psikolog
lapas untuk memahami permasalahan yang
sesungguhnya menimpa mereka.Berdasarkan hasil wawancara penulis
dengan Rr.Ayu sebagai psikolog lapas, self
disclosure WBP yang menjadi klien-nya
tidak terjadi begitu saja, sebab klien WBP-nya seringkali menceritakan permasalahan
hanya pada luarnya saja. Berawal darikesulitannya untuk menggali permasalahan
inti klien-nya ini lah, psikolog lapas sangat
membutuhkan komunikasi agar kegiatankonseling yang dijalankannya bersama
dengan klien WBP-nya dapat berlangsung
efektif.
Dalam kegiatan konseling yang
dilakukan oleh psikolog lapas dan WBP,
terdapat komunikasi diadik, yaitukomunikasi yang berlangsung antara dua
orang dalam bentuk tatap muka (Barus,2005:27). Komunikasi diadik yang terjadi
dalam kegiatan konseling ini berlangsung
dalam bentuk percakapan, yang berlangsung
dalam suasana yang bersahabat daninformal, karena psikolog lapas
memposisikan dirinya sebagai teman WBP
yang menjadi klien-nya. Denganmemposisikan diri sebagai teman, psikolog
lapas sebagai konselor mempunyai harapanbahwa ketika dalam kegiatan konseling,klien-nya akan nyaman menceritakan
permasalahan mereka.
Hasil dari wawancara penulis dengan
psikolog lapas pada kegiatan pra penelitian
menyatakan bahwa tujuan utama darikegiatan konseling yang diselenggarakan di
Lapas Lowokwaru adalah untuk
memberikan dukungan secara moril agar
seorang individu yang menyandang statussebagai warga binaan tidak terpuruk dengan
statusnya yang demikian dan ketika nantisudah berhasil melewati masa pembinaan di
dalam sebuah lapas, diharapkan nantinya
tidak mengulangi lagi perbuatan yang
melanggar hukum lainnya. Tujuan darikegiatan konseling di Lapas Lowokwaru ini
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
20/24
20
sejalan dengan pendapat para ahli yang
menyatakan bahawa komunikasi antarpribadi sebagai jenis komunikasi efektif
untuk merubah sikap, pendapat dan perilaku
seseorang (Effendy, 2005:55). Diharapkan
setelah individu-individu yang melanggarhukum tersebut menyandang status sebagai
warga binaan dan tinggal dalam sebuahlembaga pemasyarakatan yang mempunyai
banyak sekali kegiatan pembinaan di
dalamnya, termasuk kegiatan konseling,diharapkan mereka berubah menjadi
individu yang mempu menyadari
kesalahannya, tidak mengulangnya kembali
ketika menjalani hidup bebas dari lembagapemasyarakatan dan yang lebih penting
adalah mampu beradaptasi lagi denganorang-orang di sekitar lingkungannya. Makadalam prakteknya, psikolog lapas
menggunakan komunikasi terapeutik dalam
kegiatan konseling yang dilakukannyabersama dengan warga binaan yang menajdi
kliennya, agar warga binaan yang menjadi
kliennya tersebut dapat menjadi individu
yang lebih baik lagi dan mampu menerimakondisinya yang sekarang ini. Maka dapat
disimpulkan bahwa konseling membutuhkan
komunikasi pada prakteknya agar berjalanefektif. Dalam penelitian ini, yang disebut
konselor adalah psikolog lapas sedangkan
yang berstatus sebagai konseli adalah wargabinaan. Temuan yang di dapatkan penulis di
lapangan melalui wawancara dengan
psikolog lapas adalah bahwa dirinya tidakselalu memberikan umpan balik ketika
warga binaannya bercerita tentang diri dan
permasalahannya. Psikolog lebih berusaha
sebagai pendengar yang baik, karena sudahmemahami bahwa warga binaan yang
datang kepadanya tidak selalu ingin
mendapatkan solusi, melainkan hanya inginsekedar bercerita. Hal berbeda terjadi ketika
warga binaan yang datang kepadanya
kemudian menanyakan apa yang harus ialakukan, kalau sudah begini, maka Rr.Ayu
sebagai psikolog lapas akan memberikan
saran yang berupa kesimpulan sementara
agar diperoleh pemahaman terhadap apa
yang sudah dibicarakan.
Dalam komunikasi terapeutik ada
beberapa hal mendasar yang harus
diperhatikan, seperti yang sudah penulisjabarkan pada bab kedua. Seorang konselor
harus mampu memahami karakter setiap
kliennya karena setiap individu adalah unikdan memiliki latar belakang budaya yang
berbeda-beda. Hal ini yang menjadi
pemahaman dari Rr.Ayu sebagai psikolog
lapas. Dirinya mengaku membiarkan klienWBP-nya bercerita sesuai dengan keinginan
mereka agar mampu melihat secara awal
seperti apa karakter WBP yang menjadi
kliennya saat itu. Komunikasi terapeutikjuga menekankan bahwa seorang konselor
harus mampu menjaga harga dirinya danharga dari kliennya. Atas dasar ini lah,
meskipun membiarkan klien-nya bercerita
tentang apapun tetap saja psikolog lapas
harus membuat batasan secara profesionalsebagai warga binaan dan staf lapas. Bagian
yang paling penting dalam komunikasi
terapeutik adalah sebuah kepercayaan.Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya
hubungan saling percaya harus dicapaiterlebih dahulu sebelum menggalipermasalahan dan memberikan alternatif
solusi pemecahan masalah. Hubungan saling
percaya antara konselor dan klien adalah
kunci keberhasilan dari komunikasiterapeutik. Dalam kegiatan konseling pada
Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Lowokwaru Malang, hubungan salingpercaya warga binaan yang menjadi klien
dari Rr.Ayu sebagai psikolog lapas yang
berkewajiban menjadi konselor merekaadalah karena jabatan yang dimiliki oleh
Rr.Ayu. Pengungkapan diri dan
pengungkapan pribadi dapat muncul karenaWBP lebih memilih percaya kepada
psikolog lapas untuk bertukar pikiran
daripada kepada WBP lainnya yang juga
tinggal di Lapas Lowokwaru. Dengan
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
21/24
21
munculnya pengungkapan diri sekaligus
pengungkapan pribadi, semakinmemudahkan kegiatan komunikasi
terapeutik yang dilakukan oleh psikolog
lapas pada kegiatan konseling sebagai salah
satu dari sekian banyak kegiatan pembinaanyang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Lowokwaru Malang.
Hasil analisis yang didapatkanpenulis dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa kegiatan konseling erat
kaitannya dengan komunikasi terapeutik
sebagai alat utama dalam kegiatankonseling. Tanpa komunikasi, kegiatan
konseling antara psikolog lapas dan warga
binaannya menjadi tidak tepat sasaran. Hal
yang berkaitan dengan komunikasi antarpribadi juga ditemukan dalam kegiatan
konseling ini, karena psikolog lapasmemperlakukan warga binaan sebagai
temannya agar mereka mampu
mengungkapkan tentang diri mereka dan
pemikirannya dengan nyaman. meskipunRr.Ayu sebagai psikolog lapas memilih
memperlakukan klien WBP-nya sebagai
teman, namun dirinya mengaku harus tetap
ada batasan secara profesional.
BAB V
KESIMPULAN
1.
Terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi self disclosure Warga
Binaan Pemasyarakatan pada
kegiatan konseling, yaitukepribadian, listeners dan topik.
2. Informasi Privat dan Batasan Privat
menjadi dua asumsi dasar yangdilakukan Warga Binaan
Pemasyarakatan dalam
pengaplikasian manajemen privasikomunikasi pada kegiatan konseling.
3.
Komunikasi terapeutik menjadi alat
komunikasi yang penting dalam
kegiatan konseling sebagai salah satukegiatan pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru
Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Altman, I. & Taylor, D.A. (1973). Social
Penetration: The Development or
Interpersonal Relationship. New
York: Holt, Rinehart & Winston.
Anoraga,P. (2001). Psikologi Kerja. Jakarta
: Rineka Cipta
Barus, Gardon. (2005). KomunikasiInterpersonal. Makassar: Jurnal
Psikologi
Bart, Smet. (1994). Psikologi Kesehatan.Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Bartol, Curt. L. (1994). Psychology and
Law. California: Wadsworth Inc.
Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi
Komunikasi: Teori, Paradigma dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di
Masyarakat. Jakarta: Kancana.
Calhoun, F, (1995). Psikologi tentangPenyesuain dan Hubungan
Kemanusiaan. Alih bahasa R.S
Satmoko. Semarang: IKIP Semarang
Press
David, Johnson.W. (1990). Reaching Out;
Interpersonal Effectivenss and Self
Actualization. Printice
Internasionalin Jersey.
DeVito, J. A. (1989). The InterpersonalCommunication Book, Fifth Edition.
New York : Harper Collins College
Publisher.
DeVito, J.A. (1995). The InterpersonalCommunication Book. Seventh
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
22/24
22
Edition. New York: Harper Collins
College Publishers.
DeVito, Joseph A. Komunikasi Antar
Manusia Kuliah Dasar Ed 5. Professional
Books.
DeVito, Joseph A. (1997). Interpersonal
Communication. Jakarta:
Professional Books.
Effendy,Onong. (2004). Ilmu Komunikasi
Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Fisher, Aubrey. (1997). Teori-teori
Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Griffin. (2003). A First Look atCommunication Theory. McGraw-
Hill Companies
Hardjana, Agus M. (2007). Komunikasi
Intrapersonal dan Interpersonal.
Yogyakarta: Kanisius
Harlina, Martono. (2005). Modul LatihanPemulihan Pecandu Narkoba
Berbasis Masyarakat. Jakarta: BalaiPustaka
______________, (2006) Membantu
Pemulihan Pecandu Narkoba dan
Keluarganya. Jakarta: Balai Pustaka
Hidayat, T. (1998). StresDalam Lingkup
Pekerjaan (Psikologi Jiwa)
Hutapea, Catherine Irma. (2009) Upaya
Lembaga Pemasyarakatan Dalam
Mencegah Narapidana MelarikanDiri. Malang: Universitas Brawijaya.
Skripsi. Tidak diterbitkan
Jalaluddin, Rakhmat. (2005). Psikologi
Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Johnson, W.D. (1990). Reaching Out:
Interpersonal Effectivenessand Self
Actualization. New Jersey: Printice
Internasional
Jourard, M.S. (1964). The Transparent
Self: Self Disclosure and Well-
Being. New York: Van Nostrand
Reinhold Company.
Kriyantono, Rahmat. (2006). Teknik PraktisRiset Komunikasi Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup
Latipun. (2001). Psikologi Konseling,
Malang: UMM Press.
Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss.
(2005) Theories of Human
Communication. USA: Thomson
Wadsworth
Lumsden, G. & Lumsden, D. (1996).
Commucating with credibility of
Confidence Boston: Wadsworth
Publishing Company, A DivisionInternational Thomson Publishing
Inc.
Martono, L.H. (2008). Peran Orang TuaDalam Mencegah dan
Menannggulangi Penyalahgunaan
Obat Jakarta: Balai Pustaka
Hamdani, Bakran Adz-Dzaky. (2000)
Psikoterapi Dan Konseling Islam.
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru
Michener, H.A & DeLamater, J.D. (1999).
Social Psychology FourthEdition.
Orlando: Harcourt Brace College
Publishers.
Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Mulyadi, Lilik. (2005). Pengadilan Anak diIndonesia: Teori, Praktik dan
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
23/24
23
Permasalahannya. Bandung:
Mandar Maju.
Ndoen, Leonie Fitriani.( 2009).
Pengungkapan diri pada Mantan
Narapidana. Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
Neuman, Lawrence W. (2003). Social
Research Methods Qualitative and
Quantitative Approaches. Boston:
Pearson Education
Pace, R. Wayne. (2005) Komunikasi
Organisasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Terjemahan.
Pawito. (2007). Penelitian KomunikasiKualitatif. Yogyakarta: LkiS Pelangi
Aksara
Poernomo, B. (1985). Pelaksanaan Pidana
Penjara Dengan Sistem
Pemasyarakatan. Yogyakarta :
Gajah Mada Press
Pitrofesa, J.J., Hoffman, A., Spelete, &
Pinto, D.V. (1978). Counseling:
Theory, Research, and Practice.
Chicago: Rand McNally CollegePublishing Company.
Prager, K.J. (1995). The Psychology of
Intimacy. New York: The Guilford
Press.
Prakoso, Agus. (1987). Hak AsasiTersangka dan Peranan Psikologi
dalam Konteks KUHA. Jakarta: Bina
Aksara.
Priyatno, Dwija Priyatno. (2006). SistemPelaksanaan Pidana Penjara di
Indonesia. Bandung: Refika Aditama
Rakhmat, Jalaludin. (2002). Psikologi
Komunikasi Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Restu, Nila Mega. (2012). Model
Komunikasi Terapeutik dalam
Menangani Anak Autis (Studi
Fenomenologi pada Terapis Pusat
Pelatihan Terpadu A Plus Malang).
Jurusan Ilmu Komunikasi. FISIP.Universitas Brawijaya. Skripsi (tidak
diterbitkan)
Retnowati, S., & Haryanthi, L.P.S.(2001). Kecenderungan Kecanduan
Cybersex ditinjau dari Tipe
Kepribadian. Jurnal Psikologi
Universitas Gajah Mada.
Santrock, J.W. (2003). Adolescence
Perkembangan Remaja. Jakarta:
Erlangga.
Shertzer, Bruce, Stone, Shelly. (1980).
Fundamental Of Guidance. Boston:
Houghtun Mifflin Company.
Stuart, Gail Wiscarz. (1998). Buku saku
keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.
Sudarto. (1974). Suatu Dilema dalamPembaruan Sistem Pidana Indonesia
, Semarang: Pusat Studi Hukum dan
Masyarakat
Sudirohusoso, M. (2002). Pelaksanaan
Pembinaan Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan
Magelang. Yogyakarta: Fakultas
Hukum Universitas Muhamadiyah.
Skripsi (tidak diterbitkan).
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Sukardi, Dewa Ketut. (1988). Bimbingan
Dan Konseling. Jakarta: Bina
Aksara
Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antar-
pribadi Tinjauan Psikologis,
Yogyakarta: Univ Sanata Dharma.
-
7/21/2019 Jurnal Skripsi Baru-libre
24/24
24
Suryabrata, Sumadi. (2008). Psikologi
kepribadian. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Tubbs, Steward L & Sylvia Moss. (2001).
Human Communication; Konteks
konteks Komunikasi. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Turner, Lynn H., Richard West. (2008).
Pengantar Teori Komunikasi dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba
Humanika.
Walgito, Bimo. (1995).Bimbingan Dan
Penyuluhan Di Sekolah. Yogyakarta:
Andi Offset
Wilis, S. N. (2004). Konseling Individual
Teori dan praktek. Bandung:
Alfabeta.
Wiramihardja, Sutardjo A. (2005).
Pengantar Psikologi Klinis (edisi
revisi), Bandung: Refika Aditama
Peraturan perundang-undangan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Sumber Artikel dan Jurnal:
Gunn, John. (2007). The Dynamic Security.Philadelpia: Jessica Kingsley
Publishers.
Rossiter, Charles. (1975). Journal of
Communications.
Ruesch, Jurgen. (1975). The Journal of
Communication.
Susilawati, Susi. (2002). Penyimpangan
Beberapa Norma Kehidupan
Ditinjau dari Sudut Sosiologi Hukum
dan Pelaksanaan/Pembinaan Warga
Binaan Masyarakat (November2002) No. 2 Tahun III, Warta
Pemasyarakatan.