konsep pendidikan islam

Upload: fahmi-hamdi

Post on 06-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pendidikan islam

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    KAJIAN TEORI

    A. Konsep Pendidikan Islam

    1. Pengertian Pendidikan secara bahasa dan istilah

    Pengertian pendidikan menurut bahasa

    Dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan terdiri dari didik, sebagaimana

    dijelaskan Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara dan

    sebagainya) mendidik.1

    Pengertian ini memberi kesan bahwa kata pendidikan lebih mengacu

    kepada cara mendidik. Selain kata pendidikan, dalam bahasa Indonesia terdapat

    pula kata pengajaran, sebagaimana dijelaskan Poerwadarminta berarti cara

    mengajar atau mengajarkan, kata lain yang serumpun dengan kata tersebut adalah

    mengajar yang berarti member pengetahuan.2

    Pengertian Pendidikan menurut Istilah

    Ditinjau dari segi istilah, pendidikan Islam adalah system pendidikan yang

    dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai

    1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

    Balai Pustaka,1991), cet. 1, h. 323 2 Poerwardarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet.

    XII, h. 250

  • 9

    dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai

    corak kepribadiannya. Nur Uhbiyati menyatakan, Pendidikan Islam adalah

    suatau system pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang di

    butuhkan oleh hamba Allah . oleh karena itu Islam mempedomani seluruh aspek

    kehidupan manusia muslim baik di dunia maupun di akhirat.3

    Sedangkan menurut Drs. Ahmad Marimba: pendidikan Islam adalah

    bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju

    kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan

    pengertian yang lain sering kali beliau mengatakan kepribadian utama dengan

    istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama

    Islam.4

    Adapun menurut Dr. Ali Ashraf, pendidikan Islam, kata saya dalam kata

    pengantar crisis in muslim education-(krisis dalam pendidikan Islam)-adalah

    pendidikan yang melatih sensibilitas murid-murid sedemikian rupa, sehingga

    dalam perilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah dan keputusan

    begitu pula pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan mereka diatur

    oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan.5

    2. Dasar-dasar Pendidikan Islam

    Dalam menetapkan sumber pendidikan Islam dikemukakan tiga dasar

    utama dalam pendidikan Islam, adalah:

    a. Al-Quran

    Al-Quran sebagai kalam Allah SWT, yang telah diwahyukan kepada Nabi

    Muhammad SAW bagi pedoman manusia, merupakan petunjuk yang lengkap

    mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang universal yang mana ruang

    lingkupnya mencakup ilmu pengetahuan yang luas dan nilai ibadah bagi yang

    membacanya yang isinya tidak dapat dimengerti kecuali dengan dipelajari

    kandungan yang mulia itu.6

    3Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam , (Bandung: Pustaka Setia, 1999), cet. 1, h. 12

    4 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), cet. 2, h. 5

    5 Dr. Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam(Putaka Firdaus1996), cet. 3 h.23

    6 Manna Al-Qothan, Mabahis Fi Ulum Al-Quran, (Mesir: Mansyurat Al-Asyrul Hadits.

    T.t), h. 21

  • 10

    Pengertian Al-Quran ini lebih lengkap dikemukakan oleh Abdul Wahab

    Kholaf, menurutnya, Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan oleh

    Malaikat Jibril kepada Rosulullah SAW dengan menggunakan lafadz Arab dan

    makna yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rosul, bahwa ia benar-benar

    Rosulullah SAW, menjadi undang-undang bagi manusia, sebagai petunjuk dan

    sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah SWT bagi

    pembacanya.7

    b. As-Sunnah

    Hadits merupakan cara yang diteladankan Nabi dalam dakwah Islam yang

    termuat dalam tiga dimensi yaitu berisi ucapan, pernyataan, dan persetujuan Nabi

    atas peristiwa yang terjadi. Semua contoh yang ditujukan Nabi merupakan acuan

    yang dapat diteladani oleh manusia dalam aspek kehidupan.

    Posisi hadits sebagai sumber pendidikan utama bagi pelaksanaan

    pendidikan Islam, yang dijadikan referensi teoritis maupun praktis. Acuan tersebut

    dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu:

    1) Sebagai acuan syariah: yang meliputi muatan-muatan pokok ajaran

    Islam secara teoritis.

    2) Sebagai acuan operasional-aplikatif: yang meliputi cara Nabi

    memainkan perannya sebagai pendidik yang professional, adil dan

    selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.

    Proses pendidikan Islam yang ditujukan Nabi merupakan bentuk

    pelaksanaan pendidikan yang bersifat fleksibel dan universal, sesuai dengan

    potensi yang dimiliki manusia, kebiasaan, masyarakat, serta kondisi alam dimana

    proses pendidikan tersebut berlangsung.8

    c. Ijtihad

    Melakukan ijtihad di bidang pendidikan Islam perlu karena media

    pendidikan merupakan sarana utama dalam membangun pranata kehidupan social,

    7 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Al-Majelis Al-Ala Al-Indonesia Li

    Al- Dakwah Al-Islamiyah, 1972), cet. IX, h. 23 8 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasr Pemikiran Pendidikan Islam,(Jakarta: Gaya

    Media Pratama, 2001), cet. 1, h.97

  • 11

    dalam arti maju mundurnya kebudayaan manusia berkembang secara dinamis

    sangat ditentukan dari dinamika system pendidikan yang dilaksanakan.

    Dalam dunia pendidikan, sumbangan ijtihad dalam keikutsertaanya menata

    system pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan untuk perumusan system

    pendidikan yang dialogis dan adaptik, baik karena pertimbangan perkembangan

    zaman maupun kebutuhan manusia dengan berbagai potensi diperlukan upaya

    maksimal. Proses ijtihad, harus merupakan kerjasama yang utuh diantara

    mujtahid.9

    3. Tujuan Pendidikan Islam

    Berbicara tentang tujuan pendidikan, tak dapat tidak mengajak kita

    berbicara tentang tujuan hidup, yaitu tujuan hidup manusia. Di mana manusia

    diciptakan untuk menjadi khalifah, manusia yang dianggap sebagai khalifah Allah

    SWT tidak dapat memegang peranan tanggung jawab sebagai khalifah kecuali

    kalau ia dilengkapi dengan potensi-potensi yang membolehkan berbuat demikian.

    Tujuan pendidikan Islam ditinjau dari segi historis memiliki dinamika

    seirama dengan kepentingan dan perkembangan masyarakat di mana pendidikan

    itu dilaksanakan. Contoh sederhana bahwa tujuan pendidikan Islam pada masa

    Rasulullah SAW berbeda jauh dengan tujuan pendidikan Islam pada masa modern

    sekarang ini. Perkembangan inilah yang menyebabkan tujuan pendidikan Islam

    secara khusus mengalami dinamika seirama dengan perkembangan zaman, namun

    tanpa melepaskan diri pada nilai-nilai Ilahiah dan tujuan umumnya, yaitu sebagai

    ibadat.

    Akibat dinamikanya ini, para ahli muslim mencoba untuk memberikan

    definisi khusus terhadap pendidikan Islam. Antara lain adalah Muhammad Fadhil

    Al-Jumaly yang memberikan batasan bahwa tujuan pendidikan Islam itu adalah

    membina kesadaran atas diri manusia itu sendiri dan atas sistem sosial yang

    Islami. Sikap dan rasa tanggung jawab sosialnya, juga terhadap alam ciptaan-Nya

    serta kesadarannya untuk mengembangkan dan mengelola alam ini bagi

    kepentingan dan kesejahteraan umat manusia. Dan yang penting lagi ialah

    terbinanya marifat kepada Allah Pencipta alam semesta dengan beribadah

    9Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasr Pemikiran Pendidikan Islam), cet. 1, 100

  • 12

    kepada-Nya dengan cara mentaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-

    Nya.10

    Dalam versi yang lain, Ibn Khaldun menyebutkan bahwa tujuan

    pendidikan Islam berupaya bagi pembentukan aqidah/keimanan yang mendalam.

    Menumbuhkan dasar-dasar akhlak karimah melalui jalan agamis yang diturunkan

    untuk mendidik jiwa manusia serta menegakkan akhlak yang akan

    membangkitkan kepada perbuatan yang terpuji. Upaya ini sebagai perwujudan

    penyerahan diri kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat dan

    kemanusiaan pada umumnya.11

    Sedangkan dalam undang-undang nasional RI No. 2 Tahun 1989

    disebutkan bahwa:

    Pendidikan nasional bertujuan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan

    mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan

    bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan budi pekerti luhur, memiliki

    pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

    mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan yang

    kebangsaan

    Dari berbagai rumusan di atas, terdapat beberapa tujuan yang asasi bagi

    pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

    a. Tujuan umum, yakni tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses

    pengajaran, pengalaman, penghayatan dan keyakinan akan kebenaran.

    b. Tujuan akhir, yaitu insan kamil yang mati dan akan menghadap

    tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam. Dalam

    arti bahwa mati dalam keadaan muslim merupakan ujung dari takwa

    sebagai akhir dari proses hidup yang pasti berisikan kegiatan

    pendidikan.

    10

    Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, h. 105 11

    Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, h. 106

  • 13

    c. Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik

    diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu

    kurikulum pendidikan formal.

    d. Tujuan operasional yaitu tujuan praktis yang hendak dicapai dengan

    sejumlah kegiatan pendidikan tertentu, yang menuntut kemampuan dan

    keterampilan tertentu yang lebih ditonjolkan pada sifat penghayatan

    dan kepribadian.12

    Jelaslah bahwa tujuan pendidikan Islam lebih berorientasi kepada nilai-

    nilai luhur dari Tuhan yang harus diinternalisasikan ke dalam diri individu anak

    didik melalui proses pendidikan.

    4. Metode Pendidikan Islam

    Dari segi bahasa, metode berasal dari dua kata, yaitu kata meta yang

    berarti melalui dan kata hodos yang berarti jalan, dengan demikian metode

    berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.13

    Jalan mencapai tujuan ini bermakna ditempatkan pada posisi sebagai cara

    untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi

    pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya. Dengan pengertian tersebut

    berarti metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan

    mengemban suatu gagasan.

    Selanjutnya jika kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam,

    dapat berarti bahwa metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama

    pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek dan sasaran, yaitu

    pribadi Islami. Selain itu metode dapat pula berarti sebagai cara untuk memahami,

    menggali dan mengembangkan ajaran Islam sehingga terus berkembang sesuai

    dengan perkembangan zaman. Demikianlah ilmu pendidikan Islam merangkum

    metodologi pendidikan Islam yang tugas dan fungsinya adalah memberikan cara

    sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dan ilmu pendidikan tersebut.

    12

    Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, h. 112 13

    Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), cet.

    Ke-1, h. 91

  • 14

    Ada beberapa metode dalam pendidikan Islam yang dikemukakan para

    ahli, di antaranya ialah:

    a. Keteladanan

    Metode teladan atau pemberian contoh merupakan teknik pendidikan yang

    efektif karena memberikan cukup besar pengaruh dalam mendidik, sehingga dapat

    menterjemahkan dengan tingkah laku, tindak tanduk, ungkapan rasa dan pikiran,

    sehingga menjadi dasar dan arti suatu metode. Dengan demikian, suatu

    metodologi akan berubah menjadi suatu gerakan. Karena itulah, maka Allah

    mengutus Nabi Muhammad SAW menjadi teladan untuk manusia. Dalam diri

    beliau Allah menyusun suatu bentuk sempurna, yang mengandung nilai

    paedagogis bagi kelangsungan hidup manusia. Seperti ayat yang menyatakan:

    Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

    (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab: 21)

    b. Metode Permisalan

    Mendidik dengan menggunakan metode pemberian perumpamaan atau

    metode imtsal tentang kekuasaan Tuhan dalam menciptakan hal-hal yang hak dan

    hal-hal yang bathil, misalnya sebagai yang digambarkan Allah SWT dalam

    firman-Nya sebagai berikut:

  • 15

    Artinya: Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih

    yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api

    untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih

    arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar

    dan yang bathil. adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak

    ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia

    tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-

    perumpamaan. (Q.S. Ar-Rad: 17)

    c. Metode Motivasi

    Yaitu cara memberikan pelajaran dengan memberikan dorongan (motivasi)

    untuk memperoleh kegembiraan bila mendapatkan sukses dalam kebaikan,

    sedangkan bila dalam keadaan tidak sukses karena tidak mau mengikuti petunjuk

    yang benar maka akan mendapat kesusahan. Metode ini juga disebut sebagai

    metode targhieb dan tarhieb (hadiah dan ancaman). Yang memberikan dorongan

    untuk selalu berbuat baik dalam hal-hal yang bersifat positif.14

    Dalam Al-Quran dijelaskan dalam surat Al-Zalzalah ayat 7-8 sebagai

    berikut:

    Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (7). Dan barangsiapa yang mengerjakan

    kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya

    pula (8). (Q.S. Al-Zalzalah: 7-8)

    d. Metode Instruksional

    Yaitu metode yang bersifat mengajar tentang ciri-ciri orang yang beriman

    dan bersikap serta bertingkah laku agar mereka dapat mengetahui bagaimana

    seharusnya mereka bersikap dan bertingkah dalam kehidupan sehari-hari.

    14

    Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), cet. Ke-2, h.

    110

  • 16

    e. Metode Tanya Jawab

    Metode tanya jawab sering digunakan oleh Rasulullah SAW dan para Nabi

    dalam mengajarkan agama kepada umatnya. Bahkan para ahli pikir dan filosofpun

    banyak mempergunakan metode tanya jawab ini. Oleh karenanya, metode ini

    adalah yang paling tua dalam dunia pendidikan dan pengajaran di samping metode

    ceramah. Namun efektifitasnya lebih besardaripada metode-metode yang lain,

    karena dengan tanya jawab, pengertian dan pemahaman seseorang dapat lebih

    dimantapkan, sehingga segala bentuk kesalah pahaman, kelemahan daya tangkap

    terhadap pelajaran dapat dihindari.15

    Dalam Al-Quran disebutkan pada surat An-Nahl ayat 43 sebagai berikut:

    Artinya: Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang

    yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Q.S. An-Nahl: 43)

    f. Metode Kisah-kisah

    Kisah atau cerita sebagai metode pendidikan ternyata mempunyai daya

    tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk

    menyenangi cerita itu, dan menyadari pengaruhnya yang besar terhadap perasaan.

    Oleh karena itu Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik

    pendidikan. Ia menggunakan berbagai jenis cerita; cerita sejarah factual yang

    menampilkan suatu contoh kehidupan manusia yang ditampilkan oleh contoh-

    contoh tersebut, cerita drama yang melukiskan fakta yang sebenarnya tetapi bisa

    15

    H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islm, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. Ke-4, h. 70

  • 17

    diterapkan kapan dan di saat apapun.16

    Metode ini juga dicontohkan dalam Al-

    Quran surat Al-Qashash ayat76:

    Artinya: Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan kami telah menganugerahkan kepadanya

    perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh

    sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata

    kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak

    menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri". (Q.S. Al-

    Qashash: 76)

    5. Ruang Lingkup Pendidikan

    H. M. Arifin mengatakan bahwa ruang lingkup pendidikan Islam

    mencakup kegiatan-kegiatan kependidikan secara konsisten dan

    berkesinambungan dalam bidang atau lapangan hidup manusia yang meliputi.

    a. lapangan hidup keagamaan, agar perkembangan pribadi manusia

    sesuai dengan norma-norma ajaran Islam.

    b. lapangan hidup berkeluarga, agar berkembang menjadi keluarga yang

    sejahtera.

    c. lapangan hidup ekonomi. agar dapat berkembang menjadi sistem

    kehidupan yang bebas dari penghisapan manusia oleh manusia.

    d. lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat yang adil dan

    makmur di bawah ridlo dan ampunan Allah swt.

    e. lapangan hidup politik, agar tercipta sistem demokrasi yang sehat dan

    dinamis sesuai ajaran Islam.

    f. lapangan hidup seni budaya, agar menjadikan hidup manusia penuh

    keindahan dan kegairahan yang tidak gersang dari nilai-nilai moral

    agama.

    16

    Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), cet.

    Ke-1, h. 97

  • 18

    g. lapangan hidup ilmu pengetahuan, agar berkembang menjadi alat

    untuk mencapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan

    oleh iman.17

    Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa ruang lingkup

    materi pendidikan Islam meliputi kegamaan, kemasyarakatan, seni budaya dan

    ilmu pengetahuan. Dengan demikian materi pendidikan Islam yang diberikan di

    sekolah berperan untuk pengembangan potensi kreatifitas peserta didik dan

    bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah

    swt, cerdas, terampil, memiliki etos kerja yang tinggi. Berbudi pekerti luhur,

    mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, agama, bangsa dan negara.

    Oleh karena itu, pendidikan Islam sangat bertolak belakang dengan ilmu

    pendidikan non-Islam. Pengembangan pendidikan Islam adalah upaya

    mengembangkan sebuah sistem pendidikan alternatif yang lebih baik dan relatif

    dapat memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menyelesaikan semua problematika

    kehidupan yang mereka hadapi sehari-hari.

    B. Sejarah Pendidikan Islam

    Sejarah pendidikan Islam di mulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia,

    yaitu kira-kira pada abad keduabelas Masehi. Ahli sejarah umumnya sependapat,

    bahwa agama Islam mula-mula masuk ialah ke pulau Sumatera bagian Utara di

    daerah Aceh.18

    Setengah ahli sejarah mengatakan, bahwa agama Islam masuk ke

    daerah Aceh pada abad kedua belas Masehi. Setengah mereka berpendapat,

    bahwa Islam telah masuk ke Aceh sebelum abad kedua belas Masehi. Alasannya

    ialah karena pada abad kedua belas Masehi itu telah banyak ahli-ahli agama yang

    termasyhur di Aceh. Hal itu menunjukan, bahwa Islam telah masuk ke Aceh

    sebelum abad keduabelas, karena tidak mungkin Islam baru masuk, lalu lahir

    orang-orang ahli dalam Islam itu.

    17

    H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

    Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet. Ke-1, h. 30 18

    Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia(Jakarta: Hidakarya Agung

    1979) cet ke-2 h.10

  • 19

    Pendapat ini dikuatkan lagi dengan keterangan setengah ahli sejarah,

    bahwa orang Arab/Islam telah mengenal pulau Sumatera dalam abad kesembilan.

    Oleh sebab itu banyak diantara mereka itu datang ke Sumatera dan ke pulau-pulau

    Indonesia yang lain untuk berniaga. Sungguhpun mereka datang ke Indonesia

    dengan maksud hendak berniaga, tetapi mereka tidak lupa memegang Al-Quran

    ditngan kanannya. Dalam melaksanakan usaha perniagaan mereka menyiarkan

    agama Islam kepada penduduk negeri. Dengan berangsur-angsur penduduk negeri

    tertarik kepada agama Islam, lalu mereka memeluk agama itu. Sebab itu tidak

    heran, bahwa agama Islam telah masuk kedaerah Aceh sebelum abad

    keduabelas.19

    Umumnya ahli sejarah mempastikan masuk Islam ke daerah Aceh itu

    dengan pertama, perjalanan Marco Polo. Dalam perjalanannya pulang dari

    Tiongkok, ia singgah di Aceh pada tahun 1292 Masehi. Menurut keterangannya,

    di Perlak telah didapatnya rakyat yang beragama Islam. Pelak adalah pelabuhan

    besar di Aceh pada masa itu, yang menghadap ke Selat Malaka. Begitu juga

    dengan kedua, perjalanan Ibnu Bathutha, pengembara Maghribi yang masyhur (th.

    725 H/. = 1325 M.). dalam perjalananya pulang dari Tiongkok , ia singgah di

    Pase. Pada masa itu Pase telah menjadi kerajaan Islam di bawah perintah Raja

    bernama Al-Malikuz-Zahir.

    Dengan keterangan tersebut ahli sejarah menetapkan dengan pasti, bahwa

    agama Islam masuk ke Indonesia ialah dari Aceh. Dan dari sanalah Islam

    memancarkan cahayanya ke Malaka dan Sumatera Barat (Minangkabau). Dari

    Minangkabau Islam berkembang ke Sulawesi, Ambon dan sampai ke pilipina.

    Kemudian Islam tersiar ke Jawa Timur, dari sana ke Jawa Tengah dan ke Banten,

    sampai ke Lampung dan Palembang dan keseluruh pulau Indonesia.

    Di Sumatera berdiri kerajaan Islam di Pasei, Perlak, Samudera dan

    bersama pada tahun 1514-1904 M., dan kerajaan Islam Aceh pada tahun 1500-

    1546 M. Di Jawa berdiri kerajaan Islam Demak pada tahun 1546 M, dan

    19

    Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ke-2. h.11

  • 20

    kemudian kerajaan Islam Banten pada tahun 1550-1757 M, dan kerajaan Islam

    Pajang pada tahun 1568-1586 M dan kerajaan Islam Mataram pada tahun 1575-

    1757 M.20

    C. Pendidikan Islam Padamasa K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Ahmad

    Dahlan

    1. Pendidikan Islam Padamasa K.H. Hasyim Asyari

    Zaman Mataram adalah zaman keemasan bagi pendidikan dan pengajaran

    agama Islam di tanah Jawa. Karena pada masa itu pendidikan dan pengajaran

    agama Islam telah mempunyai organisasi yang teratur dalam pemerintahan

    kerajaan Islam. Pada permulaan penjajahan Belanda pada zaman Kompeni (tahun

    1610 M) politik Belanda adalah membiarkan saja usaha pendidikan dan

    pengajaran Islam menurut pengajaran sistem Mataram itu.

    Lambat laun politik membiarkan itu diubahnya dengan berangsur-angsur,

    sejak perjanjian gianti (tahun 1755), mulai tampak usaha Belanda hendak

    melumpuhkan pengaruh Islam di Jawa, di mulainya dari daerah-daerah yang

    sudah dikuasainya, yaitu di luar Yogyakarta dan Surakarta. Tanah Lungguh untuk

    penghulu , Naib, Kiyai, Anom, Kiyai Sepuh, semuanya dihapuskan dan dijadikan

    tanah gubernemen. Begitu juga diusahakan oleh penjajah Belanda untuk

    menghapuskan tanah lungguh untuk para bangsawan di Yogyakarta sendiri. Hal

    itu telah menggerakkan Dipoegoro (tahun 1825-1830 M), serta para alim ulama

    tampil ke muka memimpin masyarakat untuk memerangi Belanda.21

    Dengan demikian maka pendidikan Islam pun makin lama, makin mundur

    oleh pendidikan Barat. Sedangkan tekanan halus dari pemerintah penjajah tidak

    sedikit pengaruhnya untuk melemahkan pendidikan dan pengajaran Islam. Tetapi

    meskipun demikian pendidikan dan pengajaran Islam tetap tegak berdiri di

    Pondok Pesantren menghadapi gelombang dan taupan pengaruh pendidikan Barat.

    Untunglah pada tahun 1900 M nur dan cahaya pendidikan dan pengajaran Islam

    mulai terang benderang kembali dengan berdirinya Pondok Pesantren baru yang

    20 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia cet ke-2 h.11

    21 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia cet ke-2 h.227

  • 21

    membawa jiwa baru, semangat baru dan cara baru. Pondok-pondok itu didirikan

    oleh Ulama besar Indonesia yang kembali dari Mekkah sesudah menunaikan

    ibadah Haji dan bermukim disana bertahun-tahun lamanya menuntut ilmu Agama

    dan bahasa Arab. Beliau-beliau itulah pembangun dan pembaru pendidikan

    pesantren, yang tidak sedikit bilangannya.22

    K.H. Hasyim Asyari membawa perubahan baru dalam pendidikan Islam

    dari Makkah dengan membuka Pesantren Tebuireng di Jombang yang terkenal

    sampai sekarang. Dalam Pesantren Tebuireng beliau mengajarkan ilmu-ilmu

    agama dan bahasa Arab, mulai dari tingkatan rendah sampai tingkatan tinggi,

    sehingga mengeluarkan alim ulama yang tidak sedikit bilangannya. Perubahan itu

    berjalan lancar dan tak ada gangguan dari Belanda, karena hanya semata-mata

    perubahan dalam ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab saja dan tidak mencampuri

    politik pemerintah. Padahal dalam ilmu Agama itu telah termaktub soal-soal

    politik, sehingga akhirnya menggerakan umat Islam merebut kemerdekaan dari

    penjajahan Belanda. Kemudian lahir perubahan baru dalam pendidikan Islam di

    daerah-daerah lain.23

    Pesantren Tebuireng didirikan pada tanggal 26 Rabiul Awal tahun 1899

    M. Pondok Pesantren Tebuireng pada mulanya sederhana saja, sedangkan jumlah

    santrinya yang pertama hanya28 orang. Kemudian makin lama, makin bertambah

    ramai, akhirnya dibanjiri oleh murid-murid dari seluruh pulau Jawa dan daerah

    lain.

    Selain mengembangkan ilmu di pesantren Tebuireng maka K.H. Hasyim

    Asyari membangun perkumpulan Nahdlatul Ulama, bahkan ia sebagi Syehul

    Akbar dalam perkumpulan itu. Dengan usaha dan pengaruhnya Nahdlatul Ulama

    menjadi bersemarak dan menjadi perkumpulan ulama yang terbesar di Indonesia.

    Nahdlatul Ulama didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (31 Januari

    1926 M) di Surabaya. Menurut K.H. Hasyim Asyari Ahl al-Sunnah adalah

    ulama dalam bidang Tafsir Al-Quran, Sunnah Rosul, dan Fiqih yang tunduk

    pada tradisi Rosul dan KhulafaurRasyidin. beliau selanjutnya menyatakan bahwa

    22

    Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, cet ke-2h.229 23

    Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, cet. Ke-2 h.231

  • 22

    sampai sekarang ulama tersebut termasuk mereka yang mengikuti mazhab

    Maliki, Hanafi, Syafii dan Hambali. doktrin ini diterapkan dalam NU yang

    menyatakan sebagai pengikut, penjaga, dan penyebar faham Ahl al-Sunnah wa al-

    jamaah. NU menerima doktrin ini dengan sepenuh hati karena sesuai dengan

    tujuan-tujuan NU.24

    Maksud perkumpulan NU ialah memegang teguh salah satu mazhab

    Imam empat, yaitu: pertama, Syafii kedua, Maliki ketiga, Hanafi keempat,

    Hanbali. Dan mengerjakan apa-apa yang menjadikan kemaslahatan untuk agama

    Islam.

    Untuk mencapai maksud itu, maka diadakan ikhtiar:

    a. Mengadakan perhubungan diantara ulama-ulama yang bermazhab tersebut

    diatas

    b. Memeriksa kitab-kitab sebelum dipakai untuk mengajar, supaya diketahui

    apakah kitab itu termasuk kitab-kitab Ahli Sunah Waljamaah atau kitab-

    kitab Ahli Bidah

    c. Menyiarkan agama Islam berasaskan pada mazhab tersebut diatas dengan

    jalan apapun yang baik

    d. Berikhtiar memperbanyak madrasah-madrasah yang berdasarkan agama

    Islam

    e. Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masjid-masjid, surau-

    surau dan pondok-pondok, begitu juga hal ihwalnya anak-anak yatim dan

    orang-orang fakir miskin

    f. Mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan

    dan perusahaan yang tidak dilarang oleh syariat agama Islam.25

    Demikianlah maksud dan tujuan NU sebagi tersebut dalam Anggaran

    Dasar Rumah Tangga tahun 1926 (yaitu sebelum menjadi partai politik).

    24

    Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama ,(Yogyakarta: LKiS 2001), cet 1, h. 46 25

    Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, cet. Ke-2 h.239-241

  • 23

    2. Pendidikan Islam padamasa K.H. Ahmad Dahlan

    Melihat peranan Islam dalam masyarakat desa, maka pemerintah Hindia

    Belanda menyadarai bahwa ternyata Islam merupakan agama yang membawa

    ancaman bagi kedudukannya. Tentu saja sebagai penguasa yang ingin

    mempertahankan kekuasaannya, maka pemerintah kolonial berkeinginan

    menciptakan stabilitas sosial pedesaan dan menghentikan kegiatan yang

    mencerminkan pelbagai bentuk keresahan sosial yang dipimpin oleh Islam.

    Untuk kepentingan tersebut maka pertama-tama yang dilakukan Belanda

    ialah melakukan pembatasan bagi jemaah haji. Pada tahun 1825 dikeluarkan

    ketentuan bahwa orang yang akan naik haji harus membayar kepada pemerintah

    kolonial sebanyak 100 gulden untuk dapat memperoleh surat izin berangkat.26

    Pelbagai peristiwa sejarah yang terjadi di Jawa telah menimbulkan

    lahirnya gerakan-gerakan yang mengarah ke corak kebangsaan. Pusaran

    kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905 telah mendorong bangsa terjajah

    di Asia untuk melihat kenyataan bahwa superioritas orang kulit putih terpatahkan

    oleh orang kulit berwarna; maka munculah organisasi-organisasi di Jawa. Pada

    tahun sekitar 1905 lahirlah jamiat al-khair di Jakarta yang bergerak untuk

    kepentingan sosial orang Arab dan Sumatera Barat, yang beberapa tahun

    kemudian memulai berkecimpung dalam dunia pendidikan. Kemudian muncul

    pula organisasi yang didirikan kaum terpelajar, seperti Budi Utomo (1908),

    Sarekat Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912) Dan lain-lainya.

    Sesungguhnya keadaan sosio-kultural dan politik yang ada di Jawa selama

    akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 telah mendorong tumbuhnya pemikiran

    baru pada pemimpin Islam untuk melakukan pembaharuan yang bersifat

    fundamental dan metodis. Hal itu tampak nyata dari mula berdirinya

    Muhammadiyah, yang diawali dengan gerakan-gerakan praktis dalam bidang

    keagamaan dan pendidikan.27

    Pemikiran Dahlan ini merupakan suatu pembaharuan pendidikan Islam

    dan pendidikan sekuler sesuai dengan tuntutan sosio-kultural Jawa yang harus

    26

    MT. Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta:Dunia Pustaka, 1987), h.

    66 27

    MT. Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, h. 73-74

  • 24

    menghadapi tantangan pengaruh sistem pendidikan Barat, sebagai salah satu

    kompleksitas masyarakat. Modernisme Dahlan dalam mencanangkan suatu

    integrasi gagasan-gagasan dan lembaga-lembaga modern dengan dijiwai syariat

    Islam, telah mendorong mengalirnya gagasan Barat dalam pendidikan, sedang

    sebagian yang lain sebagai usaha mengalirkan nilai Islam kesistem pendidikan

    model Barat. Dualisme ini merupakan hal yang baru pada waktu menjelang

    berdirinya Muhammadiyah, dan pemikiran pola gagasan pendidikan Dahlan itu

    sangat menarik anggota Budi Utomo. Akhirnya dua orang anggota organisasi ini,

    Mas Radji dan Raden Sosrosoegondo, mendesak Dahlan agar secepatnya

    merealisasi cita-cita tersebut. Demikianlah maka pada tahun 1911 Dahlan di

    tempat kediamannya, Kauman mendirikan sekolah agama yang menggunakan

    metode pendidikan Barat yang menggunakan kursi, bangku dalam bentuk klasikal.

    28

    Perkumpulan Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada

    tanggal 8 Zulhijah 1330 H. Atau 18 Nopember 1912 M. Berpusat di Yogyakarta.

    Maksud dan tujuannya ialah untuk menegakan dan menjunjung tinggi Agama

    Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

    Usaha untuk mencapai maksud dan tujuan itu ialah dengan:

    a. Mengadakan dakwah Islam

    b. Memajukan pendidikan dan pengajaran

    c. Menghidup-suburkan masyarakat tolong menolong

    d. Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf

    e. Mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda supaya kelak

    menjadi orang Islam yang berarti

    f. Berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya kehendak dan peraturan

    Islam berlaku dalam masyarakat.

    (Anggaran Dasar Muhammadiyah Desember 1950).

    28

    MT. Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, h. 114

  • 25

    Menurut keterangan tersebut, nyatalah bahwa Muhammadiyah

    mementingkan pendidikan dan pengajaran yang berdasarkan Islam, baik

    pendidikan di sekolah/madrasah atau pendidikan dalam masyarakat.29

    29

    Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, ke-2 h.268-269

  • 26

    BAB III

    BIOGRAFI K.H. HASYIM ASYARI DAN K.H. AHMAD DAHLAN

    A. K.H.HASYIM ASYARI

    1. Sejarah Ringkas K.H. Hasyim Asyari

    K.H.Hasyim Asyari nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim

    Asyari ibn Abd al-Halim. Karena peran dan prestasi yang dicapainya ia

    mempunyai banyak gelar, seperti pangeran Bona ibn Abd al-Rahman yang

    dikenal dengan Jaka Tingkir, Sultan Hadi Wijoyo ibn Abdullah ibn Abdul Aziz

    ibn Abd al-Fatih ibn Maulana Ishaq dari Raden Ain al-Yaqin yang disebut dengan

    Sunan Giri.1

    Ia lahir di Desa Gedang, Jombang Jawa Timur, pada hari selasa kliwon, 24

    Dzulqoidah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871, dan wafatpada

    tanggal 35 juli 1947 pukul 03.45 dini hari, bertepatan dengan tanggal 7 Ramadhan

    Tahun 1366 dalam usia 79 tahun.

    2. Latar Belakang Pendidikan K.H. Hasyim Asyari

    Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri,

    terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu al-Quran dan literatur agama lainnya.

    Setelah itu Ia melanjutkan pendidikannya pada berbagai pondok pesantren

    khususnya pada Pulau Jawa, seperti Pondok Pesantren Shona, Siwalan Buduran,

    Langitan, Tuban, Demangan, Bangkalan, dan Sidoarjo. Selama pondok Pesantren

    Sidoarjo, Kiai Yaqub yang memimpin Pondok Pesantren tersebut melihat

    1Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta:Raja

    Grapindo Persada 2005), h.113

  • 27

    kesungguhan dan kebaikan budi pekerti K.H. Hasyim Asyari, hingga ia

    menjodohkan dengan putrinya, Khadijah. Pada tahun 1892, tepatnya ketika

    Hasyim Asyari berusia 21 tahun menikah dengan Khadijah putri K.H. Yaqub.

    Setelah melangsungkan pernikahannya itu, K.H.Hasyim Asyari bersama

    istrinya segera melakukan ibadah haji ke tanah suci Makkah. Sekembalinya dari

    Makkah, K.H.Yaqub selaku mertuanya menganjurkan kepada K.H.Hasyim

    Asyari agar menuntut ilmu di Makkah. Hal ini terjadi karena didorong oleh

    keadaan pada waktu itu yang melihat ketinggian reputasi keilmuan seseorang

    ditandai oleh pengalamannya menimba ilmu ditanah suci Makkah selama

    bertahun-tahun. Seorang ulama belum dianggap cukup ilmunya bila belum

    menuntut ilmu ditanah suci Makkah.

    Di saat KH. Hasyim Asyari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah

    menetap tujuh bulan di Makkah, isterinya meninggal dunia pada waktu

    melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan.

    Sungguhpun demikian, hal ini tidak mematahkan semangat belajarnya untuk

    menuntut ilmu.2

    Dalam perjalanannya menuntut ilmu di Makkah itu, Hasyim Asyari

    berjumpa dengan beberapa tokoh yang kemudian dijadikannya sebagai guru-

    gurunya di Mekkah yang terkenal adalah sebagai berikut:

    a. Syeh Mahfuzh al-Tirmasi, putra Kiai Abdullah yang

    memimpinpesantren Tremas. Dikalangan para Kiai di Jawa, Syeh

    Mahfuzh lebih terkenal sebagai ahli hadits Bukhori. Dari gurunya ini,

    Hasyim Asyari mendapatkan ijazah untuk mengajar kitab Shahih

    Bukhori.

    b. Syaikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Syaikh Akhmad Khatib ini

    menantu Syaikh Shalih Kurdi, seorang hartawan yang mempunyai

    hubungan baik dengan pihak penguasa Mekkah

    2 Suwendi, Konsep Kependidikan KH. M Hasyim Asyari., (Jakarta: Lekdis, 2005), h. 16-17

  • 28

    c. KH. Hasyim Asyari berguru kepada sejumlah tokoh di Mekkah, yakni

    Syaikh al-Allamah Abdul Hamid Al-Darustani dan Syaikh Muhammad

    Syauaib al-Maghribi.

    Di antara ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh KH. Hasyim Asyari

    selama di Mekkah adalah ilmu Fiqih dengan konsentrasi mazhab SyafiI dan ilmu

    alat (nahwu, sharaf, mantiq, balaghah, dan lain-lain)

    Delapan tahun lamanya ia bermukim di tanah suci menuntut ilmu agama

    dan bahasa Arab. Kemudian ia kembali ke Indonesia. Dadanya telah penuh

    dengan Ilmu Agama, sehingga ia menjadi seorang kiyai (ulama besar). Kemudian

    ia membuka pesantren untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya, yaitu:

    Pesantren TebuIreng di Jombang.3

    Sebagai pemimpin pesantren, KH. Hasyim Asyri melakukan

    pengembangan institiusi pesantrennya, termasuk mengadakan pembaharuan

    sistem dan kurikulum belajar. Jika pada saat itu pesantren hanya mengembangkan

    sistem halaqah, maka KH. Hasyim Asyri memperkenalkan sistem belajar

    madrasah dan memasukkan kurikulum pendidikan umum, di samping pendidikan

    keagamaan. Patut diketahui bahwa sistem madrasah dan memasukan kurikulum

    pendidikan umum di dalam pesantren ini merupakan sesuatu yang relatif baru

    dalam dunia pendidikan pesantren pada saat itu. Sedangkan perannya sebagai

    pemimpin informal, KH. Hasyim Asyri memberikan bantuan pengobatan

    kepada masyarakat yang membutuhkan, termasuk juga kepada keturunan

    Belanda.4

    3. Karya-karya K.H. Hasyim Asyari

    a. Adab al-alim wa al-mutaalim fima yahtaj ilaihi al-mutaalim fi ahwal

    taalum wa ma yatawaqof alaih al-muallim fi maqomat talimih

    (akhlaq Guru dan Murid)5

    3 H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia., (Jakarta: Hidakarya

    Agung, 1979),cet ke-2 h. 234 4 Suwendi, Konsep Kependidikan KH. M Hasyim Asyari, h. 29-30

    5 Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama, (LKiS Yogyakarta, 2000), h. 41

  • 29

    b. Ziyadat taliqat, radda fiha manzhumat al-syaikh Abdul Allah bin

    Yasin al-fasurani allati bihujubiha ala ahl jamiyyah Nahdlatul al-

    Ulama.

    c. Al-tambihat al-wajibat liman yashna al-maulid al-munkarat.

    d. al-Risalat al-jamiat, sharh fiha ahwal al-mauta wa asyrath al-saat

    ma bayan mafhum al-sunah wa al-bidah.

    e. Al-Nur al-mubin fi mahabbah sayyid al-mursalin, bain fihi mana al-

    mahabbah Lirosul Allah wa ma yataallaq biha man ittibaiha wa ihya

    al-sunnatih.

    f. Hasyiyah ala fath al-Rahman bi syarh risalatt al-wali Ruslan li syaikh

    al-isl;am Zakariya al-Anshori.

    g. Al-Durr al-muntatsirah fi al-masail al-tisI asyrat, sharh fiha masalat

    al-thariqat wa al- wilayah wa ma yataallaq bihima minal-umur al-

    muhimmah li-ahl al-thariqah.

    h. al-Tibyan fi al-nahy an muqatiah al-ikhwan, bain fihahammiyat

    shilat al-rahim wa dharur qathiha.

    i. ar-risalat al-tauhidiyah, wahiya risalah shaghirah fi bayan aqidah ahl

    al-sunnah wa al-jamaah. al-qolaid fi bayan ma yajib min al-aqaid.

    4. Kontribusi pendidikan K.H. Hasyim Asyari terhadap masyarakat

    Banyak aktivitas yang dilakukan Hasyim Asyari dalam hubungannya

    dengan pendidikan Islam. Aktivitas Hasyim Asyari tersebut antara lain:

    a. Mengajar

    Mengajar merupakan profesi yang ditekuni Hasyim Asyari dari sejak

    kecil. Sejak masih di pondok pesantren ia sering dipercaya oleh gurunya

    menngajar santri-santri yang baru masuk. Bahkan, ketika di Makkah ia membantu

    ayahnya mengajar dipondok ayahnya, Pondok Nggedang.

    b. Mendirikan Pondok Pesantren

    Kehidupan Kiai Hasyim Asyari banyak tersita untuk membina santri-

    santrinya itu. Biasanya ia mengajar sejam sebelum dan sejam setelah shalat lima

    waktu. Ia terbiasa mengajar sampai larut malam. Pada bulan Ramadhan ia

  • 30

    mengajar hadis Bukhori dan Muslim yang diikuti oleh santri dari berbagai

    pesantren untuk mendapat ijazahnya. Demikianlah kerja rutin Hasyim Asyari.

    Seluruh waktunya untuk aktivitasnya agama dan ilmu.

    c. Mendirikan Organisasi

    Untuk berjuang untuk mewujudkan cita-citanya termasuk dalam bidang

    pendidikan, diperlukan adanya wadah berupa organisasi. Untuk tujuan tersebut,

    maka pada tahun 1926 ia bersama dengan K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan

    sejumlah ulama lainnya di Jawa Timur mendirikan Jamaah Nahdlatul Ulama

    (NU). Sejak awal berdirinya Hasym Asyari dipercaya memimpin organisasi itu

    sebagai Rois Akbar. Jabatan ini di pegangnya beberapa periode kepengurusan.

    Pada tahun 1930, dalam muktamar NU ke-3 Kiai Hasyim Asyari

    menyampaikan pokok-pokok pikiran mengenai organisasi NU. Pokok-pokok

    pikiran inilah yang kemudian dikenal dengan qonun asasi (Undang-undang dasar

    Jamiah NU). Intisari dari qonun asasi itu mencakup: (1) Latar belakang berdirinya

    Jamiah NU, (2) hakikat dan jati diri NU, (3)potensi umat yang diharapkan akan

    menjadi pendukung NU, (4) perlunya ulama bersatu (ijtihad), saling mengenal

    (taaruf), rukun bersatu (ittihad), dan saling mengasihi satu sama lain (taaluf)

    didalam satu wadah yang dinamakan NU, dan (5) keharusan warga NU bertaqlid

    pada salah satu madzhab yang empat.6

    B. K.H. AHMAD DAHLAN

    1. Sejarah Ringkas K.H. Ahmad Dahlan

    K.H. Ahmad Dahlan lahir dikampung kauman, Yogyakarta, pada tahun

    1868 M dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya adalah K.H. Abu Bakar,

    seorang khatib Masjid besar kesultanan Yogyakarta. Ibunya bernama siti Aminah,

    putri K.H. Ibrahim, penghulu kesultanan Yogyakarta.7

    Silsilah keturunannya adalah sebagai berikut: Muhammad Darwis putra H.

    Abu Bakar, putra K.H. Muhammad Sulaiman, putra Kyai Murtadla, putra Kyai

    Ilyas, putra Demang Jurang Juru Kapindo, putra Demang Jurang Juru Sapisan,

    6 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, h. 121-123.

    7 H. Suja, Muhammadiyah dan Pendirinyaa, cet. Ke-2, h. 6.

  • 31

    putra Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribik, putra Maulana Fadlullah, putra

    Maulana Ainul Yaqin , putra Maulana Ishaq dan putra Maulana Ibrahim.

    Dengan terdapatnya nama Maulana Ibrahim dalam garis keturunan

    Muhammad Darwis, dapat dikatakan bahwa Darwis lahir dalam suatu lingkungan

    keislaman yang kukuh, mengingat peranan Maulana Ibrahim sebagai salah satu

    Wali Sanga, sangat besar dalam Islamisasi di pulau Jawa.

    Kampung Kauman sebagai tempat kelahiran dan tempat Muhammad

    Darwis dibesarkan dengan demikian merupakan lingkungan keagamaan yang

    sangat kuat, yang berpengaruh besar terhadap perjalanan hidup Muhammad

    Darwis di kemudian hari. Kauman kemudian secara popular menjadi nama dari

    setiap daerah yang berdekatan letaknya dengan Masjid.

    Kauman berasal dari kata bahasa Arab qoum. Istilah ini mengandung

    makna pejabat keagamaan atau abdi dalem santri. Kampong tempat masjid itu

    diberi nama kauman karena daerah itu merupakan para abdi dalem santri dan

    ulama yang bertugas memelihara Masjid itu.8

    Kauman berkembang bersama fungsinya masjid Agung kesultanan

    Yogyakarta. Secara operasional fungsi masjid dikelola oleh para ulama yang

    diberi wewenang sultan untuk memeliharanya dan untuk mudahnya

    melaksanakan tugas mereka maka dibangunlah tempat tinggal disekitar masjid.

    Karena para ulama tersebut merupakan keluarga pertama yang bermukim di

    kauman. Hubungan pertalian dan keluarga antar para ulama semakin erat karena

    perkawinan diantara anak-anak mereka, mereka itu saling berbesan, sehingga

    penghuni kauman terus berkembang bersama berkembangnya pertalian keluarga.

    Di kampung kauman sendiri terdapat suatu usaha pengrajin batik yang sangat

    maju. Akibat dari majunya usaha batik, maka daerah itu menjadi sangat makmur,

    sehingga kampong kauman merupakan daerah padat penduduk yang makmur.

    Akibat dari pembentukan kehidupan sosial daerah kauman, serta

    kemakmuran ekonomi dan ketinggian martabat karena jabatan, maka kauman

    berkembang sebagai suatu perkampungan yang tertutup dari luar dengan batas-

    8 Weinata Sairin Mth., Gerakan Pembaruan Muhammadiyah, (Jakarta, P;ustaka Sinar

    Harapan, 1995), Cet. Ke-1, h. 38.

  • 32

    batastata nilai yang khusus yaitu ketaatan yang tinggi terhadap keyakinan

    beragama, dan secara fisik daerah tersebut dibatasi oleh pagar-pagar tembok atau

    bangunan permanen yang yang memisahkannya dengan daerah luar.

    Muhammad Darwis dibesarkan dalam lingkungan masyarakat kauman,

    karena itu ia sangat dipengaruhi oleh tradisi social daerah tersebut. Pengaruh itu

    Nampak dari kebiasan-kebiasannya yang ulet dalam memperdalam pengetahuan

    keagamaan sejak mulanya. Hal ini dimulai dari pendidikan yang ditempuh serta

    anggapan yang melatarbelakangi pendidikan tersebut.

    Di masyarakat kauman khususnya ada pendapat umum bahwa barang

    siapa yang memasuki sekolah gubernur dianggap kafir atau Kristen. Anggapan ini

    sesungguhnya bukan hanya dilandasi oleh pola fikir apriori yan menggambarkan

    kebencian terhadap penjajah melainkan pula dilandasi oleh kesadaran bahwa

    penjajah Belanda adalah musuh umat Islam daerah kesultanan Yogyakarta.

    Karena tu, maka dapat dipahami bahwa prasangka terhadap model-model

    kehidupan yang berkaitan dengan system kehidupan penjajah dianggap sebagai

    suatu sikap kompromi dengan bagian dari identitas penjajah, termasuk dalam

    system pendidikan.9 Oleh karena itu, ketika menginjak usia sekolah, Muhammad

    Darwis tidak disekolahkan melainkan diasuh dan dididik mengaji Al-Quran dan

    dasar-dasar ilmu Agama Islam oleh Ayahnya sendiri di rumah. Pada usia delapan

    tahun ia telah lancer membaca Al-Quran hingga khatam.

    2. Latar belakang pendidikan K.H. Ahmad Dahlan

    Muhammad Darwis dalam mengecap pendidikan tidak secara formal,

    bahkan Muhammad Darwis tidak menuntut ilmu dalam system pendidikan

    colonial namun tidak berarti Darwis tidak menuntut pengetahuan. Sebagai

    alternative, oleh ayahnya ia dididik sendiri melalui cara pengajian, yaitu

    pendidikan dasar keagamaan yang diberikan secara individual dengan menirukan

    kalimat-kalimat atau bacaan yang diajarkan oleh ayahnya.

    Pada abad ke-19 memang berkembang suatu tradisi mengirim anak kepada

    guru untuk menuntut ilmu. Pada masa itu menurut Steenbrink ada lima kategori

    9 MT. Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta:Dunia Pustaka, 1987), h.

    77.

  • 33

    guru: guru ngaji Al-Quran, guru kitab, guru tarekat, guru ilmu gaib dan guru

    yang tidak menetap disuatu tempat.10

    Dari kelima kategori tersebut Darwis belajar

    Al-Quran kepada ayahnya sendiri, sedang ia mengaji kitab kepada guru yang lain

    seperti ia belajar fiqih (hukum Islam) kepada K.H. Muhammad Shaleh, dan

    Nahwu (sintaksis bahasa Arab) kepada K.H. Muhsin. Keduanya adalah kakak Ipar

    Muhammad Darwis sendiri. Ia juga berguru kepada K.H. Muhammad Nur, dan

    K.H. Abdul Hamid dalam berbagai ilmu.

    Dengan mempelajari ilmu-ilmu tersebut maka Darwis telah memasuki

    suatu system pendidikan Islam tradisional yang berlangsung pada zaman itu, dan

    dengan demikian maka dasar-dasr pemikiran keilmuan yang sesuai dengan system

    pengetahuan tersebut telah dikuasai.

    Pada tahun 1889 M, ia dikawinkan dengan siti Walidah, putri dari K.H.

    Muhammad Fadil, kepala penghulu kesultanan Yogyakarta. Jadi siti Walidah itu

    masih sepupu Muhammad Darwis.11

    Dari pernikahannya ini Muhammad Darwis

    memperoleh empat orang putra dan dua orang putri. Walaupun Muhammad

    Darwis pernah menikah dengan empat wanita lainnya yaitu Nyai Abdullah, Nyai

    Rum, Nyai Aisiyah, dan Nyai Solihah, namun pernikahannya dengan siti Walidah

    inilah yang paling lama, bahkan siti Walidah menjadi pendamping Muhammad

    Darwis hingga wafat

    Beberapa bulan setelah pernikahannya, atas anjuran ayah bundanya,

    Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji. Ia tiba di Makkah pada bulan Rajab

    1308 H / 1890 M. setelah menunaikan umrah ia bersilaturahmi dengan para ulama

    Indonesia maupun Arab yang telah dipesankan ayahnya. Ia juga rajin belajar

    menambah ilmu, antara lain kepada K.H. Mahfudz Termas, K.H. Nahrowi

    Banyumas, K.H. Muhammad Nawawi Banten, dan juga kepada para ulama Arab

    di Masjidil Haram. Ia juga mendatangi ulama mazhab SyafiI Bakri Syata, dan

    mendapat ijazah dengan nama Ahmad Dahlan. Setelah musim haji selesai ia

    pulang, dan tiba di Yogyakarta pada minggu pertama bulan Sapar 1309 H / 1891

    M. selain berganti nama ia juga mendapat tambahan ilmu. Muhammad Darwis

    10

    MT. Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, h. 78. 11

    Yunus Salam, Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan, Amal dan Perjuangannya, (Jakarta,

    Depot Pengajaran Muhammadiyah, 1968), h. 5.

  • 34

    lalu membantu ayahnya mengajar santri-santri remaja. Akhirnya juga dipercaya

    mengajar para santri dewasa maupun tua, dan kemudian mendapat sebutan

    sebagai K.H. Ahmad Dahlan.12

    Ahmad Dahlan pada masa itu disebut sebagai kyai sekaligus sebagai

    ulama. Yaitu orang yang saleh dan menekuni serta memiliki wawasan keilmuan

    tentang agama Islam. Istilah tersebut searti dengan istilah intelektual. Karena ilmu

    yang berkaitan dengan agama Islam sangat luas, maka biasanya para kyai

    mempunyai kesenangan atau mempunyai minat untuk mendalami salah satu dari

    beberapa cabang ilmu. Tatkala bermukim di Makkah, Dahlan tertarik untuk

    mendalami ilmu falaq. Itulah sebabnya masyarakat mengenal Dahlan sebagai

    ulama falaq.

    Pada tahun 1896 M, K.H. Abu Bakar wafat. Jabatan khotib Masjid besar

    oleh kesultanan Yogyakarta lalu dilimpahkan kepada K.H. Ahmad Dahlan dengan

    gelar Khatib Amin, yang diberi tugas:

    a. Khutbah Jumat saling berganti dengan kawannya delapan orang khatib.

    b. Piket diserambi masjid dengan kawannya enam orang sekali dalam

    seminggu.

    c. Menjadi dewan Agama Islam Kraton.

    Semua tugas yang dilimpahkan kepadanya dijalankan dengan baik. Pada

    kesempatan tersebut ia menggunakan waktunya untuk menyalurkan ilmunya

    dalam setiap tugas piketnya. Para petugas piket yang lain tidak menggunakan

    waktu untuk mendakwahkan agama Islam. Padahal sepanjang hari banyak orang

    yang datang dan beristirahat diserambi masjid besar. Mereka itu kebanyakan

    bukan umat yang dapat mengaji di surau-surau karena desakan ekonomi. Khatib

    Amin tekun dan sabar memberikan pelajaran Islam kepada mereka, dengan

    berbagai ajaran Islam yang menyentuh kehidupan sehari-hari.

    Pekerjaan K.H. Ahmad Dahlan sebagai Khatib Masjid besar tidak banyak

    menyita waktu. Giliran khutbahnya rata-rata dua bulan sekali, dan piketnya di

    serambi Masjid besar itu hanya sekali dalam seminggu. Ia mendapat gaji tujuh

    gulden sebulannya. Ia juga berdagang batik ke kota-kota di Jawa. Ia pernah diberi

    12

    H. Suja, Muhammadiyah dan Pendirinya, op. cit., h. 2-4.

  • 35

    modal untuk berdagang oleh orang tuanya, namun sebagian uangnya dibelanjakan

    untuk membeli kitab-kitab Islam. Dalam perjalanan dagangnya tersebut ia lalu

    singgah bersilaturahmi dengan para alim setempat, membicarakan perihal agama

    Islam dan masyarakatnya. Ada yang sepikiran, ada pula yang berlainan.

    Perjalanan demikian di maksudkan untuk mempelajari sebabnya kemunduran

    kaum muslimin dan bagaimana upaya mengatasinya.

    3. Karya-karya K.H. Ahmad Dahlan

    Karya-karya K.H. Ahmad Dahlan mencakup ketujuh belas ayat al-Quran

    dalam bangunan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan ini menyemangati dan

    menginisasikan perjuangan Muhammadiayah; menjadi pedoman pendiri dan para

    pengikut Muhammadiyah, lalu diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.

    Ajaran-ajaran K.H. Ahmad Dahlan dipandang sebagai benih dan menjadi lentera

    pengembangan pendidikan dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah. Semangat

    ini selalu dihidupkan oleh warga Muhammadiyah diwariskan dari generasi ke

    generasi, agar tidak berhenti memperjuangkan dunia pendidikan yang bersendikan

    kepada al-Quran, sunnah Rasulullah, kebangsaan, keilmuan, dan keindonesiaan.

    Kelompok Ayat 1.

    Membersihkan hati takutlah menjadi hawa nafsunya sebagi

    sesembahannya? QS al-Jatsiyah: ayat 23, cinta kepada selain Allah itu sama

    dengan mencintai Allah ketimbang yang lain QS at-Taubah ayat 24 dan al-

    Baqarah ayat 165. Hawa nafsu ibarat berhala musyrik karena menyesatkan,

    membuatnya tidak suka berfikir kebenaran, akibatnya membahayakan baginya.

    Maka tafakkur,muhasabah, muraqabah, dan hanya tunduk kepada al-Quran dan

    sunnah Rasul, bertakwa kepada Allah, membuang semua kebiasan buruk berupa

    amalan, keinginan, perasaan, kepercayaan, pendapat, dan semua yang ada di hati

    merupakan jalan membersuhkan jiwa dan melawan hawa nafsu.13

    Kelompok Ayat 2

    13

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI Uhamka,

    2009). Cet 1. h. 441-442

  • 36

    Menggempur hawa nafsu mencintai harta benda QS al-Fajr ayat 17-23,

    agar siapapun memikirkan akibat yang akan diterima di hadapan Allah bila

    manusia lupa menjalankan perintah surat al-Maun.

    Kelompok Ayat 3

    Orang yang mendustakan agama. Sebelumnya dijelaskan cara mempelajari

    al-Quran. Menurut K.H. Ahmad Dahlan, dimulai membaca satu, dua, tiga ayat

    dengan benar, memahami artinya satu demi satu, lalu memahami tafsir dan

    keterangan-keterangan didalamnya, mendalami makna yang tersurat-tersirat. Bila

    isinya berupa larangan, sesegera mungkin ditinggalkan. Bila di dapati perintah

    wajib, sesegera mungkin dilaksanakan sungguh-sungguh.

    Orang yang mendustakan agama adalah orang yang menghambakan hawa nafsu,

    mencintai harta benda berlebihan, tidak memperhatikan nasib anak yatim dan

    enggan membantu orang miskin. Orang itu akan dimasukkan ke neraka, walaupun

    telah mengaku melaksanakan shalat dengan baik, QA al-Maun ayat 1-7.14

    Kelompok ayat 4

    Beragama lurus kepada Allah sebagai kecenderungan ruhani untuk

    berpaling meninggalkan nafsu, menjadi suci, bersatu dari tawanan benda-benda,

    naik ketingkat kesempurnaan ruhani. Jiwanya menghadap Allah dan berpaling

    dari yang lainnya, bersih tanpa terpengaruh apapun hanya tertuju kepada Allah.15

    Kelompok ayat 5

    Pembebasan kemiskinan penderitaan, diskriminasi. Ayat ini

    menggoncangkan hati K.H. Ahmad Dahlan untuk melakukan perubahan besar

    dalam dirinya, sekaligus mengorbankan hartanya untuk perubahan besar dalam

    dirinya, sekaligus mengorbankan hartanya untuk perubahan dan pembaharuan.

    Harta bisa menjadi fitnah atau batu ujian dalam kehidupan dunia akhirat, bisa

    14

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 441-442 15

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 442

  • 37

    menjadi perusak agama, akhlak pribadi, runah tangga, masyarakat dan Negara.

    Harta juga bisa menimbulkan kebaikan dan alat untuk mencapai kebahagiaan.16

    Kelompok ayat 6

    Surat al-Ashr dianggap sangat penting diajarkan sampai 7 bulan kepada

    kaum laki-laki tiap jam. 07.00 pagi kepada Aisyiyah jam 08.00 pagi, setelah

    dzuhur kepada para pemudi. Mereka disuruh menulis dan menghapalkannya.

    Isinya secara umum adalah pandai mengatur waktu dengan benar, dimulai dengan

    memperhatikan waktu sebagai awal dan akhir pekerjaan agar manusia dapat

    mencari kenikmatan dunia akhirat.17

    Kelompok ayat 7

    Iman, Islam dengan benar, bebas dari syirik, bidah, dan khurafat. Iman

    akan diuji, iman dihanti mempengaruhi perasaan pikiran, kemauan serta sifat-sifat

    utama: melimpahkan budi luhur, mendorong berani berkurban jiwa raga harta

    membela agama Allah. Orang mukmin harus sabar, teguh, kuat menerima ujian

    dan cobaan.18

    Kelompok ayat 8

    Beramal shaleh, senantiasa memperhatikan hidup dalam iman, Islam dan

    ihsan.19

    Kelompok ayat 9

    Saling menasihati dalam kebenaran, QS al-Ashr ayat 1-3, bagian-bagian

    pentung dalam dirinya, bersama lingkungannya, dan sesamanya. Saling

    menasehati dalam kebenaran ini diartikan sebagai upaya untuk melakukan kritik

    yang konstruktif, bukan untuk mencari kesalahan orang lain, dalam usaha

    16

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 447 17

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 448 18

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 449 19

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 450

  • 38

    memperbaiki kehidupan, agar manusia tidak tersesat, dan membahayakan bagi

    kehidupan manusia, individual maupun kolektif.20

    Kelompok ayat 10

    Wasiat kepada kesabaran disamping iman dan amal shaleh selama tujuh

    buah surat al-Ashr ini dibacakan oleh K.H. Ahmad Dahlan dalam setiap

    pertemuan dengan siapapun.21

    Kelompok ayat 11

    Berjihad dengan harta benda dan jiwa demi kemerdekaan Indonesia dari

    penjajahan, penindasan, kebodohan dan kemerosotan moral. Jihad adalah

    perjuangan meraih sukses hidup di dunia-akhirat dengan selalu menguji kesabaran

    dan pahit getirnya perjuangan. Perjuangan yang sungguh-sungguh belum tentu

    berhasil, dilakukan tanpa henti, simultan apalagi bila tanpa adanya upaya

    secukupnya. Oleh karena itu, jihad dalam hal ini bila tidak seluruhnya dibenarkan,

    sekali waktu juga harus dengan menggunakan jiwa raga dan persenjataan bila

    perlu.22

    Kelompok ayat 12

    Masuk dan berada dalam Islam secara penuh. Penyerahan total manusia

    kepada Allah itu menjadi syarat mutlak bagi kehidupan umat beragama secara

    mutlak seperti yang telah dilakukan nabi Ibrahim, Muhammad dan para sahabat

    besar terdahulu.23

    Kelompok ayat 13

    Berbuat kebajikan kepada seluruh isi alam. Berbuat kebajikan, al-birr,

    berarti iman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab, dan beberapa nabi. Al-Birr,

    juga berarti memberikan harta yang dicintainya kepada sanak kerabat, anak yatim,

    20

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 452 21

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 454 22

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 455 23

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 457

  • 39

    fakir miskin, ibn sabil para peminta-minta, pembebasa budak. Mendirikan shalat,

    membayar zakat, menepati janji, sabar dan lapang dada dari kesempitan.24

    Kelompok ayat 14

    Perbuatan manusia diikuti oleh balasan kebajikan maupun keburukan

    diakherat, al-Qariah, ketika dimaknai hari kiamat memberikan konteks bahwa

    di ujung kehidupan dunia ini ada lagi kehidupan dunia ini ada lagi kehidupan

    yang abadi sebagai tempat menerima sebagai tempat menerima upah kebajikan

    maupun keburukan ketika hidup di dunia.25

    Kelompok ayat 15

    Beramal merupakan kelanjutan dari perbuatan lisan dan pemahaman.

    Pemahaman tentang kebenaran, termasuk iman, dimulai dari kesadaran diri

    sehubungan dengan perintah-perintah Allah yang harus dikerjakan dan larangan-

    larangan Allah yang harus ditinggalkan.26

    Kelompok ayat 16

    Menjaga diri dari api neraka, tidak boleh lupa melaksanakan kewajiban

    dan meninggalkan laranganya baru menyuruh orang lain. Jika hanya pandai

    menyuruh tanpa bisa melaksanakannya sendiri, sebenarnya ia lupa diri mengikuti

    kesenangan duniawi dan hawa nafsu.27

    Kelompok ayat 17

    Surat al-Hadid ayat 16. Sudah waktunya mengingat Allah dengan khusyu

    dalam dzikir, fakir, dan tindakan K.H. Ahmad Dahlan terbebani dengan

    pertanyaan-pertanyan yang diajukan oleh al-Quran tersebut dan dicoba dengan

    menjatuhi zaman yang terjadi saat beliau hidup.28

    24

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 458 25

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 458-459 26

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 459 27

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 460 28

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 1. h. 461

  • 40

    4. Kontribusi pendidikan K.H. Ahmad Dahlan terhadap masyarakat

    Banyak aktivitas yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan dalam hubungannya

    dengan pendidikan Islam. Aktivitas K.H. Ahmad Dahlan tersebut antara lain:

    1. Mengubah dan membetulkan arah kiblat yang tidak tepat menurut

    mestinya.

    Umumnya masjid-masjid dan langgar-langgar di Yogyakarta menghadap

    Timur dan orang-orang shalat menghadap kearah Barat lurus. Padahal kiblat yang

    sebenarnya menuju kabah dari tanah Jawa haruslah miring ke Utara kurang-lebih

    24 derajat dari sebelah Barat. Berdasarkan ilmu pengetahuan tentang ilmu falak

    itu. Orang tidak boleh menghadap kiblat menuju barat lurus, melainkan harus

    miring ke Utara kurang-lebih 24 derajat. Oleh sebab itu, K.H. Ahmad Dahlan

    mengubah bangunan pesantrennya sendiri, supaya menuju kearah kiblat yang

    betul. Perubahan yang diadakan oleh K.H. Ahmad Dahlan itu mendapat

    tanmtangan keras dari pembesar-pembesar masjid dan kekuasaan kerajaan.

    2. Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam dengan populer bukan saja

    di pesantren.

    Melainkan ia pergi ketempat-tempat lain dan mendatangi berbagai

    golongan. Bahkan dapat dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan adalah bapak

    Mubalig Islam di Jawa Tengah. Sebagaimana Syekh M. Jamil Jambek sebagai

    bapak Mubaligh di Sumatera Tengah.29

    3. Membebaskan masyarakat Islam dari khurafat, bidah, dan tahayul

    K.H. Ahmad Dahlan hidup pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

    Zaman itu merupakan zaman peralihan artinya, kebiasan hidup pada abad ke-19

    yang sudah berlalu, ternyata masih berlaku. Pandangan dan kebiasaan pada abad

    29

    Hamdani Ihsan dan H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka

    Setia 2007). H. 276

  • 41

    ke-20 yang merupakan zaman baru, sudah mulai tampak dan berkembang dalam

    masyarakat.30

    Pada tahun 1902, ketika K.H. Ahmad Dahlan berusia 34 tahun, ia

    berangkat untuk kedua kalinya ke Makkah. Ketika itu beliau hanya bermukim dua

    tahun. Tetapi, waktu pendek itu beliau pergunakan dengan secermat-cermatnya.

    Kepergiannya ke Tanah Suci itu untuk memperkuat pendiriannya dalam

    pembaharuan pengalaman agama Islam.\Diyakini, bahwa selama tinggalnya di

    kota suci Makkah itulah Ahmad Dahlan bertemu dengan ide-ide pembaruan Islam

    yang dipelopori Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.31

    Pada tahun 1904 K.H. Ahmad Dahlan pulang ketanah air. Hati dan

    pikirannya penuh semangat untuk segera membebaskan masyarakat Islam

    Indonesia dari berbagai hambatan, seperti kebekuan, kemandekan, dan

    kemunduran yang merugikan. 32

    4. Mengajar

    K.H. Ahmad Dahlan mendirikan persyerikatan Muhammadiyah secara

    bertahap dan berencana. Mula-mula K.H. Ahmad Dahlan mempraktikan dahulu

    apa yang selalu dikemukakannya. K.H. Ahmad Dahlan selalu menganjurkan agar

    pengajaran agama meninggalkan cara lama dan memulai cara baru dan para Kiai

    giat mendatangi murid dan tidak hanya menunggu datangnya santri di pesantren

    atau suraunya. K.H. Ahmad Dahlan memberi contoh langsung mengajar dasar

    agama Islam diberbagai sekolah negeri, seperti Sekolah Guru (Kweekschool) di

    Jetis, Yogyakarta, dan sekolah Pamong Praja atau Osvia (Opleiding School Voor

    Inlandsche Ambtenaren).

    30

    Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutoyo, K.H. Ahmad Dahlan Riwayat Hidup dan

    Perjuangan,(Jakarta: Mutiara Sumber Widya 1999), h. 14 31

    Abuddin Nata,Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: Raja

    Grapindo Persada) h. 99 32

    Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutoyo , K.H. Ahmad Dahlan Riwayat Hidup dan

    Perjuangan, h. 37

  • 42

    K.H. Ahmad Dahlan sengaja mengajar para pemuda dan terutama para

    pelajar karena mereka di masa depan akan menjadi pemimpin bangsa.33

    5. Mendirikan Organisasi

    Dalam membahas gerakan pembaruan pendidikan Islam di Jawa dan

    Indonesia pada umumnya, gagasan utama K.H. Ahmad Dahlan tidak dapat

    dipisahkan dari motivasi didirikannya Muhammadiyah, terutama dengan gagasan

    pembaruan organisasi tersebut. Dalam usaha yang dilakukan Dahlan untuk

    memasukan pendidikan keagamaan kedalam sekolah sekuler Barat bersamaan

    dengan usaahanya memasukan materi pengajaran umum ke pesantren serta

    usahanya untuk merintis lembaga pendidikan madrasah. Melalui usaha-usahanya

    itu Dahlan mencita-citakan terbentuknya integrasi aqidah dan intelektual dalam

    diri anak didik.

    Gagasan pembaruan Pendidikan Dahlan itu erat kaitanya dengan gagasan

    Muhammadiyah yang lahir dari persoalan adanya kenyataan tentang problematika

    pendidikan di kalangan orang pribumi yaitu terjadinya keterbelakangan

    pendidikan yang akut karena adanya dualisme model pendidikan yang masing-

    masing memiliki akar dan kepribadian yang bertolak belakang. Di satu pihak,

    pendidikan Islam yang berpusat di pesantren mengalami kemunduran karena

    terisolasi dari perkembangan pengetahuan dan perkembangan masyarakat modern,

    di pihak lain sekolah model Barat bersifat sekuler dan a-nasional, mengancam

    kehidupan batin para pemuda pribumi karena di jauhkan dari agama dan budaya

    negerinya.

    Melihat kenyataan itu Dahlan berusaha untuk melakukan reformulasi

    gagasan tentang pendidikan dan melakukan reformulasi teknik dalam bidang

    pendidikan. Keinginan Dahlan dalam bidang pendidikan berkembang selama

    mengajar di pondoknya setelah pulang dari Makkah pada tahun 1905, kemudian

    di dorong dengan berdirinya organisasi Muhammadiyah. Gagasan Dahlan tentang

    pembaruan bidang pendidikan sangat didorong oleh ajaran agama. Sebagaimana

    33

    Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutoyo, K.H. Ahmad Dahlan Riwayat Hidup dan

    Perjuangan, h. 41

  • 43

    telah kita ketahui, ayat Al-Quran yang pertama kali diwahyukan Allah kepada

    Muhammad dimulai dengan kata Iqra, yang artinya bacalah.34

    Upaya mewujudkan visi, misi dan tujuan pendidikan sebagaimana tersebut

    diatas dilaksanakanlah lebih lanjut melalui organisasi Muhammadiyah yang

    didirikannya. Salah satu program unggulan organisasi ini adalah bidang

    pendidikan.35

    Dari sudut pandang keagamaan sesungguhnya pendirian Muhammadiyah

    yang dipetik dari gagasan asli Dahlan adalah:

    1. Pendidikan Moral/ akhlaq, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter

    manusia yang baik berdasarkan Al-Quran dan Sunnah

    2. Pendidikan individual, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan

    kesadaran individual yang utuh, yang berkesimbangan antara

    perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelektual,

    antara perasaan dengan akal fikiran, serta antara dunia dengan akhirat.

    3. Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan

    kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.36

    Ada beberapa hal yang melatarbelakangi K.H. Ahmad Dahlan mendirikan

    Muhammadiyah ini:

    1. Umat Islam tidak memegang tuntunan Al-Quran dan hadits sehingga

    menyebabkan perbuatan syirik, bidah, khurafat semakin merajalela

    serta mencemarkan kemurnian ajarannya.

    2. Keadaan umat Islam sangat menyedihkan akibat penjajahan

    3. Kegagalan institusi pendidikan Islam untuk memenuhi tuntutan

    kemajuan zaman merupakan akibat dari mengisolasi diri

    4. Persatuan dan kesatuan umat Islam sebagai akibat lemahnya organisasi

    Islam yang ada

    5. Munculnya tantangan dari kegiatan misi Zending yang dianggap mengancam

    masa depan umat Islam.37

    34

    Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta, Departemen Agama RI, I982), h. 359. 35

    Abuddin Nata,Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja

    Grapindo Persada) h. 103 36

    MT Arifin, Gagasan Pembaruan Muhammadiyah, op. cit. h. 205-206. 37

    Hasbullah, dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:Raja Grafindo Persada). Edisi revisi

    h. 270-271

  • 44

    BAB IV

    PERBANDINGAN KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT K.H.

    HASYIM ASYARI DAN K.H. AHMAD DAHLAN

    A. Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Ahmad

    Dahlan

    1. Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim Asyari

    Pemikiran kependidikan seseorang atau suatu aliran dipengaruhi secara

    kuat oleh pandangannya tentang manusia. Meskipun semua pemikir atau semua

    aliran mengakui peranan sentral manusia dalam proses pendidikan, tetapi satu

    sama lain cenderung memperlihatkan perbedaan dalam memandang siapakah

    manusia itu. Atas dasar pandangan masing-masing mengenai aspek yang satu ini,

    setiap pemikiran kemudian memberikan tekanan dan corak yang berbeda pula

    dalam memandang dan merumuskan aspek-aspek lain dalam pendidikan,

    termasuk aspek peserta didik.1 Untuk berusaha menjawab asumsi diatas ternyata

    yang ditemukan dalam konsep K.H. Hasyim Asyari adalah sama-sama

    menyajikan tentang Ulama. Mereka sama-sama berpendapat bahwa ulama sebagai

    simbol manusia secara umum dijadikan tipologi makhluk terbaik (khair al-

    bariyyah), sehingga derajatnya setingkat lebih rendah di bawah nabi. Alasan yang

    1 Suwendi, Konsep Kependidikan KH. M Hasyim Asyari., (Jakarta: Lekdis, 2005), h. 60-

    61

  • 45

    paling mendasar adalah karena ulama sangat dekat (taqwa) dan yang paling takut

    (khasyyah) kepada Allah SWT. Selain itu, K.H. Hasyim Asyari memaparkan

    tingginya penuntut ilmu dan ulama dengan mengetengahkan dalil bahwa Allah

    mengangkat derajat orang yang berilmu dan beriman.2

    Pemikiran pendidikan K.H. Hasyim Asyari dapat dimasukan kedalam

    garis mazhab Syafiiyyah. Bukti kuat untuk menunjukan hal itu adalah K.H.

    Hasyim Asyari sering kali mengutip tokoh-tokoh Syafiiyyah, ternasuk imam

    Syafii sendiri, ketimbang tokoh-tokoh mazhab lain. Menurut Abd al- Muidz

    Khan, dengan mengungkapkan ide-ide tokoh mazhab yang dianutnya, hampir

    dapat dipastikan itu memberi pengaruh terhadap pemikiran kependidikannya.3

    Bagi K.H. Hasyim Asyari, keterpengaruhan dirinya terhadap tokoh-tokoh

    mazhab Syafiiyyah agaknya dimungkinkan oleh faktor pengalaman pendidikan,

    terutama sebelum keberangkatannya ke Makkah. Sebagaimana tergambarkan

    didalam biografi K.H. Hasyim Asyari, ia pada mulanya memperoleh pendidikan

    keagamaan dari ayahnya, Abd al-Wahid, dan beberapa kyai pesantren di Jawa.

    Beberapa kyai itu merupakan penganut mazhab Syafii. Dengan demikian, K.H.

    Hasyim Asyari menganut mazhab Syafiiyah itu sangat dimungkinkan.

    Kecenderungan lain dalam pemikiran K.H. Hasyim Asyari adalah

    mengetengahkan nilai-nilai estetika yang bernafaskan sufistik. Kecendrungan

    kedua tokoh ini dapat terbaca dalam gagasannya, misalnya dalam tujuan menuntut

    ilmu dan aspek lainnya. Untuk sekedar meyakinkan hal itu dapat dikemukakan

    bahwa bagi k.H. Hasyim Asyari, keutamaan ilmu yang sangat istimewa adalah

    bagi orang yang benar-benar Lillahi Taala. Kemudian, ilmu dapat diraih jika jiwa

    orang yang mencari ilmu tersebut suci dan bersih dari segala sifat yang jahat dan

    aspek-aspek keduniawian.

    Kecendrungan ini merupakan wacana umum bagi literatur-literatur kitab

    kuning yang tidak bisa dihindari dari persoalan-persoalan sufistik yang secara

    umum merupakan bentuk replikasi atas prinsip-prinsip sufisme al-Ghazali.

    2 Suwendi, Konsep Kependidikan KH. M Hasyim Asyari, h. 65-66

    3 Suwendi, Konsep Kependidikan KH. M Hasyim Asyari, h. 60-61

  • 46

    Terbukti bahwa konsep-konsep yang ditawarkan al-Ghazali terutama dalam

    karyanya, Ihya Ulum al-Din. 4

    Bagi K.H. asyim Asyari, ilmu pengetahuan itu lebih ditekankan pada

    klasifikasi ilm fardlu ain. Yang menurutnya terbagi ke dalam empat macam.

    Pertama, ilmu pengetahuan dzatiyah ketuhanan, yakni suatu ilmu pengetahuan

    yang mampu meyakinkan bahwa Allah itu ada (maujud), dahulu (qadim), dan

    kekal (baqi). Kedua, ilmu pengetahuan shifatiyah ketuhanan, suatu ilmu

    pengetahuan yang mampu meyakinkan bahwa Allah itu berkuasa (qudrah),

    berkehendak (iradah), mengetahui (ilm), hidup (hayat), mendengar (sama),

    melihat (bashar), dan bicara (kalam). Ketiga, ilmu pengetahuan fiqh, yaitu ilmu

    pengetahuan yang mampu memberi pemahaman tentang tata cara ibadah secara

    eksoterik. Keempat, ilmu ahwal dan maqamat serta Ilmu pengetahuan tentang

    kondisi jiwa. Ilmu terakhir agaknya lebih merujuk pada ilmu tashawuf.

    Sungguhpun sistem klasifikasi ilmu pengetahuan ini relatif berbeda,

    namun agaknya sebagaimana pengakuan K.H. Hasyim Asyari klasifikasi itu

    merujuk pada pendapat Imam al-Ghazali. Dengan demikian, yang menjadi sumber

    rujukan dalam pembagian ilmu pengetahuan oleh K.H. Hasyim Asyari adalah

    Imam al-Ghazali. 5

    2. Pendidikan Islam Menurut K.H. Ahmad Dahlan

    Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan

    kehidupan manusia. John Dewey mengatakan, bahwa pendidikan sebagai salah

    satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang

    mempersiapkan dan membukakan serta membukakan disiplin hidup. Pernyataan

    ini setidaknya mengisyaratkan bahwa bagaimanapun sederhananya suatu

    komunitas tersebut akan ditentukan aktivitas pendidikan didalamnya. Sebab

    pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.6

    Pengertian pendidikan, banyak sekali para ahli yang memberi batasannya,

    tetapi paling tidak, secara umum, berarti pendidikan suatu proses pengubahan

    4 Suwendi, Konsep Kependidikan KH. M Hasyim Asyari, h. 61-63

    5 Suwendi, Konsep Kependidikan KH. M Hasyim Asyari, h. 64

    6 Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Raja Grapindo Persada

    1996),cet. 2, h. 67

  • 47

    sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha

    mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses

    perbuatan,dan cara-cara mendidik. Secara khusus, penggunaan istilah pendidikan

    Islam dalam konteks ini berarti proses pentransferan nilai yang dilakukan oleh

    pendidik, yang meliputi proses pengubahan sikap dan tingkah laku serta kognitif

    peserta didik, baik secara kelompok maupun individual kearah kedewasaan yang

    optimal melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga diharapkan peserta

    didik mampu mempungsikan dirinya sebagai hamba maupun khalifah fil ard

    dengan tetap berpedoman pada ajaran Islam.7

    Secara terminologis, menurut Mohammad Labib an-Najihi, pemikiran

    pendidikan Islam adalah aktivitas pikiran yang teratur dengan mempergunakan

    metode filsafat. Pendekatan tersebut dipergunakan untuk mengatur,

    menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan dalam sebuah sistem yang

    integral.

    Dengan berpijak pada devinisi diatas, yang dimaksud dengan pemikiran

    pendidikan Islam adalah serangkaian proses kerja akal dan qolbu yang dilakukan

    secara sungguh-sungguh dalam melihat berbagai persoalan yang ada dalam

    pendidikan Islam dan berupaya untuk membangun sebuah paradigma pendidikan

    yang mampu menjadi wahana bagi pembinaan dan pengembangan peserta didik

    secara paripurna. Melalui upaya ini diharapkan agar pendidikan yang ditawarkan

    mampu berapresiasi terhadap dinamika peradaban modern secara adaptik dan

    proporsional, tanpa harus melepaskan nilai-nilai Illahiyah sebagai nilai dari warna

    dan nilai kontrol. Melalui pendekatan ini dimungkinkan akan menjadikan

    pendidikan Islam sebagai sarana efektif dalam mengantarkan peserta didik sebagai

    insan intelektual dan insan moral secara kaffah.8

    Pendidik adalah orang yang mampu memahami kitab-kitab keagamaan

    yang sulit dan mampu mengajarkan kepada pihak lain.9

    7 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah,2009), cet. 1 h. 3

    8 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, cet. 1, h. 3-4

    9 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, cet. 1, h. 13

  • 48

    Format pembaharuan dalam Islam perserikatan Muhammadiyah dalam

    bidang pendidikan Islam, tercermin dan dapat dilihat dari ide-ide dasar yang

    merupakan cita-cita penyelenggaraan pendidikan, seperti yang dituturkan

    pendirinya yaitu konsepsi kyai intelek dan intelek kyai kepada beberapa muridnya

    ia menegaskan dengan kata-kata:

    Dadiyo Kyai sing kemajuan, lan kanggo MuhammadiyahYang artinya,

    jadilah ulama yang berpikir maju, dan jangan berhenti untuk kepentingan

    pengabdian kepada organisasi Muhammadiyah.

    Konsep tentang kyai intelek dan intelek kyai sebagai tujuan yang hendak

    dicapai dari produk pendidikan Muhammadiyah, mengandung maksud bahwa

    pendidikan diarahkan dalam pembentukan manusia muslim yang sempurna baik

    budi pekertinya, patuh dan alim dalam melaksanakan ajaran agamanya, luas

    dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan dan bersedia berjuang

    untuk kemajuan masyarakatnya.

    Sebagi organisasi dakwah dan pendidikan, persyarikatan Muhammadiyah

    mengharapkan agar dapat membentuk manusia muslim yaitu manusia yang

    beridentitas Islam dengan ciri khas dapat mengamalkan ajaran Islam yang

    bersumber pada al-Quran dan Sunnah Rasul.

    Tujuan penyelenggaraan pendidikan dikalangan persyarikatan

    Muhammadiyah adalah mernanamkan semangat Islam (spirit of Islam) dalam

    nuansa wawasan keilmuan (science). Sehingga hasil dari pendidikan

    Muhammadiyah adalah manusia-manusia yang berhati penuh dengan iman dan

    taqwa.10

    B. Kurikulum Pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asyari dan Ahmad

    Dahlan

    1. Kurikulum Pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asyari

    Kurikulum secara garis besarnya dapat diartikan dengan seperangkat

    materi pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada murid sesuai dengan

    10

    Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI Uhamka,

    2009). Cet 1. h. 358-359

  • 49

    tujuan pendidikan yang akan dicapai. Oleh karena itu materi kurikulum akan

    selalu mengalami perubahan dari masa kemasa. Bahkan untuk setiap bangsa yan

    mempunyai tujuan pendidikan yang berbeda, akan memiliki kurikulum

    pendidikan yang berbeda pula. Menurut K.H. Hasyim Asyari materi-materi ilmu

    pengetahuan yang dipelajari secara hirarkis adalah sebagai berikut: al-Quran,

    tafsir, hadist, Ulumul Hadist, Ushul Fiqih, Nahwu, dan Sorrof. Penyajian materi

    demikian sesungguhnya selaras dengan perkembangan pemikiran kependidikan

    kontemporer. Sayyid Naquib al- Attas, misalnya, memaparkan bahwa ilmu

    pengetahuan terbagi menjadi dua: Pertama, adalah ilmu dasar untuk pembinaan

    jiwa, dan ilmu perlengkapan yang digunakan untuk kepentingan dirinya didunia

    guna memenuhi tujuan-tujuannya yang pragmatis. Materi al-Quran, Hadist, dan

    ilmu keagamaan lainnya merupakan materi inti dalam pembentukan jiwa dan

    kepribadian manusia yang merupakan jenis pengetahuan yang pertama. Sayyid

    Naqaib al-Attas, penggagas islamisasi ilmu pengetahuan dari Malaysia,

    menyatakan: the holy Quran, the Sunnah, The Shariah, Ilmu al-Ladunni and

    Hikmah are the essential ellements of the first kind of knowledge. Kitab suci al-

    Quran, al-Hadist, Syariah, ilmu al-Ladunni, dan hikmah adalah unsur-unsur

    esensial dari pengetahuan macam pertama itu. Bahkan ditegaskan the holy

    Quran, the knowledge, par ekselence. Al-Quran adalah pengetahuan paling baik.

    Jika dilahat dari aspek kandungan dalam kontek pemikiran kependidikan K.H.

    Hasyim Asyari, secara esensial dapat disimpulkan bahwa peserta didik harus

    mampu mengaplikasikan pengetahuan dengan kesatuan aksi yang menjunjung

    tinggi nilai-nilai ahlak yang luhur secara integratif. 11

    Bagi K.H. Hasyim Asyari, kurikulum yang penting dan mulia haruslah

    didahulukan ketimbang kurikulum lainnya. Ini artinya bahwa peserta didik dapat

    melakukan kajian terhadap kurikulum secara hirarkis.

    Dalam pada itu, K.H. Hasyim Asyari memprioritaskan kurikulum al-

    Quran daripada lainnya. Mengedepankan kurikulum al-Quran ini agaknya tepat.

    Sebab, sebagaimana pendapat Muhammad Faisal Ali Saud, kurikulum al-Quran

    merupakan ciri yang membedakan antara kurikulum pendidikan Islam dengan

    11

    Suwendi, Konsep Kependidikan KH. M Hasyim Asyari, h. 76-77

  • 50

    kurikulum pendidikan lain. Hal ini dikuatkan oleh Muhammad Fadhil al-Jamili

    bahwa al-Quran al-Karim adalah kitab terbesar yang menjadi sumber filsafat

    pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam. Sudah seharusnya kurikulum

    pendidikan Islam disusun sesuai dengan al-Quran al-Karim, dan ditambah

    dengan al-Hadits untuk melengkapinya.12

    2. Kurikulum Pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan

    Pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli sangat bervariasi,

    tetapi dari beberapa definisi itu dapat ditarik benang merah, disatu pihak ada yang

    menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dan dilain pihak lebih

    menekankan pada proses pengalaman belajar.

    Pengertian yang lama tentang kurikulum lebih menekankan pada isi

    pelajaran atau mata kuliah, dalam arti sejumlah mata pelajaran disekolah atau

    perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tungkat

    juga keseluruhan mata pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan.

    Menurut al-Syaibany terbatas pada pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau

    institusi pendidikan dalam bentuk pelajaran atau kitab karya ulama terdahulu,

    yang dikaji begitu lama oleh peserta didik dalam tiap tahap pendidikannya.13

    Definisi yang tercantum dalam undang-undang Sisdiknas No. 2/ 1989. Definisi

    kukrikulum yang tertuang dalam undang-undang sisdiknas no 20/2003

    dikembangkan kearah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,

    dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

    kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.14

    Dengan

    demikian, ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan

    bahan pelajaran, serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran

    maupun evaluasinya.

    Pendidikan yang dikembangkan persyarikatan Muhammadiyah tidak

    hanya menitik beratkan segi-segi moral dan keagamaan saja, akan tetapi juga

    12

    Suwendi, Konsep Kependidikan KH. M Hasyim Asyari, h. 101-102 13

    Muhaimin, Pengembangan kurikulum Pendidikan Agam Islam Di Sekolah, Madrasah,

    Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1-2. 14

    Muhaimin, Pengembangan kurikulum Pendidikan Agam Islam Di Sekolah, Madrasah,

    Perguruan Tinggi, h. 2

  • 51

    mengembangkan kecerdasan, intelektual. Oleh karena itu, muatan kurikiulum

    dalam sekolah Muhammadiyah lebih memberikan muatan yang lebih besar

    kepada ilmu-ilmu umum, sedangkan dalam aspek keagamaan minimal alumni

    sekolah Muhammadiyah dapat melaksanakan shalat lima waktu, dan shalat-shalat

    suanatnya, membaca kitab suci al-Quran dan menulis huruf Arab mengetahui

    prinsip-prinsip akidah dan dapat membedakan bidah, khurafat, syirik dan muslim

    yang muttabi dalam pelaksanaan ibadah.

    Jalur pendidikan yang dikembangkan warga Muhammadiyah meliputi

    jalur sekolah atau madrasah dan jalur luar sekolah. Jalur sekolah yang terdiri dari

    Madrasah Muallimin Muhammadiyah dan sekolah umum dengan menambah

    pelajaran agama Islam berkisar antara 10-15 % dalam kurikulumnya.

    Sedangkan jalur luar sekolah diselenggarakan kursus-kursus yang khusus

    memberikan pelajaran agama Islam, seperti kursus Mubalighin, Wustho

    Muallimin, Zuama, Zaimat dan majlis-majlis taklim.

    Lembaga pendidikan madrasah yang sebelumnya merupakan pondok

    pesantren Muhammadiyah memberikan pelajaran agama dan ilmu umum secara

    bersama-sama. Adapun pendidikan agama yang diajarkan terutama yang

    bersumber dari kitab-kitab fiqih dari madzhab Imam Syafii, ilmu tasawuf

    karangan Imam Ghazali, tauhid dari kitab Risalah Tauhid dan kitab Tafsir Jalalain

    dan t