jurnal vol 3 no 1

Upload: hanialislama

Post on 08-Feb-2018

301 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    1/85

    i

    Volume 3, nomor 1, April 2003. ISSN: 1411-2531

    JURNALPENDIDIKAN MIPA

    Wahana informasi hasil penelitian pendidikan matematika dan ilmupengetahuan alam serta sains

    Jurusan Pendidikan MIPAFakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUNIVERSITAS LAMPUNG

    JPMIPA Vol.3 No.1 Hal. 1-78Bandar Lampung

    April 2003ISSN 1411-2531

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    2/85

    ii

    Volume 3, nomor 1, April 2003. ISSN 1411-2531Jurnal Pendidikan MIPA

    Alamat Readaksi: Jurusan Pendidikan MIPA, Gedung G FKIP Universitas LampungJalan Prof. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar LampungKode Pos 35145. Telepon (0721) 701609

    SUSUNAN DEWAN REDAKSI

    Pembina :

    Penangung Jawab:

    Ketua Pennyunting:

    Sekretaris:

    Dewan Penyunting:

    Penyunting Pelaksana:

    Tata Usaha :

    Dekan FKIP Universitas Lampung

    Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

    Chandra Ertikanto

    Arwin Akhmad

    Budi Kustoro (Universitas Lampung)

    Cucu Sutarsyah (Universitas Lampung)

    Purwiro H. (Universitas Muhammadiyah Metro)

    Aty Nurdiana (STKIP PGRI Bandar Lampung)

    Eko Suyanto

    Dewi Lengkana

    Rini Asnawati

    Chansyanah D.

    Kartini Herlina

    Staf Tata Usaha Jurusan Pendidikan MIPA

    Jurnal pendidikan MIPA diterbitkan oleh Jurusan Pendidikan MIPA FKIPUniversitas Lampung. Pernerbitan dua kali dalam setahun, pada bulan April danbulan September. Dewan redaksi hanya menerima naskah hasil penelitianbidang Pendidikan MIPA dan Sains (Ilmu murni: Matematika, Fisika, Kimia, danBiologi), yang telah diringkas, untuk dipertimbangkan pemuatannya.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    3/85

    iii

    Volume 3, nomor 1, April 2003. ISSN 1411-2531Jurnal Pendidikan MIPA

    PENGANTAR REDAKSI

    Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Jurnal Pendidikan MIPA (JPMIPA)dapat diterbitkan untuk penerbitan volume 3 nomor 1 April 2003.

    Perlu disampaikan bahwa Jurnal Pendidikan MIPA (JPMIPA) adalah Jurnal yangditerbitkan oleh Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung. Jurnal ini,

    terbit dua kali setahun yaitu pada bulan April dan bulan September. Naskah yangdapat dipertimbangkan untuk dimuat adalah ringkasan hasil suatu penelitianpada bidang Pendidikan MIPA atau Sains (Ilmu murni: Matematika, Fisika, Kimia,dan Biologi). Naskah yang disampaikan kepada dewan redaksi paling lambat duabulan sebelum penerbitan, atau akhir bulan Januari dan akhir bulan Juni padasetiap tahunnya.

    Untuk segala keterlaksanaan yang telah dijalankan dewan redaksi sangatmengharapkan masukan dari segala fihak agar sempurnanya jurnal ini, untuk haltersebut kami ucapkan terimakasih. Begitu pula kepada para penulis naskahdisampaikan ucapan terimakasih.

    Bandar Lampung, April 2003

    Dewan Redaksi

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    4/85

    iv

    Volume 3, nomor 1, April 2003. ISSN 1411-2531Jurnal Pendidikan MIPA

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HUBUNGAN TINGKAT KERUSAKAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN INDEKSVEGETASI MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT THEMATIC MAPPERMULTI-TEMPORAL

    Agus Suyatna ...... 1 - 6

    PERILAKU HARIAN MENTOK RIMBA (Cairina scutulata

    Muller) DI RAWAULUNG-ULUNG RESORT WAY KANAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBASLAMPUNG TIMUR

    Apri Dahlia, Arwin Achmad, dan Arwin Surbakti .. 7 - 12

    PROSENTASE PEMAHAMAN SISWA PADA KONSEP UNSUR, SENYAWA,CAMPURAN, MOLEKUL, ANGKA INDEKS DAN KOEFISIEN

    Dwi Yulianti . ... 13 - 18UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DAN PEMAHAMAN KONSEPTENTANG LARUTAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DI SMU YP UNILABANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2000-2001

    Ila Rosilawati . 19 24

    PENERAPAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS UNTUK MENGETAHUISTRUKTUR GEOLOGI DAN POTENSI AIL TANAH DI PERUMAHAN BATARANILALAMPUNG SELATAN

    I Wayan Distrik . 25 - 32

    UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIIKA MELALUI CERITAPARA MATEMATIKAWAN (Studi Pada Kelas III SDN Se- Tanjungkarang Barat)

    Maksum .... 33 38

    AMOBILISASI ELEKTRODA ENZIM GLUKOSA OKSIDASE (GOD)

    Ratu Betta Rudibyani ..... 39 44

    KESULITAN MAHASISWA DALAM MENERAPKAN BILANGAN INDEKS PADAPERHITUNGAN KIMIA

    Ruli Meiliawati . 45 - 50

    KARAKTERISTIK KOROSI PADA PERMUKAAN BAJA (STEEL) OLEH KARBONDIOKSIDA (CO2)

    Simon Sembiring dan Pulung Karo-Karo ... 51 56

    TUTORIAL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENGAJARANKALKULUS I (Studi pada Mahasiswa Pendidikan Kimia PMIPA Tahun 2001/2002

    Sri Hastuti Noer .. 57 - 62

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    5/85

    v

    Volume 3, nomor 1, April 2003. ISSN 1411-2531Jurnal Pendidikan MIPA

    KESULITAN SISWA SMU MEMAHAMI KONSEP REAKSI REDOKS

    Suandi Sidauruk ... 63 68

    PEMBUATAN KATALIS OKSIDA LOGAM GANDA TiO2MoO3 DALAMPENGEMBAN KARBON AKTIF MELALUI METODA BERTAHAP

    Sunyono .... 69 78

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    6/85

    vi

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    7/85

    Hubungan Tingkat Kerusakan .... (Agus Suyatna) 1

    HUBUNGAN TINGKAT KERUSAKAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN INDEKSVEGETASI MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT THEMATIC MAPPER

    MULTI-TEMPORAL

    Oleh

    Agus Suyatna *)

    ABSTRACT

    The fast and accurately information of forest fire damage level was important role inforest management decision making. Accurate forest fire damage mapping plays animportant role in forest management decision making. The goal of study was to see thecorrelation of forest fire damage level with the Normalised Vegetation Index (NDVI).The Natural Pseudo Colour Composite image enhancement techniques and supervisedclassification method with maximum likelihood algorithm classification rule used to identifythe areas of forest fire damage in four damage level. The NDVI of both images before

    fire and after fire calculated by using the formula: (band 4- band 3)/(band 4 + band 3).The NDVI mean calculated for each class of forest fire damaged levels. The area of eachclass based on classification result of image after fire. The conclusion are as follows: (1)there were the differences between NDVI before and after fire, (2) the decreases of NDVIcorrelated to the increases of level of forest fire damage.

    ______________________________________________________________________ _____________________________

    *) Staf Pengajar pada Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung.

    PENDAHULUAN

    Kegiatan-kegiatan perlindungan kebakaran hutan dapat digolongkan ke dalam tiga tahapyaitu pra-pemadaman, pemadaman, dan analisis sesudah kebakaran (Paine, 1993).Analisis sesudah kebakaran dimaksudkan untuk penaksiran kerusakan yang meliputijumlah luas yang terbakar, tingkat kerusakannya, dan perhitungan kerugian yang di-

    alami. Pemetaan kerusakan hutan yang terbakar sangat penting untuk membuat ke-putusan dalam pengelolaan hutan termasuk untuk perencanaan upaya pemulihan ke-rusakan hutan. Informasi yang akurat dan cepat mengenai tingkat kerusakan dan luashutan yang terbakar sangat diperlukan. Untuk itu diperlukan teknik-teknik pengumpulandata, analisis data, dan pemetaan yang akurat dan cepat

    Data dan teknik penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengidentifikasi luas dantingkat kerusakan hutan yang terbakar. Menggunakan data Satelite Landsat ThematicMapper multi temporal dapat diidentifikasi luas dan tingkat kerusakan kebakaran hutandengan menganalisis perubahan tutupan lahan (Change detection) sebelum dan setelahhutan terbakar.

    Informasi lokasi, distribusi, dan jumlah perubahan tutupan lahan menjadi fokus perhatianpara ilmuwan dan praktisi pengelola sumberdaya lahan, perencana guna lahan, dankaum bisnis (Stow, 1999). Penggunaan data penginderaan jauh untuk mengakses per-

    ubahan tutupan lahan merupakan keberhasilan implementasi dari penginderaan jauh(Singh, 1989). Registrasi spasial yang akurat merupakan hal yang sangat penting dalampengolahan citra untuk mengakses perubahan tutupan lahan (Stow, 1999).

    Pada studi kasus di hutan Mediterranean, dengan membandingkan hutan sebelum ter-bakar dengan sesudahnya melalui citra satelit multi-temporal terlihat perbedaan polabentuk lahan. Hutan yang terbakar mengalami pengurangan landscape diversity atau

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    8/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    2

    hutan terlihat menjadi lebih homogen (Chuvieco, 1999). Penambahan tingkat homo-genitas setelah kebakaran juga dikemukakan oleh Briggs dan Nellis (1991)

    Tujuan dari studi ini yaitu untuk melihat hubungan antara tingkat kerusakan kebakaranhutan dengan indeks vegetasi ternormalisasi (NDVI=Normalised Vegetation Index), se-hingga melalui indeks vegetasi ternormalisasi dapat diidentifikasi luas dan tingkat ke-rusakan hutan akibat kebakaran.

    METODE PENELITIAN

    Daerah StudiDaerah studi terletak di Sumatera Selatan seluas 45,48 x 30,36 km atau sekitar 139,9 ha.Daerah studi merupakan hutan rawa, dengan demikian daerahnya relatif datar. Selamabulan September 1997 telah terjadi kebakaran hutan di daerah studi, yang menghancur-kan hutan hujan yang sangat luas dan asap yang ditimbulkannya menyebabkan masalahkesehatan serta menutup sebagian besar wilayah Indonesia dan negara tetangga untukbeberapa bulan. Dikarenakan tanahnya berupa tanah gambut, menyebabkan api ke-

    bakaran juga merambat di dalam tanah. Sehingga walaupun batang pohonnya belumterbakar namun akar-akar pohonnya sudah terbakar, mengakibatkan pohon menjadikering atau rubuh.

    DataData penelitian berupa data satelit, peta topografi, dan data lapangan daerah studi. Datasatelit daerah studi berupa data dijital Landsat Thematic Mapper V yang diambil dalamdua kurun waktu, sepuluh bulan sebelum terjadi kebakaran (12 November 1996) dansepuluh bulan setelah terjadi kebakaran (27 Juni 1998). Masing-masing data terdiri darienam band yaitu band 1-5 dan band 7, dengan resolusi spasial 30 m. Pada citra sebelumkebakaran, daerah studi 7% tertutup awan, sedangkan pada citra setelah terjadi kebakar-an, daerah studi 11% tertutup awan.

    Peta Topografi yang digunakan yaitu peta berskala 1 : 50.000, menggunakan sistem ko-

    ordinat UTM yang dibuat berdasarkan kepada foto udara tahun 1969. Peta diterbitkanoleh Jawatan Topografi TNI AD pada tahun 1976.

    Data lapangan tutupan lahan tahun 1996 didasarkan pada hasil sementara Proyek In-ventarisasi dan Monitoring Hutan yang pengambilan data lapangannya diambil padatahun 1996. Sedang data lapangan tutupan lahan tahun 1999 diambil secara langsungpada bulan Juli-Agustus 1999, menghasilkan 100 data pada seratus titik koordinat, tetapititik yang terpakai sebanyak 70 buah, selebihnya daerah tertutup awan.

    Pembagian Tingkat Kerusakan Kebakaran HutanTingkat kerusakan kebakaran hutan dalam penelitian ini dibedakan dalam empat tingkatsebagai berikut:a. Kerusakan rendah: Kebakaran berakibat pada sebagian kecil pohon, beberapa pohon

    mati (kurang dari 20%)b. Kerusakan sedang: Kebakaran hanya terjadi pada pohon-pohon yang besar, tetapi

    beberapa vegetasi tidak rusak, beberapa tajuk yang hijau masih terlihat diantarapohon-pohon yang terbakar. Pohon yang mati antara 20%-50%.

    c. Kerusakan tinggi: Lebih dari 50% pohon mati, tetapi batang pohon masih bisa dipakaiuntuk kayu.

    d. Kerusakan parah: Semua pohon mati, batang pohon tidak bisa digunakan untuk kayukarena telah menjadi arang.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    9/85

    Hubungan Tingkat Kerusakan .... (Agus Suyatna) 3

    Teknik Pengolahan DataCitra satelit Landsat Thematic Mapper V tanggal 12 November 1996 dan 27 Juni 1998dikoreksi radiometrik maupun geometrik. Koreksi geometrik pada kedua citra meng-gunakan peta topografi sebagai acuan. Pada proses ini dipakai 40 buah titik kontrollapangan. Metode yang digunakan adalah Transformasi Polinomial Affine orde pertama.Hal ini dipilih karena daerah penelitian relatif datar. Koreksi radiometrik pada kedua citradilakukan dengan haze correction.Citra satelit Landsat Thematic Mapper V tanggal 27Juni 1998 terkoreksi selanjutnya dipertajam menggunakan teknik penajaman citra NaturalPseudo Colour Compositedan diklasifikasi menggunakan metode klasifikasi terselia danalgoritma maximum likelihood. Proses training site dilakukan dengan cara memilihcontohpixeluntuk setiap kelas didasarkan kepada kesamaan kenampakan dengan data

    pixel untuk daerah yang sudah diketahui tutupan lahannya berdasarkan hasil kunjunganlapangan. Training sitediulang beberapa kali sebelum ditentukan, hal ini dilakukan untukmeningkatkan daya pisah kelas (separability of classes) dan untuk memperoleh matrikskontingensi yang paling baik. Citra diklasifikasi dalam lima kelas yaitu, hutan tidak ter-bakar, hutan terbakar dengan tingkat kerusakan rendah, sedang, tinggi, dan parah.

    Untuk membuktikan bahwa tingkat kerusakan kebakaran hutan berkorelasi denganNDVI,dilakukan analisis sebagai berikut.1. Menghitung NDVI Citra satelit Landsat Thematic Mapper V tanggal 12 November 1996

    (TM 96) dan citra satelit tanggal 27 Juni 1998 (TM 98). Persamaan untuk menghitungNDVI adalah sebagai berikut. NDVI=(band 4 - band 3)/(band 4 + band 3). Band 4adalah julat panjang geombang inframerah dekat (760nm-900nm). Pada julat panjanggelombang ini, pantulan spektral oleh daun dominan. Dengan demikian nilai refleksioleh kanopi tinggi. Band 3 adalah julat panjang geombang merah (630nm-690nm).Pada julat panjang gelombang ini, serapan oleh pigmen daun dominan. Dengandemikian nilai refleksi oleh kanopi rendah (Jensen, 1986)

    2. Menghitung rata-rata nilai spektral masing-masing citra NDVI 1996 dan NDVI 1998untuk masing-masing kelas yang bersesuaian dengan tingkat kerusakan kebakaranhutan. Penentuan daerah untuk masing-masing kelas didasarkan kepada hasilklasifikasi citra satelit Landsat TM 1998.

    3. Menyajikan grafik yang membandingkan NDVI 1996 (sebelum kebakaran) denganNDVI 1998 (setelah kebakaran)

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil Klasifikasi Citra Landsat TM 1998Teknik penajaman citra yang digunakan adalah Natural Pseudo Colour Composite. CitraKomposit ini dibentuk dari band 5(1,55-1,75m),band 4(0,76-0,90m) , dan band 3(0,63-0,69 m) , danberturut-turut sebagai layermerah, hijau, dan biru. Pada citra ini tampakperbedaan spektrum hutan yang rusak akibat kebakaran. Kerusakan ekstrim terlihat ber-warna merah gelap, kerusakan tinggi terlihat merah, kerusakan sedang tampak berwarnakecoklatan, kerusakan ringan tampak berwarna merah terang, dan daerah tidak terbakartampak berwarna hijau dan hijau gelap tergantung kepada jenis tutupan lahannya.

    Proses training site dilakukan dengan cara memilih contoh pixeluntuk setiap kelas di-dasarkan kepada kesamaan kenampakan dengan data pixel untuk daerah yang sudahdiketahui tutupan lahannya berdasarkan hasil kunjungan lapangan. Untuk memudahkanproses training site, masing-masing data lapangan (ground truth) untuk masing-masingkelas ditampilkan pada citra.Training sitediulang beberapa kali sebelum ditentukan, halini dilakukan untuk meningkatkan daya pisah kelas Sampel pixelmasing-masing kelas

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    10/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    4

    dipilih berdasarkan kenampakan paling mirip dengan data pixel lapangan. Pada be-berapa kelas, pengambilan sampel dilakukan dengan pengambilan sub kelas terlebihdahulu kemudian baru digabung menjadi satu kelas. Hasil training site disajikan padaTabel 1 di bawah ini

    Tabel 1. Matriks kontingensi hasil training site citra Landsat TM 1998Data terkelaskan(%)

    TidakTerbakar

    KerusakanRendah

    KerusakanSedang

    KerusakanTinggi

    KerusakanParah

    Tidak Terbakar 94 0 0 0 0

    KerusakanRendah

    2 94 0 0 5

    KerusakanSedang 4 0 96 0 0

    KerusakanTinggi

    0 0 4 100 0

    KerusakanParah

    0 6 0 0 95

    Pada Tabel 1 tampak hasil training site menunjukkan hasil yang baik. Pemilihan sampelhutan tidak terbakar mencapai kebenaran 94%. 2% tergolongkan ke hutan kerusakanrendah dan 4% tergolongkan ke hutan kerusakan sedang. Pemilihan sampel hutan ter-bakar dengan tingkat kerusakan rendah mencapai kebenaran 94%, sedangkan 6% ter-golongkan ke hutan kerusakan parah. Pemilihan sampel hutan terbakar dengan tingkatkerusakan sedang mencapai kebenaran 96%. Dan 4% tergolongkan ke hutan kerusakantinggi. Pemilihan sampel hutan terbakar dengan tingkat kerusakan tinggi mencapai ke-benaran 100%. Pemilihan sampel hutan terbakar dengan tingkat kerusakan parah men-capai kebenaran 95%, sedangkan 5% nya tergolongkan ke hutan kerusakan rendah.

    Proses klasifikasi menggunakan algoritma Maximum Likelihood atau kemiripan paling

    besar. Ketelitian hasil klasifikasi citra Landsat TM tahun 1998 mencapai 69,2%. Hasilperhitungan tingkat ketelitian setiap kelas disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.

    Tabel 2. Hasil perhitungan tingkat ketelitian setiap kelas citra Landsat TM 1998

    Nama kelas TotalReferensi

    Totalterkelaskan

    Jumlah ygbenar

    Ketelitian ygdihasilkan

    KetelitianPengguna

    TidakTerbakar

    33 27 21 64% 78%

    KerusakanRendah

    18 26 15 83% 58%

    KerusakanSedang 5 4 3 60% 75%

    KerusakanTinggi

    7 8 6 86% 75%

    KerusakanParah

    7 5 3 43% 60%

    Total 70 70 48

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    11/85

    Hubungan Tingkat Kerusakan .... (Agus Suyatna) 5

    Akurasi ini tidak t inggi, tetapi hasil ini yang tertinggi dari yang pernah dicoba. Hal ini di-sebabkan sangat sukar untuk mengidentifikasi perbedaan kenampakan kerusakan ke-bakaran hutan yang dilakukan satu tahun setelah kebakaran. Dalam waktu satu tahuntelah terjadi penebangan hutan yang tidak terbakar sehingga ketelitian yang dihasilkanhanya mencapai 64%. Demikian juga pada hutan yang mengalami kerusakan parah telahditumbuhi semak belukar sehingga hutan yang rusak dengan tingkat kerusakan parah,sukar dibedakan dengan daerah yang terbakar dengan tingkat kerusakan sedang.

    Perubahan NDVIIndeks vegetasi ternoralisasi digunakan untuk menemu kenali tutupan vegetasi hijau(green cover). Pada hutan yang terbakar daerah tutupan hijau tentu telah mengalamiperubahan sesuai dengan tingkat kerusakan kebakarannya. Di bawah ini ditunjukkanrata-rata NDVI citra satelit Landsat TM hutan, sebelum dan setelah terbakar.

    Tabel 3. Perbandingan rata-rata NDVI citra hutan sebelum dan setelah terbakar

    Tingkat kerusakan hutan Rata-rata NDVI TM 1996(sebelum kebakaran)

    Rata-rata NDVI TM 1998(setelah kebakaran)

    Tidak Terbakar 0,3055 0,4141

    Kerusakan Rendah 0,3174 0,3079

    Kerusakan Sedang 0,3016 0,1721

    Kerusakan Tinggi 0,2770 0,1285

    Kerusakan Parah 0,2744 0,0064

    Pada Tabel 3 dapat dilihat perbedaan rata-rata yang sangat jelas untuk setiap tingkatkerusakan kebakaran hutan. Tampak semakin parah tingkat kerusakan hutan, rata-rataNDVI-nya semakin kecil. Pada hutan yang tidak terbakar, rata-rata NDVInya bervariasitergantung kepada jenis tutupan lahannya. Namun dikarenakan hampir semua tutupanlahan terdiri dari hutan maka perbedaan rata-rata NDVInya tidak besar. Perbanding rata-rata NDVI sebelum dan setelah terbakar disajikan pada Gambar 1 di bawah ini.

    0.00

    0.05

    0.10

    0.15

    0.20

    0.25

    0.30

    0.35

    0.40

    0.45

    1 2 3 4 5

    Tingkat Kerusakan

    IndeksVegetasi

    Sebelum kebakaran

    Setelah kebakaran

    Gambar 1. Perbandingan rata-rata NDVI sebelum dan setelah terbakar

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    12/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    6

    Pada Gambar 1, selain dapat dilihat dengan jelas perbedaan antara rata-rata NDVI se-belum dan setelah terbakar, juga dapat dilihat penurunan rata-rata NDVI berkorelasidengan tingkat kerusakan kebakaran hutan.

    Rata-rata NDVI setelah terbakar tampak lebih kecil dari pada rata-rata NDVI sebelumterbakar, kecuali untuk daerah yang tidak terbakar. Hal ini dapat disebabkan pada saatdaerah studi di ambil datanya terdapat perbedaan iklim. Citra satelit TM 1996 diambildatanya pada bulan November 1996 yaitu pada musim kemarau sedangkan Citra satelitTM 1998 diambil datanya pada bulan Juni 1996 yaitu pada musim hujan. Pada musimhujan, hutan akan tampak lebih hijau dibandingkan dengan pada musim kemarau. Olehkarena itulah maka untuk daerah hutan tidak terbakar rata-rata NDVI TM 1998 lebihtinggi dibandingkan dengan rata-rata NDVI TM 1996.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan1. Terdapat perbedaan rata-rata NDVI hutan sebelum dan setelah terbakar. Hutan

    setelah terbakar mengalami penurunan rata-rata NDVI2. Penurunan rata-rata NDVI berhubungan dengan tingkat kerusakan hutan. Semakin

    parah tingkat kerusakan hutan, semakin rendah rata-rata NDVI-nya.

    SaranUntuk mengidentifikasi tingkat kerusakan kebakaran hutan dapat dilihat melalui petaNDVI hutan terbakar.

    DAFTAR PUSTAKA

    Briggs, J., and Nellis, D., 1991, Seasonal variation of heterogeneity in the tallgrassprairie: a quantitative measure using remote sensing. Photogrametric Engineeringand Remote Sensing, No. 57, 407-411

    Chuvieco, E. 1999. Measuring change in landscape pattern from satellite images: short-

    term effect of fi re on spatial diversity. International Journal of Remote Sensing , No.12, 2331-2346

    Jensen, John R. 1986. Introductory Digital Image Processing, A Remote SensingPerspective. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey

    Richard. 1995. Remote Sensing Digital Image Analysis. An Introduction. 2-nd ed.Springer-Verlag. Berlin. 340 p.

    Stow, D. A., 1999. Reducing the effects of misregistration on pixel-level change detection.International Journal of Remote Sensing , No. 12, 2477-2483

    Singh, A., 1989. Digital change detection techniques using remotely-sensed data.International Journal of Remote Sensing,No. 6, 989-1003

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    13/85

    Perilaku Harian Mentoh .... (Apri Dahlia, dkk.) 7

    PERILAKU HARIAN MENTOK RIMBA (Cairina scutulataMuller) DI RAWA ULUNG-ULUNG RESORT WAY KANAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

    LAMPUNG TIMUR

    Oleh

    Apri Dahlia1), Arwin Achmad

    2), dan Arwin Surbakti

    2)

    ABSTRACT

    Study on daily behavior of this bird was conducted in their niche. The aspects of dailybehavior studied were duration and frekuency of eating habit, local migration, and restingtime. Environmental factors such as local climate, wind speedy , water turbidity, depthand water temperature of swamp also were observed. The method used were directlytechnical survey and scan technique which was making note completely to the birdbehavior within interval 10 minute during observation. Data was analyzed descriptively.The data showed that duration of eating habit was 10 hour 23 minutes with frequency3.62 times. The action of eating habit were looking for food, pulling of leaf, catching and

    eating food. Duration of migration were 11 hour 11 minute with frequency of 2.92 times.The action of migration observed involved sweeming, flying and walking. Duration ofresting time was 10 hour 48 minutes with frequency 4,77 . The resting action involvedwere resting with moving wing and tail, and not moving at all.

    1)Mahasiswi Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung.

    2)Staf Pengajar pada Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung.

    PENDAHULUAN

    Taman Nasional Way Kambas dikukuhkan sebagai Taman Nasional berdasarkan suratkeputusan Menteri Kehutanan nomor: 14/Menhut-II/1989, merupakan salah satu kawas-an pelestarian yang kaya dengan jenis satwa. Salah satu jenis satwa yang hidup di sanaadalah Mentok Rimba (Cairina scutulata), yang merupakan burung air langka dan ter-

    ancam punah. Oleh karena itu Mentok Rimba merupakan salah satu jenis burung yangdilindungi (keputusan Menteri Pertanian No. 327/kpts/um/7/1972) dan kemudian di-kukuhkan dengan Undang-undang No. 5 /1990 tentang konservasi sumber daya alamdan ekosistemnya. Akan tetapi perlindungan Mentok Rimba belum menjamin kelestari-annya di alam, jika habitatnya tidak turut dilindungi (Rudyanto, 1993).

    Selain jumlahnya sangat sedikit, data lain dari burung ini juga belum banyak didokumen-tasikan secara memadai. Terutama data mengenai durasi dan frekuensi perilaku makan,berpindah, dan istirahat, yang sangat penting untuk diketahui sebagai usaha pelestari-annya. Perilaku makan pada burung biasanya dengan cara menggerakan kepala sertaparuh untuk mengambil makanannya. Perilaku berpindah merupakan salah satu contohdari perilaku burung yang berulang-ulang pada interval tertentu yang meliputi aktivitasberjalan, berenang dan terbang. Perilaku istirahat pada Mentok Rimba meliputi ber-tengger dan diam (Green, 1992). Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian

    perilaku harian Mentok Rimba di Resort Way Kanan TNWK. yang diharapkan dapatmemberikan sumbangan informasi ilmiah.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    14/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    8

    2

    21 XX

    METODE PENELITIAN

    Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di rawa Ulung-ulung Resort Way Kanan Taman Nasional WayKambas Lampung Timur pada tanggal 25 Mei sampai dengan 5 Juni 2002.

    Alat-alat PenelitianAlat-alat yang digunakan adalah teropong Binokuler ukuran 8 x 25 versi nicon, teropongbinokuler ukuran 7 x 50 versi night vision pegassus, kamera zoom, keping Secchi, ther-mometer, anemometer, tali, speed boat, dan alat tulis.

    Teknik PengamatanMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Perilaku harian di-amati dengan metode Scans technique yaitu pencatatan terhadap perilaku yang me-nyertai aktivitas Mentok Rimba dengan selang waktu 10 menit (Anonim,1981). Pengukur-an faktor kimia dan fisik meliputi (1) kecepatan angin diukur dengan menggunakan ane-mometer,(2) kecerahan air diukur dengan keping secchi yang telah diberi tali berskala

    tiap satu meter yang dimasukkan ke dalam air sampai piringan tepat hilang dari peng-lihatan lalu dicatat kedalamannya, selanjutnya dicari rerata kedua pembacaan tersebut.Pengukuran dilakukan pada saat matahari tepat tengah hari pada pukul 11.30 13.30WIB, sebanyak 10 kali ulangan.

    Perhitungan kecerahan air digunakan rumus :

    Kecerahan :

    Keterangan : X1= panjang tali pada saat lempeng secchi diturunkan sehinggatampak remang-remang

    X2= panjang tali pada saat lempeng secchi ditarik sehinggatampak remang-remang

    (3) Pengukuran kedalaman air dilakukan dengan menggunakan tali yang diberi pem-berat. Setiap panjang 1 m, tali diberi tanda. Pengukuran dilakukan dengan cara me-nurunkan tali sampai pemberat menyentuh dasar air, dan (4) pengukuran suhu dengantermometer yang dicelupkan ke dalam air dan didiamkan selama 10 menit kemudianskala dibaca. Pengukuran dilakukan 10 kali pada pukul 05.00 07.00, 11.00 13.00dan 16.00 18.00 WIB.

    Analisis DataData perilaku harian Mentok Rimba dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif me-rupakan penguraian secara umum dan penjelasan secara garis besar tentang perilakuharian Mentok Rimba yang meliputi durasi dan fekuensi perilaku makan, berpindah, danberistirahat.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil pengamatan terhadap perilaku Mentok Rimba di rawa Ulung-ulung Way Kanan di-sajikan dalam tabel 1. Frekuensi hasil perjumpaan tiap perilaku harian rata-rata palingtinggi adalah fre-kuensi perilaku harian istirahat dengan rata-rata 4,77 sedang yangterendah adalah frekuensi perilaku harian berpindah dengan rata-rata 2,92.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    15/85

    Perilaku Harian Mentoh .... (Apri Dahlia, dkk.) 9

    Tabel 1. Frekuensi perjumpaan perilaku harian Mentok Rimba di rawa Ulung-ulungResort Way Kanan

    WAKTUFrekuensi ( selama 10 hari pengamatan )

    Makan Berpindah Istirahat

    05.00 - 05.50 2 5 8 1506.00 - 06.50 9 2 1 1207.00 - 07.50 4 4 1 908.00 - 08.50 8 3 1 1209.00 - 09.50 2 4 4 1010.00 - 10.50 3 5 2 1011.00 - 11.50 2 1 5 8

    12.00 - 12.50 2 2 7 1113.00 - 13.50 1 1 10 12

    14.00 - 14.50 2 1 9 1215.00 - 15.50 1 1 10 1216.00 - 16.50 4 5 3 1217.00 - 17.50 7 4 1 12

    47 38 62 147 SD 3,62 + 2,69 2,92 + 1,66 4,77 + 3,61 11,31 1,75

    Selanjutnya hasil pengamatan terhadap kondisi lingkungan disajikan pada tabel 2. Daritabel 2 tersebut diketahui bahwa dari keadaan faktor fisik lingkungan yang diamatidiperoleh rata-rata kecepatan angin 0,70 m/det, kecerahan air 0,45 m, kedalaman air0,88 m dan suhu air adalah 28,81

    oC.

    Tabel. 2. Rata-rata keadaan faktor fisik lingkungan hidup Mentok Rimba di Rawa Ulung-ulung Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas

    HariKe-

    Cuaca

    Kondisi lingkungan

    Kecepatan Angin(m/dt)

    KecerahanAir (m)

    Kedalamanair (m)

    Suhu air(0C)

    1 Cerah 0,87 0,37 0,94 29,0

    2 Cerah 0,93 0,42 0,80 29,7

    3 Cerah 0,60 0,51 0,98 28,7

    4 Cerah 0,57 0,45 0,92 28,0

    5 Gerimis 0,40 0.31 1,01 27,7

    6 Cerah 0,70 0,54 0,85 28,7

    7 Cerah 0,90 0,50 0,78 29,7

    8 Cerah 1,07 0,47 0,77 29,3

    9 Gerimis 0,33 0,29 0,97 28,3

    10 Cerah 0,67 0,62 0,82 29,0

    SD 0,70 + 0,24 0,45 + 0,10 0,88+ 0,09 28,81+ 0,67

    Perilaku Harian Mentok RimbaPengamatan perilaku harian Mentok Rimba di rawa Ulung dilakukan mulai dari pukul05.00 17.50 WIB selama 10 hari berturut-turut dengan selang waktu 10 menit, sehinggadiketahui lama Mentok Rimba beraktivitas rata-rata 10 jam 83 menit. Dalam penelitianini, aktivitas dikelompokkan menjadi aktivitas berpindah, istirahat dan makan. Dari tiap

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    16/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    10

    kelompok aktivitas kemudian diamati perilakunya. Frekuensi perilaku perjumpaan rata-rata berpindah dan makan lebih kecil daripada frekuensi perilaku istirahat. Hal ini didugakarena pada saat pengamatan keadaan cuaca pada hari ke lima dan ke sembilan gerimissehingga mempengaruhi perilaku istirahat.Pada saat gerimis atau hujan Mentok Rimbatampak lebih banyak melakukan istirahat sepanjang hari di atas pohon rengas. Untukfrekuensi perilaku makan rata-rata 3,62 kali dengan durasi 14 jam 23 menit, berpindahrata-rata 2,92 kali dengan durasi 17 jam 11 menit dan frekuensi perilaku istirahat rata-rata istirahat 4,77 kali dengan durasi 10 jam 48 menit.

    Perilaku MakanPada waktu makan, posisi dilakukan dalam keadaan berdiri kadang-kadang dilakukansambil berenang. Perilaku makan ketika pengamatan meliputi kegiatan mencari, me-nemukan dan memasukan makanan ke dalam mulut.

    Makanan Mentok Rimba berupa tumbuhan rumput teki (Cyperus rotundus)dan rumputteri (Paspalum sp)di darat. Faktor fisik seperti keadaan cuaca pada hari ke-5 dan ke-9gerimis, tampak mempengaruhi Mentok mencari rumput. Pencarian rumput teki dan

    rumput teri, oleh Mentok Rimba memilih terlebih dahulu di antara tumbuhan yang lain,setelah menemukannya, maka Mentok Rimba mengambil daun dan bunga. Pemetikandaun dari batang rumput teki atau rumput teri, Mentok menggunakan ujung paruhnya.Helaian daun dipetik dari tangkai dengan ujung paruh kemudian daun beserta tangkaidijatuhkan ke darat. Hal ini dilakukan oleh Mentok untuk me-lepaskan daun dari tangkai.Helaian daun dipatok-patok kurang lebih tiga kali, setelah tangkai terlepas, daun diambildengan ujung paruh lalu ditelan. Makanan Mentok, selain daun juga memakan bungarumput teki dan rumput teri. Bunga lang-sung diambil dari tangkai dengan ujung paruhkemudian ditelan.

    Selain tumbuhan, Mentok Rimba juga memakan siput, keong dan insekta terbang.Makanan berupa siput diperoleh dari rawa pada hari pengamatan ke-2,3,4,6 dan 7 pukul06.00 06.50, 08.00 08.00 dan 16.00 16.50 WIB sebanyak delapan ekor siput.Husain dan Haque (Rudyanto, 1993) melaporkan bahwa di Bangladesh Mentok Rimbamencari makan di kolam-kolam dangkal dan memakan siput air (Vibria sp), tumbuhan

    Hydrilla sp, ikan-ikan kecil, serangga, laba-laba akuatik, biji-bijian, cacing, katak, siput,algae dan rumput-rumputan. Diduga Mentok Rimba bersifat Omnivora, jenis makan-annya antara lain siput, insekta terbang, insekta air, cacing dan ikan kecil. Untuk didaerah Sumatera Mentok Rimba diduga memakan biji-bijian dari sejenis rumput padi-padian.

    Dari pengamatan pada saat mencari siput, Mentok melakukannya dengan cara ber-enang, mata mencari-cari sambil paruh di masukkan ke dalam air. Hal ini sesuia denganpendapat Sibua dan Wisnu (1977) bahwa Mentok Rimba memiliki paruh yang digunakanuntuk mencari makanan di dalam air. Setelah menemukan siput, Mentok terlebih dahulumembawanya ke tepi rawa dengan cara berenang menuju darat dan paruh menjepit siputuntuk dipecahkan cangkangnya rawa dengan ujung paruh di tepi. Cara memecah cang-kang dilakukan dengan dipatok-patok kurang lebih empat kali. Setelah cangkang pecahisi siput diambil dengan ujung paruh kemudian ditelan.

    Kecerahan air di rawa sangat membantu Mentok untuk mendapatkan siput. Bila rawadalam keadaan keruh seperti pada hari kesembilan, kecerahan air 0,29 m dan kedalam-an air 0,97 m, ternyata cukup mengganggu Mentok dalam mencari makanan berupasiput karena air rawa menjadi keruh.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    17/85

    Perilaku Harian Mentoh .... (Apri Dahlia, dkk.) 11

    Jika makanan berupa insekta terbang, maka Mentok Rimba menangkapnya dengan caraterbang menuju sasaran sambil menggerakkan kepala dengan cepat ke arah sasaran.Pada saat mendekati mangsa paruh dibuka kemudian mangsa dijepit di antara paruhnya.Insekta yang ditangkap dibunuh terlebih dahulu dengan jepitan ujung paruhnya, setelahitu dijatuhkan ke darat, selanjutnya Mentok terbang menuju darat dimana mangsa di-jatuhkan. Setibanya di darat Mentok berjalan ke arah mangsa yang dijatuhkan. Dansetelah menemukannya, lalu mengambilnya dengan ujung paruh dan memakannya Halini sesuai dengan pendapat Davies dan Houston (Drickamer, 1996) bahwa untuk me-nangkap serangga yang terbang, burung akan menangkapnya kemudian dijatuhkan kedarat dan ini merupakan salah satu dari perilaku makan burung.

    Perilaku Berpindah TempatPerpindahan dari satu tempat ketempat lain dilakukan dengan cara terbang, berjalan danberenang pada pukul 05.00 17.50 WIB. Berpindah terbang dilakukan pada saat adaancaman atau gangguan dari predator seperti burung elang yang muncul pada harikeenam pengamatan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi terbang adalah kecepatanangin

    Saat terbang dilakukan dengan cara mengepakkan sayap, kepala digerakkan kekanandan ke kiri, kaki sejajar dengan ekor. Pada saat bersamaan Mentok Rimba juga menge-luarkan suara yang khas yaitu ngook-ngook. Suara terutama dikeluarkan oleh Mentokjantan untuk memberi tanda pada Mentok Rimba yang lain bahwa di sekitar rawa adapredator. Hal ini sesuai dengan pernyataan Green (1992) bahwa Mentok Rimba akanmengeluarkan suara yang keras pada saat terbang apabila ada ancaman.

    Perpindahan dengan berjalan setelah berenang dilakukan untuk menuju ke darat,disertai gerak kepala ke kanan dan ke kiri. Terkadang berjalan dilakukan setelah terbangsebelum Mentok menuju ke rawa. Terlebih dahulu Mentok hinggap di darat dengan carakaki ditapakkan ke darat dan sayap direntangkan. Kemudian berjalan dari pinggir rawamenuju ke tengah rawa untuk berenang.

    Mentok melakukan kegiatan berenang setelah istirahat di tepi rawa. Faktor fisik se-pertisuhu air yang tinggi pada hari ke-2, 7, dan ke-8 yang berkisar 29,7

    0C, mempengaruhi

    Mentok berenang, karena pada suhu tersebut air rawa menjadi panas. Dari tepi rawamenuju rawa dilakukan dengan cara berjalan, kemudian berenang dengan badan di atasair, paruh sesekali dimasukkan ke dalam air. Menurut Sibua dan Wisnu (1977) kegiatanmemasukkan paruh ke dalam air dilakukan oleh Mentok dalam rangka mencari makan ditempatnya melakukan kegiatan berenang. Pada saat pengamatan tampak bahwa se-telah terbang, Mentok Rimba kemudian berenang. Hal ini dilakukan dari udara langsungmenuju ke tengah-tengah rawa dengan cara sayap dikepak-kepakkan, kaki ditapakkanke permukaan rawa, dan kepala diluruskan ke depan lalu Mentok mendarat di per-mukaan rawa kemudian berenang.

    Perilaku istirahatMentok Rimba melakukan istirahat disela-sela waktu makan dan berpindah. Istirahat

    paling tinggi dilakukan pada pukul 13.00 15. Hasil pengamatan meliputi istirahat diamdiikuti dengan istirahat menggerakkan sayap dan istirahat menggerakkan ekor. Hal inisesuai dengan pernyatan Anonim (1991) bahwa istirahat terdiri atas istirahat diam,istirahat menggerakkan sayap dan istirahat menggerakkan ekor.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    18/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    12

    Mentok melakukan istirahat diam sesudah kegiatan makan atau berenang di tengah ra-wa, kemudian berenang menuju tepi rawa, selanjutnya berjalan mencari tempat istirahat.Faktor fisik seperti keadaan cuaca pada hari ke-5 dan ke-9 yang gerimis, membuatMentok melakukan istirahat diam di tepi rawa. Istirahat diam dilakukan dengan cara me-ngeram, kedua kaki tertutup oleh badan, mata dipejamkan, kepala kadang-kadang miringke kanan atau ke kiri, sayap dan ekor tidak digerakan. Selain kegiatan istirahat diam,dari hasil pengamatan Mentok Rimba juga melakukan isti-rahat di tengah rawa sambilmenggerakkan sayap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (1995) bahwa tempat-tempat yang umum digunakan oleh Mentok Rimba untuk beristirahat adalah di pinggirdan di tengah rawa. Jika istirahat di rawa, maka dilakukan dengan cara sayap dikepak-kepakkan kurang lebih dua sampai lima kali, kepala dan badan digoncang-goncangkan.Kepakan sayap diduga bertujuan untuk membersihkan bulunya. Istirahat sambil meng-gerakkan ekor dilaku-kan Mentok setelah melakukan kegiatan makan di rawa. Ekor di-gerakkan ke kanan dan ke kiri disertai dengan gerakan lain seperti kepala dimiringkan kekanan dan ke kiri, serta mata dipejamkan.

    KESIMPULAN

    Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada perbedaan durasi dan frekuensi pada setiapperilaku harian (makan, berpindah, dan beristirahat) dari Mentok Rimba. Durasi perilakumakan adalah 14 jam 23 menit dengan frekuensi perjumpaan rata-rata 3,62 kali, durasiberpindah 17 jam 11 menit dengan frekuensi perjumpaan rata-rata 2,92 kali, dan durasiberistirahat selama 10 jam 48 menit dengan frekuensi perjumpaan rata-rata 4,77 kali.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 1981. Primata. Tria Pustaka. Jakarta.

    Anonim. 1991.Bebek Hutan Bersayap Putih.Himbio Universitas Padjajaran. Bandung.

    Anonim. 1993. The White-Winged (Cairina scutulata) in the Way Kambas. Bogor.

    Drickamer, C. 1996. Animal Behavior. Fourt Edition. Times Mirror Higher EducationGroup, Inc.

    Green, A.J. 1992. The Biology of The White-Winged Wood Duck (Cairina scutulata).Froktail. Slimbridge. UK.

    Rudyanto. 1993. Mentok Rimba (Cairina scutulata) di Indonesia. Asian Wetland Bureaudan PHPA. Bogor.

    Sibua dan Wisnu. 1977. Survey White-Winged Wood Duck (Cairina scutulata) di TamanNasional Berbak Jambi dan Sekitarnya.Wetlands International Indonesia Program

    dan PHPA. Bogor.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    19/85

    Prosentase Pemahaman Siswa .... (Dwi Yulianti) 13

    PROSENTASE PEMAHAMAN SISWA PADA KONSEP UNSUR, SENYAWA,CAMPURAN, MOLEKUL, ANGKA INDEKS DAN KOEFISIEN

    Oleh

    Dwi Yulianti *)

    ABSTRACT

    The research was caried out to obtain undertanding of student class 1 SLTPN 4 Malangon conceps elemen, compound, mixed, molecule, index and coeffisien. To get the properdata, the students were grouped with the member of 4 person each. Among member ineach group were positively depend on to each other and studied cooperatively to get thehighest score. Teaching activity was ended by giving tests to the students. The given testwas multiple choice consists of 25 item. The data , score of the test, was analyzed inprecentage (%) . The result indicated that the student undertanding on element concepcompound, mixed, molecule concep were good , while on index numerik and coefficien

    were fair.______________________________________________________________________ _____________________________*) Staf Pengajar pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung.

    PENDAHULUAN

    Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran kelompok dengan anggota setiapkelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa. Setiap kelompok terdiri dari anggota-anggota dengan kemampuan yang beragam. Inti dari pembelajaran kooperatif adalahmasing-masing anggota kelompok saling bergantung secara positip dan salingmembelajarkan untuk memahami konsep-konsep yang dipelajari (Lundegren, 1994).Tanpa terciptanya ketergantungan positip antara siswa yang belajar, maka pembelajarankelompok tidak dapat dikatakan pembelajaran kooperatif.

    Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif mampu me-

    ningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajari, seperti di-ungkapkan oleh Kurniawan (2000) pembelajaran kooperatif mampu meningkatkanprestasi belajar fisika siswa SLTP kelas III. Hal senada diungkapkan oleh Purwati (2001)pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan prestasi belajar siswa SLTP kelas II padamata pelajaran fisika. Hasil penelitian oleh Kurniawan (2000) dan Purwati (2001) tersebutdidukung pula hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tim Action ResearchProbolinggo (2000) pada mata pelajaran bahasa inggris dan Lonning (1993) meng-ungkapkan pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan kemampuan siswa untukmemahami konsep-konsep yang dipelajari.

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaporkan antara lain oleh Kurniawan, Purwati,Tin Action Research Probolinggo dan Lonning, maka pembelajaran kooperatif me-mungkinkan untuk meningkatkan kemampuan siswa SLTP kelas 1 memahami konsepunsur, senyawa, campuran, molekul, angka indeks dan koefisien.

    METODE PENELITIAN

    Ada 4 kelas yang digunakan untuk mendapat data yang dibutuhkan, 2 kelas digunakansebagai kelas eksperimen sedangkan 2 kelas yang lain digunakan sebagai kelas kontrol.Penetapan kelas eksperimen dan kontrol ditentukan melalui undian. Pada kelas

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    20/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    14

    eksperimen siswa mengalami pembelajaran kooperatif sedangkan pada kelas kontrolsiswa mengalami pembelajaran konvensional. Untuk mendapat data persentase pe-mahaman siswa terhadap konsep unsur, senyawa, campuran, molekul, angka indeks dankoefisien maka siswa yang mengalami pembelajaran konvensional tidak dikelompokkansedangkan pada kelas eksperimen siswa dikelompokkan dengan anggota setiap ke-lompok terdiri dari 4 orang dengan kemampuan yang beragam. Setelah siswa di-kelompokkan, langkah berikutnya setiap siswa anggota kelompok mendapatkan modulpembelajaran kooperatif yang berisi materi konsep unsur, senyawa, campuran, molekul,angka indeks dan koefisien. Antara siswa anggota kelompok saling bergantung secarapositip dan saling membelajarkan untuk memahami konsep-konsep yang dipelajari.Pembelajaran diakhiri dengan pemberian tes kepada setiap siswa belajar. Tes yangdiberikan adalah tes dalam bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 25 soal, dengan rincian6 soal materi konsep unsur, 5 soal materi konsep senyawa, 5 soal materi konsepcampuran, 5 soal materi konsep molekul, 4 soal materi konsep angka indeks dankoefisien. Data yang diperoleh dari hasil tes kemudian dianalisis dengan rumus per-sentase sebagai langkah awal untuk mengetahui kriteria persentase pemahaman siswa.

    Langkah-langkah analisis data Memberi skor setiap butir jawaban siswa dari setiap konsep pada pembelajaran

    kooperatif dan pembelajaran konvensional.

    Menentukan persentase yang diperoleh siswa dari setiap konsep pada pembelajarankooperatif dan pembelajaran konvensional.

    Rumus yang digunakan:

    %100soalxsiswa

    xskor

    Persentase

    Memberi predikat persentase pemahaman siswa dari setiap konsep padapembelajaran kooperatif dan pembelajaran konvensional

    Memberi predikat persentase pemahaman rata-rata yang diperoleh siswa padapembelajaran kooperatif dan pembelajaran konvensional.

    Bagan Prosedur Pelaksanaan Penelitian

    KELAS EKSPERIMEN KELAS KONTROL

    Pembentukan Kelompok Belajar Tanpa Pembentukan Kelompok Belajar

    Pemberian Modul Pemberian Modul

    Proses Pembelajaran Kooperatif Proses Pembelajaran Konvensional

    Tes Tes

    Data Data

    Analisis Data Analisis Data

    Pembahasan Pembahasan

    Kesimpulan Kesimpulan

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    21/85

    Prosentase Pemahaman Siswa .... (Dwi Yulianti) 15

    Kriteria yang digunakan untuk mengetahui persentase pemahaman siswa merujukkepada Arikunto (1996) yaitu:1. Persentase antara 0-30 termasuk kategori persentase pemahaman kurang sekali.2. Persentase antara 31-55 termasuk kategori persentase pemahaman kurang.3. Persentase antara 56-65 termasuk kategori persentase pemahaman cukup.4. Persentase antara 66-79 termasuk kategori persentase pemahaman baik.5. Persentase antara 80-100 termasuk kategori persentase pemahaman baik sekali.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Persentase pemahaman dan kriteria persentese pemahaman siswa yang mengalamipembelajaran kooperatif terhadap konsep unsur, senyawa, campuran, molekul, angkaindeks dan koefisien sebagaimana di muat pada tabel 1.

    Tabel.1 Persentese Pemahaman Siswa pada Pembelajaran Kooperatif dan PadaPembelajaran Konvensional Sub Pokok Bahasan Unsur dan Senyawa

    PembelajaranKonsep

    Eksperimen Kontrol% Kriteria % Kriteria

    Unsur 66,0% Baik 60,1% Cukup

    Senyawa 57,0% Cukup 43,0 Kurang

    Campuran 76,0% Baik 61,6% Cukup

    Molekul 71,0% Baik 59,6% Cukup

    Angka Indek & Koefisien 65,0% Cukup 55,6% Cukup

    Ada beberapa faktor yang menyebabkan persentase pemahaman siswa yangmengalami penbelajaran kooperatif terhadap konsep-konsep yang dipelajari lebih tinggidibandingkan dengan persentase pemahaman siswa yang mengalami pembelajarankonvensional. Faktor pertama adalah penilaian pada pembelajaran kooperatif me-nerapkan penilaian dimana setiap nilai yang dicapai atau diperoleh individu akanberpengaruh terhadap nilai kelompok, sistim penilaian seperti ini disebut sistim penilaian

    kooperatif (Hamalik.1996). Penilaian kooperatif berbeda dengan penilaian padapembelajaran konvensional, pada pembelajaran konvensional sistim penilaian yangdipakai adalah sistim penilaian kompetitif atau individual. Pada sistim penilaian kompetitifsiswa akan dianggap berhasil jika siswa lain tidak berhasil sedangkan pada sistimpenilaian individual keberhasilan siswa tidak ditentukan dari keberhasilan siswa laindengan demikian siswa akan kompetisi untuk mencapai hasil sebaik-baiknya tanpamemperdulikan siswa yang lain, sehingga pada akhirnya penguasaan siswa yang tinggiakan memenangkan kompetisi dan penguasaan siswa yang rendah tidak akan me-menangkan kompetisi. Sistim penilaian seperti ini akan mematahkan motivasi siswakelompok bawah dalam berusaha untuk memahami konsep-konsep yang dipelajari lebihlanjut (Hamalik.1996). Mencermati pendapat Ibrahim (2000) mengatakan sistim penilaiankooperatif akan membuat siswa kelompok bawah merasa tidak tertekan, timbul motivasidan terbantu oleh siswa kelompok atas untuk memahami konsep-konsep yang dipelajari,sedangkan bagi siswa kelompok atas dengan seringnya memberi penjelasan pada

    anggotanya yang membutuhkan retensi terhadap konsep-konsep yang dikuasai akanmelekat lebih lama.

    Pada akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dengan penerapan sistim penilaiankooperatif akan meningkatkan motivasi belajar siswa, rasa tidak tertekan siswa kelompokbawah, retensi penguasaan konsep siswa kelompok atas akan lebih lama yang

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    22/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    16

    berpengaruh terhadap peningkatan penguasaan siswa yang mengalami pembelajarankooperatif terhadap konsep-konsep yang dipelajari dibanding-kan penguasaan siswayang mengalami pembelajaran konvensional. Seperti ditunjukkan dari hasil penelitian ini,dimana persentase pemahaman siswa yang mengalami pembelajaran kooperatif secaraumum sebesar 67,0% dengan kriteria persentase pe-mahaman baik, sedangkanpersentase pemahaman secara umum siswa yag mengalami pembelajaran konvensionalsebesar 55,7% dengan kriteria persentase pemahaman cukup. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa persentase pemahaman siswa yang mengalami pembelajarankooperatif lebih tinggi dibanding dengan persentase siswa yang mengalami pembelajarankonvensional.

    Kedua selama proses pembelajaran kooperatif berlangsung siswa-siswa yang terlibatproses pembelajaran menggunakan bahasa yang biasa mereka pakai sehari-hari dalammenjelaskan, bertanya atau berkomunikasi. Dengan menggunakan bahasa keseharianini, membuat penjelasan-penjelasan dan komunikasi dapat berjalan baik dan mudahditerima atau dimengerti oleh sesama siswa yang terlibat dalam pembelajaran kooperatif,hal ini akan menyebabkan pemahaman pada konsep-konsep yang dipelajari akan lebih

    mudah dan lebih baik seperti diungkapkan oleh Ibrahim (2000) bahwa pembelajarankooperatif mampu meningkatkan kemampuan siswa untuk menguasai konsep-konsepyang diberikan karena siswa yang terlibat selama pembelajaran berlangsung akan meng-gunakan bahasa mereka sehari-hari, penggunaan bahasa keseharian mereka dalamberinteraksi akan memudahkan siswa untuk memahami konsep-konsep yang dipelajari.Dampak positif yang diharapkan dapat ditimbulkan adalah adanya peningkatan ke-mampuan siswa yang terlibat pembelajaran untuk memahami konsep-konsep yangdipelajari. Seperti ditunjukkan dari hasil penelitian ini dimana persentase pemahamansiswa yang pengalami pembelajaran kooperatif secara umum sebesar 67,0% dengankriteria persentase pemahaman baik, sedangkan persentase memahaman secara umumsiswa yang mengalami pembelajaran konvensional sebesar 55,7% dengan kriteriapersentase pemahaman cukup. Hasil penelitian ini menunjukkkan bahwa persentasepemahaman siswa yang mengalami pembelajaran kooperatif lebih tinggi dibandingkandengan persentase pemahaman siswa yang mengalami pembelajaran konvensional.

    Ketiga, pada pembelajaran kooperatif siswa-siswa yang terlibat pembelajaran di-kelompok-kelompokkan dengan kemampuan anggota kelompok yang heterogen.Diharapkan dengan kemampuan yang heterogen secara tidak langsung akan terjaditransfer akademik antara siswa yang terlibat pembelajaran dalam kelompok terutama darisiswa berkemampuan tinggi kepada siswa berkemampuan rendah atau sedang.Mencermati pendapat Rahayu (1996) yang mengatakan perkembangan konseptualterjadi melalui aktivitas kolaboratif melalui pertukaran pendapat dengan orang lain.Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa saling tukar pendapat antara siswa yangterlibat pembelajaran kooperatif dalam kelompok-kelompok kecil dengan kemampuananggota kelompok yang beragam, menunjukkan saling tukar pendapat antara siswa telahterjalin dengan baik. Dengan terjalinnya saling tukar pendapat yang baik antara siswayang terlibat pembelajaran, menyebabkan terjadinya transfer pengetahuan antara siswayang terlibat pembelajaran. Dampak positip yang diharapkan dapat terjadi adalah adanyapeningkatan pemahamn siswa yang terlibat pembelajaran terutama siswa yang ber-

    kemampuan rendah. Seperti ditunjukkan dari hasil penelitian ini dimana persentasepemahaman siswa yang mengalami pembelajaran kooperatif lebih tingggi dibandingkandengan persentase pemahaman siswa yang mengalami pembelajaran konvensional.Persentase pemahaman siswa yang mengalami pembelajaran kooperatif secara umumsebesar 67,0% dengan kriteria persentase pemahaman baik, sedangkan persentase

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    23/85

    Prosentase Pemahaman Siswa .... (Dwi Yulianti) 17

    pemahaman secara umum siswa yang mengalami pembelajaran konvensional sebesar55,7% dengan kriteria persentase pemahaman cukup. Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa persentase pemahaman siswa yang mengalami pembelajaran kooperatif lebihtinggi dibandingkan dengan persentase pemahaman siswa yang mengalami pembelajar-an konvensional.

    Keempat, siswa yang terlibat pembelajaran kooperatif akan terlibat dalam pembelajaransecara aktif dan memiliki usaha yang lebih besar untuk mencapai tujuan pembelajaranseperti diungkapkan oleh Rahayu (1996) dan Ibrahim (2000) bahwa dalam pembelajarankooperatif siswa dalam kelompok akan terlibat secara aktif dan memiliki usaha yang lebihbesar dalam mencapai tujuan. Dengan terlibatnya siswa secara aktif, menurut Noornia(2000) siswa akan memiliki konsentrasi yang lebih baik dibandingkan dengan keterlibatansiswa pada pembelajaran dimana kedudukan siswa lebih banyak hanya sebagai pen-dengar. Konsentrasi ini tumbuh karena selama proses pembelajaran, waktu pembelajar-an lebih banyak digunakan untuk mensistensis dan menginterprestasikan berbagaikonsep yang terdapat pada meteri pembelajaran. Mencermati pendapat Rahayu, Ibrahimdan Noornia ini menunjukkan bahwa kemampuan pembelajaran kooperatif dalam pe-

    ningkatan penguasaan siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa disebabkankarena pada pembelajaran kooperatif dirancang agar siswa yang terlibat pembelajarandapat berperan secara aktif untuk menyelesaikan tugas secara kooperatif, dalam hal initugas telah ditetapkan guru dan tercantum dalam modul. Hasil pengamatan danpenelitian ini menunjukkan bahwa secara umum siswa terlibat dalam pembelajaran,aktifnya siswa dalam pembelajaran dapat dilihat dari sikap siswa yang antusias mengikutipembelajaran, siswa aktif mengemukan pendapat-pendapat dalam diskusi, bertanya,memberi penjelasan kepada anggota kelompok yang membutuhkan. Hal-hal ini me-nyebabkan setiap siswa yang terlibat pembelajaran akan memiliki konsentrasi yang lebihbaik dan usaha yang lebih besar untuk memahami konsep-konsep yang dipelajari. Hasilpenelitian ini menunjukkan bahwa persentase pemahaman siswa yang mengalamipembelajaran kooperatif lebih tinggi dibandingkan persentase pemahaman siswa yangmengalami pembelajaran konvensional.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan adalahPersentase pemahaman siswa yang mengalami pembelajaran kooperatif terhadapkonsep-konsep yang dipelajari lebih tinggi dibandingkan dengan persentase pemahamansiswa yang mengalami pembelajaran konvensional

    SaranBerdasarkan kesimpulan penelitian ini maka diajukan saran-saran yaitu:a. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang mampu

    meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajari, hal initelah dibuktikan pada penelitian ini khususnya pada pembelajaran sub pokokbahasan unsur dan senyawa. Sehingga berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti

    menyarankan kepada guru-guru bidang studi fisika di SLTP untuk mencobamenggunakan pembelajaran kooperatif pada pokok-pokok bahasan yang lain.

    b. Sub pokok bahasan unsur dan senyawa merupakan sub pokok bahasan yangmempelajari konsep-konsep dasar untuk memahami konsep-konsep kimia lebihlanjut. Selain mempelajari sub pokok bahasan unsur dan senyawa, siswa SLTP

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    24/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    18

    mempelajari pula konsep-konsep tentang atom. Konsep atom merupakan pulakonsep dasar untuk memahami konsep-konsep kimia lebih lanjut. Oleh karena itudisarankan untuk dilakukan penelitian tentang persentase pemahaman siswa yangmengalami pembelajaran kooperatif pada konsep-konsep atom, dan persentasepemahaman siswa pada konsep-konsep atom dan konsep yang terkait dengankonsep atom.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri SurabayaPress

    Kurniawan. 2000. Studi Kasus Pembelajaran Kooperatif di SLTP. Skripsi TidakDiterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

    Lonning, Robert A. 1993. Effect Of Cooperative Learning Stretegies On Student VerbalInteraction and Achievement During Conceptual Change Instruction In 10 th GradeGeneral Science. Journal Of Research In Science Teaching:A Wiley Interscience

    Publication, 9 (30): 31-39.

    Lundgren, Linda. 1994. Cooperative Learning In The Scince Classroom. New York :Glencoe.

    Noornia, Anton. 2000. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Model STAD di kelasVI SD Almaarif 02 Singosari. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: PPS UM.

    Purwati. 2001. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Berbasis Aktivitas TerhadapKetrampilan Kooperatif IPA Siswa Kelas II SLTPN yang Berkemampuan Rendah diMalang. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

    Rahayu, Sri. 1996. Pembelajaran Kooperatif Pada Mata Pelajaran IPA. Jurnal Chimera,2(4): 117-122

    Tim Action Research Probolinggo. 2000. Pembelajaran Kooperatif Dengan Kelompok

    Heterogen Pada Matapelajaran Bahasa Inggris Siswa SLTP Kelas 1 Cawu 1 DiProbolinggo. Jurnal Genteng Kali, 3 (3): 9-14.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    25/85

    Upaya Meningkatkan Keaktifan .... (Ila Rosilawati) 19

    UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DAN PEMAHAMAN KONSEP

    TENTANG LARUTAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DI SMU YP UNILA

    BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2000-2001

    Oleh

    Ila Rosilawati *)

    ABSTRACT

    The action research was conducted to finf out (1) students activity during teachingprocess using demontration method, on topic solution (2) students comprehension on thegiven topic. The data was obtained by observing the subject and giving tests . The datawas analyzed in procentage (%). The research concluded that (1) The teaching processon topic solution using demontration method could enhance students learning activity.The increasing activity were showed from the first cycle to the second and getting betterthereafter (2) Teaching process on concept of solution using demonstration method

    could enhance students comprehension of the concept, the method, however, wasunproper to be used for teaching on calculating chemistry problem .

    ______________________________________________________________________ _____________________________

    *) Staf Pengajar pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung.

    PENDAHULUAN

    Dalam proses pendidikan ada tiga komponen yang saling berinteraksi dan harus diper-hatikan, yaitu guru, siswa dan materi pelajaran. Interaksi ketiga komponen ini melibatkansarana prasarana seperti metoda mengajar dan media, sehingga tercipta belajar me-ngajar yang memungkinkan terciptanya cara belajar siswa aktif (CBSA). Keberhasilansuatu pengajaran dapat ditinjau dari sudut proses (by procces) dan hasil yang dicapai-nya (byproduct).

    Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru-guru bidang kimia di SMU YPUnila tahun 2000 ditemukan data sebagai berikut :1. Umumnya siswa yang masuk ke SMU YP Unila mempunyai NEM rendah dengan

    nilai (hasil belajar) pembelajaran kimia rata-rata masih di bawah 6,0.2. Pembelajaran kimia di kelas oleh guru bidang kimia umumnya dimulai dengan me-

    nerangkan konsep, memberi contoh-contoh soal hitungan dan dilanjutkan dengansiswa mengerjakan soal-soal terutama soal-soal dalam LKS yang berkaitan denganperhitungan. Selama guru menerangkan, siswa cenderung dengan kegiatan masing-masing dan mengobrol dengan teman sehingga tidak memperhatikan pelajaran yangdiberikan dan suasana kelas menjadi ribut dan ramai. Siswa tidak memiliki motivasibelajar, siswa tidak mencoba mengerjakan soal-soal hitungan yang diberikan guru.Jumlah siswa perkelas rata-rata 50 orang (kelas besar).

    3. SMU YP Unila hanya mempunyai satu ruangan laboratorium yang digunakan ber-sama untuk kimia, fisika dan biologi. Laboratorium ini belum maksimal digunakan

    oleh guru bidang kimia dalam proses pembelajaran kimia, karena tidak ada laboranyang membantu dan jumlah jam mengajar yang banyak sehingga tidak ada waktuuntuk mempersiapkan bahan praktikum .

    Atas dasar fakta di atas dan keinginan mengimplementasikan kurikulum1994 yang meng-hendaki pelajaran IPA khususnya mata pelajaran kimia diajarkan melalui keterampilan

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    26/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    20

    proses, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah1. Bagaimanakah keaktivan siswa selama pembelajaran larutan dengan metode

    demonstrasi?2. Apakah pembelajaran larutan dengan metode demonstrasi dapat meningkatkan pe-

    mahaman siswa tentang konsep-konsep larutan?Belajar dan mengajar adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.Belajar menunjukkan pada apa yang dilakukan seseorang sebagai subjek yang meneri-ma pelajaran (siswa) dan mengajar menunjuk pada apa yang dilakukan oleh guru seba-gai pengajar.

    Sujarwo (1989:47) menyatakan Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah lakupada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkung-annya. Sudjana (1989:29) menyatakan bahwa Mengajar adalah proses memberikanbimbingan/bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar.

    Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai suatu pengetahuan yang memegang perananpenting dalam kemajuan teknologi sekarang ini di dalam proses belajar mengajarnya

    sangat membutuhkan perhatian baik dari pihak guru sebagai penyampai pengetahuanIPA maupun anak didik sebagai penerima pengetahuan IPA. Kurikulum 1994 menghen-daki pengajaran IPA khususnya mata pelajaran kimia diajarkan melalui keterampilanproses.

    Menurut Karso (1993), pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilanproses sangat penting dilakukan karena (a) anak didik akan berperan aktif dalam kegiat-an belajarnya, (b) anak didik mengalami sendiri proses untuk mendapatkan konsep danrumus-rumusnya, (c) memungkinkan anak didik mengembangkan sikap ilmiahnya danmerangsang rasa ingin tahu pada anak didik, (d) anak didik akan mampu menghayatisecara benar, karena anak didik sendiri yang menemukan konsep dari hasil pekerjaan-nya, (e) anak didik akan merasa puas dengan penemuannya sebagai salah satu factormenumbuhkan motivasi pada diri anak didik.

    Penggunaan metode mengajar yang tepat sangatlah penting dalam proses belajar me-ngajar. Menurut Sudjana (1989:83), metode demonstrasi merupakan metode mengajaryang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sen-diri berdasarkan fakta (data) yang benar,

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini dilaksanakan terhadap siswa kelas II2SMU YP Unila Bandar Lampung ta-hun ajaran 2000/ 2001 dengan jumlah siswa 50 orang.

    Data penelitian ini berupa: (1) data kuantitatif, yaitu data pemahaman siswa tentangkonsep larutan dan (2) data kualitatif, yaitu data aktivitas siswa dan kemampuan gurumengajar selama proses belajar mengajar. Data kemampuan guru mengajar adalah

    variabel kontrol.

    Teknik pengumpulan data penelitian ini sebagai berikut:1) Data pemahaman siswa tentang konsep larutan diambil dengan menggunakan tes

    formatif pada setiap akhir siklus I, II dan III.2) Data aktivitas siswa diambil dengan menggunakan format observasi yang berisikan

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    27/85

    Upaya Meningkatkan Keaktifan .... (Ila Rosilawati) 21

    a) Kesiapan siswa menerima pelajaran yang terdiri dari tiga aspek yaitu : membawabuku referensi, membawa buku catatan dan membawa alat tulis.

    b) Proses kegiatan belajar mengajar yang terdiri dari lima aspek yaitu : aktifmengikuti demonstrasi, aktif mengajukan pertanyaan, aktif menjawab pertanyaanguru, aktif mencatat keterangan guru dan aktif mengerjakan soal latihan.Kriteria aspek aktif menjawab pertanyaan guru yaitu pertanyaan guru yangmengarahkan siswa untuk mengembangkan keterampilan proses, yaitumenafsirkan data, menarik kesimpulan, meramalkan, menerapkan konsep.

    3) Data kemampuan guru mengajar diambil dengan format abservasi. Aspek yangdiamati yaitu memotivasi siswa, penguasaan materi, teknik bertanya, pengelolaanwaktu pengajaran, membimbing siswa membuat rangkuman, menguasai penggunaanperangkat demonstrasi.

    Data pemahaman siswa tentang konsep larutan setiap siklus dihitung dengan rumus( Sudjana, 1989 )

    Xn Keterangan : Xn = nilai rata-rata siklus ke n

    Xn = Xn = jumlah nilai siklus ke nN N = jumlah siswa

    n = 1, 2, dan 3Data aktivitas siswa setiap siklus dihitung dengan rumus ( Sudjana, 1989 )

    Skor aktivitasPersentasi aktivitas = X 100 %

    Skor total aktivitas

    Indikator pada penelitian ini adalah berhasil jika memenuhi

    a) 85 % siswa mencapai nilai tes formatif 6,5.b) Aktivitas siswa terkategorikan baik

    Pengembangan siklus tindakan ini akan dilaksanakan dalam 3 siklus1. Siklus I, terdiri dari beberapa tahap yaitu :

    a) Tahap Perencanaan1) Membuat satuan pelajaran (SP), rencana pembelajaran , LKS demontrasi dan

    alat evaluasi, lembar observasi.

    2) Merencanakan skenario pembelajaranb) Tahap Pelaksanaan Skenarioc) Tahap Observasi

    Tahap ini dilaksanakan pada saat pelaksanaan tindakan kelas. Sebagai observeradalah dosen mitra.

    d) Tahap RefleksiData yang diperoleh dari siklus I baik data kualitatif maupun kuantitatif dianalisisbersama guna memperoleh gambaran keberhasilan serta kekurangan dankelebihannya. Kemudian dicari strategi proses pembelajaran pada siklus ke II.

    2. Siklus II, merupakan pengembangan siklus I.3. Siklus II, merupakan pengembangan siklus II.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    28/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    22

    Data hasil observasi aktivitas siswa dan data pemahaman siswa tentang konsep larutanditunjukkan pada tabel 1 dan 2.

    Tabel 1. Pemahaman siswa tentang konsep larutan

    No. S u b j e k S i k l u s

    I II III

    1. Rerata nilai tes formatif siswa 6,52 6,86 6,722. Jumlah siswa yang mendapat nilai 6,5 (orang) 29 42 33

    3. Persentase siswa yang mendapat nilai 6,5 (orang) 58,00 84,00 66,00

    Data tabel 1 menunjukkan pemahaman siswa tentang konsep larutan meningkat darisiklus I ke siklus II dan dari siklus II ke siklus III menurun.

    Tabel 2. Frekuensi aktivitas siswa pada siklus I, II dan III

    I II III

    No. Aspek yang diamati Pertemuan

    1 2

    I. Kesiapan menerima pelajaran

    1. membawa referensi 42 43 45 492. membawa buku catatan 45 50 50 503. membawa alat tulis 50 50 50 50

    J u m l a h 137 143 145 149Persentase 91,33 95.33 96,66 99,33

    II. Proses pembelajaran

    1. aktif mengikuti demonstrasi 35 41 43 462. aktif mengajukan pertanyaan 9 11 13 153. aktif menjawab pertanyaan guru 12 15 15 204. aktif mencatat keterangan guru 45 50 50 505. aktif mengerjakan latihan soal 45 50 50 50

    J U M L A H 146 167 171 181PERSENTASE 58,40 66,80 68,40 72,40

    Data tabel 2 menunjukkan aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II dan dari siklus II kesiklus III meningkat. Aktivitas siswa dari siklus I sampai siklus III semakin baik. Dari tabel2 dapat dilihat bahwa kesiapan siswa menerima pelajaran pada siklus I ter-kategori baik,walaupun masih ada siswa yang tidak membawa buku referensi (16 %) dan buku catatan(10 %). Rerata % keaktifan siswa waktu proses pembelajaran berlangsung pada siklus Iadalah 58,40 %, terkategorikan cukup. Keaktifan siswa mengajukan per-tanyaan (18 %)dan keaktifan siswa menjawab pertanyaan (24 %) masih sangat kurang, sehingga perluada perbaikan dalam proses belajar mengajarnya. Secara keseluruan aktivitas siswapada siklus I terkategorikan baik (rerata % aktivitas siswa = 74,87 %), se-hingga perludipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi.Data nilai rata-rata tes formatif pada siklus I(6,52), tingkat pemahaman siswa pada siklus I dikategorikan baik. Tetapi jika dilihat dari

    persentase siswa yang mendapat nilai 6,5 (58,00 %), maka proses belajar mengajarsiklus I belum mencapai target. Hal ini, kemungkinan diakibatkan oleh (a) siswa kurangaktif bertanya kepada guru apa yang dia tidak pahami. Siswa pasif hanya menerima apayang diberikan guru (b) siswa kurang diberi soal-soal latihan yang bervariasi

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    29/85

    Upaya Meningkatkan Keaktifan .... (Ila Rosilawati) 23

    Memperhatikan hasil pelaksanaan siklus I, maka pada siklus II akan ditingkatkan upayakesiapan siswa dalam menerima pelajaran dengan tugas membaca di rumah; me-motivasi siswa untuk lebih berminat dalam belajar, sehingga aktif dalam menjawabpertanyaan guru dan aktif bertanya kepada guru apa yang siswa belum pahami.

    Dari table 2 terlihat bahwa kesiapan menerima pelajaran selama siklus II semakin baik,meningkat 4,67 %. Rerata persentase kesiapan siswa menerima pelajaran pada siklus IIadalah 96,00 %, terkategorikan sangat baik. Proses pembelajaran siklus II menunjukkanadanya peningkatan aktivitas siswa sebesar 9,24 %. Rerata proses pembelajaran padasiklus II adalah 67,60 %, terkategorikan baik. Secara keseluruan aktivitas siswa padasiklus II terkategorikan baik (rerata % aktivitas siswa = 81,80 %). Jika dibandingkan de-ngan aktivitas siswa pada siklus I, maka terjadi peningkatan aktivitas siswa sebesar 6,93%. Nilai rata-rata tes formatif sub pokok bahasan asam-basa pada siklus II adalah 6,86;terkategorikan baik. Jika dibandingkan dengan nilai rata-rata tes formatif pada siklus I,maka pada siklus II ini terjadi peningkatan nilai rata-rata formatif sebesar 0,34.

    Pada siklus II ini terjadi peningkatan baik aktivitas siswa maupun hasil pemahaman

    siswa (hasil belajar). Kesiapan siswa untuk menerima pelajaran semakin baik. Begitupula dalam proses pembelajarannya. Minat siswa untuk belajar semakin baik. Ini dapatdilihat dari peningkatan aktifitas siswa dalam mengikuti demostrasi, menjawab pertanya-an guru dan aktif bertanya apa yang siswa tidak pahami. Pada siklus III akan lebih di-tingkatkan upaya kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dengan tugas membaca dirumah; memotivasi siswa untuk lebih berminat dalam belajar, dan memberi latihan soalyang lebih bervariasi.

    Kesiapan siswa untuk menerima pelajaran pada siklus III semakin baik, yaitu sebesar99,33 % (terkategorikan sangat baik). Jika dibandingkan dengan siklus II, maka terjadipeningkatan kesiapan siswa untuk menerima pelajaran sebesar 3,33 %. Proses kegiatanpembelajaran pada siklus III semakin baik, yaitu sebesar 72,40 % (terkategorikan baik).Jika dibandingkan dengan siklus II, maka aktivitas pada proses pembelajaran terjadipeningkatan sebesar 4,80 %.

    Secara keseluruan aktivitas siswa pada siklus II terkategorikan baik (rerata % aktivitassiswa = 81,80 %). Jika dibandingkan dengan aktivitas siswa pada siklus II, maka terjadipeningkatan aktivitas siswa sebesar 4,06 %. Nilai rata-rata tes formatif sub pokokbahasan asam-basa pada siklus III adalah 6,72 (terkategorikan baik). Jika dibandingkandengan nilai rata-rata tes formatif pada siklus II, maka pada siklus III ini terjadi penurunannilai rata-rata formatif sebesar 0,34. Pada siklus II ini terjadi peningkatan aktivitas siswa,semakin baik daripada siklus I dan II. Jika dilihat dari rerata nilai formatif siklus III, yaitu6,72 (skala 0-10), maka tingkat pemahaman siswa tergolong baik. Tetapi jika dilihat per-

    sentase siswa yang mendapat siswa yang mendapat nilai 6,5 (66,00 %), maka ber-dasarkan indikator kerja penelitian ini proses belajar mengajar tidak memenuhi target.Kemungkinan hal ini disebabkan oleh lemahnya siswa dalam penerapan konsep ter-hadap soal-soal hitungan pH asam-basa. Kendala waktu yang terbatas pada prosesbelajar mengajar siklus III ini menyebabkan kurang terbimbingnya siswa secara ke-seluruhan dalam latihan menyelesaikan perhitungan kimia.

    Metode demostrasi sangat membantu untuk peningkatan pemahaman konsep padasiswa. Tetapi untuk penerapan konsep terutama pada perhitungan, metode demonstrasikurang cocok dalam proses belajar mengajarnya. Kemungkian penerapan konsep padaperhitungan akan lebih baik jika diajarkan dengan metode drill(latihan).

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    30/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    24

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan hasil analisis data pada hasil observasi dan tes formatif, maka dari peneliti-an ini dapat disimpulkan bahwa :1. Metode demostrasi dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan proses belajar

    mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep kimia, khususkonsep larutan .

    2. Metode demontrasi tidak tepat digunakan dalam proses belajar mengajar yang lebihmenekankan pada penerapan konsep, terutama pada perhitungan-perhitungan kimia.

    Peneliti yang tertarik untuk melanjutkan penelitian ini disarankan untuk memaksimalkanaktivitas siswa dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran materi larutan, baikpada pokok bahasan larutan elektrolit dan larutan non elektrolit maupun pokok bahasanlarutan asam basa, sebaiknya menggunakan variasi metode mengajar, diantaranyavariasi metode demonstrasi dengan metode driil (latihan).

    DAFTAR PUSTAKA

    Karso. 1993. Dasar-Dasar Pendidikan Kimia.Dep. Dik. Bud. Jakarta

    Semiawan. 1988. Pendekatan Keterampilan Proses. Gramedia. Jakarta

    Sudjana. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru. Bandung

    Sudjarwo,S. 1989. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Mediatama SaranaPerkasa. Jakarta.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    31/85

    Penerapan Metod e Geolis trik .... (I Wayan Distrik) 25

    PENERAPAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS UNTUK MENGETAHUISTRUKTUR GEOLOGI DAN POTENSI AIR TANAH DI PERUMAHAN BATARANILA,

    LAMPUNG SELATAN

    Oleh

    I Wayan Distrik *)

    ABSTRACT

    Geoelectrical method utilizes resistivity variation to characterize geological structure ofthe subsurface, therefore it can be applied to locate water reservoir, ground waterpollution and geothermal exploration. The research was carried out in Bataranila eastLampung with cofiguration Schlumberger. The research aim to know geological structureof the subsurface and ground water aquefer in area Bataranila. The result show thatgeological structure of the subsurface consist four layer, i.e. soil, Limestone, tuff andsandstone. Ground water aquefer be structure of the subsurface 10 19 metre, the

    resistivity between 11 52 ohm.metre.______________________________________________________________________ _____________________________*) Staf Pengajar pada Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung.

    PENDAHULUAN

    Keberadaan air tanah bagi warga Perumahan Bataranila , merupakan masalah yangsangat penting untuk menentukan letak sumur baik sumur galian maupun sumur bor.Kebanyakan sumursumur yang dibuat airnya pasang surut, yaitu sumur tersebut penuhdimusim hujan dan kering dimusim kamarau. Hal ini karena posisi sumus tidak tepat dibawah akifer air tanah. Sehubungan hal tersebut di atas, maka penelitian ini berupayamenentukan letak akifer air tanah dengan mengenali struktur geologi daerah setempatdengan menggunakan alat geolistrik tahan jenis.

    Geolistrik tahanan jenis adalah salah satu cabang geofisika yang dapat digunakan untuk

    mengetahui struktur geologi dan potensi air tanah, dengan menganggap bumi sebagairesistor. Geologi menurut Katili (1959), bahwa pengetahuan bumi yang menjelaskantentang lapisan-lapisan batuan yang ada dalam kerak bumi atau geologi adalah penge-tahuan tentang susunan zat serta bentuk bumi. Struktur geologi adalah keadaan lapisan-lapisan batuan yang ada di bawah permukaan.

    Kebutuhan akan ilmu geologi menurut Verhoef (1994) diperlukan dalam mempertimbang-kan , melaksanakan dan mengontrol kegiatan yang langsung dilakukan diatas atau didalam kerak bumi. Kebutuhan akan ilmu geologi dalam bidang air tanah tidak hanyapada lapisan-lapisan teratas tetapi juga hingga kedalaman antara 40-300 meter dibawahpermukaan tanah.

    Air menempati rongga atau porositas dan ruang dalam tanah. Air tanah ditemukan padaformasi geologi tembus air (permeable) yang dikenal sebagai aquifer yang memungkinkanjumlah air yang cukup besar untuk bergerak melaluinya pada kondisi lapangan biasa.

    Lapisan pasir dan campuran batu yang relatif berbutir pada umumnya bertindak sebagaiaquifer(Foth, 1998).

    Aliran listrik di dalam batuan dapat terjadi melalui konduksi secara elektronik, elektrolitikdan dielektrik. Konduksi secara elektronik terjadi jika batuan mempunyai elektron bebasyang jumlahnya banyak. Terjadinya konduksi secara elektrolitik jika batuan bersifat porus

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    32/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    26

    dan pori-pori tersebut terisi cairan elektrolitik, sehingga arus listrik dibawa oleh ion-ionelektrolitik. Sedangkan konduksi secara dielektrik dapat terjadi jika batuan bersifat di-elektrik terhadap aliran arus listrik yaitu terjadi polarisasi pada saat batuan dialiri aruslistrik. Hal-hal tersebut diatas menyebabkan perbedaan nilai tahanan jenis setiap batuan.Telford dkk (1990).

    Menurut Foth (1998) Tahanan jenis batuan pada umumnya bergantung pada fluidapengisi pori, besar struktur dan distribusi pori serta konektivitas antara pori batuankecuali pada formasi dimana mineral penyusun batuan bersifat konduktivitas sepertilempung.

    Metode geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metode yang dimanfaatkan untukmengetahui struktur geologi di bawah permukaan bumi. Metode ini digunakan untuk me-ngukur respon terhadap arus listrik yang diinjeksikan ke dalam bumi. Respon berupapotensial yang dapat mencerminkan sifat fisis (tahanan jenis) bawah permukaan. Padametode geolistrik tahanan jenis besaran yang diukur adalah potensial dan kuat arus,sedang yang dihitung adalah tahanan jenisnya.

    Metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Schlumberger metode sounding biasa di-kenal sebagai tahanan jenis drilling, probingdan sebagainya. Hal ini karena pada metodeini bertujuan untuk mempelajari variasi tahanan jenis batuan bawah permukaan bumisecara vertikal (Hendrajaya. 1990).

    Karena dalam kasus ini terdapat dua buah elektroda arus yang dipakai untuk mengalir-kan arus listrik kedalam lapisan bumi , maka harus diketahui dahulu bentuk permukaanekipotensialnya. Misalnya lapisan bumi merupakan medium homogen isotropis, jika kedalam bumi itu diinjeksikan arus listrik melalui satu buah elektroda , maka berdasarkanperhitungan potensial dititik sejauh r dari elektroda tersebut adalah

    r2

    IV r

    dengan I = arus listrik (Ampere)

    = tahanan jenis medium (Ohm meter)

    V(r) = potensial di titik sejauh r dari sumber arus (Volt)

    Kemudian jika pada permukaan bumi tersebut ada dua sumber arus yang polaritasnyasaling berlawanan (melalui dua buah elektroda arus), maka besarnya potensial disuatutitik P adalah

    21

    p2

    I

    2

    IV

    rr

    21

    pr

    1

    r

    1

    2

    IV

    Dengan V(r) = potensial dititik sejauh r dari sumber arus (V) = tahanan jenis medium (m)

    r1 = jarak dari titik P ke sumber arus positifr2 = jarak dari titik P ke sumber arus negatifI = arus listrik (A)

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    33/85

    Penerapan Metod e Geolis trik .... (I Wayan Distrik) 27

    Gambar 1. Permukaan ekipotensial dan arah aliran arus listrik akibat dua sumber arus(I dan -I) di permukaan bumi homogen

    Di titik P arus bernilai positif ( +I ) artinya arus masuk kepermukaan bumi sedangkan dititik Q arus bernilai negatif ( -I ) yaitu arus keluar dari permukaan bumi. Dari gambar 2.2

    dapat dilihat bahwa arah aliran arus listrik selalu tegak lurus terhadap permukaan eki-potensial. Permukaan ekipotensial yang terletak ditengah-tengah kedua sumber arusberupa bidang setengah lingkaran. Pengukuran potensial dilakukan di permukaan bumidengan menggunakan dua buah elektroda potensial seperti pada gambar 2.3.

    Gambar 2. Letak elektroda arus dan potensial di permukaan bumi

    Dari gambar tersebut, besarnya beda potensial antara titik M dan N adalah

    BN

    1

    AN

    1

    BM

    1

    AM

    1

    2

    IV

    sehingga

    I

    VK

    I

    VX

    BN

    1

    AN

    1

    BM

    1

    AM

    1

    2

    (Hendrajaya. 1990)

    I- I

    P Q

    A M N B

    V

    I

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    34/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    28

    XL

    1

    XL

    1

    XL

    1

    XL

    1

    2

    BN

    1

    AN

    1

    BM

    1

    AM

    1

    2Ks

    2X

    XLK

    22

    s

    dengan

    = Resistivitas / tahanan jenis semu (m)V = Beda potensial (V)

    I = Kuat arus yang terukur (A)K = Faktor geometri elektroda (m)L = Jarak antara titik sounding dengan titik tancap elektroda arus (m)X = Jarak antara titik sounding dengan titik tancap elektroda potensial (m)

    Pada konfigurasi ini, jarak elektroda potensial relatif jarang diubah-ubah. Hanya harusdiingat bahwa jarak elektroda arus harus jauh lebih besar dibanding jarak antar elektrodapotensial selama melakukan perubahan jarak spasi elektroda. Misalnya untuk kasusaturan elektroda Schlumberger simetri, jarak L harus jauh lebih besar daripada X, adalahL > 5X (Telford dkk, 1990). Dalam hal ini, selama pembesaran jarak elektroda arus jarakelektroda potensial tidak perlu diubah, hanya jika jarak elektroda arus cukup besar ,maka jarak elektroda potensial perlu diubah.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini dilakukan n di daerah Tempat pembuangan sampah pasir impun.Pengukuran dilakukan dengan konfigurasi Wenner. Daerah yang diukur meliputi 4 linedisekitar daerah tempat pembuangan sampah. Alat-alat yang diperlukan yaitu

    Seperangkat alat resistivity meter. Kabel secukupnya Akki Elektroda Martil

    Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data resistivitas listrik,diperoleh melalui pengukuran arus dan potensial.

    Pengambilan data penelitian dilakukan dengan langkah sebagai berikut:1. menetukan batas-batas pengukuran

    2. Menyusun rangkaian alat resistivity meter3. Memasang elektrode sesuai dengan konfigurasi Wenner4. Mengaktifkan resistivity meter, kemudian mengalirkan arus listik ke dalam tanah5. Mencatat arus listrik yang mengalir (I), potensial diri (Vsp), dan beda potensial

    antara dua titik elektroda.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    35/85

    Penerapan Metod e Geolis trik .... (I Wayan Distrik) 29

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil pengolahan data Resty di lintasan satu

    Hasil pengolahan data Resty di lintasan dua

    Hasil pengolahan data Resty di lintasan tiga

    Berdasarkan hasil pemodelan resty, perlapisan struktur geologi di titik soundingdapat

    ditafsirkan seperti pada tabel berikut

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    36/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    30

    Tabel 4. Data tahanan jenis dan ketebalan lapisan dari 3 lintasan di PerumahanBataranila

    No Lintasan dan lokasiTahanan Jenislapisan (Ohm-m)

    KetebalanLapisan (m) Perkiraan Medium

    1 1. PerumahanBataranila

    1). 2402). 703). 404). 125). 30

    1). 12). 33). 84). 17.55). ~

    Tanah PenutupBatu GampingTufa PasiranBatu PasirBatu Pasir

    2 2. PerumahanBataranila

    1). 3002). 633). 354). 115). 52

    1). 12). 2.53). 44). 105). ~

    Tanah PenutupBatu GampingTufa PasiranBatu PasirBatu Pasir

    3 3. PerumahanBataranila

    1). 2202). 503). 114). 33

    1). 2.42). 5.53). 194). ~

    Tanah PenutupBatu GampingBatu PasirBatu Pasir

    PembahasanData hasil pengukuran tahanan jenis di lintasan 1(satu) Perumahan Bataranila (tabel 1)menunjukkan harga tahanan jenis yang ada berkisar antara 18.9 238.64 ohm meter.Nilai tahanan jenis terendah 18.9 ohm-meter terletak pada kedalaman 25 meter dan nilaitahanan jenis tertinggi 238.64 ohm meter terletak pada kedalaman 1 m. Sedangkanuntuk hasil pengukuran di lintasan ke 2 (tabel 2) nilai tahanan jenis berkisar antara 18.21- 302 ohm meter, nilai tahanan jenis terendah 18.21ohm meter terletak di kedalaman 15meter dan nilai tahanan jenis tertinggi 302 ohm meter terletak di kedalaman 1 m. Danuntuk hasil pengukuran di lintasan ketiga (tabel 3) nilai tahanan jenis berkisar antara15.4 221.89 ohm meter, nilai tahanan jenis terendah 15.4 ohm meter terletak pada ke-

    dalaman 25 meter dan nilai harga tahanan jenis tertinggi 221.89 juga ada di kedalaman 1meter. Nilai tahanan jenis pada kedalaman 1 meter rata-rata merupakan nilai tahananjenis yang tertinggi disebabkan pada umumnya di kedalaman 1 meter ini lapisan tanahmasih memiliki sifat resistivitas yang relatif tinggi, karena semakin rendah kandungan airdalam medium , maka tahanan jenis yang dihasilkan akan semakin besar.

    Resistivity dan Depth pada hasil pemodelan Resty diinterpretasikan menjadi perkiraanmedium yang didasarkan pada tabel data tahanan jenis batuan dan sedimen (Telforddkk, 1990) yang ada pada lampiran, serta informasi pola perlapisan yang teramati darisumur gali warga. Pada lintasan 1 terdiri dari 5 lapisan berupa tanah penutup (soil) dilapisan pertama dengan tahanan jenis 240 ohm meter, kemudian di lapisan kedua berupabatu gamping dengan tahanan jenis 70 ohm meter, tufa pasiran dengan tahanan jenis 40ohm meter di lapisan ketiga dan batu pasir dengan tahanan jenis 12 ohm meter untuklapisan keempat dan lapisan kelima juga merupakan batu pasir dengan tahanan jenis

    yang naik dari 12 ohm meter menjadi 30 ohm meter. Nilai Relative R.M.S Error untuklintasan satu adalah 0.0809.

    Perbedaan jumlah lapisan untuk masing-masing lintasan dipengaruhi oleh perbedaannilai tahanan jenis hasil pengukuran lapangan dari masing-masing lintasan dan nilai

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    37/85

    Penerapan Metod e Geolis trik .... (I Wayan Distrik) 31

    Relative R.M.S Error yang dihasilkan harus lebih kecil dari 0.1000. Perubahan naikturunnya nilai tahanan jenis lapisan dipengaruhi oleh nilai tahanan jenis hasil pengukurandan bentuk grafik yang dihasilkan oleh pemodelan dari tinggi ke rendah dan padaakhirnya tahanan jenis akan tinggi kembali. Tanda tak hingga (~) yang ada padaketebalan lapisan di tiap-tiap lapisan terakhir untuk masing-masing lintasan merupakannilai tak tentu yang akan memiliki nilai pasti jika pengukuran dilanjutkan menjadi lebihpanjang dari 150 meter.

    Data pada tabel 4 merupakan data hasil penentuan lapisan pada pemodelan restymasing-masing lapisan. Hasil penafsiran dari ketiga lintasan tersebut dapat kita simpul-kan, nilai tahanan jenis lapisan bervariasi antara 11 300 ohm meter. Lapisan atasadalah tanah penutup (soil) di tunjukkan oleh nilai tahanan jenis tinggi berkisar 220 300ohm meter dengan ketebalan lapisan dari 1 2.4 meter. Dibawah tanah penutup diper-kirakan merupakan batu gamping yang mempunyai tahanan jenis yang bervariasi antara50 - 70 meter dengan ketebalan lapisan 2.5 5.5 meter. Pada lapisan ketiga merupakantufa pasiran dengan ketebalan 4 8 meter dengan nilai tahanan jenis 35 - 40 ohm meter.Lapisan selanjutnya adalah lapisan batu pasir , lapisan ini bersifat permeabel dan mem-

    punyai porositas yang tinggi sehingga mampu meloloskan dan menampung air dalamjumlah yang besar. Untuk mendapatkan suplai air tanah yang tidak di pengaruhi musimmaka harus membuat sumur hingga lapisan dengan tahanan jenis antara 11 52 ohmmeter dengan kedalaman antara 10 - 19 meter dari permukaan. Lapisan ini diperkirakantersusun oleh partikel-partikel pasir atau batu pasir yang mengandung volume air cukupbesar.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan metode geolistrik tahanan jeniskonfigurasi Schlumberger soundingdan pengolahan data dengan menggunakan programResty, maka penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :1. Struktur geologi di Perumahan Bataranila pada umumnya terdiri atas 4 (empat) lapis-

    an yaitu lapisan pertama adalah tanah penutup(soil), lapisan kedua merupakan batu

    gamping, lapisan ketiga berupa tufa pasiran dan lapisan keempat adalah batu pasir.2. Lapisan yang berpotensi mengandung air tanah atau lapisan yang bisa bertindak se-

    bagai akuifer adalah lapisan batu pasir dengan kedalaman berkisar antara 10 meterhingga 19 meter dengan tahanan jenis berkisar antar 11 ohm meter hingga 52 ohmmeter. Kedalaman ini termasuk kategori rendah karena pengambilan data dilakukansaat musim hujan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Foth, Henry. D. 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

    Hendrajaya,Lilik; Idham Arif. 1990. Geolistrik Tahanan Jenis. Laboratorium Fisika Bumi

    Jurusan Fisika FMIPA ITB. Bandung.

    Katili,1959. Pengantar Geologi Umum. Balai Pendidikan guru. Bandung.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    38/85

    JPMIPA. Volume 3, nomor 1, April 2003.

    32

    Rustadi. 2002. Penerapan Geolistrik Tahanan Jenis untuk Menafsirkan Struktur Geologidan Akuifer Air Tanah di Gunung Terang Kodya Bandar Lampung. Dalam: JurnalPendidikan MIPA Vol 2 No 2 Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Lampung..

    Seyhan, Ersin. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Diterjemahkan oleh Sentot Subagyo.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

    Telford.W.M., L.P. Geldart., R.E.Sherif. Key. D.A. 1990. Applied Geophysics. CambridgeUniversity Press.

  • 7/22/2019 Jurnal Vol 3 No 1

    39/85

    Upaya Meningkatkan Motivasi .... (Maksum) 33

    UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKAMELALUI CERITA PARA MATEMATIKAWAN

    (Studi Pada Siswa