laporan kasus tb paru niken

Upload: muhammad-gufran

Post on 08-Feb-2018

300 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    1/63

    Bagian Ilmu Penyakit Dalam LAPORAN KASUS

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Mulawarman

    TB Paru BTA Positif Dengan Komplikasi

    Pneumothorax Sinistra

    oleh:

    Niken Kurniasari

    NIM. 04.45398.00188.09

    Pembimbing:

    dr. Donni Irfandi Alfian, Sp.P

    Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

    Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Mulawarman

    2010

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    2/63

    2

    LEMBAR PENGESAHAN

    LAPORAN KASUS

    ACUTE CORONARY SYNDROME (UNSTABLE

    ANGINA PECTORIS)

    Dipresentasikan pada tanggal 28 Desember 2009

    Disusun oleh:

    Mulia Noviarti

    NIM. 04.45408.00198.09

    Pembimbing:drd

    LEMBAR PENGESAHAN

    LAPORAN KASUS

    TB Paru BTA Positif Dengan Komplikasi

    Pneumothorax Sinistra

    Dipresentasikan pada tanggal

    Disusun oleh:

    Niken Kurniasari

    NIM. 04.45398.00188.09

    Pembimbing:

    dr. Donni Irfandi Alfian, Sp.P

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    3/63

    3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Mycobacterium tuberkulosismenyebabkan penyakit tuberkulosis (TB) dan

    merupakan pathogen yang sangat penting bagi manusia. TB menjadi masalah

    kesehatan masyarakat terbesar, khususnya di negara berkembang. Dari data WHO

    (World Health Organization) pada tahun 2002, terdapat 22 negara di dunia yang

    memiliki jumlah penderita TB terbesar di dunia. 1

    Tuberkulosis bisa menyerang siapa saja, namun sebagian besar penderita

    tuberkulosis adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Secara regional

    ditemukan fakta bahwa empat puluh persen (40%) dari kasus tuberkulosis dunia

    ditemukan di wilayah Asia Tenggara dan hampir satu juta kematian terjadi setiap

    tahunnya yang sembilan lima puluh persen nya diakibatkan dari kasus-kasus

    tuberkulosis yang dilaporkan terjadi di Banglades, India, Indonesia, Myanmar,

    dan Thailand.2

    Di Indonesia, TB juga menjadi masalah kesehatan, baik dari sisi angka

    kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis

    dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati

    urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22

    negara dengan masalah TBC terbesar di dunia. Tahun 2004 tercatat 211.753 kasus

    baru tuberkulosis di Indonesia, dan diperkirakan sekitar 300 kematian terjadi

    setiap hari. Setiap tahunnya kasus baru tuberkulosis bertambah seperempat juta.1, 2

    WHO memperkirakan di Indonesia terjadi 183 ribu kasus TB paru dengan

    282 ribu kasus dengan BTA positif setiap tahunnya. Prevalensi kasus BTA positif

    diperkirakan sebesar 715 ribu kasus dengan angka kematian sebesar 140 ribu atau

    secara kasar dari setiap 100 ribu penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 130

    penderita TB dengan BTA positif, dimana TB menyerang sebagian besar usia

    produktif, kelompok ekonomi lemah dan pendidikan rendah.1

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    4/63

    4

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    IDENTITAS PASIEN

    Nama : Tn. R

    Umur : 17 tahun

    Alamat : L1 Blok E Telok Dalam

    Status : Belum Menikah

    Pekerjaan : Buruh

    Pendidikan terakhir : SD

    Suku : Bugis

    Agama : Islam

    Status Pernikahan : Belum Menikah

    Masuk Rumah Sakit : 9 Maret 2010

    Keluhan utama

    Sesak nafas

    Riwayat penyakit sekarang

    Sesak nafas dialami pasien sejak 3 hari sebelum MRS. Sesak dirasakan

    secara tiba-tiba dan terus-menerus, tidak dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas

    yang berlebihan. Sesak tersebut dirasakan semakin lama semakin bertambah berat.

    Disamping itu pasien juga memiliki riwayat batuk lama sejak 3 bulan yang lalu

    hingga sekarang. Batuk berdahak dengan dahak berwarna kuning sejak 2 bulan

    yang lalu. Kadang-kadang pada dahak terdapat bercak darah.

    Keluhan batuk tersebut disertai dengan demam yang timbul pada malam

    hari disertai keringat dingin, dimana demam tidak terlalu tinggi dan kadang

    mencapai suhu normal pada pagi hari. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan

    yang menurun, sehingga berat badan pasien turun selama keluhan batuk-batuk

    tersebut muncul.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    5/63

    5

    Pasien merasakan berbagai keluhan tersebut muncul setelah pasien

    menjalani pekerjaan sebagai buruh playwood di Tenggarong sekitar 5 bulan yang

    lalu sebelum MRS. Pasien bersama temannya tinggal di kos-kosan yang

    kondisinya kurang sehat untuk dihuni, seperti ventilasi dan jendela kamar yang

    tidak ada serta berada dipinggir sungai. Dan saat bekerja di tempat tersebut

    kondisi daya tahan tubuh pasien menurun karena pekerjaan yang melelahkan.

    Sejak itulah pasien merasa sakit-sakitan. Pasien mengaku bahwa tidak ada teman

    atau keluarga yang sakit seperti pasien.

    Frekuensi BAB normal, BAK normal dengan warna kuning jernih. Pasien

    merupakan rujukan dari RS. Parikesit Tenggarong dengan diagnosa

    Pneumothorax (S) e.c. TB Paru, yang telah dilakukan pemasangan WSD sebelum

    pasien dievakuasi ke RS.AWS Samarinda.

    Riwayat penyakit dahulu

    Sakit paru-paru dan asma tidak ada sebelumnya

    Riwayat penyakit keluarga

    Pasien tidak memiliki riwayat penyakit serupa pada keluarganya.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    6/63

    6

    PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 11 Maret 2010)

    1.Keadaan UmumKesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6

    Keadaan sakit : sakit sedang

    Tanda Vital :

    Frekuensi Nadi : 80 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup

    Tekanan darah : 120/70 mmHg

    Pernafasan : 26 x/menit,.

    Suhu : 37,80C, aksiler

    Status Gizi

    Berat Badan : 43 Kg

    Tinggi Badan : 155 cm

    2. Kepala dan Lehera. Umum

    Ekspresi : Gelisah

    b. Mata

    Kelopak : edema (-)

    Konjunktiva : anemis (-/-)

    Sclera : ikterik (-/-)

    Pupil : bulat, isokor, refleks cahaya (+/+)

    c. Telinga

    Bentuk : normal

    Lubang telinga : normal

    Processus Mastoideus : nyeri (-/-)

    Pendengaran : normal

    d. Hidung

    Penyumbatan : (-/-)

    Perdarahan : (-/-)

    Daya penciuman : normal

    Pernafasan cuping hidung: tidak ada

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    7/63

    7

    e. Mulut

    Bibir : pucat (+), sianosis (-)

    Gusi : berdarah (-)

    Mukosa : pigmentasi (-), hiperemia (-), pucat (-)

    Lidah : makroglosia (-), mikroglosia (-)

    Faring : hiperemia (-)

    f. Leher

    Umum : simetris

    Kelenjar limfe : membesar (-)

    Trachea : di tengah

    Tiroid : membesar (-)

    V. jugularis : JVP normal

    3. ThoraxBentuk : simetris

    Axilla : pembesaran kelenjar limfe (-/-)

    Sternum : nyeri tekan (-)

    a. ParuI Bentuk : simetris

    Pergerakan : simetris, retraksi ICS (+/+)

    Pa ICS melebar : (+/+)

    Fremitus raba : Asimetris (DS)

    Nyeri : (-/-)

    Pe Suara ketok : (sonor/ hipersonor)

    Nyeri ketok : (-/+)

    A Suara nafas : vesikuler

    Suara tambahan : ronki (+/+), wheezing (-/-)

    b.JantungI Ictus cordis tidak tampak

    Pa Ictus cordis tidak teraba

    Pe Batas kanan : parasternal line ICS III Dextra

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    8/63

    8

    Batas kiri : ICS V 2 jari lateral MCL Sinistra

    A S1 S2 tunggal, reguler, gallop (-), murmur (-).

    4. AbdomenI Bentuk : datar

    Kulit : normal

    Hernia : umbilicus (-), inguinal (-)

    Pa Turgor : normal

    Tonus : normal

    Nyeri tekan : tidak ada

    Pembesaran : hepar (-), ginjal (-), spleen (-)

    Pe Timpani, Shifting dullness (-)

    A Peristaltik usus : BU (+) normal

    5. InguinalPembesaran kel. Limfe : (-/-)

    6. EkstremitasAtas : Sendi bengkak (-/-)

    Tremor (-/-)

    Akral dingin, pucat, edema (-/-)

    Refleks biceps normal, refleks triceps normal

    Bawah : Sendi bengkak (-/-)

    Tremor (-/-)

    Akral dingin, pucat, edema (-/-)

    Refleks patella normal

    Refleks achilles normal

    7. Tulang belakang :Normal

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    9/63

    9

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Pemeriksaan LaboratoriumTanggal 9/3/2010 10/3/2010 11/3/2010 13/3/2010 15/3/2010

    Darah lengkap

    Hb 8,5 8,6 12,1

    Hct 27,7 % 27,9 % 35,7 %

    Leukosit 700 4.100 6.400

    Trombosit 367.000 240.000 365.000

    Kimia darah

    GDS 134 81

    SGOT 23

    SGPT 17

    Bilirubin total 0,5

    Bil direk 0,3

    Bil indirek 0,2

    Protein total 7,0

    Albumin 2,2

    Globulin 4,8

    Kolesterol 85

    Asam urat 3,1

    Ureum 26,2 26,1

    Kreatinin 0,7 0,7

    Elektrolit

    Natrium 134

    Kalium 4,1

    Clorida 100

    Ab HIV (-) negatif

    BTA I + 1

    BTA II + 1

    BTA III + 1

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    10/63

    10

    2. Foto Rontgen Thorax PAa. 8 Maret 2010

    b. 10 Maret 2010

    c. 15 Maret 2010

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    11/63

    11

    d. 18 Maret 2010

    3. EKG

    DIAGNOSIS

    TB Paru BTA Positif dengan Komplikasi Pneumothoraks Sinistra

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    12/63

    12

    PENATALAKSANAAN

    Farmakologi: (BB= 43 kg)

    IVFD RL : D5% 2:1 20 tpm Neurobion drip 1 amp/hr Ranitidin inj 2x1 amp Salbutamol tab 3x2 mg DMP syrup 3xC1 Cefotaxim inj 3x1gr IV Rimstar 1x3 tab Methioson tab 3x1

    Tindakan medis:

    Pemasangan WSD Suction WSD Pleurodesis Aff WSD

    PROGNOSIS

    Functionam : dubia ad bonam Vitam : dubia ad bonam

    FOLLOW UP

    Pera

    watan

    S O A P

    Hari I

    Tgl

    9/3/10

    Sesak nafas

    sejak 4 hari yg

    lalu. Nyeri

    pada dada kiri,

    batuk

    berdahak (+),

    demam (+)

    CM

    TD: 120/70 mmHg

    N: 80x/

    RR: 28x/

    T: 34,10C

    Anemis +/+ Rh +/+

    Lab:

    Hb = 8,5

    Ht = 27.7 %

    Leuko = 700

    Trombo = 367.000

    Pneumothorax

    (S) + post

    WSD hari I e.c

    susp TB paru

    -IVFD RL : D5% 2:1 20tpm

    -Neurobion drip 1 amp/hr-Ranitidin inj 2x1 amp-Salbutamol tab 3x2 mg-DMP syrup 3xC1-Cefotaxim inj 3x1gr IV-Rimstar 1x3 tab-Methioson tab 3x1-Transfusi PRC 2 kolf/hr

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    13/63

    13

    Hari II

    Tgl

    10/3/10

    Sesak (+) jika

    menarik nafas,

    nyeri padatempat WSD,

    batuk

    berdahak (+)

    CM

    TD: 100/60 mmHg

    N: 100x/RR: 28x/

    T: 39,00C

    Anemis -/- Rh +/+

    Pneumothorax

    (S) + post

    WSD hari II e.cTB paru

    - IVFD RL : D5% 2:1 20tpm

    - Neurobion drip 1 amp/hr- Ranitidin inj 2x1 amp- Salbutamol tab 3x2 mg- DMP syrup 3xC1- Cefotaxim inj 3x1gr IV- Rimstar 1x3 tab- Methioson tab 3x1- Asam mefenamat tab 3x1

    Hari III

    Tgl

    11/3/10

    Sesak (+)

    menurun,nyeri

    pada WSD

    berkurang,batuk

    berdahak (+),

    demam turun,

    CM

    TD: 110/70 mmHg

    N: 92x/

    RR: 32x/T: 38,10C

    Hb = 8,6

    Ht = 27,9 %

    Leuko = 4.100

    Trombo = 240.000

    Ab HIV (-) negatif

    Pneumothorax

    (S) + post

    WSD hari III

    e.c TB paru

    - IVFD RL : D5% 2:1 20tpm

    - Neurobion drip 1 amp/hr- Ranitidin inj 2x1 amp- Salbutamol tab 3x2 mg- DMP syrup 3xC1- Cefotaxim inj 3x1gr IV- Rimstar 1x3 tab- Methioson tab 3x1- Asam mefenamat tab 3x1

    Hari IV

    Tgl

    12/3/10

    Sesak (+)

    menurun,nyeri

    pada WSD

    berkurang,

    batuk

    berdahak (+),

    demam (-)

    CM

    TD: 90/60 mmHg

    N: 80x/

    RR: 32x/

    T: 35,00C

    Pneumothorax

    (S) + post

    WSD hari IV

    e.c TB paru

    - IVFD RL : D5% 2:1 20tpm

    - Neurobion drip 1 amp/hr- Ranitidin inj 2x1 amp- Salbutamol tab 3x2 mg- DMP syrup 3xC1- Cefotaxim inj 3x1gr IV- Rimstar 1x3 tab- Methioson tab 3x1- Asam mefenamat tab 3x1- Aff DC- Suction WSD 12 jam

    Hari V

    Tgl

    13/3/10

    Sesak (+)

    menurun,nyeri

    pada WSDberkurang,

    batuk

    berdahak (+),

    demam (-)

    CM

    TD: 90/60 mmHg

    N: 80x/RR: 20x/

    T: 36,30C

    Sputum SPSI = + 1

    II = + 1

    III = + 1

    Pneumothorax

    (S) + post

    WSD hari Ve.c TB paru

    BTA positif

    - IVFD RL : D5% 2:1 20tpm

    - Neurobion drip 1 amp/hr- Ranitidin inj 2x1 amp- Salbutamol tab 3x2 mg- DMP syrup 3xC1- Cefotaxim inj 3x1gr IV- Rimstar 1x3 tab- Methioson tab 3x1- Asam mefenamat tab

    3x1

    - Transfusi PRC 1 kolf

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    14/63

    14

    Hari VI

    Tgl

    14/3/10

    Sesak (+)

    menurun, nyeri

    pada WSDberkurang,

    batuk

    berdahak (+)

    CM

    TD: 100/70 mmHg

    N: 80x/RR: 28x/

    T: 36,10C

    Pneumothorax

    (S) + post

    WSD hari VIe.c TB paru

    BTA positif

    - IVFD RL : D5% 2:1 20tpm

    - Neurobion drip 1 amp/hr- Ranitidin inj 2x1 amp- Salbutamol tab 3x2 mg- DMP syrup 3xC1- Cefotaxim inj 3x1gr IV- Rimstar 1x3 tab- Methioson tab 3x1- Asam mefenamat tab 3x1

    Hari VII

    Tgl

    15/3/10

    Sesak (+)

    menurun,

    batukberdahak (+),

    nyeri pada

    WSD (-)

    CM

    TD: 100/70 mmHg

    N: 80x/RR: 28x/

    T: 36,50C

    Hb = 12,1

    Ht = 36,7 %

    Leuko = 6.400

    Trombo = 365.000

    Pneumothorax

    (S) + post

    WSD hari VIIe.c TB paru

    BTA positif

    - IVFD RL : D5% 2:1 20tpm

    - Neurobion drip 1 amp/hr- Ranitidin inj 2x1 amp- Salbutamol tab 3x2 mg- DMP syrup 3xC1- Cefotaxim inj 3x1gr IV- Rimstar 1x3 tab- Methioson tab 3x1- Asam mefenamat tab 3x1

    Hari

    VIII

    Tgl

    16/3/10

    Sesak (+)

    menurun,

    batuk

    berdahak (+) 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    26/63

    26

    Gambar 5. Alur diagnosa TB paru. 4

    2. RadiologiPemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:

    foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,

    tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).1

    Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas

    atau segmen apical lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai

    tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).3

    Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumoni,

    gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    27/63

    27

    yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat, maka bayangan terlihat

    berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.3, 5

    Pada kavitas bayangan berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.

    Lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis

    terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak

    sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Gambaran tuberkulosis milier

    terlihat berupa bercak-bercak halus yang menyebar rata seluruh lapangan paru.3, 5

    Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah

    penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi

    pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura

    (pneumotoraks).

    Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif 1, 6, 7:

    - Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atasparu dan segmen superior lobus bawah

    - Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawanatau nodular

    - Bayangan bercak milier- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

    Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif.1

    - Fibrotik- Kalsifikasi- Schwarte atau penebalan pleura

    Luluh paru (destroyed Lung ) 1:

    - Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yangberat, biasanya secara klinis disebut luluh paru.Gambaran radiologik luluh

    paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim

    paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan

    gambaran radiologik tersebut.

    - Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitasproses penyakit

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    28/63

    28

    Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat

    dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) 1, 7:

    - Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua parudengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di

    atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus

    dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak

    dijumpai kaviti

    - Lesi luas, Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

    3. Pemeriksaan Khusus 1Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya

    waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara

    konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru

    yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

    a. Pemeriksaan BACTECDasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode

    radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian

    menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.

    Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara

    cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji

    kepekaan.1

    b. Polymerase chain reaction (PCR):Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,

    termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan

    teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah

    cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam

    pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk

    menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan

    cara yang benar dan sesuai standar internasional. Apabila hasil

    pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang

    kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    29/63

    29

    pegangan untuk diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut

    diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun

    ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat.1

    c. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.l 1:1) Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

    Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi

    respon humoral berupa proses antigenantibodi yang terjadi. Beberapa

    masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi

    menetap dalam waktu yang cukup lama.

    2) ICTUji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji

    serologik untuk mendeteksi antibodiM.tuberculosis dalam serum. Uji

    ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen

    spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,

    diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan

    dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik

    (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis

    kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke

    bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis

    antigen. Apabila serum mengandung antibody IgG terhadap

    M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan

    membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila

    setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat

    garis antigen pada membran.

    3) MycodotUji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia.

    Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang

    direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini

    kemudiandicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum

    tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    30/63

    30

    memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan

    warna pada sisir dan dapatdideteksi dengan mudah

    4) Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi

    yang terjadi dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang

    diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang

    mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

    4. Pemeriksaan laina. Analisis Cairan Pleura

    Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu

    dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan

    diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis

    tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada

    analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.1

    b. Pemeriksaan histopatologi jaringanPemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan

    diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi.

    Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :

    Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening(KGB)

    Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Copedan Veen Silverman)

    Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) denganbronkoskopi, trans thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).

    OtopsiPada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan

    dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium

    mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk

    pemeriksaan histologi.1, 7

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    31/63

    31

    c. Pemeriksaan darahHasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang

    spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan

    kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED

    sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal

    tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.1, 3

    d. Uji tuberculin1, 3, 6, 7Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di

    Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin

    sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa.

    Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila

    kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi

    HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

    G. PenatalaksanaanSesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka

    prinsip-prinsip yang dipakai adalah 6:

    - Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah

    cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk

    mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

    - Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatandilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed

    Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

    - Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.Tahap Intensif

    4, 6

    1. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perludiawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

    2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanyapenderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    32/63

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    33/63

    33

    Z = Pirazinamid

    E = Etambutol

    S = Streptomisin

    Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau frekwensi.

    Angka 2 didepan seperti pada 2HRZE, artinya digunakan selama 2 bulan, tiap

    26 hari satu kombinasi tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti

    pada 4H3R3 artinya dipakai 3 kali seminggu ( selama 4 bulan).

    Kemasan obat dalam bentuk :

    Obat tunggal,Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin,

    Pirazinamid dan Etambutol.

    Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose CombinationFDC)Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

    Tabel 1. Paduan pengobatan standar yang direkomendasikan oleh WHO dan

    IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) 6:

    Kategori 1 2HRZE/4H3R3

    2HRZE/4HR

    2HRZE/6HE

    Kategori 2 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

    2HRZES/HRZE/5HRE

    Kategori 3 2HRZ/4H3R3

    2HRZ/4HR

    2HRZ/6HE

    1. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) 4, 6Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan.

    Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan

    tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.

    Obat ini diberikan untuk:

    Penderita baru TB Paru BTA Positif.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    34/63

    34

    Penderita baru TB Paru BTA negatif Rntgen Positif yang sakitberat

    Penderita TB Ekstra Paru berat2. Kategori -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) 4, 6

    Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan

    HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah

    itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang

    diberikan tiga kali dalam seminggu.

    Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya

    pernah diobati, yaitu:

    Penderita kambuh (relaps) Penderita gagal (failure) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

    3. Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)4, 6Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan

    (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan

    diberikan 3 kali seminggu.

    Obat ini diberikan untuk:

    Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan, Penderita TB ekstra paru ringan.

    4. OAT Sisipan (HRZE)4, 6Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif

    dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan

    kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat

    sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

    Paduan OAT Sisipan untuk penderita dengan berat badan antara 33 50

    kg: 1 tablet Isoniazid 300 mg, 1 kaplet Rifampisin 450 mg, 3 tablet

    Pirazinamid 500 mg, 3 tablet Etambutol 250 mgSatu paket obat sisipan

    berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    35/63

    35

    Gambar 6. Bagan penatalaksanaan TB paru.7

    Tabel 2. Jenis dan dosis OAT1

    Obat

    Dosis

    (mg/KgBB/hr)

    Dosis yg dianjurkanDosis

    Maks(mg)

    Dosis mg/KgBB

    Harian

    (mg/Kg

    BB/hr)

    Intermitten

    (mg/Kg

    BB/kali)

    60

    R 8-12 10 10 600 300 450 600

    H 4-6 5 10 300 150 300 450

    Z 20-30 25 35 750 1000 1500

    E 15-20 15 35 750 1000 1500

    S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

    Disamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix

    Dose Combination(FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kompipak,yaiturejimen dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet yang ada sudah

    berisi 2, 3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan. WHO sangatmenganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa keunggulan dan

    keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi dalam

    bentuk lepas.

    Penatalaksanaan TB

    Belum pernah dapat

    terapi > 1bulan

    TB Pasti

    TerapiKatagori I

    TB Tersangka

    TerapiKatagori III

    Pernah dapat terapi

    > 1 bulan

    TB Gagal

    TB Relaps

    TerapiKatagori II

    TB Tersangka

    TerapiKatagori II

    TB Kronik

    Terapi INH

    seumur

    hidup

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    36/63

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    37/63

    37

    pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan

    selama pengobatan.

    Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 &

    5), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka

    pemberian OAT dapat dilanjutkan.

    1. Isoniazid (INH) 1, 6Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,

    kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi

    dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan

    vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.

    Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra). Efek

    samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada

    kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,

    hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan

    khusus.

    2. Rifampisin 1, 3, 6Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan

    simtomatik ialah :

    - Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah

    kadang kadang diare

    - Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahanEfek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

    - Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harusdistop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

    - Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salahsatu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan

    diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang

    - Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napasRifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata,

    air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    38/63

    38

    tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti

    dan tidak perlu khawatir.

    3. Pirazinamid1, 6Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai

    pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri

    aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal

    ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam

    urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit

    yang lain.

    4. Etambutol1, 3Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya

    ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian

    keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali

    terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang

    diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam

    beberapa minggu setelah obat dihentikan.

    5. Streptomisin 1, 3Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan

    dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan

    meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien.

    Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi

    ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),

    pusing dan kehilangan keseimbangan.

    Tabel 5. Efek samping OAT dan penatalaksanaannya1

    Efek Samping Kemungkinan

    Penyebab

    Tatalaksana

    Minor OAT Teruskan

    Tidak nafsu makan, mual,

    sakit perut

    Rifampisin Obat diminum malam

    sebelum tidur

    Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol

    Kesemutan s/d rasa INH Beri vitamin B6 (piridoksin)

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    39/63

    39

    terbakar di kaki 1 x 100 mg perhari

    Warna kemerahan pada

    air seni

    Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu

    diberi apa-apa

    Mayor Hentikan Obat

    Gatal dan kemerahan

    pada kulit

    Semua jenis OAT Beri antihistamin &

    dievaluasi ketat

    Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

    Gangguan keseimbangan

    (vertigo dan nistagmus)

    Streptomisin Streptomisin dihentikan

    Ikterik / Hepatitis Imbas

    Obat (penyebab lain

    disingkirkan)

    Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT

    Sampai ikterik menghilang

    dan boleh diberikanhepatoprotektor

    Muntah dan confusion

    (suspected drug-induced

    pre-icteric hepatitis)

    Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT &

    lakukan uji fungsi hati

    Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol

    Kelainan sistemik,

    termasuk syok dan

    purpura

    Rifampisin Hentikan Rifampisin

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    40/63

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    41/63

    41

    a. Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru

    yang mendasari sebelumnya. Umumnya terjadi pada indvidu sehat, dewasa

    muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik berat tapi justru terjadi

    saat istirahat dan hingga kini belum diketahui penyebabnya.

    b. Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS)Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyakit paru yang

    mendasarinya seperti tuberkulosis paru, PPOK, asma bronchial,

    pneumonia tumor paru dan sebagainya.8, 9, 10, 11

    2. Pneumotoraks TraumatikAdalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi

    maupun bukan yang menyebabkan robenya pleura, dinding dada maupun paru.

    Pneumotoraks traumatik diperkirakan 40% dari semua kasus pneumotoraks.

    a. Pneumotoraks Traumatik Bukan IatrogenikAdalah pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya pada

    dinding dada baik terbuka maupun tertutup, barotraumas.

    b. Pneumotoraks Traumatik IatrogenikAdalah pneumonia yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis.

    Ada dua jenis, yakni:

    - Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental, adalah pneumotoraksyang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis karena

    kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya parasintesis dada,

    biopsy pleura, biopsy transbronkial, biopsy/aspirasiparu perkutaneus,

    kanulasi vena sentral, barotrauma.

    - Pneumotoraks traumatik iatrogenik artificial, adalah pneumotoraksyang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga

    pleura melalui jarum dengan suatu alatMaxwell box.9, 10, 11

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    42/63

    42

    C. Etiologi dan PatogenesisPneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil

    yang diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura

    viseralis, dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior.

    Terbentuknya bleb ini oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang

    dindingnya ruptur melalui jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada

    di bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui

    dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai penyebabnya.9, 12

    1. Faktor infeksi atau radang paru.Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan membentuk jaringan

    parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.

    2. Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan.Mekanisme ini tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan

    sering terjadi pada waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya

    bleb yang terdapat di bawah pleura viseralis, maka udara akan masuk ke

    dalam rongga pleura dan terbentuklah fistula bronkopleura. Fistula ini

    dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi sebagai ventil.

    Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS) terjadi karena bleb viseralis atau

    bulla subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang

    mendasarinya. Patogenesis PSS multifaktorial, umumnya terjadi akibat

    komplikasi penyakit PPOK, asma , fibrosis kistik, tuberkulosis paru, penyakit-

    penyakit paru infiltratif lainnya (misalnya pneumonia supuratif dan termasuk

    pneumonia P.carinii). PSS umumnya lebih serius keadaannya daripada PSP,

    karena pada PSS terdapat penyakit paru yang mendasarinya. PSS terjadi karena

    adanya kelemahan pada struktur parenkim paru dan pleura.9, 10, 12

    Konsep dasar terjadinya pneumotoraks dibagi atas 12:

    a. Penyakit-penyakit yang menghasilkan kenaikan tekanan intrapulmonerb. Penyakit-penyakit yang menyebabkan menebal atau menipisnya dinding

    kista

    c. Penyakit-penyakit yang menyebabkan rusaknya parenkim paru

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    43/63

    43

    Tuberkulosis paru dapat menyebabkan pneumotoraks dengan mekanisme

    rupturnya lesi kavitasi atau nekrosis ke ruang pleura (Thurlbeck, dkk. 1995).

    Sedangkan menurut Sahn (2000) ketika tekanan alveolar melebihi tekanan

    interestial paru sebagai mana yang terjadi pada PPOK dan inflamasi saluran nafas

    setelah batuk, udara yang berasal dari ruptur alveolus bergerak ke interstitsial dan

    belakang paru sepanjang berkas bronkovaskuler ke arah hilus ipsilateral dari paru,

    menghasilkan pneumomediastinum; jika terjadi ruptur pada hilus dan udara

    bergerak melalui pleura mediastinalis ke kavum pleura dan menghasilkan

    pneumotoraks.12

    Mekanisme lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya pneumotoraks

    spontan sekunder adalah udara yang berasal dari alveolus secara langsung masuk

    ke dalam kavum pleura sebagai akibat dari nekrosis jaringan paru, disebabkan

    oleh P.carinii pneumonia.12

    D. Gejala KlinisBerdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah:

    - Sesak nafas, yang didapatkan pada 80-100% pasien- Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien- Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien- Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5010% dan

    biasanya pada PSP (Loddenkemper, 2003)9

    Sulit bernafas yang timbul mendadak dengan disertai nyeri dada yang

    terkadang dirasakan menjalar ke bahu. Dapat disertai batuk dan terkadang terjadi

    hemoptisis. Perlu ditanyakan adanya penyakit paru atau pleura lain yang

    mendasari pneumotorak, dan menyingkirkan adanya penyakit jantung. 9, 10

    Berat ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat

    penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada

    penderita dengan COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan

    menimbulkan sesak nafas yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti

    ditusuk-tusuk setempat pada sisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke

    arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    44/63

    44

    batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam waktu satu sampai

    empat hari. Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak

    disertai penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif. 9

    Pemeriksaan fisik pneumotoraks yaitu, sesak nafas dan takikardi yang

    dapat disertai sianosis pada pneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru.

    Gerakan torak mungkin tampak tertinggal, deviasi trakhea, ruang interkostal

    melebar, perkusi hipersonor dan penurunan suara pernafasan. Dapat

    menghilangkan atau mengurangi pekakjantung atau hati. Pada tingkat yang berat

    terdapat gangguan respirasi/sianosis, gangguan vaskuler/syok. Komplikasi dapat

    berupa hemopneumotorak, pneumomediastinum dan emfisema kutis, fistel

    bronkopleural dan empiema. 10, 11

    Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks. Pada

    rontgen foto toraks PA akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti

    rambut. Gambaran paru yang kolaps ke arah hilus dengan radiolusen ke sebelah

    perifer. Singkirkan kemungkinan bulla yang besar, emfisema paru, kista paru,

    kaverne yang besar. Apabila pneumotoraks disertai dengan adanya cairan di

    dalam rongga pleura, akan tampak gambaran garis datar yang merupakan batas

    udara dan cairan. Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi

    maksimal.9, 10, 11

    Gambar 8. Foto rontgen pada pneumotoraks dextra dan sinistra.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    45/63

    45

    E. PenatalaksanaanSetelah diagnosis pneumotoraks dapat ditegakkan, langkah selanjutnya

    yang terpenting adalah melakukan observasi yang cermat. Oleh karena itu

    penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit, mengingat sifat fistula pneumotoraks

    dapat berubah sewaktu-waktu yaitu dari pneumotoraks terbuka menjadi tertutup

    ataupun ventil. Sehingga tidak jarang penderita yang tampaknya tidak apa-apa

    tiba-tiba menjadi gawat karena terjadi pneumotoraks ventil atau perdarahan yang

    hebat. 8, 9

    Apabila penderita datang dengan sesak nafas, apalagi kalau sesak nafas

    makin lama makin bertambah kita harus segera mengambil tindakan. Tindakan

    yang lazim dikerjakan ialah pemasangan WSD (Water Seal Drainage). Apabila

    penderita sesak sekali sebelum WSD dapat dipasang, kita harus segera

    menusukkan jarum ke dalam rongga pleura. Tindakan sederhana ini akan dapat

    menolong dan menyelamatkan jiwa penderita. Bila alat-alat WSD tidak ada, dapat

    kita gunakan infus set, dimana jarumnya ditusukkan ke dalam rongga pleura di

    tempat yang paling sonor waktu diperkusi. Sedangkan ujung selang infus yang

    lainnya dimasukkan ke dalam botol yang berisi air. 8

    Pneumotoraks tertutup yang tidak terlalu luas (kurang dari 20% paru yang

    kolaps) dapat dirawat secara konservatif, tetapi pada umumnya untuk

    mempercepat pengembangan paru lebih baik dipasang WSD. Pneumotoraks

    terbuka dapat dirawat secara konservatif dengan mengusahakan penutupan fistula

    dengan cara memasukkan darah atau glukosa hipertonis ke dalam rongga pleura

    sebagai pleurodesis. Ada juga para ahli yang mengobati pneumotoraks terbuka

    dengan memasang WSD disertai penghisap terus menerus (Continuous

    Suction).9,10

    Secara ringkas, penatalaksanaan pneumotoraks dapat dibagi sebagai

    berikut:

    1. Pneumotorak ringan non ventil, kurang dari 30%. Pasien di observasi dandisuruh meniup balon. Bila pneumotorak memburuk dapat dipasang water

    sealed drainage (WSD).

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    46/63

    46

    2. Pneumotorak besar atau tipe ventilDipasang WSD. Pada keadaan gawat dapat dilakukan punksi dengan

    jarum infus sel atau jarum besar, yang kemudian dihubungkan dengan

    slang ke botol berisi air. Bila perlu sebelum dibuat foto toraks. Bila dalam

    24 jam pemasangan kateter paru tidak mengembang, slang dapat

    disambungkan ke alat penghisap. Bila dalam 5 hari tidak berhasil dan

    keadaan pasien buruk pentu dipikirkan kemungkinan tindakan bedah untuk

    menutupi kebocoran. Bila paru sudah mengembang sempurna, WSD

    diklem selama 3 hari. Bila hasil observasi dan torak baik WSD dapat

    dicabut.

    3. Pencegahan pneumotorak rekuren, dapat dilakukan dengan menggunakan: pleurodesis kimia, dengan menggunakan larutan tetrasiklin, bedak talk

    atau iodopovidon.

    pleurektomi parietal. Dilakukan pula ligasi atau reseksi bullae ataubleb.11

    F. Teknik Pemasangan WSD

    Gambar 8. Skema pemasangan WSD pada dengan sistem 1 dan dua botol.10

    Tempat pemasangan drainsebaiknya ialah 10:

    1. Linea aksilaris media pada sela iga 6 atau sela iga ke 7.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    47/63

    47

    2. Linea media klavikularis pada sela iga ke dua.

    Setelah dilakukan desinfeksi pada kulit, maka dilakukan anestesi lokal

    dengan cara infiltrasi pada daerah kulit sampai pleura. Kemudian dibuat sayatan

    kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan di bawah kulit. Pleura parietalis ditembus

    dengan jarum pungsi yang pakai trokar dan mandrin. Setelah tertembus, mandrin

    dicabut akan terasa keluar udara. Kemudian mandrin diganti dengan kateter yang

    terlebih dahulu telah diberi lobang secukupnya pada ujungnya. Setelah kateter

    masuk rongga pleura trokar dicabut dan pangkal kateter disambung dengan selang

    yang dihubungkan dengan botol yang berisi air, di mana ujungnya terbenam 2

    cm. Kateter diikat dengan benang yang dijahitkan kepada kulit sambil menutup

    luka.10

    WSD dicabut apabila paru telah mengembang sempurna. Untuk

    mengetahui paru sudah mengembang ialah dengan jalan penderita disuruh batuk-

    batuk, apabila di selang WSD tidak tampak lagi fluktuasi permukaan cairan,

    kemungkinan besar paru telah mengembang dan juga disesuaikan dengan hasil

    pemeriksaan fisik. Untuk mengetahui secara pasti paru telah mengembang

    dilakukan Rontgen foto toraks. Setelah dipastikan bahwa paru telah mengembang

    sempurna, sebaiknya WSD jangan langsung dicabut tapi diklem dulu selama 3

    hari. Setelah 3 hari klem dibuka. Apabila paru masih tetap mengembang dengan

    baik baru selang WSD dicabut. Selang WSD dicabut pada waktu penderita

    ekspirasi maksimal.8, 10

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    48/63

    48

    PLEURODESIS

    A. DefinisiPleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara

    kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi

    cairan maupun udara dalam rongga pleura. Tindakan tersebut biasanya

    diindikasikan untuk efusi pleura maligna dan pneumotoraks spontan. Pemilihan

    teknik yang tepat, agen sklerosis, kriteria pemilihan pasien, serta evaluasi hasil

    tindakan merupakan hal yang sering diperdebatkan. Hal itu menyebabkan belum

    didapat konsensus yang disepakati para ahli di dunia tentang prosedur ini.

    Meskipun demikian, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat

    beberapa rekomendasi dan hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan

    pleurodesis. 13

    Secara umum, tujuan dilakukannya pleurodesis adalah untuk mencegah

    berulangnya pneumotoraks berulang (terutama bila terjadi dengan cepat),

    menghindari torakosintesis berikutnya dan menghindari diperlukannya insersi

    chest tube berulang, serta menghindari morbiditas yang berkaitan dengan efusi

    pleura atau pneumotoraks berulang (trapped lung, atelektasis, pneumonia,

    insufisiensi respirasi, tension pneumothorax). 13

    Pleurodesis merupakan terapi simptomatis jangka panjang serta

    diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas kehidupan sehari-

    hari, sehingga pleurodesis dapat dilakukan untuk terapi paliatif penderita efusi

    pleura maligna. Bila pleurodesis gagal, perlu dipertimbangkan untuk melakukan

    tindakan alternatif seperti pleurotomi operatif, pemasangan shunt

    pleuroperitoneal, atau dengan drainase torakostomi menggunakan kateter dan

    kantung.9, 13

    B. Pleurodesis pada Kasus PneumotoraksPendekatan pada pasien dengan pneumotoraks spontan meliputi:

    1. Insidensi yang relatif tinggi pada pasien usia muda, sehingga pleurodesisdapat diandalkan serta masih memungkinkan untuk dilakukannya

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    49/63

    49

    torakotomi pada masa selanjutnya (misalnya untuk reseksi kanker paru,

    transplantasi paru, dan sebagainya).

    2. Ruptur bullae dan blebs membutuhkan intervensi khusus untuk mencegahrekurensi.

    3. Permukaan mesotelial pleura yang sebagian besar masih normalmemungkinkan tingkat keberhasilan pleurodesis yang lebih baik walaupun

    membutuhkan dosis analgesic yang lebih tinggi. Selain itu, respons yang

    adekuat diperoleh dapat dengan dosis agen sklerosis yang lebih rendah.

    Tujuan utama pada penatalaksanaan pneumotorak adalah pengembangan

    paru yang sempurna. Pada sebagian kasus, hal tersebut dapat diatasi dengan

    drainase pleura atau Water Sealed Drainage (WSD), namun angka rekurensi pada

    teknik ini cukup tinggi sehingga penyatuan kedua lapisan pleura perlu

    dipertimbangkan untuk menekan angka rekurensi tersebut. Meskipun demikian,

    pada pasien usia muda, penggunaan talc pleurodesis masih kontroversial karena

    potensi menimbulkan komplikasi jika dilakukan pembedahan toraks di kemudian

    hari. Walaupun relatif aman, komplikasi jangka panjang penggunaan talk pada

    kasus pneumotorak belum dipahami sepenuhnya, sehingga sebagian ahli tetap

    menganjurkan terapi konservatif sebelum melakukan tindakan yang invasif. 13

    Pada pasien pneumotorak, dosis analgesik dan titrasi dosis agen sklerosis

    perlu diperhatikan dengan baik karena rasa nyerinya lebih berat dibandingkan rasa

    nyeri pada pasien keganasan. Dosis talk sebaiknya tidak lebih dari 3-4 g (sekitar

    5-6 L bubuk talk kering).13

    C. Teknik dan Bahan1. Aspek Mekanis

    Untuk menghasilkan perlekatan antara lapisan pleura parietal dengan pleura

    viseralis diperlukan evakuasi udara dan cairan secara sempurna. Obstruksi

    oleh clots dapat dicegah dengan penggunaan chest tube. Penggunaan chest

    tube yang dipasang sebelum tindakan dilakukan serta meninggalkannya

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    50/63

    50

    selama beberapa waktu (untuk monitoring pasca tindakan) dapat

    meningkatkan tingkat keber-hasilan.

    2. Aspek BiologisAgar terjadi perlekatan yang sempurna, permukaan pleura harus teriritasi baik

    secara mekanik maupun dengan pemberian agen sklerosis. Selain itu, telah

    berkembang konsep baru yaitu peran fungsional respons mesotelium terhadap

    stimulus sklerosis.

    3. Pemilihan Agen SklerosisSejak tahun 1935 telah diketahui bahwa aplikasi talk pada rongga pleura

    mampu memicu terjadinya adhesi. Selain itu, juga telah dikenal lebih dari 30

    agen sklerosis lainnya untuk prosedur pleurodesis.2 Walaupun demikian, talk

    telah terbukti paling efektif dan murah untuk pleurodesis.

    a. Tetrasiklin HClEfektivitas tetrasiklin bervariasi antara 45-77% dengan angka rekurensi

    yang cukup tinggi. Penggunaanya membutuhkan analgesik dosis tinggi.

    Sekarang tetrasiklin parenteral sudah tidak diproduksi lagi sehingga

    sekarang sudah tidak digunakan.

    b. DoksisiklinRerata nilai efektivitas doksisiklin 72%, namun penggunaannya

    membutuhkan dosis ulangan, seringkali lebih dari 2 minggu.

    c. MinosiklinJuga merupakan turunan tetrasiklin yang diharapkan dapat digunakan

    sebagai pengganti. Angka keberhasilan yang dicapai rata-rata 86%.

    Minosiklin pada dosis pleurodesis dapat menimbulkan gejala vestibular

    dan meningkatkan kejadian hemotorak pasca tindakan.

    d. BleomisinKarena mahal dan diabsorbsi secara sistemik (menimbulkan risiko toksik)

    penggunaannya tidak luas.

    e. KuinakrinBanyak digunakan di Skandinavia, dapat menimbulkan reaksi toksik berat

    pada susunan saraf pusat karena dibutuhkan dalam dosis besar.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    51/63

    51

    f. TalkAngka keberhasilan penggunaan talk pada pleurodesis mencapai 91%,

    terutama bila melalui torakoskopi. Pleurodesis talk dengan torakoskopik

    dianggap paling efektif dibandingkan dengan metode lain karena mampu

    memastikan drainase cairan sempurna serta distribusi yang merata di

    seluruh permukaan pleura. Penggunaan talk tidak membutuhkan anestesia

    umum ataupun intubasi trakea, namun perlu melakuan anestesia lokal serta

    parenteral dengan sangat hati-hati. Pada penggunaan talk, komplikasi yang

    telah dilaporkan meliputi nyeri, demam ringan (berhubungan dengan

    proses inflamasi yang terjadi), gagal napas akut, pneumonitis, dan gagal

    napas dapat terjadi pada penggunaan dosis tinggi (10g).13

    g. IodopovidonIodopovidon merupakan agen antiseptik topikal yang banyak dilaporkan

    dalam berbagai penelitian sebagai agen pleurodesis yang menjanjikan.

    Ditinjau dari efikasi dan keamanan penggunaan iodopovidon dalam

    mencegah rekurensi terjadinya pneumotoraks maupun efusi pleura, sudah

    terbukti dalam beberapa penelitian.14, 15

    Dalam penelitian yang dilakukan oleh Carlos dkk, menyebutkan bahwa

    pemakaian iodopovidon tidak memberikan terakumulasinya kembali efusi

    pleura sebelumnya pada 96,1% tingkat keberhasilannya. Dan tidak

    ditemukannya iodine pada serum, sehingga tidak terjadi adanya tanda-

    tanda hipertiroid pada pasien. Efek iritasinya hanya 5,8% dari penggunaan

    iodopovidon sebagai agen sklerosing yang menyebabkan nyeri pleuritik

    dan hipotensi.14

    Iodopovidon sangat luas diabsorbsi dan permukaan mukosa sehingga

    meningkat di dalam konsentrasi serum. Iodine diserap melalui kelenjar

    tirod dan akan terdapat dalam saliva, keringat dan susu. Iodopovidon

    mengalami metabolisme yang minimal dan dieksresi dengan praktis dalam

    urin. 14Sehingga dapat disimpulkan bahwa iodopovidon merupakan bahan

    yang efektif, amam, mudah tersedia dan murah, sebagai agen sklerosing

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    52/63

    52

    untuk pleurodesis dalam mencegah rekurensi pada pneumotoraks maupun

    efusi pleura. 14, 15, 16

    4. Persiapan alat dan bahana. Alat-alat:

    - Klem chest tube 2 buah- Catheter tip syringe (60 ml) 1 buah- Mangkuk steril 1 buah- Sarung tangan steril- Drape/duk steril- Kassa steril

    b. Bahan-bahan:- Larutan povidon-iodine,- 10 ampul lidokain 2%- 1 ampul pethidin 50 mg- cairan NaCl 0,9%

    c. Bahansclerosing (salah satu):- Agen sitotoksik: bleomisin 40-80 unit, atau mitoksantron 30 mg

    (20mg/m2), dicampur dengan 30-100 ml NaCl 0,9%,

    - Tetrasiklin dan turunannya: tetrasiklin 1000 mg (35 mg/kgBB) atauminosiklin 300 mg (7 mg/kgBB) atau doksisiklin 500-1000 mg,

    dicampur dengan 30-100 ml NaCl 0,9% dan 20 ml lidokain 2%

    - Talk: 3-10 g bubuk talk steril dilarutkan dalam 100 ml NaCl 9%.Talk disterilkan dengan radiasi sigma atau dimasukkan dalam

    autoclave dengan suku 270F. Bubuk dimasukkan dalam kolf

    NaCL 0,9%, dikocok, lalu dituang ke dalam mangkuk steril.

    - Iodopovidon: 20 ml iodopovidon 10% yang dicampur 6 ampullidokain sebagai analgesik sistemik dalam mangkuk steril.

    Kemudian dicampurkan ke dalam 80 ml NaCl dan dimasukkan ke

    kavum pleura.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    53/63

    53

    D. Monitoring pasca tindakan131. Dilakukan foto toraks AP ulang untuk meyakinkan reekspansi paru, bila

    perlu setiap hari

    2. Awasi tanda vital3. Monitor drainase chest tube harian4. Monitor kebocoran udara5. Perban diganti tiap 48 jam6. Kendalikan nyeri dengan analgetik7. Bila perlu spirometri insentif8. Mobilisasi bertahap, cegah thrombosis vena dalam9. Pertimbangkan mencabut chest tube bila drainase pleura harian < 100 ml

    atau tidak terlihat lagi fluktuasi pada botol WSD.

    E. Komplikasi 131. Nyeri2. Takikardia, takipnea, pneumonitis, atau gagal napas (terutama setelah

    pemberian slurry talc), edema paru reekspansi. Umumnya keadaan ini

    bersifat reversibel.

    3. Demam. Biasanya berkaitan dengan pleuritis, hilang dalam

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    54/63

    54

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Pasien dengan nama Tn.R usia 19 tahun datang dengan keluhan sesak

    nafas dan telah terpasang WSD. Pasien didiagnosa TB Paru BTA Positif dengan

    Komplikasi Pneumothoraks Sinistra. Berikut adalah pembahasan mengenai

    perbandingan antara teori dan fakta yang terjadi pada perjalanan penyakit pasien

    tersebut.

    Tabel 1. Anamnesa

    Fakta Teori

    Sesak nafas tiba-tiba,semakin berat

    Nyeri dadaBatuk lama 3 bulanBatuk berdahakDahak terdapat bercak

    darah

    Demam malam hariKeringat dinginBadan lemasNafsu makan menurunBB turun drastisRiwayat menghuni tempat

    tinggal dengan lingkungan

    yang kurang sehat.

    Manifestasi klinis TB Paru

    Gejala respiratorik batuk > 2 minggu batuk darah sesak napas nyeri dada

    Gejala sistemik Demam Gejala sistemik lain: malaise, keringat

    malam, anoreksia, berat badan menurun

    Manifestasi Klinis Pneumotoraks

    Sulit bernafas, sesak yang timbul

    mendadak dengan disertai nyeri dada yang

    terkadang dirasakan menjalar ke bahu, rasa

    seperti ditusuk-tusuk. Dapat disertai batuk dan

    terkadang terjadi hemoptisis. Perlu ditanyakan

    adanya penyakit paru atau pleura lain yang

    mendasari pneumotorak, dan menyingkirkan

    adanya penyakit jantung.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    55/63

    55

    Analisis

    Pada kasus ini didapatkan hasil anamnesa yang sesuai dengan manifestasi

    klinis dari TB paru baik gejala respiratorik maupun sistemik dan komplikasinya

    berupa pneumotoraks. Keluhan respiratorik yang dialami pasien berupa batuk

    lama dialami pasien sejak 3 bulan lalu, disertai dengan adanya dahak, dan

    terkadang terdapat bercak darah pada dahak tersebut.

    Keluhan sistemik dari pasien ini berupa demam disertai menggigil dan

    berkeringat pada malam hari yang berlangsung selama 2 bulan terakhir. Nafsu

    makan pasien menurun disertai dengan adanya penurunan berat badan. Pasien

    juga mengeluhkan badanya lemas, sehingga pasien tidak meneruskan

    pekerjaannya.

    Dari gejala yang dialami pasien tersebut, telah sesuai dengan pendekatan

    diagnosa TB paru dari segi anamnesa. Ditambah dengan keterangan berupa

    kondisi tempat tinggal pasien di kos-kosan yang kurang sehat dari segi sirkulasi

    udara dan lingkungan yang lembab karena di pinggir sungai. Walaupun pasien

    mengaku dari pihak keluarga dan teman-temannya tidak ada yang mengalami

    sakit yang serupa dengan pasien.

    Saat pasien dibawa ke RS.AWS, pasien dalam kondisi sesak nafas dan

    nyeri dada. Pasien merupakan rujukan dari RS Parikesit Tenggarong dengan

    alasan tidak adanya alatsuction WSD. Pasien dirawat inap di RS. Parikesit sejak 2

    hari sebelum MRS di RS AWS dan telah terpasang WSD pada dada kirinya. Nyeri

    dada dan sesak nafas yang dirasakan pasien merupakan gejala dari adanya

    pneumotoraks, sudah sesuai dengan keterangan dari teori yang ada, dimana sesak

    nafas merupakan gejala pada 80-100% pasien dan nyeri dada merupakan gejala

    75-90% pasien.

    Pneumotoraks yang dialami pasien ini merupakan Pneumotoraks spontan

    sekunder, yakni pneumotoraks yang disebabkan dengan adanya penyakit

    dasarnya. Dalam hal ini penyakit dasarnya adalah TB paru, sesuai dengan gejala-

    gejala TB paru yang telah dialami pasien sejak 3 bulan yang lalu. Hal ini sesuai

    dengan teori yang menyebutkan bahwa tuberkulosis paru dapat menyebabkan

    pneumotoraks dengan mekanisme rupturnya lesi kavitasi atau nekrosis ke ruang

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    56/63

    56

    pleura (Thurlbeck, dkk. 1995). Sedangkan menurut Sahn (2000) ketika tekanan

    alveolar melebihi tekanan interestial paru sebagai mana yang terjadi pada TB Paru

    dan inflamasi saluran nafas setelah batuk, udara yang berasal dari ruptur alveolus

    bergerak ke interstitsial dan belakang paru sepanjang berkas bronkovaskuler ke

    arah hilus ipsilateral dari paru, menghasilkan pneumomediastinum; jika terjadi

    ruptur pada hilus dan udara bergerak melalui pleura mediastinalis ke kavum

    pleura dan menghasilkan pneumotoraks.

    Tabel 2. Pemeriksaan Fisik

    Fakta Teori

    Tanda Vital

    RR= 28 x/menit

    Suhu = 37,80C

    Status Gizi

    Berat Badan : 43 Kg, menurunTinggi Badan : 155 cmKepala dan Leher

    Kulit muka : tampak pucatKonjungtiva : anemis (+/+)Mukosa mulut : pucatV. jugularis : JVP tidak

    meningkat

    Thorax

    Paru

    I : simetris, retraksi ICS (+/+)

    Pa: ICS melebar (+), fremitus raba

    asimetris DS, nyeri (-/+)

    Per: sonor/hipersonor, nyeri ketok (-

    /+)

    Aus: vesikuler (D), dan (S) suara

    nafas , rhonki (-/-), wheez (-/-)

    Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum

    pasien ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang

    pucat kerena anemia, demam (sub febris), badan

    kurus, dan berat badan menurun.

    Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak

    menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada

    kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secaraasimptomatik.

    Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara

    lain suara napas bronkial, amforik, suara napas

    melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,

    diafragma & mediastinum.

    Pemeriksaan fisik pneumotoraks yaitu:

    oInspeksi: terlihat sesak nafas, pergerakan dadaberkurang, batuk-batuk, sianosis, serta iktus kordis

    tergeser ke arah yang sehat.

    oPalpasi: dijumpai spatium interkostalis yangmelebar Stemfremitus melemah, trakea tergeser ke

    arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau

    tergeser ke arah yang sehat.

    oPerkusi: dijumpai sonor, hipersonor sampaitimpani.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    57/63

    57

    Extremitas

    Tampak pucat dan akral dingin.

    oAuskultasi: dijumpai suara nafas yang melemah,sampai menghilang.

    Analisis

    Secara umum, hasil dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien

    sesuai dengan teori baik tanda TB paru maupun pneumotoraks. Pada hasil

    pemeriksaan ditemukan adanya postur tubuh yang kurus pada pasien, karena

    adanya penurunan berat badan dari 50 kg menjdi 43 kg. pada pasien ini ditemukan

    konjugtiva yang anemis dan wajah tampak pucat. Pemeriksaan fisik tersebut

    mendukung anamnesa sebelumnya dari adanya TB paru pada pasien ini.

    Pada dada pasien tidak ditemukan adanya asimetris pergerkan dada dan

    adanya retraksi interkostal pada inspeksi, namun pada palpasi ditemukan fremitus

    raba asimetris. Pada perkusi ditemukan hipersonor dan terdapat nyeri ketok pada

    dada kiri, serta pada auskultasi ditemukan suara nafas yang menurun pada dada

    kiri. Hal tersebut menunjukkan adanya gambaran pneumotoraks pada paru

    kirinya, yang sudah sesuai dengan teori pada pneumotoraks.

    Pada pasien ini sudah tidak ditemukan adanya pergerakan dada yang

    tertinggal karena pada pasien telah dilakukan pemasangan WSD, sehingga tidak

    tampak sebelah dadanya tertinggal.

    Tabel 3. Pemeriksaan Penunjang

    Fakta Teori

    Darah Lengkap

    Hb 8,5

    Ht : 27,7 %

    Leukosit : 700

    Trombosit : 367.000

    GDS : 134

    Elektrolit

    Natrium 134

    Kalium 4,1

    lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali

    pemeriksaan ialah bila :

    - 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatifBTA positif

    Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi

    TB paru aktif :

    - Bayangan berawan / nodular di segmen apikaldan posterior lobus atas paru dan segmen

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    58/63

    58

    Chloride 100

    Kimia darah

    SGOT 23

    SGPT 17

    Bilirubin total 0,5

    Bil direk 0,3

    Bil indirek 0,2

    Protein total 7,0

    Albumin 2,2

    Globulin 4,8

    Ureum 26,1

    Kreatinin 0,7

    Asam urat 3,1

    Ab HIV (-) negatif

    Sputum BTA

    BTA I + 1

    BTA II + 1

    BTA III + 1

    Foto Rontgen PA

    - Panah merah pada paru sebelah kananmenunjukkan adanya gambaran bulat

    pada lobus superior yaitu Kavitas

    yang dikelilingi oleh banyangan

    infiltrat.

    - Panah kuning pada paru sebelah kiri

    superior lobus bawah

    - Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi olehbayangan opak berawan atau nodular

    - Bayangan bercak milier- Komplikasi berupa Efusi pleura unilateral

    (umumnya) atau bilateral (jarang) bayangan

    hitam radiolusen di pinggir paru/pleura

    (pneumotoraks).

    Pemeriksaan Radiologi Pneumotoraks:

    Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan

    Rontgen foto toraks. Pada rontgen foto toraks PA

    akan terlihat garis penguncupan paru yang halus

    seperti rambut. Gambaran paru yang kolaps ke

    arah hilus dengan radiolusen ke sebelah perifer.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    59/63

    59

    terdapat bayangan garis berbatas tegas

    yang menujukkan adanya

    penguncupan paru dengan gambaran

    radiolusen pada seluruh lapangan paru

    kiri.

    EKG

    Sinus tachycardia

    AnalisisPada pemeriksaan penunjang laboratorium pasien ini diperiksa saat dating

    pertama kali di IGD, yakni Hb yang menurun menjadi 8,5 gr%, sehingga muncul

    serta leukopeni pada jumlah leukosit yakni 700/mm3.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan kimia darah tidak ditemukan adanya

    kelainan dari tes fungsi hati dan ginjal, dimana pada kasus ini nilai-nilainya

    berada dalam rentang nilai normal. Antibody HIV yang dicurigai pada pasien ini

    diperoleh hasilnya adalah negative. Namun pada pemeriksaan sputum BTA 3 kali,

    didapatkan hasil berupa ketiganya positif satu, sehingga dapat ditegakkan

    diagnosa TB paru BTA positif pada pasien ini. Hal ini ditunjang dengan hasil

    pemeriksaan radiologi foto rontgen thoraks, pada paru sebelah kanan

    menunjukkan adanya gambaran bulat pada lobus superior yaitu Kavitas yang

    dikelilingi oleh banyangan infiltrat.

    Pada paru sebelah kiri terdapat bayangan garis berbatas tegas yang

    menujukkan adanya penguncupan paru dengan gambaran radiolusen pada seluruh

    lapangan paru kiri merupakan gambaran paru yang kolaps ke arah hilus ke sebelah

    perifer. Hal itu sesuai dengan teori adanya pneumotoraks pada sisi paru kiri

    pasien.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    60/63

    60

    Tabel 4. Penatalaksanaan

    Fakta Teori

    Farmakologi: (BB= 43 kg)

    IVFD RL : D5% 2:1 20 tpm Neurobion drip 1 amp/hr Ranitidin inj 2x1 amp Salbutamol tab 3x2 mg DMP syrup 3xC1 Cefotaxim inj 3x1gr IV

    Rimstar 1x3 tab

    Methioson tab 3x1Tindakan medis:

    Pemasangan WSD Pleurodesis

    Terapi TB Paru

    Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga

    mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri,

    aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi.

    Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid,

    Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid, dan

    Streptomisin. Dapat juga digunakan regimen

    kemasan obat kombinasi dosis tetap atau FDCyang terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.

    Terapi simptomatis dapat diberikan sesuai

    dengan gejala yang menyertai. Terapi supportif

    dapat diberikan untuk menunjang kebrhasilan

    dalam terapi dasar.

    Terapi Pneumotoraks

    Tindakan yang lazim dikerjakan pada

    pneumotoraks adalah pemasangan WSD (Water

    Seal Drainage). Pada keadaan gawat dapat

    dilakukan punksi dengan jarum kemudian

    dihubungkan dengan selang ke botol berisi air.

    Pencegahan pneumotorak rekuren, dapat

    dilakukan dengan menggunakan pleurodesis

    kimia, dengan menggunakan larutan tetrasiklin,

    bedak talk atau iodopovidon.

    Analisa

    Terapi yang diberikan pada pasien ini selain bersifat kausatif, namun juga

    diberikan terapi simptomatis, suportif dan profilaksis. Terapi kausatif untuk

    mengobati penyakit dasarnya yaitu TB paru, dengan regimen obat yang diberi

    adalah FDC berupa Rimstar 3x1 tablet. Rimstar mengandung Rifampicin 150 mg,

    INH 75 mg, Pirazinamid 400 mg, Etambutol 275 mg. Pemberian dosis tersebut

    disesuaikan pada berat badan pasien yaitu 43 kg, dimana pada BB 38-54 kg

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    61/63

    61

    mendapat 3 tab/hari. Pemberian Cefotaxim diguanakan sebagi antibiotik broad

    spectrum pada infeksi saluran nafas bagian bawah. Dosis untuk infeksi sedang

    hingga berat adalah 1-2gr IM/IV tiap 8 jam.

    Terapi simptomatis pada kasus ini, didasarkan pada gejala yang menyertai,

    yakni batuk, sehingga diberi obat Dextrometorphan syrup 3x1 sdm. Sedangkan

    pemberian Salbutamol berfungsi untuk mengurangi keluhan sesak nafas yang

    dialami pasien ini dan diberi dosis kecil yaitu 3x2 mg tab/hari.

    Pemberian neurobion drip, diperuntukkan sebagai terapi suportif pada

    pasien ini. Komposisi Neurobion antara lain vitamin B1 100 mg, B6 100 mg, dan

    B12 1000 mcg. Vitamin tersebut selain dapat meredakan nyeri juga berfungsi

    untuk mencegah efek samping dari OAT, terutama efek dari INH yang

    berpengaruh pada saraf tepi. Pemberian Ranitidin injeksi juga diberikan sebagi

    terapi suportif, untuk mencegah sindrom dispepsia akibat efek samping dari

    pemberian OAT, yaitu Rifampisin dan Pirazinamid, berupa mual, dan muntah.

    Pemberian Methioson sebagai terapi profilaksis, diindikasikan untuk

    mencegah terjadinga gangguan fungsi hepar akibat zat hepatotoksik dari OAT,

    yakni INH, Rifampisin dan Pirazinamid. Methioson mengandung Methionin 100

    mg, cholin bitartrate 10 mg, B1 2 mg, B22 mg, B6 2 mg, dan B120,67 mcg, vit E 3

    mg, nicotinamid 6 mg, pantothenol 3 mg, biotin 100 mcg, folic acid 400 mcg.

    Dosis yang diberikan 3x1 tab/hari setelah makan.

    Obat-obat yang telah diberikan diatas, sudah sesuai dengan teori yang ada.

    Bahwa pengobatan TB paru, tidak hanya mengeradikasi kuman TB saja namun

    juga memperhatikan efek samping yang ada pada tubuh pasien.

    Penanganan Pneumotoraks pada pasien ini, dilakukan dengan memasang

    WSD pada hari pertama dating ke RS.Parikesit, dan dirujuk ke RS.AWS untuk

    penanganan lebih lanjut. WSD dipasang pada ICS V toraks sinistra, dimana pada

    paru sebelah kiri terdapat perkusi yang hipersonor. Suction WSD dilakukan pada

    hari ke-4, saat nyeri sudah berkurang.

    Pleurodesis dilakukan di hari ke-9 untuk mencegah rekurensi

    pneumotoraks pada pasien ini. Pleurodesis yang dilakukan menggunakan bahan

    utama Iodopovidon dan NaCl, karena selain mudah didapat dan tergolong murah,

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    62/63

    62

    iodopovidon telah terbukti dalam banyak penelitian sebagai agen sklerosing yang

    aman dan efisien. Sebagai anti nyeri digunakan Antrain injeksi IV, Pronalges

    (Ketoprofen) supp 2, untuk mengngurangi nyeri saat dan setelah proses

    pleurodesis selesai.

    Prognosa

    Prognosa pasien ini adalah dubia ad bonam, karena telah adanya perbaikan

    keadaan umum secara progresif dari awal terapi hingga kepulangan pasien.

    Terutama pada kondisi pneumotoraks yang dialami pasien, dimana paru telah

    mengembang kembali. Namun secara keseluruhan, prognosa tetap bergantung

    pada kepatuhan pasien dalam menjalani terapi TB paru.

  • 7/22/2019 Laporan Kasus TB Paru Niken

    63/63