kerahasiaan data wajib pajak - djp dan instansi lainnya_2

Upload: ana-safitri

Post on 09-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

KERAHASIAAN DATA DI DJP, BANK DI INDONESIA DAN IRS

KERAHASIAAN DATA DI DJP, BANK DI INDONESIA DAN IRSSEMINAR PERPAJAKAN

KELAS 10Ad4 kurikulum khususSEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

Disusun Oleh :Adang Mochamad Sugiri (1)Melva Hutagaol (20)Muhammad Taufiq R. (21)Sahat Marulitua Sihombing (26)Tri Haska Hafidzi (29)

A. PENDAHULUANData sebagai sumber informasi perlu mendapat penanganan yang serius khususnya menyangkut akses terhadap data. Selain perlunya akurasi dari data yang dimiliki, kerahasiaan juga merupakan hal yang harus diperhatikan. Untuk menjaga kerahasiaan perlu disiapkan infrastruktur pendukung agar data hanya dapat diakses oleh pihak yang berwenang. Infrastruktur di sini termasuk peraturan dan hal-hal teknis yang dilakukan untuk menjaga kerahasiaan data. Hal ini berlaku untuk data pribadi, data di perusahaan swasta maupun instansi pemerintah.Sebelumnya perlu kita ketahui pengertian dari rahasia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rahasia berarti (1) sesuatu yg sengaja disembunyikan supaya tidak diketahui orang lain, (2) sesuatu yg belum dapat atau sukar diketahui dan dipahami orang, (3) sesuatu yg tersembunyi, (4) cara yang setepat-tepatnya (biasanya tersembunyi atau sukar diketahui), (5) sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang agar tidak diceritakan kepada orang lain yang tidak berwenang mengetahuinya, (6) secara diam (sembunyi-sembunyi), tidak secara terang-terangan.Dengan melihat pengertian tersebut, maka secara umum dapat kita tarik kesimpulan bahwa kerahasiaan data pembatasan akses atas data / informasi yang pada pihak tertentu. Dalam istilah asing, kerahasiaan data identik dengan istilah confidentiality. Menurut wikipedia.com, confidentiality sendiri dapat diartikan sebagai serangkaian aturan atau janji yang membatasi akses atau pembatasan lokasi atas beberapa jenis informasi.Dalam paper kali ini, kelompok kami akan membahas praktek kerahasiaan data yang ada di Indonesia dan di luar negeri. Untuk praktek yang ada di Indonesia, kelompok kami secara khusus membahas praktek kerahasiaan data di Direktorat Jenderal Pajak dan di lingkungan perbankan. Untuk praktek di luar negeri, kelompok kami secara khusus membahas praktek kerahasiaan data di Internal Revenue Service (IRS), Amerika Serikat.

B. PRAKTEK KERAHASIAAN DATA DI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK (DJP)1. SejarahKetentuan tentang kerahasiaan data perpajakan di Indonesia, sebelumnya sudah ada sejak UU Pajak sebelum reformasi 1983, yaitu dalam Pasal 44 Ordonansi Pajak Perseroan (PPs) tahun 1925, pasal 21 dan 22 Ordonansi Pajak Pendapatan (PPd) tahun 1944 dan Pasal 33 Ordonansi Pajak Penjualan (PPn) tahun 1951. UU KUP pun mengatur tentuan kewajiban mengenai kerahasiaan data dan informasi Wajib Pajak yang harus dilaksanakan oleh Pejabat Pajak atau tenaga ahli. Perbedaan prinsipil UU KUP tahun 2007 dengan UU sebelunya sebenarnya terletak di batang tubuh UU KUP tetap di bagian penjelasan. Berdasar UU KUP lama pun, pejabat dan tenaga ahli yang dapat memberikan informasi, termasuk kepada BPK, ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Hal ini dapat dimaklumi untuk ketertiban administrasi dan alat kontrol unutuk menjaga kerahasiaan. Secara singkat ketentuan perlindungan kerahasiaan dapat diuraikan sebagai berikut: a. Terdapat kewajiban merahasian atas seluruh SPT, laporan keuangan dan lain-lain yan dilaporkan WP, data dan informasi yang diperoleh dalam rangka pemeriksaan, serta data dan informasi rahasia lainnya yang berkaitan dengan WP. b. Tanggung jawab dan kewajiban merahasiakan dibebankan kepada petugas dan pejabat pajak serta tenaga ahli yang membantu otoritas perpajakan termasuk akuntan dan pengacara. Tetapi ketentuan ini tidak meliputi pensiunan petugas pajak dan mereka yang diberi hak dan berwenang melakukan akses ke data dan informasi WP. c. Terdapat ancaman sanksi pidana yaitu bagi pejabat yang lalai diancam hukuman maksimal satu tahun benjara dan denda dua puluh lima juta rupiah. Sedangkan bagi pejabat yang sengaja melakukannnya, diancam hukuman pidana maksimal dua tahun penjara dan denda lima puluh juta rupiah. Pidana ini bersifat delik aduan sehingga diperlukan pengaduan dari pihak yang kerahasiaannya dilanggar d. Tindakan yang digolongkan tindakan pidana adalah tindakan yang memberitahukan informasi WP. Seharusnya kewajiban merahasiakan termasuk kewajiban melindungi data dan informasi WP. Kelalaian yang menyebabkan orang lain dapat mengetahui informasi rahasia WP seharusnya juga digolongkan sebagai tindakan yang dapat diancam pidana e. UU KUP telah sangan membatasi pihak yang dapat memberitahukan informasi rahasia yaitu pejabat atau tenaga ahli yang telah memperoleh ijin dari Menteri Keuangan. Ijin ini pun mensyaratkan adanya kepentingan keuangan negara yaitu pemeriksaan oleh instansi atau lembaga negara yang berwenang memeriksa keuangan negara. Berkaitan dengan pembukaan informasi di pengadilan pun, informasi yang dibuka dibatasi hanya atas informasi yang berkaitan lagnsung dengan berkara yang bersangkutan dan yang mengenai tersangka tersebut. Ijin itu pun hanya diberikan setelah diperoleh permintaan tertulis dari hakim ketua dalam sidang pengadilan.

2. Alasan Kerahasiaan Wajib Pajak Perlu DilindungiSebelum membahas mengenai dampak terkuaknya kerahasiaan informasi perpajakan, kita perlu memahami alasan mengapa perlindungan kerahasiaan tersebut sangat penting dan bersifat mutlak. Untuk itu, kita harus berfikir dan mendudukkan diri sebagai pengusaha atau WP. Sebagai contoh, Anda mempunyai usaha pabrikan makanan ringan. Anda tentunya mempunyai informasi berupa metode produksi termasuk campuran bahan baku dan bahan pembantu. Dalam hal terjadi pemerikasaan pajak, Pemeriksa Pajak dapat dan acap kali melakukan pengujian penggunaan bahan baku dan pembantu untuk menemukan indikasi adanya produksi dan penjualan yang tidak dilaporkan. Apabila WP tidak percaya kepada petugas pajak maka sudah barang tentu WP tersebut tidak akan memberikan informasi yang krusial tersebut. Oleh karena itu, perlindungan kerahasiaan informasi tidak hanya penting bagi WP. Perlindungan tersebut juga dimaksudkan untuk kepentingan kelancaran pelaksanaan administrasi dan pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Adapun dampak bagi WP apabila kerahasiaan informasi perpajakan itu terbuka yaitu: a. Apabila data Wajib Pajak diberitahukan kepada pihak lain, apalagi yang berkaitan dengan tunggakan, maka dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap perusahaan atau Wajib Pajak bersangkutan. Sehingga kemungkinan besar akan mempengaruhi kelangsungan usaha dari Wajib Pajak. Ini bisa dilihat dari menurunnya harga saham yang bersangkutan ataupun hilangnya kepercayaan dari mitra kerja maupun masyarakat. b. Apabila data Wajib Pajak yang berkaitan hal hal lain yang bersifat krusial dari suatu perusahaan juga sangat membahayakan perusahaan atau Wajib Pajak yang bersangkutan, sebab data ini bisa dimanfaatkan oleh competitor perusahaan atau Wajib Pajak tersebut, sehingga menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat.c. Akan mempengaruhi kredibilitas perusahaan mereka yang berakibat kepercayaan masyarakat dan rekan kerja perusahaan ini akan hilang. Selain menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap perusahaan yang bersangkutan, kerugian juga akan dialami oleh Negara. Dimana target untuk pencapaian penerimaan negara yang bersumber pada pajak tidak akan tercapai, sebagai dampak keengganan Wajib Pajak untuk membayarkan pajaknya. d. Keengganan Wajib Pajak untuk menyampaikan data atau keterangan berupa apa saja menyangkut diri, kekayaan dan kegiatan usahanya secara terbuka, jujur, dan tanpa perasaan was-was

3. Dasar HukumMasalah kerahasiaan secara umum sebenarnya telah diatur secara umum dalam pasal 322 dan pasal 323 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Isi selengkapnya dari kedua pasal tersebut adalah sebagai berikut: a. Pasal 322 Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.Ayat (2): Jika kejahatan dilakukan seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang tua.

b. Pasal 323 Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan, atau pertanian, dimana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang olehnya atau dahulu dirahasiakan diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Ayat (2) Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan perusahaan itu.

Sementara itu secara khusus masalah kerahasiaan di bidang perpajakan telah diatur dalam Pasal 34 dan Pasal 35 Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang isi selengkapnya menyatakan sebagai berikut: a. Pasal 34 Ayat (1)Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.Ayat (2):Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4. Sanksi Pelanggaran terhadap Kerahasiaan Data Wajib PajakSetiap pejabat baik mereka petugas pajak ataupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak kepada pihak yang tidak berhak yang menyangkut masalah perpajakan. Tidak hanya pejabat ataupun petugas pajak yang tidak diperbolehkan membuka rahasia Wajib Pajak dalam Undang Undang ini, tetapi para Ahli seperti Ahli Bahasa, Akuntan, dan Pengacara yang ditunjuk oleh Pidana atas pelanggaran terhadap kewajiban merahasiakan Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan Undang Undang Perpajakan juga memiliki kewajiban yang sama, yakni menjaga rahasia Wajib Pajak. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka ancaman pidana juga diatur secara tegas dalam UU KUP pada Pasal 41 sebagai berikut.a. Pasal 41 UU KUP ayat (1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) . Hal ini dilakukan untuk menjamin kerahasiaan mengenai perpajakan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain dan supaya Wajib Pajak dalam memberikan data dan keterangan tidak ragu-ragu, dalam rangka pelaksanaan Undang Undang Perpajakan. Pengungkapan kerahasiaan ini dilakukan karena kealpaan dalam arti lalai, tidak hati hati, atau kurang mengindahkan sehingga kewajiban untuk merahasiakan keterangan atau bukti bukti Wajib Pajak yang dilindungi oleh Undang Undang Perpajakan dilanggar. b. Pasal 41 UU KUP ayat (2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja ini dikenai sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan karena kealpaan agar pejabat yang bersangkutan lebih berhati-hati untuk tidak melakukan perbuatan membocorkan rahasia Wajib Pajak. c. Pasal 41 UU KUP ayat (3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar.Sehingga bagi perusahaan atau Wajib Pajak yang merasa dirugikan dan melaporkan, maka Pejabat Pajak bisa dipidanakan dan terancam hukuman pidana seperti yang telah diatur dalam Undang Undang Perpajakan. Tetapi apabila Wajib Pajak yang dibuka kerahasiaannya belum ada yang melaporkan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Direktur Jenderal Pajak dan hanya merasa keberatan dengan keterbukaan informasi yang dilakukan oleh DJP maka kasusnya tidak dapat diteruskan.

Jika kita memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam UU KUP, khususnya terkait pelanggaran terhadap kewajiban menjaga rahasia jabatan ini, terdapat peningkatan jumlah sanksi pidana yang diterapkan kepada setiap bentuk pelanggaran terhadap kewajiban menjaga rahasia jabatan. Hal tersebut di atas menggambarkan besarnya perhatian negara terhadap pentingnya menjaga kerahasiaan data wajib pajak. Adapun perkembangan peningkatan tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut ini. SanksiUU No. 6 Tahun 1983UU No.9 Tahun 1994UU No. 16 Tahun 2000UU No. 28 Tahun 2007

KealpaanKurungan paling lama 6 bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000,-

Kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000,- Kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp4.000.000,- Kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,-

SengajaPenjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000,- Penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000,- Penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000,- Penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,-

Diamping itu, pelanggaran atas kerahasiaan informasi WP pada dasarnya juga terkait tentang pengaturan umum terkait rahasia jabatan yang diatur dalam UU KUHP pasal Pasal 322 dan 323. Adapun sanksi pelanggarannya adalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak Rp 9000,- baik bagi pegawai DJP maupun mantan pegawai DJP.

5. Data Wajib Pajak yang Harus DirahasiakanData WP yang harus dirahasiakan diatur dalam penjelasan pasal 34 ayat 1, dimana setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan. Berikut ini merupakan beberapa hal yang harus dirahasiakan: a. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak,b. Data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan,c. Dokumen dan atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia,d. Dokumen dan atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan. Dalam penjelasan UU KUP pasal 34 ayat (2a), yang termasuk dalam pengecualian yang bisa diberitahukan adalah identitas Wajib Pajak dan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan. Identitas Wajib Pajak meliputi : a. Nama Wajib Pajak b. Nomor Pokok Wajib Pajakc. Alamat Wajib Pajak d. Alamat kegiatan usaha e. Merek usaha; dan/atauf. Kegiatan usaha Wajib Pajak

Adapun yang dimaksud dengan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan meliputi: a. Penerimaan pajak secara nasional ; b. Penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak c. Penerimaan pajak per jenis pajak ; d. Penerimaan pajak per klarifikasi lapangan usaha ; e. Jumlah Wajib Pajak dan/atau pengusaha kena pajak terdaftar ; f. Register permohonan Wajib Pajak ;g. Tunggakan pajak secara nasional; dan/atauTunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak.

6. Pengecualian dari Ketentuan KUPDengan pengaturan yang ada saat ini, kerahasiaan data perpajakan tidak lagi dibatasi seluruhnya, tetapi ada beberapa pengecualian yang diatur di Penjelasan Pasal 34 ayat (2a). Dengan begini telah terdapat batasan yang jelas antara mana data perpajakan yang sifatnya rahasia, dan mana sifatnya umum atau tidak rahasia. Kewajiban menjaga rahasia memang tetap memiliki pengecualian, dalam arti untuk kepentingan tertentu maka rahasia itu bisa dibuka. Disamping itu, pengecualian ini harus diatur dengan jelas dan ditentukan secara tegas, misalnya untuk kepentingan pemeriksaan perkara perpajakan di depan persidangan di Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak atau kepentingan lain yang dibenarkan Undang Undang seperti penyampaian rahasia kepada lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan di bidang keuangan negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Berikut ini adalah bunyi lengkap terkait pengaturan pengecualian yang terdapat dalam penjelasan UU KUP tersebut.a. UU KUP pasal 34 ayat (2a): Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:1. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau 2. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.b. UU KUP pasal 34 ayat (3):Untuk kepentingan negara, Menteri keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga-tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya. Adapun yang dimaksud dengan untuk kepentingan negara, misalnya dalam rangka penyidikan, penuntutan, atau dalam rangka mengadakan kerjasama dengan instansi pemerintah lain, keterangan atau bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak. Sehingga, dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu sesuai dengan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.c. UU KUP pasal 34 ayat (4): Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.Adapun yang dimaksud dengan untuk kepentingan pemeriksaan dalam hal ini adalah pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata. Dalam hal ini, Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis kepada pejabatd. UU KUP pasal 34 ayat (5): Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.Segubungan pengecualian ini bersifat sangat terbatas, Menteri Keuangan mestinya juga meneliti dengan seksama sebelum memberikan izin tersebut. Dalam surat yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan juga harus dicantumkan nama Wajib Pajak, nama pihak yang ditunjuk, dan nama pejabat atau ahli atau tenaga ahli yang diizinkan untuk memberikan keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak.

7. Studi Kasus Kerahasiaan Wajib Pajak: BPK vs Kementerian Keuangan a. Isi BeritaJudul Berita: BPK Keluhkan Izin Menkeu terkait Pemeriksaan PajakSumber: Hukum OnlineMeski sidang uji materi UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) baru mengagendakan pemeriksaan pendahuluan. Namun, besarnya interest terhadap persidangan ini cukup tinggi. Hal ini terlihat dari hadirnya wajah-wajah cukup populer di masyarakat. Sebut saja di antaranya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Sekjen Depkeu Mulia P Nasution, dan Dirjen Pajak Darmin Nasution. Mereka bertiga hadir sebagai wakil dari pemerintah guna mempertahankan UU KUP dari gugatan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution. Dalam persidangan, Anwar mengatakan, ketentuan Pasal 34 ayat 2A huruf B UU KUP dinilai menghambat kinerja BPK di dalam memeriksa Ditjen Pajak. Pasal tersebut menegaskan bahwa untuk bisa mengaudit penerimaan pajak, BPK mesti mendapat restu dari Menkeu melalui sebuah penetapan. Restu Menkeu ini terkait dengan upaya untuk menjaga kerahasiaan wajib pajak. Bahkan, restu Menkeu itu baru bisa turun jika Ketua BPK mengajukan permohonan tertulis. Jika tidak, restu itu nggak bakalan turun. Padahal kedudukan Ketua BPK sebagai lembaga negara adalah lebih tinggi daripada Menkeu, kritik Anwar sambil menekankan bahwa permintaan BPK itu seringkali tak digubris oleh Menkeu. Anwar menilai ketentuan Pasal 34 ayat 2A huruf b itu memang bertujuan untuk mengatur Departemen Keuangan secara internal. Namun, Anwar mempersoalkan implementasi aturan itu yang sering disalahgunakan, salah satunya untuk menghambat tugas BPK, yakni memeriksa Ditjen Pajak. Kuasa hukum pemohon, Bambang Widjojanto mengungkapkan beberapa frase dalam Pasal 34 ayat 2A huruf b yang digugat oleh kliennya. Salah satunya adalah frase yang ditetapkan Menteri Keuangan. Pemohon menafsirkan pasal tersebut bahwa pejabat dan/atau tenaga ahli yang dapat memberikan keterangan tersebut adalah yang ditetapkan Menteri Keuangan. Pasal 34 ayat (1) UU KUPSetiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pasal yang diuji, Pasal 34 ayat 2A huruf b UU KUPDikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah: pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara. Sementara itu, anggota Komisi III DPR Patrialis Akbar mengkritik permohonan BPK yang dinilainya sedikit kabur. Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 sebagai hak konstitusionalnya. Ketentuan tersebut menyatakan, Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Patrialis menilai penggunaan dalil ini tidak tepat. Yang bebas dan mandiri itu adalah kelembagaannya. Bukan cara kerjanya, ujarnya. Ia menilai, BPK seakan mengartikan bebas dan mandiri itu adalah cara kerjanya. Politisi dari Fraksi PAN ini juga menyampaikan penafsiran berbeda terkait izin Menkeu. Menkeu menetapkan pejabat agar keterangannya pas dengan yang diingini BPK. Bukan membatasi BPK, tetapi untuk memberi aba-aba, jelasnya. Meski demikian, ia menyambut baik langkah BPK ini. Kalau ada perbedaan penafsiran UU memang di bawa ke MK, ujarnya.Sayangnya, Menkeu menolak berkomentar di persidangan. Ini kan masih pemeriksaan pendahuluan. Keterangan pemerintah akan disampaikan pada sidang selanjutnya, tandas Sri Mulyani kepada Majelis Hakim Konstitusi. Namun, usai persidangan, Ani--sapaan akrabnya-- memberi sedikit komentar. Secara prinsip, tujuan kita tidak ada bedanya, ujarnya. Selama ini, lanjut Ani, baik Menkeu dan BPK menginginkan adanya pengelolaan keuangan negara yang mengikuti rambu-rambu internasional terkait pengelolaan yang baik. Namun, setiap institusikan diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, ujarnya diplomatis.

b. Tanggapan:Menurut pendapat kelompok kami, data dan informasi Wajib Pajak sudah selayaknya dirahasiakan dan dilindungi kerahasiaannya. Oleh karena itu, membuka rahasia Wajib Pajak adalah tindakan melanggar hukum, suatu kesalahan, dan undang-undang memberikan ancaman hukuman bagi yang melakukan. Ini juga selaras dengan guidance yang diterapkan OECD seputar kerahasiaan data dan informasi perpajakan. Dalam konteks peraturan perpajakan kita, terutama sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, kerahasiaan data dan informasi perpajakan ini dapat ditiadakan melalui izin yang diberikan oleh Menteri Keuangan. Izin inilah yang dapat dimanfaatkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan untuk menjalankan fungsinya dalam melakukan pemeriksaan penerimaan pajak nasional. Hanya saja, berdasarkan studi kasus di atas, permohonan BPK terkait ini ternyata kebanyakan tidak digubris oleh Kementerian Keuangan. Atas hal ini, menurut kami Kementerian Keuangan perlu menindaklanjuti surat permohonan BPK sebagaimana mestinya. Apabila surat permohonan dipandang melebihi batasan kerahasiaan yang dipersyaratkan, maka permohonan tersebut sebaiknya ditolak melalui surat keputusan. Jika, maka permohonan dapat diterima dan kerahasiaan data perpajakan untuk hal-hal yang dimohonkan dapat dibuka sebagai bentuk pengecualian. Di atas itu semua, Menteri Keuangan adalah pejabat yang diberi mandat untuk menentukan apakah akan membuka atau membiarkan tertutup data dan informasi dari Wajib Pajak tersebut. Adapun, keinginan BPK untuk mengotomatisasi setiap permohonan pembukaan data dan informasi Wajib Pajak menurut kami tidak tepat. Bagaimanapun data dan informasi Wajib Pajak adalah informasi sensitive yang harus dijaga kerahasiaannya, sebab kerahasiaan tersebut berkenaan dengan kepercayaan Wajib Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. Kerahasiaan dapat dibuka hanya atas izin dari Menteri Keuangan.

C. PERBANKAN1. Alasan Kerahasiaan Data NasabahDasar dari kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan juga sebaliknya, maka kegiatan perbankan tidak akan berjalan dengan baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar kepercayaan masyarakat kepada bank adalah terjamin atau tidaknya rahasia nasabah yang ada di bank. Data nasabah yang ada di bank, baik data keuangan maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang tidak ingin diketahui oleh orang atau pihak lain. Jumlah kekayaan yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu merupakan suatu yang perlu dirahasiakan dari orang lain. Biodata bagi nasabah tertentu merupakan data yang harus dirahasiakan. Sebagian nasabah juga sangat menginginkan agar pinjaman dari bank tidak diketahui oleh orang lain. Bila kerahasian data nasabah tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan merasa enggan untuk berhubungan dengan bank. Dalam usaha untuk mewujudkan terjaminnya rahasia tertentu dari nasabah yang berada di bank, maka ketentuan tentang rahasia bank dicantumkan dalam Undang-undang perbankan.

2. Dasar HukumDasar Hukum ketentuan rahasia bank di Indonesia pada awalnya diatur di dalam Undang-undang no.7 tahun 1992 tentang Perbankan, tetapi kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Secara khsuus pengaturan tentang kerahasiaan nasabah ditetapkan dalam pasal 40 dalam undang-undang tersebut. Berikut ini adalah bunyi lengkap terkait pengaturan tersebut.UU Perbankan pasal 40 1. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A.2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.

Disamping itu, rahasia bank juga masih terkait dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 322 dan pasal 323 yang mengatur tentang rahasia jabatan atau pekerjaan sebagaimana yang dijelaskan dalam bagian sebelumnya. Terkait dengan berdirinya Otoritas Jasa Keuangan, pada akhirnya juga muncul aturan dari lembaga tersebut yang mengatur tentang rahasia konsumen jasa keuangan. OJK mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan yang di dalamnya juga mengatur tentang kerahasiaan informasi konsumen jasa keuangan,

3. Lingkup Rahasia BankPertanyaan-pertanyaan yang sering muncul terkait rahasia bank adalah sebagai berikut Apakah yang harus dirahasiakan ini hanya terbatas kepada keuangan nasabah penyimpan dana saja? Apakah juga menyangkut keadaan keuangan nasabah debitur? Apakah lingkup rahasia Bank hanya menyangkut pasiva (liabilities) bank berupa dana nasabah bank, ataukah juga meliputi aktiva (assets) bank berupa kredit Bank kepada nasabah. Apakah juga menyangkut penggunaan jasa-jasa bank yang lain, selain jasa penyimpanan dana dan jasa pemberian kredit?Dari rumusan pasal 40 Undang-undang No.10/1998, secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah bukan saja menyangkut simpanan nasabah, tetapi juga (identitas) nasabah penyimpan yang memiliki simpanan tersebut. Bahkan dalam rumusan pasal 40, Nasabah Penyimpan disebut lebih dahulu daripada Simpanannya. Di beberapa negara, lingkup dari rahasia bank tidak ditentukan hanya terbatas kepada keadaan keuangan nasabah, tetapi meliputi juga identitas nasabah yang bersangkutan.

Informasi mengenai mantan nasabahDi dalam praktek perbankan atau praktek bisnis, sangat lazim seorang nasabah berpindah-pindah atau berganti-ganti bank, seperti juga adalah lazim seorang nasabah mempunyai simpanan pada beberapa bank. Timbul pertanyaan, apakah bank masih terikat terhadap kewajiban rahasia bank setelah nasabahnya tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan? Hal ini ternyata tidak diatur atau ditentukan oleh undang-undang, baik oleh undang-undang no.7/1992 maupun undang-undang no.10/1998.Mengingat tujuan dari diadakannya ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank, sebaiknya undang-undang perbankan Indonesia menentukan kewajiban rahasia bank tetap diberlakukan sekalipun nasabah yang bersangkutan telah tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan.

4. Lingkup Rahasia BankMenurut pasal 47 ayat (2) Undang-undang no.10/1998, yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank adalah:a. Anggota Dewan Komisaris Bankb. Anggota Direksi Bankc. Pegawai Bankd. Pihak terafiliasi lainnya dari Bank

Adapaun yang dimaskud dengan yang pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank. Lingkup sasaran tindak pidana rahasia bank menurut pasal tersebut terlalu luas, karena berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja yang menjadi pegawai bank, sekalipun pegawai bank tersebut tidak mempunyai akses atau tak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpan dan simpanannya, seperti: pramubakti, satpam, pengemudi, pegawai di unit yang mengurusi kendaraan dan masih banyak lagi.Seorang pegawai bank, ada kemungkinan tidak selamanya menjadi pegawai bank tersebut, bisa karena telah tiba masa pensiun, keluar dan menjadi pegawai di perusahaan lain, meninggal dan sebagainya. Pada krisis moneter, banyak pegawai bank yang terkena PHK karena banknya terkena likuidasi. Pertanyaan yang muncul, apakah mantan pegawai bank masih tetap terkena oleh kewajiban memegang teguh rahasia bank yang menjadi kewajibannya sewaktu yang bersangkutan masih menjadi pegawai aktif di bank yang bersangkutan? Ternyata Undang-undang no.7/1992 maupun Undang-undang no.10/1998 tak mengaturnya.Beberapa negara menentukan bahwa mantan pengurus dan pegawai bank terikat oleh kewajiban rahasia bank. Ada yang menentukan keterikatannya itu berakhir setelah beberapa tahun sejak saat yang bersangkutan berhenti sebagai pengurus atau pegawai bank, ada pula yang menentukan kewajiban tersebut melekat terus sampai seumur hidup.Adapun yang dimaksud dengan pihak terafiliasi ditentukan dalam pasal 1 ayat (22) Undang-undang 10 tahun 1998. Yang dimaksud pihak terafiliasi adalah anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain: akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya, pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia, turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.

5. Pengecualian Kerahasiaan Data NasabahDalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan Undang undang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi. Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut terdapat pada Undang-undang no.10/1998. Undang-undang ini memberikan pengecualian dalam 7 (tujuh) hal. Pengecualian tersebut tidak bersifat limitatif, artinya di luar 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan itu tidak terdapat pengecualian yang lain. Pengecualian itu adalah:

a. Kepentingan perpajakanPimpinan bank Indonesia atas permintaan menteri keungan berwenag mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti bukti tertulis serta surat surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Printah tertulis tersebut harus menyebutkan nama pejabat paajk dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya, dan pihak bank wajib memberikan keterangan keterangan yang diminta.b. Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPNPimpinan bank Indonesia memberikan ijin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara untk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak bank wajib memerikan keterangan yang diminta. Ijin sebagaimana dimaksud diatas diberikan secara tertulis atas permintan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tertulis tersebut diatas harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitor bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.c. Kepentingan peradilan dalam perkara pidanaPimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaiman dimaksud diatas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Makamah Agung. Pemberian izin oleh bank Indonesia harus dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.d. Perkara perdata antara bank dan nasabahnyaDireksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam situasi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia.e. Tukar menukar informasi antar bankDireksi bank dapat memberitaukan keadaan keuangan nasabah kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari bank lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi, sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitor yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.f. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis.g. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggalApabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.

6. Sanksi administrasi terhadap pelanggaran kerahasiaan data nasabahPerlanggaran terhadap berbagai aturan yang berlaku, termasuk kerahasiaan bank, maka akan dikenakan sanksi tertentu sesuai yang tercantum dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 pasal 47.Berikut ini adalah bunyi lengkap terkait pengaturan tersebut.UU Perbankan Pasal 47 1. Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).2. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).Jika kita memperhatikan pasal tersebut, sanksi tidak hanya diberikan kepada pihak bank atau pihak terafiliasi yang membocorkan rahasia yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan, sanksi juga diberikan kepada pihak yang memaksa pihak bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan yang seharusnya dirahasiakan sesuai Undang-Undang Perbankan.

D. INTERNAL REVENUE SERVICESInternal Revenue Service (IRS) merupakan lembaga pemerintah federal di Amerika Serikat yang memiliki kewenangan mengumpulkan pajak dan menetapkan hukum pendapatan dalam negeri Amerika Serikat. Dengan kata lain, IRS merupakan tax agency resmi di negara Amerika Serikat. Secara struktural, IRS tercakup dalam Departemen Keuangan AS dan bertugas menafsirkan dan menerapkan hukum pajak federal.Federal Tax Information (FTI) atau informasi perpajakan negara Amerika Serikat merupakan salah satu informasi internal negara federal Amerika Serikat. Sebagaimana di Indonesia dan kebanyakan negara OECD lainnya, Amerika Serikat sangat menjaga penuh kerahasiaannya. Terlebih ketika Amerika Serikat merupakan suatu negara yang sangat dipengaruhi oleh budaya liberal dan sistem perpolitikan demosi yang sudah berkembang dengan baik, masyarakat Amerika Serikat sangat peduli dengan kerahasiaan informasi perpajakannya. Hal ini berdampak pada terbentuknya aturan-aturan yang mengatur ketat kerahasiaan Federal Tax Information.

1. Alasan Kerahasiaan Data Wajib PajakBobolnya keamanan data dan hilangnya informasi menjadi berita yang semakin marak. Masyarakat semakin sensitif terhadap isu keamanan data rahasia mereka. Apabila perusahaan besar dan instansi pemerintah kehilangan data penting yang mencakup identitas pelanggan dan pegawainya, baik itu karena pencurian, kecelakaan, atau kelalaian, dampaknya akan sangat besar. Masyarakat dapat kehilangan kepercayaannya kepada institusi-institusi tersebut. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pajak, Federal Tax Information (FTI) merupakan aset yang amat penting. Untuk menjaga dan menjamin kerahasiaan FTI tersebut, perlu dibuat aturan yang mengikat bagi semua pihak yang terlibat.

2. Aturan Utama dan Aturan Pendukung mengenai Kerahasiaan Data Wajib PajakKerahasiaan data wajib pajak di Amerika Serikat terutama diatur pada:a. Internal Revenue Code (IRC) pasal 6103b. Publication 1075 - Tax Information Security Guidelines For Federal, State and Local Agencies

Adapun aturan pendukung mengenai kerahasiaan data wajib pajak di Amerika Serikat diatur pada:a. IRC pasal 7213b. IRC pasal 7213A

3. Ruang Lingkup Kerahasiaan Data Wajib PajakBerikut ini merupakan beberapa hal yang menjadi lingkup kerahasiaan dalam Federal Tax Information.a. Return Istilah "return" berarti setiap pajak atau informasi terkait return, deklarasi taksiran pajak, atau tagihan yang dibutuhkan, atau disediakan atau diizinkan, ketentuan yang ditetapkan oleh menteri terkait, atas nama, atau dengan terhadap setiap orang, dan setiap perubahan atau lampirannya, termasuk jadwal pendukung, lampiran, atau daftar yang tambahan untuk, atau sebagian dari, return yang disampaikan. Di Indonesia, return ini kita kenal sebagai Surat Pemberitahuan (SPT) atas pajak.

b. Informasi dalam ReturnIstilah return information mencakup:1) Identitas wajib pajak, sifat, sumber, atau jumlah pendapatannya, pembayaran, penerimaan, pengurangan, pembebasan, kredit, aset, kewajiban, kekayaan bersih, kewajiban pajak, pajak yang dipotong, kekurangan, kelebihan, atau pembayaran pajak, apakah kembali wajib pajak itu, sedang atau akan diperiksa atau diinvestigasi atau pengolahan, atau data lainnya, diterima oleh, dicatat oleh, disiapkan oleh, dilengkapi, atau dikumpulkan oleh menteri sehubungan dengan pengembalian atau sehubungan dengan penentuan keberadaan, atau kemungkinan keberadaan, kewajiban (atau jumlah atasnya) dari seseorang di bawah peraturan terkait atas setiap pajak, denda, bunga, denda, penyitaan, atau pengenaan lainnya, atau pelanggaran, 2) Setiap bagian dari penetapan yang tertulis atau file dokumen dasar yang berkaitan dengan penetapan tertulis tersebut (sebagai mana ketentuan tersebut diatur dalam bagian 6110 (b)) yang tidak terbuka untuk diketahui publik menurut pasal 6110, 3) Setiap perjanjian advance pricing yang ditandatangani oleh wajib pajak dan menteri dan segala informasi yang melatarbelakanginya yang berhubungan dengan perjanjian atau permohonan apapun dalam rangka kesepakatan advance pricing, dan 4) Setiap perjanjian menurut pasal 7121, dan setiap perjanjian serupa, dan informasi segala informasi yang melatarbelakanginya yang berhubungan dengan perjanjian tersebut atau permintaan untuk perjanjian tersebuttetapi istilah tersebut tidak termasuk data dalam bentuk yang tidak dapat dikaitkan dengan wajib pajak tertentu, atau mengidentifikasi, baik langsung atau tidak langsung. Tidak ada dalam kalimat sebelumnya, atau ada ketentuan hukum lainnya, akan ditafsirkan untuk mewajibkan pengungkapan standar yang digunakan atau yang akan digunakan untuk pemilihan return untuk pemeriksaan, atau data yang digunakan atau yang akan digunakan untuk menentukan standar tersebut, jika menteri menentukan bahwa pengungkapan tersebut secara serius akan mengganggu penilaian, pengumpulan, atau penegakan hukum di bawah hukum pendapatan internal.

4. Pengecualian Kerahasiaan Data Wajib PajakBerikut ini adalah beberapa hal yang dapat meberikan pengecualian dalam kerahasiaan wajib pajak di negara Amerika Serikat. Untuk menghindari kesalahan dalam penterjemahan, kami sengaja menyajikannya dalam bahasa aslinya.a. Disclosing such return or tax information in a civil or criminal judicial proceeding or an administrative proceeding:1) In respect of any tax imposed under the laws of this state if the taxpayer or its officer or other person liable under this title or chapter 83.100 RCW is a party in the proceeding;2) In which the taxpayer about whom such return or tax information is sought and another state agency are adverse parties in the proceeding; or3) Brought by the department under RCW 18.27.040 or 19.28.071;b. Disclosing, subject to such requirements and conditions as the director prescribes by rules adopted pursuant to chapter 34.05 RCW, such return or tax information regarding a taxpayer to such taxpayer or to such person or persons as that taxpayer may designate in a request for, or consent to, such disclosure, or to any other person, at the taxpayer's request, to the extent necessary to comply with a request for information or assistance made by the taxpayer to such other person. However, tax information not received from the taxpayer must not be so disclosed if the director determines that such disclosure would compromise any investigation or litigation by any federal, state, or local government agency in connection with the civil or criminal liability of the taxpayer or another person, or that such disclosure would identify a confidential informant, or that such disclosure is contrary to any agreement entered into by the department that provides for the reciprocal exchange of information with other government agencies which agreement requires confidentiality with respect to such information unless such information is required to be disclosed to the taxpayer by the order of any court;c. Disclosing the name of a taxpayer against whom a warrant under RCW 82.32.210 has been either issued or filed and remains outstanding for a period of at least ten working days. The department is not required to disclose any information under this subsection if a taxpayer has entered a deferred payment arrangement with the department for the payment of a warrant that has not been filed and is making payments upon such deficiency that will fully satisfy the indebtedness within twelve months;d. Publishing statistics so classified as to prevent the identification of particular returns or reports or items thereof;e. Disclosing such return or tax information, for official purposes only, to the governor or attorney general, or to any state agency, or to any committee or subcommittee of the legislature dealing with matters of taxation, revenue, trade, commerce, the control of industry or the professions;f. Permitting the department of revenue's records to be audited and examined by the proper state officer, his or her agents and employees;g. Disclosing any such return or tax information to a peace officer as defined in RCW 9A.04.110 or county prosecuting attorney, for official purposes. The disclosure may be made only in response to a search warrant, subpoena, or other court order, unless the disclosure is for the purpose of criminal tax enforcement. A peace officer or county prosecuting attorney who receives the return or tax information may disclose that return or tax information only for use in the investigation and a related court proceeding, or in the court proceeding for which the return or tax information originally was sought;h. Disclosing any such return or tax information to the proper officer of the internal revenue service of the United States, the Canadian government or provincial governments of Canada, or to the proper officer of the tax department of any state or city or town or county, for official purposes, but only if the statutes of the United States, Canada or its provincial governments, or of such other state or city or town or county, as the case may be, grants substantially similar privileges to the proper officers of this state;i. Disclosing any such return or tax information to the United States department of justice, including the bureau of alcohol, tobacco, firearms and explosives, the department of defense, the immigration and customs enforcement and the customs and border protection agencies of the United States department of homeland security, the United States coast guard, the alcohol and tobacco tax and trade bureau of the United States department of treasury, and the United States department of transportation, or any authorized representative of these federal agencies, for official purposes;j. Publishing or otherwise disclosing the text of a written determination designated by the director as a precedent pursuant to RCW 82.32.410;k. Disclosing, in a manner that is not associated with other tax information, the taxpayer name, entity type, business address, mailing address, revenue tax registration numbers, reseller permit numbers and the expiration date and status of such permits, North American industry classification system or standard industrial classification code of a taxpayer, and the dates of opening and closing of business. This subsection may not be construed as giving authority to the department to give, sell, or provide access to any list of taxpayers for any commercial purpose;l. Disclosing such return or tax information that is also maintained by another Washington state or local governmental agency as a public record available for inspection and copying under the provisions of chapter 42.56 RCW or is a document maintained by a court of record and is not otherwise prohibited from disclosure;m. Disclosing such return or tax information to the United States department of agriculture for the limited purpose of investigating food stamp fraud by retailers;n. Disclosing to a financial institution, escrow company, or title company, in connection with specific real property that is the subject of a real estate transaction, current amounts due the department for a filed tax warrant, judgment, or lien against the real property;o. Disclosing to a person against whom the department has asserted liability as a successor under RCW 82.32.140 return or tax information pertaining to the specific business of the taxpayer to which the person has succeeded;p. Disclosing real estate excise tax affidavit forms filed under RCW 82.45.150 in the possession of the department, including real estate excise tax affidavit forms for transactions exempt or otherwise not subject to tax;q. Disclosing to local taxing jurisdictions the identity of sellers granted relief under RCW 82.32.430(5)(b)(i) and the period for which relief is granted;r. Disclosing such return or tax information to the court in respect to the department's application for a subpoena under RCW 82.32.117;s. Disclosing to a person against whom the department has asserted liability under RCW 83.100.120 return or tax information pertaining to that person's liability for tax under chapter 83.100 RCW;t. Disclosing such return or tax information to the streamlined sales tax governing board, member states of the streamlined sales tax governing board, or authorized representatives of such board or states, for the limited purposes of:1) Conducting on behalf of member states sales and use tax audits of taxpayers; bor2) Auditing certified service providers or certified automated systems providers; boru. Disclosing any such return or tax information when the disclosure is specifically authorized under any other section of the Revised Code of Washington.

5. Sanksi Pelanggaran Kerahasiaan Data Wajib Pajaka. IRC 7216 (a) menerapkan hukuman pidana pada pihak yang menyiapkan (menghitung dan/atau mengisi) tax return yang dengan sengaja atau kealphaan membuat pengungkapan yang tidak sah atau penggunaan informasi yang diberikan sehubungan dengan penyusunan laporan pajak penghasilan. Pelanggaran IRC 7216 adalah tindak pidana ringan, dengan hukuman maksimal sampai dengan satu tahun penjara atau denda tidak lebih dari US$ 1.000, atau keduanya, bersama-sama dengan biaya penuntutan.b. Segala pelanggaran sehubungan dengan pelanggaran pemeriksaan yang tidak sah atas tax return dan informasinya diancam atas keyakinan dengan denda dalam jumlah berapapun tidak melebihi US$ 1.000, atau penjara tidak lebih dari 1 tahun, atau keduanya, bersama-sama dengan biaya penuntutan.c. Seorang pejabat atau pegawai dari Amerika Serikat (PNS) yang dihukum karena Segala pelanggaran sehubungan dengan pelanggaran pemeriksaan yang tidak sah atas tax return dan informasinya harus, di samping hukuman lain, dipecat dari kantor atau keluar dari pekerjaan.

E. REFERENSIAli. BPK Keluhkan Izin Menkeu terkait Pemeriksaan Pajak. Tersedia di:http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18480/bpk-keluhkan-izin-menkeu-terkait-pemeriksaan-pajak Diakses tanggal 8 Oktober 2014

Haka. Kerahasiaan Data (Data Privacy). Tersedia di http://umum.kompasiana.com/2009/08/27/ kerahasiaan-data-data-privacy-10748.html, Diakses tanggal 8 Oktober 2014

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tersedia di http://kbbi.web.id/rahasia, Diakses tanggal 8 Oktober 2014

Peraturan BI Nomor 6/7/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah

Undang-undang Republik Indonesia No.10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Wikipedia. Internal Revenue Service. http://id.wikipedia.org/wiki/Internal_Revenue_Service Diakses tanggal 8 Oktober 2014

Wikipedia. Convidentiality. http://en.wikipedia.org/wiki/Confidentiality, Diakses tanggal 8 Oktober 2014

20