laporan lab karakterisasi material

Upload: vetri-nurliyanti

Post on 04-Feb-2018

252 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    1/40

    1

    by

    L A P O R A N L A B O R A T O R I U M

    K A R A K T E R I S A S I M A T E R I A L

    D I S U S U N O L E H :

    V E T R I N U R L I Y A N T I

    1 3 0 6 3 5 9 1 7 5

    D E P A R T E M E N T E K N I K

    M E T A L U R G I D A N M A T E R I A L

    P A S C A S A R J A N A F A K U L T A S T E K N I K

    U N I V E R S I T A S I N D O N E S I A

    2 0 1 4

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    2/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 1

    DAFTAR ISI

    BAB I. LABORATORIUM UJI MERUSAK (DESTRUCTIVE TEST) 1

    PENGUJIAN TARIK 1

    PENGUJIAN IMPAK 11

    PENGUJIAN KEKERASAN 16

    BAB II. LABORATORIUM UJI METALOGRAFI 21

    PENGUJIAN STRUKTUR MIKRO 21

    BAB III. LABORATORIUM UJI ADVANCED MATERIALS 30

    SEM 30

    FTIR 35

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    3/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 2

    BAB I | LABORATORIUM UJI MERUSAK ( DESTRUCTI VE TEST)

    Pada hari Kamis tanggal 27 Februari 2014 telah dilakukan kegiatan kunjungan ke

    Laboratorium Destructive Test untuk mempelajari karakterisasi sifat mekanik material

    melalui pengujian-pengujian merusak seperti uji tarik, uji impak, dan uji kekerasan.

    I.1. PENGUJIAN TARIK

    Tujuan

    Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis material logam/paduan

    seperti kekuatan tarik (UTS), kekuatan luluh (yield strength), Modulus kekakuan, keuletan

    (ductility) dan jenis perpatahan yang terjadi pada material tersebut.

    Teori Singkat

    Kekuatan mekanis suatu material dinyatakan sebagai ketahanan suatu bahan untuk

    menerima tegangan (stress) sampai mengalami deformasi. Perubahan bentuk atau deformasi

    yang dialami akibat tegangan yang diterima material dapat berupa perubahan panjang atau

    regangan (strain). Hubungan antara pengaruh besarnya beban tegangan terhadap perubahan

    panjang dan regangan yang dialami suatu material dapat diketahui melalui uji tarik.

    Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui sifat mekanik material

    dengan cara memberikan beban berupa gaya tarik uniaksial secara perlahan sampai material

    tersebut mengalami rupture (putus/patah). Sebelum mengalami rupture, material akan

    mengalami peregangan atau pertambahan panjang dan pada material ulet akan terjadi

    necking. Sistem kerja mesin uji tarik dapat dilihat seperti pada gambar 1.

    Gambar 1. Mesin Uji Tarik

    Dalam pengujian tarik terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin

    tingkat kevalidan data, yaitu :

    1. Bentuk dan ukuran sampel uji harus sesuai dengan standar baku pengujian untuk

    menghindari terjadinya patah atau retak pada bagian selain daerahgage length.

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    4/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 3

    2. Pemasangan sampel uji harus benar agar tidak terjadi selip atau pecah pada bagian

    grip.

    Hasil pengujian tarik akan memberikan informasi mengenai kekuatan dan elastisitas dari

    material tersebut. Mekanisme terjadinya deformasi mulai dari perubahan elastis hingga patah

    dapat diketahui melalui profil hubungan tegangan regangan yang diperoleh dari kurva hasil

    uji tarik.

    Gambar 2. Hasil Uji Tarik

    Dari kurva tegangan-regangan hasil uji tarik tersebut dapat diketahui beberapa sifat

    mekanis material seperti ;

    1. Kekuatan luluh (Yield Stress)

    Kekuatan luluh adalah batas tegangan dimana material mulai mengalami

    deformasi plastis / luluh dan disebut juga sebagai batas elastisitas material. Saat

    melewati batas titik luluh, material tidak dapat kembali ke bentuk semula meskipun

    tidak diberikan peningkatan beban/tegangan.

    2. Kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength)

    UTS atau kekuatan tarik adalah beban maksimum yang mampu ditanggung oleh

    suatu material sebelum mengalami patah/putus.

    3. Keuletan (ductility)

    Keuletan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan beban sebelum

    mengalami kegagalan patah/putus (rupture) yang dinyatakan sebagai batas

    maksimum deformasi atau pertambahan panjang. Informasi mengenai sifat keuletan

    material ini sangat berguna untuk mencegah terjadinya kegagalan material secara

    tiba-tiba. Ductility dapat dihitung sebagai persentase elongasi dengan persamaan

    berikut :

    Tegangan

    Tarik

    Regangan

    atau

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    5/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 4

    Dimana ; lf dan Af berturut-turut adalah panjang dan luas penampang spesimen

    setelah mengalami perpatahan, lo dan Ao adalah panjang dan luas penampang

    spesimen sebelum di uji.

    4. Modulus kekakuan (Young Modulus)

    Modulus kekakuan (E) merupakan ukuran kekakuan material untuk dapat

    mempertahankan bentuknya saat mengalami pembebanan yang dinyatakan sebagai

    perbandingan antara tegangan yang diberikan terhadap perubahan panjang atau

    regangan pada daerah linear.

    Makin tinggi tingkat kekakuannya makin sedikit perubahan panjang / regangan yang

    dihasilkan akibat pemberian tegangan. Besarnya modulus kekakuan ditentukan oleh

    gaya ikat antar atom sehingga merupakan sifat mekanis material yang tidak dapat

    diubah.

    5. Ketangguhan (tensile toughness)

    Sifat ketangguhan merupakan kemampuan material untuk menyerap energi saat

    mengalami deformasi plastis. Pada kurva regangan tegangan dihitung sebagai luas

    area dibawah kurva yang dinyatakan sebagai besarnya energi yang diperlukan

    material untuk mengalami perpatahan.

    Gambar 3. Tensile Toughness

    6. Resilience

    Resilience adalah kemampuan material untuk menyerap energi saat mengalami

    deformasi elastis atau dinyatakan juga sebagai kemampuan material untuk

    mempertahankan kondisi elastisitasnya sebelum terjadi deformasi plastis. Pada kurva

    teganganregangan hasil uji tarik diperlihatkan seperti pada gambar 4.

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    6/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 5

    Gambar 4.Resil ience

    Sifat resilience dapat dihitung dengan persamaan : Uo = xx

    Metodologi

    Percobaan uji tarik ini menggunakan standar pengujian ASTM E8 yang biasa digunakan

    sebagai standar uji tarik material logam.

    Alat dan Bahan

    Peralatan yang digunakan pada percobaan pengujian ini terdiri dari mesin uji tarik merk

    Shimadzu kapasitas 30 ton yang dilengkapi dengan alat pengukur gaya tarik dan regangan

    seperti terlihat pada gambar 5. Alat-alat yang diperlukan selain mesin uji tarik adalah jangka

    sorong dan meteran untuk mengukur sampel yang akan diuji. Sampel uji yang digunakan

    adalah sebuah pelat baja seperti terlihat pada gambar 6.

    Gambar 5. Mesin Uji Tarik Simadzu

    Gambar 6. Sampel Uji Pelat Baja

    Grip atas

    Batang hidrolik

    Gripbawah

    Pembaca skala

    Mejaplotter

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    7/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 6

    Prosedur pengujian

    1. Mengukur sampel uji dengan menggunakan jangka sorong dan meteran. Bagian yang

    diukur untuk sampel berbentuk plat adalah panjang awal, lebar dan ketebalan

    spesimen uji.

    Gambar 7. Pengukuran Sampel Uji

    Data hasil pengukuran sampel uji dapat dilihat seperti pada tabel 1 dan gambar 8

    dibawah ini.

    Tabel 1. Hasil Pengukuran Sampel Uji

    Gambar 8. Hasil Pengukuran Sampel Uji

    2. Sampel uji yang telah diukur dijepitkan padagrip di mesin uji tarik

    3. Menyiapkan kertas milimeter block di mejaplotter.

    4. Nyalakan mesin uji tarik dan lakukan pembebanan tarik hingga sampel menjadi putus

    - Pembebanan dilakukan secara statis namun kontinyu dengan laju pembebanan

    yang sangat lambat mulai dari 0 kg sampai beban maksimum yang dapat ditahan

    oleh sampel tersebut.

    - Proses penarikan ini menyebabkan terjadinya pertambahan panjang, pengurangan

    diameter/luas penampang dan perpatahan pada sampel uji.

    5. Catat beban maksimum yang terdapat pada layar pembaca skala saat sampel uji

    putus/patah.

    6. Ukur panjang sampel uji setelah putus

    50 mm

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    8/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 7

    Analisis dan Case Study

    Data hasil pengujian yang tercatat pada kertas milimeter block diinterpretasikansebagai

    hubungan gaya (F) terhadap perubahan panjang (l), kemudian digunakan untuk menghitung

    nilai tegangan dan regangan dengan perhitungan berikut :

    dimana F adalah beban gaya yang diberikan, Ao luas penampang awal, lo panjang awal

    benda, dan l perubahan panjang akibat gaya yang diberikan. Dari hasil perhitungan ini

    kemudian dibuat kurva hubungan tegangan () vs regangan () untuk menentukan sifat-sifat

    mekanis sampel yang diuji seperti kekuatan tarik (UTS), kekuatan luluh (Ys), Young

    Modulus, dan keuletan (%Elongasi).

    Diagram hasil uji tarik pada milimeter blok dapat dilihat seperti gambar 9.

    Gambar 9. Diagram Hasil Uji Tarik Yang Tercatat Pada Milimeter Blok

    Gambar 10 dan 11 berikut adalah Kurva F vs dL dan kurva yang diperoleh dari

    hasil percobaan uji tarik ini.

    Gambar 10. Kurva F vs dL

    0

    500

    1000

    15002000

    2500

    3000

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

    GayaTarik,F(kg)

    Pertambahan Panjang, dL (mm)

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    9/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 8

    Gambar 11. Kurva

    Berdasarkan profil hubungan F vs dL diketahui bahwa semakin besar beban gaya tarik

    yang diberikan mengakibatkan ukuran sampel menjadi semakin bertambah panjang sampai

    akhirnya tidak mampu lagi menahan beban tertinggi yang menyebabkan sampel menjadi

    putus. Dari grafik tegangan-regangan dapat dilihat besarnya perpanjangan yang dialami

    sampel pelat baja saat putus adalah 36% dari ukuran awal. Nilai perpanjangan ini

    menunjukkan sifat keuletan dari sampel uji tersebut. Kekuatan sampel ditentukan oleh beban

    maksimum yang mampu ditahan sebelum mengalami perpatahan, dalam pengujian ini adalah

    sebesar 2500 kg atau sekitar 405 MPa yang dinyatakan sebagai nilai UTS dari sampel

    tersebut. Modulus Young dapat ditentukan berdasarkan gradien kemiringan grafik pada

    daerah elastisitasnya, pada pengujian ini diperoleh sebesar 57.063 MPa.Tegangan luluh diperoleh dari batas tegangan antara daerah elastisitas (linear) dengan

    daerah plastis yang terdapat pada kurva tegangan-regangan. Pada pengujian ini titik luluh

    tersebut adalah pada 357 MPa. Pada kurva hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linear,

    tegangan luluh ditentukan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan plastis sebesar

    0,2%. Titik luluh suatu suatu material ditentukan oleh struktur kristal dimana material dengan

    struktur kristal BCC seperti baja (Fe) umumnya memiliki titik luluh yang lebih tinggi

    dibanding material dengan struktur kristal FCC.

    Gambar 12. Bentuk Perpatahan Ulet Pelat Baja

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    0 0,025 0,05 0,075 0,1 0,1250,150,175 0,2 0,225 0,250,275 0,3 0,325 0,350,375 0,4

    (M

    Pa)

    Regangan ()

    357

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    10/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 9

    Analisis secara visual juga dapat dilakukan dengan melihat bentuk permukaan

    patahannya untuk mengetahui jenis patahan yang terjadi apakah patahan ulet atau getas.

    Permukaan patahan yang berbentuk serabut dan agak gelap merupakan karakteristik dari jenis

    perpatahan ulet sedangkan pada patahan getas, bentuk permukaan patahannya glanular dan

    lebih terang. Sampel pelat baja yang digunakan pada pengujian ini mengalami perpatahan

    ulet.

    Proses karakterisasi sifat mekanik material melalui uji tarik telah banyak dilakukan baik

    dalam skala riset maupun industri. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Sachin M dkk

    untuk menguji kekuatan mekanik material MMC berbasis paduan Al 6061-Zr. Tujuan Sachin

    dkk melakukan pengujian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keberadaan penguat

    Zirconia terhadap sifat mekanik material komposit Al seperti UTS dan keuletan % elongasi.

    Dari hasil uji tarik ini dapat diketahui bahwa dengan adanya Zirconia kekuatan tarik

    komposit Al meningkat 11-20% namun keuletan menurun drastis sebesar 85-90%. Dengan

    arti lain MMC Al-Zr bersifat lebih kuat namun sangat getas dibanding MMC Al tanpa Zr.

    Informasi ini dapat menjadi pertimbangan dalam proses desain dan manufaktur material

    tersebut nantinya.

    Kesimpulan

    - Dari nilai UTS, yield stress dan ductility sampel yang diperoleh dari hasil uji tarik

    menunjukkan bahwa sampel baja yang digunakan adalah jenis baja karbon rendah- Jenis perpatahan yang dialami sampel adalah perpatahan ulet

    - Sifat mekanik material hasil uji tarik seperti UTS, yield strength, dan ductility

    berbeda-beda untuk setiap material.

    - Komposisi kimia penyusun material dapat mempengaruhi kekuatan tarik dan

    keuletan material tersebut.

    Daftar Pustaka

    1. Askeland D.R., Fulay P.P., 2009, Essential of Material Science and Engineering,2nd edition. Cengage Learning

    2. Dieter G.E., 1988,Mechanical Metallurgy, S1 Metric edition, MC-Graw Hill Book

    3. Sachin Malhotra, Ram Narayan, dan R.D Gupta, 2013, Synthesis and

    Characterization of Aluminium 6061 Alloy-Flyash & Zirconia Metal Matrix

    Composite, International Journal of Current Engineering and Technology, ISSN

    2277 - 4106

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    11/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 10

    I.2. PENGUJIAN IMPAK

    Tujuan Pengujian Impak

    Pengujian impak dilakukan untuk :

    1. Mengetahui seberapa besar ketangguhan suatu material terhadap beban kejut (high

    rate loading) yang dapat menimbulkan perpatahan mendadak

    2. Mengetahui pengaruh temperatur terhadap sifat ketangguhan material.

    3. Mengetahui jenis dan mekanisme perpatahan material.

    Teori Singkat

    Prinsip dasar pengujian impak ini adalah mensimulasikan pembebanan mendadak

    menggunakan pendulum yang cukup berat yang diayunkan dari ketinggian tertentu untuk

    menumbuk dan mematahkan spesimen uji. Perbedaan ketinggian pendulum sebelum (h) dan

    sesudah (h) menumbuk sampel dihitung sebagai energi impak yang mampu diserap oleh

    material.

    Gambar 13. Prinsip Uji Impak

    Energi impak yang dihasilkan digunakan untuk menentukan besarnya ketahanan material

    untuk menyerap energi yang mengenainya. Besarnya energi impak ini dipengaruhi oleh

    berbagai faktor seperti ; ukuran dan geometri sampel, jenis dan ukuran takikan (notch), berat

    pendulum dan temperatur uji. Dengan membuat parameter-parameter ini konstan, maka

    pengujian impak menjadi metode yang paling cepat dan murah jika digunakan untuk menguji

    dan membandingkan berbagai jenis material. Adanya pengaruh temperatur, pengujian impak

    dapat dilakukan pada kondisi suhu tinggi (panas), suhu rendah (dingin) dan suhu ruang.

    Secara umum metode pengujian impak terdiri dari 2 jenis yaitu :

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    12/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 11

    1. Metode Charpy, spesimen uji diletakkan secara horisontal atau mendatar dimana

    arah pembebanan berlawanan arah dengan takikan. Satuan energi yang biasa

    digunakan adalah Joule.

    2. Metode Izod, spesimen uji diletakkan secara vertikal atau tegak dimana arah

    pembebanan searah dengan takikan. Hasil uji biasanya dinyatakan dengan satuan

    J/m. Metode ini biasa digunakan untuk pengujian material polimer.

    Gambar 14. Jenis Metode Uji Impak

    Hasil pengujian impak memberikan informasi mengenai sifat material seperti :

    1. Ketangguhan material, yang dinyatakan sebagai Harga Impak (HI) dengan

    persamaan :

    Dimana E adalah energi impak (J) dan A adalah luas permukaan dibawah takikan

    (mm2). Makin ulet dan tangguh suatu material makin besar harga impak yang

    dihasilkan. Begitu juga sebaliknya, makin rendah harga impak menunjukkan bahwa

    material tersebut kurang tangguh atau lebih getas.

    2. Ductile to Bri ttle Transition Temperature (DBTT)

    - Yaitu temperatur transisi dimana material berubah dari ulet menjadi getas.

    Transisi perubahan jenis perpatahan dari ulet ke getas ini dapat diamati dengan

    melakukan pengujian impak pada kondisi temperatur yang berbeda-beda. Logam

    dengan struktur BCC umumnya memiliki temperatur transisi.

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    13/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 12

    Gambar 15. Grafik DBTT berbagai Material

    - Pada temperatur tinggi material bersifat ulet namun pada temperatur tertentu

    (transisi) yang lebih rendah, material berubah menjadi sangat getas. Hal ini

    terkait dengan adanya vibrasi atom-atom yang berperan menghambat pergerakan

    dislokasi saat terjadi pembebanan mendadak. Pada suhu ruang, vibrasi atom-

    atom berada dalam kesetimbangan dan terus meningkat pada temperatur yang

    lebih tinggi, dan mempersulit pergerakan dislokasi sehingga dibutuhkan energi

    yang lebih besar untuk mendeformasi spesimen. Sedangkan pada suhu yang

    sangat rendah atau dibawah nol derajat celcius, vibrasi atom lebih sedikit yang

    memudahkan pergerakan dislokasi sehingga spesimen energi lebih mudah

    dideformasi dengan energi yang lebih rendah.

    3. Notch Sensitivi ty, adanya notch dapat mengurangi ketangguhan material. Material

    yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap keberadaan notch akan memiliki energi

    impak yang lebih rendah dibandingkan tanpa notch.

    4. Perpatahan impak.Jenis perpatahan impak terbagi 3 yaitu ;

    a. Fibrous Fracture, melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal

    dalam material logam yang ulet dan ditandai dengan bentuk yang berserabut dan

    buram.

    b. Glanular Fracture, dihasilkan dari pembelahan butir-butir material yang rapuh /

    getas dengan bentuk permukaan patahan yang datar dan mengkilat.

    c. Perpatahan Campuran, kombinasi dari perpatahanfibrous danglanular

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    14/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 13

    Metodologi

    Percobaan uji impak ini menggunakan metode Charpy dengan standar pengujian ASTM

    E23.

    Alat dan Bahan

    Peralatan yang digunakan pada percobaan pengujian ini terdiri dari mesin uji impak

    dengan beban maksimum sebesar 300 Joule.

    Gambar 16. Mesin Uji Impak Frank Charpy

    Bahan uji yang digunakan adalah 1 sampel aluminium komposit berpenguat zirconia dan

    1 sampel baja berukuran 10 x 10 x 55 mm dengan takik (notch) berbentuk V dan memiliki

    sudut 45o, jari-jari 0.25 mm dan kedalaman 2 mm sesuai dengan standar ASTM E23.

    Gambar 17. Sampel Uji Impak

    Prosedur pengujian

    1. Mengukur luas permukaan sampel di bawah takik

    2. Persiapan sampel

    Pada percobaan ini tidak dilakukan pengujian terhadap pengaruh temperatur sehingga

    tidak dibutuhkan persiapan sampel untuk suhu tinggi maupun rendah. Masing-

    masing sampel dipersiapkan untuk diuji pada suhu ruang.

    3. Memastikan pemukul berada padasettingpemukul

    Bagianbagian mesin uji impak :

    a. Skala mesin

    b. Hammer (pemukul)

    c. Red and black pointer (pada mesin skala)

    d. Starting position maker

    e. Setting hammer

    f. Setting sample

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    15/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 14

    4. Memastikan jarum merah (red pointer) berada pada posisi nol, dengan cara

    menaikkan pemukuldi posisi awal melalui starting position maker sehingga

    jarum hitam berada tepat pada batas garis merah pada mesin pembaca skala

    5. Letakkan sampel dengan posisi takik membelakangi arah datangnya pemukul

    6. Lepaskan tombol pengatur sehingga pemukul berayun dan menumbuk sampel hingga

    patah

    7. Catat posisi jarum merah pada skala yang menunjukkan besarnya energi yang diserap

    oleh sampel

    8. Hitung Harga Impak

    9. Amati dan analisa permukaan patahan

    10.Ulangi prosedur untuk sampel uji yang lain

    Analisis dan Case Study

    Analisa hasil pengujian impak pada percobaan ini dilakukan dengan membandingkan

    ketangguhan antara sampel aluminium komposit dengan baja berdasarkan besarnya nilai

    impak masing-masing yang diperoleh dari pengujian. Analisa jenis perpatahan yang terjadi

    pada masing-masing sampel juga dilakukan dengan mengamati bentuk permukaan patahan.

    Analisis pengaruh temperatur terhadap sifat ketangguhan material dan ada tidaknya

    temperatur transisi pada sampel tidak dilakukan karena keterbatasan jumlah sampel saat

    percobaan berlangsung.

    Dari hasil percobaan diketahui bahwa harga impak sampel baja lebih besar dibanding

    nilai impak sampel aluminium komposit. Artinya energi yang dibutuhkan untuk mematahkan

    baja lebih besar dibanding Al komposit sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel baja lebih

    tangguh atau lebih tahan terhadap beban kejut daripada sampel Al komposit.

    Al komposit Baja

    Gambar 18. Patahan Impak

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    16/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 15

    Analisa perpatahan impak menunjukkan bahwa Al komposit mengalami perpatahan

    campuran glanular dan fibrous sedangkan sampel baja mengalami perpatahan fibrous yang

    mengindikasikan terjadinya perpatahan ulet.

    Kesimpulan

    - Uji impak dapat digunakan untuk mengetahui sifat ketangguhan material dan jenis

    perpatahan yang mungkin terjadi pada material tersebut

    - Pengaruh temperatur terhadap sifat ulet/getas material juga dapat dianalisa dengan

    pengujian impak.

    Daftar Pustaka

    1. Askeland D.R., Fulay P.P., Essential of Material Science and Engineering, 2nd

    edition. 2009. Cengage Learning

    2. Dieter G.E.,Mechanical Metallurgy, S1 Metric edition, 1988, MC-Graw Hill Book

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    17/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 16

    I.3. PENGUJIAN KEKERASAN (Hardness)

    Tujuan

    - Mengetahui nilai kekerasan suatu material logam berupa ketahanan terhadapgoresan, lekukan, dan pengikisan/abrasi.

    Teori Singkat

    Sifat kekerasan (hardness) pada material adalah kemampuan material untuk menahan

    deformasi plastik seperti tekukan, goresan abrasi atau cutting akibat adanya penetrasi dari

    luar. Sifat kekerasan bukan sifat intrinsik material melainkan dipengaruhi oleh faktor luar dan

    merupakan hasil dari prosedur perhitungan yang telah distandarkan.

    Terdapat tiga metode pengukuran kekerasan yang digunakan yaitu :

    1. Scratch hardness

    Mengukur ketahanan gores material terhadap kekerasan material lain jadi nilai

    kekerasan material yang diperoleh bersifat relatif terhadap material lain. Pengukuran

    atau perhitungan nilai kekerasan dilakukan menggunakan skala Mohr. Jenis

    pengujian ini kurang sesuai dengan material logam.

    2. Indentation hardness

    Metode ini menggunakan indentor untuk membentuk jejak deformasi pada

    permukaan material dan mengukur jejak tersebut dengan menggunakan standar

    perhitungan tertentu. Metode ini paling sesuai digunakan untuk material logam. Jenis

    pengujiannya antara lain ;

    a. Brinell,

    - Menggunakan indentor berbentuk bola dengan berat tertentu yang

    ditekankan ke permukaan logam selama lebih kurang 30 detik untuk

    membuat jejak pada permukaan sampel logam. Berat indentor dan lama

    penekanan tergantung pada jenis material yang akan diuji. Untuk

    material yang lunak atau ulet, berat indentor dikurangi dan waktu

    penekanan tidak boleh terlalu cepat untuk memastikan deformasi plastis

    telah terjadi atau telah terbentuk jejak indentor pada permukaan logam

    yang diindentasi.

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    18/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 17

    - Nilai kekerasan material dihitung dengan persamaanBrinellberikut :

    dimana ; BHN :Brinell Hardness Number

    P : Beban indentasi (kg)D : Diameter indentor (mm)d : Diameter jejak (mm)

    b. Vickers

    - Menggunakan indentor intan berbentuk segiempat piramida. Berbeda

    dengan metode Brinell, perhitungan nilai kekerasan Vickers dinyatakan

    dengan persamaan berikut :

    dimana ; DPH : Diamond Pyramid Hardness (Nilai Kekerasan

    Vickers)

    P : Beban indentasi (kg)L : Panjang diagonal rata-rata jejak (mm): Sudut piramid, 1360

    c. Rockwell

    - Metode ini paling umum digunakan karena mudah, cepat, minim human

    error, pengukuran dan perhitungan lebih sederhana dibanding Brinell

    dan Vickers.

    d. Microhardness

    - Dilakukan untuk menguji kekerasan material yang berukuran sangat

    kecil.

    - Beban indentor yang digunakan juga lebih kecil yaitu sekitar 25 g

    3. Rebound / Dynamic hardness

    Pengujian kekerasan material dilakukan dengan menjatuhkan indentor ke

    permukaan logam kemudian diukur ketinggian pantul dari indentor tersebut sebagai

    nilai kekerasan dalam bentuk energi. Metode ini mirip dengan prinsip uji impak.

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    19/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 18

    Metodologi

    Percobaan uji kekerasan yang dilakukan saat kunjungan ke laboratorium DT di

    Departemen Teknik Metalurgi dan Material menggunakan metode indentasiBrinell.

    Gambar 19. Alat Uji Kekerasan Brinell

    Sampel yang diuji adalah aluminium yang telah dibentuk sesuai standar pengujian.

    Sebelum diuji sampel diamplas terlebih dahulu untuk meratakan permukaan dan

    menghilangkan sisa sisa lapisan oksida yang terdapat pada permukaan sampel. Lapisan

    oksida ini dapat menyebabkan nilai kekerasan yang diukur lebih besar dari yang seharusnya.

    Gambar 20. Pengamplasan Sampel Uji Kekerasan BrinellSampel Aluminium yang telah diamplas kemudian diletakkan di mesin Brinell untuk

    dilakukan proses penjejakan / indentasi. Indentor yang digunakan adalah bola baja

    berdiameter 10mm dengan berat 31,25 kg dan lama indentasi minimum 30 detik. Diameter

    jejak yang dihasilkan indentor di permukaan sampel diukur dengan mikroskop khusus

    kemudian dilakukan perhitungan nilai kekerasan Brinell (BHN) dengan menggunakan

    persamaan Brinell. Pengujian dilakukan pada beberapa titik yang berbeda. Prosedur

    pengujian kekerasan Brinell ini dapat dilihat seperti pada gambar 21 berikut.

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    20/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 19

    Gambar 21. Prosedur Uji Kekerasan Brinell

    Analisis + Case Study

    Nilai kekerasan yang diperoleh dari hasil pengujian ini dapat digunakan untuk

    mengidentifikasi jenis sampel yang digunakan dengan cara membandingkan nilai kekerasan

    hasil uji dengan data nilai BHN logam Al yang terdapat di berbagai referensi. Disamping itu

    hasil perhitungan nilai kekerasan Brinell pada berbagai titik indentasi yang berbeda dapat

    digunakan untuk mengidentifikasi apakah material yang diuji tersebut homogen atau tidak.

    Adanya variasi nilai kekerasan di berbagai titik indentasi dapat menunjukkan bahwa terdapat

    penyebaran fasa yang berbeda pada permukaan sampel. Namun variasi nilai kekerasan ini

    juga dapat disebabkan karena berbagai faktor seperti : permukaan yang tidak merata karena

    pengamplasan yang tidak sempurna, timbulnya mekanismestrain hardening akibat jarak titik

    indentasi yang terlalu berdekatan, human error saat pengukuran dan sebagainya. Oleh karena

    itu prosedur pengujian harus dilakukan seteliti mungkin untuk menghindari kesalahan

    kesalahan hasil pengukuran.

    Gambar 22. Hasil Uji Brinell

    Pengaruh temperatur terhadap homogenitas suatu logam dapat diketahui dengan

    melakukan uji kekerasan material. Egerer dkk melakukan pengujian kekerasan tahan karat

    Persiapan Sampel

    Letakkan sampel di dudukan sampel pada mesin Brinell

    Pilih identor dan beban yang akan dikenakan ke sampel

    Putar poros dudukan sampel hingga mengenai indentor

    Lakukan pembebanan dengan memutar tuaspenjejak selama minimum 30 detik

    Ukur diameter jejak yang dihasilkan indentor dipermukaan sampel

    Hitung BHN

    Ulangi pada titik yang berbeda

    Selesai

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    21/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 20

    yang dibuat dengan proses microforging pada suhu yang berbeda. Karena ukuran material

    yang sangat kecil maka pengujian dilakukan dengan menggunakan peralatan uji

    microhardness dengan beban indentasi sebesar 0,1 N. Dari hasil pengujian Egerer ini

    diketahui bahwa pada temperatur yang lebih tinggi (diatas suhu ruang), nilai kekerasan baja

    tahan karat yang berukuran mikro akan menurun namun lebih merata (homogen)

    dibandingkan nilai kekerasan pada temperatur yang lebih rendah (dibawah suhu ruang).

    Kesimpulan

    - Selain untuk mengetahui nilai kekerasan, pengujian hardness juga dapat digunakan

    untuk mengetahui homogenitas permukaan suatu material

    - Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil uji kekerasan yang akurat

    antara lain ; permukaan sampel harus rata, jarak titik indentasi tidak terlalu dekat,

    human error, lama indentasi harus diatas waktu pembebanan minimum.

    - Dengan diketahuinya nilai kekerasan material maka dapat dijadikan sebagai tolak

    ukur dalam mendesain produk dan memilih parameter proses pembuatan yang sesuai

    dengan sifat kekerasan material tersebut.

    Daftar Pustaka

    1. Askeland D.R., Fulay P.P., Essential of Material Science and Engineering, 2ndedition. 2009. Cengage Learning

    2. Dieter G.E.,Mechanical Metallurgy, S1 Metric edition, 1988, MC-Graw Hill Book

    3. Egerer E. & Engel U., 2003, Material Behaviour in Microforming at Elevated

    Temperature,American Society for Precision Engineering Vol.28

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    22/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 21

    BAB II | LABORATORIUM METALOGRAFI

    PENGUJIAN STRUKTUR MIKRO

    Pada hari Rabu tanggal 12 Maret 2014 telah dilakukan kegiatan pengujian

    metalografi di laboratorium Metalografi, Perlakuan Panas dan Rekayasa Permukaan.

    Tujuan

    Tujuan pengujian struktur mikro secara umum adalah untuk mengamati dan menganalisa

    struktur mikro logam/ paduan logam dan hubungannya dengan sifat-sifat material

    logam/paduan logam.

    Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk :

    - Mengetahui jenis fasa struktur mikro material

    - Mengetahui fraksi volum atau komposisi struktur mikro material

    - Mengetahui ukuran butir material

    Teori Singkat

    Sifat suatu bahan atau material ditentukan oleh struktur mikro yang dimilikinya. Struktur

    mikro merupakan susunan geometris dari butir-butir kristal (grain) dan fasa penyusun. Hal

    pertama yang dipelajari dalam struktur mikro adalah ukuran dan bentuk butir kristal. Grain

    adalah kumpulan bidang kristal yang memiliki orientasi yang sama. Ukuran butir sangat

    mempengaruhi banyak sifat material terutama jenis polikristalin dan dapat diukur sebagai

    jarak antar batas butir. Batas butir adalah daerah yang memisahkan 2 buahgrain. Makin kecil

    ukuran butir maka batas butir semakin banyak sehingga dapat menghalangi dislokasi dan

    material akan semakin kuat. Ukuran butir rata-rata dalam logam biasanya sekitar puluhan

    mikrometer sehingga hanya dapat diukur dengan menggunakan mikroskop optik atau cahaya.

    Pada struktur mikro juga dapat diamati keberadaan cacat atau defect yang mengganggu

    kesempurnaan struktur kristal suatu fasa, seperti cacat titik berupa kekosongan dan intersisi

    serta cacat planar berupa permukaan, batas-batas kembar, batas butir dan dislokasi.

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    23/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 22

    Gambar 23. Cacat Kristal Struktur Mikro

    Fasa merupakan bagian dari material yang memiliki struktur kristal dan/atau komposisi

    kimia yang berbeda. Di dalam suatu fasa bisa terdapat 1 atau lebih komponen/unsur kimia.

    Umumnya material memiliki lebih dari satu fasa penyusun. Keberadaan fasa yang berbeda ini

    berpengaruh terhadap sifat material terutama sifat mekanik. Fasa fasa ini memiliki sifat

    optik yang berbeda sehingga akan memberikan warna yang berbeda saat diamati dengan

    mikroskop optik.

    (a) (b)

    Gambar 24. Struktur Mikro Material ; a) Fasa Tunggal, b) Dua Fasa

    Struktur mikro material logam dapat direkayasa atau diubah-ubah dengan memodifikasi

    proses pembuatan yang dilaluinya antara lain dengan pemberian tegangan dan perlakuan

    panas. Tujuan rekayasa struktur mikro adalah untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan

    untuk meningkatkan kualitas dari material logam tersebut. Oleh karena itu pengamatan

    struktur mikro sangat diperlukan untuk mengetahui jenis, jumlah dan/atau distribusi fasa,

    komposisi kimia, butir, arah butir, jarak atom, dislokasi, dan sebagainya yang terdapat pada

    struktur mikro untuk memudahkan kontrol kualitas suatu material.

    butir

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    24/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 23

    Pengamatan struktur mikro dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan mikroskopi

    optik/elektron dengan menggunakan teknik metalografi untuk mendapatkan hasil foto mikro

    yang representatif. Metalografi merupakan suatu teknik atau seni preparasi sampel material

    logam untuk keperluan pengamatan struktur mikro yang meliputi beberapa tahapan proses

    meliputi ;

    1. Sectioning (Pemotongan), Proses pemotongan sangat penting dalam preparasi

    sampel. Teknik pemotongan melibatkan proses kerja panas dan dingin sehingga jika

    tidak dilakukan dengan benar dapat merubah struktur mikro yang akan dianalisa.

    Kerusakan sampel selama pemotongan tergantung pada material yang akan dipotong,

    sifat alat pemotong, laju pemotongan, jumlah dan jenis pendingin yang digunakan.

    2. Mounting, dilakukan untuk memudahkan handling sampel khususnya yang

    berukuran sangat kecil atau yang bentuknya tidak beraturan dengan cara meletakkan

    sampel atau spesimen tersebut pada suatu media. Media mounting umumnya

    menggunakan material plastik sintetik berupa resin (castable resin) yang dicampur

    dengan hardeneratau bakelit. Castable resin banyak digunakan karena lebih mudah

    dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit yang memerlukan

    aplikasi panas dan tekanan. Sampel yang diletakkan pada media mounting adalah

    cuplikan sampel yang dipotong melintang.

    3.

    Grinding (Pengamplasan), dilakukan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan

    sampel yang kasar dengan menghilangkan deformasi pada permukaan sampel akibat

    pemotongan.

    4. Polishing (Pemolesan), dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian yang

    terdeformasi karena perlakuan sebelumnya, menghaluskan dan melicinkan

    permukaan sampel hingga mengkilap seperti kaca untuk memudahkan pengamatan

    dengan OM. Proses pemolesan memiliki beberapa metode antara lain ; mechanical,

    chemical-mechanical danelectro polishing.

    5. Etching (Teknik Etsa), dilakukan untuk memunculkan struktur mikro yang jelas pada

    sampel dengan cara mengikis daerah batas butir menggunakan bahan kimia yang

    sesuai dengan bahan sampel.

    6. Observasi dengan OM, merupakan tahap akhir pengujian metalografi dengan

    mengamati struktur mikro pada sampel untuk dianalisa.

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    25/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 24

    Metodologi

    Pada percobaan ini sampel yang digunakan adalah Titanium, paduan CuNi dan baja

    karbon rendah seperti ditunjukkan pada gambar II.3 berikut.

    Sampel yang diuji pada percobaan ini sudah dalam kondisi di mounting sehingga proses

    preparasi sampel yang dilakukan pada kunjungan laboratorium ini dimulai dari proses

    grinding. Sebagai informasi jenis mounting yang digunakan adalah campuran resin dan

    hardener dengan perbandingan 1:3 yang dituang kedalam cetakan mountingberbentuk bulat

    dengan diameter sekitar 30mm, media mounting kemudian didinginkan hingga membekuatau kering.

    Grinding (Pengamplasan)

    Proses selanjutnya adalah pengamplasan menggunakan mesin gerinda dan kertas amplas

    dengan ukuran kekasaran yang bervariasi mulai dari kekasaran tinggi (180 mesh) dilanjutkan

    dengan yang lebih halus berturut-turut dari 400, 600, 800, 1000, 1200 mesh. Pemilihan

    ukuran kertas amplas pertama ditentukan oleh kekasaran permukaan dan kedalaman

    kerusakan sampel akibat proses pemotongan.

    Proses grinding dimulai dengan sedikit menekankan

    permukaan sampel ke kertas amplas yang berada diatas

    piringan gerinda yang berputar sampai semua blemish hilang,

    permukaan sampel rata dan semua goresan memiliki arah yang

    sama. Selamagrinding sampel dicuci dengan air untuk menghindari kerusakan sampel akibat

    panas yang timbul dan kemudian lanjutkan prosedur yang sama dengan arah pengamplasan

    Gambar 25. Sampel Uji Metalografi

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    26/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 25

    450atau 90

    0dari sebelumnya hingga kertas amplas terakhir yang paling halus. Terakhir cuci

    sampel dengan air dilanjutkan dengan alkohol kemudian keringkan.

    Polishing (Pemolesan)

    Sampel yang telah diamplas kemudian dipoles dengan menggunakan mesin poles yang

    terdiri dari piringan dan dilapisi kain lembut seperti beludru. Metode pemolesan yang

    digunakan adalah chemical-mechanical polishing dimana sampel uji diletakkan diatas kain

    poles pada piringan yang berputar dan diberi sedikit air dan pasta poles ditambah larutan etsa.

    Pasta poles yang dipakai adalah Titanium oksida (TiO2). Pemolesan dilakukan dua kali

    dengan menggunakan pasta kasar dan halus hingga tidak ada lagi goresan goresan sisa

    gerinda pada permukaan sampel. Selama pemolesan berlangsung, sampel dicuci dengan air

    sabun diikuti alkohol untuk menghindari adanya kontaminasi kemudian sampel dikeringkan.

    Pastikan permukaan sampel mengkilap seperti cermin agar menghasilkan pantulan yang

    sempurna ketika diamati dibawah mikroskop optik.

    Etching (Etsa)

    Proses pengamplasan dan pemolesan menyisakan suatu cacat lapisan tipis di permukaan

    sampel sehingga harus dihilangkan secara kimia dengan menggunakan larutan etsa. Proses

    etsa juga dilakukan untuk menyerang batas butir dengan merendam sampel ke larutan etsasehingga struktur mikro material lebih mudah diamati dengan jelas. Sebelum direndam

    sampel harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air sabun dan alkohol kemudian

    dikeringkan. Proses perendaman menggunakan larutan etsa Nital 2% selama 5 detik untuk

    sampel baja karbon rendah, FeCl3 (10 detik) untuk paduan CuNi dan HF 0,5% (

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    27/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 26

    Gambar 26. Mikroskop Optik

    Sampel diletakkan di sample holderdi bawah lensa OM kemudian atur sedemikian rupa

    hingga gambar struktur mikro yang dihasilkan lebih fokus dan jelas. Masing-masing sampel

    uji dilakukan pembesaran 100x. Kemudian gambar struktur mikro tersebut dapat difoto dan

    disimpan secara digital untuk dianalisa. Secara umum prosedur pengujian struktur mikro

    pada percobaan ini dapat dilihat seperti pada gambar berikut.

    Gambar 27. Tahapan Pengujian Metalografi

    Analisis + Case Study

    Hasil foto struktur mikro dari ketiga sampel uji dapat dilihat pada gambar berikut ini.

    Pada struktur mikro sampel baja karbon rendah terlihat bahwa terdapat dua jenis fasa yang

    ditandai oleh warna yang bervariasi. Warna putih adalah fasa ferit dan coklat adalah fasa

    pearlit. Dengan bentuk struktur mikro seperti ini dapat diketahui bahwa sampel baja karbon

    terbut memiliki sifat yang lunak namun ulet dan tangguh.

    Pemotongan Sampel

    Mounting

    Pengamplasan

    Pemolesan

    Etsa

    Baja Karbon Rendah(Nital 2%, 5 detik)

    Titanium(HF 0,5% ; < 5 detik)

    Pengamatan dengan OM

    CuNi

    (FeCl3, 10-15 detik)

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    28/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 27

    Baja Karbon Rendah CuNi Titanium

    Gambar 28. Struktur Mikro Sampel Uji

    Struktur mikro paduan CuNi terdiri dari fasa matriks alpha berupa larutan padat (warna

    coklat), fasa 1 (biru) dan fasa 2 (putih). Titik berwarna hitam yang tampak pada struktur

    mikro CuNi adalah cacat void. Hasil foto mikro sampel titanium tidak dapat

    merepresentasikan struktur mikro yang sebenarnya, dengan kata lain pengujian metalografik

    Ti dinyatakan gagal. Kemungkinan penyebab kegagalan percobaan ini adalah karena proses

    preparasi yang salah yaitu pada tahap pemolesan. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya

    goresan-goresan sisa pengamplasan pada permukaan sampel sehingga struktur mikro tidak

    dapat diinterpretasikan dengan baik oleh mikroskop optik.

    Metode analisa kuantitatif untuk menentukan fraksi volum dan ukuran butir struktur

    mikro dilakukan dengan perhitungan-perhitungan sesuai dengan standar baku yang

    digunakan. Beberapa analisa perhitungan fraksi volum yaitu :

    1. Pengamatan secara manual dengan memperkirakan fraksi luas yang tampak pada struk

    tur mikro

    2. Membandingkan dengan standar-standar yang sudah baku

    3. Analisa luas

    4. Analisa garis

    5. Analisa titik (ASTM E562)

    ASTM 1ASTM 2

    ASTM 3 ASTM 4

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    29/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 28

    Metode perhitungan ukuran butir antara lain (ASTM E112) ;

    1. Planimetri

    Jumlah butir per luasan (NA) dapat dihitung dengan persamaan berikut :

    NA= f (n1 + n2/2)

    dimana; f : faktor perbesaran = M2/5000, M perbesaran, n1 jumlah

    butir dalam area, n2 jumlah butir yang bersinggungan dengan garis

    Ukuran butir G = [3,322 Log (NA)2,95]

    2. Intercept

    Ukuran butir G = [-6,646 log (L3)3,298] = [6,646 log (PL)3,298]

    L3= 1/PL dan PL= PM/LT

    dimana ;

    L3 : Panjang garis perpotongan

    P = Jumlah titik potong batas butir dengan lingkaran

    LT= Panjang garis total

    M = Perbesaran

    Contoh kasus pengujian struktur mikro untuk mengetahui ukuran butir dapat dilihat pada

    penelitian yang dilakukan oleh Gao dkk. Penelitian ini membandingkan hasil pengukuranbutir yang diperoleh dari pengujian dengan OM dan Electron Back Scattered Detector

    dengan memvariasikan prosedur preparasi sampel.

    Gambar 29. Foto Mikro Pembesaran Rendah a) OM; b) EBSD

    Gambar 30. Foto Mikro Pembesaran Tinggi a) OM; b) EBSD

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    30/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 29

    Hasil pengujian menunjukkan bahwa keakuratan analisa ukuran butir dengan OM

    tergantung pada teknik persiapan sampel, prosedur etsa dan bahan, di mana visibilitas batas

    butir sangat penting. Pemeriksaan optik ukuran butir tidak selalu memberikan informasi yang

    sama yang dicapai oleh analisis EBSD. Pengukuran butir dengan EBSD memberikan hasil

    yang lebih akurat dibanding metode pencitraan dengan OM karena tidak tergantung pada

    teknik etsa dan teknnik pencitraan.

    Kesimpulan

    - Pengujian struktur mikro membutuhkan teknik preparasi sampel yang disebut teknik

    metalografi untuk mendapatkan foto struktur mikro yang representatif

    - Pengujian struktur mikro dapat digunakan untuk mengetahui jenis fasa struktur mikro

    materia, fraksi volum atau komposisi struktur mikro material, dan ukuran butir

    material

    - Analisis kualitatif struktur mikro dapat dilakukan secara manual, perbandingan,

    analisis luas, garis dan titik maupun perhitungan dengan metode planimetri dan

    intercept

    Daftar Pustaka1. ASM Handbook Volume 9, Metallography and Microstructure

    2. Smith, W.F., Structure and properties of engineering alloys, 2nd edition, 1993,

    McGraw-Hill, ISB 0-07-59172-5.

    3. Nofrijon Sofyan,Material Characterization 1, Bahan Kuliah Karakterisasi Material,

    Departemen Teknik Metalurgi dan MaterialUI.

    4. N. Gao, S.C. Wang, H.S. Ubhi dan M.J. Starink, A comparison of grain size

    determination by light microscopy and EBSD analysis, Journal of Materials Science

    Letters, 40 (2005) 4971-4974

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    31/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 30

    BAB III | LABORATORIUM UJI ADVANCED M ATERIAL

    Pada hari Rabu tanggal 21 April 2014 telah dilakukan kegiatan kunjungan ke

    laboratorium karakterisasi Advanced Materials. Pada kunjungan ini tidak dilakukan demo

    pengujian, hanya berupa penjelasan-penjelasan umum tentang beberapa peralatan uji yang

    ada di laboratorium uji advanced materials. Pada laporan ini akan dijelaskan mengenai

    Scanning Electron Microscopy, FTIR dan BET.

    III.1. Scanning Electron M icroscopy (SEM)

    Tujuan

    Karakterisasi material menggunakan SEM bertujuan untuk :

    - Mengetahui topografi dan tekstur permukaan material

    - Mengetahui bentuk dan ukuran partikel yang terdapat di permukaan material

    - Mengetahui komposisi unsur dan senyawa penyusun material tersebut

    - Mengetahui informasi kristalografi material

    Teori Singkat

    SEM adalah suatu mikroskop elektron yang dirancang untuk mempelajari permukaan

    benda padat. Komponen utama SEM terdiri dari pistol elektron yang berfungsi sebagai

    pelepas elektron, lensa magnetis untuk memfokuskan elektron dan sistem vakum untuk

    menghindari kontaminasi partikel udara yang akan mempengaruhi hasil uji. SEM bekerja

    dengan menembakkan sinar elektron yang difokuskan ke permukaan sampel oleh lensa

    magnetis. Sinar elektron akan diarahkan oleh lensa untuk memindai seluruh permukaan

    sampel. Penetrasi sinar elektron ke permukaan sampel akan menghasilkan pantulan elektron

    dan foton yang dideteksi sebagai citra / gambar dan ditampilkan pada layar monitor.

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    32/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 31

    Gambar 31. Prinsip Kerja SEM

    Saat elektron mengenai benda uji maka elektron akan dipantulkan secara elastis maupun

    inelastis. Pantulan elastis akan menghasilkan sinyal backscatter elektron dan pantulan

    inelastis menghasilkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X.

    Gambar 32. Sinyal Elektron

    Sinyal elektron sekunder (SE) memiliki energi yang rendah (50 eV) dan paling dekat

    dengan permukaan sampel. Sinyal elektron ini digunakan untuk melihat topografi sampel.

    Permukaan sampel yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan menghasilkan

    gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau datar.

    Sinyal backscatter elektron (BSE) dihasilkan dari tabrakan elektron dengan atom-atom

    dalam specimen yang tersebar dengan sudut 1800dan memiliki energi yang tinggi (>50 eV).

    Sinyal ini digunakan untuk mendeteksi topografi dan nomor atom. Atom dengan berat

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    33/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 32

    molekul tinggi akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga akan tampak lebih terang

    dibanding atom dengan berat molekul rendah.

    SEM dapat diintegrasikan dengan peralatan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS)

    menggunakan sinyal karakteristik sinar X untuk mendeteksi jenis atom dan pemetaan elemen

    / unsur yang ada di permukaan sampel. EDS ini juga digunakan untuk menganalisa secara

    kuantitatif persentase masingmasing elemen.

    Metodologi

    Prosedur pengujian SEM adalah sebagai berikut :

    1. Persiapan sampel

    - Sampel terlebih dulu dibersihkan, biasanya denganpembersih ultasonik. Sampel yang digunakan harus

    bersifat konduktif jika tidak harus di coating dulu

    dengan lapisan konduktif seperti Au atau Pt.

    2. Letakkan sampel pada holder yang terdapat di dalam

    chamber .

    3. Nyalakan mesin SEM dan pompa vakum

    4. Atur posisi dan perbesaran gambar

    5. Rekam dan Analisa gambar

    Gambar 34. Prosedur Pengujian SEM

    Persiapan Sampel

    Nyalakan instrumen

    Masukkan Sampel ke chamber

    Nyalakan pompa vakum

    Aktifkan Elektron Gun

    Rekam gambar

    Analisis gambar

    Selesai

    Gambar 33. Alat Uji SEM

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    34/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 33

    Analisis dan Studi Kasus

    Hasil uji SEM dapat dianalisa berdasarkan perbedaan warna pada gambar permukaan

    sampel sesuai dengan hasil pencitraan dari masing-masing sinyal elektron. Topografi

    permukaan sampel dapat dilihat dari gambar hasil sinyal elektron sekunder dimana gambar

    yang cerah merupakan tekstur permukaan yang lebih tinggi dan tekstur permukaan yang

    rendah atau datar berwarna lebih gelap. Jenis elemen atau unsur penyusun sampel juga dapat

    diketahui dengan melihat penyebaran warna pada gambar yang dihasilkan dari citra sinyal

    backscatter elektron (BSE). Unsur dengan nomor atom besar berwarna lebih terang

    dibanding unsur dengan nomor atom kecil. Komposisi kimia dari sampel dapat dianalisa

    dengan menggunakan peralatan EDS yang terintegrasi dengan SEM. Contoh hasil uji SEM

    dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

    Gambar 35. Hasil Pengujian SEM, (kiri) SE 3000X; (kanan) BSE 3000x

    Analisa hasil uji SEM berdasarkan pengamatan topografi / morfologi permukaan dapat

    memberikan informasi mengenai sifat sifat material uji seperti kekuatan, kekerasan, cacat-

    cacat, sifat optik, konduktivitas, dan sebagainya seperti yang dilakukan oleh Sichin dkk.

    Sichin dkk menggunakan SEM untuk menganalisa topografi permukaan material MMC

    berbasis paduan Al 6061-ZrO2. Tujuan Sachin dkk melakukan pengujian ini adalah untuk

    mengetahui pengaruh keberadaan penguat ZrO2 terhadap sifat mekanik material komposit Al

    melalui pengamatan topografi permukaan dan komposisi sampel. Analisa topografi dilakukan

    dari hasil deteksi sinyal elektron sekunder.

    Partikel bola gelap adalah Zirconia, lapisan mengkilap adalah aluminium dan sisanya flyash

    Gambar 36. Hasil Uji SEM Material MMC based Al-flyash-ZrO2 (Sachin,2013)

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    35/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 34

    Dari hasil uji SEM yang dilakukan terlihat adanya kehadiran partikel ZrO2 yang

    terdistribusi secara merata dan peningkatan densitas dislokasi yang menumpuk dibelakang

    partikel ZrO2. Makin banyaknya dislokasi di permukaan membuktikan bahwa sifat kekuatan

    dan kekerasan dari material tersebut juga meningkat dengan adanya partikel ZrO2.

    Kesimpulan

    - SEM adalah jenis mikroskop elektron yang digunakan untuk menganalisa permukaan

    material

    - Sampel harus bersifat konduktif

    - Karakterisasi material dengan menggunakan SEM harus pada kondisi vakum

    Daftar Pustaka

    1. http://materialcerdas.wordpress.com/teori-dasar/scanning-electron-microscopy/

    diakses pada tanggal 1 Mei 2014

    2. Zulfia A., 2014, Scanning Electron Microscope, Bahan Kuliah Karakterisasi Material

    dan Lab, DTMMUI

    3. Sachin Malhotra, Ram Narayan, dan R.D Gupta, 2013, Synthesis and

    Characterization of Aluminium 6061 Alloy-Flyash & Zirconia Metal MatrixComposite, International Journal of Current Engineering and Technology, ISSN

    22774106

    http://materialcerdas.wordpress.com/teori-dasar/scanning-electron-microscopy/http://materialcerdas.wordpress.com/teori-dasar/scanning-electron-microscopy/http://materialcerdas.wordpress.com/teori-dasar/scanning-electron-microscopy/
  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    36/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 35

    III.2. Fouri er Transform Inf ra Red Spectroscopy

    Tujuan

    Pengujian FTIR bertujuan untuk :

    - Mengidentifikasi struktur molekul material organik dan anorganik

    - Menentukan komposisi molekul dalam suatu campuran material

    - Mengidentifikasi jenis senyawa dan unsur-unsur yang mengkontaminasi suatu

    material

    Teori Singkat

    Sinar inframerah merupakan radiasi elektromagnetik yang terletak pada panjang

    gelombang 0,781.000 m atau pada bilangan gelombang 13.00010 cm-1

    . Karakteristik

    radiasi elektromagnetik infra merah dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

    Gambar 37. Spektrum gelombang elektromagnetik

    Gambar 38. Jenis sinar infa merah

    Berdasarkan panjang gelombangnya sinar infra merah dibagi atas tiga daerah, yaitu

    daerah infa merah dekat (Near IR), tengah (Mid IR), dan jauh (Far IR). Daerah panjang

    gelombang yang sering digunakan pada alat spektrofotometer infra merah adalah pada daerah

    Mid IR, yaitu pada bilangan gelombang 4.000 400 cm-1

    yang merupakan daerah khusus

    untuk identifkasi gugus fungsional3. Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh

    vibrasi regangan. Bila radiasi inframerah dilewatkan melalui suatu materi maka molekul-

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    37/40

    DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL - UI Page 36

    molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi pada panjang gelombang tertentu yang

    menyebabkan terjadinya transisi di antara tingkat vibrasi dasar dan tingkat tereksitasi.

    Prinsip dasar dari spektrofotometer infra merah adalah interaksi antara vibrasi atom-atom

    yang berikatan atau gugus fungsi dalam molekul dengan mengadsorbsi radiasi gelombang

    elektromagnetik infra merah. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan

    eksitasi energi vibrasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya

    absorpsi adalah terkuantitasi dan spesifik. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama

    dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap sehingga bersifat spesifik terhadap

    atom-atom yang berikatan atau gugus fungsi tertentu (vibrasi finger print).

    Instrumentasi FTIR pada umumnya terdiri dari 7 komponen pokok, yaitu :

    1. Sumber sinar infra merah (IR source), berfungsi sebagai penghasil radiasi infra merah.

    2. Interferometer

    3. Sampel kompartemen

    4. Detektor, berfungsi mengubah sinyal radiasi IR menjadi sinyal listrik dan mendeteksi

    adanya perubahan panas yang terjadi karena adanya pergerakan molekul.

    5. Amplifier, berfungsi untuk penguat sinyal listrik yang dikirim oleh detektor.

    6. Analog-Digital convertor, berfungsi untuk merubah sinyal listrik analog yang telah

    diperkuat oleh amplifier menjadi sinyal listrik digital, yang selanjutnya sinyal inidikirim ke komputer.

    7. Komputer

    Gambar 39. Instrumen Spektrofotometer FTIR

    InterferogramFourier transform

    Spektrum

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    38/40

    37

    Metodologi

    Prosedur pengujian material dengan FTIR adalah sebagai berikut :

    1. Persiapan sampel

    Sampel yang dianalisis dapat berupa cairan, padatan atau pun gas.

    2. Persiapan wadah sampel

    Wadah sampel atau sel tergantung dari jenis sampel. Wadah untuk sampel gas

    menggunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 m untuk menaikkan

    sensitivitas karena adanya cermin yang dapat memantulkan berkas radiasi berulang kali

    melalui sampel.

    Untuk sampel berbentuk cairan umumnya mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari

    1 mm sehingga biasanya dibuat lapisan tipis (film) diantara dua keping senyawa yang

    transparan terhadap radiasi infra merah. Senyawa yang biasa digunakan adalah natrium

    klorida (NaCI), kalsium fluorida (CaF2), dan kalsium iodida (CaI).

    Wadah sampel untuk padatan mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm

    (seperti wadah sampel untuk cairan). Sampel padatan dapat dibuat pelet, pasta, atau lapisan

    tipis.

    3. Letakkan sampel dan wadah sampel langsung berhadapan dengan sumber radiasi IR.

    4. Nyalakan alat FTIR spektrofotometer

    5. Setting penyajian spektrum yang dihasilkan dengan pilihan absorbance (y-axis) atau

    transmittance (y-axis) tehadap fungsi wavenumber (x-axis). Pemilihan kedua mode tersebut

    sesuai kebutuhan, pada umumnya transmitance mode digunakan untuk analisis kualitatif

    spektrum, sedangkan absorbance modes lebih digunakan ke arah analisis kuantitatif

    6. Analisis spektrum

    Analisa dan Studi Kasus

    Analisis kualitatif spektrum FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari suatu material

    dilakukan dengan membaca pada bilangan gelombang berapa terjadi puncak-puncak spektrum.

    Spektrum yang dihasilkan FTIR memiliki range daerah Mid IR (4000-400 cm-1

    ) terbagi menjadi 4

    zona berdasarkan karakteristik frekuensi vibrasi molekul yaitu zona single bond stretch (4000-2500

    cm-1

    ), zona triple bonds (2500-2000 cm-1

    ), zona double bonds(2000-1500 cm-1

    ), dan zonafingerprint

    (1500-600 cm-1

    ).

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    39/40

    38

    Gambar 40. Zona Gugus Fungsi Penyerapan Infra Merah

    Zonasingle bond stretchmerupakan daerah dimana vibrasi regangan dari ikatan tunggal O-H, N-

    H, dan C-H terjadi. O-Hstrechingmenghasilkan pita lebar yang terjadi pada rentang 3700-3600 cm-1

    .

    Sedangkan, N-H streching terjadi antara 3400 dan 3300 cm-1

    . C-H stretching band dari senyawa

    alifatik terjadi dalam rentang 3000-2850 cm-1

    . Jika ikatan C-H berdekatan dengan ikatan rangkap atau

    cincin aromatik, C-H stretching terjadi 3100 dan 3000 cm-1

    . Zona triple bonds merupakan daerah

    serapan dari ikatan rangkap tiga. Ikatan CC menyerap antara 2300 dan 2050 cm-1

    , sedangkan

    kelompok nitrile (CN) terjadi antara 2300 dan 2200 cm-1

    . Kelompok-kelompok ini dapat dibedakan

    karena CC stretchingbiasanya sangat lemah, sedangkan CN memiliki intensitas sedang. Zona

    double bonds merupakan daerah vibrasi ikatan rangkap dua C=C dan C=O stretching.Vibrasi C=O

    stretching terjadi pada 1830-1650 cm-1

    , karbonil logam dapat menyerap di atas 2000 cm-1

    . C=N

    stretchingjuga terjadi di daerah ini dan biasanya lebih kuat.

    Daerah terjadinya vibrasi gugus fungsi pada zona 1, zona 2, dan zona 3 (4000-1500 cm-1

    ) disebut

    sebagai daerah fungsional groups. Sedangkan pada daerah 1500-400 cm-1

    tiap senyawa organik

    mempunyai absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari

    (fingerprint region). Daerah finger print ini untuk setiap senyawa tidak akan ada yang sama sehinggamerupakan identitas dari suatu senyawa.

    Analisa spektrum secara kuantitatif biasanya dilakukan untuk menentukan konsentrasi unsur

    kimia atau senyawa molekul yang terkandung dalam sampel material dengan melihat kekuatan

    absorbsi senyawa pada panjang gelombang tertentu. Metode perhitungan kuantitatif sangat tergantung

    pada teknik preparasi sampel yang digunakan. Metode perhitungan yang paling umum dilakukan

    dengan menggunakan hukumLambert-Beer[3]

    yang dinyatakan dengan persamaaan berikut :

    A = lc

  • 7/21/2019 Laporan Lab Karakterisasi Material

    40/40

    dimana A merupakan nilai absorbsi pada puncak spektrum, adalah konstanta absorbsi molekul pada

    panjang gelombang tertentu, l adalah ketebalan sampel dan c sebagai jumlah konsentrasi molekul.

    Selain mendeteksi gugus fungsi senyawa-senyawa material yang sudah ada, spektrofotometer

    FTIR juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi material baru yang ikatan molekulnya belum

    diketahui dan mengkarakterisasi material material berukuran nano seperti yang dilakukan oleh

    Baudot dkk. Penelitian Bourdot ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan FTIR sebagai alat

    karakterisasi material nano-komposit (f-CNTs) dan mengidentifikasi ikatan molekul yang terdapat

    dalam material tersebut. Metode FTIR dipilih karena tingkat sensitivitasnya yang tinggi dalam

    menghasilkan spektrum yang berkualitas dan tidak merusak material. Dengan menggabungkan analisa

    FTIR secara eksperimen dan teoritis, Bourdot dkk berhasil mengidentifikasi adanya ikatan kovalen

    antara molekul matriks polimer epoksi dengan molekul serat carbon nanotube (CNT) dan

    mengungkap gugus fungsi ikatan molekulnya yang tidak dapat diidentifikasi dengan menggunakan

    instrumen dan spektrofotometer lain.

    Kesimpulan

    Spektrofotometer FTIR merupakan instrumen yang banyak digunakan untuk analisis sifat kimia

    material baik secara kualitatif maupun kuantitaif. Metode spektroskopi FTIR dapat digunakan untuk

    karakterisasi dan identifikasi material pada fasa padat, cair maupun gas serta mengidentifikasi jenis

    ikatan molekul baik material yang sudah eksis maupun ikatan molekul material-material baru dari

    skala makro hingga nano.

    Daftar Pustaka

    1. Barbara Stuart, Infrared Spectroscopy:Fundamental and Application, John Wiley & Sons, Ltd,

    Ney York (2004).

    2. Brian C. Smith, Fundamentals of Fourier Transform Infrared Spectroscopy Second Edition,

    CRC Press, New York (2011).

    3. http://www.chemicalforums.com/index.php?topic=63790.0,diakses tanggal 3 Mei 2014.

    4.ASM Metals Handbook, Materials Characterization,1992, Volume 10, ASM International

    5. Bourdot C. dkk., FTIR Spectroscopy as a Tool for Nano-Material Characterization, Infrared

    Physics & Technology53,2010, 434438

    http://www.chemicalforums.com/index.php?topic=63790.0http://www.chemicalforums.com/index.php?topic=63790.0http://www.chemicalforums.com/index.php?topic=63790.0