laporan resmi pharlys ferro ferri

Upload: stanislaus-krisbangkit-putra

Post on 10-Oct-2015

100 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Kuliah

TRANSCRIPT

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PHARMACEUTICAL ANALYSIS

Analisis Kadar Ferro dan Ferri dalam sereal NESTLE HONEY Stars

Ester Rina D.A.

118114067

Andre S.

118114068

Canly Hansen Sudirman

118114069

Theresia Eviani

118114070Kelompok : A6

Tanggal praktikum : 15 November 2013

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS INSTRUMENTAL

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

BAB I

PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG

Makanan yang dikonsumsi manusia hendaknya mengandung banyak gizi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Makanan yang penting bagi tubuh kita kaya akan serat, vitamin, dan berbagai mineral termasuk zat besi (Fe). Namun sebenarnya dalam makanan bisa saja mengandung zat yang tidak bergizi, atau tercemar sehingga berbahaya bagi tubuh. Contohnya dalam kehidupan sehari-hari adalah sereal Nestle Honey Stars yang biasa dikonsumsi manusia karena mengandung banyak gizi yang penting bagi tubuh.

Besi merupakan mikromineral yang paling banyak dalam tubuh manusia dan hewan. Besi mempunyai peran penting dalam berbagai reaksi biokimia, misalnya pada proses transfer oksigen. Secara alamiah, besi dapat diperoleh manusia dari makanannya, antara lain daging, jantung, hati, ikan, kuning telur, serta sayuran. Besi dibutuhkan oleh tubuh manusia, namun besi yang dikonsumsi manusia tentunya bukan besi dalam bentuk padatan logam, akan tetapi dalam bentuk ion, yaitu Fe (II) dan Fe (III). Pada umumnya kadar besi dalam makanan sekitar 0,1-3,3 mg per 100 gram-nya. Melihat begitu pentingnya besi dalam kehidupan, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penentuan besi.

Besi (Fe) mempunyai dua tingkat oksidasi yaitu +2 (ferro) dan +3 (ferri), sehingga terbentuk ion Fe2+ dan Fe3+. Walaupun sama-sama zat besi, yang bermanfaat untuk manusia adalah ferro, lain halnya dengan ferri yang bersifat racun. Pada umumnya, besi cenderung membentuk senyawa dalam bentuk ferri daripada dalam bentuk ferro, dan masing-masing dapat membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa-senyawa tertentu.

Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian terhadap kandungan besi pada makanan. Untuk melihat kadar ferro dan ferri pada produk makanan sereal Nestle Honey Stars tersebut, maka perlu dilakukan analisis kandungan logam besi.

B. RUMUSAN MASALAH1. Apakah ferro dan ferri terdapat dalam sampel sereal Nestle Honey Stars?2. Berapakah kadar ferro dan ferri dalam sampel sereal Nestle Honey Stars?

C. TUJUAN PENELITIAN1. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan ferro dan ferri dalam sampel sereal Nestle Honey Stars.

2. Untuk mengetahui kadar ferro dan ferri dalam sampel sereal Nestle Honey Stars.D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian analisis makanan ini dapat memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya kandungan ferro dan ferri pada sampel sereal berdasarkan hasil uji kualitatif dan kuantitatif.BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. SEREALMakanan sereal dapat dikategorikan kedalam sereal tradisional karena dapat dikonsumsi dalam bentuk panas maupun dingin. Makanan sereal ini juga dapat dikonsumsi dengan penambahan susu. Dalam makanan sereal ini terkandung banyak serat. Selain itu makanan sereal mengandung banyak vitamin dan beberapa mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Contoh dari makanan sereal yaitu oats sereal, farina sereal, rice and corn sereal (Maxwell, 1977).

Sereal Nestle Honey Stars termasuk kedalam makanan sereal yang dibuat dengan gandum utuh. Didalam sereal Nestle Honey Stars mengandung serat, berbagai vitamin dan mineral seperti zat besi. Zat gizi tersebut dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi harian.B. BAHAN-BAHAN YANG TERKANDUNG DI DALAM SEREAL1. Besi

Besi (Fe) atau disebut juga dengan iron merupakan logam yang berasal dari bijih besi (tambang) yang banyak digunakan untuk kehidupan manusia sehari-hari (Fessenden, 2000). Besi memiliki pemerian berupa serbuk (solid) yang berwarna hitam atau abu-abu, bau yang khas, memiliki berat molekul sebesar 55,85 g/mol, berat jenis sebesar 7,86, titik didih sebesar 3000oC (5432oF) serta memiliki titik lebur sebesar 1535C (2795F). Besi bersifat tidak larut dalam air dingin, air panas, dan dietil eter. Besi dapat mengalami kondisi ketidakstabilan seperti suhu yang tinggi, dengan penambahan bahan yang tidak cocok dengan besi, air / kelembaban, dan udara. Besi juga dapat mengalami inkompatibilitas, sangat reaktif dengan oksidator dan asam, serta sedikit reaktif dengan kelembaban. Besi dapat memberikan efek kronik pada manusia seperti kerusakan pada liver, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, dan pankreas, selain itu besi juga dapat menyebabkan iritasi pada kulit, pernapasan, dan pencernaan (Science Lab, 2005).2. Air (H2O)Air dengan rumus kimia H2O memiliki pemerian berupa cairan (liquid) yang tidak berasa, berbau , dan berwarna. Air memiliki berat molekul sebesar 18,02 g/mol, pH 7 (netral), berat jenis 1, tekanan uap sebesar 2,3 kPa (@20oC), dan berat jenis uap sebesar 0,62. Air merupakan produk yang stabil (MSDS ,1995).3. Vitamin C

Vitamin C (C6H8O6) atau asam askorbat memiliki pemerian berupa padatan kristal, tidak berbau, memiliki rasa asam dan tajam, dan berwarna putih kekuningan. Vitamin C memiliki suhu kritis sebesar 783oC (1441,4oF) dan berat jenis sebesar 1,65. Vitamin C bersifat larut dalam air panas, larut secara partikular dalam air dingin, serta tidak larut dalam klorofom, benzene, protelium eter, minyak, lemak, dan dietil eter. Kelarutan vitamin C dalam air sebesar 1g/3mL air, dalam alkohol sebesar 1g/30mL alkohol, dalam absolut alkohol sebesar 1g/50mL alkohol, dalam gliserol sebesar 1g/100mL gliserol, dan dalam propilen glikol sebesar 1g/20mL propilen glikol. Vitamin C tidak stabil terhadap panas, cahaya, udara, dan dengan bahan lain. Vitamin C dapat mengalami inkompatibilitas dengan agen pengoksidasi (reaktif) (Science Lab, 2005).4. Lemak

Lemak memiliki pemerian berupa cairan yang berwarna kuning keputihan dengan bau yang khas. Lemak memiliki titik didih sebesar 300-360oC, titik lebur sebesar -20oC -10oC. Viskositas sebesar 0,35 - 0,5 mm/s @ 40C dan relativitas kerapatan sebesar 0,35 - 0,5 mm/s @ 40C. Lemak dapat stabil dalam kondisi normal, namun lemak juga dapat tidak stabil terhadap panas, cahaya, sinar, api, dan dengan yang bahan lain. Inkompatibilitas lemak dapat terjadi terhadap agen pengoksidasi yang kuat (Science Lab, 2005).5. Kalsium

Kalsium (Ca) memiliki pemerian berupa padatan dengan berat molekul 40,08 g/mol, titik didih sebesear 1484C atau 2703,2F, titik lebur sebesar 839C atau 1542,2F, dan berat jenis sebesar 1,54. Kalsium dapat mengalami inkompatibilitas dengan berbagai bahan karena bersifat sangat reaktif terhadap asam. Produk-produk hasil dari reaksi ini memiliki sifat mudah terbakar akan tetapi tidak bersifat toksik (Science Lab, 2005).6. Vitamin B1

Vitamin B1 (C12H17N4OSCl.HCl) atau Thiamine memiliki pemerian berbentuk padat yang berwarna putih, dengan pH sebesar 2,7-3,4 (10g/L), berat jenis sebesar 1,4 ,berat jenis uap sebesar 10,4 , titik lebur sebesar 260oC atau 500oF, dan berat molekul sebesar 300,6582. Vitamin B bersifat sulit larut dalam air. Vitamin B tidak stabil terhadap temperatur tinggi dan dapat terjadi inkompatibilitas terhadap bahan lain (Science Lab, 2005).7. Vitamin B2

Vitamin B2 (C17H20N4O6) atau disebut juga riboflavin memiliki pemerian berbentuk padat dengan berat molekul sebesar 376,37 g/mol dan titik lebur sebesar 2800C atau 5360F. Vitamin B2 sangat sulit larut dalam air dingin. Vitamin B2 merupakan produk yang stabil (Science Lab, 2005).8. Vitamin B3

Vitamin B3 (C6H5NO2) atau niasin memiliki pemerian berbentuk padat atau serbuk kristal berwarna putih dengan berat molekul sebesar 123,11 g/mol, titik lebur sebesar 236,6oC, dan berat jenis sebesar 1,473. Vitamin B3 dapat larut dalam air dingin. Vitamin B3 merupakan produk yang stabil (Science Lab, 2005).9. Vitamin B5

Vitamin B5 (C9H17NO5Na) atau asam pantotenat memiliki pemerian berbentuk padat atau kristal padat dengan berat molekul sebesar 241,22 g/mol, titik lebur sebesar 123oC atau 253,4oF. Vitamin B5 bersifat mudah larut dalam air panas dan larut dalam air dingin. Vitamin B5 bersifat stabil dan tidak reaktif dengan agen pengoksidasi dan alkalis (Science Lab, 2005).10. Vitamin B6

Vitamin B6 (C8H12ClNO3) atau piridoksin memiliki pemerian berbentuk padat atau kristal dan tidak berbau. Vitamin B6 memiliki berat molekul sebesar 205,64 g/mol, titik lebur sebesar 2040C atau 399,20F, dan berat jenis sebesar 0,8. Vitamin B6 mudah larut dalam air dingin dan air panas, serta sangat sukar larut dalam metanol dan aseton. Vitamin B6 bersifat stabil (Science Lab, 2005).11. Vitamin B9

Vitamin B9 (C19H19N7O6) atau asam folat memiliki pemerian berbentuk padat dengan berat molekul sebesar 441,4 g/mol dan pH 4. Vitamin B9 sangat tidak larut dalam air dingin dan air panas. Vitamin B9 bersifat stabil (Science Lab, 2005).12. Vitamin B12

Vitamin B12 (C63H88CoN14O14P) atau sianokobalamin memiliki pemerian berbentuk padat dengan berat molekul sebesar 1355,39 g/mol dan titik lebur sebesar 102,50 C atau 216,50 F. Vitamin B12 dapat larut dalam air dingin. Vitamin B12 bersifat stabil (Science Lab, 2005).13. NatriumNatrium memiliki pemerian berbentuk padat yang berwarna abu-abu dengan berat molekul sebesar 22,99 g/mol, titik didih sebesar 881,40C, titik lebur sebesar 97,80C. Natrium bersifat tidak larut dalam air dingin, air panas (Science Lab, 2005).C. BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN DALAM PERCOBAAN1. Buffer asetat

Buffer asetat terdiri dari komposisi berupa sodium asetat anhidrat, air, dan asam asetat. Buffer asetat memiliki pemerian berbentuk cair dengan titik didih sebesar 100oC (212oF), berat jenis sebesar1,02, tekanan uap sebesar 2,3 kPa (@20oC), berat jenis uap sebesar 0,62. Buffer asetat bersifat larut dalam air baik dingin maupun panas, dan aseton, mudah larut dalam air dan dapat terdipersi secara partikular di dalam metanol, dietil eter, dan n-octanol. Buffer asetat tidak stabil karena sifatnnya yang inkompatibilitas dengan bahan lain seperti jika terdapat agen pengoksidasi dan asam (Science Lab, 2005).2. Hydroxylamine hydrochloride

Hydroxylamine hydrochloride (NH2OH.HCl) memiliki pemerian berbentuk padat (kristal padat) berwarna putih kekuningan yang tidak berbau dengan pH 3,2 , berat molekul sebesar 69,49 g/mol, titik lebur sebesar 151C (303.8F) -157oC, berat jenis sebesar 1,67. Hydroxylamine hydrochloride mudah larut dalam air panas, larut dalam air dingin, kelarutan dalam air : 560 g/l @ 20oC; 83 g/100 mg @ 17oC. Hydroxylamine hydrochloride bersifat stabil namun dapat mengalami ketidakstabilan yang disebabkan karena peningkatan suhu dan terjadinya inkompatibilitas material serta reaktif dengan agen pengoksidasi, bahan mudah terbakar, bahan organik, dan alkalis (Science Lab, 2005).3. Standar besiStandar besi terdiri atas komposisi dari besi, air, dan HCl. Standar besi memiliki pemerian berbentuk cair yang tidak berwarna (jernih) dengan titik didih sebesar 82.6C (180.7F), titik lebur sebesar -41.6C (-42.9F), dan berat jenis sebesar 1,02. Standar besi bersifat tidak larut dalam air dingin, air panas, minyak, metanol, dietil eter, n-oktanol, dan aseton. Standar besi bersifat stabil namun dapat mengalami inkompatibilitas karena sangat reaktif terhadap alkalis, reaktif dengan agen pereduksi, bahan mudah terbakar, bahan organik, logam, dan asam (Science Lab, 2005).4.Sodium asetatSodium asetat terdiri dari komposisi berupa air dan sodium asetat anhidrat. Sodium asetat memiliki pemerian berbentuk cair yang berwarna bening (tidak berwarna) dengan pH netral, titik didih sebesar 100C (212F), dan berat jenis sebesar 1,1. Sodium asetat bersifat mudah larut dalam air dingin, air panas, dan dietil eter. Sodium asetat bersifat stabil dan dapat mengalami inkompatibilitas dengan bahan-bahan lain seperti reaktif terhadap agen pengoksidasi (Science Lab, 2005).5. Phenanthroline 0.1% SolutionPhenanthroline 0.1% Solution terdiri dari komposisi berupa air dan {1,10} Phenanthroline monohydrate. Phenanthroline 0.1% Solution memiliki pemerian berbentuk cair dan pH netral. Phenanthroline 0.1% Solution bersifat stabil dan mudah larut dalam air dingin (Science Lab, 2005).6. Magnesium nitrat

Magnesium nitrat memiliki pemerian berbentuk padat dan bersifat higroskopik, dengan berat molekul sebesar 256,41 g/mol, titik didih sebesar 330C (626F), titik lebur sebesar 89C (192.2F), dan berat jenis sebesar 1,64. Magnesium nitrat sifat yang mudah larut dalam air dingin. Magnesium nitrat besifat stabil namun dapat mengalami inkompatibilitas dan reaktif terhadap agen pereduksi (Science Lab, 2005).7. HCl

HCl memiliki pemerian berbentuk air yang tidak berwarna sampai kuning terang dengan pH asam, titik didih sebesar 108,580C, titik lebur sebesar -62,250C. HCl bersifat larut dalam air dingin, air panas, dan dietil eter. HCl bersifat stabil namun sangat reaktif dengan logam serta reaktif dengan agen pengoksidasi, bahan organik, dan alkalis (Science Lab, 2005).D. ZAT BESIZat besi (Fe) merupakan kelompok logam yang esensial bagi tubuh karena peranannya pada pembentukan hemoglobin, sebagai pembawa oksigen dalam darah, dan dalam transfer CO2 dan H+ pada rangkaian trasport elektron yang diatur oleh fosfat organik. Ada dua jenis zat besi dalam makanan yang kita makan yaitu dalam bentuk heme dan non heme. Besi heme yaitu senyawa besi yang berikatan dengan protein dan ada dalam bentuk besi anorganik atau besi non-heme (Anwar, 2009).

Normalnya besi diabsorpsi dalam duodenum dan jejunum proksimal. Transferin (protein pembawa) yang ada didalam plasma membawa zat besi kedalam sel atau kesumsum tulang untuk keperluan eritropoisis. Untuk dapat diabsorpsi, zat besi harus diubah dari bentuk ferri menjadi bentuk ferro yang dilakukan oleh enzim brushborder ferireduktase. Hal ini dapat terjadi karena nilai pH getah lambung yang rendah dapat membantu melarutkan zat besi yang tercerna dan memudahkan reduksi enzimatik tersebut. Tubuh dapat mengekskresikan zat besi dengan kemampuan yang terbatas dan kelebihannya akan disimpan sebagai ferritin atau hemosiderin di dalam hati, limpa, serta sumsum tulang (Gibney, 2005)

Meskipun Fe termasuk dalam kelompok logam esensial tetapi kasus keracunan Fe sering dilaporkan terutama pada anak-anak karena Fe pada sistem biologi makhluk hidup bersifat kurang stabil dansecara perlahan berubah menjadi fero (Fe(II)) atau feri (Fe(III)). Keracunan Fe menyebabkan ganstroenteritis nekrotikans dengan nyeri abdomen, muntah, diare berdarah, dan selanjutnya syok. Keadaan ini dapat diikuti oleh asidosis, koma, dan kematian, bahkan setelah terlihat perbaikan (Neal, 2006).

Menurut penelitian, kadar besi yang terlalu tinggi memiliki hubungan positif dengan kasus artheosklerosis (penyempitan pembuluh darah) pada arteri yang menyuplai darah ke otak. Zat besi mudah bereaksi dengan oksigen membentuk radikal bebas yang akhirnya merusak kolesterol baik yang tadinya tidak berbahaya karena teroksidasi asam lemak sehingga menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Satu hal yang perlu diwaspadai, jangan mengkonsumsi makanan (suplemen) yang mengandung zat besi terlalu tinggi bila tidak benar-benar anemia karena beresiko terjadi penyempitan pembuluh darah akibat kelebihan zat besi (Christian, 2004).

Sebagian besar kasus keracunan besi akut terjadi pada anak, karena mengkonsumsi suplemen zat besi yang ditujukan untuk orang dewasa. Dosis toksik akut besi pada bayi sekitar 20 mg/kg BB, yang dampaknya berhubungan dengan iritasi gastrointestinal, sementara efek sistemik umumnya tidak terjadi pada dosis 60 mg/kg BB. Lethal dose pada anak-anak adalah sekitar 200-300 mg/kg BB. Keracunan besi pada orang dewasa jarang terjadi. Laporan kasus individu menunjukkan bahwa dosis sekitar 100 g (kira-kira 1400 mg/kg BB) besi mempunyai dampak yang mematikan, meskipun kelangsungan hidup dapat terjadi dengan adanya bantuan pengobatan (Expert Group on Vitamins and Minerals, 2003).

Dosis tinggi suplemen zat besi sering dikaitkan dengan efek gastrointestinal, terutama sembelit, mual, diare dan muntah. Tingkat keparahan dan terjadinya efek tergantung pada formulasi suplemen dan jumlah besi yang diserap pada usus. Tambahan suplemen dengan dosis 100-200 mg zat besi/hari akan mengakibatkan mual, muntah dan nyeri epigastrium Penelitian lain telah melaporkan berbagai efek pencernaan, termasuk diare, mual, muntah, sembelit dan nyeri epigastrium, setelah dosis tambahan antara 50 dan 220 mg/hari (Expert Group on Vitamins and Minerals, 2003).Menurut keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.52.6291 tentang acuan label gizi produk pangan, kandungan zat besi yang boleh beredar dalam produk pangan di Indonesia tertera dalam tabel sebagai berikut :NoZat GiziNilai Acuan Label Gizi untuk Kelompok Konsumen

SatuanUmumBayi

0-6 BulanAnak

7-23 BulanAnak

2-5 TahunIbu hamilIbu Menyusui

26Besimg260,3883332

(Badan POM, 2007).Metode penetapan kadar besi secara kuantitatif dilakukan dengan reagen orto-phenantrolin, prinsipnya besi dalam larutan direduksi menjadi bentuk ferro dengan cara mendidihkannya dengan asam dan hidroksilamin HCl, kemudian direaksikan dengan orto-fenantrolin pada pH 3,2 3,3. Tiga molekul fenantrolin dengan satu atom besi ferro membentuk senyawa kompleks berwarna merah jingga. Warna yang terbentuk dibandingkan dengan baku yang telah diketahui kadarnya secara spektrofotometri pada 510 nm

Sebelum dilakukan pembentukan senyawa kompleks berwarna, terlebih dahulu dilakukan reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Ion Fe3+ direaksikan menggunakan hidroksilamin hidroklorida. Persamaan reaksi nya adalah :(Horwitz and Latimer, 2007).

Penentuan kadar zat besi dalam suatu sampel dapat ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 480nm. Kadar besi dalam suatu sampel yang cukup kecil dapat dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis menggunakan pengomplekan. Metode spektroskopi Visibel berdasarkan penyerapan sinar tampak oleh suatu larutan berwarna, oleh karena itu metode ini disebut juga sebagai metode kolorimetri. Hanya larutan senyawa yang berwarna yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa yang tak berwarna dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna. Contohnya Fe dengan KSCN menghasilkan larutan berwarna merah. Metode ini biasa digunakan untuk meneliti kadar besi dalam suatu sampel (Aziz, 2007).E. SPEKTROFOTOMETRI UV-VISSpektrofotometri UV-Vis merupakan suatu teknik analisis spektroskopik dengan menggunakan instrumen spektrofotometer dan sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm). Spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif karena melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis. Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia (Khopkar, 1990).

Terjadinya tumpang tindih energi elektronik dengan energi lainnya (translasi, rotasi, vibrasi) disebabkan karena pita-pita spektrum visible dan faktor lain seperti faktor lingkungan kimia yang diberikan oleh pelarut yang dipakai. Pelarut akan sangat berpengaruh mengurangi kebebasan transisi elektronik pada molekul yang dikenakan radiasi elektromagnetik. Oleh karena itu, spektrum zat dalam keadaan uap akan memberikan pita spektrum yang sempit (Roth, 1988).

Instrumen spektrofotometri UV-Vis terdiri dari sumber, monokromotor, sel absorbsi, sumber radiasi, monokromotor, tempat cuplikan, serta detektor. Skema dari instrument spektrofotometri UV-Vis yaitu:

(Mulya dan Suharman, 1995).Panjang gelombang maksimum (maks ) merupakan panjang gelombang yang terjadi karena eksitasi elektronik yang memberikan absorban maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum yang pasti (tetap) dapat dipakai untuk identifikasi molekul yang bersifat karakteristik-karakteristik sebagai data sekunder sehingga spektrum visibel dapat dipakai untuk tujuan analisis kualitatif (data sekunder) dan kuatitatif (Fessenden, 2000).F. VALIDASI METODE ANALISIS

Validasi metode analisis adalah proses yang menetapkan bahwa sifat pelaksanaan metode analisis telah sesuai dengan tujuan pelaksanaanya. Parameter validasi terdiri dari :

1. Sensitivity (Sensivitas)

Sensitivity metode analisis adalah kemampuan metode analisis untuk memisahkan perbedaan kecil dalam konsentrasi analit (Skoog, 1994).

2. Specificity (selektivitas)

Specificity adalah kemampuan pengukuran analit secara akurat dan spesifik dengan kehadiran komponen lain dalam matriks sampel. Komponen tersebut mungkin mengandung zat aktif, ekspien, pengotor, dan produk degredasi. Specificity dapat diukur dengan menggunakan: limit of detection, yaitu parameter batas konsentrasi terendah analit dalam suatu sampel bisa dideteksi dan limit of quantitation, yaitu konsentrasi terendah analit di dalam sampel yang dapat diukur secara kuantitatif (Yong, 1995).

3. Linearity (rentang kelurusan)

Rentang kelurusan yaitu suatu rentangan kadar yang terendah sampai kadar tertinggi yang ditentukan dengan kadar dan direlasikan dengan serapan pada spektrofotometri dengan koefisien korelasi yang mendekati satu (Mulya dan Suharman, 1995).

4. Accuracy (akurasi)

Akurasi adalah keterdekatan nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya yang dinyatakan berupa persen perolehan kembali (recovery) dari penambahan zat atau sampel yang diketahui kadarnya.Menurut Food and Drug Administration (FDA), persyaratan perolehan kembali metode analisis adalah 80-120% (Mulya dan Suharman, 1995).

5. Prescision (presisi)

Presisi yaitu tingkat kesamaan nilai antar data yang diperoleh bila prosedur diulang untuk beberapa sampling pada sampel yang sama. Prescision biasanya dinyatakan dengan persen simpangan baku (standard deviation = SD) atau simpangan baku relatif (koefisien variasi) dan juga dapat dinyatakan dengan reprodubility (ketertiruan), intermediate presicion, dan repeatability (keterulangan)..Presisi yang baik dinyatakan dengan CV < 2% (Mulya dan Suharman, 1995).

6. Ruggedness (ketangguhan)

Ruggedness digunakan untuk melihat reprodusibilitas hasil analisis menggunakan sampel yang sama dengan berbagai macam kondisi percobaan seperti laboratorium, analisis, instrument, waktu yang berbeda, dan lain-lain (Yong, 1995).BAB III

METODE PENELITIANA. PRINSIP PENELITIANMetode yang digunakan dalam analisis besi yaitu metode spektrofotometri visible dan preparasi sampel melalui cara pengabuan kering untuk mengukur kadar besi total dan ekstraksi untuk mengukur kadar Fe2+. Kadar Fe3+ dapat diperoleh dari selisih kadar besi total dengan kadar Fe2+ dalam sampel.

Prinsip dari spektrofotometri visibel yaitu banyaknya energi yang diabsorbsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, dalam hal ini panjang gelombang yang digunakan berkisar antara 400-750 nm (sinar tampak). Untuk itu, senyawa yang dianalisis harus merupakan senyawa yang berwarna. Untuk mengubah senyawa yang tidak berwarna jadi berwarna dibutuhkan reaksi pengkompleksan.B. ALAT DAN BAHAN1. Alat

Alat alat yang digunakan yaitu erlenmeyer, pipet volum, pipet tetes, gelas beaker, aluminum foil, glass firn, labu takar, neraca analitik, sendok, spektofotometer visibel, mortir dan stamper, orbital shaker, cawan porselen, tanur.2. Bahan

Bahan bahan yang digunakan yaitu sereal Honey Stars, larutan besi standar, larutan hidroksilamin hidroklorida, asam klorida, H2O demineralisata, larutan o-fenantrolin, magnesium nitrat, asam asetat, natrium asetat.

C. PROSEDUR KERJA1. Uji Pendahuluan

a. Pemilahan sampelMemilah antara kemasan dengan kondisi baik dengan kemasan dengan kondisi rusak (pada praktikum kali ini akan menganalisis sampel dengan kemasan yang masih baik).

b. Pemastian sampelDilakukan dengan cara identifikasi :

Nama Sampel

: Nestle Honey StarsProdusen

: PT. Nestle Jakarta-IndonesiaKomposisi

: Lemak, besi, air, vitamin c, kalsium, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, vitamin B9, vitamin B12, natrium, dan asam folat.Tanggal kadaluarsa: 23 Juli 2014 (menandakan sampel masih dapat dianalisis tanpa perlu pertimbangan mengenai zat yang sudah terdegradasi akibat sudah melewati tanggal kadaluarsa)Kode Produksi

: 32544786W 16Uji organoleptis sampel :

1) Bentuk : sampel yang digunakan harus memiliki bentuk sesuai dengan keterangan identitas produk

2) Bau : sampel tidak berbau tengik

3) Warna : warna pada sampel harus sesuai dengan warna pada umumnya (putih kekuningan)2. Pra perlakuan (Sample handling)Sampel disimpan dalam suhu kamar, di tempat yang kering dan tidak terkena sinar matahari secara langsung.3. Pembuatan Reagen dan Standara. Larutan o-fenantrolin

Larutkan 0,1 g o-fenantrolin dalam 80 mL H2O demineralisata pada suhu 800C, dinginkan, kemudian ad pelarut hingga tanda batas dalam labu takar 100 mL. Selain o-fenantrolin, dapat juga digunakan molybdenum, selenit, difenilkarbazon, atau bathofenantrolin.b. Larutan standar besi (0,1 mg/mL)Larutkan 0.1 gram serbuk besi (analytical grade) dalam 20 mL HCl p.a. 12N dan 50 mL H2O demineralisata, larutkan sampai 100 mL. Diambil 10 mL larutan tersebut, kemudian diencerkan dengan H2O demineralisata dalam labu takar 100 mL. Dapat juga digunakan 3,512 g Fe(NH4)2.6H2O dalam H2O demineralisata, kemudian ditambahkan 2 tetes HCl, larutkan sampai 500 mL, lalu diambil 10 mL larutan ini, kemudian diencerkan dengan H2O demineralisata dalam labu takar 100 mL.c. Larutan magnesium nitrat (0.5 g/mL)Larutkan 50 gram magnesium nitrat (Mg(NO3)2.6H2O) dengan H2O demineralisata, kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, add dengan H2O demineralisata hingga batas tanda.

d. Buffer asetat (pH = 3,9) Larutkan 8,3 gram natrium asetat anhidrat (NaC2H3O2) (sebelumnya dikeringkan pada suhu 1000C) dalam H2O demineralisata, kemudian tambahkan 12 mL asam asetat glasial, selanjutnya add menggunakan H2O demineralisata dalam labu takar 100 mL. Larutan ini berfungsi mencegah hidrolisis dari besi.e. Larutan hidroksilamin hidroklorida

Larutkan 10 gram H2NOH.HCl dengan H2O demineralisata. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, tambahkan H2O demineralisata hingga batas tanda. Senyawa pereduksi lainnya yang dapat digunakan yaitu Na tiosulfat, sulfit, senyawa NH3OHCl, hidrazin, hidrogen sulfida, dan vitamin C.f. Pembuatan larutan standar besi (II) untuk adisi (0.1 mg/mL)Ditimbang 48.7 mg FeSO4.7H2O p.a., kemudian dilarutkan dalam labu takar 100 mL menggunakan H2O demineralisata hingga batas tanda. Larutan ini digunakan untuk validasi akurasi (penentuan recovery).4. Rencana Optimasi

a. Penentuan Operating TimeAmbil 10,0 mL larutan stok standar besi (3b), masukkan ke dalam labu takar 25 mL. Tambahkan 1 mL larutan hidroksilamin hidroklorida diamkan selama 5 menit lalu tambahkan 5 mL larutan buffer dan 1 mL larutan o-fenantrolin. Kemudian tambahkan H2O demineralisata sampai batas tanda. Scan larutan tersebut pada panjang gelombang teoritis (510 nm) setiap 1 menit selama 30 menit.

b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (maks)Ambil 10,0 mL seri larutan standar (3b) ke dalam labu takar 25,0 mL. Tambahkan 1,0 mL larutan agen pereduksi diamkan selama 5 menit lalu tambahkan 5,0 mL larutan buffer dan 1,0 mL larutan o-fenantrolin, diamkan sesuai operating time yang diperoleh. Kemudian tambahkan H2O demineralisata sampai batas tanda. Scan masing-masing larutan pada panjang gelombang antara 450-550 nm.

5. Pembuatan Kurva Baku Konsentrasi seri kurva baku yang dibuat adalah 0.001; 0.002; 0.003; 0.004; 0.005 mg/mL dengan cara mengambil 1.0; 2.0; 3.0; 4.0; 5.0 mL larutan standar besi (3b) kemudian ditempatkan dalam labu takar 100 mL. Tambahkan 4 mL agen pereduksi, diamkan selama 5 menit, tambahkan 20 mL buffer dan 4 mL o-fenantrilin, diamkan selama OT. Tambahkan H2O demineralisata sampai batas tanda. Absorbansi masingmasing larutan diukur pada panjang gelombang maksimum. Buat kurva baku dan persamaan regresi linearnya (hubungan antara konsentrasi (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y)).6. Preparasi SampelSampel digerus hingga halus dengan menggunakan mortir dan stamper. Kemudian sampel yang telah halus ditimbang sebanyak 40 gram dan diayak dengan ayakan No. 20.7. Pengabuan Kering

Timbang 12.5 gram serbuk sampel yang akan diabukan dalam cawan porselin. Cawan porselin yang berisi sampel dipanaskan langsung pada nyala api lampu spiritus. Tambahkan 1,0 mL Mg(NO3)2 untuk mengurangi waktu pengabuan, keringkan dan nyalakan api dengan hati-hati, hindari dari percikan. Pengabuan dilakukan hingga praktis bebas karbon, kemudian diangkat dan didapatlah abu besi.Reaksi yang terjadi yaitu : Fe(s) + O2(g) ( Fe2O3(s)8. Penetapan Kadar Besi TotalSampel yang telah diabukan pada cawan porselin selanjutnya didinginkan dan ditambahkan 5 mL HCl p.a. 12N, biarkan asam membilas bagian atas dari cawan dan uapkan sampai kering di atas steam bath. Tahap ini dilakukan untuk melarutkan besi, dimana dihasilkan garam- garam besi (II) dan hidrogen.Reaksi yang terjadi :

Fe + 2H+ ( Fe2+ + H2Fe + 2HCl ( Fe2+ + 2Cl- + H2

(Maria S., 2006).Kemudian larutkan residu dengan 2 mL HCl p.a. 12N, dan panaskan 5 menit di atas steam bath dengan gelas arloji di atas cawan (posisi gelas arloji dengan bagian cembung berada dibawah). Reaksi yang terjadi : Fe2O3 + 6HCl ( 2FeCl3 + 3H2O

Cuci gelas arloji dengan H2O demineralisata. Larutan residu pada cawan porselin selanjutnya disaring, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Bilas cawan porselin dengan H2O demineralisata. Kemudian larutan residu diencerkan dengan H2O demineralisata hingga batas tanda. Selanjutnya ambil 10,0 mL larutan, masukkan ke dalam 25 mL labu takar. Tambahkan 1 mL larutan hidroksilamin hidroklorida. Diamkan selama 5 menit lalu tambahkan 5 mL larutan buffer dan 1 mL larutan ofenantrolin, diamkan selama operating time yang telah ditentukan. Reaksi yang terjadi : Fe2+ + 3 C12H8N2 ([Fe(C12H8N2)3]2+

Fe2+(aq) + 3 C12H8N2H+(aq) ( [Fe(C12H8N2)3]2+ + 3H+Kompleks yang terbentuk akan berwarna merah jingga pada pH 2-9. Selanjutnya, ditambahkan H2O demineralisata hingga batas tanda. Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan spektrofotometri visibel dengan panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan. Kadar besi total dalam sampel ditetapkan dengan memplotkan absorbansi terukur dengan persamaan kurva baku yang telah diperoleh sebelumnya. Dilakukan replikasi sebanyak tiga (3) kali.9. Ekstraksi ferro dengan ofenantrolina. Pembuatan larutan pengesktrak (C12H8N2) 1,5% dalam buffer HCl dengan pH 3,0. Larutkan 3,75 g o-fenantrolin menggunakan HCl 1N yang ditambahkan tetes demi tetes hingga semua o-fenantrolin larut. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL. Selanjutnya add H2O demineralisata hingga batas tanda. pH akhir larutan akan berada di sekitar pH 3,0. b. Prosedur Ekstraksi:

1) Timbang 12.5 g sampel halus, masukkan dalam tabung erlenmeyer 250 mL.

2) Tambahkan 100 mL larutan pengesktrak dalam Erlenmeyer.

3) Tutup mulut tabung dengan plastik, gojok dalam orbital shaker selama 4-5 jam.

4) Filter dengan kertas saring bebas logam, kemudian ambil bagian filtratnya.

5) Letakkan dalam labu takar 100 mL, lalu encerkan dengan H2O demineralisata hingga batas tanda.6) Dilakukan replikasi sebanyak 3 kalic. Penetapan kadar Fe2+ Masing-masing filtrat diambil sebanyak 10,0 mL, masukkan dalam labu takar 25 mL. Encerkan dengan H2O demineralisata hingga batas tanda. Dari hasil pengenceran dilakukan pengukuran dengan spektrofotometri visibel dengan panjang gelombang yang telah ditetapkan.

d. Penetapan kadar Fe3+Penetapan kadar ferri (Fe3+) dapat dihitung dengan cara jumlah Fe total hasil dari pengabuan kering yang didapatkan dikurangkan dengan jumlah ferro yang didapatkan dari hasil ekstraksi ferro dengan o-fenantrolin.

10. Rencana Validasi

1. Linieritas

Menghitung linieritas dari hasil pengukuran spektrofotometer, metode analisis dapat diterima apabila koefisien korelasi yang diperoleh mendekati satu (r 0,999). Sebanyak 5 seri konsentrasi larutan baku diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum. Dari perolehan absorbansi tersebut kemudian diplotkan dengan membentuk kurva konsentrasi vs absorbansi. Kurva yang diperoleh selanjutnya dibuat persamaan garisnya dengan metode regresi linier y = bx + a. Pada persamaan tersebut a menyatakan intersep dan b menyatakan slope. Linieritas dari kurva dilihat dari nilai koefisien korelasi (r).2. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi atau LoD merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi dan batas kuantifikasi atau LoQ merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Persamaan regresi linier yang diperoleh pada uji linieritas selanjutnya digunakan untuk menghitung LoD dan LoQ.

3. Akurasi

Menghitung persen perolehan kembali (recovery) dari hasil pengukuran yang telah dilakukan. Untuk keperluan tersebut maka ditambahkan standar adisi untuk sampel yang dianalisis.

Timbang 5 gram serbuk sampel yang akan diabukan dalam cawan porselin.Tabel 1. Pengguaan Standar AdisiABCDE

Sampel + 1,0 mL larutan 3fSampel + 2,0 mL larutan 3fSampel + 3,0 mL larutan 3fSampel + 4,0 mL larutan 3fSampel + 5,0 mL larutan 3f

Kemudian tambahkan 1.0 ; 2.0 ; 3.0 ; 4.0 ; 5.0 mL larutan besi standar untuk adisi (3f). Selanjutnya cawan porselin yang berisi sampel dipanaskan langsung pada nyala api lampu spiritus. Tambahkan 0,5-1,0 mL Mg(NO3)2 untuk mengurangi waktu pengabuan, keringkan dan nyalakan api dengan hati-hati, hindari dari percikan. Pengabuan dilakukan hingga praktis bebas karbon.

Sampel yang telah diabukan pada cawan porselin selanjutnya didinginkan dan ditambahkan 5 mL HCl p.a. 12N, biarkan asam membilas bagian atas dari cawan dan uapkan sampai kering di atas steam bath. Kemudian larutkan residu dengan 2 mL HCl p.a. 12N, dan panaskan 5 menit di atas steam bath dengan gelas arloji di atas cawan(posisi gelas arloji dengan bagian cembungberada dibawah). Cuci gelas arloji dengan H2O demineralisata. Larutan residu pada cawan porselin selanjutnya dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Bilas cawan porselin dengan H2O demineralisata. Kemudian larutan residu diencerkan dengan H2O demineralisata hingga batas tanda.

Selanjutnya ambil 10,0 mL larutan, masukkan ke dalam 25 mL labu takar. Tambahkan 1 mL larutan hidroksilamin hidroklorida. Diamkan selama 5 menit lalu tambahkan 5 mL larutan buffer dan 1 mL larutan ofenantrolin diamkan selama operating time yang telah ditentukan.Tambahkan H2O demineralisata hingga batas tanda. Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan spektrofotometri visibel dengan panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan. Kadar Fe2+ dalam sampel ditetapkan dengan memplotkan absorbansi terukur dengan persamaan kurva baku yang telah diperoleh sebelumnya.

Selanjutnya hitung persen recovery menurut rumus:

Menurut Food and Drug Administration (FDA), persyaratan perolehan kembali metode analisis adalah 80-120%.

4. Presisi

Menghitung parameter presisi yang biasanya dinyatakan dalam persen simpangan baku (standar deviasi) atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Larutan sampel yang telah disiapkan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer visibel. Pengukuran absorbansi sampel berdasarkan replikasi sampel pada tahap preparasi sampel sebanyak 3 kali. Absorbansi sampel yang diperoleh dari pengukuran selanjutnya dihitung kadarnya menggunakan persamaan kurva baku yang telah diperoleh sebelumnya. Kadar yang diperoleh dari ketiga replikasi dihitung standar deviasi (SD) dan koefisien variansi (CV). Standar deviasi dan koefisien variansi dapat dihitung dengan rumus :

Suatu metode analisis dapat diterima apabila koefisien variasi nya dibawah 2% untuk larutan baku dan 4%untuk larutan sampel.

BAB IVDATA PENGAMATAN

A. PEMBUATAN REAGEN DAN STANDAR

LarutanPenimbangan (g)

o-fenantrolinBerat wadah0.4248

Berat wadah + zat0.5274

Berat wadah + sisa0.4270

Berat o-fenantrolin0.1004

Standar Besi

(0.1 mg/mL)Berat wadah0.3964

Berat wadah + zat0.4226

Berat wadah + sisa0.4026

Berat Serbuk Besi0.0200

Magnesium Nitrat

(0.5 g/mL)Berat wadah61.926

Berat wadah + zat101.929

Berat wadah + sisa61.927

Berat Magnesium Nitrat50.002

Buffer Asetat

(pH = 3.9)Berat wadah100.4600.2398

Berat wadah + zat108.7618.5449

Berat wadah + sisa100.4600.2661

Berat Natrium Asetat Anhidrat8.3018.2788

Hidroksilamin HidrokloridaBerat wadah100.625

Berat wadah + zat110.674

Berat wadah + sisa100.657

Berat Hidroksilamin Hidroklorida10.017

Sandar Besi (II)

Adisi (0.1 mg/mL)Berat wadah0.4225

Berat wadah + zat0.4725

Berat wadah + sisa0.4235

Berat Sandar Besi (II)0.0490

B. RENCANA OPTIMASI

Penentuan Operating TimeScanning pada 510 nmMenitAbsorbansiMenitAbsorbansiMenitAbsorbansi

10.012110.015210.017

20.013120.016220.018

30.013130.016230.018

40.014140.016240.018

50.014150.016250.018

60.014160.016260.019

70.015170.017270.019

80.015180.017280.019

90.015190.017290.019

100.015200.017300.019

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (max)

Konsentrasi (mg/mL)AbsorbansiPanjang Gelombang (nm)

0.0010.123508

0.0030.409509

0.0050.711510

C. PEMBUATAN KURVA BAKUPengukuran dilakukan pada 509 dengan OT 26 menitKonsentrasi Seri Kurva Baku (mg/mL)Absorbansi

0.0010.124

0.0020.266

0.0030.426

0.0040.547

0.0050.743

Y = bx + a ( y = 151.9x 0.0345, r = 0.9976

D. PENGABUAN KERINGPenimbanganReplikasi I (g)Replikasi II (g)Replikasi III (g)Adisi 1 (g)Adisi 2 (g)Adisi 3 (g)Adisi 4 (g)Adisi 5 (g)

Berat wadah30.6334.7833.3634.0930.7733.6729.9530.67

Berat wadah + zat43.2347.2345.8446.6643.3846.1642.4543.19

Berat Wadah + sisa30.6334.7833.3634.0930.7733.6729.9530.67

Berat Cereal12.612.4512.4812.5712.6112.4912.5012.52

E. EKSTRAKSI FERRO DENGAN O-FENANTROLINPembuatan Larutan Pengekstrak 1.5% dalam Buffer HCl dengan pH 3.0Penimbangan(g)

Berat wadah62.186

Berat wadah + zat69.643

Berat Wadah + sisa62.186

Berat o-fenantrolin7.457

Ekstraksi

PenimbanganReplikasi I (g)Replikasi I (g)Replikasi I (g)

Berat wadah101.73106.92122.83

Berat wadah + zat114.26119.62135.56

Berat Wadah + sisa101.79107.05123.03

Berat Cereal12.4712.5712.53

Lampiran

Gambar 1. Hasil Pengabuan Sampel Honey Stars Pada Suhu 1800oC

Gambar 2. Seri Larutan Baku Standar Besi (II) yang Membentuk Kompleks Warna dengan Larutan o-fenantrolin

Gambar 3. Hasil Maserasi Sampel Nestle Honey Stars

Gambar 4. Hasil Penguapan Sampel Setelah Penambahan HCl 12N 12.5 mL

Gambar 5. Hasil Penguapan Sampel Setelah Penambahan HCl 12N 5 mL

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASANTujuan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar ferro dan ferri dalam sampel sereal Nestle Honey Stars. Dalam sampel makanan terdapat kandungan besi yang diperlukan oleh tubuh sebagai asupan mineral. Fungsi besi dalam tubuh adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh dan menghilangkan racun dari tubuh. Jika kekurangan, efeknya bagi tubuh adalah timbulnya warna pucat pada bagian bawah kelopak mata dan mudah lelah. Jika berlebihan, efek yang ditimbulkan adalah pembengkakan pada hati. Namun, tidak semua kandungan besi tersebut baik untuk tubuh. Besi dapat berupa ferro dan ferri. Ferro (Fe2+) merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, akan tetapi kandungan Fe2+ dalam sampel makanan dapat mengalami oksidasi sehingga berubah menjadi Ferri (Fe3+) yang berbahaya bagi tubuh. Campuran keduanya inilah yang hendak dikuantifikasi seberapa besar kandungan masing-masing jenis besi tersebut. Langkah pertama yang dilakukan yaitu uji pendahuluan. Uji pendahuluan ini dilakukan untuk melihat identitas dari sampel yang akan dianalisis. Tahapan uji pendahuluan ini meliputi pemilahan dan pemastian sampel. Hasil yang didapatkan dari uji pendahuluan ini yaitu sampel yang akan dianalisis benar berupa sereal bermerk Honey Stars, diproduksi oleh PT. Nestle Jakarta-Indonesia, kemasan sampel baik (masih tertutup rapat), kode produksi sampel : 32544786W 16, tanggal kadaluarsa: 23 Juli 2014, dan berat bersih: 170 gram. Komposisi sampel tersebut adalah Lemak, besi, air, vitamin c, kalsium, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, vitamin B9, vitamin B12, natrium, dan asam folat. Hasil organoleptis yaitu bentuk bulan dan bintang, warna kuning, tidak berbau tengik, rasanya tidak berubah. Untuk menjaga agar sampel yang dianalisa tidak mengalami perubahan kandungan akibat terdegradasi ataupun hal lainnya, sampel disimpan dalam suhu kamar, di tempat yang kering dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Dengan demikian saat alanilis tidak perlu dikhawatirkan adanya zat lain dari hasil degradasi sampel yang dapat mengganggu analisis.

Dalam percobaan ini diperlukan beberapa reagen dan standar sehingga dilakukan tahap pembuatan reagen dan standar. Larutan yang dibuat meliputi larutan o-fenantrolin, larutan standar besi, larutan magnesium nitrat, buffer asetat, larutan hidroksilamin hidroklorida, larutan standar besi FeSO4.6H2O untuk adisi. Untuk membuat larutan-larutan tersebut, digunakan H2O demineralisata sebagai pelarut. H2O demineralisata adalah air bebas mineral, digunakannya air bebas logam ini untuk mencegah adanya logam lain selain ferro ferri, sehingga tidak mengganggu analisis ferro dan ferri dalam sampel. Larutan o-fenantrolin berfungsi sebagai agen pengompleks dalam reaksi pengkompleksan yang nantinya bereaksi dengan besi (II) menghasilkan larutan kompleks warna merah muda (Ferrous tris-o-phenantrolin). Larutan standar besi berfungsi sebagai larutan stok untuk pembuatan seri konsentrasi larutan kurva baku. Pada saat melarutkan serbuk besi dilakukan di atas hot plate yang berfungsi mempercepat kelarutan besi dengan bantuan panas. Larutan magnesium nitrat berfungsi untuk mengurangi waktu pengabuan yang berarti mempercepat proses oksidasi dari sampel. Buffer asetat berfungsi untuk menjaga pH sekitar 3,9. Tujuan dijaganya pH 3.9 pada larutan yaitu selain reaksi berlangsung optimal pada pH ini, juga bertujuan untuk mencegah adanya reaksi terhadap logam lain seperti Cu dan Co bila pH terlalu basa. Larutan hidroksilamin hidroklorida berfungsi untuk mereduksi ion Fe3+ menjadi ion Fe2+. Pembuatan larutan FeSO4.6H2O digunakan sebagai standar adisi pada proses validasi.Tahap optimasi yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu penentuan operating time (OT) dan panjang gelombang maksimum (maks). OT adalah waktu yang diperlukan senyawa untuk bereaksi dengan reaktan lainnya. Tujuan penentuannya adalah untuk mendapatkan waktu bagi senyawa untuk bereaksi dengan stabil dan optimal, dimana ditunjukan dengan nilai absorbansinya yang paling tinggi. Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang dimana perubahan satuan absorbansi memiliki nilai yang paling besar terhadap setiap perubahan satuan konsentrasi (sensitif dan proporsional). Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu :

1. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbasnsi datar dan pada kondisi tersebut hokum Lambert-Beer akan terpenuhi

2. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimum.

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Tujuan penentuan panjang gelombang maksimal yaitu untuk mendapatkan nilai absorbansi maksimum dalam pengukuran. Pengukuran OT dan panjang gelombang maksimum menggunakan larutan standar, lalu ditambah pereduksi, pendiaman selama 5 menit, buffer, dan o-fenantrolin sebagai pengkompleks. Pada penentuan panjang gelombang maksimum, didiamkan selama OT, dimana hasil OT yang diperoleh dalam percobaan ini yaitu selama 26 menit. Penentuan panjang gelombang maksimum menggunakan konsentrasi seri 1, 3, dan 5 seri kurva baku karena dianggap ketiga seri konsentrasi tersebut dapat mewakili seri kurva baku. Dari hasil percobaan diperoleh panjang gelombang maksimum (maks) pada 509 nm.Dalam praktikum ini, digunakan kurva baku sebagai standar eksternal. Dari nilai absorbansi yang diperoleh dari pengukuran larutas standar besi (II) yang digunakan untuk menentukan kurva baku, maka dapat diperoleh persamaan kurva baku yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasi kadar ferro - ferri pada sampel. Kurva baku dibuat dengan seri konsentrasi kurva baku 0.001; 0.002; 0.003; 0.004; 0.005 mg/mL dari stok larutan standar besi (II). Absorbansi masingmasing larutan diukur pada panjang gelombang maksimum (509 nm) dan dibiarkan selama OT (26 menit). Persamaan kurva baku yang didapat adalah y = 151,9x 0,0345 dengan r = 0,9976. Hasil r yang didapat cukup bagus karena mendekati 1, sehingga dianggap kurva cukup linear dan dapat menggambarkan hubungan yang proporsional antara konsentrasi dengan absorbansi.

Tahap selanjutnya yaitu tahap preparasi sampel. Sebelum dianalisis, sampel dipreparasi terlebih dahulu. Sampel digerus hingga halus dengan menggunakkan mortir dan stamper. Tujuan penggerusan ini yaitu untuk memperkecil ukuran partikel sampel. Dengan semaik kecilnya ukuran partikel sampel maka kandungan besi dalam sampel dapat keluar dan terambil dengan lebih mudah. Setelah itu sampel yang telah halus ditimbang masing-masing sebanyak 12.5 gram untuk tiap replikasi. Dalam praktikum ini, digunakan 3 kali replikasi dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lebih obyektif dengan mengetahui rata-rata yang diperoleh dari replikasi tersebut.Untuk mendapatkan kadar besi total dilakukan tahapan-tahapan berikut. Tahapan pertama yaitu sampel yang telah ditimbang diletakkan di dalam cawan porselin untuk diabukan. Kemudian masing-masing replikasi ditambah larutan Mg(NO3)2. Penambahan larutan Mg(NO3)2 berfungsi untuk mengurangi waktu pengabuan. Pada praktikum ini proses pengabuan dilakukan di dalam tungku hingga suhunya mencapai 1800C. Pengabuan ini dilakukan hingga praktis bebas karbon. Pengabuan hingga praktis bebas karbon ini ditandakan bila seluruh sampel sudah berubah menjadi abu dan sampelnya sudah tidak ada yang berwarna hitam, karena profil karbon berwarna hitam. Tujuan membuat sampel menjadi praktis bebas karbon yaitu untuk mengurangi adanya residu pengganggu dalam analisis kadar besi pada sampel. Dengan semakin berkurangnya residu dalam analisis, maka analisis kadar besi dalam sampel akan lebih mudah tanpa perlu khawatir adanya residu pengganggu yang terlalu banyak ikut terukur. Pada praktikum ini, terdapat satu sampel yang masih terdapat abu hitam yang menandakan masih adanya karbon. Hal ini dapat terjadi karena terjadi pencampuran yang tidak rata antara sampel dengan larutan Mg(NO3)2 yang ditambahkan, selain itu dpat terjadi karena waktu pengabuannya yang kurang lama. Fungsi dari pengabuan ini selain utuk menghilangkan karbon, yaitu untuk menghilangkan senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam sampel seperti lemak, vitamin-vitamin dan senyawa lain yang dapat mengganggu analisis. Pengabuan juga berfungsi mengoksidasi besi. Reaksi yang terjadi yaitu : Fe(s) + O2(g) ( Fe2O3(s). besi yang teroksidasi ini yang nantinya dapat direaksikan dengan asam untuk menghasilkan garam besi (III), yang nantinya dapat direduksi menjadi besi (II) dengan cara direaksikan dengan larutan hidroksilamin hidroklorida.Tahap selanjutnya yaitu dilakukan penetapan kadar besi total. Tujuan tahap ini yaitu untuk menentukan kadar besi (II) total pada sampel. Sampel yang telah diabukan ditambah dengan 12.5 mL HCl 12N. Tujuan penambahan HCl pada tahap ini yaitu untuk melarutkan besi yang terdapat dalam sampel, dimana dihasilkan garam garam besi (II) dan hidrogen. Reaksi yang terjadi :

Fe + 2H+ ( Fe2+ + H2Fe + 2HCl ( Fe2+ + 2Cl- + H2

HCl disini merupakan agen pengoksidasi, sehingga besi mampu mengalami oksidasi menjadi besi (II). Besi (II) yang terbentuk ini yang nantinya dapat membentuk reaksi komplek dengan o-fenantrolin sehingga menghasilkan larutan berwarna yang dapat diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri visible. Normalitas HCl yang digunakan yaitu HCl 12 N, digunakan HCl 12 N agar reaksi oksidasi besi menjadi besi (II) lebih optimal. Kemudian diuapkan hingga kering untuk menghilangkan residu residu yang ada, sehingga yang tersisa hanya besi (II) (meskipun pengotornya tidak dapat hilang semua secara bersih, tetapi residu pengganggunya menjadi lebih sedikit dari sebelumnya). Dengan demikian maka nantinya saat reaksi kompleks dengan o-fenantrolin dan pengukuran nilai absorbansi menggunakan spektro visible, akan lebih akuran karena pengotor yang mengganggu sedikit. Hasil penguapan berupa bercak kuning, yang menunjukkan adanya besi (II). Dari hasil pekerjaan semua cawan menunjukan adanya sisa berupa bercak kuning, tetapi pada sebagian cawan terdapat sisa abu berwarna hitam yang merupakan sisa karbon dari sampel. Adanya sisa ini dikarenakan saat pengabuan kering belum berjalan sempurna, sehingga karbon yang terdapat dalam sampel belum hilang semua dan menyisakan bekas abu berwarna hitam.

Hasil pengerigan tersebut kemudian ditambah lagi dengan 5 mL HCl 12N. Tujuan penggunaan HCl 12N yaitu untuk menghasilkan besi (III) dari sisa Fe2O3 yang ada, dengan reaksi : Fe2O3 + 6HCl ( 2FeCl3 + 3H2O, dimana HCl ini berfungsi sebagai pembentuk garam besi (III) yang nantinya direduksi menggunakan larutan hidroksilamin hidroklorida menjadi besi (II). Pada proses penguapan, cawan ditutup menggunakan kaca arloji dengan bagian cekung menghadap luar. Posisi ini bertujuan agar uap yang dihasilkan dapat menetes kembali dengan baik dalam satu titik di bagian cekungnya (tidak meluber keluar ketika penutupannya dengan cara bagian cekung menghadap kedalam). Pembilasan cawan yang ada titik titik uapnya menggunakan H2O demineralisata dan diencerkan hingga 100 mL.

Larutan hasil pengenceran tersebut kemudian ditambah dengan larutan hidroksilamin hidroklorida. Tujuan penambahan larutan ini yaitu untuk mereduksi besi (III) yang terbentuk tadi menjadi larutan besi (II), yang nantinya mampu membentuk kompleks warna dengan larutan o-fenantrolin yang nantinya diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri visible, reaksi yang terjadi : Fe2+ + 3 C12H8N2 ( [Fe(C12H8N2)3]2+

Fe2+(aq) + 3 C12H8N2H+(aq) ( [Fe(C12H8N2)3]2+ + 3H+Kompleks tersebut akan menghasilkan larutan berwarna jingga, semakin tinggi kadar besi (II) nya maka akan semakin pekat warna yang dihasilkan. Labu yang berisi larutan berwarna tersebut harus ditutup menggunakan allumunium foil, karena sifat senyawanya yang fotosensitif dan ditakutkan dapat mengganggu pengukuran nilai absorbansi larutan. Larutan akan berwarna merah jingga pada pH 2-9. Larutan kembali dilarutkan dan diencerkan menggunakan H2O demineralisata yang berfungsi pelarut. Hasil larutan ini diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer visible pada panjang gelombang dan OT yang telah ditentukan sebelumnya. Kadar besi diperoleh dengan cara memplotkan nilai absorbansi yang diperoleh dari larutan sampel dengan persamaan kurva baku yang telah diperoleh sebelumnya. Tahap tahap tersebut direplikasi tiga kali. Namun pada praktikum, tahap yang dilakukan hanya sampai pada pengupan sampel menggunakan 5 mL HCl 12N. Dengan demikian hasil kadar dari besi (II) pada sampel belum dapat diketahui. Dari tahap yang sudah dilakukan tersebut hanya dapat diketahui bahwa sampel mengandung besi dari hasi reaksi reduksi oksidasi yang terjadi, dengan adanya hasil residu berwarna kuning yang menunjukan adanya besi (II), dan terbentuknya kompleks warna berwarna merah jingga denga o-fenantrolin.Kemudian untuk mengetahui kadar ferro yang ada, dilakukan ekstraksi ferro dengan o-fenantrolin dengan cara ekstraksi maserasi. Langkah pertama yang dilakukan yaitu ekstraksi. Pertama sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 12,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan 100 mL larutan pengekstrak. Larutan pengekstrak dibuat dengan cara melarutkan 7,5 gram o-fenantrolin dengan HCl 1N yang ditambahkan tetes demi tetes hingga semua o-fenantrolin larut dan dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL serta di add H2O demineralisata hingga batas tanda sampai pH akhir larutan akan berada di sekitar pH 3,0. Tujuan dijaganya pH larutan pada pH 3,0 ini untuk menjaga kestabilan dari ferro karena ferro stabil pada pH 3,0 dan bila pH di atas dari 3,0 maka dimungkinkan pengotor seperti kobalt akan ikut terdeteksi dan akan mengganggu hasil pengukuran. Namun pada praktikum pH larutan masih 4,0. Ini dimungkinkan karena adanya kesalahan dari praktikan misalnya kurang teliti dalam penimbangan ataupun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat larutan pengekstrak ini telah tercemar ataupun rusak.

Setelah itu campuran sampel dengan larutan pengekstrak yang ada di dalam erlenmeyer digojok dalam orbital shaker selama 4 jam. Penggojokkan ini berfungsi untuk menghomogenkan sampel dengan larutan pengekstrak dan agar semua zat besi yang ada dalam sampel berada dalam larutan pengekstrak. Sebelum sampel digojok tabung erlenmeyer di tutup dengan menggunakkan plastik paraffin. Penggunaan plastik paraffin ini untuk menggantikan aluminium foil. Aluminium foil ini tidak boleh digunakkan karena terbuat dari logam dan ditakutkan akan mempengaruhi hasil analisis. Dari hasil ekstraksi tersebut disaring menggunakkan kertas saring bebas logam. Penggunaan kertas saring bebas logam ini dimaksudkan agar pada saat penyaringan tidak ada logam pengganggu dari kertas saring yang ikut tersaring sehingga tidak mengganggu hasil, karena pada praktikum ini yang akan dianalisis berupa logam yaitu ferro dan ferri. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan antara filtrat dengan ampasnya. Filtrat yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan H2O demineralisata hingga batas tanda. Ekstraksi ferro dengan o-fenantrolin dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

Tahapan selanjutnya yaitu penetapan kadar ferro dengan cara filtrat diambil sebanyak 10 mL lalu dimasukkan ke dalam 25 mL lalu di add dengan H2O demineralisata dan dilakukan pengukuran dengan menggunakkan spektrofotometri visible dengan panjang gelombang maksimum (509 nm). Setelah kadar ferro diketahui maka dapat diketahui kadar ferri dengan cara jumlah Fe total hasil dari pengabuan kering yang didapatkan dikurangkan dengan jumlah ferro yang didapatkan dari hasil ekstraksi ferro dengan o-fenantrolin. Namun tahapan ini tidak dilakukan karena keterbatasan waktu praktikum, sehingga praktikan tidak mendapatkan kadar ferro dan ferri yang terdapat dalam sampel. Dari praktikum yang diperoleh yaitu hingga tahap maserasi saja. Dari tahap maserasi ini dapat diketahui bahwa sampel mengandung feri, hal ini dapat dilihat dari adana perubahan warna larutan sampel yang tadinya hanya berwarna kuning (warna dari sampel itu sendiri) menjadi timbul warna merah muda yang merupakan kompleks warna dari ferrous tris-o-phenantroline.Dalam praktikum ini, dilakukan validasi metode. Validasi dilakukan dengan menentukan linearitas, presisi, akurasi. Linearitas yang baik menggambarkan dicapainya hubungan proporsional antara konsentrasi dengan absorbansi, yang dapat ditunjukkan dengan r yang mendekati 1. Hasil kurva baku yang digunakan untuk kuantifikasi kadar ferro ferri dalam sampel menunjukkan r = 0,9976. Hasil ini cukup baik sehingga dianggap memenuhi hubungan yang proporsional antara kadar ferro ferri dengan absorbansi.

Pada penentuan akurasi, dilakukan dengan penentuan recovery dengan menggunakan standar adisi. Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai sebenarnya. Prosedur penyiapan sampel + standar adisi sama terhadap prosedur persiapan sampel. Namun karena keterbatasan waktu, praktikan tidak sempat melanjutkan hingga pengukuran konsentrasi ferro ferri dalam sampel, sehingga akurasi tidak dapat ditentukan. Pada praktikum ini, juga dilakukan penentuan presisi. Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relative dari jumlah sampel yang berbeda secara signifikan secara statistik. Penentuan presisi dilakukan dengan menghitung standar deviasi (SD) dan koefisien variansi (CV). Namun karena keterbatasan waktu, praktikan tidak sempat melanjutkan hingga pengukuran konsentrasi ferro ferri dalam sampel, sehingga presisi juga tidak dapat ditentukan. DAFTAR PUSTAKAAnwar, F., 2009, Makan Tepat Badan Sehat, Hikmah, Jakarta, pp.79.Aziz, V., 2007, Analisis Kandungan Sn, Zn, Pb dan Fe Dalam Makanan Secara Spektrofotometri UV-Vis, UII, Yogyakarta.

Badan POM, 2007, Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.52.6291 tentang Acuan Label Gizi Produk Pangan, Badan POM, Jakarta.

Christian, D., 2004, Analitycal Chemistry, John Wiley and Son Inc, Danvers, pp. 55-56.Fessenden, 2000, Kimia Organik, adisi III, Erlangga, Jakarta, pp.436-437.

Gandjar, I.G., Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 255, 465-466.Gibney, M.J., 2005, Gizi Kesehatan Masyarakat, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 151-152.

Horwitz, W., and Latimer, G.W., 2005, Official Methods of Analysis of AOAC International, 18th Edition, AOAC International, USA, pp. 32.2

Khopkar, S., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI, Jakarta, pp. 275-279Maria S., 2006, Penentuan Kadar ogam Besi Dalam Tepung Gandum Dengan Cara Destruksi Basan dan Kering Dengan Spektrofotometri Serapan Atom Sesuian Standar NAsional Indonesia (SNI)01-3751-2006, Universita Sumatra Utara, Medan, hal. 38.Maxwell, D.L., and Holahan J.L., 1977, Elements of Food Technology : Breakfast Cereals, AVI Publishing Company, Inc., USA, p.

Mulya, M., danSuharman, 1995, Analisis Instrumental, Cetakan Pertama, Airlangga University Press, Surabaya, pp. 6-11

Neal, M.J., 2006, At A Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta, pp. 49.Risk Assesment: Iron, Expert Group on Vitamins and Minerals, 2003, Expert Group on Vitamins and Minerals, United Kingdom, pp. 278-280.Roth, H., 1988, Analisis Farmasi, UGM Press, Yogyakarta, pp. 424-426.

Science Lab, 2005, MSDS Acetic Acid, Science Lab, Texas.

Science Lab, 2005, MSDS Iron, Science Lab, Texas.Science Lab, 2005, MSDS Magnesium Nitrate, Science Lab, Texas.Science Lab, 2005, MSDS o-Fenantrolin, Science Lab, Texas.Science Lab, 2005, MSDS Sodium Acetate, Science Lab, Texas.Science Lab, 2005, MSDS HCl, Science Lab, Texas.Science Lab, 2005, MSDS Water, Science Lab, Texas.Skoog, A., D., West, M., and Donald, J., F., 1994, Analytical Chemistry, 6rh edition, Saunde College Publishing, United Stated of America, pp. 161, 170.Yong, K., 1995, United States of Pharmacopeica, 23rd ed, New York, United State of America, pp. 1932, 1934.