lapkas polip.docx

27
BAB I PENDAHULUAN Polip nasi merupakan masalah medis dan masalah sosial karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita baik pendidikan, pekerjaan, aktivitas harian dan kenyamanan. Polip nasi merupakan inflamasi mukosa hidung dan menimbulkan prolaps mukosa di dalam rongga hidung. Polip nasi dapat dilihat melalui pemeriksaan rinoskopi dengan atau tanpa bantuan endoskopi. 1,2  Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya sedikit laporan dari hasil studi ep idemiologi serta tergantung pada pemilihan popu lasi  penelitian dan metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang d ewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan  perbandingan pria dan wanita 2- 4:1. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan antara 1-4%. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per tahun. 3,4  Etiologi dan patogenesis dari polip nasi belum diketahui secara pasti. Sampai saat ini, polip nasi masih banyak  menimbulkan perbedaan pendapat. Dengan patogenesis dan etiologi yang masih belum ada kesesuaian, maka sangatlah penting untuk dapat mengenali gejala dan tanda polip nasi untuk mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang tepat. 2

Upload: destia-conita

Post on 06-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 1/27

BAB I

PENDAHULUAN

Polip nasi merupakan masalah medis dan masalah sosial karena dapat

mempengaruhi kualitas hidup penderita baik pendidikan, pekerjaan, aktivitas

harian dan kenyamanan. Polip nasi merupakan inflamasi mukosa hidung dan

menimbulkan prolaps mukosa di dalam rongga hidung. Polip nasi dapat dilihat

melalui pemeriksaan rinoskopi dengan atau tanpa bantuan endoskopi.1,2 

Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya sedikit

laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan populasi

 penelitian dan metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip nasi

dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan

 perbandingan pria dan wanita 2- 4:1. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi

diperkirakan antara 1-4%. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan

dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di Denmark

memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per tahun.3,4 

Etiologi dan patogenesis dari polip nasi belum diketahui secara pasti.

Sampai saat ini, polip nasi masih banyak   menimbulkan perbedaan pendapat.

Dengan patogenesis dan etiologi yang masih belum ada kesesuaian, maka

sangatlah penting untuk dapat mengenali gejala dan tanda polip nasi untuk

mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang tepat.2

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 2/27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  ANATOMI HIDUNG

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke

 bawah: 1) pangkal hidung (bridge), 2) dorsum nasi, 3) puncak hidung, 4) ala nasi,

5) kolumela dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh

kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan

 beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang

hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung (os nasalis), 2) prosesus

frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang

rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah

hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago

nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor, 3)

 beberapa pasang kartilago ala minor dan 4) tepi anterior kartilago septum.2 

Gambar 2.1. Kerangka tulang dan tulang rawan

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 3/27

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

 belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi

kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares

anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang

menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. 2 

Gambar 2.2. Dinding lateral kavum nasi

Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang

nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisis oleh kulit yang

mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut

vibrise.2 

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,

inferior dan superior. 2 

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang

dan tulang rawan. Bagian tulang adalah (1) lamina prependikularis os etmoid, (2)

vomer, (3) Krista nasalis os maksila dan (4) krista nasalis os palatine. Bagian

tulang rawan adalah (1) kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan (2)

kolumela. Bagian superior dan posterior disusun oleh lamona prependikularis os

etmoid dan bagian anterior oleh kartilago septum (quadrilateral), premaksila, dan

kolumna membranousa. Bagian inferior, disusun oleh vomer, maksila, dan tulang

 palatine dan bagian posterior oleh lamina sphenoidalis. Septum dilapisi oleh

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 4/27

 perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang,

sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.

Gambar 2.3. Septum nasi

Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan di belakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral

hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang terbesar dan letaknya

 paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media,

lebih kecil lagi adalah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka

suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter.  Konka inferior merupakan

tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan

konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.2

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit

yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus

inferior, medius, dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior

dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior

terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.  Meatus medius terletak diantara

konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat bula

etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum etmoid. Hiatus

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 5/27

semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara

sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.  Pada meatus superior yang

merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus

etmoid posterior dan sinus sphenoid. Dinding inferior merupakan dasar rongga

hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum.2

Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina

kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Bagian atas

rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang

merupakan cabang dari arteri oftalmika, sedangkan a. oftalmika berasal dari a.

karotis interna.2

B.  FISIOLOGI HIDUNG

Untuk fisiologi hidung terkait dengan polip, pertama kita harus

memahami Kompleks Osteomeatal (KOM), dimana struktur ini tersusun dari

 prosessus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid,

agger nasi, dan ressesuss frontalis. KOM ini merupakan unit fungsional

yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus anterior

(maksila, etmoid anterior dan frontal). Karena fungsinya tersebut maka

seandainya terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi

 perubahan yang signifikan pada sinus-sinus terkait serta perubahan pada

mukosa yang menjadi salah satu predisposisi terjadinya polip hidung.1 

Beberapa fungsi hidung juga antara lain : 1,2

1.  Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas

setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,

sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi,

udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti

udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian

lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran

dari nasofaring.

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 6/27

 

2.  Pengatur kondisi udara (air conditioning )

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk

mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini

dilakukan dengan cara:

a.  Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini

sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

 b.  Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh

darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang

luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan

demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. 

Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan

 bakteri dan dilakukan oleh:

a. 

Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

 b. 

Silia

Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di

sebelah posterior, di mana kemudian akan ditelan atau diekspektorans,

merupakan kerja silia yang menggerakan lapisan mukus dengan partikel yang

terperangkap. Aliran turbulen dalam hidung memungkinkan paparan yang

sangat luas antara udara inspirasi dengan epitel hidung dan lapisan mukusnya,

lapisan mukus berupa selubung sekret kontinyu yang sangat kental, meluas ke

seluruh ruang dan sudut hidung, sinus, tuba eustakius, faring, dan seluruh

cabang bronkus.

Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi partikel

yang tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan panas, normalnya

mukus menghangatkan udara inspirasi dan mendinginkan ekpirasi, serta

melembabkan udara isnpirasi dengan lebih dari satu liter uap setiap harinya.

 Namun, bahkan dengan jumlah uap demikian sering kali tidak memadai

untuk melembabkan udara yang sangat kering, sering kali terdapat di rumah-

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 7/27

rumah dengan pemanasan selama musim dingin. Hal ini dapat berakibat

mengeringnya mukosa yang disertai berbagai ganguan hidung. Derajat

kelembaban selimut mukus ditentukan oleh stimulasi saraf pada kelenjar

seromukosa pada submukosa hidung.

Arah gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang. Karena silia

lebih aktif pada meatus media dan inferior yang terkandung, maka cenderung

menarik lapisan mukus dari lapisan meatus komunis ke dalam celah-celah ini.

Arah gerakan septum adalah kebelakang dan agak ke bawah menuju dasar.

Pada dasar hidung, arahnya kebelakang dengan kecenderungan bergerak di

 bawah konka inferior ke dalam meatus inferior. Pada sisi medial konka, arah

gerakan kebelakang dan kebawah, lewat dibawah tepi inferior dari meatus

yang bersesuaian. Drainase dari daerah tak bersilia pada sepertiga anterior

hidung sebelumnya praktis lewat meatus. Ini merupakan daerah yang paling

 banyak mengumpulkan kontaminan udara.

Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel

lemah, juga merupakan sawar terhadap alergen, virus dan bakteri. Akan tetapi

walaupun organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit

untuk mendapat suatu biakan postnasal yang positif. Lisozim, yang terdapat

 pada lapisan mukus, bersifat destruktif terhadap dinding sebagian bakteri.

Fagositosis aktif dalam membran hidung merupakan bentuk proteksi di

 bawah permukaan. Membran sel pernapasan juga memberikan imunitas

induksi seluler.

Sejumlah imunoglobulin dibentuk dalam mukosa hidung, sesuai

kebutuhan fisiologik, telah diamati adanya IgG, IgA dan IgE. Rinitis alergika

terjadi bila alergen yang terhirup berkontak dengan antibodi IgE sehingga

antigen tersebut terfiksasi pada mukosa hidung dan sel mast submukosa.

Selanjutnya dihasilkan dan dilepaskan mediator radang yang menimbulkan

 perubahan mukosa hidung yang khas.

4.  Indra Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 8/27

septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan

 palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5.  Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan

hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau.

6.  Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)

dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle

turun untuk aliran udara.

7.  Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 9/27

C.  POLIP NASI

C.1.  Definisi

Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang

 bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan

 permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Umumnya

sebagian besar polip ini berasal dari celah kompleks osteomearal (KOM)

yang kemudian tumbuh ke arah rongga hidung.2,5 

C.2.  Epidemiologi

Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya sedikit

laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan populasi

 penelitian dan metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip nasi

dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan

 perbandingan pria dan wanita 2- 4:1. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi

diperkirakan antara 1-4 %. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan

dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di Denmark

memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per tahun

(Bateman 2003, Ferguson et al.2006). Di Indonesia studi epidemiologi

menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan prevalensi

0,2%-4,3%.2,3,4 

C.3.  Etiopatogenesis

Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai etiologi polip nasi,

terdapat sejumlah hipotesis mengenai asal dari polip nasi eosinofilik dan

neutrofilik yang berkisar dari predisposisi genetik, variasi anatomi, infeksi kronis,

alergi inhalan, alergi makanan, sampai ketidakseimbangan vasomotor.2

Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada

terjadinya polip, yaitu :5

1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.

2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.

3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 10/27

 

Beberapa hipotesis dari keadaan tersebut antara lain :2,3,5

1.  Alergi

Alergi merupakan faktor yang banyak menjadi sorotan karena tiga hal,

yaitu karena sebagian besar polip hidung terdiri dari eosinofil, berhubungan

dengan asma, serta temuan klinis pada nasal yang menyerupai gejala dan

tanda alergi. Paparan alergen udara menahun, diduga berperan dalam

terjadinya polip hidung melalui inflamasi yang terus-menerus pada mukosa

hidung.1

Ditemukan sekitar 7 % pasien dengan asma memiliki polip hidung.7 

Akan tetapi ditemukan bahwa pada pasien non atopik angka kejadian polip

hidung juga lebih tinggi yaitu 13%. Akan tetapi studi lain menunjukkan

 bahwa asma dengan onset yang telat (late onset asthma) akan berkembang

menjadi nasal polip sekitear 10-15%

2.  Ketidakseimbangan Vasomotor

Teori ini dikemukakan karena pada banyak kondisi tidak ditemukan

adanya tanda-tanda atopi dan tidak ada riwayat pajanan alergen yang

ditemukan. Akan tetapi pasien cenderung mengalami rinitis prodromal

sebelum pada akhirnya berkembang menjadi polip hidung. Polip hidung

 bisanya memiliki vaskularisasi yang kurang dan berkurangnya inervasi

vasokonstriktor. Selanjutnya gangguan dalam regulasi vaskular dan

 peningkatan permeabilitas dapat menyebabkan edema dan pembentukan

 polip.

3. 

Bernouli Fenomena

Fenomena Bernoulli terjadi karena adanya penurunan tekanan yang

selanjutnya menyebabkan konstriksi. Hal ini akan menimbulkan tekanan

negatif dalam KOM, yang mempengaruhi mukosa disekitarnya. Karena

tekanan negatif ini kemudian akan terjadi inflamasi mukosa yang

selanjutnya menjadi awal terbentuknya polip.

4.  Terori Ruptur Epithel

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 11/27

Rupturnya epitel dari mukosa nasal karena alergi atau karena infeksi

dapat menyebabkan prolaps dari lamina propria, yang selanjutnya akan

membentuk polip. Defek dari faktor ini mungkin semakin membesar karena

 pengaruh gravitasi atau drainase vena mengalami obstruksi. Akan tetapi dari

 scanning dengan pengamatan mikroskopik tidak ditemukan adanya defek

epitel yang bermakna pada pasien dengan polip hidung.

5.  Intoleransi Aspirin

Banyak konsep yang menjelaskan bagaimana patogenesis dari intoleransi

aspirin serta hubungannya dengan polip hidung. Terdapat sindrom klinis

yang jelas, bagaimana obat-obatan NSAID khusunya aspirin dapat memicu

terjadinya rinitis dan serangan asma. Respon Cyclooxygenase (COX)

umumnya sangat berbeda pada pasien dengan intoleransi aspirin

dibandingkan normal. Dapat dibuktikan bahwa terjadi perubahan pada COX1

dan COX2 yang menghasilkan metabolit tertentu yang akan menstimulasi

cysteinyl leukotriene (Cys-LT). Perubahan ini selanjutnya menyebabkan

metabolisme asam arachidonat menjadi jalur leukotriene inflamasi tinggi,

yang selanjutnya akan mengurangi kadar PGE2 (yang merupakan PG

antiinflamasi). Eksperi berlebihan dari LTC4 synthase selanjutnya akan

meningkatkan jumlah cysteinyl LTs, menyebabkan respon inflamasi tak

terkontrol dan inflamasi kronis.

6.  Cystic Fibrosis

Cystic Fibrosis merupakan salah satu penyakit autosomal resesif pada

kelompok orang kulit putih. Cystic fibrosis disebabkan karena mutasi gen

tunggal pada kormosom 7 yang disebut cystic fibrosis transmembrane

regulator (CFTR). Hal ini menyebabkan tidak adanya cyclic AMP-regulated

chloride chanel yang menyebabkan impermeabilitas klorida dan peningkatan

absorpsi natrium. Peningkatan absorpsi natrium dan penurunan sekresi

klorida menyebabkan pergerakan air ke sel dan ruang interstitial, selanjutnya

menimbulkan retensi air, pembentukan polip. Defek migrasi protein CFTR

 juga menyebabkan terjadinya inflamasi kronis skunder.

7. 

 Nitric Oxide

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 12/27

 Nitric Oxida merupakan gas radikal bebas, yang memainkan peran besar

dalam terjadinya reaksi imunologis nonspesifik, regulasi dari tone vaskular,

 pertahanan host, dan inflamasi pada berbagai jaringan. Radikal bebas

 biasanya dipertahankan dalam keadaan seimbang oleh antioxidan defense

 system superoxide dismutase  , catalase dan glutahione peroxidase. Ketika

radikal bebas ini dapat melebihi kemampuan pertahanan d ari antioxidant,

maka akan terjadi defek seluler, defek jaringan, dan penyakit kronis.

Ditemukan laporan akan meningkatnya kadar nitric oxide dan penurunan

 scavangeing enzim pada pasien polip hidung dibandingkan dengan kontrol,

yang menunjukkan adanya penumpukan radikal bebeas pada polip hidung.

8.  Infeksi

Bagaimana infeksi dapat menjadi faktor yang juga penting terhadap

 pembentukan polip, diduga terkait dengan adanya gangguan pada epitel

dengan proliferasi jaringan granulasi. Hal ini biasanya terjadi pada infeksi

Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, atau  Bacteroides fragilis

(semua jenis patogen yang sering ditemukan pada rinosinusitis). Bagaimana

granuloma menginduksi terjadinya polip hidung masih belum benar-benar

dipahami.

9. 

Superantigen Hypotensis

Staphylococcus aureus ditemukan sekitar 60-70% pada daerah mukus

didekat polif masif. Organisme ini selalu memproduksi toxin, staphylococcus

enterotoxin A (SEA), staphylococcus enterotoxin B (SEB) dan toxic shock

syndrome toxin-1 (TSST-1) yang akan berperan sebagai supetantigen,

menyebabkan aktifasi dan ekspansi klonal dari limfosit pada lateral hidung.

Aktifasi dari limfosit ini, akan menghasilkan sitokin Th1 dan Th2 (IFN-

gama. IL-2, IL-4, IL-4), hal ini akan menyebabkan chronic lymphocytic-

eosinophil muchosal disease. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya

antibodi spesifik IgE terhadap SEA dan SEB sebanyak 50% pada penderita

 polip hidung.

C.4. Manifestasi Klinis

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 13/27

Polip hidung dapat menyebabkan hidung tersumbat, yang selanjutnya

dapat menginduksi rasa penuh atau tekanan pada hidung dan rongga sinus.

Kemudian dirasakan hidung yang berair (rinorea) mulai dari yang jernih

sampai purulen, hiposmia atau anosmia serta dapat juga dirasakan nyeri

kepala daerah frontal. Gejala lain yang dapat timbul tergantung dari

 penyertanya, pada infeksi bakteri dapat disertai pula dengan  post nasal drip

serta rinorea purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas

melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur, dan gannguan kualitas

hidup.2 Dapat juga menyebababkan gejala pada saluran nafas bawah, berupa

 batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip hidung dengan

asma.5

Selain itu harus dicari riwayat penyakit lain seperti alergi, asma,

intoleransi aspirin.5

C.5. Diagnosis 

Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan keluhan-keluhan berupa hidung tersumbat, rinorea,

hiposmia atau anosmia. Dapat pula didapatkan gejala skunder seperti

 bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan gangguan

aktifitas.2

Pemeriksaan Fisik

Polip nasi masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga

hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan

rinoskopi anterior didapatkan masa pucat yang berasal dari meatus media

dan mudah digerakkan.2

Pembagian stadium polip menurut MacKay dan Lund : Stadium 1 :  polip

masih terbatas pada meatus media, Stadium 2 :  polip sudah keluar dari

meatus media, tampak pada rongga hidung tertapi belum memenuhi rongga

hidung, Stadium 3: polip masif.2

Pemeriksaan Penunjang

1.   Naso-endoskopi

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 14/27

Polip pada stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat dari rinoskopi

anterior, akan tetapi dengan naso endoskopi dapat terlihat dengan jelas.

Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang

 berasal dari ostium asesorius sinus maksila.2,6 

2.  Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (Posisi waters, AP, Caldwell dan latera) dapat

memperlihatkan adanya penebalan mukosa dan adanya batas udara

cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat untuk polip hidung.

Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat secara jelas

keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang,

kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal

(KOM). CT scan harus diindikasikan pada kasus polip yang gagal

diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis

dan pada perencanaan tindakan bedah endoskopi.6

C.6. Tatalaksana

Tujuan dari tatalaksana polip hidung yaitu: 4,6 

1. 

Memperbaikai keluhan pernafasan pada hidung

2.  Meminimalisir gelaja

3. 

Meningkatkan kemampuan penghidu

4.  Menatalaksanai penyakit penyerta

5.  Meningkatkan kulitas hidup

6. 

Mencegah komplikasi.

Secara umum penatalaksanaan dari polip hidung yaitu melalui

 penatalaksanaan medis dan operatif.

1. 

Tatalaksana Medis

Polip Hidung merupakan kelainan yang dapat ditatalaksanai secara

medis. Walaupun pada beberapa kasus memerlukan penanganan operatif, serta

tatalaksana agresif sebelum dan sesudah operatif juga diperlukan.2,6

a.  Antibiotik

Polip hidung dapat menyebabkan terjadinya obstruksi sinus, yang

selanjutnya menimbulkan infeksi. Tatalaksana dengan antibiotik dapat

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 15/27

mencegah pertumbuhan dari polip dan mengurangi perdarahan selama

operasi. Antibiotik yang diberikan harus langsung dapat memberikan efek

langsung terhadap spesies Staphylococcus, Streptococcus, dan bakteri anaerob,

yang merupakan mikroorganisme pada sinusitis kronis.6

 b.  Kortikosteroid

Topikal Korticosteroid

Intranasal/topikal kortikosteroid merupakan pilihan pertama untuk polip

hidung. Selain itu penggunaan topikal kortikosteroid ini juga berguna pada

 pasien post-operatif polip hidung, dimana pemberiannya dapat mengurangi

angka kekambuhan. Pemberian dari kortikosteroid topikal ini dapat dicoba

selama 4-6 minggu dengan fluticasone propionate nasal drop 400 ug 2x/hari

memiliki kemampuan besar dalam mengatasi polip hidung ringan-sedang

(derajat 1-2), diamana dapat mengurangi ukuran dari polip hidung dan

keluhan hidung tersumbat.4

Sitemik Kortikosteroid

Penggunaan dari kortikosteroid sistemik/oral tunggal masih belum banyak

diteliti. Penggunaanya umumnya berupa kombinasi dengan terapi

kortikosteroid intranasal. Penggunaan fluocortolone dengan total dosis 560 mg

selama 12 hari atau 715 mg selama 20 hari dengan pengurangan dosis

 perhari disertai pemberian budesonide spray 0,2 mg dapat mengurangi

gejala yang timbul serta memperbaiki keluhan sinus dan mengurangi ukuran

 polip.4

Akan tetapi dari penelitian lain, penggunaan kortikosteroid sistemik tunggal

yaitu methylprednisolone 32 mg selama 5 hari, 16 mg selama 5 hari, dan 8

mg selama 10 hari ternyata dapat memberikan efek yang signifikan dalam

mengurangi ukuran polip hidung serta gejala nasal selain itu juga

meningkatkan kemampuan penghidu.6

c.  Terapi lainnya

Penggunaan antihistamin dan dekongestan dapat memberikan efek

simtomatik akan tetapi tidak merubah perjalanan penyakitnya. Imunoterapi

menunjukkan adanya keuntungan pada pasien dengan sinusitis fungal dan

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 16/27

dapat berguna pada pasien dengan polip berulang. Antagonis leukotrient

dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi aspirin.4

2.  Terapi Pembedahan

Indikasi untuk terapi pembedahan antara lain dapat dilakukan pada

 pasien yang tidak memberikan respon adekuat dengan terapi medikal, pasien

dengan infeksi berulang, serta pasien dengan komplikasi sinusitis, selain itu

 pasien polip hidung disertai riwayat asma juga perlu dipertimbangkan untuk

dilakukan pembedahan guna patensi jalan nafas. Tindakan yang dilakukan

yaitu berupa ekstraksi polip (polipektomi), etmoidektomi untuk polip etmoid,

operasi Caldwell-luc untuk sinus maxila. Untuk pengembangan terbaru yaitu

menggunakan operasi endoskopik dengan navigasi komputer dan

instrumentasi power. 3,6 

C.7. Prognosis

Umumnya setelah penatalaksanaan yang dipilih prognosis polip hidung

ini baik (dubia et bonam) dan gejala-gejala nasal dapat teratasi. Akan tetapi

kekambuhan pasca operasi atau pasca pemberian kortikosteroid masih sering

terjadi. Untuk itu follow-up pasca operatif merupakan pencegahan dini yang

dapat dilakukan untuk mengatasi kemungkinan terjadinya sinekia dan

obstruksi ostia pasca operasi, bagaimana patensi jalan nafas setelah tindakan

serta keadaan sinus, pencegahan inflamasi persisten, infeksi, dan pertumbuhan

 polip kembali, serta stimulasi pertumbuhan mukosa normal. Untuk itu sangat

 penting dilakukan pemeriksaan endoskopi post operatif. Penatalaksanaan

lanjutan dengan intra nasal kortikosteroid diduga dapat mengurangi angka

kekambuhan polip hidung.2,3,6

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 17/27

 

BAB III

STATUS PASIEN

I.  ANAMNESIS

Identitas

 Nama : Ny. G

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 53 tahun

Alamat : Jl. Ilham

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal periksa : 17 April 2014

Anamnesis dilakukan pada 17 April 2014 pukul 10.00 WIB

Keluhan Utama

Keluar cairan dari hidung kiri dan cairan kadang kadang tertelan ke dalam

tenggorokan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan keluar cairan encer sampai

 purulen yang keluar dari hidung atau kadang kadang masuk ke dalam

tenggorokan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya darah

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 18/27

yang keluar dari hidung kiri yang hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Dari

anamnesis diketahui pasien mengeluhkan hidung kiri tersumbat, penciuman

 berkurang, batuk sesekali. Pasien tidak mengeluhkan gagguan pendengaran, atau

 pun nyeri tenggorokan.

Pasien belum mendapat pengobatan terhadap keluhannya sebelum datang ke

 poli THT RSUD Soedarso.

Riwayat Penyakit Dahulu

1.  Keluhan yang sama sebelumnya disangkal

2. 

Riwayat Rinitis Alergi disangkal

3.  Riwayat Asma disangkal

4.  Riwayat DM ataupun hipertensi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

1.  Keluhan yang sama dalam keluarga disangkal

2. 

Riwayat rinitis alergi dan asma dalam keluarga disangkal

II.  PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal: 17 April 2014 pukul: 10.00 WIB

Keadaan umum : Baik, Compos mentis

STATUS LOKALIS

Telinga

Inspeksi, Palpasi

Telinga kanan Telinga kiri

Aurikula Hiperemis : -

Edema : -

Massa : -

Hiperemis : -

Edema : -

Massa : -

Preaurikula Hiperemis : - Fistula : -

Edema : -

Hiperemis : - Fistula : -

Edema : -

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 19/27

Massa : - Massa : -

Retro aurikula Hiperemis : - Fistula : -

Edema : -

Massa : -

Hiperemis : - Fistula : -

Edema : -

Massa : -

Palpasi  Nyeri pergerakan : -

 Nyeri tekan tragus : -

 Nyeri tekan aurikula : -

 Nyeri pergerakan : -

 Nyeri tekan tragus : -

 Nyeri tekan aurikula : -

Otoskopi :

Telinga kanan Telinga kiri

MAE Edema : -

Hiperemis : -

Massa : -

Sekret : -

Serumen : + (minimal)

Edema : -

Hiperemis : -

Massa : -

Sekret : -

Serumen : + (minimal)

Membran

Timpani

Perforasi : -

Warna : jernih

Hiperemis : -

Refleks Cahaya : +

Perforasi : -

Warna : jernih

Hiperemis : -

Refleks Cahaya : +

Hidung dan Sinus Paranasal

Inspeksi, Palpasi :

-  Kemerahan pada daerah hidung (-)

Deviasi tulang hidung (-)

Bengkak daerah hidung (-) dan sinus paranasal (-)

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 20/27

Krepitasi tulang hidung (-), nyeri tekan hidung (-) dan sinus paranasal

(frontal (-); maksilaris (-); ethmoidalis (-))

Rinoskopi Anterior :

Rinoskopi anterior Cavum nasi dextra Cavum nasi sinistra

Mukosa hidung Hiperemis : -

Massa : -

Sekret : -

Atrofi : -

Mukus: -

Pucat : -

Hiperemis : -

Massa : + (warna putih

abu-abu)

Sekret : +

Atrofi : -

Mukus : -

Pucat : -

Septum Deviasi : -

Dislokasi : -

Deviasi : -

Dislokasi : -

Konka inferior dan

media

Hipertrofi : -

Atrofi : -

Hipertrofi : -

Atrofi : -

Meatus inferior dan

media

Sekret: -

Polip: -

Sekret: +

Polip: +

Tenggorokan

Inspeksi, Palpasi :

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 21/27

Mukosa Orofaring :

Hiperemis : -

Massa : -

 Nyeri : -

Tonsil T1-T1

III.  PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.  Pemeriksaan darah

2. 

Pemeriksaan radiologi : CT scan sinus

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 22/27

Gambar CT Scan

IV.  RESUME

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan keluar cairan encer sampai purulen

yang keluar dari hidung kiri atau kadang kadang masuk ke dalam tenggorokan

sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya darah yang keluar dari

hidung kiri yang hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu, hidung kiri tersumbat,

 penciuman berkurang, batuk sesekali. Pasien tidak mengeluhkan gagguan

 pendengaran, atau pun nyeri tenggorokan. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior

didapatkan massa berwarna putih abu-abu pada rongga hidung sebelah kiri. 

V.  DIAGNOSIS

Diagnosis kerja : Polip nasi

Diagnosis banding : Konka polipoid

Angiofibroma nasofaring

VI. 

TATALAKSANA

a.  Kortikosteriod: Deksametason Tab 3x4 mg selama 3 hari, kemudian 2x4 mg

3 hari selanjutnya, kemudian dilanjutkan 1x4mg pada 3 hari terakhir.

 b.  Dekongestan : Pseudoefedrin HCL tab 3 x 8 mg

c.  Operasi untuk mengangkat massa pada cavum nasi sinistra (polip)  

Polipektomi

VII.  PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad functionam : bonam

Ad sanactionam : dubia et bonam

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 23/27

 

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan polip nasi sinistra yang

ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta didukung dengan

 pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan hidung tersumbat

disertai pengeluaran sekret encer hingga purulen. Keluhan hidung tersumbat ini

 juga disertai penurunan peghidu (hiposmia).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya massa berwarna putih keabuan di

 bagian konka media, terlihat bertangkai. Hal ini menunjang ke arah diagnosis

 polip nasi.

Untuk lebih meyakinkan diagnosis, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang

yaitu CT scan sinus untuk melihat secara jelas keadaan di hidung dan sinus

 paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan

 pada kompleks osteomeatal (KOM).

Diagnosis banding polip nasi antara lain konka polipoid dan angiofibroma

nasofaring. Polip nasi dapat dibedakan dengan konka polipoid yang ciri  –  cirinya

sebagai berikut :

Tidak bertangkai

-  Sukar digerakkan

 Nyeri bila ditekan dengan pinset

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 24/27

Mudah berdarah

-  Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan

 polip dan konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga

harus hati-hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena

 bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik, meningkatkan tekanan darah yang

 berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengannny penyakit jantung

lainnya. Konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan mengecil,

sedangkan polip tidak mengecil. 

Pada angiofibroma nasofaring mempunyai gejala yaitu sumbatan pada

hidung dan epistaksis berulang yang masif. Terjadi obstruksi hidung sehingga

timbul rinore kronis yang diikuti gangguan penciuman. Oklusi pada tuba

Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia

menandakan adanya perluasan tumor ke intrakranial. Pada pemeriksaan fisik

dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa tumor yang konsistensinya

kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah muda, diliputi oleh lendir

keunguan. Mukosa mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarak ditemukan

ulserasi. Pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan tumor

dan destruksi tulang sekitarnya.

Rencana penatalaksanaan pada pasien ini adalah tindakan operatif yaitu

ekstraksi polip (polipektomi) dan medikamentosa. Pemberian medikamentosa

 berupa pemberian steroid sistemik. Steroid diberikan selama 9 hari dengan dosis

yang di turunkan perlahan. Kortikosteroid adalah pengobatan paling efektif untuk

 pengobatan jangka pendek dari polip nasi, dan kortikosteroid oral memiliki

efektivitas baik dalam mengurangi inflamasi polip. Pseudoefedrin HCL di berikan

sebagai dekongestan untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat.

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 25/27

 

BAB V

KESIMPULAN

1. 

Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan

sumbatan pada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat

dirasakan.

2. 

Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung, hiposmia,

adanya sekret hidung.

3.  Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan massa yang lunak, bertangkai

 berwarna putih keabuan pada cavum nasi.

4.  Penatalaksanaan untuk polip nasi ini secara konservatif maupun operatif yaitu

 polipektomi, yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip dan keluhan

dari pasien.

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 26/27

 

DAFTAR PUSTAKA

1.  Probst, R., Grevers, G., dan Iro, H. Anatomy, Physiology, and Immunology of

the Nose, Paranasal Sinuses, and Face. Dalam: Basic Otorhinolaryngology.

 New York: Thieme, 2006, h. 2 –  13

2.  Soetjipto, D. dan Mangunkusumo, E. Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar

 N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi

kelima. Jakarta: FKUI, 2001, h. 88  –  95

3. 

Ahmad Maymane Jahroni. The Epidemological & Clinical aspect of Nasal

Polyps that Require Surgery. Iranian Journal Of

Otorhynolaryngology.2012 : 2 (4) : 72-75

4.  Bachort C.Management of Nasal Polyps. Rhinology. 2005 : 18: 1-87

5.  Kirtsreesatul Virat. Update on Nasal Polyps : Etiopatogenesis. J Med Assoc

Thai. 2005 : 88 (12) :1966-72

6.  Assanasen paraya MD. Medical & Surgical Management of Nasal Polyps.

Current Option in Otolaryngology & Head and Neck Surgery. 2001. 9 :

27-36

7.  Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Guideline Penyakit THT-

KL di Indonesia. 2007. Hal 25

7/21/2019 Lapkas polip.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-polipdocx 27/27