laporan benjolan pada leher

Upload: fat-fathiyah

Post on 16-Oct-2015

167 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANII.1. HISTORY TAKINGSeorang laki-laki 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan benjolan pada leher bagian lateral kiri, yang dirasakan sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan ini mula-mula kecil, yang kemudian membesar dengan cepat. Benjolan teraba keras tetapi tidak nyeri. Penderita mengeluh telinga berdengung pada sebelah kiri.Berdasarkan dari skenario gejala klinis dari laki-laki berumur 50 tahun ini adalah: benjolan pada leher bagian lateral kiri, sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan mula-mula kecil, lalu membesar dengan cepat. Benjolan teraba keras dan tidak nyeri. telinga berdengung pada sebelah kiri.

II.2. MIND MAPPING

pemeriksaan fisik:inspeksi : ukuran , bentuk, konsistensi, perlengketan dengan area sekitar dan lokasinya.dengan laringoskopi : lihat area glottis.subglotik, supraglotis Anamnesis tambahan : riwayat merokok, lifestyle, riwayat infeksi sebelumnya, riwayat trauma,riwayat keluarga , gejala lain: epistaksis,hidung tersumbat, sefalgia, nyeri waktu menelan, batuk, hemoptisis, suara serak, sulit bernapas, splenomegali, gangguan hepar, gangguan skeletal, gejala sistemik. , Gejala klinis : laki-laki 50 tahun ,benjolan pada leher bagian lateral kiri, sejak 4 bulan lalu. Benjolan mula-mula kecil, lalu membesar dengan cepat. Benjolan teraba keras dan tidak nyeri. telinga berdengung pada sebelah kiri

Tumor primer atau metastasis tumor yang menyebabkan pembesaran limfa regional leher lateral kiri

Pemeriksaan tambahan:pemeriksaan CT, MRI, pemeriksaan histopatologi . Pemeriksaan hematologi, urinalisis. Fungsi hepar, pemeriksaan saraf cranial, pemeriksaan serologi virus EB

Karsinoma laringLimfoma malignaKarsinoma nasofaring

TerapiRadioterapi/kemoterapi / terapi bedah (Sesuai jenis dan stadium tumor)PencegahanLakukan deteksi diri Hindari merokokPerbaiki lifestyle

BAB IIPEMBAHASANII.1. ANATOMI LEHER Batas-batas anatomik leher adalah sebagai berikut: batas atas adalah balas bawah mandibula, ujung mastoid, dan garis nukae superior: batas bawah adalah takik suprasternal, klavikula, dan garis horisontal melalui prosesus spinosus vertebra servikalis ke tujuh. Untuk tujuan deskriptif, leher dibagi menjadi dua bagian oleh garis tengah vertikal, dan setiap sisi dibagi menjadi segitiga anterior dan posterior oleh otot stemokleidomastoideus. Sebagian besar massa terjadi pada segitiga servikal anterior.

Drainase limfatik kepala dan leher : Nodi lymphoidei di daerah kepala dan leher tersusun dalam sebuah kelompok leher yang terbentang dari bawah dagu sampai ke belakang kepala dan sebuah kelompok terminal verticalis profunda yang tertanarn di dalam sarung carotis di daerah leher.Kelompok regional nodi lymphoidei tersusun sebagai berikut: Nodi lymphoidei occipitales: terletak di atas os occipitale pada belakang kepala. Menampung limfe dari bagianbelakang kulit kepala. Nodi lymphoidei retroauriculares (mastoidei): terletak di belakang telinga di atas processus mastoideus. Menampung limfe dari kulit kepala di atas telinga, auricula dan meatus acusticus extemus. Nodi lymphoidei parotidei: terletak pada atau di dalam glandula parotidea. Menampung limfe dari kulit kepala di atas glandula parotidea" kelopak mata, glandula parotidea, auricula dan meatus acusticus extemus. Nodi lymphoidei buccinatorius (faciales): satu atau dua nodi pada pipi di atas musculus buccinator. Menampung limfe yang akhimya bermuara ke nodi lymphoidei submandibulares. Nodi lymphoidei submandibulares: terletak pada permukaan superfisial glandula salivaria submandibularis, tepat di bawah pinggir bawah mandibulae. Menampung limfe dari kulit kepala bagian depary hidung, pipi, bibir atas dan bawah (kecuali bagian tengah), sinus frontalis, maxillaris, dan ethmodalis; gigi atas dan bawah (kecuaii incisivus bawah); dua pertiga bagian anterior iidah (kecuaii ujung lidah); dasar mulut dan vestibulum; dan gusi. Nodi lymphoidei submentales: terletak di dalam trigonum submentale tepai di bawah dagu. Menampung limfe dari ujung lidah, dasar mulut bagian anterior, gigi incisivus, bagian tengah bibir bawah, dan kulit di atas dagu. Nodi lymphoidei cervicales anteriores: terletak sepanjang vena jugularis antedor pada sisi depan leher. Menampung limfe dari kulit dan 1'aringan superfisial leher bagian depan Nodi lymphoidei cervicales superficiales: terletak sepanjang vena jugularis externa pada sisi lateral leher. Menampung limfe dari kulit di atas angulus mandibulae, kulit di atas bagian bawah glandula parotidea, dan lobus auricula. Nodi lynphoidei retropharyngeales: terletak di belakang pharyrrx dan di depan columna vertebralis. Menampung limfe dari nasopharynx, tuba auditiva, dan columna vertebralis. Nodi lymphoidei laryngeales: terletak di depan laryrx. Menampung limfe dari larynx. Nodi lymphoidei tracheales (paratracheales): terletak sepanjang lateral trachea. Menampung limfe dari struktur yang berdekatan termasuk glandula thyroidea. Nodi lymphoidei cervicales profunda membentuk sebuah rantai vertikal sepanjang vena jugularis interna di dalam selubung carotis. Menampung limfe dari semua kelompok regional nodi lymphoidei. Nodus jugulodigastricus, yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae, terutama berhubungan dengan aliran limfe dari tonsil dan lidah. Nodus juguloomohyoideus, yang terletak dekat musculus omohyoideus, terutama berhubungan dengan aliran limfe lidah.Pembuluh limfe eferen dari nodi lymphoidei cervicales profundi bergabung untuk membentuk truncus jugularis, yang bermuara ke dalam ductus thoracicus atau ductus lymphaticus dexter.

Pembuluh darah : Arteria carotis communis dextra berasal dari Arteria brachiocephalica dibelakang articulatio sternoclavicularis dexter. Arteria carotis communis sinistra berasal dari arcus aorta di mediastinum superius. Arteria carotis communis berjalan ke atas di daerah leher tertutup oleh pinggir anterior musculus sternocleido- mastoideus, dari articulatio sternoclavicularis sampai pinggir atas cartilago thyroidea. Disini pembuluh ini bercabang dua menjadi arteria carotis externa dan interna. Pada tempat percabangan ini, bagian terminal arteria carotis communis atau bagian permulaan arteria carotis interna tampak melebar, disebut sinus caroticus. Tunica media sinus lebih tipis dari di tempat lain, namun tunica adventitia relatif lebih tebal dan mengandung banyak ujung-ujung saraf yang berasal dari nervus glossopharyngeus.

NASOFARINGNasofaring terletak di antara basis kranial dan palatum molle, menghubungkan rongga hidung dan daerah orofaring. Dinding supero-posterior bersambung dan miring membentuk lengkungan, di antara kedua dinding tidak terdapat batas anatomis yang jelas. Lapisan submukosa area itu kaya akan jaringan limfatik yang membentuk tonsil faring, dimana pada masa anak tampak hiperplasia nyata membentuk adenoid. Dinding lateral mencakup : (1) pars anterior tuba timpanofaringeus ; (2) area tuba timpanofaringeus, terdapat ostium faringeus tuba timpanofaringeus dan torus tubarius bersama jaringan ikat dibawahnya membentuk pars kartilago tuba timpanofaringeus; (3) pars posterior tuba timpanofaringeus, yaitu resessus faringeus yang biasa juga disebut fossa Rosenmulleri.Dinding anterior : margin posterior septum nasalis dan ostium posterior nasalis di kedua sisinya, langsung berhubungan dengan kavum nasalis.Dinding dasar : dorsum palatum molle dan ismus orofaring di belakangnya.Drainase limfatik : area nasofaring sangat kaya akan saluran limfatik, terutama drainase ke kelenjar limfe faringeal posterior paravertebral servical, kemudian masuk ke kelenjar limfe kelompok profunda servical, terutama meliputi (1) rantai kelenjar limfe jugularis interna; (2) rantai kelenjar limfe nervi assesorius; (3) rantai kelenjar limfe arteri dan vena transversalis koli.Pembuluh darah : berasal dari percabangan level I atau level II arteri carotis externa, masing-masing adalah : arteri faringeal ascendens, cabang terkecil arteri carotis externa ; (2) arteri palatina ascendens (3) arteri faringea, salah satu cabang terminal dari arteri maxillaris nterna (4) arteri pterigoideus.Persarafan : saraf sensorik berasal dari nervi glossofaringeal dan vagus. Saraf motorik dan nervus vagus, sedangkan saraf motorik dari nervus vagus, mempersarafi sebagian otot faring dan palatum molle.II.2. KELENJAR LIMFA LEHERSekitar 75 buah kelenjar limfa terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius. Kelenjar limfe yang selalu terlibat dalam metstasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian jugularis interna, yang terbentang antara klavikula sampai dasar tengkorak. Rangkaian jugularis interna ini dibagai dalam kelompok superior, media dan inferior. Kelompok kelenjar limfe yang lain adalah submental, submandibula, servikalis superficial, retrofaring, pratrakeal, spinalis asesorius, skalenus anterior dan supraklavikula.Kelenjar limfa jugularis interna superior menerima aliran limfa yang berasal dari daerah palatum mole, tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis dan supraglotik laring. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa retrofaring, spinalis asesorius, parotis, servikalis superficial dan kelenjar limfa submandibula.Kelenjar limfa jugularis interna media menerima aliran limfa yang berasal langsung dari subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior dan daerah krikoid posterior. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa juguglaris interna superior dan kelenjar limfa retrofaring bagian bawah.Kelenjar limfa jugularis interna inferior menerima aliran limfa yang berasal langsung dari glandula tiroid, trakea , esophagus bagian servikal. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa juguglaris interna superior dan media, dan kelenjar limfa paratrakea.Kelenjar limfa submental, terlenta pada segitiga submental di antara platisma dan m . omohioid di dalam jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian depan dan 1/3 bagian bawah lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa submandibula sisi homolateral atau ontra lateral, kadang-kadang dapat langsung ke rangkaian kelenjar limfa juguglaris interna.Kelenjar limfa submandibula, terletak di sekitar kelenjar liur submandibula dan di dalam kelenjar liurnya sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar liur submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung , bagian anterior rongga mulut, bagian medial elopak mata, palatum mole dan 2/3 depan lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar jugularis interna superior Kelenjar limfa serfikal superficial, terletak di sepanjang vena jugularis eksterna, menerima aliran limfa yang berasal dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis dan kelenjar limfa oksipital. Pembuluh efereen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna superior.Kelenjar limfa retrofaring , terletak di antara faring dan fasia prevertebra, mulai leher dan toraks. Pembuluh aferen menerima aliran limfa dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah dan tuba eustachius. pembuluh eferen megalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna dan kelenjar limfa jugularis interna dan kelenjar limfa spinal asesoris bagian superior.Kelenjar limfa paratrakea, menerima aliran limfa yang berasal dari laring bagian bawah, hipofaring , esophagus bagian servikal, trakea bagian atas dan tiroid.Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna inferior atau kelenjar limfe mediastinum superior.Kelenjar limfa spinal asesoris, terletak di sepanjang saraf spinal asesoris, menerima aliran limfa yang bersal dari kulit kepala bagian parietal dan bagian belakang leher. Kelejar limfa parafaring menerima aliran limfa dari nasofaring, orofaring dan sinus paranasal.pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelnjar limfa supraklavikula.Rangkaian kelenjar limfa juguglaris interna mengalirkan limfa ke trunkus jugularis dan selanjutnya masuk ke duktus torasikus untuk sisi sebelah kiri, dengan untuk sisi yang sebelah kanan masuk ke duktus limfatius kanan atau langsung ke system vena pada pertemuan vena jugularis interna dan vena subklavia. Juga duktus torasikus dan duktus limfatikus kanan menerima aliran limfa dari kelenjar limfa supraklavikula.DAERAH KELENJARAN LIMFA LEHERLetak kelenjar limfa leher menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center Classification di bagi dalam lima daerah penyebaran kelompok kelenjar, yaitu daerah :I. Kelenjar yang terletak di segitiga sub-mental dan submandibulaII. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasu kelenjar limfa jugular superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior superiorIII. Kelenjar limfa jugularis di antara bifurkasio karotis dan persilangan m. omohioid dengan m. sternokleidomastoid dan batas posterior m. sternokleidomastoidIV. Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikulaV. Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal.Metastasis tumor servikalMetastasis dari tumor gans yang primernya berada di kelapa dan leher lebih dari 90% primernya dapat ditentukan dengan pemeriksaan fisik. Adanya massa tumor yang berada di preaurikula umumnya disebabkan oleh tumor primer dari kelenjar parotis atau metastatis tumor ganas dari kulit muka, kepala, dan telinga homolateral.Massa tumor pada kelenjar yang berada di bawah m sternokleidomastoid bagian atas dan atau pada kelenjar servikal superior posterior biasnya berasal dari tumor ganas di nasofaring, orofaring dan bagian posterior sinus maksila.Pada kelenjar submental dapat berasal dari tumor ganas di kulit hidung atau bibir, atau dasar mulut bagian bagian anterior.Pada segitiga submandibula dapat di sebabkan oleh tumor primer pada kelenjar submandubula atau metastasis tumor yang berasal dari kulit muka homolateral , bibir, rongga mulut atau sinus paranasal.Pada daerah kelenjar jugularis interna superior, dapat berasal tumor ganas di rongga mulut, orofaring posterior, nasofaring, dasar lidah atau laringTumor yang tunggal pada daerah jugularis media biasanya berupa tumor pada subglotis , laring tiroid atau esophagus bagian servikal.Tumor pada kelenjar limfa suboksipital biasanya berupa metastasis tumor yang berasal dari kulit kepala bagian posterior atau tumor pimer di aurikula.Massa tumor di supraklavikula, biasanya oleh karena tumor primer di infraklavikula, tumor esophagus bagian servikal atau tumor tiroid.Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala dan leher edisi keenam hal174-177)II.3. PENYAKIT DENGAN BENJOLAN PADA LEHERBenjolan leher adalah setiap massa baik kongenital maupun didapat yang timbul di segitiga anterior atau posterior leher, di antara klavikula pada bagian inferior, dan mandibula serta dasar tengkorak pada bagian superior.Menurut Grace, 2007: 11, benjolan pada leher 50 % berasal darii tiroid, 40 % benjolan leher disebabkan oleh keganasan (80 % merupakan metastasis yang berasal dari lesi primer di atas klavikula; 20 % neoplasma primer: limfoma, tumor kelenjar saliva) dan 10 % benjolan leher berasal dari pereadangan atau kelainan kongenital.1. Tiroid Struma, kista, neoplasma2. Neoplasma Karsinoma metastasis Limfoma primer Tumor kelenjar saliva Tumor sternokledomastoid Tumor badan karotis3. Peradangan Adenopati infektif akut Abses kancing leher (collar stud abscess) Higroma kistik Kista brankial Parotitis 4. Kongenital Kista duktus tiroglosus Kista dermoid Tortikolis5. Vaskular Aneurisma subklavia Ektasia subklaviaII.4. PATOMEKANISME GEJALAa. Benjolan pada leher kiriSiklus sel normal pada manusia berlangsung melalui suatu siklus sel yang terdiri dari 4 fase yang ditentukan oleh waktu sintesis DNA, yaitu fase G1, fase S, fase G2 dan fase M. Setelah mitosis, sel memasuki fase G1, yaitu fase sel sangat aktif tetapi tidak mensintesis DNA, atau memasuki fase G0 untuk istirahat. Pada fase G0/G1 kandungan DNA sel adalah diploid (2N). Siklus sel kemudian berlanjut ke fase S saat terjadi sintesis DNA dan kandungan DNA berubah menjadi 4N. Fase selanjutnya adalah fase G2 sebelum memasuki fase M di mana sel membelah diri menjadi 2 sel diploid. Waktu yang diperlukan untuk satu siklus bergantung pada jenis sel dan perbedaan waktu itu terutama di fase G1, bila perlu siklus sel berhenti pada fase ini (G1 arrest) atau pada interfase G1/S (Romadhon: 2013)Sel tumor adalah sel normal dari tubuh kita sendiri yang mengalami perubahan (transformasi) sehingga bentuk, sifat dan kinetiknya berubah, sehingga tumbuhnya menjadi autonom, liar, tidak terkendalidan terlepas dari koordinasi pertumbuhan normal. Akibatnya timbul tumor yang terpisah dari jaringan tubuh normal (Sukardja, 2010).Transformasi sel itu terjadi karena mutasi gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel, yaitu proto onkogen dan atau supresor gen (anti onkogen). Kemungkinan terjadinya mutasi itu ditentukan oleh kesetiaan dan ketekunan gen itu mengadakan replikasi dan reparasi. Aktivasi protoonogen menjadi onkogen karena ada mutasi gen atau ada insersi gen retrovirus. Inaktivasi gen supresor terjadi karena ada mutasi gen atau ada protein yang dapat mengikat produksi gen supresor itu (Sukardja, 2010).Pada umumnya transformasi itu terjadi karena ada mutasi gen atau chromosom. Mutasi itu dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu:a. Translokasi Pada translokasi gen atau kromosom umumnya berupa translokasi resiprokal, yaitu pertukaran timbal balik gen atau kromosom pada lengan chromosom satu dengan lainnya, tanpa ada kehilangan gen. Sebagian dari lengan kromosom itu pindah letaknya ke kromosom lain. Translokasi ini menyebabkan perubahan ekspresi gen.b. Kehilangan, tambahan atau inaktivasi genKehilangan (delation), tambahan (addition), dan inaktivasi gen akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak terkendali dan diferensiasi sel yang jelek.c. Amplifikasi genPada amplifikasi gen terdapat kenaikan jumlah DNA pada kromosom pada region tertentu.Selain kerusakan mutasi gen, transformasi sel normal dapat juga terjadi karenainduksi karsinogen. Fase induksi dibagi menjadi fase inisiasi, promosi, konversi, progresi, sehingga timbul sel kanker.

Perubahan-perubahan tersebut di atas, dapat dilihat pada bagan berikut: diferensiasi Sel normal Sel kanker

Sinar UV Onkogen Virus Hormon Transformasi gen Iritasi kronis Kimia Proto onkogen

Proses: Inisiasi Promosi Progresi b. Telinga berdengungTinnitus dan pendengaran menurun : masing-masing menempati 51,5-62,5% dan 50%. Penyebabnya adalah tumor di resesus faringeus dan dinding lateral nasofaring menginfiltrasi, menekan tuba eustaki, menyebabkan tekanan negative di dalam kavum timpani, hingga terjadi otitis media transudatif.bagi psien dengan gejala ringan , tindakan dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya kemampuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga.

II.5. DIFFERENTIAL DIAGNOSISII.5.1. KARSINOMA NASOFARINGAnatomi NasofaringNasofaring terletak di antara basis kranial dan palatum mole, menghubungkan rongga hidung dan orofaring. Rongga nasofaring menyerupai sebuah kubus yang tidak beraturan, diameter atas-bawah dan kiri-kanan masing-masing sekitar 3 cm, diameter depan-belakang 2-3 cm, dapat dibagi menjadi dinding anterior, superior, posterior, inferior, dan 2 dinding lateral yang simetri bilateral (Desen, 2013: 263).Dinding supero-posterior: dinding superior dan posteroir bersambung dan mirirng membentuk lengkungan, di antara kedua dinding tidak terdapat batas anatomis yang jelas, maka secara klinis sering disebut sebagai dinding supero-posterior, yaitu batas dari atas lubang hidung posterior ke posterior, hingga taraf palatum molle. Lapisan submukosa area itu kaya akan jaringan limfatik membentuk tonsil faring. Dinding posterior setinggi vertebra servikal 1,2, kedua sisinya adalah batas posterior resesus faring (Desen, 2013: 264).Dinding lateral mencakup (1) pars anterior tuba timpanofaringeus; (2) area tuba timpanofaringeus, terdapat ostium faringeus tuba timpanofariungeus (membentuk segitiga, sekitar 1 cm dari ujung posterior konka nasalis inferior) dan torus tubarius di sebelah posterosuperiornya bersama jaringan ikat di bawahnya membentuk pars kartilago tuba timpanofaringeus; (3) pars anterior tuba timpanofaringeus yaitu resesus faringeus (disebut juga fossa Rosenmulleri), terletak disebelah posterosuperior torus tubarius, berhubungan dengan dinding posterior atap nasofaring. Resesus ini di dalamnya sekitar 1 cm, membentuk lekukan berbentuk kerucut(Desen, 2013: 264).Dinding anterior terdiri atas margin posterior septum nasalis dan ostium posterior nasalis di kedua sisinya, langsung berhubungan dengan kavum nasalis. Dinding dasar yaitu dorsum palatum mole dan ismus orofaring di belakangnya (Desen, 2013: 264).Drainase limfatik: area nasofaring sangat kaya akan saluran limfatik, terutama drainase ke kelenjar limfe faringeal posterior paravertebral servikal (disebut juga kelenjar limfe Rouviere, sebagai kelenjar limfe terminal pertama drainase kanker nasofaring), kemudian pertama drainase kanker nasofaring), kemudian masuk ke kelenjar limfe kelompok profunda servikal, terutama meliputi: (1) rantai kelenjar limfe jugularis interna; (2) rantai kelenjar limfe nervi asesorius 9terletak dalam segitiga posterior leher); (3) rantai kelenjar limfe arteri dan vena transversalis koli (di fosa supraklavikular) (Desen, 2013: 264).Pembuluh darah berasal dari percabangan level I atai level II arteri karotis eksterna, masing-masing adalah: (1) arteri faringeal asendens, cabang terkecil arteri karotis eksterna; (2) arteri palatina asendens; (3) arteri faringea, salah satu cabang terminal dari arteri maksillaris interna; (4) arteri pterigoideus, juga adalah cabang akhir arteri maksillaris interna.Persarafan nasofaring terdiri atas saraf sensorik yang berasal dari nervi glosofaringeal dan vagus. Saraf motorik dari nervus vagus, mempersarafi sebagian otot faring dan paltum mole (Desen, 2013: 264).

Histologi NasofaringDefinisi Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan keganasan yang berasal dari epitel mukosa, jaringan penyangga/ lunak atau kelenjar yang terdapat pada nasofaring. Karsinoma nasofaring disebut juga sebagai tumor Kanton (Desen 2013: 263).Epidemiologi Karsinoma NasofaringInsidens karsinoma nasofaring tertinggi di dunia di jumpai pada penduduk daratan Cina bagian selatan, khususnya suku Kanton di Provinsi Guang Dong dengan angka rata-rata 30-50/100.000 penduduk per tahun. Insidens karsinoma nasofaring juga banyak pada daerah yang banyak dijumpai imingran Cina, misalnya di Hong Kong, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Sedangkan insiden yang terendah pada bangsa Kaukasin, Jepang dan India (Asroel, 2002).Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria dibanding pada wanita dengan ratio 2-3:1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia yang masih produkti (30-60 tahun), dengan usia terbanyak adalah 40-50 tahun (Asroel, 2002).EtiologiMenurut Desen, 2013: 267-269, terjadinya karsinoma nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah:1. Kerentanan genetik, walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerntanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyrakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring.2. Virus Eipstein-Barr, Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang asia dan afrika dengan karsinoma nasofaring primermaupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tak berdifrensiasi dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.3. Faktor Lingkungan, menurut laporan luar negeri, orang cina generasi pertama (Umumnya penduduk kanton ) yang bermigrasi ke Amerika Serikat, Kanada memiliki angka kematian akibat karsinoma nasofaring 30 kali lebih tinggi dari penduduk kulit putih setempat, sedangkan pada generasi kedua turun menjadi 15 kali, generasi ketiga belum ada angka pasti, tetapi secara keseluruhan cenderung menurun. Dalam pada itu, orang kulit putih yang lahir d Asia Tenggara, angka kejadian nasofaring meningkat. Sebabnya selain pada sebagian orang terjadi perubahan pada hubungan darah, jelas factor lingungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring: Golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin. Hodrokarbon aromatic Unsur renik, diantaranya nikel sulfat.Mnurut Asroel, 2002 mediator di bawah ini yang dianggap berpengaruh terhadap timbulnya karsinoma naofaring yaitu:1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.3. Sering kontak dengan zt-zat yang dianggap karsinogen, seperti: Benzopyrenen Benzoanthracene Gas kimia Asap industri Asap kayu Beberapa ekstrak tumbuhan4. Ras dan keturunan5. Radang kronis daerah nasofaring6. Profil HLAGejala dan TandaGejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata, dan syaraf, serta metastasis atau gejala di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat kalau perlu dengan nasofaringoskop, karena seringa gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor) (Soepardi dkk, 2012: 160).Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia). Tidak jarang pasien dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian disadari bahwa penyebabnya adalah karsinma nasofaring (Soepardi dkk, 2012: 160).Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lobang, maka gangguan beberapa lobang, dari beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, shingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti (Soepardi dkk, 2012: 160).Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh syaraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian biasanya prognosisnya buruk (Soepardi dkk, 2012: 160).Metastase kekelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti di RRC yaitu tiga bentuk yang mencurigakan pada naofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukosistis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun kemudian akan menjadi karsinoma nasofaring (Soepardi dkk, 2012: 160).

DiagnosisMenurut American Cancer Society, untuk diagnosis kanker nasofaring terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu:1. Anamnesis dan pemeriksaan fisikJika terdapat tanda dan gejala kanker nasofaring, maka perlu dilakukan anamnesis lengkap tentang kemungkinan faktor resiko. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat adanya tanda dari kanker nasofaring atau gangguan kesehatan lainnya. Selama pemeriksaan, perhatian harus lebih dutujukan pada pemeriksaan pada area kepala dan leher yaitu hidung, mulut dan kerongkongan, otot-otot pada wajah dan kelenjar limfe pada leher. 2. Pemeriksaan nasofaringNasofaring terletak pada bagian dalam dari kepala dan tidak mudah terlihat, sehingga memerlukan pemeriksaan khusus. Terdapat dua jenis pemeriksaan untuk melihat nasofaring, yaitu: Pemeriksaan nasopharyngocsopy indirect, menggunakan cermin dan senter yang diletakkan pada bagian belakang dari kerongkongan untuk melihat nasofaring dan area sekitarnya. Pemeriksaan nasopharyngocsopy direct, menggunakan fiber optic scope yang disebut nasopharyngocsope untuk melihat area nasofaring secara langsung.3. BiopsiBiopsi dilakukan dengan mengambil sel dari daerah yang abnormal dan meihatnya di bawah mikroskop untuk memastikan diagosis.4. Endoscopic biopsi5. Fine Needle Aspiration (FNA)Jika terdapat benjolan pada leher, FNA dilakukan untuk mengetahui penyebab dari benjolan tersebut. Benjolan pada leher dapat berupa respon dari suatu infeksi, metastasis dari tempat lain (misalnya kanker nasofaring), atau limfoma. 6. Imaging test yang terdiri atas: X-Ray dadaPemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya metastasis ke paru-paru setelah ditegakkannya diagnosis karsinoma nasofaring. CT ScanMakna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis, memastikan luas lesi, penetapan stadium, secara tepat menetapkan zona target terapi, merancang medan dan radiasi serta memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan tindak lanjut. MRIMRI selain dengan jelas memperlihatkan lapisan strukur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Positron emission tomogrphy (PET)Menggunakan pencitraan biologis metabolisme glukosa dari zat kontras 18-FDG dan penvcitraan anatomis dari CT yang dipadukan hingga mendapatkan gambar PET-CT. 7. Pemeriksaan Epstein-Barr Virus (EBV) DNA levelParameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah VCA-IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hal positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan perubahan antibodi tersebut.

Penggolongan StadiumUntuk penetuan stadium dipakai sistim TNM menurut UICC (2002).TTumor primer

T0Tidak tampak tumor.

T1Tumor terbatasdi nasofaring

T2Tumor meluas ke jaringan lunak

T2aPerluasan tumor ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring

T2bDisertai perluasan ke parafaring

T3Tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal

T4Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa intratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikor.

NPembesaran kelenjar getah bening regional

NxPembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0Tidak ada pembesaran

N1Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N2Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N3Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuaran lebih dari 6 cm, atau terletak di dalam fossa supraklavikula

N3aUkuran lebih dari 6 cm

N3bDi dalam fossa supraklavikula

MMatastasis jauh

MxMetastasis jauh tidak dapat dinilai

M0Tidak ada metastasis jauh

MxTerdapat metastasis jauh

PelatalaksanaanStadim 1: RadioterapiStadium II dan III: KemoradiasiStadium IV dengan N < 6 cm: KemoradiasiStadium IV dengan N > 6 cm: Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi.1. TerapiRadioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan computer. Dosis radiasi dosis iradiasi nasofaring 66-70 Gy/33-35 kali / 6,5-7 minggu; bagi pasien dengan kelenjar limfe leher positif diberikan dosis kuratif 60-70 Gy/30-35 kali /6-7 minggu; pasien dengan kelenjar limfe leher negative diberi dosis preventif 50-56 Gy/25-28 kali/ 5-5,5 minggu.Reaksi radiasi berupa reaksi sistemikatau local akibat radiasi yang bersifat temporer dan reversible dapat berupa insomnia, pusing , fatig, mual , muntah, dyspepsia, kelainan pengecapan,dll. Reaksi local dapat berupa reaksi akut kulit, mukosa orngga mulut dan kelenjar parotis, derajat reaksi berkaitan dengan metode fraksinansi radiasi, lokasi dan luas permukaan iradiasi. Rudapaksa radiasi adalah rudapaksa permanen ireversibel pada jaringan organ akibat paparan radiasi seperti rudapaksa kelenjar parotis , otitis media radiasi , dll (onkologi klinis hal : 275-276)Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan). Bebagai macam kombinasi diebangkan, yang trbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik. Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.Kemoterapi meliputi kemoterapi neoadjuvan, kemoterapi adjuvant dan kemoterapi konkomitan . formula kemoterapi yang sering dipakai adalah : PF (DDP + 5 FU), karboplatin +5FU , paklitaksel + DDP , paklitaksel +DDP+5FU dan DDP +gemsitabin, dllDDP:80-100 mg/m2 iv drip hari pertama (mulai sehari sebelum kemoterapi lakukan hidrasi 3 hari)5FU:800-1000mg/m2/d iv drip, hari ke 3-5 lakukan infuse kontinu intravenaUlangi setiap 21 hari atauKarboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6iv drip, hari pertama.5FU:800-1000 mg/ m2/d, iv drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinu.Ulangi setiap 21 hari. (onkologi klnik hijau hal 276)Efek samping kemoterapi .Obat sitotoksik yang menyerang sel kanker sifatnya cepat membelah. Namun, terkadang obat ini juga memiliki efek pada sel-sel tubuh normal yang juga mempunyai sifat cepat membelahseperti rambut, sumsum tulang , mukosa , kulit dll. Obat ini juga dapat bersifat toksik pada beberapa organ seperti jantung , hati, ginjal, dan system saraf. Pada sumsum tulang dapat terjadi supresi sumsum tulang yang menyebabkan trombositopenia, anemia dan leucopenia. Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut (stomatitis. Tenggorok (esofagitis)dll. Umumnya mukositis terjadi pada hari ke 5-7 setelah kemoterapi. Mual dan muntah terjadi Karena peradangan dari sel-sel mukosa (mukositis ) yang melapisis saluran cerna . muntah dapat terjadi secara akut , dalam 0-24 jam setelah kemoterapi, atau tertunda, 24-96 jam setelah kemoterapi.diare terjadi akibat kerusakan sel epitel saluran cerna sehingga absorbs tidak adekuat . alopesia sering terjadi akibat efek letal obat terhadap sel-sel folikel rambut. Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.2. Perawatan PaliatifPerhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatastidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Paisen akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk , perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-lata vital akibat metastasis tumor (Soepardi, 2012:161-162).II.5.2. KARSINOMA LARINGKarsinoma laring adalah tumor ganas kepala leher yang sering ditemukan. Belakangan ini angka kejadiannya cenderung naik. Terapi kanker laring terutama dengan operasi dan radiasi. Pada waktu terapi radiasi kanker laring harus diupayakan menjaga atau merekonstruksi fungsi vokal pasien, meningkatkan kualitas hidup pasien.Anatomi dan faal:Laring adalah saluran pernapasan dan organ produksi suara, terletak di tengah leher pada tingkatan vertebra servikal ke 4-5. Ke atas melalui apertura laring berhubungan dengan trakea. Di depannya terdapat kulit, fasia superfisial, fasia profunda koli dan kelompok otot subhioid yang menutupinya. Di kedua sisinya bersentuhan dengan pembuluh darah, saraf dan lobus lateral kelenjar tiroid leher

EpidemiologiBelakangan ini, jumlah pasien kanker laring cenderung meningkat. Kanker laring umumnya terjadi pada usia 50-69 tahun, pria jauh lebih tinggi dari wanita, di kawasan timjur laut China, ratio pria:wanita pasien kanker laring adalah 2:1 (tahun1986), di kota shanghai adalah 6,75:1 (tahun1986), di Guangdong 11,2:1 (tahun 1992), Italia 32:1, Brasil 12:1, jepang 9.6:1EtiologiHingga kini, etiologi kanker laring belum sepenuhnya dipahami, umunya dianggap sebagai kanker laring berkaitan dengan faktor berikut ini:1. MerokokYang paling erat dengan kejadian kanker laring adalah merokok, dari pasien kanker laring yang merokok sekitar 95%. Usia terjadinya penyakit di kalangan pasien kanker laring dengan riwayat merokok dibandingkan yang tidak merokok lebih kecil sekitar 10 tahun

2. Infeksi virusKejadian kanker laring mungkin berkaitan dengan infeksi virus paliloma humanus (HPV), tipe patologi kanker laring dan tipe HPV memiliki kaitan tertentu

3. Onkogen, gen supresir tumorRiset genetik kanker laring menunjukkan : timbul dan berkembangnya kanker laring berkaitan dengan mutasi, replika onkogen, myc dll dan inaktivasi supresor gen p53

4. Hormon kelaminRatio pasien pria:wanita kanker laring adalah 5-10:1, reseptor hormon estrogen ER jaringan kanker laring terdeteksi positif pada 68-80%, angka positif reseptor testosteron adalah 50-100%, pertanda timbul dan berkembangnya kanker laring berkaitan dengan hormon kelamin

PatologiKlasifikasi tipe patologi umum kanker laring dapat dibagi menjadi tipe ulserasi, kembang kol, nodular, dan plakat. Lebih dari 90% kanker laring adalah karsinoma sel skuamosa, kemudian karsinoma in situ, adenokarsinoma, sarkoma, dll

Metastasis

(1) Metastasis kelenjar limfe : metastasis kelenjar limfe berkaitan dengan lokasi lesi primer kanker laring, kebanyakan terjadi pada kelompok kelenjar limfe area II leher dari untaian kelenjar limfe jugularis interna ipsilateral(2) Metastasis jauh : metastasis sistemik 1-4%. Lokasi terbanyak ke paru, berikutnya bertutut-turut adalah hati, tulang, kulit. Dari laporan autopsi angka metastasis jauh dapat mencapai 30%Kekhasan klinisManifestasi klinis utama ketika pasien kanker laring berkonstulasi adalah : suara parau, terasa benda asing di tenggorokan, batuk dan terasa benda asing di tenggorokan, batuk dan hemoptisis, sukar bernapas, tumor di leher, dll. Manifestasi tersebut bervariasi menurut lokasi dan stadium tumornyaDiagnosis Suara serak atau terasa benda asing di tekak tanpa sebeb jelas, setelah diobati gejalanya keluhan tidak berkurang, usia pasien di atas 40 tahun, dengan riwayat merokok harus dipikirkan kemungkinan kanker laring. Selain anamnesis cermat, harus dilakukan pemeriksaan berikut ini1. Pemeriksaan klinis(1) Penampilan luar laring: kanker laring dini morfologi tak berubah, pada stadium lanjut tumor mendesak atay menifiltrasi kartilago tiroidea, hingga morfologi laring bertambah lebar, deformasi dan insisura kartilago tiroidea superior lenyap. Selain itu suara gesekan dengan bertebra servikal ketika kartilago tiroidea digerakkan ke kiri dan ke kanan lenyap(2) Pemeriksaan kelenjar limfe leher: perhatikan untaian kelenjar limfe jugularis interna kedua sisi dan kelenjar limfe laring, pretrakea apakah membesar2. Pemeriksaan laringoskop(1) Laringoskopi indirek: metode pemeriksaan paling sering dan dasar(2) Laringoskopi serat optik : dapat melihat jelas bagian yang sulit dilihat dengan laringoskopi indirek3. Pemeriksaan sinar X(1) Ronsen polos laring formal, lateral(2) Foto menelan bariumKini pemeriksaan sinar X laring sudah jarang digunakan4. Pemeriksaan CT dan MRICT laring dapat secara lebih baik menunjukkan keberadaan tumor, tepinya, lokasinya, lingkup invasinya, jaringan lunak atau kartilago serta infiltrasi ke kelenjar limfe, dll. Kelebihan MRI laring adalah daya beda terhadap jaringan lunak lebih tinggi dari CT

5. Pemeriksaan patologiPemeriksaan patologi merupakan pemeriksaan diagnostik penentu sifat kanker laring, termasuk pemeriksaan sitologi deskuamasi dan pemeriksaan biopsi

Diagnosis Banding1. TB laring2. Nodul dan polip pita suara3. Papiloma laring4. Karatosis dan leukoplakia laring5. Amiloidosis laringTerapi Prinsip dalam memilih metode terapiTerapi kanker laring terutama dengan operasi dan radioterapi. Prinsip umum terapi kanker laring adalah pada stadium dini lokal (lesi T1 dan T2) terutama dengan operasi dan radioterapi; stadium lanjut lokal (T3 dan T4) dengan terapi kombinasi operasi dan radiokemoterapi. Selain itu perlu memperhatikan hal-hal berikut :(1) Untuk lesi T1 Dan T2, dapat dipilih radioterapi, laringektomi parsial dan operasi laser dengan laringoskop penyangga, masing-masing memiliki keunggulan(2) Kanker area subglotis, umumnya laringektomi total(3) Bila terdapat metastasis kelenjar limfe leher harus dilakukan pembersihan leher(4) Semua lesi dengan patologik adenokarsinoma terutama diterapi operasi(5) Terapi konservasi fungsi laring. Untuk lesi stadium lanjut lokal, diterapi dengan kombinasi kemoterapi dan radioterapi. Bila pasca terapi tumor tidak banyak berubah atau timbul rekurensi lokal, lakukan laringektomi total untuk salvasi. Keunggulannya adalah sebagian pasien setelah terapi dapat mempertahankan fungsi fonasi laringPrognosis Hasil terapi kanker laring cukup baik, semakin dini stadium klinis, prognosis semakin baik. Kanker laring stadium dini dan sedang setelah diterapi secera angka survival 5 tahun berkisar 70-80%. Seleksi metode terapi yang tepat juga merupakan faktor penting peningkat efektivitas terapi kanker laring

II.6. LANGKAH DIAGNOSTIKAnamnesisanamnesis lengkap tentang kemungkinan faktor resiko misalnya riwayat keluarga menderita penyakit sebelumnya, riwayat merokok dan mengonsumsi makanan yang mengandung nitrosamine (ikan asin) tersu menerus . riwayat infeksi virus EB dan riwayat trauma serta gejala penyerta seperti epistaksis, hidung tersumbat, tinnitus, sefalgia, batuk, sesak, suara serak

Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat adanya tanda dari kanker nasofaring atau gangguan kesehatan lainnya. Selama pemeriksaan, perhatian harus lebih dutujukan pada pemeriksaan pada area kepala dan leher yaitu hidung, mulut dan kerongkongan, otot-otot pada wajah dan kelenjar limfe pada leher. Pemeriksaan nasofaringNasofaring terletak pada bagian dalam dari kepala dan tidak mudah terlihat, sehingga memerlukan pemeriksaan khusus. Terdapat dua jenis pemeriksaan untuk melihat nasofaring, yaitu: Pemeriksaan nasopharyngocsopy indirect, menggunakan cermin dan senter yang diletakkan pada bagian belakang dari kerongkongan untuk melihat nasofaring dan area sekitarnya. Pemeriksaan nasopharyngocsopy direct, menggunakan fiber optic scope yang disebut nasopharyngocsope untuk melihat area nasofaring secara langsung.Pemeriksaan laring Laringoskopi direk Laringoskopi indirekSelain itu dilakukan pemeriksaan fisik pada spleen dan hepat untuk menilai adanya splenomegali serta hepatomegali.

Pemeriksaan penunjangBiopsiBiopsi dilakukan dengan mengambil sel dari daerah yang abnormal dan meihatnya di bawah mikroskop untuk memastikan diagosis.Endoscopic biopsiFine Needle Aspiration (FNA)Jika terdapat benjolan pada leher, FNA dilakukan untuk mengetahui penyebab dari benjolan tersebut. Benjolan pada leher dapat berupa respon dari suatu infeksi, metastasis dari tempat lain (misalnya kanker nasofaring), atau limfoma. Imaging test yang terdiri atas: X-Ray dadaPemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya metastasis ke paru-paru setelah ditegakkannya diagnosis karsinoma nasofaring. CT ScanMakna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis, memastikan luas lesi, penetapan stadium, secara tepat menetapkan zona target terapi, merancang medan dan radiasi serta memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan tindak lanjut. MRIMRI selain dengan jelas memperlihatkan lapisan strukur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Positron emission tomogrphy (PET)Menggunakan pencitraan biologis metabolisme glukosa dari zat kontras 18-FDG dan penvcitraan anatomis dari CT yang dipadukan hingga mendapatkan gambar PET-CT. Pemeriksaan Epstein-Barr Virus (EBV) DNA levelParameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah VCA-IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hal positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan perubahan antibodi tersebut.

II.5.3.LIMFOMA MALIGNALIMFOMA MALIGNALimfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ lainnya. Ia merupakan salah satu keganasan sistem hematopoietik, terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma NonHodgkin (NHL). Sekitar 90% limfoma Hodgkin timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timbul di jaringan limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangakan limfoma nonHodgkin 60% timbul di kelenjar limfe, 40% dari jatingan limfatik di luar kelenjar.EtiologiTerdapat kaitan jelas antara HL dan virus EB. Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden HL agak meningkat dibanding masyarakat umum, selain itu manifestasi klinis HL yang terkait HIV sangat kompleks, sering kali terjadi stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang jarang ditemukan, seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dll.Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya NHL, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa; virus HIV menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B keganasan tinggi; virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, EBV telah ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika; infeksi kronis Helicobacter Pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Obat seperti fenitoin dan radiasi dapat menimbulkan setiap fase penyakit dari penyakit limfoproliferatif hingga limfoma.PatologiPemeriksaan histopatologik merupakan dasar utama diagnosis pasti limfoma, biopsi kelenjar limfe utuh sangat penting bagi diagnosis pasti limfoma. Pada umumnya dasar untuk menegakkan diagnosis limfoma secara histologik terutama adalah destruksi struktur normal kelenjar limfe, dan atipia selular.Limfoma Hodgkin (HL)Karakteristik histologis utama HL adalah sel datia tumor berinti tunggal, inti banyak atau berinti sepasang simetris (secara terpisah disebut dengan sel Hodgkin atau sel Reed-Sternberg) yang tersebar sporadis, dengan latar belakang berbagai jenis sel radang reaktif nonneoplastik, termasuk limfosit, sel plasma, granulosit eosinofilik dan unsur selular lain dan matriks fibrosis. Klasifikasi Rye tahun 1969 membagi HL menjadi 4 jenis, yaitu pre dominan limfositik (LP), nodular sklerosis (NS), sel campuran (MC) dan deplesi limfositik (LD). Menurut klasifikasi baru WHO, HL dapat dibagi menjadi : HL jenis predominan limfosit nodular dan HL klasik, yang terakhir lebih lanjut dibagi menjadi jenis nodular sklerosis, jenis klasik sarat limfosit, jenis sel campuran, dan jenis deplesi limfosit.1. Limfoma Hodgkin jenis predominan limfosit nodular (NLPHL)NLPHL merupakan neoplasia sel B monoklonal yang ditandai proliferasi pleomorfik nodular atau nodular dan difus, sel panas yang tersebar sporadis dalam jaringan neoplastik seringkali berbeda dari morfologi sel Reed-Sternberg klasik, seringkali berupa sel sangat besar berinti tunggal, sedikit plasma, inti sering tampak terlipat atau lobular, disebut sebagai sel popkon (popcorn cell) atausel RS deformasi limfositik dan/atau histiositik (sel L/H).2. Limfoma Hodgkin klasikKarakteristik HL klasik adalah terdapatnya sel Reed-Sternberg klasik atau sel Hodgkin berinti tunggal dalam jaringan neoplasia, sel tumor berekspresi immunologik CD30 positif, CD 15 juga umumnya positif. Berdasarkan jumlah limfosit kecil, sel plasma, fibroblas dan serat kolagen dan karakteristik sebukan reaktif lain di latar belakangnya dan morfologi sel HRS. HL klasik dapat dibagi menjadi 4 subtipe histologik: HL klasik kaya sel limfosit, HL nodular sklerosis, HL sel campuran dan HL deplesi limfosit.Limfoma nonHodgkinMorfologi limfoma nonHodgkin kompleks dan bervariasi. Dengan perkembangan biologi, imunologi dan genetika molekular, formula klasifikasi yang baru akan lebih sesuai penggunaan klinis. Pewarnaan histopatologik dan immunohistokimia merupakan keharusan dalam diagnosis patologik, pemeriksaan ciri genetika molekular akan membantu klasifikasi lebih lanjut.1. Formulasi kerja terhadap limfoma nonHodgkin (working formulation)Formulasi kerja merupakan suatu sistem klasifikasi limfoma nonHodgkin yang dikemukakan tahun 1982, klasifikasi ini terutama didasarkan pada kriteria morfologi (pola pertumbuhan kelenjar limfe dan karakteristik sitologik sel tumor) dan sifat progresivitas biologik, bermanfaat tertentu dalam memprediksi survival dan kurabilitas pasien.2. Klasifikasi Limfoma dari WHO tahun 2001Dengan kemajuan imunologi dan genetika, para ahli tumor memahami kombinasi 3 hal yaitu morfologi, imunologi dan genetika untuk mengklasifikasikan NHL, hingga mungkin lebih berguna dalam mengarahkan tindakan klinis. Tahun 2001, atas dasar klasifikasi REAl, para ahli di bidang patologi, hematologi, dan onkologi dari 100 lebih negara di dunia bersama-sama telah menetapkan klasifikasi limfoma menurut WHO. Neoplasia jaringan limfoid dalam klasifikasi WHO tahun 2001 dibagi menjadi 3 golongan besar: neoplasia sel B, neoplasia sel T dan sel NK, dan limfoma Hodgkin.Banyak neoplasia jaringan limfoid dapat tampil sebagai limfoma dan leukemia, misalnya leukemia limfositik kronis sel B dan limfoma limfosit kecil, limfoma limfoblastik dan leukemia limfoblastik, limfoma Burkitt dan leukemia Burkitt. Oleh karena itu, klasifikasi WHO mencakup limfoma dan leukemia limfositik.Manifestasi klinisGejala dan tanda fisikManifestasi klinis limfoma maligna bervariasi, karena jaringan limfatik tersebar luas dalam tubuh, jaringan limfatik di bagian manapun dapat menjadi lesi primer atau dalam perjalanan penyakit mengalami invasi, kelainan di bagian tubuh berbeda dapat menunjukkan menifestasi berbeda. Selain itu, limfoma maligna stadium lanjut dapat menginvasi jaringan di luar limfatik, maka gejalanya pun lebih rumit lagi.1. LimfadenopatiYang tampil dengan gejala pertama adalah pembesaran kelenjar limfe superfisial menempati 60% lebih, diantaranya yang mengenai kelenjar limfe bagian leher menempati 60-80%, disusul bagian axilla menempati 6-20%, inguinal 6-12%, yang mengenai kelenjar limfe mandibula, pre atau retro aurikuler, dll. pembesaran kelenjar limfe seringkali asimetri, konsistensi padat dan kenyal, tidak nyeri, pada stadium dini tidak saling melekat, pembesaran kelenjar limfe profunda, dapat menimbulkan tanda invasi dan kompressi setempat. Bila kelenjar limfe mediastinal terkena dapat timbul sindrom kompressi mediastinum, invasi paru, atelektasis, hidrotoraks. Bila kelenjar limfe retroperitoneal terkena dapat timbul nyeri abdomen, lumbago, massa abdomen, gangguan bab dan bak, hematuria. Bila kelenjar limfe saluran cerna terkena dapat timbul nyeri abdomen, diare, massa abdomen, ileus, hematokesia, perforasi intestinal, sindrom malabsorbsi. Bila tonsil dan jaringan limfatik lingkar faring terkena dapat timbul pembesaran tonsil, massa faring, nasofaring, gangguan bernapas, dan mudah mengenai kelenjar limfe gaster dan retroperitoneal.2. Kelainan limpaUmumnya ditemukan pada limfoma Hodgkin, dapat timbul splenomegali, hipersplensime.3. Kelainan hatiTerjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan ganguan fungsi hati. Sebagian pasien dapat menderita ikterus obstruktif akibat limfadenopati portal atau akumulasi cairan empedu intrahepatik.4. Kelainan skeletalKelainan tulang rangka menempati sekitar 0-15%, paling sering ditemukan pada vertebra torakal dan lumbal, lalu costa dan cranium. Manifestasi berupa nyeri tulang, fraktur patologis, dll. pada limfoma nonHodgkin lebih sering ditemukan invasi sumsum tulang.5. Destruksi kulitKelainan kulit ada yang spesifik dan nonspesifik. Kelainan spesifik adalah invasi kulit limfoma maligna, tampil bervariasi, massa, nodul, plakat, ulkus, papel, makula, adakalanya berupa eritroderma maligna. Yang nonspesifik hanya transformasi dari dermatitis biasa, gejalanya berupa pruritus, prurigo, herpes zooster, iktiosis akuisita, dll.6. Kelainan sistem neuralYang sering ditemukan adalah paralisis neural, sefalgia, serangan epileptik, peninggian tekanan intrakranial, kompressi spinal dan paraplegia, juga dapat terjadi leukoensefalopati multipel dan serebelopati subakut, dll.Pada stadium lanjut ketika limfoma menginvasi bagian diluar jaringan limfatik, dapat timbul aneka manifestasi klinis seperti hepatomegali, ikterus, nyeri tulang, fraktur patologis, ginekomastia, eksoftalmus, massa di kulit, hidrotoraks, hidroperikard, massa pulmonal,paralisis tungkai dan saraf kranial, paraplegia.7. Gejala sistemik(1) Demam dapat berupa demam ireguler, atau demam rekuren periodik spesifik, kausa demam mungkin terkait dengan msuknya sel ganas ke dalam sirkulasi.(2) Keringat malam sangat menonjol(3) Penurunan berat badan dalam setengah tahun berat badan menurun 10% lebih tanpa kausa spesifik.Sebagian kasus ketika timbul penyakit atau dalam perjalanan penyakit timbul pruritus kulit (dengan atau tanpa ruam kulit). Limfoma sendiri memiliki gejala relatif khas berupa demam, keringat dingin dan penurunan berat badan, terdapat salah satu dari 3 gejala itu disebut memiliki gejala B. Gejala sistemik pada limfoma Hodgkin lebih banyak dibandingkan limfoma nonHodgkin.Perubahan HematologikPada limfoma Hodgkin sering terdapat anemia normositik normokrom, kausa anemia sering kali adalah menurunnya produksi dan peningkatan destruksi, tapi anemia hemolitik dengan tes Coomb positif tidak sampai 1%. Granulosit sering meningkat hingga timbul leukositosis, sebagian pasien dapat menunjukkan peningkatan eosinofil granulosit, limfosit sering menurun, terutama pada stadium lanjut, jumlah absolut limfosit dapat38 derajat, keringat malam atau dalam 6 bulan berat bdan turun 10% tanpa etiologi lain yang dapat menjelaskanE: satu organ ekstranodal di area dekat kelenjar limfeX: terdapat massa besar yaitu diatas bidang T5-6 massa supradiafragma melebihi 1/3 diameter thorax atau diameter massa melebihi 10 cm.TERAPI LIMFOMA HODGKINKemoterapi dan radioterapi merupakan metode sangat efektif terhadap limfoma Hodgkin.Namun dalam hal aplikasi radioterapi, kemoterapi ataupun kombinasi keduanya, berdasarkan stadium klinis pasien dan faktor prognosis, masih terdapat pilihan yang berlainan. Dewasa ini cenderung pada terapi kombinasi (CMT) bertumpu pada kemoterapi kombinasi dipadukan dengan radioterapi

Terapi limfoma non HodgkinMetode terapi terpenting adalah kemoterapi terutama terhadap tingkat keganasan sedang dan tinggi. Radioterapi juga memiliki peranan tertentu terhadap terapi NHL.Sdangkan operasi juga merupakan pilihan berguna dalam terapi gabungan terhadap sebagian lesi ekstranodus. Terapi pada NHL berkaitan dengan subtype patologiknya.1. Limfoma indolen ( tingkat keganasan rendah)Limfoma indolen memiliki sifat biologis tumor relative tenang , survival relative panjang. Limfoma indolen stadium I-II umumnya diradioterapi ( area terkena + area drainase)Sebelum radioterapi berikan kemoterapi dengan formula FND kemungkinan dapat meningkatkan masa survival bebas penyakit jangka panjang.Stadium IIIA pasca kemoterapi ditambah radioterapi lokal dapat memperbaiki masa survival tanpa penyakitStadium IIIB-IV kemoterapi obat tunggal, kemoterapi kombinasi atau paduan kemo/radioterapi2. Limfoma agresif (tingkat kegansan sedang)Bila lesi terlokalisasi (stadium I dan II) dan tanpa faktor prognostic yang tidak baik dapat dipikirkan pasca 3-4 kur diberikan radioterapi area terkena. Bila lesi terlokalisasi (stadium I dan II) dengan faktor prognostic yang tidak baik atau kasus stadium III-IV secara umum dipikirkan kemoterapi 6-8 kur atau pasca remisi total ditambah 2 kur , pasca kemoterapi diberikan radioterapi area terkena dapat meningkatkan survival bebas penyakit.3. Limfoma sangat agresi ( tingkat kegansan tinggi)(1) Limfoma limfoblastik : yang penting dalam terapi ini adalah intensitas dosis tinggi dan lama terapi panjang, termasuk beberapa tahap yaitu induksi remisi, terapi intensifikasi dan terapi pemeliharaan. Formula BFM 90 adalah salah satu formula dengan efektivitas relative baik dewasa ini. Keseluruhan siklus memerlukan 2-3 tahun(2) Limfoma burkitt: terapi terutama harus dosis tinggi dan siklus pendek , juga harus memperhatikan terapi preventif system saraf pusat . formula CODOX-M/IVAC atau hiper CVAD/MTX-Ara-C4. Terapi limfoma non Hodgkin refrakter rekurenDiberikan formula dengan obat non-resistensi silang dan / atau radioerapi area terkena terhadap lokasi residif

BAB IIIKESIMPULANBerdasarkan gejala dan umur penderita pada skenario di atas, maka kelompok kami mengambil beberapa differential diagnosis yaitu karsinoma nasofaring, karsinoma laring dan melanoma maligna Akan tetapi diperlukan beberapa pemeriksaan lanjutan untuk lebih memastikan tentang differential diagnosis tersebut.

DAFTAR PUSTAKAAmerican Cncer Society. 2011. Nasopharyngeal Cancer. Atlanta, Ga: American Cancer Society; 2011.Asroel, A Harry. 2012. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Usu Digital Library: Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan, Hidung dan Telinga Universitas Sumatra UtaraDesen, Wan. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinik Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaGrace, A. Pierce dan Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: ErlanggaSoepardi, Efiaty Arsya, dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaSukardja, I dewa gede. Onkologi klinik edisi 2. 2000 Surabaya:airlangga university pressSudoyo, w.dkk. buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2 edisi V. 2009. Jakarta: interna publishing