laporan pbl 2

38
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING BLOK CARDIOVASCULAR PBL KASUS 2 Tutor : dr. Agung S. Dwi Laksana, MSc. PH Kelompok 1 Iman Hakim Wicaksana G1A011001 Imelda Widyasari Situmorang G1A011002 Mutia Milidiah G1A011003 Gilang Rara Amrullah G1A011004 Irma Nuraeni Hidayat G1A011005 Raditya Bagas Wicaksono G1A011006 Mirzania Mahya Fathia G1A011022 Prasthiti Dewi Hasdini G1A011067 Ridho Satria Rahardian G1A011122 Karina Adzani Herma G1A009059

Upload: tembem-anggraeni-rahmatika

Post on 26-Oct-2015

72 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan cardiovaskuler

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PBL 2

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

BLOK CARDIOVASCULAR

PBL KASUS 2

Tutor :

dr. Agung S. Dwi Laksana, MSc. PH

Kelompok 1

Iman Hakim Wicaksana G1A011001

Imelda Widyasari Situmorang G1A011002

Mutia Milidiah G1A011003

Gilang Rara Amrullah G1A011004

Irma Nuraeni Hidayat G1A011005

Raditya Bagas Wicaksono G1A011006

Mirzania Mahya Fathia G1A011022

Prasthiti Dewi Hasdini G1A011067

Ridho Satria Rahardian G1A011122

Karina Adzani Herma G1A009059

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANJURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2013

Page 2: Laporan PBL 2

BAB IPENDAHULUAN

A. Skenario

Informasi 1

Tn.Ny. P (35 tahun) datang  ke poliklinik Penyakit Dalam Rumah sakit

kabupaten  dengan keluhan leher terasa tegang. Ny. P juga mengeluhkan

terkadang kepala terasa “nyut-nyut-an”, tidak nyaman, dan badan cepat

lelah sehingga sulit tidur. Keluhan berkurang jika penderita beristirahat.

Penderita mengaku keluhan terjadi sejak kira-kira 7 bulan yang lalu.

Ny. P merupakan seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak.

Penderita menyangkal pernah menderita tekanan darah tinggi, namun

mengatakan bahwa ayahnya  adalah penderita tekanan darah tinggi.  Ny.P

mengaku menggunakan KB pil untuk mengontrol kehamilannya. Pasien

sudah menggunakan KB pil selama kurang lebih 1 tahun.

Informasi 2

Pemeriksaan fisik:

KU/kes : tampak sakit ringan/ compos mentis

Tanda vital : Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 20x/menit

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Suhu Tubuh : 36,5O C

Kepala dan leher : dalam batas normal

Dada : Jantung : ictus cordis tidak tampak, konfigurasi

jantung normal

S1-S2 murni, gallop (-), urmur (-)

Paru : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

Informasi 3

X-foto thorax : Jantung CTR <50%, kesan normal

Paru tenang

1

Page 3: Laporan PBL 2

EKG : Normal sinus rhythm

Informasi 4

Diagnosis : Hipertensi I (hipertensi sekunder e.c oral

contraceptive)

Terapi : Non medika mentosa :

Disarankan untuk mengganti metode kontrasepsi

dengan non hormonal

Batasi konsumsi garam

Healthy life style

Prognosis : ad vitam : dubia ad bonam

ad fungsionam : dubia ad bonam

ad sanationam : dubia ad malam

2

Page 4: Laporan PBL 2

BAB IIPEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah

1. Hipertensi

Salah satu jenis hipertensi adalah hipertensi krisis. Hipertensi krisis

memiliki tiga klasifikasi yaitu (Ferri, 2011):

a. Hipertensi malignant

Situasi yang mengancam nyawa yang disebabkan peningkatan

tekanan darah. Manifestasi klinis yang dapat muncul antara lain

hipertensi retinopati IV dan enselopati (Ferri, 2011).

b. Hipertensi emergensi

Situasi yang membutuhkan penurunan tekanan darah kurang dari

satu jam untuk menghindari kerusakan organ-organ tubuh (Ferri,

2011).

c. Hipertensi urgensi

Peningkatan pembuluh darah yang signifikan dan harus diperbaiki

dalam waktu 24 jam (Ferri, 2011).

Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII (Asayama et al., 2004).

Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Normal ≤ 120 ≤ 80

Prehipertensi 120 - 139 80 - 89

Hipertensi stadium 1 140 - 159 90 - 99

Hipertensi stadium 2 ≥ 160 ≥ 100

B. Batasan Masalah

1. Identitas pasien

a. Nama : Nyonya P

b. Usia : 35 tahun

c. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

3

Page 5: Laporan PBL 2

2. Keluhan utama : leher terasa tegang

3. Onset : 7 bulan

4. Faktor peringan : istirahat

5. Keluhan penyerta : kepala terasa “nyut-nyutan”, cepat lelah, tidak

nyaman, sulit tidur

6. RPD : hipertensi disangkal, konsumsi pil KB selama 1

tahun

7. RPK : ayah menderita hipertensi

C. Analisis Masalah

1. Mekanisme nyeri kepala

2. Mekanisme sistem rennin angiotensin aldosteron (RAA)

3. Pengaruh pil KB terhadap peningkatan tekanan darah

4. Kemungkinan diagnosis dari kasus Ny. P

5. Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan

6. Interpretasi pemeriksaan fisik yang didapatkan

7. Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan

8. Interpretasi pemeriksaan penunjang yang didapatkan

9. Penegakan diagnosis dan alasan penegakan

10. Patogenesis penyakit Ny. P

11. Patofisiologi penyakit Ny. P

12. Penatalaksanaan penyakit Ny.P beserta penatalaksanaan penyakit lain

(yang disebutkan sebagai diagnosis banding)

13. Komplikas penyakit Ny.P

14. Prognosis penyakit Ny. P

D. Pembahasan Masalah

1. Mekanisme nyeri kepala

Disfungsi system saraf pusat juga terjadi pada pasien dengan

hipertensi. Sakit kepala daerah oksipital, paling sering pada pagi hari,

adalah gejala dini hipertensi yang paling menonjol. Pusing kepala terasa

ringan, vertigo, tinnitus, dan penglihatan kabur, atau sinkop juga

mungkin ditemukan, tetapimanifestasi yang lebih serius disebabkan

oklusi vaskuler, perdarahan atau enselopati. Infark serebral bersifat

4

Page 6: Laporan PBL 2

sekunder terhadap peningkatan arterosklerosis yang ditemukan pada

pasien hipertensi, sedangkan perdarahan serebral terjadi akibat tekanan

arteri yang meningkat dan terbentuknya mikroaneurisma vaskuler

serebral. Enselopati hipertensi atau sakit kepala pada hipertensi berkaitan

dengan spasme arterioler atau edema serebral (William, 2005).

2. Mekanisme sistem rennin angiotensin aldosteron (RAA)

Adanya penurunan perfusi ke organ ginjal (renal) menyebabkan

rangsangan terhadap baroreseptor di arteriol afferent renal (Price, 2005).

Stimulasi penurunan perfusi menyebabkan sekresi renin oleh sel

juxtaglomerular. Sementara di hepar akan terjadi sekresi angiotensinogen,

sebuah protein plasma, yang akan diubah oleh renin menjadi angiotensin I

(Guyton, 2006). Sel endothel yang terdapat di kapiler pulmoner akan

5

Page 7: Laporan PBL 2

mengeluarkan enzim pengkonversi angiotensin (ACE) yang akan

mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II (Guyton, 2006).

Angiotensin II akan menyebabkan efek sistemik seperti

vasokonstriksi yang meluas di berbagai jaringan, kemudian akan

merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan sekresik aldosterone.

Aldosteron akan merangsang retensi Na sehingga H2O akan ikut

mengalami retensi, tepatnya pada duktus koligens ginjal (Price, 2005). Hal

ini menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler yang terdapat di

dalam pembuluh darah sehingga volume darah juga meningkat.

Peningkatan volume darah menyebabkan peningkatan preload sehingga

end diastolic volume meningkat dan jumlah stroke volume juga meningkat.

Peningkatan stroke volume akan menyebabkan peningkatan cardiac output

meningkat sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan darah

(Guyton, 2006).

3.

4. Gambar 1. Mekanisme sistem renin-angiotensin-aldosteron (Martini,

2012).

5. Pengaruh pil KB terhadap peningkatan tekanan darah

6

Page 8: Laporan PBL 2

Pil Kb mengandung estrogen dan progesteron.

1. Pil Kb yang mengandung Estrogen terdiri atas Antiaterogenik dan

Trombogenik

Pada penggunaan pil Kb estrogen dapat terjadi mekanisme RAA

(Renin Angiotensin Aldosteron).

Aliran darah ↓ → GFR di ginjal ↓→ Renin ↑ → Angiotensinogen →

Angiotensin I→ Angiotensin II → Vasokontriksi pembuluh darah →

↑↑ TPR → TD ↑

Menstimulasi Aldosteron → Retensi Na dan air → Urin ↓↓ →

Volume darah ↑→SV dan Co↑ →Tekanan darah ↑↑

2. Progesteron terdiri atas antitrombogenik dan aterogenik.

Pada penggunaan pil Kb Progesteron didalamnya itu terdapat

aterogenik,yaitu penumpukan kolesterol menyebabkan HDL↓ dan

LDL ↑.Didalam tubuh ada insulin, insulin berfungsi untuk

memasukan glukosa ke dalam jaringan,jika reseptor ↓ maka glukosa

akan numpuk di pembuluh darah → Viskositas ↑↑ dan TPR ↑ → TD

↑ (Riskesdas,2007).

6. Kemungkinan Diagnosis dari Kasus Ny. P

a. Hipertensi

1) Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan

diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi

didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan

diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).

2) Etiologi

a) Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan

persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan

mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak

diketahui penyebabnya dan mencakup 95% dari kasus

hipertensi banyak faktor yang mempengaruhi seperti

7

Page 9: Laporan PBL 2

gennetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis,

sistem renin angiotensin, defek ekskresi Na, dan peningkatan

faktor-faktor resiko seperti obesitas, alkohol, merokok,

polisitemia (Mansjoer, 2009).

b) Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat

kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini

penyebabnya diketahui dan ini menyangkut 5% dari kasus-

kasus hipertensi. Penyebab spesifiknya diketahui seperti

penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular

renal, sindrom cushing, feokromositoma, hipertensi karena

kehamilan (Mansjoer, 2009).

3) Epidemiologi

Berdasarkan pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi di

Indonesia adalah 32,2%, sedangkan prevalensi hipertensi

berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan atau riwayat

minum obat hanya 7,8% atau hanya 24,2% dari kasus hipertensi

di masyarakat. Berarti 75,8% kasus hipertensi di Indonesia belum

terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (Rahajeng,

2009).

4) Faktor risiko

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi

dua kelompok besar yaitu (Sugiharto et al, 2006) :

a) Faktor yang tidak dapat diubah

i. Jenis kelamin

Penyakit hipertensi cenderung lebih rendah pada

jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

Namun demikian, perempuan yang mengalami masa

premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih

tinggi daripada laki-laki. Hal tersebut disebabkan oleh

hormon estrogen, yang dapat melindungi wanita dari

penyakit kardiovaskuler. Hormon estrogen ini kadarnya

akan semakin menurun setelah menopause. Prevalensi

8

Page 10: Laporan PBL 2

hipertensi pada wanita (25%) lebih besar daripada pria

(24%).

ii. Umur

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap

orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan

sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan

diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,

kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan

menurun drastis. Penyakit hipertensi paling banyak

dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun dan umumnya

berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh

baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia

lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun

keatas.

iii. Genetik

Pada seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi,

dapat memiliki kerentanan 25% terhadap penyakit

tersebut, sedangkan pada kedua orang tua dengan

penderita hipertensi, maka tingkat kerentanannya

meningkat menjadi sekitar 60%.

b) Faktor yang dapat diubah

i. Merokok

Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel

darah merah lebih kuat dari kemampuan menarik oksigen,

sehingga dapat menurunkan kapasitas sel darah merah

pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya.

Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin

mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan

meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain

menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga

meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah,

dan kebutuhan oksigen jantung; merangsang pelepasan

9

Page 11: Laporan PBL 2

adrenalin, serta menyebabkan gangguan irama jantung.

Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak

bagian tubuh lainnya. Merokok dapat mengubah

metabolisme kolesterol ke arah aterogenik. Merokok

dapat meningkatkan kadar kolesterol darah dan dapat

menurunkan kadar HDL. Rokok dapat meningkatkan

kadar LDL dalam darah dan menurunkan kadar HDL.

ii. Aktivitas fisik

Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik.

Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat melakukan

aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat.

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot

tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan

aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar

metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan

paru-paru memerlukan tambahan energi untuk

mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh

dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.

iii. Obesitas

Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun

belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi

dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung

dan sirkulasi volume darah penderita obesitasobesitas

dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita

hipertensi dengan berat badan normal.

iv. Asupan garam berlebih

Pada garam terkandung kadar natrium tinggi.

Natrium adalah mineral yang sangat berpengaruh pada

mekanisme timbulnya hipertensi. Makanan asin biasanya

memiliki rasa gurih (umami), sehingga dapat

meningkatkan nafsu makan. Pengaruh asupan natrium

10

Page 12: Laporan PBL 2

terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume

plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.

v. Makanan berlemak

Makanan yang digoreng memiliki rasa yang gurih,

renyah, enak dan kaya lemak. Hal ini menyebabkan

seseorang ingin makan terus menerus, sehingga memiliki

densitas energi yang tinggi dan tingkat kepuasan yang

rendah. Rendahnya tingkat kepuasan dapat berpengaruh

terhadap kemampuan respon insulin dan leptin, hormon

yang menstimulasi rasa lapar-kenyang.

Konsumsi pangan tinggi lemak juga dapat

menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang dikenal

dengan aterosklerosis. Lemak yang berasal dari minyak

goreng tersusun dari asam lemak jenuh rantai panjang

(long-saturated fatty acid). Keberadaannya yang berlebih

di dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan

pembentukan plak di pembuluh darah. Pembuluh darah

menjadi semakin sempit dan elastisitasnya berkurang.

Kandungan lemak atau minyak yang dapat mengganggu

kesehatan jika jumlahnya berlebih lainnya adalah

kolesterol, trigliserida, low density lipoprotein (LDL).

vi. Makanan manis dan energi tinggi

Makanan atau minuman manis mengandung unsur

karbohidrat sederhana yang menghasilkan energi tinggi.

Kelebihan konsumsi energi dan aktivitas fisik yang

rendah merupakan faktor penting yang menyebabkan

epidemik obesitas. Menurut penelitian Johnson et al.

(2007), dosis fruktosa yang tinggi (10% air menghasilkan

½ asupan energi, dibandingkan dengan jumlah fruktosa

yang biasa dikonsumsi 60%) dapat meningkatkan tekanan

darah dan perubahan mikrovaskular.

vii. Stress

11

Page 13: Laporan PBL 2

Stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik

yang mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat

meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh

darah, dan meningkatkan retensi air dan garam. Pada saat

stress, sekresi katekolamin semakin meningkat sehingga

renin, angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga

semakin meningkat. Peningkatan sekresi hormon tersebut

berdampak pada peningkatan tekanan darah.

viii. Kontrasepsi

Pada penggunaan kontrasepsi hormonal, terdapat

hormon estrogen dan progesterone. Ketika hormon

estrogen berlebihan, maka dapat menyebabkan hipertrofi

pembuluh darah. Selain itu, hormone ini juga

mempengaruhi sistem rennin Angitensin aldosteron,

sehingga terjadi retensi air dan Na yang dapat

menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadilah

hipertensi.

b. Migren

1) Definisi

Migrain adalah keadaan sakit atau nyeri kepala yang biasanya

bersifat unilateral dan berhubungan dengan genetik (Anggraeni,

2012).

2) Etiologi

Penyebab nyeri kepala migren tidak diketahui. Faktor keturunan,

stres, olahraga, makanan tertentu seperti coklat berperan sebagai

faktor predisposisi migren. Alergi makanan, paparan terhadap

cahaya silau, suara yang bising, dan perubahan hormonal juga

dapat berpengaruh terhadap migren. Hormon sangat

berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti dengan

ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada

usia pubertas (Anggraeni, 2012).

3) Penegakan Diagnosis

12

Page 14: Laporan PBL 2

a) Migrain tanpa aura (Ginsberg, 2008).

i. Nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati

atau tidak berhasil diobati).

ii. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara

karakteristik berikut:

1. Lokasi unilateral

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau

penderita menghindari aktivitas fisik rutin (seperti

berjalan atau naik tangga).

iii. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:

1. Nausea dan atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

b) Migrain dengan aura (Ginsberg, 2008).

i. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah

ini tetapi tidak dijumpai kelemahan motorik:

1. Gangguan visual, seperti: positif (cahaya yang berkedip-

kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif

(hilangnya penglihatan).

2. Gangguan sensoris termasuk positif (pins and needles),

dan atau negatif (hilang rasa/kebas).

3. Gangguan bicara disfasia yang reversible sempurna.

ii. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris

unilateral

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual >5

menit dan/atau jenis aura yang lainnya >5menit.

3. Masing gejala berlangsung > 5 dan < 60 menit.

c. Tension Type Headache (TTH)

1) Definisi

13

Page 15: Laporan PBL 2

TTH merupakan sakit kepala yang terasa seperti tekanan

atau ketegangan di dalam dan di sekitar kepala. Nyeri kepala

karena tegang yang menimbulkan nyeri akibat kontraksi menetap

otot-otot kulit kepala, dahi, dan leher yang disertai dengan

vasokonstriksi ekstrakranium. Nyeri ditandai dengan rasa

kencang seperti pita di sekitar kepala an nyeri tekan di daerah

oksipitaoservikalis (Hartwig dan Wilson, 2006 dalam Repository

USU).

5) Etiologi

a) Ketegangan dan stress

b) Kelalahan

c) Kecemasan

d) Lama mambaca, mengetetik atau konsentrasi

e) Tekanan darah tinggi

f) Stress fisik dan emosional

6) Klasifikasi

a) Infrequent episodic tension type headache

i. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam <1hari/

bulan atau <12hari/tahun

ii. Nyeri kepala berakhir dalam 30 menit – 7 hari

iii. Rasa seperti menekan dan mengikat

iv. Tidak berdenyut

v. Mild atau moderate

vi. Tidak ada mual ataupun muntah

vii. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakit

nyeri kepala lain

b) Frequent episodic tth

i. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-

15hari/bulan dalam waktu selama 3 bulan atau 12-180

hari/tahun

ii. Nyeri kepala berakhir dalam 30 menit-7hari

iii. Bilateral

14

Page 16: Laporan PBL 2

iv. Seperti menekan dan mengikat

v. Tidak berdenyut

vi. Mild atau moderate

vii. Tidak ada mual atau muntah

viii. Mungkin ada fonopobia atau fotofobia

ix. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakit

nyeri kepala lain

c) Chronic tth

i. Timbul >15hari/bulan dalam waktu >3bulan atau >180

hari/tahun

d) Probable tth

i. Nyeri kepala berlangsung >15hari/bulan selama>3bulan

atau >180hari/tahun

ii. Nyeri kepala berlangsung selama sekian jam terus

menerus dan kontinu

iii. Bilateral

iv. Seperti tertekan dan mengikat

v. Tidak ada mual dan muntah

vi. Mungkin ada fotofobia atau fonofobia

vii. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakit

nyeri kepala lain

viii. Berakhir minimal dalam 2 bulan

7) Penegakan diagnosis

a) Sifatnya bilateral

b) seperti tertekan

c) Durasi nya dalam episodik pendek

d) Sakit kepalanya tidak berhubungan dengan tanda-tanda

migrain

e) Bisa berhubungan dengan riwayat pemakaian obat-obatan

15

Page 17: Laporan PBL 2

7. Pemeriksaan Fisik yang Akan Dilakukan

a. Keadaan dan kesan umum

b. Tanda vital (denyut nadi, tekanan darah, laju pernafasan, dan suhu

tubuh)

c. Pemeriksaan kepala (mata, hidung, bibir, rongga mulut, tonsil,

faring)

d. Pemeriksaan leher (kelenjar getah bening, deviasi trachea, luka atau

trauma)

e. Pemeriksaan paru (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi) untuk

menilai paru dan jantung

f. Pemeriksaan abdomen (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi)

g. Pemeriksaan ekstremitas (suhu akral, jari-jemari, trauma)

8. Interpretasi Pemeriksaan Fisik yang Didapatkan

a. Keadaan umum : tampak sakit ringan

b. Kesan : compos mentis

c. Tanda vital :

1) Nadi : 88 x/menit (normal)

2) Respirasi : 20x/menit (normal)

3) Tekanan darah : 150/90 mmHg (Hipertensi I sesuai JNC 7)

4) Suhu Tubuh : 36,5O C (normal)

d. Kepala dan leher : dalam batas normal

e. Dada :

1) Jantung

Ictus cordis tidak tampak ( normal)

konfigurasi jantung dalam batas normal

S1-S2 murni (normal)

Gallop (-), murmur (-) (normal)

2) Paru : dalam batas normal

f. Abdomen dalam batas normal

g. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

16

Page 18: Laporan PBL 2

9. Pemeriksaan Penunjang yang Akan Dilakukan

a. Elektrokardiografi

b. Radiologi

10. Interpretasi pemeriksaan penunjang yang didapatkan

a. Elektrokardiografi

Normal sinus rhythm (normal)

b. X-foto thorax

Jantung CTR <50%, kesan normal (normal, tidak ada kardiomegali)

Paru tenang (normal)

11. Penegakan Diagnosis dan Alasan Penegakan

Diagnosis yang dapat ditegakkan dari kasus Ny. P adalah

hipertensi, yaitu peningkatan tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan

tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Sheps,2005). Menurut klasifikasi

JNC 7, hipertensi yang diderita Ny. P merupakan hipertensi grade 1

(sistol 140-159 dan atau diastol 90-99 mmHg).

Alasan penegakan diagnosis tersebut adalah sebagai berikut :

a.

12. Patogenesis Penyakit Ny. P

17

Page 19: Laporan PBL 2

13. Patofisiologi Penyakit Ny. P

(Brunner & Suddarth, 2002)

14. Penatalaksanaan Penyakit Ny.P

Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk:

a. Menurunkan tekanan darah hingga 140/80 mmHg, sedangkan untuk

penderita diabetes mellitus dan faktor resiko lainnya hingga 130/80

mmHg.

b. Menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (Rohman et al.,

2011).

Pemilihan obat anti hipertensi didasarkan pada berbagai pertimbangan,

yaitu:

18

Page 20: Laporan PBL 2

a. Faktor medis

1) Tingginya tekanan darah

2) Komplikasi

3) Efek Samping Obat

4) Sifat farmakologi dari obat

b. Faktor nonmedis

1) Keadaan ekonomi

2) Pendidikan

3) Usia

4) Ketersediaan obat (Rohman et al., 2011).

Penatalaksanaan hipertensi meliputi:

a. Nonfarmakologi

1) Diet rendah garam dapat menurunkan sistol hingga 2-8 mmHg.

2) Diet rendah lemak dapat menurunkan sistol hingga 8-14 mmHg.

3) Menurunkan hingga 10 kg berat badan, dapat menurunkan sistol

hingga 5-20 mmHg.

4) Olahraga minimal 3 kali seminggu, masing-masing selama 30

menit, dapat menurunkan sistol hingga 4-9 mmHg.

5) Mengurangi konsumsi alkohol kurang dari 30 ml, dapat

menurunkan sistol hingga 2-4 mmHg.

6) Meningkatkan konsumsi sayur dan buah, dapat menurunkan sistol

hingga 8-14 mmHg (Ferri, 2011).

b. Farmakologi

1) Diuretik

Hydrochlorotiazid (HCT) diberikan dalam dosis 25 mg 1 kali

sehari. Mekanisme kerjanya adalah menghambat retensi air dan

garam sehingga dapat menurunkan volume darah. Pemberian obat

ini diindikasikan untuk hipertensi stadium pertama (Nafrialdi,

2012).

2) ACE Inhibitor

Captopril diberikan dalam dosis 12,5 mg 3 kali sehari. Obat ini

digunakan untuk menghambat perubahan angiotensin I menjadi

19

Page 21: Laporan PBL 2

angiotensin II oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE)

sehingga dapat menghambat vasokonstriksi. Pemberian obat ini

diindikasikan untuk hipertensi sedang dan berat (Nafrialdi, 2012).

3) β-blocker

Propanolol dalam dosis 80 mg diberikan 2 kali sehari. Obat ini

akan menempatkan diri pada reseptor β sehingga dapat

menurunkan frekwensi dan kontraktilitas jantung. Indikasinya

adalah untuk menurunkan stroke volume (SV) dan hipertensi yang

disertai penyakit. Namun, obat ini dikontraindikasikan untuk

penderita asma (Nafrialdi, 2012).

4) Calcium channel blocker

Amlodipin 2,5 mg diberikan 3 kali sehari. Obat ini akan

menghambat influks kalsium sehingga dapat menurunkan kotraksi

jantung. Indikasinya adalah untuk hipertensi dengan penyakit

diabetes mellitus dan asma. Namun, obat ini memiliki efek

samping sakit kepala, sehingga kurang tepat jika diberrikan pada

pasien di kasus (Nafrialdi, 2012).

5) Angiotensin receptor blocker (ARB)

Losartan diberikan dalam dosis 50 mg 1 kali sehari. Obat ini akan

menghambat aktivitas angiotensin II hanya pada reseptor

angiotensin I. Obat ini dapat digunakan untuk mengurangi resiko

stroke pada hipertensi, dan untuk penderita hipertensi dengan

diabetes mellitus tipe 2 (Nafrialdi, 2012).

6) α-blocker

Doxazosin dalam dosis 1 mg diberikan 1 kali sehari. Mekanisme

kerjanya adalah menghambat reseptor α pada pembuluh darah

sehingga menghambat vasokonstriksi dan dapat menurunkan

tekanan darah. Indikasinya adalah untuk pasien hipertensi dengan

gagal jantung dan hipertrofi prostat jinak (Nafrialdi, 2012).

c. Algoritma terapi hipertensi menurut JNC 7

1) Modifikasi Life Style

2) Tekanan darah lebih dari normal

20

Page 22: Laporan PBL 2

3) Pilihan terapi awal

i. Tanpa Compelling indication

ii. Disertai Compelling indication

4) Obat untuk compelling indication:

i. Antihipertensi lain (diuretic, ACEI, BB, CCB) sesuai

keperluan

1) Hipertensi Stage 1 : umumnya Thiazide, Bila perlu

pertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB atau kombinasi.

2) Hipertensi Stage 2

ii. Kombinasi 2 obat ( Thiazid dan ACEI, ARB, BB, atau

CCB )

5) Apabila tidak mencapai target, mengoptimalkan dosis atau

menambah obat hingga tekanan darah sesuai target.

6) Pertimbangkan untuk konsultasi dengan ahli hipertensi

(Price, 2006)

21

Page 23: Laporan PBL 2

15. Komplikasi Penyakit Ny. P

Komplikasi Hipertensi (Pramono, 2009) :

a. Stroke, terjadi akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat

embolus yang terlepas. Dapat terjadi pada pasien hipertensi kronik

apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan

menebal, sehingga aliran darah yang memperdarahinya menurun.

b. Aneurisma. Terjadi karena arteri otak yang mengalami

atherosklerosis dapat melemah sehingga terjadi aneurisma.

c. Gagal ginjal. Terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan yang

terlalu tinggi pada kapiler ginjal sehingga glomerulus rusak dan

darah mengalir ke unit fungsional ginjal mengakibatkan nefron

terganggu, yang akan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.

d. Gagal jantung. Pada gagal jantung karena tekanan darah yang tinggi,

jantung tidak bisa memompa darah yang kembali ke jantung dengan

cepat, sehingga cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain dan

mengakibatkan edema khas pada gagal jantung.

e. Infark miokard. Terjadi pada hipertensi kronik yang mengakibatkan

kebutuhan oksigen di miokard tidak terpenuhi sehngga terjadi

iskemia jantung dan menjadi infark.

16. Prognosis Penyakit Ny.P

Secara keberlangsungan hidup (ad vitam), nyonya P cenderung memiliki

prognosis ke arah baik. Secara fungsi jantung dan pembuluh darah (ad

functionam), nyonya P juga cenderung memiliki prognosis ke arah baik.

Dan secara kesembuhan seperti semula (ad sanationam), nyonya P tidak

bisa sembuh total, akan tetapi keadaannya bisa dikontrol dan cenderung

menuju ke prognosis yang baik.

22

Page 24: Laporan PBL 2

BAB IIIKESIMPULAN

A. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada

populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160

mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.

B. Hipertensi memiliki faktor resiko yaitu faktor yang tidak dapat diubah

meliputi, jenis kelamin, umur, genetic dan faktor yang dapat diubah,

merokok, aktivitas fisik, obesitas, asupan garam berlebih, makanan

berlemak, makanan manis dan energi tinggi, stress, kontrasepsi.

C. Prognosis dari hipertensi masih baik walaopun tidak bisa disembuhkan

namun masih bisa dikendalikan dengan terapi medikamenrosa maupun

terapi non medikamentosa.

23

Page 25: Laporan PBL 2

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, M., I.K. Kari, I.G.N. Suwarba, & D. Sutriani. 2012. Diagnosis dan

Tata Laksana Migren pada Anak. CDK-191, vol. 39(3): 188-191.

Aris Sugiharto, Suharyo Hadisaputro, Sakundarno Adi2, Shofa Chasani. 2006.

Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus

di Kabupaten Karanganyar). Available at :

http://eprints.undip.ac.id/5265/1/Aris_Sugiharto.pdf, diakses pada 23 April

2013.

Asayama, K. et al. 2004. Prediction of Stroke by Self-Measurement of Blood

Pressure at Home Versus Casual Screening Blood Pressure Measurement

in Relation to the Joint National Committee 7 Classification. American

Heart Association Journals, vol. 35: 2356-2351.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Ferri F. 2011. Practical Guide to The Care of The Medical Patient. Philadelphia:

Mosby Elsevier.

Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes Neurology Edisi 8. Jakarta: Erlangga Medical

Series.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Pysiology 11th Edition.

Philadelphia: Elsevier Saunders.

Hartwig. 2006. Tension Type Headache (TTH). Medan : FK USU. Avalilabe at :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31326/4/Chapter

%20II.pdf, diakses pada 23 April 2013.

Mansjoer A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I edisi ketiga. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI

Martini FH, Nath JL, et al. 2012. Fundamental of Anatomy and Physiology 9th

Edition. Boston: Benjamin Cummings.

Nafrialdi. 2012. Antihipertensi dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:

FKUI.

Pramono. 2009. Hipertensi. Available at :

24

Page 26: Laporan PBL 2

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-pramonog2a-

5161-3-bab2.pdf, diakses pada 23 April 2013.

Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit

Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Rahajeng E, Sulistyowati T. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di

Indonesia. Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian

Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta Volum: 59, Nomor: 12.

Rohman, M.S. et al. 2011. Pemahaman Dokter Indonesia Mengenai Hipertensi

dan Permasalahan yang Dihadapi pada Praktik Sehari-Hari. Majalah

Kedokteran Indonesia, vol. 61(2): 51-56.

Sheps, S.G. (2005). Mayo Clinic Hipertensi. Jakarta: PT Intisari Mediatama.

William, Gordon. 2005. Hypertensive Vascular Disease. In: Kasper, D.L., Fauci,

A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill.

25