laporan lab karakterisasi material
TRANSCRIPT
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
1/40
1
by
L A P O R A N L A B O R A T O R I U M
K A R A K T E R I S A S I M A T E R I A L
D I S U S U N O L E H :
V E T R I N U R L I Y A N T I
1 3 0 6 3 5 9 1 7 5
D E P A R T E M E N T E K N I K
M E T A L U R G I D A N M A T E R I A L
P A S C A S A R J A N A F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S I N D O N E S I A
2 0 1 4
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
2/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 1
DAFTAR ISI
BAB I. LABORATORIUM UJI MERUSAK (DESTRUCTIVE TEST) 1
PENGUJIAN TARIK 1
PENGUJIAN IMPAK 11
PENGUJIAN KEKERASAN 16
BAB II. LABORATORIUM UJI METALOGRAFI 21
PENGUJIAN STRUKTUR MIKRO 21
BAB III. LABORATORIUM UJI ADVANCED MATERIALS 30
SEM 30
FTIR 35
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
3/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 2
BAB I | LABORATORIUM UJI MERUSAK ( DESTRUCTI VE TEST)
Pada hari Kamis tanggal 27 Februari 2014 telah dilakukan kegiatan kunjungan ke
Laboratorium Destructive Test untuk mempelajari karakterisasi sifat mekanik material
melalui pengujian-pengujian merusak seperti uji tarik, uji impak, dan uji kekerasan.
I.1. PENGUJIAN TARIK
Tujuan
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis material logam/paduan
seperti kekuatan tarik (UTS), kekuatan luluh (yield strength), Modulus kekakuan, keuletan
(ductility) dan jenis perpatahan yang terjadi pada material tersebut.
Teori Singkat
Kekuatan mekanis suatu material dinyatakan sebagai ketahanan suatu bahan untuk
menerima tegangan (stress) sampai mengalami deformasi. Perubahan bentuk atau deformasi
yang dialami akibat tegangan yang diterima material dapat berupa perubahan panjang atau
regangan (strain). Hubungan antara pengaruh besarnya beban tegangan terhadap perubahan
panjang dan regangan yang dialami suatu material dapat diketahui melalui uji tarik.
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui sifat mekanik material
dengan cara memberikan beban berupa gaya tarik uniaksial secara perlahan sampai material
tersebut mengalami rupture (putus/patah). Sebelum mengalami rupture, material akan
mengalami peregangan atau pertambahan panjang dan pada material ulet akan terjadi
necking. Sistem kerja mesin uji tarik dapat dilihat seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Mesin Uji Tarik
Dalam pengujian tarik terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin
tingkat kevalidan data, yaitu :
1. Bentuk dan ukuran sampel uji harus sesuai dengan standar baku pengujian untuk
menghindari terjadinya patah atau retak pada bagian selain daerahgage length.
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
4/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 3
2. Pemasangan sampel uji harus benar agar tidak terjadi selip atau pecah pada bagian
grip.
Hasil pengujian tarik akan memberikan informasi mengenai kekuatan dan elastisitas dari
material tersebut. Mekanisme terjadinya deformasi mulai dari perubahan elastis hingga patah
dapat diketahui melalui profil hubungan tegangan regangan yang diperoleh dari kurva hasil
uji tarik.
Gambar 2. Hasil Uji Tarik
Dari kurva tegangan-regangan hasil uji tarik tersebut dapat diketahui beberapa sifat
mekanis material seperti ;
1. Kekuatan luluh (Yield Stress)
Kekuatan luluh adalah batas tegangan dimana material mulai mengalami
deformasi plastis / luluh dan disebut juga sebagai batas elastisitas material. Saat
melewati batas titik luluh, material tidak dapat kembali ke bentuk semula meskipun
tidak diberikan peningkatan beban/tegangan.
2. Kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength)
UTS atau kekuatan tarik adalah beban maksimum yang mampu ditanggung oleh
suatu material sebelum mengalami patah/putus.
3. Keuletan (ductility)
Keuletan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan beban sebelum
mengalami kegagalan patah/putus (rupture) yang dinyatakan sebagai batas
maksimum deformasi atau pertambahan panjang. Informasi mengenai sifat keuletan
material ini sangat berguna untuk mencegah terjadinya kegagalan material secara
tiba-tiba. Ductility dapat dihitung sebagai persentase elongasi dengan persamaan
berikut :
Tegangan
Tarik
Regangan
atau
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
5/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 4
Dimana ; lf dan Af berturut-turut adalah panjang dan luas penampang spesimen
setelah mengalami perpatahan, lo dan Ao adalah panjang dan luas penampang
spesimen sebelum di uji.
4. Modulus kekakuan (Young Modulus)
Modulus kekakuan (E) merupakan ukuran kekakuan material untuk dapat
mempertahankan bentuknya saat mengalami pembebanan yang dinyatakan sebagai
perbandingan antara tegangan yang diberikan terhadap perubahan panjang atau
regangan pada daerah linear.
Makin tinggi tingkat kekakuannya makin sedikit perubahan panjang / regangan yang
dihasilkan akibat pemberian tegangan. Besarnya modulus kekakuan ditentukan oleh
gaya ikat antar atom sehingga merupakan sifat mekanis material yang tidak dapat
diubah.
5. Ketangguhan (tensile toughness)
Sifat ketangguhan merupakan kemampuan material untuk menyerap energi saat
mengalami deformasi plastis. Pada kurva regangan tegangan dihitung sebagai luas
area dibawah kurva yang dinyatakan sebagai besarnya energi yang diperlukan
material untuk mengalami perpatahan.
Gambar 3. Tensile Toughness
6. Resilience
Resilience adalah kemampuan material untuk menyerap energi saat mengalami
deformasi elastis atau dinyatakan juga sebagai kemampuan material untuk
mempertahankan kondisi elastisitasnya sebelum terjadi deformasi plastis. Pada kurva
teganganregangan hasil uji tarik diperlihatkan seperti pada gambar 4.
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
6/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 5
Gambar 4.Resil ience
Sifat resilience dapat dihitung dengan persamaan : Uo = xx
Metodologi
Percobaan uji tarik ini menggunakan standar pengujian ASTM E8 yang biasa digunakan
sebagai standar uji tarik material logam.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada percobaan pengujian ini terdiri dari mesin uji tarik merk
Shimadzu kapasitas 30 ton yang dilengkapi dengan alat pengukur gaya tarik dan regangan
seperti terlihat pada gambar 5. Alat-alat yang diperlukan selain mesin uji tarik adalah jangka
sorong dan meteran untuk mengukur sampel yang akan diuji. Sampel uji yang digunakan
adalah sebuah pelat baja seperti terlihat pada gambar 6.
Gambar 5. Mesin Uji Tarik Simadzu
Gambar 6. Sampel Uji Pelat Baja
Grip atas
Batang hidrolik
Gripbawah
Pembaca skala
Mejaplotter
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
7/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 6
Prosedur pengujian
1. Mengukur sampel uji dengan menggunakan jangka sorong dan meteran. Bagian yang
diukur untuk sampel berbentuk plat adalah panjang awal, lebar dan ketebalan
spesimen uji.
Gambar 7. Pengukuran Sampel Uji
Data hasil pengukuran sampel uji dapat dilihat seperti pada tabel 1 dan gambar 8
dibawah ini.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Sampel Uji
Gambar 8. Hasil Pengukuran Sampel Uji
2. Sampel uji yang telah diukur dijepitkan padagrip di mesin uji tarik
3. Menyiapkan kertas milimeter block di mejaplotter.
4. Nyalakan mesin uji tarik dan lakukan pembebanan tarik hingga sampel menjadi putus
- Pembebanan dilakukan secara statis namun kontinyu dengan laju pembebanan
yang sangat lambat mulai dari 0 kg sampai beban maksimum yang dapat ditahan
oleh sampel tersebut.
- Proses penarikan ini menyebabkan terjadinya pertambahan panjang, pengurangan
diameter/luas penampang dan perpatahan pada sampel uji.
5. Catat beban maksimum yang terdapat pada layar pembaca skala saat sampel uji
putus/patah.
6. Ukur panjang sampel uji setelah putus
50 mm
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
8/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 7
Analisis dan Case Study
Data hasil pengujian yang tercatat pada kertas milimeter block diinterpretasikansebagai
hubungan gaya (F) terhadap perubahan panjang (l), kemudian digunakan untuk menghitung
nilai tegangan dan regangan dengan perhitungan berikut :
dimana F adalah beban gaya yang diberikan, Ao luas penampang awal, lo panjang awal
benda, dan l perubahan panjang akibat gaya yang diberikan. Dari hasil perhitungan ini
kemudian dibuat kurva hubungan tegangan () vs regangan () untuk menentukan sifat-sifat
mekanis sampel yang diuji seperti kekuatan tarik (UTS), kekuatan luluh (Ys), Young
Modulus, dan keuletan (%Elongasi).
Diagram hasil uji tarik pada milimeter blok dapat dilihat seperti gambar 9.
Gambar 9. Diagram Hasil Uji Tarik Yang Tercatat Pada Milimeter Blok
Gambar 10 dan 11 berikut adalah Kurva F vs dL dan kurva yang diperoleh dari
hasil percobaan uji tarik ini.
Gambar 10. Kurva F vs dL
0
500
1000
15002000
2500
3000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
GayaTarik,F(kg)
Pertambahan Panjang, dL (mm)
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
9/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 8
Gambar 11. Kurva
Berdasarkan profil hubungan F vs dL diketahui bahwa semakin besar beban gaya tarik
yang diberikan mengakibatkan ukuran sampel menjadi semakin bertambah panjang sampai
akhirnya tidak mampu lagi menahan beban tertinggi yang menyebabkan sampel menjadi
putus. Dari grafik tegangan-regangan dapat dilihat besarnya perpanjangan yang dialami
sampel pelat baja saat putus adalah 36% dari ukuran awal. Nilai perpanjangan ini
menunjukkan sifat keuletan dari sampel uji tersebut. Kekuatan sampel ditentukan oleh beban
maksimum yang mampu ditahan sebelum mengalami perpatahan, dalam pengujian ini adalah
sebesar 2500 kg atau sekitar 405 MPa yang dinyatakan sebagai nilai UTS dari sampel
tersebut. Modulus Young dapat ditentukan berdasarkan gradien kemiringan grafik pada
daerah elastisitasnya, pada pengujian ini diperoleh sebesar 57.063 MPa.Tegangan luluh diperoleh dari batas tegangan antara daerah elastisitas (linear) dengan
daerah plastis yang terdapat pada kurva tegangan-regangan. Pada pengujian ini titik luluh
tersebut adalah pada 357 MPa. Pada kurva hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linear,
tegangan luluh ditentukan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan plastis sebesar
0,2%. Titik luluh suatu suatu material ditentukan oleh struktur kristal dimana material dengan
struktur kristal BCC seperti baja (Fe) umumnya memiliki titik luluh yang lebih tinggi
dibanding material dengan struktur kristal FCC.
Gambar 12. Bentuk Perpatahan Ulet Pelat Baja
0
100
200
300
400
500
0 0,025 0,05 0,075 0,1 0,1250,150,175 0,2 0,225 0,250,275 0,3 0,325 0,350,375 0,4
(M
Pa)
Regangan ()
357
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
10/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 9
Analisis secara visual juga dapat dilakukan dengan melihat bentuk permukaan
patahannya untuk mengetahui jenis patahan yang terjadi apakah patahan ulet atau getas.
Permukaan patahan yang berbentuk serabut dan agak gelap merupakan karakteristik dari jenis
perpatahan ulet sedangkan pada patahan getas, bentuk permukaan patahannya glanular dan
lebih terang. Sampel pelat baja yang digunakan pada pengujian ini mengalami perpatahan
ulet.
Proses karakterisasi sifat mekanik material melalui uji tarik telah banyak dilakukan baik
dalam skala riset maupun industri. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Sachin M dkk
untuk menguji kekuatan mekanik material MMC berbasis paduan Al 6061-Zr. Tujuan Sachin
dkk melakukan pengujian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keberadaan penguat
Zirconia terhadap sifat mekanik material komposit Al seperti UTS dan keuletan % elongasi.
Dari hasil uji tarik ini dapat diketahui bahwa dengan adanya Zirconia kekuatan tarik
komposit Al meningkat 11-20% namun keuletan menurun drastis sebesar 85-90%. Dengan
arti lain MMC Al-Zr bersifat lebih kuat namun sangat getas dibanding MMC Al tanpa Zr.
Informasi ini dapat menjadi pertimbangan dalam proses desain dan manufaktur material
tersebut nantinya.
Kesimpulan
- Dari nilai UTS, yield stress dan ductility sampel yang diperoleh dari hasil uji tarik
menunjukkan bahwa sampel baja yang digunakan adalah jenis baja karbon rendah- Jenis perpatahan yang dialami sampel adalah perpatahan ulet
- Sifat mekanik material hasil uji tarik seperti UTS, yield strength, dan ductility
berbeda-beda untuk setiap material.
- Komposisi kimia penyusun material dapat mempengaruhi kekuatan tarik dan
keuletan material tersebut.
Daftar Pustaka
1. Askeland D.R., Fulay P.P., 2009, Essential of Material Science and Engineering,2nd edition. Cengage Learning
2. Dieter G.E., 1988,Mechanical Metallurgy, S1 Metric edition, MC-Graw Hill Book
3. Sachin Malhotra, Ram Narayan, dan R.D Gupta, 2013, Synthesis and
Characterization of Aluminium 6061 Alloy-Flyash & Zirconia Metal Matrix
Composite, International Journal of Current Engineering and Technology, ISSN
2277 - 4106
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
11/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 10
I.2. PENGUJIAN IMPAK
Tujuan Pengujian Impak
Pengujian impak dilakukan untuk :
1. Mengetahui seberapa besar ketangguhan suatu material terhadap beban kejut (high
rate loading) yang dapat menimbulkan perpatahan mendadak
2. Mengetahui pengaruh temperatur terhadap sifat ketangguhan material.
3. Mengetahui jenis dan mekanisme perpatahan material.
Teori Singkat
Prinsip dasar pengujian impak ini adalah mensimulasikan pembebanan mendadak
menggunakan pendulum yang cukup berat yang diayunkan dari ketinggian tertentu untuk
menumbuk dan mematahkan spesimen uji. Perbedaan ketinggian pendulum sebelum (h) dan
sesudah (h) menumbuk sampel dihitung sebagai energi impak yang mampu diserap oleh
material.
Gambar 13. Prinsip Uji Impak
Energi impak yang dihasilkan digunakan untuk menentukan besarnya ketahanan material
untuk menyerap energi yang mengenainya. Besarnya energi impak ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti ; ukuran dan geometri sampel, jenis dan ukuran takikan (notch), berat
pendulum dan temperatur uji. Dengan membuat parameter-parameter ini konstan, maka
pengujian impak menjadi metode yang paling cepat dan murah jika digunakan untuk menguji
dan membandingkan berbagai jenis material. Adanya pengaruh temperatur, pengujian impak
dapat dilakukan pada kondisi suhu tinggi (panas), suhu rendah (dingin) dan suhu ruang.
Secara umum metode pengujian impak terdiri dari 2 jenis yaitu :
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
12/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 11
1. Metode Charpy, spesimen uji diletakkan secara horisontal atau mendatar dimana
arah pembebanan berlawanan arah dengan takikan. Satuan energi yang biasa
digunakan adalah Joule.
2. Metode Izod, spesimen uji diletakkan secara vertikal atau tegak dimana arah
pembebanan searah dengan takikan. Hasil uji biasanya dinyatakan dengan satuan
J/m. Metode ini biasa digunakan untuk pengujian material polimer.
Gambar 14. Jenis Metode Uji Impak
Hasil pengujian impak memberikan informasi mengenai sifat material seperti :
1. Ketangguhan material, yang dinyatakan sebagai Harga Impak (HI) dengan
persamaan :
Dimana E adalah energi impak (J) dan A adalah luas permukaan dibawah takikan
(mm2). Makin ulet dan tangguh suatu material makin besar harga impak yang
dihasilkan. Begitu juga sebaliknya, makin rendah harga impak menunjukkan bahwa
material tersebut kurang tangguh atau lebih getas.
2. Ductile to Bri ttle Transition Temperature (DBTT)
- Yaitu temperatur transisi dimana material berubah dari ulet menjadi getas.
Transisi perubahan jenis perpatahan dari ulet ke getas ini dapat diamati dengan
melakukan pengujian impak pada kondisi temperatur yang berbeda-beda. Logam
dengan struktur BCC umumnya memiliki temperatur transisi.
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
13/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 12
Gambar 15. Grafik DBTT berbagai Material
- Pada temperatur tinggi material bersifat ulet namun pada temperatur tertentu
(transisi) yang lebih rendah, material berubah menjadi sangat getas. Hal ini
terkait dengan adanya vibrasi atom-atom yang berperan menghambat pergerakan
dislokasi saat terjadi pembebanan mendadak. Pada suhu ruang, vibrasi atom-
atom berada dalam kesetimbangan dan terus meningkat pada temperatur yang
lebih tinggi, dan mempersulit pergerakan dislokasi sehingga dibutuhkan energi
yang lebih besar untuk mendeformasi spesimen. Sedangkan pada suhu yang
sangat rendah atau dibawah nol derajat celcius, vibrasi atom lebih sedikit yang
memudahkan pergerakan dislokasi sehingga spesimen energi lebih mudah
dideformasi dengan energi yang lebih rendah.
3. Notch Sensitivi ty, adanya notch dapat mengurangi ketangguhan material. Material
yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap keberadaan notch akan memiliki energi
impak yang lebih rendah dibandingkan tanpa notch.
4. Perpatahan impak.Jenis perpatahan impak terbagi 3 yaitu ;
a. Fibrous Fracture, melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal
dalam material logam yang ulet dan ditandai dengan bentuk yang berserabut dan
buram.
b. Glanular Fracture, dihasilkan dari pembelahan butir-butir material yang rapuh /
getas dengan bentuk permukaan patahan yang datar dan mengkilat.
c. Perpatahan Campuran, kombinasi dari perpatahanfibrous danglanular
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
14/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 13
Metodologi
Percobaan uji impak ini menggunakan metode Charpy dengan standar pengujian ASTM
E23.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada percobaan pengujian ini terdiri dari mesin uji impak
dengan beban maksimum sebesar 300 Joule.
Gambar 16. Mesin Uji Impak Frank Charpy
Bahan uji yang digunakan adalah 1 sampel aluminium komposit berpenguat zirconia dan
1 sampel baja berukuran 10 x 10 x 55 mm dengan takik (notch) berbentuk V dan memiliki
sudut 45o, jari-jari 0.25 mm dan kedalaman 2 mm sesuai dengan standar ASTM E23.
Gambar 17. Sampel Uji Impak
Prosedur pengujian
1. Mengukur luas permukaan sampel di bawah takik
2. Persiapan sampel
Pada percobaan ini tidak dilakukan pengujian terhadap pengaruh temperatur sehingga
tidak dibutuhkan persiapan sampel untuk suhu tinggi maupun rendah. Masing-
masing sampel dipersiapkan untuk diuji pada suhu ruang.
3. Memastikan pemukul berada padasettingpemukul
Bagianbagian mesin uji impak :
a. Skala mesin
b. Hammer (pemukul)
c. Red and black pointer (pada mesin skala)
d. Starting position maker
e. Setting hammer
f. Setting sample
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
15/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 14
4. Memastikan jarum merah (red pointer) berada pada posisi nol, dengan cara
menaikkan pemukuldi posisi awal melalui starting position maker sehingga
jarum hitam berada tepat pada batas garis merah pada mesin pembaca skala
5. Letakkan sampel dengan posisi takik membelakangi arah datangnya pemukul
6. Lepaskan tombol pengatur sehingga pemukul berayun dan menumbuk sampel hingga
patah
7. Catat posisi jarum merah pada skala yang menunjukkan besarnya energi yang diserap
oleh sampel
8. Hitung Harga Impak
9. Amati dan analisa permukaan patahan
10.Ulangi prosedur untuk sampel uji yang lain
Analisis dan Case Study
Analisa hasil pengujian impak pada percobaan ini dilakukan dengan membandingkan
ketangguhan antara sampel aluminium komposit dengan baja berdasarkan besarnya nilai
impak masing-masing yang diperoleh dari pengujian. Analisa jenis perpatahan yang terjadi
pada masing-masing sampel juga dilakukan dengan mengamati bentuk permukaan patahan.
Analisis pengaruh temperatur terhadap sifat ketangguhan material dan ada tidaknya
temperatur transisi pada sampel tidak dilakukan karena keterbatasan jumlah sampel saat
percobaan berlangsung.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa harga impak sampel baja lebih besar dibanding
nilai impak sampel aluminium komposit. Artinya energi yang dibutuhkan untuk mematahkan
baja lebih besar dibanding Al komposit sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel baja lebih
tangguh atau lebih tahan terhadap beban kejut daripada sampel Al komposit.
Al komposit Baja
Gambar 18. Patahan Impak
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
16/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 15
Analisa perpatahan impak menunjukkan bahwa Al komposit mengalami perpatahan
campuran glanular dan fibrous sedangkan sampel baja mengalami perpatahan fibrous yang
mengindikasikan terjadinya perpatahan ulet.
Kesimpulan
- Uji impak dapat digunakan untuk mengetahui sifat ketangguhan material dan jenis
perpatahan yang mungkin terjadi pada material tersebut
- Pengaruh temperatur terhadap sifat ulet/getas material juga dapat dianalisa dengan
pengujian impak.
Daftar Pustaka
1. Askeland D.R., Fulay P.P., Essential of Material Science and Engineering, 2nd
edition. 2009. Cengage Learning
2. Dieter G.E.,Mechanical Metallurgy, S1 Metric edition, 1988, MC-Graw Hill Book
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
17/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 16
I.3. PENGUJIAN KEKERASAN (Hardness)
Tujuan
- Mengetahui nilai kekerasan suatu material logam berupa ketahanan terhadapgoresan, lekukan, dan pengikisan/abrasi.
Teori Singkat
Sifat kekerasan (hardness) pada material adalah kemampuan material untuk menahan
deformasi plastik seperti tekukan, goresan abrasi atau cutting akibat adanya penetrasi dari
luar. Sifat kekerasan bukan sifat intrinsik material melainkan dipengaruhi oleh faktor luar dan
merupakan hasil dari prosedur perhitungan yang telah distandarkan.
Terdapat tiga metode pengukuran kekerasan yang digunakan yaitu :
1. Scratch hardness
Mengukur ketahanan gores material terhadap kekerasan material lain jadi nilai
kekerasan material yang diperoleh bersifat relatif terhadap material lain. Pengukuran
atau perhitungan nilai kekerasan dilakukan menggunakan skala Mohr. Jenis
pengujian ini kurang sesuai dengan material logam.
2. Indentation hardness
Metode ini menggunakan indentor untuk membentuk jejak deformasi pada
permukaan material dan mengukur jejak tersebut dengan menggunakan standar
perhitungan tertentu. Metode ini paling sesuai digunakan untuk material logam. Jenis
pengujiannya antara lain ;
a. Brinell,
- Menggunakan indentor berbentuk bola dengan berat tertentu yang
ditekankan ke permukaan logam selama lebih kurang 30 detik untuk
membuat jejak pada permukaan sampel logam. Berat indentor dan lama
penekanan tergantung pada jenis material yang akan diuji. Untuk
material yang lunak atau ulet, berat indentor dikurangi dan waktu
penekanan tidak boleh terlalu cepat untuk memastikan deformasi plastis
telah terjadi atau telah terbentuk jejak indentor pada permukaan logam
yang diindentasi.
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
18/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 17
- Nilai kekerasan material dihitung dengan persamaanBrinellberikut :
dimana ; BHN :Brinell Hardness Number
P : Beban indentasi (kg)D : Diameter indentor (mm)d : Diameter jejak (mm)
b. Vickers
- Menggunakan indentor intan berbentuk segiempat piramida. Berbeda
dengan metode Brinell, perhitungan nilai kekerasan Vickers dinyatakan
dengan persamaan berikut :
dimana ; DPH : Diamond Pyramid Hardness (Nilai Kekerasan
Vickers)
P : Beban indentasi (kg)L : Panjang diagonal rata-rata jejak (mm): Sudut piramid, 1360
c. Rockwell
- Metode ini paling umum digunakan karena mudah, cepat, minim human
error, pengukuran dan perhitungan lebih sederhana dibanding Brinell
dan Vickers.
d. Microhardness
- Dilakukan untuk menguji kekerasan material yang berukuran sangat
kecil.
- Beban indentor yang digunakan juga lebih kecil yaitu sekitar 25 g
3. Rebound / Dynamic hardness
Pengujian kekerasan material dilakukan dengan menjatuhkan indentor ke
permukaan logam kemudian diukur ketinggian pantul dari indentor tersebut sebagai
nilai kekerasan dalam bentuk energi. Metode ini mirip dengan prinsip uji impak.
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
19/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 18
Metodologi
Percobaan uji kekerasan yang dilakukan saat kunjungan ke laboratorium DT di
Departemen Teknik Metalurgi dan Material menggunakan metode indentasiBrinell.
Gambar 19. Alat Uji Kekerasan Brinell
Sampel yang diuji adalah aluminium yang telah dibentuk sesuai standar pengujian.
Sebelum diuji sampel diamplas terlebih dahulu untuk meratakan permukaan dan
menghilangkan sisa sisa lapisan oksida yang terdapat pada permukaan sampel. Lapisan
oksida ini dapat menyebabkan nilai kekerasan yang diukur lebih besar dari yang seharusnya.
Gambar 20. Pengamplasan Sampel Uji Kekerasan BrinellSampel Aluminium yang telah diamplas kemudian diletakkan di mesin Brinell untuk
dilakukan proses penjejakan / indentasi. Indentor yang digunakan adalah bola baja
berdiameter 10mm dengan berat 31,25 kg dan lama indentasi minimum 30 detik. Diameter
jejak yang dihasilkan indentor di permukaan sampel diukur dengan mikroskop khusus
kemudian dilakukan perhitungan nilai kekerasan Brinell (BHN) dengan menggunakan
persamaan Brinell. Pengujian dilakukan pada beberapa titik yang berbeda. Prosedur
pengujian kekerasan Brinell ini dapat dilihat seperti pada gambar 21 berikut.
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
20/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 19
Gambar 21. Prosedur Uji Kekerasan Brinell
Analisis + Case Study
Nilai kekerasan yang diperoleh dari hasil pengujian ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jenis sampel yang digunakan dengan cara membandingkan nilai kekerasan
hasil uji dengan data nilai BHN logam Al yang terdapat di berbagai referensi. Disamping itu
hasil perhitungan nilai kekerasan Brinell pada berbagai titik indentasi yang berbeda dapat
digunakan untuk mengidentifikasi apakah material yang diuji tersebut homogen atau tidak.
Adanya variasi nilai kekerasan di berbagai titik indentasi dapat menunjukkan bahwa terdapat
penyebaran fasa yang berbeda pada permukaan sampel. Namun variasi nilai kekerasan ini
juga dapat disebabkan karena berbagai faktor seperti : permukaan yang tidak merata karena
pengamplasan yang tidak sempurna, timbulnya mekanismestrain hardening akibat jarak titik
indentasi yang terlalu berdekatan, human error saat pengukuran dan sebagainya. Oleh karena
itu prosedur pengujian harus dilakukan seteliti mungkin untuk menghindari kesalahan
kesalahan hasil pengukuran.
Gambar 22. Hasil Uji Brinell
Pengaruh temperatur terhadap homogenitas suatu logam dapat diketahui dengan
melakukan uji kekerasan material. Egerer dkk melakukan pengujian kekerasan tahan karat
Persiapan Sampel
Letakkan sampel di dudukan sampel pada mesin Brinell
Pilih identor dan beban yang akan dikenakan ke sampel
Putar poros dudukan sampel hingga mengenai indentor
Lakukan pembebanan dengan memutar tuaspenjejak selama minimum 30 detik
Ukur diameter jejak yang dihasilkan indentor dipermukaan sampel
Hitung BHN
Ulangi pada titik yang berbeda
Selesai
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
21/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 20
yang dibuat dengan proses microforging pada suhu yang berbeda. Karena ukuran material
yang sangat kecil maka pengujian dilakukan dengan menggunakan peralatan uji
microhardness dengan beban indentasi sebesar 0,1 N. Dari hasil pengujian Egerer ini
diketahui bahwa pada temperatur yang lebih tinggi (diatas suhu ruang), nilai kekerasan baja
tahan karat yang berukuran mikro akan menurun namun lebih merata (homogen)
dibandingkan nilai kekerasan pada temperatur yang lebih rendah (dibawah suhu ruang).
Kesimpulan
- Selain untuk mengetahui nilai kekerasan, pengujian hardness juga dapat digunakan
untuk mengetahui homogenitas permukaan suatu material
- Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil uji kekerasan yang akurat
antara lain ; permukaan sampel harus rata, jarak titik indentasi tidak terlalu dekat,
human error, lama indentasi harus diatas waktu pembebanan minimum.
- Dengan diketahuinya nilai kekerasan material maka dapat dijadikan sebagai tolak
ukur dalam mendesain produk dan memilih parameter proses pembuatan yang sesuai
dengan sifat kekerasan material tersebut.
Daftar Pustaka
1. Askeland D.R., Fulay P.P., Essential of Material Science and Engineering, 2ndedition. 2009. Cengage Learning
2. Dieter G.E.,Mechanical Metallurgy, S1 Metric edition, 1988, MC-Graw Hill Book
3. Egerer E. & Engel U., 2003, Material Behaviour in Microforming at Elevated
Temperature,American Society for Precision Engineering Vol.28
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
22/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 21
BAB II | LABORATORIUM METALOGRAFI
PENGUJIAN STRUKTUR MIKRO
Pada hari Rabu tanggal 12 Maret 2014 telah dilakukan kegiatan pengujian
metalografi di laboratorium Metalografi, Perlakuan Panas dan Rekayasa Permukaan.
Tujuan
Tujuan pengujian struktur mikro secara umum adalah untuk mengamati dan menganalisa
struktur mikro logam/ paduan logam dan hubungannya dengan sifat-sifat material
logam/paduan logam.
Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk :
- Mengetahui jenis fasa struktur mikro material
- Mengetahui fraksi volum atau komposisi struktur mikro material
- Mengetahui ukuran butir material
Teori Singkat
Sifat suatu bahan atau material ditentukan oleh struktur mikro yang dimilikinya. Struktur
mikro merupakan susunan geometris dari butir-butir kristal (grain) dan fasa penyusun. Hal
pertama yang dipelajari dalam struktur mikro adalah ukuran dan bentuk butir kristal. Grain
adalah kumpulan bidang kristal yang memiliki orientasi yang sama. Ukuran butir sangat
mempengaruhi banyak sifat material terutama jenis polikristalin dan dapat diukur sebagai
jarak antar batas butir. Batas butir adalah daerah yang memisahkan 2 buahgrain. Makin kecil
ukuran butir maka batas butir semakin banyak sehingga dapat menghalangi dislokasi dan
material akan semakin kuat. Ukuran butir rata-rata dalam logam biasanya sekitar puluhan
mikrometer sehingga hanya dapat diukur dengan menggunakan mikroskop optik atau cahaya.
Pada struktur mikro juga dapat diamati keberadaan cacat atau defect yang mengganggu
kesempurnaan struktur kristal suatu fasa, seperti cacat titik berupa kekosongan dan intersisi
serta cacat planar berupa permukaan, batas-batas kembar, batas butir dan dislokasi.
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
23/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 22
Gambar 23. Cacat Kristal Struktur Mikro
Fasa merupakan bagian dari material yang memiliki struktur kristal dan/atau komposisi
kimia yang berbeda. Di dalam suatu fasa bisa terdapat 1 atau lebih komponen/unsur kimia.
Umumnya material memiliki lebih dari satu fasa penyusun. Keberadaan fasa yang berbeda ini
berpengaruh terhadap sifat material terutama sifat mekanik. Fasa fasa ini memiliki sifat
optik yang berbeda sehingga akan memberikan warna yang berbeda saat diamati dengan
mikroskop optik.
(a) (b)
Gambar 24. Struktur Mikro Material ; a) Fasa Tunggal, b) Dua Fasa
Struktur mikro material logam dapat direkayasa atau diubah-ubah dengan memodifikasi
proses pembuatan yang dilaluinya antara lain dengan pemberian tegangan dan perlakuan
panas. Tujuan rekayasa struktur mikro adalah untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan
untuk meningkatkan kualitas dari material logam tersebut. Oleh karena itu pengamatan
struktur mikro sangat diperlukan untuk mengetahui jenis, jumlah dan/atau distribusi fasa,
komposisi kimia, butir, arah butir, jarak atom, dislokasi, dan sebagainya yang terdapat pada
struktur mikro untuk memudahkan kontrol kualitas suatu material.
butir
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
24/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 23
Pengamatan struktur mikro dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan mikroskopi
optik/elektron dengan menggunakan teknik metalografi untuk mendapatkan hasil foto mikro
yang representatif. Metalografi merupakan suatu teknik atau seni preparasi sampel material
logam untuk keperluan pengamatan struktur mikro yang meliputi beberapa tahapan proses
meliputi ;
1. Sectioning (Pemotongan), Proses pemotongan sangat penting dalam preparasi
sampel. Teknik pemotongan melibatkan proses kerja panas dan dingin sehingga jika
tidak dilakukan dengan benar dapat merubah struktur mikro yang akan dianalisa.
Kerusakan sampel selama pemotongan tergantung pada material yang akan dipotong,
sifat alat pemotong, laju pemotongan, jumlah dan jenis pendingin yang digunakan.
2. Mounting, dilakukan untuk memudahkan handling sampel khususnya yang
berukuran sangat kecil atau yang bentuknya tidak beraturan dengan cara meletakkan
sampel atau spesimen tersebut pada suatu media. Media mounting umumnya
menggunakan material plastik sintetik berupa resin (castable resin) yang dicampur
dengan hardeneratau bakelit. Castable resin banyak digunakan karena lebih mudah
dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit yang memerlukan
aplikasi panas dan tekanan. Sampel yang diletakkan pada media mounting adalah
cuplikan sampel yang dipotong melintang.
3.
Grinding (Pengamplasan), dilakukan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan
sampel yang kasar dengan menghilangkan deformasi pada permukaan sampel akibat
pemotongan.
4. Polishing (Pemolesan), dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian yang
terdeformasi karena perlakuan sebelumnya, menghaluskan dan melicinkan
permukaan sampel hingga mengkilap seperti kaca untuk memudahkan pengamatan
dengan OM. Proses pemolesan memiliki beberapa metode antara lain ; mechanical,
chemical-mechanical danelectro polishing.
5. Etching (Teknik Etsa), dilakukan untuk memunculkan struktur mikro yang jelas pada
sampel dengan cara mengikis daerah batas butir menggunakan bahan kimia yang
sesuai dengan bahan sampel.
6. Observasi dengan OM, merupakan tahap akhir pengujian metalografi dengan
mengamati struktur mikro pada sampel untuk dianalisa.
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
25/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 24
Metodologi
Pada percobaan ini sampel yang digunakan adalah Titanium, paduan CuNi dan baja
karbon rendah seperti ditunjukkan pada gambar II.3 berikut.
Sampel yang diuji pada percobaan ini sudah dalam kondisi di mounting sehingga proses
preparasi sampel yang dilakukan pada kunjungan laboratorium ini dimulai dari proses
grinding. Sebagai informasi jenis mounting yang digunakan adalah campuran resin dan
hardener dengan perbandingan 1:3 yang dituang kedalam cetakan mountingberbentuk bulat
dengan diameter sekitar 30mm, media mounting kemudian didinginkan hingga membekuatau kering.
Grinding (Pengamplasan)
Proses selanjutnya adalah pengamplasan menggunakan mesin gerinda dan kertas amplas
dengan ukuran kekasaran yang bervariasi mulai dari kekasaran tinggi (180 mesh) dilanjutkan
dengan yang lebih halus berturut-turut dari 400, 600, 800, 1000, 1200 mesh. Pemilihan
ukuran kertas amplas pertama ditentukan oleh kekasaran permukaan dan kedalaman
kerusakan sampel akibat proses pemotongan.
Proses grinding dimulai dengan sedikit menekankan
permukaan sampel ke kertas amplas yang berada diatas
piringan gerinda yang berputar sampai semua blemish hilang,
permukaan sampel rata dan semua goresan memiliki arah yang
sama. Selamagrinding sampel dicuci dengan air untuk menghindari kerusakan sampel akibat
panas yang timbul dan kemudian lanjutkan prosedur yang sama dengan arah pengamplasan
Gambar 25. Sampel Uji Metalografi
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
26/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 25
450atau 90
0dari sebelumnya hingga kertas amplas terakhir yang paling halus. Terakhir cuci
sampel dengan air dilanjutkan dengan alkohol kemudian keringkan.
Polishing (Pemolesan)
Sampel yang telah diamplas kemudian dipoles dengan menggunakan mesin poles yang
terdiri dari piringan dan dilapisi kain lembut seperti beludru. Metode pemolesan yang
digunakan adalah chemical-mechanical polishing dimana sampel uji diletakkan diatas kain
poles pada piringan yang berputar dan diberi sedikit air dan pasta poles ditambah larutan etsa.
Pasta poles yang dipakai adalah Titanium oksida (TiO2). Pemolesan dilakukan dua kali
dengan menggunakan pasta kasar dan halus hingga tidak ada lagi goresan goresan sisa
gerinda pada permukaan sampel. Selama pemolesan berlangsung, sampel dicuci dengan air
sabun diikuti alkohol untuk menghindari adanya kontaminasi kemudian sampel dikeringkan.
Pastikan permukaan sampel mengkilap seperti cermin agar menghasilkan pantulan yang
sempurna ketika diamati dibawah mikroskop optik.
Etching (Etsa)
Proses pengamplasan dan pemolesan menyisakan suatu cacat lapisan tipis di permukaan
sampel sehingga harus dihilangkan secara kimia dengan menggunakan larutan etsa. Proses
etsa juga dilakukan untuk menyerang batas butir dengan merendam sampel ke larutan etsasehingga struktur mikro material lebih mudah diamati dengan jelas. Sebelum direndam
sampel harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air sabun dan alkohol kemudian
dikeringkan. Proses perendaman menggunakan larutan etsa Nital 2% selama 5 detik untuk
sampel baja karbon rendah, FeCl3 (10 detik) untuk paduan CuNi dan HF 0,5% (
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
27/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 26
Gambar 26. Mikroskop Optik
Sampel diletakkan di sample holderdi bawah lensa OM kemudian atur sedemikian rupa
hingga gambar struktur mikro yang dihasilkan lebih fokus dan jelas. Masing-masing sampel
uji dilakukan pembesaran 100x. Kemudian gambar struktur mikro tersebut dapat difoto dan
disimpan secara digital untuk dianalisa. Secara umum prosedur pengujian struktur mikro
pada percobaan ini dapat dilihat seperti pada gambar berikut.
Gambar 27. Tahapan Pengujian Metalografi
Analisis + Case Study
Hasil foto struktur mikro dari ketiga sampel uji dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Pada struktur mikro sampel baja karbon rendah terlihat bahwa terdapat dua jenis fasa yang
ditandai oleh warna yang bervariasi. Warna putih adalah fasa ferit dan coklat adalah fasa
pearlit. Dengan bentuk struktur mikro seperti ini dapat diketahui bahwa sampel baja karbon
terbut memiliki sifat yang lunak namun ulet dan tangguh.
Pemotongan Sampel
Mounting
Pengamplasan
Pemolesan
Etsa
Baja Karbon Rendah(Nital 2%, 5 detik)
Titanium(HF 0,5% ; < 5 detik)
Pengamatan dengan OM
CuNi
(FeCl3, 10-15 detik)
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
28/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 27
Baja Karbon Rendah CuNi Titanium
Gambar 28. Struktur Mikro Sampel Uji
Struktur mikro paduan CuNi terdiri dari fasa matriks alpha berupa larutan padat (warna
coklat), fasa 1 (biru) dan fasa 2 (putih). Titik berwarna hitam yang tampak pada struktur
mikro CuNi adalah cacat void. Hasil foto mikro sampel titanium tidak dapat
merepresentasikan struktur mikro yang sebenarnya, dengan kata lain pengujian metalografik
Ti dinyatakan gagal. Kemungkinan penyebab kegagalan percobaan ini adalah karena proses
preparasi yang salah yaitu pada tahap pemolesan. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya
goresan-goresan sisa pengamplasan pada permukaan sampel sehingga struktur mikro tidak
dapat diinterpretasikan dengan baik oleh mikroskop optik.
Metode analisa kuantitatif untuk menentukan fraksi volum dan ukuran butir struktur
mikro dilakukan dengan perhitungan-perhitungan sesuai dengan standar baku yang
digunakan. Beberapa analisa perhitungan fraksi volum yaitu :
1. Pengamatan secara manual dengan memperkirakan fraksi luas yang tampak pada struk
tur mikro
2. Membandingkan dengan standar-standar yang sudah baku
3. Analisa luas
4. Analisa garis
5. Analisa titik (ASTM E562)
ASTM 1ASTM 2
ASTM 3 ASTM 4
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
29/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 28
Metode perhitungan ukuran butir antara lain (ASTM E112) ;
1. Planimetri
Jumlah butir per luasan (NA) dapat dihitung dengan persamaan berikut :
NA= f (n1 + n2/2)
dimana; f : faktor perbesaran = M2/5000, M perbesaran, n1 jumlah
butir dalam area, n2 jumlah butir yang bersinggungan dengan garis
Ukuran butir G = [3,322 Log (NA)2,95]
2. Intercept
Ukuran butir G = [-6,646 log (L3)3,298] = [6,646 log (PL)3,298]
L3= 1/PL dan PL= PM/LT
dimana ;
L3 : Panjang garis perpotongan
P = Jumlah titik potong batas butir dengan lingkaran
LT= Panjang garis total
M = Perbesaran
Contoh kasus pengujian struktur mikro untuk mengetahui ukuran butir dapat dilihat pada
penelitian yang dilakukan oleh Gao dkk. Penelitian ini membandingkan hasil pengukuranbutir yang diperoleh dari pengujian dengan OM dan Electron Back Scattered Detector
dengan memvariasikan prosedur preparasi sampel.
Gambar 29. Foto Mikro Pembesaran Rendah a) OM; b) EBSD
Gambar 30. Foto Mikro Pembesaran Tinggi a) OM; b) EBSD
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
30/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 29
Hasil pengujian menunjukkan bahwa keakuratan analisa ukuran butir dengan OM
tergantung pada teknik persiapan sampel, prosedur etsa dan bahan, di mana visibilitas batas
butir sangat penting. Pemeriksaan optik ukuran butir tidak selalu memberikan informasi yang
sama yang dicapai oleh analisis EBSD. Pengukuran butir dengan EBSD memberikan hasil
yang lebih akurat dibanding metode pencitraan dengan OM karena tidak tergantung pada
teknik etsa dan teknnik pencitraan.
Kesimpulan
- Pengujian struktur mikro membutuhkan teknik preparasi sampel yang disebut teknik
metalografi untuk mendapatkan foto struktur mikro yang representatif
- Pengujian struktur mikro dapat digunakan untuk mengetahui jenis fasa struktur mikro
materia, fraksi volum atau komposisi struktur mikro material, dan ukuran butir
material
- Analisis kualitatif struktur mikro dapat dilakukan secara manual, perbandingan,
analisis luas, garis dan titik maupun perhitungan dengan metode planimetri dan
intercept
Daftar Pustaka1. ASM Handbook Volume 9, Metallography and Microstructure
2. Smith, W.F., Structure and properties of engineering alloys, 2nd edition, 1993,
McGraw-Hill, ISB 0-07-59172-5.
3. Nofrijon Sofyan,Material Characterization 1, Bahan Kuliah Karakterisasi Material,
Departemen Teknik Metalurgi dan MaterialUI.
4. N. Gao, S.C. Wang, H.S. Ubhi dan M.J. Starink, A comparison of grain size
determination by light microscopy and EBSD analysis, Journal of Materials Science
Letters, 40 (2005) 4971-4974
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
31/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 30
BAB III | LABORATORIUM UJI ADVANCED M ATERIAL
Pada hari Rabu tanggal 21 April 2014 telah dilakukan kegiatan kunjungan ke
laboratorium karakterisasi Advanced Materials. Pada kunjungan ini tidak dilakukan demo
pengujian, hanya berupa penjelasan-penjelasan umum tentang beberapa peralatan uji yang
ada di laboratorium uji advanced materials. Pada laporan ini akan dijelaskan mengenai
Scanning Electron Microscopy, FTIR dan BET.
III.1. Scanning Electron M icroscopy (SEM)
Tujuan
Karakterisasi material menggunakan SEM bertujuan untuk :
- Mengetahui topografi dan tekstur permukaan material
- Mengetahui bentuk dan ukuran partikel yang terdapat di permukaan material
- Mengetahui komposisi unsur dan senyawa penyusun material tersebut
- Mengetahui informasi kristalografi material
Teori Singkat
SEM adalah suatu mikroskop elektron yang dirancang untuk mempelajari permukaan
benda padat. Komponen utama SEM terdiri dari pistol elektron yang berfungsi sebagai
pelepas elektron, lensa magnetis untuk memfokuskan elektron dan sistem vakum untuk
menghindari kontaminasi partikel udara yang akan mempengaruhi hasil uji. SEM bekerja
dengan menembakkan sinar elektron yang difokuskan ke permukaan sampel oleh lensa
magnetis. Sinar elektron akan diarahkan oleh lensa untuk memindai seluruh permukaan
sampel. Penetrasi sinar elektron ke permukaan sampel akan menghasilkan pantulan elektron
dan foton yang dideteksi sebagai citra / gambar dan ditampilkan pada layar monitor.
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
32/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 31
Gambar 31. Prinsip Kerja SEM
Saat elektron mengenai benda uji maka elektron akan dipantulkan secara elastis maupun
inelastis. Pantulan elastis akan menghasilkan sinyal backscatter elektron dan pantulan
inelastis menghasilkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X.
Gambar 32. Sinyal Elektron
Sinyal elektron sekunder (SE) memiliki energi yang rendah (50 eV) dan paling dekat
dengan permukaan sampel. Sinyal elektron ini digunakan untuk melihat topografi sampel.
Permukaan sampel yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan menghasilkan
gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau datar.
Sinyal backscatter elektron (BSE) dihasilkan dari tabrakan elektron dengan atom-atom
dalam specimen yang tersebar dengan sudut 1800dan memiliki energi yang tinggi (>50 eV).
Sinyal ini digunakan untuk mendeteksi topografi dan nomor atom. Atom dengan berat
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
33/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 32
molekul tinggi akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga akan tampak lebih terang
dibanding atom dengan berat molekul rendah.
SEM dapat diintegrasikan dengan peralatan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS)
menggunakan sinyal karakteristik sinar X untuk mendeteksi jenis atom dan pemetaan elemen
/ unsur yang ada di permukaan sampel. EDS ini juga digunakan untuk menganalisa secara
kuantitatif persentase masingmasing elemen.
Metodologi
Prosedur pengujian SEM adalah sebagai berikut :
1. Persiapan sampel
- Sampel terlebih dulu dibersihkan, biasanya denganpembersih ultasonik. Sampel yang digunakan harus
bersifat konduktif jika tidak harus di coating dulu
dengan lapisan konduktif seperti Au atau Pt.
2. Letakkan sampel pada holder yang terdapat di dalam
chamber .
3. Nyalakan mesin SEM dan pompa vakum
4. Atur posisi dan perbesaran gambar
5. Rekam dan Analisa gambar
Gambar 34. Prosedur Pengujian SEM
Persiapan Sampel
Nyalakan instrumen
Masukkan Sampel ke chamber
Nyalakan pompa vakum
Aktifkan Elektron Gun
Rekam gambar
Analisis gambar
Selesai
Gambar 33. Alat Uji SEM
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
34/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 33
Analisis dan Studi Kasus
Hasil uji SEM dapat dianalisa berdasarkan perbedaan warna pada gambar permukaan
sampel sesuai dengan hasil pencitraan dari masing-masing sinyal elektron. Topografi
permukaan sampel dapat dilihat dari gambar hasil sinyal elektron sekunder dimana gambar
yang cerah merupakan tekstur permukaan yang lebih tinggi dan tekstur permukaan yang
rendah atau datar berwarna lebih gelap. Jenis elemen atau unsur penyusun sampel juga dapat
diketahui dengan melihat penyebaran warna pada gambar yang dihasilkan dari citra sinyal
backscatter elektron (BSE). Unsur dengan nomor atom besar berwarna lebih terang
dibanding unsur dengan nomor atom kecil. Komposisi kimia dari sampel dapat dianalisa
dengan menggunakan peralatan EDS yang terintegrasi dengan SEM. Contoh hasil uji SEM
dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 35. Hasil Pengujian SEM, (kiri) SE 3000X; (kanan) BSE 3000x
Analisa hasil uji SEM berdasarkan pengamatan topografi / morfologi permukaan dapat
memberikan informasi mengenai sifat sifat material uji seperti kekuatan, kekerasan, cacat-
cacat, sifat optik, konduktivitas, dan sebagainya seperti yang dilakukan oleh Sichin dkk.
Sichin dkk menggunakan SEM untuk menganalisa topografi permukaan material MMC
berbasis paduan Al 6061-ZrO2. Tujuan Sachin dkk melakukan pengujian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh keberadaan penguat ZrO2 terhadap sifat mekanik material komposit Al
melalui pengamatan topografi permukaan dan komposisi sampel. Analisa topografi dilakukan
dari hasil deteksi sinyal elektron sekunder.
Partikel bola gelap adalah Zirconia, lapisan mengkilap adalah aluminium dan sisanya flyash
Gambar 36. Hasil Uji SEM Material MMC based Al-flyash-ZrO2 (Sachin,2013)
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
35/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 34
Dari hasil uji SEM yang dilakukan terlihat adanya kehadiran partikel ZrO2 yang
terdistribusi secara merata dan peningkatan densitas dislokasi yang menumpuk dibelakang
partikel ZrO2. Makin banyaknya dislokasi di permukaan membuktikan bahwa sifat kekuatan
dan kekerasan dari material tersebut juga meningkat dengan adanya partikel ZrO2.
Kesimpulan
- SEM adalah jenis mikroskop elektron yang digunakan untuk menganalisa permukaan
material
- Sampel harus bersifat konduktif
- Karakterisasi material dengan menggunakan SEM harus pada kondisi vakum
Daftar Pustaka
1. http://materialcerdas.wordpress.com/teori-dasar/scanning-electron-microscopy/
diakses pada tanggal 1 Mei 2014
2. Zulfia A., 2014, Scanning Electron Microscope, Bahan Kuliah Karakterisasi Material
dan Lab, DTMMUI
3. Sachin Malhotra, Ram Narayan, dan R.D Gupta, 2013, Synthesis and
Characterization of Aluminium 6061 Alloy-Flyash & Zirconia Metal MatrixComposite, International Journal of Current Engineering and Technology, ISSN
22774106
http://materialcerdas.wordpress.com/teori-dasar/scanning-electron-microscopy/http://materialcerdas.wordpress.com/teori-dasar/scanning-electron-microscopy/http://materialcerdas.wordpress.com/teori-dasar/scanning-electron-microscopy/ -
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
36/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 35
III.2. Fouri er Transform Inf ra Red Spectroscopy
Tujuan
Pengujian FTIR bertujuan untuk :
- Mengidentifikasi struktur molekul material organik dan anorganik
- Menentukan komposisi molekul dalam suatu campuran material
- Mengidentifikasi jenis senyawa dan unsur-unsur yang mengkontaminasi suatu
material
Teori Singkat
Sinar inframerah merupakan radiasi elektromagnetik yang terletak pada panjang
gelombang 0,781.000 m atau pada bilangan gelombang 13.00010 cm-1
. Karakteristik
radiasi elektromagnetik infra merah dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 37. Spektrum gelombang elektromagnetik
Gambar 38. Jenis sinar infa merah
Berdasarkan panjang gelombangnya sinar infra merah dibagi atas tiga daerah, yaitu
daerah infa merah dekat (Near IR), tengah (Mid IR), dan jauh (Far IR). Daerah panjang
gelombang yang sering digunakan pada alat spektrofotometer infra merah adalah pada daerah
Mid IR, yaitu pada bilangan gelombang 4.000 400 cm-1
yang merupakan daerah khusus
untuk identifkasi gugus fungsional3. Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh
vibrasi regangan. Bila radiasi inframerah dilewatkan melalui suatu materi maka molekul-
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
37/40
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 36
molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi pada panjang gelombang tertentu yang
menyebabkan terjadinya transisi di antara tingkat vibrasi dasar dan tingkat tereksitasi.
Prinsip dasar dari spektrofotometer infra merah adalah interaksi antara vibrasi atom-atom
yang berikatan atau gugus fungsi dalam molekul dengan mengadsorbsi radiasi gelombang
elektromagnetik infra merah. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan
eksitasi energi vibrasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya
absorpsi adalah terkuantitasi dan spesifik. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama
dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap sehingga bersifat spesifik terhadap
atom-atom yang berikatan atau gugus fungsi tertentu (vibrasi finger print).
Instrumentasi FTIR pada umumnya terdiri dari 7 komponen pokok, yaitu :
1. Sumber sinar infra merah (IR source), berfungsi sebagai penghasil radiasi infra merah.
2. Interferometer
3. Sampel kompartemen
4. Detektor, berfungsi mengubah sinyal radiasi IR menjadi sinyal listrik dan mendeteksi
adanya perubahan panas yang terjadi karena adanya pergerakan molekul.
5. Amplifier, berfungsi untuk penguat sinyal listrik yang dikirim oleh detektor.
6. Analog-Digital convertor, berfungsi untuk merubah sinyal listrik analog yang telah
diperkuat oleh amplifier menjadi sinyal listrik digital, yang selanjutnya sinyal inidikirim ke komputer.
7. Komputer
Gambar 39. Instrumen Spektrofotometer FTIR
InterferogramFourier transform
Spektrum
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
38/40
37
Metodologi
Prosedur pengujian material dengan FTIR adalah sebagai berikut :
1. Persiapan sampel
Sampel yang dianalisis dapat berupa cairan, padatan atau pun gas.
2. Persiapan wadah sampel
Wadah sampel atau sel tergantung dari jenis sampel. Wadah untuk sampel gas
menggunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 m untuk menaikkan
sensitivitas karena adanya cermin yang dapat memantulkan berkas radiasi berulang kali
melalui sampel.
Untuk sampel berbentuk cairan umumnya mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari
1 mm sehingga biasanya dibuat lapisan tipis (film) diantara dua keping senyawa yang
transparan terhadap radiasi infra merah. Senyawa yang biasa digunakan adalah natrium
klorida (NaCI), kalsium fluorida (CaF2), dan kalsium iodida (CaI).
Wadah sampel untuk padatan mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm
(seperti wadah sampel untuk cairan). Sampel padatan dapat dibuat pelet, pasta, atau lapisan
tipis.
3. Letakkan sampel dan wadah sampel langsung berhadapan dengan sumber radiasi IR.
4. Nyalakan alat FTIR spektrofotometer
5. Setting penyajian spektrum yang dihasilkan dengan pilihan absorbance (y-axis) atau
transmittance (y-axis) tehadap fungsi wavenumber (x-axis). Pemilihan kedua mode tersebut
sesuai kebutuhan, pada umumnya transmitance mode digunakan untuk analisis kualitatif
spektrum, sedangkan absorbance modes lebih digunakan ke arah analisis kuantitatif
6. Analisis spektrum
Analisa dan Studi Kasus
Analisis kualitatif spektrum FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari suatu material
dilakukan dengan membaca pada bilangan gelombang berapa terjadi puncak-puncak spektrum.
Spektrum yang dihasilkan FTIR memiliki range daerah Mid IR (4000-400 cm-1
) terbagi menjadi 4
zona berdasarkan karakteristik frekuensi vibrasi molekul yaitu zona single bond stretch (4000-2500
cm-1
), zona triple bonds (2500-2000 cm-1
), zona double bonds(2000-1500 cm-1
), dan zonafingerprint
(1500-600 cm-1
).
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
39/40
38
Gambar 40. Zona Gugus Fungsi Penyerapan Infra Merah
Zonasingle bond stretchmerupakan daerah dimana vibrasi regangan dari ikatan tunggal O-H, N-
H, dan C-H terjadi. O-Hstrechingmenghasilkan pita lebar yang terjadi pada rentang 3700-3600 cm-1
.
Sedangkan, N-H streching terjadi antara 3400 dan 3300 cm-1
. C-H stretching band dari senyawa
alifatik terjadi dalam rentang 3000-2850 cm-1
. Jika ikatan C-H berdekatan dengan ikatan rangkap atau
cincin aromatik, C-H stretching terjadi 3100 dan 3000 cm-1
. Zona triple bonds merupakan daerah
serapan dari ikatan rangkap tiga. Ikatan CC menyerap antara 2300 dan 2050 cm-1
, sedangkan
kelompok nitrile (CN) terjadi antara 2300 dan 2200 cm-1
. Kelompok-kelompok ini dapat dibedakan
karena CC stretchingbiasanya sangat lemah, sedangkan CN memiliki intensitas sedang. Zona
double bonds merupakan daerah vibrasi ikatan rangkap dua C=C dan C=O stretching.Vibrasi C=O
stretching terjadi pada 1830-1650 cm-1
, karbonil logam dapat menyerap di atas 2000 cm-1
. C=N
stretchingjuga terjadi di daerah ini dan biasanya lebih kuat.
Daerah terjadinya vibrasi gugus fungsi pada zona 1, zona 2, dan zona 3 (4000-1500 cm-1
) disebut
sebagai daerah fungsional groups. Sedangkan pada daerah 1500-400 cm-1
tiap senyawa organik
mempunyai absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari
(fingerprint region). Daerah finger print ini untuk setiap senyawa tidak akan ada yang sama sehinggamerupakan identitas dari suatu senyawa.
Analisa spektrum secara kuantitatif biasanya dilakukan untuk menentukan konsentrasi unsur
kimia atau senyawa molekul yang terkandung dalam sampel material dengan melihat kekuatan
absorbsi senyawa pada panjang gelombang tertentu. Metode perhitungan kuantitatif sangat tergantung
pada teknik preparasi sampel yang digunakan. Metode perhitungan yang paling umum dilakukan
dengan menggunakan hukumLambert-Beer[3]
yang dinyatakan dengan persamaaan berikut :
A = lc
-
7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material
40/40
dimana A merupakan nilai absorbsi pada puncak spektrum, adalah konstanta absorbsi molekul pada
panjang gelombang tertentu, l adalah ketebalan sampel dan c sebagai jumlah konsentrasi molekul.
Selain mendeteksi gugus fungsi senyawa-senyawa material yang sudah ada, spektrofotometer
FTIR juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi material baru yang ikatan molekulnya belum
diketahui dan mengkarakterisasi material material berukuran nano seperti yang dilakukan oleh
Baudot dkk. Penelitian Bourdot ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan FTIR sebagai alat
karakterisasi material nano-komposit (f-CNTs) dan mengidentifikasi ikatan molekul yang terdapat
dalam material tersebut. Metode FTIR dipilih karena tingkat sensitivitasnya yang tinggi dalam
menghasilkan spektrum yang berkualitas dan tidak merusak material. Dengan menggabungkan analisa
FTIR secara eksperimen dan teoritis, Bourdot dkk berhasil mengidentifikasi adanya ikatan kovalen
antara molekul matriks polimer epoksi dengan molekul serat carbon nanotube (CNT) dan
mengungkap gugus fungsi ikatan molekulnya yang tidak dapat diidentifikasi dengan menggunakan
instrumen dan spektrofotometer lain.
Kesimpulan
Spektrofotometer FTIR merupakan instrumen yang banyak digunakan untuk analisis sifat kimia
material baik secara kualitatif maupun kuantitaif. Metode spektroskopi FTIR dapat digunakan untuk
karakterisasi dan identifikasi material pada fasa padat, cair maupun gas serta mengidentifikasi jenis
ikatan molekul baik material yang sudah eksis maupun ikatan molekul material-material baru dari
skala makro hingga nano.
Daftar Pustaka
1. Barbara Stuart, Infrared Spectroscopy:Fundamental and Application, John Wiley & Sons, Ltd,
Ney York (2004).
2. Brian C. Smith, Fundamentals of Fourier Transform Infrared Spectroscopy Second Edition,
CRC Press, New York (2011).
3. http://www.chemicalforums.com/index.php?topic=63790.0,diakses tanggal 3 Mei 2014.
4.ASM Metals Handbook, Materials Characterization,1992, Volume 10, ASM International
5. Bourdot C. dkk., FTIR Spectroscopy as a Tool for Nano-Material Characterization, Infrared
Physics & Technology53,2010, 434438
http://www.chemicalforums.com/index.php?topic=63790.0http://www.chemicalforums.com/index.php?topic=63790.0http://www.chemicalforums.com/index.php?topic=63790.0