konsepsi jenjang belajar menurut kearifan lokal makassar
TRANSCRIPT
-
7/21/2019 Konsepsi Jenjang Belajar Menurut Kearifan Lokal Makassar
1/7
-
7/21/2019 Konsepsi Jenjang Belajar Menurut Kearifan Lokal Makassar
2/7
KEARIFAN LOKAL MEMBENTUK PEMBELAJAR YANG
BERKEPRIBADIAN
A. Konepsi Jenjang Belajar Menurut Kearifan Lokal Makassar
Salah satu hal yang tidak bisah dipisahkan dalam dunia pendidikan ialah
konsepsi jenjang belajar. Dalam pendidikan, ada beberpa jenjang yang harus
dialaui sesusai kemampuan yang peserta didik. Jenjang yang dimaksud mulai
dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Sulawesi Selatan sebagai daerah yang kaya akan budaya dan kearifan lokal
memiliki cara tersendiri untuk menguji seorang siswa jika hendak memasuki
jenjang sekolah dasar. Bukan lagi pemandangan yang aneh jika kita melihat
orang tua menyuruh buah hatinya memegang kuping kirinya dengan tangan
kanan melewati atas kepalanya. Hal ini dilakukan biasa dilakukan oleh anak
sebelum ia memasuki pendidikan sekolah dasar.
Kebiasaan ini sangat sederhana kita lihat, tetapi kalau di antara kita ditanya
tentang maknanya maka tidak sedikit diantara kita yang hanya bisa terdiam.
Yang selama ini kita kenal hanyalah teori John Piaget yang tenar pada era 1950-
an. Teori ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai
usia golongan menengah di Swiss. Menurut Piaget, anak usia 7 tahun sudah
berada di fase operasional konkrit. Artinya sudah mampu berpikir matematis
dengan bantuan benda konkrit. Oleh sebab itu sudah pantas belajar di SD
(Sekolah Dasar).Namun jauh sebelum itu, orang tua kita punya cara tersendiri
untuk menguji anaknya apabila hendak memasuki jenjang SD. Namun sayang,
kita belum banyak mengetahui apa makna dari kebiasaan tersebut.
Henry Ford Hospital di Amerika Serikat sempat melakukan sempat
mengamati 5000 orang dan mengolah datanya sebanyak 700 orang. Dari hasil
penelitian didapatkan, Sebaliknya pada partisipan yang lebih sering memegang
ponsel dengan tangan kanan, aktivitas otak kirinya lebih dominan dibandingkan
otak kanan. Dilihat dari fungsinya, otak kiri lebih dominan mengatur
kemampuan berbahasa dan berbicara, berlogika dan berpikir sistematis
Kembali kepada kebiasaan orang tua kita, mungkin salah satu alasan
ilmiah kenapa setiap anak yang hendak memasuki jenjang SD harus memegang
kuping kiri dengan tangan kanan ialah ingin menguji kemampuan otak kiri
-
7/21/2019 Konsepsi Jenjang Belajar Menurut Kearifan Lokal Makassar
3/7
seorang anak. Karena jika otak kiri sudah mampu bekerja dengan baik, tentu
kemampuan matematisnya mulai berkembang.
Jika hal ini benar, maka tentu kebiasaan orang Bugis-Makassar memegang
telinga kiri dengan tangan kanan melalui atas kepala hanyalah adalah sebuah
metode untuk menguji kemampuan berpikir matematis seorang anak. Hal ini
tentu didukung oleh Piaget yang mengatakan bahwa anak yang berada dalam
fase operasional konkrit sudah mampu berpikir matematis dan sudah layak untuk
menempuh jalur penddikan di jenjang SD.
B. Konsepsi Disiplin Belajar
Disiplin belajar merupakan kesadaran diri yang muncul dari pribadi
seseorang untuk terus belajar. Dengan disiplin belajar, maka diharapkan
sesorang belajar dengan suka cita atau tanpa ada unsur paksaan. Pengaplikasian
disiplin belajar tentu tidaklah semudah mendefinisikannya. Hal ini dikarenakn
seseorang harus terus bertanya kepada dirinya mengapa ia harus belajar dan
belajar. Karena untuk mampu disiplin dalam belajar memerlukan suatu
perenungan untuk terus bertanya pada diri mengapa saya harus belajar hingga
orang tersebut memperoleh suatu alasan yang mendalam dan memuat
spiritualitas, emosi dan kognitif mengapa harus belajar.Untuk menumbuhkan disiplin belajar ini, maka senantiasa dibutuhkan
motivasi belajar yang menjadi stimulan-stimulan kepada peserta didik untuk bisa
tetap belajar. Orang Bugis-Makassar tidak dikenal dengan sikapnya dalam
berusaha yang pantang untuk menyerah. Hal itu terungkap dalam salah satu
peribahasa Bugis- Makassar yang berbunyi Le'ba kusoronna biseangku,
kucampa'na sombalakku, tamassaile punna teai labuang (Kalau perahu telah
kudorong, layar telah terkembang, takkan berpaling kalau bukan pelabuhan). Pepatah di atas mempunyai makna bahwa ketika telah ada kemauan maka
seharusnya tidak ada satupun yang bisa menghalangi kita untuk berhenti sampai
tujuan akhir kita tercapai. Menurut orang tua kita, jika cita-cita telah
digantungkan maka tidak boleh berhenti mengejarnya sebelum cita-cita itu kita
gapai. Ibarat sebuah bahtera yang telah berlayar meninggalkan dermaga, maka ia
pantang kembali melainkan terus berlayar mengarungi lautan hingga
menemukan tempat berlabuh selanjutnya.
-
7/21/2019 Konsepsi Jenjang Belajar Menurut Kearifan Lokal Makassar
4/7
Hal inilah yang banyak dilupakan oleh kau pelajar di daerah kita. Ibarat
hanya dianggap sebagai rutinitas belaka tanpa ada tujuan yang hendak dicapai,
Akhirnya, jika sudah menghadapi masalah dalam belajar, belajarnya mulai tidak
disiplin dan pendidikannya pun menjadi taruhannya.
C. Konsepsi Guru
Menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 Bab I pasal 1 ayat 1 tentang Guru dan
Dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikananak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.
Namun menjadi seorang guru tidaklah semudah membaca rumusan
undang-undang di atas. Menjadi seorang guru bukan hanya bekerja mencari
nafkah, akan tetapi ada tugas yang lebih mulia daripada itu. Mencerdaskan
generasi muda, mendidik anak bangsa baik moral dan intelektualnya adalah
tugas yang lebih penting dan lebih sulit daripada mencari nafkah itu sendiri.
Karena begitu susahnya menjadi seorang guru, Syekh Yusuf Al-Makassary
pernah berujar Man la syaik lahu fassayaitanu syaikhuhu (barang siapa yang
tidak memiliki guru, maka setanlah gurunya). Sikap seorang guru akan menjadi refleksi bagi peserta didiknya. Sikap
yang baik tentu akan membawa energi positif bagi murid-muridnya. Akan tetapi
perilaku yang buruk tentu akan mendatangkan malapetaka yang besar baik bagi
dirinya maupun kepada lingkungan sekitarnya.
Untuk menjadi guru yang baik inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi
kita semua. Karena akan percuma jika guru hanya diartikan sebagai orang yang
mata pencahariannya mengajar. Namun, sadar atau tidak, konsepsi guru inisudah lama dikenal dalam kehidupan Bugis-Makassar meskipun dikenal dengan
istilah yang berbeda. Dalam kehidupan kita dikenal panrita, gurutta, dan anre
gurutta. Ketiganya berada dalam satu hierarki yang sama. Dan anregurutta
menempati urutan teratas dalam hierarki keulamaan suku Bugis-Makassar.
Salah satu pappasang yang menjadi pegangan agar bisa menjadi sosok
guru yang memiliki kepribadian ialah: Ikatte jarung naikambe bannang
-
7/21/2019 Konsepsi Jenjang Belajar Menurut Kearifan Lokal Makassar
5/7
panjaik, kalaukko jarung namamminawang bannang panjaik (Jarumlah engkau
dan kami benang jahit, bergeraklah jarum maka benang akan mengikuti).
Dalam kehidupan Bugis-Makassar, guru diibaratkan sebagai jarum yang
senantiasa diikuti oleh benang. Peserta didik ialah benang yang senantiasa taat
kepada gurunya. Oleh karena itu dalam kehidupan Bugis-Makassar, perilaku
seorang peserta didik bisa merupakan refleksi dari sikap peserta didiknya.
Hal ini dikarenakan hubungan emosional yang sanagat erat antara guru
dengan masyarakat Bugis-Makassar membuatnya menjadi sorotan baik dirinya
maupun keluarganya. Oleh karena, dalam kehidupan Bugis-Makassar seorang
guru tidak hanya dilihat dari sisi keilmuannya akan tetapi akhlakul karimahnya
pun menjadi dominan dalam menilai anregurutta yang dalam keseharian dikenal
dengan istilah ampe-ampe madeceng.
D. Konsepsi Cara Mengajar
Konsepsi guru dalam kehidupan Bugis-Makassar di atas telah menjelaskan
bagaimana kedudukan seorang guru dan perannya yang sangat sentral. Untuk
menjadi pribadi seperti di atas maka salah satu hal yang perlu diperbaiki iala
cara mengajar. Cara mengajar tentu akan memperlihatkan tingkat keilmuan dankearifan seorang guru.
Dalam kehidupan Bugis-Makassar, seseorang hanya dinilai melaui amal
atau hasil karyanya. Hal ini digambarkan dalam pepatah makassar yang berbunyi
Eja tonpi sedeng na dowang (nanti merah baru dikatakan udang).
Pepatah di atas memiliki makna bahwa setiap orang harus memiliki atribut
yang bisa menjadi tanda pengenalnya. Atribut yang dimaksud bukan papan nama
dan sebagainya akan tetapi sebuah karya atau hasil kerja. Hal ini juga seringdiungkapkan dalam peribahasa Indonesi yang berbunyi harimau mati
meninggalkan loreng, gajah mati meninggalkan gading.
Selain itu, seorang pendidik juga diharapkan mampu mengaplikasikan apa
diajarkannya delam kehidupan sehari-harinya. Perkataan seorang pendidik harus
selaras dengan perilakunya. Hal ini tentu akan menjadi modal utama untuk
menjadi pengajar dengan baik. Orang Bugis-Makassar menyebutnya Taro ada
taro gau (Perkataan selaras dengan perbuatan).
-
7/21/2019 Konsepsi Jenjang Belajar Menurut Kearifan Lokal Makassar
6/7
Dari pepatah di atas semoga bisa menjadi motivasi bagi pendidik untuk
bisa memperbaiki kinerjanya agar dia bisa dikenal dengan dedikasinya terhadap
dunia pendidikan.
E. Konsepsi Cara Belajar
Salah satu konsepsi belajar yang dikenal di masyarakat Bugis-Makassar
tergambar jelas dalam pappasangnya. Salah satu pappasang yang secara
gamblang menjelaskan konsepsi belajar yang baik ialai Najunjungi tainna ri
ulunna (Dia menjunjung tahinya di atas kepalanya).
Pappasang di atas maksudnya tidak mempergunakan akalnya dengan baik.
Belajar tidak hanya bisa dilakukan di dalam ruangan kelas, akan tetapi selama
akal masih bisa difungsikan dengan baik, maka selama itu pula kita bisa belajar.
Pernyataan ini didukung oleh salah satu paham dalam pendidikan yaitu konsep
pendidikan sepanjang hayat.
-
7/21/2019 Konsepsi Jenjang Belajar Menurut Kearifan Lokal Makassar
7/7
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a. 2013. Peribahasa Bugis Makassar. http://id.wikiquote.org. Diakses pada
tanggal 30 September 2013 di Makassar.
Kadir, Ilham. 2013. Gurutta, Anreguru, dan Panrita. http://www.buletinsia.com.
Diakses pada tanggal 20 September 2013 di Makassar.
Pramudiardja, Uyung. 2012. Ciri Orang Kreatif, Menelpon Menggunakan Tangan Kiri.
http://www.detiknews.com. Diakses pada tanggal 30 September 2013 di Makassar.
Sido, Fandi. 2012. Pesan Terlupakan dalam Bahasa Makassar.
http://bahasa.kompasiana.com. Diakses pada tanggal 30 September 2013 di Makassar.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 Tentang
Guru dan Dosen.