laporan kasus kelompok anestesi

Upload: nori-purnama

Post on 10-Feb-2018

263 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    1/39

    Laporan Kasus Kelompok

    Anestesi Umum

    Pada Pasien dengan Diagnosis SOL setinggi T2-3

    Disusun Oleh:

    Eza Nia Pratiwi

    Poppy Zindi Hana Desti

    Suci Martha Dani

    Nori Purnama

    Pembimbing :

    dr. Sutantri Edi Prabowo, Sp.An

    dr. Sony, Sp.An

    dr. Dino, Sp.An

    KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

    BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVEERSITAS RIAU

    PEKANBARU

    2013

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    2/39

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang

    meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses.

    Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi

    maka lesi lesi ini akan meningkatkan tekanan intrakranial.1

    Tumor, hematom, dan abses merupakan suatu massa yang dapat

    menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinalis atau dapat langsung menekan

    vena-vena besar yang ada di otak, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan

    intrakranial. Kranium merupakan tempat yang kaku, dengan volume yang

    terfiksasi maka lesi-lesi ini akan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

    Adapun efek yang dapat di timbulkan akibat peningkatan tekanan intrakranial

    berupa iskemia otak, dan juga akan mengganggu aliran darah ke otak sehingga

    fungsi otak juga akan terganggu. Kisaran nilai tekanan intrakranial (intracranial

    pressure/ ICP) normal bervariasi sesuai dengan usia. Sebagai respon terhadap

    peningkatan volume intrakranial, kompensasi awal yang terjadi melalui

    perpindahan cairan serebrospinal dari ventrikel ke ruang subaraknoid serebral,

    dan meningkatkan penyerapan cairan serebrospinal. Peningkatan tekanan

    intrakranial biasanya disebabkan oleh peningkatan volume otak (edema serebral),

    darah (perdarahan intrakranial), lesi desak ruang, atau cairan serebrospinal

    (hidrosefalus).2

    Angka kejadian lesi desak ruang ( space occupying lesion/SOL) pada

    tahun 2010 di Moudsly Hospital di Negara Inggris didapatkan bahwa 32,7 %

    pasien dengan tumor serebral tidak memiliki riwawat trauma sebelumnya

    .1

    Olehkarena efek yang ditimbukan akibat adanya lesi desak ruang ini sangat berbahaya

    terutama pada fungsi otak, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai hal-

    hal yang berkaitan dengan gejala-gejala, komplikasi dan penatalaksaan yang

    sesuai untuk pasien- pasien yang mengalami lesi desak ruang tersebut.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    3/39

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pengertian

    Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang

    meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses.

    Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi

    maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas

    pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari

    rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi

    darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai

    naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan

    absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-

    hal seperti diatas.

    Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada

    tanda-tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari

    cairan serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar,

    meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-

    tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung

    pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang

    ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan

    durameter dan muntah-muntah akibat tekanan pada batang otak merupakan

    keluhan yang umum.Suatu pungsi lumbal tidak boleh dilakukan pada pasien yang

    diduga tumor intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan mengarah pada

    timbulnya pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui takik tentorium

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    4/39

    kedalam fossa cranii posterior atau herniasi medulla oblongata dan serebellum

    melalui foramen magnum. Pada saat ini CT-scan dan MRI digunakan untuk

    menegakkan diagnose.

    Patofisiologi Peningkatan Tekanan Intrakranial

    Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen: otak,

    cairan serebrospinal (CSS) dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas.

    Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum.

    Ia juga memiliki tentorium yang kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari

    serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium.

    Sirkulasi cairan serebrospinal

    Produksi

    CSS diproduksi terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral, tiga dan

    empat, dimana ventrikel lateral merupakan bagian terpenting. 70 % CSS

    diproduksi disini dan 30 % sisanya berasal dari struktur ekstrakhoroidal seperti

    ependima dan parenkhima otak.

    Pleksus khoroid dibentuk oleh invaginasi piamatervaskuler (tela

    khoroidea) yang membawa lapisan epitel pembungkus dari lapis ependima

    ventrikel. Pleksus khoroid mempunyai permukaan yang berupa lipatan-lipatan

    halus hingga kedua ventrikel lateral memiliki permukaan 40 m2. Mereka terdiri

    dari jaringan ikat pada pusatnya yang mengandung beberapa jaringan kapiler

    yang luas dengan lapisan epitel permukaan sel kuboid atau kolumner pendek.Produksi CSS merupakan proses yang kompleks. Beberapa komponen plasma

    darah melewati dinding kapiler dan epitel khoroid dengan susah payah, lainnya

    masuk CSS secara difusi dan lainnya melalui bantuan aktifitas metabolik pada sel

    epitel khoroid. Transport aktif ion ion tertentu (terutama ion sodium) melalui sel

    epitel, diikuti gerakan pasif air untuk mempertahankan keseimbangan osmotik

    antara CSS dan plasma darah.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    5/39

    Sirkulasi Ventrikuler

    Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada sistem

    ventrikuler, dari ventrikel lateral melalui foramen Monro (foramen

    interventrikuler) keventrikel tiga, akuaduktus dan ventrikel keempat. Dari sini

    keluar melalui foramina diatap ventrikel keempat kesisterna magna.

    Sirkulasi Subarakhnoid

    Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun kebanyakan

    melalui pintu tentorial (pada sisterna ambien) sekeliling otak tengah untuk

    mencapai rongga subarakhnoid diatas konveksitas hemisfer serebral.

    Absorpsi

    Cairan selanjutnya diabsorpsi kesistem vena melalui villi arakhnoid. Villaarakhnoid adalah evaginasi penting rongga subarakhnoid kesinus venosus dural

    dan vena epidural; mereka berbentuk tubuli mikro, jadi tidak ada membran yang

    terletak antara CSS dan darah vena pada villi. Villi merupakan katup yang

    sensitif tekanan hingga aliran padanya adalah satu arah. Bila tekanan CSS

    melebihi tekanan vena, katup terbuka, sedang bila lebih rendah dari tekanan vena

    maka katup akan menutup sehingga mencegah berbaliknya darah dari sinus

    kerongga subarakhnoid. Secara keseluruhan, kebanyakan CSS dibentuk di

    ventrikel lateral dan ventrikel keempat dan kebanyakan diabsorpsi di sinus

    sagittal. Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara pembentukan dan

    absorpsi CSS. Derajat absorpsi adalah tergantung tekanan dan bertambah bila

    tekanan CSS meningkat. Sebagai tambahan, tahanan terhadap aliran tampaknya

    berkurang pada tekanan CSS yang lebih tinggi dibanding tekanan normal. Ini

    membantu untuk mengkompensasi peninggian TIK dengan meningkatkan aliran

    dan absorpsi CSS. Hampir dapat dipastikan bahwa jalur absorptif adalah bagian

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    6/39

    dari villi arakhnoid, seperti juga lapisan ependima ventrikel dan selaput saraf

    spinal; dan kepentingan relatifnya mungkin bervariasi tergantung pada TIK dan

    patensi dari jalur CSS secara keseluruhan. Sebagai tambahan atas jalur utama

    aliran CSS, terdapat aliran CSS melalui otak, mirip dengan cara cairan limfe.

    Cara ini kompleks dan mungkin berperan dalam pergerakan dan pembuangan

    cairan edem serebral pada keadaan patologis.

    Volume Otak

    Rata-rata berat otak manusia sekitar 1400 g, sekitar 2 % dari berat badan

    total. Volume glial sekitar 700-900 ml dan neuron-neuron 500-700 ml. Volume

    cairan ekstraselular (ECF) sangat sedikit. Sebagai perkiraan, glia dan neuron

    mengisi 70 % kandung intrakranial, dimana masing-masing 10% untuk CSS,

    darah dan cairan ekstraselular. Perubahan otak sendiri mungkin bertanggung-

    jawab dalam peninggian kandung intrakranial. Contoh paling jelas adalah pada

    tumor otak seperti glioma. Disamping itu, penambahan volume otak sering secara

    dangkal dikatakan sebagai edema otak dimana maksudnya adalah pembengkakan

    otak sederhana. Penggunaan kata edema otak harus dibatasi pada penambahan

    kandung air otak. Otak mengandung kandung air yang tinggi: 70 % pada

    substansi putih dan 80% pada substansi kelabu yang lebih seluler. Kebanyakan

    air otak adalah (80%) intraseluler. Volume normal cairan ekstraseluler kurang

    dari 75 ml, namun bertambah hingga mencapai 10% volume intra- kranial.

    Rongga ekstraseluler berhubungan dengan CSS via ependima. Air otak berasal

    dari darah dan akhirnya kembali kesana juga. Relatif sedikit air otak yang

    berjalan melalui jalur lain, yaitu melalui CSS.

    Autoregulasi

    Fenomena autoregulasi cenderung mempertahankan CBF pada tekanan

    darah rata-rata antara 50-160 mmHg. Dibawah 50 mmHg CBF berkurang

    bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh serebral dan

    peninggian TIK. Autoregulasi sangat terganggu pada misalnya cedera kepala .

    Karena peninggian CBV berperan meninggikan TIK, penting untuk mencegah

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    7/39

    hipertensi arterial sistemik seperti juga halnya mencegah syok pada cedera kepala

    berat. Pengobatan hipertensi sedang yang sangat agresif atau koreksi hipotensi

    yang tidak memadai bisa berakibat gawat, terutama pada pasien tua.

    Hubungan antara tekanan dan voluime

    Karena sutura tengkorak telah mengalami fusi, volume intra kranial total

    tetap konstan. Isi intrakranial utama adalah otak, darah dan CSS yang masing-

    masing tak dapat diperas. Karenanya bila volume salah satu bertambah akan

    menyebabkan peninggian TIK kecuali terjadi reduksi yang bersamaan dan ekual

    volume lainnya. TIK normal pada keadaan istirahat adalah 10 mmHg (136

    mmH2O). Sebagai pegangan , tekanan diatas 20 mmHg adalah abnormal, dan

    diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Semakin tinggi

    TIK pada cedera kepala, semakin buruk outcomenya.

    Konsekuensi dari lesi desak ruang

    Bila timbul massa yang baru didalam kranium seperti tumor, abses atau

    bekuan darah, pertama-tama ia akan menggeser isi intrakranial normal.

    Doktrin Monro-Kellie

    Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK. Dinyatakan bahwa

    volume total isi intrakranial harus tetap konstan. Ini beralasan karena kranium

    adalah kotak yang tidak ekspansil. Bila V adalah volume, maka

    VOtak+ VCSS+ VDarah+ V Massa= Konstan

    Karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti hematoma, bertambah,

    kompensasinya adalah memeras CSS dan darah vena keluar. Tekanan intrakranial

    tetap normal. Namun akhirnya tak ada lagi CSS atau darah vena yang dapat

    digeser, dan mekanisme kompensasi tak lagi efektif. Pada titik ini, TIK mulai

    naik secara nyata, bahkan dengan penambahan sejumlah kecil ukuran massa

    intrakranial. Karenanya TIK yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan

    adanya lesi massa.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    8/39

    Pergeseran CSS

    CSS dapat dipaksa dari rongga ventrikel dan subarakhnoid kerongga

    subarakhnoid spinal melalui foramen magnum. Rongga subarakhnoid spinal

    bersifat distensibel dan mudah menerima CSS ekstra. Namun kemampuan ini

    terbatas oleh volume CSS yang telah ada dan oleh kecenderungan jalur CSS

    untuk mengalami obstruksi. Sekali hal ini terjadi, produksi CSS diatas bendungan

    yang tetap berlangsung akan menambah peninggian TIK.

    Jalur subarakhnoid mungkin terbendung di tentorium atau foramen

    magnum. Jalur CSS intraventrikular mungkin terbendung pada ventrikel tiga atau

    akuaduktus yang akan menyebabkan temuan yang khas pada sken CT dimana

    ventrikel lateral kolaps pada sisi massa, sedangkan ventrikel lateral disisi

    berlawanan akan tampak distensi.

    Pergeseran Volume Otak

    Pergeseran otak sendiri oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat

    yang sangat terbatas. Pada tumor yang tumbuh lambat seperti meningioma,

    pergeseran otak mungkin sangat nyata, terdapat kehilangan yang jelas dari

    volume otak, mungkin akibat pengurangan cairan ekstraselular dan kandung

    lemak otak sekitar tumor. Bagaimanapun dengan massa yang meluas cepat, otak

    segera tergeser dari satu kompartemen intrakranial ke kompartemen lainnya atau

    melalui foramen magnum.

    Bila massa terus membesar, volume yang dapat digeser terpakai semua

    dan TIK mulai meningkat. Selama fase kompensasi, terjadi penggantian volume

    yang hampir ekual dan sedikit saja perubahan pada TIK. Pada titik dekompensasi,

    peninggian volume selanjutnya akan menyebabkan penambahan tekanan yang

    makin lama makin besar. Peninggian TIK yang persisten diatas 20 mmHg

    tampaknya berhubungan dengan peninggian tahanan aliran CSS. Hasil CT

    menampakkan bagian yang tahanannya meningkat adalah pada tentorium.

    Karenanya temuan CT yang menampakkan obliterasi sisterna perimesensefalik

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    9/39

    merupakan bukti penting bahwa TIK meninggi atau pertanda bahwa bahaya

    segera datang.

    Perlu disadari bahwa segala sesuatu yang mencegah atau menghalangi

    pergeseran volume kompensatori akan menyebabkan peningkatan TIK yang lebih

    segera. Misalnya tumor fossa posterior adalah merupakan lesi massa sendiri,

    namun juga memblok aliran CSS dari ventrikel atau melalui foramen magnum.

    Karenanya volume CSS bertambah dan kompensasi untuk massa tumornya

    sendiri akan terbatas. Selanjutnya penderita dengan massa yang terus meluas

    akan mendadak sampai pada titik dekompensasi bila aliran vena serebral dibatasi

    oleh peninggian tekanan vena jugular akibat kompresi leher atau obstruksipernafasan.

    Perubahan volume sendiri bersifat penjumlahan. Efek tumor otak akan

    sangat meningkat oleh edema otak. Pada banyak keadaan klinis, perubahan

    volume sangat kompleks. Ini terutama pada cedera kepala dimana mungkin

    terdapat bekuan darah, edema otak serta gangguan absorpsi CSS akibat

    perdarahan subarakhnoid atau perdarahan intraventrikuler. Mungkin dapat

    ditambahkan vasodilatasi akibat hilangnya autoregulasi atau hiperkarbia.

    Walau urut-urutan kejadian berakibat perubahan yang terjadi dengan

    peninggian TIK progresif karena sebab apapun, hubungan antara tingkat TIK dan

    keadaan neurologik juga tergantung pada tingkat perubahan dan adanya

    pergeseran otak. Tumor tumbuh lambat seperti meningioma mungkin tumbuh

    hingga ukuran besar tanpa adanya tanda peninggian TIK. Sebaliknya hematoma

    ekstradural akut yang lebih kecil mungkin menyebabkan kompresi otak yangberat dan cepat.

    Untuk lesi yang membesar cepat seperti hematoma epidural, perjalanan

    klinik dapat diprediksi dari hubungan volume-tekanan yang sudah dijelaskan

    terdahulu. Pada tahap awal ekspansi massa intrakranial, perubahan TIK sedikit

    dan pasien tetap baik dengan sedikit gejala. Bila massa terus membesar,

    mekanisme kompensasi berkurang dan TIK meningkat. Pasien mengeluh nyeri

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    10/39

    kepala yang memburuk oleh faktor-faktor yang menambah TIK seperti batuk,

    membungkuk atau berbaring terlentang, dan kemudian menjadi mengantuk.

    Penderita menjadi lebih mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak

    menyebabkan peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi

    menjadi lambat.

    Dengan ekspansi dan peninggian TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak

    responsif. Pupil tak berreaksi dan berdilatasi, serta tak ada refleks batang otak.

    Akhirnya fungsi batang otak berhenti. Tekanan darah merosot, nadi lambat,

    respirasi menjadi lambat dan tak teratur serta akhirnya berhenti.

    TIK DAN Pergeseran Otak

    Transtentorial

    Lateral

    Massa yang terletak lebih kelateral menyebabkan pergeseran bagian

    medial lobus temporal (unkus) melalui hiatus tentorial serta akan menekan batang

    otak secara transversal. Saraf ketiga terkompresi menyebabkan dilatasi pupil

    ipsilateral. Penekanan pedunkel serebral menyebabkan hemiparesis kontralateral.

    Pergeseran selanjutnya menekan pedunkel serebral yang berseberangan terhadap

    tepi tentorial menyebabkan hemiparesis ipsilateral hingga terjadi kuadriparesis.

    Sebagai tambahan, pergeseran pedunkel yang berseberangan pada tepi tentorial

    sebagai efek yang pertama akan menyebabkan hemiparesis ipsilateral. Indentasi

    pedunkel serebral ini disebut 'Kernohan's notch'. Arteria serebral posterior

    mungkin tertekan pada tepi tentorial, menyebabkan infark lobus oksipital dengan

    akibat hemianopia.

    Sentral

    Bila ekspansi terletak lebih disentral seperti tumor bifrontal, masing-

    masing lobus temporal mungkin menekan batang otak. Kompresi tektum

    berakibat paresis upward gazedan ptosis bilateral.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    11/39

    Tonsilar

    Mungkin merupakan tahap akhir kompresi otak supra-tentorial progresif,

    dan menampakkan tahap akhir dari kegagalan batang otak. Kadang-kadang pada

    tumor fossa posterior, herniasi tonsilar berdiri sendiri, menyebabkan tortikolis,

    suatu refleks dalam usaha mengurangi tekanan pada medulla. Kesadaran

    mungkin tidak terganggu, namun gangguan respirasi terjadi berat dan cepat.

    Subfalsin

    Pergeseran permukaan medial hemisfer (girus singulata) didekat falks

    mungkin menekan arteria serebral anterior menimbulkan paralisis tungkai

    kontralateral. Ini jarang ditemukan berdiri sendiri.

    Gambaran Klinik (Tr ias Klasik)

    Trias nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap

    sebagai karakteristik peninggian TIK. Namun demikian, dua pertiga pasien

    dengan lesi desak ruang memiliki semua gambaran tersebut, sedang kebanyakan

    sisanya umumnya dua. Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk

    peninggian tekanan, kecuali edema papil, banyak penyebab lain yang

    menyebabkan masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama

    akan memperkuat dugaan adanya peninggian TIK.

    Simptomatologi peninggian TIK tergantung lebih banyak pada penyebab

    daripada tingkat tekanan yang terjadi. Tak ada korelasi yang konsisten antara

    tinggi tekanan dengan beratnya gejala.

    LESI DESAK RUANG (SOL) BERDASARKAN LOKASI

    Berdasarkan lokasinya lesi desak ruang (SOL) dapat dibedakan menjadi

    SOL yang terletak di Supratentorium dan SOL yang terletak di Infratentorium.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    12/39

    TUMOR OTAK

    A. Definisi

    Tumor otak merupakan pertumbuhan jaringan abnormal yang berasal dari sel-

    sel otak atau dari struktur di sekelilingnya. Sama seperti tumor lainnya tumor

    otak dapat dibagi menjadi tumor otak jinak (benigna) dan ganas (maligna).

    Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak,

    tetapi tidak ganas.

    Tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusupdan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar

    (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

    Terdapat 2 kategori tumor otak, yaitu :

    1. Tumor otak primer - tumor ini berasal dari otak itu sendiri.

    2. Tumor otak sekunder (dikenali sebagai metastatik) - ia berasal atau penyebaran

    dari organ tubuh yang lain seperti paru-paru, ginjal, payudara, tulang, kulit dan

    organ tubuh lainnya.

    Tumor otak primer bermula dan terbentuk di dalam otak. Tumor tersebut

    mungkin tumbuh dan terbentuk di suatu tempat yang kecil atau ia dapat meluas

    ke daerah-daerah sekitar yang berdekatan. Tumor sekunder (metastatik) bermula

    atau tumbuh di tempat lain dan kemudiannya menyebar melalui saluran darah ke

    otak untuk membentuk tumor otak sekunder (tempat asalnya ialah kanker paru-paru, payudara, usus, kulit dan lain-lain). Tumor otak metastasis merupakan

    komplikasi neurologis yang paling sering dari kanker sistemik.

    B. Lokasi Tumor Otak

    Pada dewasa, 80-85 persen terjadi supratentorial. Tumor terbanyak

    adalah glioma, metastase dan meningioma. Pada anak-anak 60 persen terjadi

    infratentorial. Medulloblastoma dan astrositoma serebelar adalah predominan.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    13/39

    C. Patologi Tumor Otak

    Tumor intrakranial sering diuraikan sebagai 'jinak' dan 'ganas', namun

    istilah ini tidak dapat langsung dibandingkan dengan tumor yang terjadi

    ekstrakranial. Tumor intrakranial jinak mempunyai efek merusak karena ia

    berkembang di dalam rongga tengkorak yang berdinding kaku. Astrositoma jinak

    bisa menginfiltrasi jaringan otak secara luas hingga mencegah untuk

    pengangkatan total, atau mengisi daerah neurologis yang kritis yang bahkan

    mencegah pengangkatan parsial sekalipun.Tumor intrakranial ganas berarti

    pertumbuhan yang cepat, diferensiasi yang buruk, selularitas yang bertambah,

    mitosis, nekrosis dan proliferasi vaskuler. Namun metastasis kedaerah

    ekstrakranial jarang terjadi.

    D. Insidensi dan prevalensi

    Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak 10% dari neoplasma

    seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam

    kanalis spinalis. Di Amerika didapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap

    tahun, sedang menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai

    10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum.

    Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.

    Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1 (3-12 tahun), sedangkan

    pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun.

    Tumor otak primer terjadi pada sekitar enam kasus per 100.000

    populasi per tahun. Lebih sedikit pasien dengan tumor metastatik yang datang ke

    pusat bedah saraf,walau insidens sebenarnya harus sebanding, bahkan melebihi

    tumor primer. Sekitar 1 dari tumor otak primer terjadi pada anak-anak di bawah

    usia 15 tahun.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    14/39

    Sekitar 15-20% pasien kanker akan didiagnosis dengan tumor otak

    metastasis. Insiden dari tumor ini + 4.1-11.1 per 100.000 populasi/tahun. Insiden

    tumor otak metastasis meningkat sejalan dengan semakin majunya terapi sistemik

    yang memperpanjang angka harapan hidup, semakin banyaknya populasi lanjut

    usia, meningkatnya insiden kanker paru dan melanoma dan kemampuan MRI

    dalam mendeteksi metastasis berukuran kecil. Saat ini tumor otak metastasis

    dianggap sebagai tumor intrakranial yang tersering dengan ratio 10:1

    dibandingkan dengan tumor otak primer.

    Enampuluh sampai delapan puluh % tumor otak metastasis pada orang

    dewasa berasal dari paru, payudara, melanoma, kolon dan ginjal. Tumor primeryang tersering adalah paru (40-60%), diikuti oleh payudara, melanoma, kolon dan

    ginjal dengan insiden relatif 10%, 3.5%, 2.8% dan 1.2% Umur saat didiagnosis

    tumor otak metastasis berkorelasi dengan umur saat tumor primernya didiagnosis.

    Paling sering ditemukan pada dekade ke 5 sampai dekade ke 7

    Tabel 1. Insidensi tumor otak (Schwartz, Prinsip-prinsip Bedah)

    Jenis Tumor Persentase

    Glioma

    Astrositoma stadium 1

    Astrositoma stadium 2

    Astrositoma stadium 3 dan 4 (glioblastoma multiformis)

    Medulloblastoma

    Oligodendroglioma

    Ependimoma stadium 1-4

    40-50

    5-10

    2-5

    20-30

    3-5

    1-4

    1-3

    Meningioma 12-20

    Tumor hipofise 5-15

    Neurolemoma (terutama saraf VII) 3-10

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    15/39

    Tumor metastatik 5-10

    Tumor pembuluh darah

    Malformasi arteriovenosa, hemangioblastoma,

    endothelioma

    0,5-1

    Tumor defek-defek yang berkembang

    Dermoid, epidermoid, teratoma

    Kordoma, kista parafiseal

    2-3

    Kraniofaringioma 3-8

    Pinealoma 0,5-0,8

    Lain-lain

    Sarkoma, papiloma dari pleksus koroid, lipoma, tak

    terklasifikasi, dan lain-lain

    1-3

    Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun paling banyak

    pada usia pertengahan. Meningioma intrakranial merupakan 15-20% dari semua

    tumor primer di regio ini. Meningioma juga bisa timbul di sepanjang kanalis

    spinalis, dan frekuensinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tumor lain

    yang tumbuh di regio ini.

    Di rongga kepala, meningioma banyak ditemukan pada wanita dibanding

    pria (2 : 1), sedangkan pada kanalis spinalis lebih tinggi lagi (4 : 1).

    Meningioma pada bayi lebih banyak pada pria Ependimoma banyak

    ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda

    E. Etiologi dan Patofisiologi Tumor Otak

    Etiologi Tumor Otak

    Penyebab dari kebanyakan tumor otak tetap tidak diketahui, namun

    beberapa tumor, faktor predisposisinya diketahui:

    a. Iradiasi Kranial: Pengamatan jangka panjang setelah radiasi kepala

    menyeluruh (antaranya untuk tinea kapitis) memperlihatkan peninggian

    insiden tumor jinak maupun ganas; astrositoma, meningioma.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    16/39

    b. Substansi-substansi karsinogenik.Bahan-bahan kimia seperti vinyl-chloride

    c. Terapi Immunosupressif: Meninggikan insiden limfoma dan tumor

    limforetikuler.

    d. Neurofibromatosis:Berkaitan dengan peninggian insidens glioma saraf optik

    serta meningioma.

    e. Sklerosis Tuberosa: berhubungan dengan pembentukan astrositoma

    subependimal.

    f. Kelainan genetik : mutasi and delesi genetic tumor suppressor genes seperti

    mutasi gen TP53 (sindrom Li-Fraumeni), P16 (sindrom melanoma-glioma),

    dan MMAC1 (termutasi pada kanker lanjut). Von Hippel-Lindau syndrome,

    Turcot's syndrome.

    g. Pasien dengan riwayat melanoma, kanker paru, mammae, colon, atau

    h. Kanker ginjal beresiko besar terhadap tumor otak sekunder.

    Patofisiologi Tumor Otak

    Tumor secara langsung dapat memusnahkan sel-sel otak dan secara tidak

    langsung memusnahkan sel-sel apabila terjadi peradangan, penyumbatan akibat

    pertumbuhan tumor, pembengkakan dan peningkatan tekanan dalam otak

    (tekanan intrakranium). Tumor ini dapat menyerang baik serebrum serebelum

    ataupun pangkal otak.

    Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gejala

    gejalanya terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam

    pemeriksaan penderita. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggapdisebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan

    tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada

    jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan

    kerusakan jaringan neuron, misalnya glioblastoma multiforme.

    Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang

    bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    17/39

    pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan

    mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskular primer.Serangan

    kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan

    kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor

    membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga

    memperberat gangguan neurologis fokal.

    Peningkatan tekanan kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :

    1. massa dalam tengkorak

    2. terbentuknya edema sekitar tumor, dan

    3. perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.

    Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan

    mengambil tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruangan tengkorak yang

    kaku. Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak sekitarnya.

    Mekanismenya belum seluruhnya dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih

    osmotik yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Beberapa tumor dapat

    menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh

    kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume

    intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikal lateral ke

    ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.

    Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat

    akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanismekompensasi memerlukan waktu berharihari atau berbulanbulan untuk menjadi

    efekif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.

    Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah

    intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan

    mengurangi selsel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati

    mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    18/39

    Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior

    melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan

    mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran, dan menekan saraf otak

    ketiga. Pada herniasi serebelum, tonsi serebelum tergeser ke bawah melalui

    foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan

    henti pernapasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi

    akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif,

    hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi) dan gangguan pernapasan

    Klasifikasi

    Tumor otak dapat diklasifikasikan menurut lokasi, asal sel dan WHO.

    A. berdasarkan lokasi

    Tumor

    Suprat

    entoria

    l

    Cerebral lobe and deep

    hemispheric tumor

    Gliomas

    (astrocyto

    ma &

    glioblasto

    ma)

    Sella turcica tumor Meningio

    ma

    Metastase

    Pitutary

    adenoma

    Cranioph

    aryngiom

    a

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    19/39

    Tumor

    Infrate

    ntorial

    dewasa

    anak-anak

    Cerebellopontine angle

    tumor

    Bagian otak lain

    Midline tumor

    Tumor lobus cerebellum

    Acoustic

    schwanno

    ma

    Brainste

    m glioma

    Metastase

    s

    Hemangi

    oblastom

    a

    Meningio

    ma

    Medullob

    lastoma

    Ependym

    oma

    Astrocyto

    ma

    Tabel 2. Prediksi dan topografi tumor otak

    Dapat pula kita bagi menjadi letaknya di bagian otak :

    1. Hemisfer Serebral

    - ekstrinsik: meningioma, sista (dermoid, epidermoid, arakhnoid)

    - intrinsik : astrositoma, glioblastoma, oligodendroglioma,

    ganglioglioma, linfoma, metastasis

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    20/39

    2. Hipotalamus

    Astrositoma

    3. Daerah Seller/Supraseller

    adenoma pituitaria, kraniofaringioma, meningioma, glioma saraf optik,

    sista episermoid/dermoid

    4. Dasar Tengkorak dan Sinus

    karsinoma: nasofaringeal / bisa berakibat sinus, telinga /meningitis-

    karsinomatosa, khordoma, tumor glomus jugulare, osteoma (mukosel)

    5. Sistema ventrikuler

    kista koloid, papiloma pleksus khoroid, ependimoma, germinoma,

    teratoma, meningioma, pineositoma/pineoblastoma, astrositoma

    6. Daerah Pineal

    Ependimoma, germinoma, teratoma, meningioma, astrositoma,

    pineositoma/pineoblastoma

    7. Fossa Posterior

    ekstrinsik: neurilemmoma (VIII, V), meningioma , sista

    epidermoid/dermoid, kista arakhnoid

    intrinsik :metastasis, hemangioblastoma, medulloblastoma *,

    astrositoma * serebelum, batang otak

    Klasifikasi berdasarkan tumor primer

    Jenis Tumor AsalStatus

    Keganasan

    Persentase

    Dari

    Semua

    Tumor

    Yang Sering

    Terkena

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    21/39

    Otak

    Kordoma

    Sel saraf dari

    kolumna

    spinalis

    Jinak

    tetapi

    invasif

    Dewasa

    Tumor sel germSel-sel

    embrionik

    Ganas

    atau jinak1% Anak-anak

    Glioma

    (glioblastomamultiformis,

    astrositoma,

    oligodendtrositoma)

    Sel-sel

    penyokongotak, termasuk

    astrosit &

    oligodendrosit

    Ganasatau relatif

    jinak

    65%Anak-anak &

    dewasa

    HemangioblastomaPembuluh

    darahJinak 1-2%

    Anak-anak &

    dewasa

    Meduloblastoma

    Sel-sel

    embrionikGanas Anak-anak

    Meningioma

    Sel-sel dari

    selaput yg

    membungkus

    otak

    Jinak 20% Dewasa

    Osteoma

    Tulang

    tengkorak Jinak 2&

    Anak-anak &

    dewasa

    OsteosarkomaTulang

    tengkorakGanas

    Anak-anak &

    dewasa

    Pinealoma

    Sel-sel di

    kelenjar

    pinealis

    Jinak 1% Anak-anak

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    22/39

    Adenoma hipofisaSel-sel epitel

    hipofisaJinak 2%

    Anak-anak &

    dewasa

    Schwannoma

    Sel Schwann

    yg

    membungkus

    persarafan

    Jinak 3% Dewasa

    Gejala Klinis

    Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiagnosa secara dini,

    karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan

    meragukan tapi umumnya berjalan progresif. Baik pada tumor jinak maupun

    ganas, gejalanya timbul jika jaringan otak mengalami kerusakan atau otak

    mendapat penekanan.

    Jika tumor otak merupakan penyebaran dari tumor lain, maka akan timbul

    gejala yang berhubungan dengan kanker asalnya. Misalnya batu berlendir dan

    berdarah terjadi pada kanker paru-paru, benjolan di payudara bisa terjadi pada

    kanker payudara.

    Gejala dari tumor otak tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan

    lokasinya.Tumor di beberapa bagian otak bisa tumbuh sampai mencapai ukuran

    yang cukup besar sebelum timbulnya gejala; sedangkan pada bagian otak lainnya,

    tumor yang berukuran kecilpun bisa menimbulkan efek yang fatal.

    Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:

    1. Gejala serebral umum, nyeri kepala, kejang

    2. Gejala tekanan tinggi intrakranial

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    23/39

    3. Gejala tumor otak yang spesifik

    Gejala serebral umum

    Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang

    dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi,

    labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan

    spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan

    progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.

    a. Nyeri Kepala

    Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30%

    gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan

    70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat

    dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun

    tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi

    intrakranial. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena

    selama tidur PCO2 arteri serebral meningkat, sehingga mengakibatkan

    peningkatan dari serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi

    tekanan intrakranium. Juga lonjakan tekanan intrakranium sejenak karena batuk,

    bersin, coitus dan mengejan akan memperberat nyeri kepala.

    Nyeri kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang

    bila duduk. Adanya nyeri kepala dengan psicomotor asthenia perlu dicurigai

    tumor otak. Nyeri kepala pada tumor otak, terutama ditemukan pada orang

    dewasa dan kurang sering pada anak-anak. Pada anak kurang dari 10-12 tahun,

    nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa di daerah

    bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor di

    daerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher.Penyebab

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    24/39

    nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) padapain sensitive structure seperti

    dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala

    permulaan dari tumor otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.

    b. Muntah

    Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan

    biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di

    fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering

    tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.

    c. Kejang

    Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25%

    kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab

    bangkitan kejang adalah tumor otak.

    Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

    - Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

    - Mengalami post iktal paralisis

    - Mengalami status epilepsi

    - Resisten terhadap obat-obat epilepsi

    - Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain

    Frekuensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor.

    Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih

    lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala kejang lebih

    sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang ditemukan bila

    tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan difossa

    posterior. Bangkitan kejang ditemukan pada 70% tumor otak di korteks, 50%

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    25/39

    pasien dengan astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25% pada

    glioblastoma.

    Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

    Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul

    pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada

    pemeriksaan diketemukan. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat

    dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat

    teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala

    TTIK anpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma,

    spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan

    craniopharingioma.

    Papil edema

    Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan

    oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah

    menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-

    kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui gambaran edema papil

    seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal terlebih dahulu.

    Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan

    terhadap vena sentralis retinae. Biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau

    pembesarannya menckan jalan aliran likuor sehingga mengakibatkan bendungan

    dan terjadi hidrosefalus interim.

    Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:

    a. Lobus frontal

    - Menimbulkan gejala perubahan kepribadian apatis dan masa bodoh euphoria,

    tetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe tersebut.

    - Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontralateral,

    kejang fokal

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    26/39

    - Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia

    - Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster- kennedy

    - Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia motorik dan disartria.

    b. Lobus parietal

    - Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi

    homonymus

    - Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada

    gyrus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmanns. Bangkitan

    kejang dapat umum atau fokal, hemianopsia homonim, apraksia. Bila

    tumor terletak pada lobus yang dominan dapat menyebabkan afasia

    sensorik atau afasia sensorik motorik, agrafia dan finger agnosia.

    c. Lobus temporal

    - Akan menimbulkan gejala hemianopsia kontralateral, bangkitan

    psikomotor atau kejang yang didahului dengan aura atau halusinasi

    (auraolfaktorius)

    - Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia sensorik

    motorik atau disfasia serta hemiparese.

    - Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan

    gejala choreoathetosis, parkinsonism.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    27/39

    d. Lobus oksipital

    - Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan

    penglihatan (aura berupa kilatan sinar yang tidak berbentuk) dimana

    makula masih baik.

    - Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia

    berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia.

    e. Tumor di ventrikel ke III

    - Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan

    obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan

    intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan

    penurunan kesadaran

    f. Tumor di cerebello pontin angie

    - Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma

    - Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa

    gangguan fungsi pendengaran

    - Gejala lain timbul bila tumor membesar dan keluar dari daerah pontin

    angel

    g. Tumor Hipotalamus

    - Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    28/39

    - Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan

    perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe, dwarfism, gangguan

    cairan dan elektrolit, bangkitan

    h. Tumor di cerebelum

    - Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi

    disertai dengan papil udem

    - Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme

    dari otot-otot servikal

    Gangguan Gerak Pada Tumor Serebelum

    Gangguan Keterangan

    Tremor intensional Tremor osilasi yang paling jelas pada

    akhir gerakan halus

    Asinergia Kurangnya kerjasama antara otot-otot

    Dekomposisi gerakan Gerakan dilakukan secara terpisah-

    pisah bukan sebagai satu gerakan yang

    utuh

    Dismetria Kesalahan dalam mengarahkan gerakan

    Deviasi dari jalur gerakan Salah tujuan gerakan

    Disdiadokokinesis Tidak dapat melakukan gerkan yang

    bergantian

    Nistagmus Osilasi mata yang cepat saat

    memandang atau meilah suatu benda

    i. Tumor fosa posterior

    Ditemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan

    nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.Tumor pada

    ventrikel IV dan serebelum akan menggangu sirkulasi cairan serebrospinalis

    sehingga memperlihatkan gejala tekanan tinggi intrakranial. Keluhan nyeri

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    29/39

    kepala, muntah dan papil edem akan terlihat secara akut, sedangkan tanda-tanda

    lain dari serebelum akan mengikuti kemudian.

    o False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons ekstensor

    yang bilateral, kelainann mental dan gangguan endokrin

    o Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi tumor.

    Efek Klinis

    Peninggian TIK: nyeri kepala, muntah, edema papil.

    Pergeseran otak:perburukan tingkat kesadaran, dilatasi pupil.

    Epilepsi: terjadi pada 30 persen pasien dengan tumor otak. Bisa umum, fokal,

    atau fokal berkembang menjadi umum.

    1. Bangkitan parsial membantu lokalisasi lokasi tumor:

    2. Bangkitan motor Jacksonian timbul dari korteks motor, tonik atau klonik,

    dimuka atau anggota kontralateral.

    3. Bangkitan sensori timbul dari korteks sensori dan menyebabkan baal dan

    tinglingmuka dan anggota kontralateral.

    4. Bangkitan visual atau auditori sejati jarang.

    5. Bangkitan partial kompleks (lobus temporal) timbul dari lobus temporal

    medial, membentuk halusinasi visual atau auditori, perasaan rasa

    abnormal, perasaan cemas, deja vu, tidak familier atau depersonalisasi

    serta automatisme.

    Pemeriksaan Penunjang

    Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik

    untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

    - Elektroensefalografi (EEG)

    - Foto polos kepala

    - Arteriografi

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    30/39

    - Computerized Tomografi (CT Scan)

    - Magnetic Resonance Imaging (MRI)

    Komplikasi Penatalaksanaan

    1. herniasi otak (sering fatal)

    2. herniasi unkal

    3. herniasi Foramen magnum

    4. kerusakan neurologis permanen, progresif, dan amat besar

    5. kehilangan kemampuan untuk berinteraksi atau berfungsi

    6. efek samping medikasi, termasuk kemoterapi

    7. efek samping penatalaksanan radiasi

    8. rekurensi pertumbuhan tumor

    LAMINEKTOMI

    Pengertian

    Laminektomi adalah sejenis operasi dekompresi tulang belakang, umumnya

    digunakan untuk mengobati stenosis tulang belakang. Stenosis tulang belakang

    disebabkan oleh menyempitnya tulang belakang dan tertekannya saraf-saraf di

    tulang belakang. Akibatnya, penderita akan merasakan nyeri yang berkelanjutan,

    mati rasa dan lemah pada bagian bawah tulang belakang, bokong dan kaki.

    Dalam laminektomi, sebagian dari tulang belakang (lamina) akan diangkat untuk

    meredakan nyeri pada saraf yang terganggu.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    31/39

    Daftar Pustaka :

    1. Wagshul ME, Eide PK, Madsen JR. The pulsating brain: A review ofexperimental

    and clinical studies of intracranial pulsatility. Fluids and Barriers of the

    CNS.

    2011;8(5):1-23.

    2. Iordache1 A, Munteanu R, Cosman M, Turliuc DM. Intracranial pressuremonitoring in neurosurgery department in Iasi latest developments.

    Romanian Neurosurgery; 2012.

    3. Raboel PH, Bartek J Jr., Andresen M, Bellander BM, Romner B. Review;Intracranial pressure monitoring: Invasive versus non-invasive methods.Denmark: Department of Neurosurgery Copenhagen University Hospital

    Rigshospitalet; 2011

    4. Raboel PH, Bartek J Jr., Andresen M, Bellander BM, Romner B. Review;Intracranial pressure monitoring: Invasive versus non-invasive methods.

    Denmark: Department of Neurosurgery Copenhagen University Hospital

    Rigshospitalet; 2011.

    5. Hergenroeder GW, Moore AN, McCoy JP Jr., Samsel L, Ward NH,Clifton GL, Dash PK. Serum IL-6: A candidate biomarker for intracranial

    pressure elevation following isolated traumatic brain injury. Journal of

    Neuroinflammation. 2010;7:19.

    6. Czarnik, T, Gawda R, Kolodziej W, Latka D, Weron KS, Weron R.Associations between intracranial pressure, intraocular pressure and mean

    arterial pressure in patients with traumatic and non-traumatic brain

    injuries. Injury, Int. J. Care Injured. 2009;40: 3339.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    32/39

    7. Fan JY, Kirkness C, Vicini P, Burr R, Mitchell P. An approach todetermining intracranial pressure variability capable of predicting

    decreased intracranial adaptive capacity in patient with traumatic brain

    injury. Biol Res Nurs. 2010 April;11(4):317324.

    8. Servadei F. Clinical value of decompressive craniectomy. N Engl J Med.2011 April 21;364(16):1558-1559. Patro A, Mohanty S. Pathophysiology

    and treatment of traumatic brain edema.Indian Journal of Neurotrauma.

    2009;6(1):11-16.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    33/39

    BAB III

    STATUS PASIEN

    BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

    RSUD ARIFIN AHMAD PEKANBARU

    Identitas Pasien

    Nama Pasien : Tn. S Agama : Islam

    Umur : 40 tahun Status : Menikah

    Jenis kelamin : Laki-laki Nomor RM : 81 96 65

    Pekerjaan : Petani Tanggal Operasi : 26 Agustus 2013

    Tanggal MRS : 20 Juli 2013

    ANAMNESIS

    Keluhan Utama

    Pasien datang dengan keluhan kedua kaki tidak dapat digerakkan.Riwayat Penyakit Sekarang :

    4 tahun yang lalu pasien sering merasa kaki dan daerah pinggangkesemutan atau kebas, kebas dirasakan secara terus menerus dan tidak

    hilang dengan istirahat. Kebas dirasakan bertambah hebat pada siang

    hingga malam hari sebelum tidur. Pasien mengalami kesulitan berjalan.

    Pada awalnya pasien menggunakan tongkat untuk berjalan, sekitar 3

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    34/39

    tahun yang lalu pasien harus menggunakan kursi roda. Pasien masih bisa

    merasakan rabaan. Pasien juga mengeluhkan bisul yang timbul ketika

    demam. Bisul berisi cairan dengan diameter bisul sebesar lebih kurang 10

    cm. Nyeri dirasakan pada saat bisul meradang dan ketika bisul pecah.

    Riwayat Penyakit Dahulu :

    Riwayat trauma tulang belakang tidak ada

    Riwayat sosial :

    Tidak memiliki kebiasaan merokok Tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi alcohol

    Riwayat Penyakit Keluarga :

    Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang samaStatus generalis

    Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Komposmentis, GCS 15

    Vital sign : TD : 120/80 Suhu : 36,5 C

    Nadi : 84 Nafas : 22 x/menit

    Berat badan : 68 kg

    Pemeriksaan kepala

    Mata : Kojungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupilreaktif, isokor

    Mulut : Sianosis (-), Gigi palsu (-)Palatum, uvula dan arkus faring (+) Gradasi

    Mallampati 1

    Mandibula : Pasien mampu membuka mulut tanpa kesulitanGerakan sendi temporomandibular tidak terbatas

    Leher : Tidak terdapat kekakuan leher

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    35/39

    Pemeriksaan Thorax : Paru dan jantung dalam batas normal

    Pemeriksaan Abdomen : Perut datar, tidak ada sikatrik, bising usus (+),perkusi timpani, nyeri tekan (-).

    Pemeriksaan Ekstremitas : Status lokalis.

    Status Lokalis :

    - Ekskremitas BawahInspeksi : kedua tungkai tampak lemah, deformitas (-), jejas (-)

    Palpasi : refleks patologis/babinsky (+/+)

    Pemeriksaan penunjang

    Darah

    Hb : 13,1 g/dL

    Ht : 41,2 %

    Leukosit : 5900 /mikroL

    Trombosit : 475000/mikroL

    GDS : 92 mg/dL

    Diagnosis Kerja : SOL T2-3

    Penatalaksanaan : Laminectomy tumor neural

    Anastesi : General anestesiteknik ET

    Status ASA :ASA II

    Persiapan Alat

    Mempersiapkan mesin anestesi, monitor, selang penghubung(connector),face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    36/39

    terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane dan

    isoflurane.

    Mempersiapkan stetoskop, oropharynx tube (guedel) ukuran 8 cm, ETTjenis non kingking nomor 6, 6,5; 7pada pasien dipakai ETT no.6,5,

    spuit 20 cc, introducer, hipafix(plester) 2 lembar ukuran 15x1,5 cm dan 2

    lembar ukuran 5x3 cm,konektor, dan selangsuction.

    Mempersiapkan spuit obat ukuran 3, 5, dan 10 ccPersiapan Obat Anastesi Umum

    Premedikasi : Midazolam 5 mg

    Induksi :Fentanyl 50 mcgPropofol 100 mgNotrixum 30 mg

    Maintenance : Sumber aliran gas N2O, O2 dan Sevofluran

    Recovery : Ketorolac 30 mg

    Persiapan Pasien

    Pasien dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu Memasang akses intravena (18G) dengan menggunakan tranfusi set dan

    memberikan pasien loading cairan kristaloid.

    Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen.Evalusi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini

    didapatkan nadi pre anastesi 57x/menit , tekanan darah 156/87, dan

    saturasi oksigen 100%.

    Tahapan anastesi

    1. PremedikasiDengan akses intravena, berikan bolus Midazolam 5 mg

    2. Oksigenasi

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    37/39

    Alirkan O2 4 L/menit melalui face mask dan letakan face mask kearah

    depan wajah pasien. Meletakan sanggahan pada bahu pasien untuk

    membuka airway dengan posisi yang anatomis.

    3. InduksiBolus Fentanyl 50 mcg dilanjutkan dengan bolus propofol 100 mg,

    selanjutnya cek respon reflek bulu mata pasien hingga dapat hasil respon

    (-),diikuti dengan diikuti dengan pemberian bolus notrixum 30 mg.

    4. Ventilasi- Kuasai patensi jalan nafas pasien, dengan memposisikan ekstensi

    kepala, gunakan oropharynx tube untuk mencegah sumbatan lidah

    pada jalan nafas pasien.

    - Pasang face mask dan berikan aliran 02 3 L/menit ditambah denganaliran N2O 3 L/menit dan aliran sevoflurane 3 Vol %. Pasien

    diberikan oksigenisasi selama 3 menit (ventilasi secara manual).

    Setalah memastikan saturasi pasien baik, lanjutkan dengan

    laringoskopi.

    5. Laringoskopi- Lepaskan face mask dan goedel. Pegang laringoskop dengan tangan

    kiri, posisikan kepala pasien ekstensi dan masukkan blade mulai dari

    sudut kanan mulut pada sisi pertengahan garis lidah hingga mencapai

    pangkal lidah.

    6.

    Intubasi- Telusuri lidah pasien hingga pangkal lidah, terlihat epiglottis,

    dibelakang epiglottis terlihat plica vokalis, lalu masukan ETT no.6,5

    dengan tangan kanan sampai batas garis hitam pada ETT.

    Sambungkan ujung ETT dengan selang mesin anestesi, pastikan ETT

    telah masuk ke trakea dengan melakukan auskultasi pada bagian

    kanan dan kiri paru hingga terdapat suara nafas yang simetris kiri dan

    kanan pada saat memompa balon dan pergerakan dinding dada

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    38/39

    simetris. Bila telah simetris, fiksasi interna dengan mengembangkan

    balon ETT dengan spuit 20 cc sebanyak 15 cc dengan udara. Fiksasi

    eksterna ETT dengan plester yang telah disediakan. Tutup mata pasien

    dengan plester, pasang goedel dan pindahkan dari pernafasan manual

    spontan ke pengaturan IPPV pada ventilator dengan VT 450 ml/menit

    dengan frekuensi 12x/menit.

    7. Maintenance- Inhalasi O2 3 L/menit, N2O 3 L/menit, dan sevoflurane 3 vol %

    8. Reverse- Pancing pasien bernafas spontan dengan mengembalikan pola

    pernapasan dari IPPV ke manual spontan, lalu menutup aliran

    sevoflurane dan N2O dan meninggikan O2 sampai 8 L/menit.

    9. Ekstubasi- Pastikan pasien bernafas spontan dan teratur.- Melakukansuction slempada airway pasien- Pastikan tanda vital stabil- Mengempiskan balon, cabut selang ETT. Segara pasang face mask

    dan pastikan airway lancar dengan triple maneuver. Pasien

    dipndahkan ke ruang RR.

    10.Recovery- Bolus ketorolac 30 mg

    Instruksi di RR

    - Oksigenasi dengan O23 L/menit- Awasi nadi, tekanan darah, frekuensi nafas, dan saturasi oksigen.- Pasien di pindahkan dari ruang RR ke ruang rawat inap setelah

    memiliki nilai aldrette > 8.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus Kelompok Anestesi

    39/39