laporan tutorial skenario 5 kelompok 2(1)

41
BLOK XI :HEMATOPOETIK DAN LIMFORETIKULER LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 5 “Leptospirosis” OLEH: Ardiansyah H1A012007 Arsy Mira Pertiwi H1A012009 BaiqFitriWulandari H1A212010 BaiqHulhizatilAmni H1A212011 HartiniAhadiyatur Ru’yi H1A212020 NovitaElmyMufida H1A012041 NurshadrinaHendra K H1A012044 Sandra YulianaAndiniPutri H1A212052 SayyidatiAmaliaAndhiniPutri H1A212054 Try Widianto Putra Nugraha H1A212061 LaluFebrianCipta Amali H1A011037

Upload: majidbhu

Post on 28-Dec-2015

330 views

Category:

Documents


32 download

DESCRIPTION

Two of the most delicate laptut of all time

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

BLOK XI :HEMATOPOETIK DAN LIMFORETIKULER

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 5

“Leptospirosis”

OLEH:

Ardiansyah H1A012007

Arsy Mira Pertiwi H1A012009

BaiqFitriWulandari H1A212010

BaiqHulhizatilAmni H1A212011

HartiniAhadiyatur Ru’yi H1A212020

NovitaElmyMufida H1A012041

NurshadrinaHendra K H1A012044

Sandra YulianaAndiniPutri H1A212052

SayyidatiAmaliaAndhiniPutri H1A212054

Try Widianto Putra Nugraha H1A212061

LaluFebrianCipta Amali H1A011037

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

NUSA TENGGARA BARAT

2014

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar

dan menyusun laporan hasil diskusi ini tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Farah atas bimbingan beliau

pada kami dalam melaksanakan diskusi. Kami juga mengucapkan terima kasih

para pakar serta teman-teman yang membantu kami dalam proses tutorial skenario

ini.

Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan

yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya

pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun

laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 16 Mei 2014

Kelompok 2

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. SKENARIO V

Seorang laki-laki, berusia 35 tahun, dibawa oleh keluarganya ke IGD rumah sakit

dengan keluhan demam. Pasien mengeluhkan mendadak demam tinggi sejak 4 hari yang lalu.

Pasien juga mengeluhkan menggigil, mual, muntah, nyeri kepala dan nyeri otot terutama

pada betis. Sejak 2 hari yang lalu pasien juga mengalami diare. Satu bulan yang lalu pasien

mengalami musibah banjir di lingkungan tempat tinggalnya, di pemukiman kumuh yang

padat penduduk. Sejak beberapa minggu yang lalu pasien disibukkan dengan pekerjaan

membersihkan tempat tinggalnya dan lingkungan sekitarnya yang kebanjiran.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemah, tekanan darah

110/70 mmHg, pernapasan 20 kali/menit, frekuensi nadi 100 kali/menit, dan suhu tubuh 39

0C. Didapatkan juga tanda-tanda injeksi konjungtiva, sklera ikterus, fotofobia, hepatomegali

dan splenomegali. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit : 12.500/mm3,

amilase : 200 IU/L, lipase : 170 IU/L, SGPT : 120 mg/dl, SGOT : 79 mg/dl, bilirubin total : 6

mg/dl, ureum : 50 mg/dl, kreatinin : 2,9 mg/dl.

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

1.2. LEARNING OBJECTIVE

1. EPIDEMIOLOGI

2. PENEGAKAN DIAGNOSIS

3. PATOFISIOLOGI LEPTOSPIROSIS

4. ANALISIS GEJALA DAN HASIL LAB SKENARIO

5. TATALAKSANA

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

LEPTOSPIROSIS

Leptospirosis ikterik Leptospirosis anikterik

DEFINISI

EPIDEMIOLOGI

DIAGNOSIS

TATALAKSANA

PENCEGAHAN

1.3. MINDMAP

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI

Suatu penyakik zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme laptospira interogans

tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh weil

pada tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai dengan ikterus ini dengan

penyakit lain yang juga menyebabkan ikterus. Bentuk yang beratnya dikenalsebagai weils

disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mod fever, slime fever, swamp

fever,autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane cuter fever, dan lain-lain.

Laptospirosis acap kali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit

dilakukan konfirmasi diagnose tanpa uji laboraturium. Kejadian luar biasa laptospirosis

dalam decade terakhir dibeberapa Negara telah menjadikan laptospirosis sebagai salah satu

oenyakit yang termasuk tha emergin infectious disease.

1. Leptospirosis anikterik

Onset leptospirosis ini mendadak dan ditandai dengan demam ringan atau tinggi yang

umumnya bersifat remiten, nyeri kepala dan menggigil serta mialgia. Nyeri kepala bisa

berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital dan photopobia.

Nyeri otot terutama di daerah betis, punggung dan paha. Nyeri ini diduga akibat

kerusakan otot sehingga creatinin phosphokinase pada sebagian besar kasus akan

meningkat, dan pemeriksaan cretinin phosphokinase ini dapat untuk membantu diagnosis

klinis leptospirosis. Akibat nyeri betis yang menyolok ini, pasien kadang-kadang

mengeluh sukar berjalan. Mual, muntah dan anoreksia dilaporkan oleh sebagian besar

pasien. Pemeriksaan fisik yang khas adalah conjunctival suffusion dan nyeri tekan di

daerah betis. Limpadenopati, splenomegali, hepatomegali dan rash macupapular bisa

ditemukan, meskipun jarang. Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklis dapat dijumpai

pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik.

Gambaran klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis aseptik yang

tidak spesifik sehingga sering terlewatkan diagnosisnya. Dalam fase leptospiremia,

bakteri leptospira bisa ditemukan di dalam cairan serebrospinal, tetapi dalam minggu

kedua bakteri ini menghilang setelah munculnya antibodi ( fase imun ).

Pasien dengan Leptospirosis anikterik pada umumnya tidak berobat karena

keluhannya bisa sangat ringan. Pada sebagian pasien, penyakit ini dapat sembuh sendiri

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

( self - limited ) dan biasanya gejala kliniknya akan menghilang dalam waktu 2-3 minggu.

Karena gambaran kliniknya mirip penyakit-penyakit demam akut lain, maka pada setiap

kasus dengan keluhan demam, leptospirosis anikterik harus dipikirkan sebagai salah satu

diagnosis bandingnya, apalagi yang di daerah endemik.

Leptospirosis anikterik merupakan penyebab utama Fever of unknown origin di

beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Diagnosis banding leptospirosis

anikterik harus mencakup penyakit-penyakit infeksi virus seperti influenza, HIV serocon

version, infeksi dengue, infeksi hanta virus, hepatitis virus, infeksi mononukleosis dan

juga infeksi bakterial atau parasitik seperti demam tifoid, bruselosis, riketsiosis dan

malaria.

2. Leptospirosis ikterik

Ikterus umumnya dianggap sebagai indikator utama leptospirosis berat. Gagal ginjal

akut, ikterus dan manifestasi perdarahan merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.

Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten sehingga fase imun menjadi tidak jelas

atau nampak overlapping dengan fase leptospiremia. Ada tidaknya fase imun juga

dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah bakteri leptospira yang menginfeksi, status

imunologik dan nutrisi penderita serta kecepatanmemperoleh terapi yang tepat.

Leptospirosis adalah penyebab tersering gagal ginjal akut.

ETIOLOGI

Laptospirosis disebabkan oleh genus laptospira, family treponemataceae, suatu

mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit tipis fleksibel panjangnya

5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu ujung organism

sering membengkak membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak

ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam mikroskop

lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai cokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan

lapangan redup pada mikroskop biasanya morfologi laptospira dapat dilihat. Utuk mengamati

lebih jelas gerakan laptospira digunakan mikroskop lapangan gelap (dark fild microscop).

Secara sederhana, genus leptopsira terdiri atas dua spesies; L.interogans yang

pathogen, dan L.blifleksa yang non pathogen atau saprofit. Tujuh spesies dari laptospira

sekarang ini telah diketahui dasar ikatan DNA nya, namun lebih praktis dala klinis dan

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

epidemiologinya menggunakana klasifikasi yang didasarkan atas perbedaan serologis.

Spesies L. interogans ddibagi menjadi beberapa serogrupdana serogrup ini dibagi menjadi

beberapa serofar menurut komposisi antigennya. Saat ini telah ditemukan lebih dari 250

serovar yang tergabung dalam 23 serogrup. Beberapa serovar L. interogans yang dapat

menginfeksi manusia dianataranya adalah:L.icterohaemorrhagiae, L. canicola, L.pomona,

L.grippothyphosa, L.javanica, L.celledoni, L.ballum, L.pyrogenes, L.automnalis,

L.hebdomadis, L.bataviae, dll. Menurut beberapa peneliti yang tersering menginfeksi

manusia adalah L.icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus, L.canicola dengan reservoir

anjing dan L.pomona dengan reservoir sapi dan babi.

EPIDEMIOLOGI

Laptospirosis tersebar di seluruh dunia, terbanyak didaerah tropis. Laptospira bisa

terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmot atau

binatang-binatang pengerat lainnya. Didalam tubuh binatang tersebut laptospira hidup

didalam ginjal atau air kemihnya. Tikus merupakan vector yang utama dari

L.icterohaemorrhagica penyebab laptospirosis pada manusi. Dalam tubuh tikus llaptospira

akan menetap dan membentuk koloniserta berkembangbiak didalam epitel tubulus ginjal

tikus dan secara terus menerus dan ikut mengalir dalam filtrate urin. Penyakit ini bersifat

musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insiddens dijumpai pada musin panas dan

musim gugur karena temperature adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup

laptospira, sedangkan didaerah tropis insiden tertinggi teradi selama musim hujan.

Laptospira membentuk hubungan simbiosis dengan pejamunya dan dapat menetap

dalam tubulus renalis selama berbulan-bilan bahkan bertahun-tahun. International

laptospirosis society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan insiden laptospirosis

tinggi dan peringkat ketiga didunia untuk mortalitas. Di Indonesia laptospirosis ditemukan di

DKI Jakarta , jawa barat, jawa tengah, DI Yogyakarta, lampung, sumatera selatan, sumatera

utara, riau, Bengkulu, bali,NTB, sulawasi selatan, Sulawesi utara.

Salah satu kendala dalam menangani laptospirosis berupa kesulitan dalam melakuka

diagnostic awal. Sementara dengan pemeriksaan sederhana memakai mikroskop biasa dapat

dideteksi adanya gerakan laptospira dalam urin. Diagnostic pasti ditegakan dengan

ditemukannya laptospira pada darah, urine, atau ditemukannya hasil serologi positif. Untuk

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

dapat berkembangbiak laptospira memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada suhu

yang lembab, hangat, Ph air/tanah yang netral, dimana kondisi ini ditemukan sepanang tahun

di daerah tropis.

Leptospirosis adalah penyaki infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun

hewan dan digolongkan sebagai zoonosis. Leptospirosis adalah zoonosis bakterial

berdasarkan penyebabnya, berdasarkan cara penularan merupakan direct zoonosis karena

tidak memerlukan vektor, dan dapat juga digolongkan sebagai amfiksenose karena jalur

penularan dapa dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penularan leptospirosis pada manusia

ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Hewan pejamu kuman leptospira

adalah hewan peliharaan seperti babi, lembu, kambing, kucing, anjing sedangkan kelompok

unggas serta beberapa hewan liar seperti tikus, bajing, ular, dan lain-lain. Pejamu resevoar

utama adalah roden. Kuman leptospira hidup didalam ginjal pejamu reservoar dan

dikeluarkan melalui urin saat berkemih. Manusia merupakan hospes insidentil seperti pada

gambar berikut :

Leptospirosis merupakan zoonosis yang didugapaling luas penyebarannya di dunia .

Sumberinfeksi pada manusia adalah akibat kontak secaralangsung atau tidak langsung dengan

urin hewan yang terinfeksi. Leptospira masuk ke dalarntubuh melalui kulit yang terluka atau

membranamukosa. Pekerjaan merupakan faktor resiko yangpenting pada manusia. Kelompok

yang beresiko adalahpetani atau pekerja di sawah, perkebunan tebu,tambang, rumah potong

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

hewan, perawat hewan, dokterhewan atau orang-orang yang berhubungan dengan perairan,

lumpur dan hewan baik hewan peliharaanataupun satwa liar. Pada manusia penyakit ini

beragam, mulaisubklinis, dengan gejala akut sampai yang mematikan.Gejala klinisnya sangat

beragam dan nonspesifik. Gejala yang umum dijumpai adalah demam, sakitkepala, mual-

mual, nyeri otot, muntah . Kadang-kadang dijurnpai konjungtivitis, ikterus, anemia dan gagal

ginjal.Sebagai host (inang), pada hewan dan manusia,dapat dibedakan atas maintenance host

dan incidentalhost . Dalam tubulus ginjal maintenance host,leptospirosis akan menetap

sebagai infeksi kronik. Infeksi biasanya ditularkan dari hewan ke hewanmelalui

kontaklangsung . Biasanya, infeksi didapatpada usia dini, dan prevalensi ekskresi kronik

melaluiurin meningkat dengan bertambahnya umur hewan.Pada manusia, penularan melalui

kontak tidak langsungdengan - maintenance host. Luasnya penularan tergantung dari banyak

faktor yang meliputi iklim,kepadatan populasi, dan derajat kontak antara maintenance host

dan incidental host. Hal ini dan jugatentang serovar penting untuk studi epidemiologi

leptospirosis pada setiap daerah.

Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di

daerah tropis maupun subtropis. Penyakit ini terutama beresiko terhadap orang yang bekerja

di luar ruangan bersama hewan, misalnya peternak, petani, penjahit, dokter hewan, dan

personel militer. Selain itu, Leptospirosis juga beresiko terhadap individu yang terpapar air

yang terkontaminasi. Di daerah endemis, puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada

saat musim hujan dan banjir.

Iklim yang sesuai untuk perkembangan Leptospira adalah udara yang hangat, tanah

yang basah dan pH alkalis, kondisi ini banyak ditemukan di negara beriklim tropis. Oleh

sebab itu, kasus Leptospirosis 1000 kali lebih banyak ditemukan di negara beriklim tropis

dibandingkan dengan negara subtropis dengan risiko penyakit yang lebih berat. Angka

kejadian Leptospirosis di negara tropis basah 5-20/100.000 penduduk per tahun. Organisasi

Kesehatan Dunia (World Health Oraganization/WHO) mencatat, kasus Leptospirosis di

daerah beriklim subtropis diperkirakan berjumlah 0.1-1 per 100.000 orang setiap tahun,

sedangkan di daerah beriklim tropis kasus ini meningkat menjadi lebih dari 10 per 100.000

orang setiap tahun. Pada saat wabah, sebanyak lebih dari 100 orang dari kelompok berisiko

tinggi di antara 100.000 orang dapat terinfeksi.

Di Indonesia, Leptospirosis tersebar antara lain di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat,

Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau,

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan

Timur dan Kalimantan Barat. Angka kematian Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi,

mencapai 2,5-16,45 persen. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen. Di

beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3 persen - 54 persen tergantung sistem

organ yang terinfeksi.

PENULARAN

Manusisa dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah

terkontmainasi oleh urin binatang yang telah terinfeksi laptospira. Infeksi tersebut jika terjadi

luka atau erosi pada kulit ataupum selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang

terkontaminasi urin binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini

bahan air yang deras pun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan

binatang yang sebelumnya terinfeksi laptospira atau kontak dengan kultur laptospira di

laboraorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terdapat kulit yang

utuh juga dapat menularkan laptospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi

mendapatkan penyakit ini adalah pekerja disawah, pertanian, perkebunan, peternakan ,

pekerja tambang, pekerja dirumah potong hewan, atau orang-orang yang mengadakan

perkemahan di hutan dokter hewan.

PATOGENESIS

Laptopsira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir memasuki aliran

darah dan berkembang,lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon

imunolosi baik secara selluler maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan

terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organism ini masih bertaha pada

daerah yang terisolasi secara imunologi seperti didalam ginjal dimana sebagian

mikroorganisme akan mencapai tubulus konvolunter, bertahan disana dan dilepaskan melalui

urin. Laprospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar delapan hari sampai beberapa

minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian.

Laptospira dapat diilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan

cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase laptospiremia 4-7 hari,

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Laptospiruria

berlangsung satu sampai 4 minggu.

Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Bakteri leptospira masuk ke

dalam tubuh pejamu melalui luka iris/luka abrasi pada kulit, kunjungtiva atau mukosa utuh

yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi

droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan

penetrasi bakteri leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir. Bakteri

leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan

dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di

darah dan jaringan, dan bakteri leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal

pada hari ke-4 sampai 10 perjalanan penyakit. Bakteri leptospira merusak dinding pembuluh

darah kecil, sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel.

Patogenitas bakteri yang penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan

toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada bakteri leptospira mempunyai aktivitas

endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu

stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi

trombosit disertai trombositopenia. Bakteri leptospira mempunyai fosfolipase yaitu suatu

hemolisis yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung

fosfolipid.

Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotosin. In

vivo, toksin ini mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan sel

polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di

dalam ginjal bakteri leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal dan lumen tubulus.

Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan

permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia.

Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal

ginjal. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin dari

jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai

berkurangnya sekresi bilirubin.

Conjungtival suffusion khususnya perikorneal terjadi karena dilatasi pembuluh darah,

kelainan ini sering dijumpai dan patognomik pada stadium dini. Komplikasi lain berupa

uveitis, iritis, iridoksiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikular. Keberadaan

bakteri leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan uveitis kronik berulang. Bakteri

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

leptospira difagosit oleh sel-sel retikuloendotelial serta mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah

organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah.

Bakteri leptospira akan dieliminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal

dan mungkin otak, dimana bakteri leptospira dapat menetap beberapa minggu atau bulan.

Tiga mekanisme yang terlibat dalam patogenesa laptopsirosis: invasi bkteri langsung,

faktor inflamasi nonspesifik, dan reaksi imunologis.

Patologi Leptospirosis

Transmisi Leptospira terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan air,

tanah, tanaman yang terpapar urine binatang mengerat yang mengandung Leptospira.

Leptospira masuk ke dalam tubuh manusia melaui kulit yang tidak intak maupun mukosa

mulut, saluran cerna, saluran hidung dan konjungtiva mata selanjutnya mengikuti aliran darah

sistemik, terjadi replikasi serta menyebar ke berbagai jaringan dan organ tubuh.

Ekstraseluler Leptospira banyak ditemukan pada berbagai jaringan dan organ, sedangkan

intraseluler ditemukan didalam sel fagosit dan epitel. Organ yang paling banyak terdapat

akumulasi Leptospira adalah liver, kemudian berikutnya kelenjar adrenal, ginjal. Di ginjal,

Leptospira berada didalam jaringan interstisial, juga pada dinding serta lumen tubulus urine

iferous. Sedang organ paling sedikit terdapat Leptospira adalah limpa, sumsum tulang,

kelenjar limfe.

Dengan adanya respon imun oleh tubuh, maka Leptospira dalam sirkulasi dapat dieliminasi

sehingga jumlahnya menurun. Mekanisme patologis pada leptospirosis dapat terjadi akibat

efek toksik langsung dari Leptospira, maupun tidak langsung melalui kompleks imun.

Manifestasi klinis dapat berupa leptospirosis anikterik maupun ikterik, yang keduanya

berlangsung melalui fase leptospiremia atau fase septik dan fase imun. Pada fase

leptospiremia atau fase septic, disini keadaan patologis lebih diakibatkan oleh efek toksik

langsung dari Leptospira.

Leptospira memiliki struktur kimia dan biologi yang mirip dengan bakteri Gram-negatif.

Meskipun demikian efek tidak langsung melalui respon imun tidak bisa dipisahkan dengan

efek toksik langsung tersebut. Efek toksik langsung tersebut berdampak pada berbagai tipe

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

sel sehingga dikenal adanya neurotoksin, leukotoksin, hepatotoksin, kardiotoksin. Efek toksik

tersebut dimungkinkan karena pada dinding selnya lipopolisakarida (endotoksin) yang

merupakan bagian integral dari membrane luar (outer membrane).

Pada permukaan membrane luar terdapat komponen lipid A, serta antigen O. Lipid A

merupakan bagian yang mempunyai efek toksik terhadap sel atau molekul. Efek toksik

langsung tersebut terjadi bila membran mengalami lisis oleh berbagai faktor, termasuk akibat

aktivitas komplemen, fagositosis maupun dampak dari pemberian antibiotika.

Lipid A yang toksik tersebut dapat mengekspresi berbagai sel host untuk memproduksi

protein bioaktif termasuk sitokin. Sitokin merupakan salah satu dari sinyal molekuler yang

ikut berperan pada respon imun terhadap lipoprotein pada membran luar. Leptospira yang

berperan seperti halnya LPS yaitu menginduksi sekresi sitokin-sitokin (cytokine release)

berikutnya.

Peptidoglikan dari dinding sel Leptospira interrogans dapat menginduksi sekresi TNF-a dari

monosit yang berdampak luas terhadap timbulnya respon inflamasi lokal maupun sistemik,

pada setiap organ terjadi vaskulitis yang menyeluruh. Interaksi lipoprotein, LPS dari

membran luar Leptospira dengan sel-sel imun host dapat menimbulkan 3 peristiwa penting

yaitu:

1. Pertama: Produksi sitokin oleh monosit, makrofag, serta sel-sel lain. Adapun sitokin

yang diproduksi adalah IL-1, IL-6, IL-8, TNFa. IL-1 diproduksi makrofag, limfosit,

sel-sel endotel, dan keratinosit. Dampak dari IL-1 dapat memicu produksi

prostaglandin dari hipothalamus yang menyebabkan demam serta menstimulasi

reseptor nyeri.

Demam merupakan manifestasi karena dilampauinya set-point suhu di hipothalamus.

Dengan peningkatan set-point tersebut, hipothalamus mengirim sinyal untuk

meningkatkan suhu tubuh. Respon tubuh adalah menggigil dan meningkatnya

metabolisme basal.

IL-1 juga menginduksi serta mempengaruhi sekresi leukotrien yang berdampak

terhadap permeabilitas vaskuler dan berpotensi besar dalam penurunan tekanan darah

sistemik. Selain itu IL-1 juga memiliki kontribusi pada beberapa hal seperti anoreksia,

meningkatnya aktifitas PMN, peningkatan kadar transferin.

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

IL-6 diproduksi makrofag dan fibroblas akibat induksi IL-1. IL-8 diproduksi

makrofag, limfosit, sel-sel endotel setelah diinduksiIL-1 dan TNFa. IL-8 berperan

menstimulasi migrasi dan granulasi PMN, serta ikut memicu kerusakan endotel. TNFa

diproduksi makrofag, limfosit dan sel mast. Peran TNFa adalah ikut serta dalam

turun-naiknya suhu tubuh, wasting, meningkatnya frekuensi pernafasan dan frekuensi

denyut jantung, hipotensi dan timbulnya perdarahan pada berbagai organ.

2. Peristiwa Kedua: adalah aktivasi komplemen. Meningkatnya aktifitas komplemen

selama leptospirosis terutama C3a dan C5a juga merusak endotel. Peran C5a adalah

menginduksi dan ekskresi enzim lisosom yang merusak dinding pembuluh darah yang

menyebabkan kebocoran.

IL-6, IL-8, YNFa, prostaglandin, serta leukotrien semuanya mempunyai potensi

memicu kerusakan endotel sel sehingga memprovokasi terjadinya gangguan funsi

endotel, termasuk keikut sertaan dalam proses relaksasi dan konstriksi vaskuler

(Sayers, 1994; Scott, 2002). Akibat efek simultan dari sikotin dan komplemen

tersebut menyebabkan terganggunya sirkulasi darah terutama yang melalui pembuluh

darah kecil ke berbagai organ tubuh termasuk paru, ginjal, hati dan otak. Situasi

tersebut merupakan manifestasi dari perubahan vaskuler selama peradangan yang

dimulai segera setelah paparan Leptospira.

Arteriol, pada awalnya mengalami vasokonstriksi dalam waktu singkat, kemudian

disusul terjadinya vasodilatasi berkepanjangan yang meningkatkan tekanan cairan

dalam kapiler-kapiler di sebelah hilir sehingga terjadi peningkatan perpindahan filtrat

plasma ke dalam ruangan interstisial. Histamin, bradikinin merupakan mediator kimia

yang di sekresi selama fase leptospiremia menyebabkan endotel kapiler menjadi

renggang sehingga permeabilitas kapiler meningkat.

3. Peristiwa Ketiga: adalah peran dalam aktivasi kaskade koagulasi. Gangguan pada

kaskade koagulasi menyebabkan konsumsi fibrinogen dan trombosit yang abnormal

mengakibatkan insufisiensi komponen pembekuan dan terjadi manifestasi perdarahan

pada berbagai organ.

Rangkaian yang terbentuk akibat dari ketiga peristiwa tersebut, maka pada leptospirosis

terjadi berbagai kelainan pada sel, jaringan dan organ. Pada liver terjadi disfungsi

hepatoseluler termasuk menurunnya produksi faktor pembekuan, menurunnya produksi

albumin, serta menurunnya esterifikasi kholesterol, terjadi kholestasis intrahepatik serta

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

hiperplasi dan hiperthropi sel Kupffer, serta apoptosis hepatosit selama berlangsungnya

infeksi. Manifestasi leptospirosis ikterik yang disertai gagal ginjal dilaporkan pertama kali

oleh Adolf Weil di Heidelberg 100 tahun yang lalu.

Kelainan pada ginjal terjadi akibat komplek imun serta efek toksik langsung dari Leptospira

yang merusak tubulus, vaskulitis, kerusakan endotel, terjadi hipoksemia, nefritis interstisial,

nekrosis tubuler akut. Nefritis dan nekrosis tubuler akut, keduanya diakibatkan akibat migrasi

spirochaeta kedalam ginjal serta deposisi antigen Leptospira pada glomerolus dan tubulus

yang mengakibatkan terjadinya gagal ginjal dan kematian penderita.

Pada paru terjadi kongesti pulmonum, perdarahan-perdarahan, infiltrasi monosit dan neutrofil

di rongga alveoler, dan Leptospira juga dapat ditemukan di dalam sel-sel endotel septa

interalveoler serta kapiler. Keruasakan kapiler pulmoner mendorong terjadinya perdarahan di

paru dan gagal nafas akut sebagai penyebab kematian penderita leptospirosis berat. Pada

jantung terjadi miokarditis interstisial dan arteritis koroner.

Gangguan pada susunan saraf pusat terutama terjadi pada minggu pertama infeksi. Dalam

masa tersebut Leptospira dapat ditemukan dalam cairan cerebrospinal, tetapi tidak akan

menimbulkan meningitis sepanjang cukup tersedia imunoglobulin. Manifestasi gangguan

pada sistem saraf adalah neuritis atau polineuritis, perubahan mental termasuk perasaan

bingung, delirium, depresi mental, maupun psikosis yang dapat berlangsung beberapa bulan

sampai 2 tahun atau lebih.

Pada mata, manifestasinya berupa iritis, iridoksiklitis, dan uveitis kronis. Pada otot , terjadi

perubahan vakuola-vakuola sitoplasma dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada

vaskuler terjadi vaskulitis, jejas endotel kapiler. Pada eritrosit dapat terjadi hemolisis.

Manifestasi perdarahan dapat terjadi pada 33% kasus leptospirosis. Pada otot kerangka

terutama daerah betis terjadi nekrosis fokal, miositis pada sel-sel otot yang disertai infiltrasi

sel-sel histiosit, neutrofil dan sel plasma.

Pada fase imun infeksi Leptospira, terkait dengan respon imun diawali sewaktu sel B atau sel

T berikatan dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel B atau sel T sebagai benda

asing. Lipoprotein pada membran luar Leptospira merupakan protein permukaan yang akan

dikenali sebagai benda asing oleh sel B atau sel T. Karena dianggap asing maka lipoprotein

tersebut berperan sebagai antigen, dan bersifat imunogenik sehingga dapat menstimulasi sel T

dan sel B menjadi aktif, terjadi multiplikasi dan berdeferensiasi lebih lanjut.

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

Respon sel B terhadap lepoprotein pada protein membran luar Leptospira potensial memicu

keradangan. Sel plasma yang terdapat di dalam sirkulasi, limpa, segera merespon terhadap

lipoprotein Leptospira tersebut dengan menghasilkan antibodi atau imunoglobulin yang

kemudian berikatan dengan antigen tersebut dan terbentuk kompleks antigen-antibodi.

Meningkatnya aktivitas sel plasma selama berlangsungnya leptospirosis termasuk

meningkatnya aktifitas pembelahan secara ekstensif dan menghasilkan lebih dari 10 juta

salinan antibodi dalam satu jam. Selama berlangsungnya infeksi Leptospira akan terjadi

respons imun humoral yang mempengaruhi ekspresi protein.

Ada tujuh gen yang terekspresi selama berlangsungnya leptospirosis yaitu: p76, p62, p48,

p45, p41, p37 dan p32 yang dapat menjadi target respons imun humoral. Dengan imunoblots

dapat diidentifikasi empat dari tujuh karakteristik protein, yaitu: LipL32 (merupakan

lipoprotein membran luar utama), LipL41 (lipoprotein pada permukaan membran luar), serta

Hsp Gro EL dan DnaK. Oleh karena itu, identifikasi ekspresi antigen leptospirosis merupakan

implikasi yang penting dalam strategi serodiagnostik dan imunoprotektif.

Dua antigen leptospirosis yang penting adalah p62 dan p76 diidentifikasi sebagai molecular

chaperones yang dapat berinteraksi dengan GroL dan DnaK yang kemudian memegang

kendali guna menentukan hidup-matinya sel melalui opoptosis. Baik GroL dan DnaK

diketahui baik pada fase akut maupun pada fase konvalesen pada penderita-penderita

leptospirosis.

Ekspresi Hsp termasuk Leptospira GroL dan DnaK mempunyai peranan dalam peningkatan

suhu dan progresivitas penyakit, karena kedua gen tersebut berperan untuk mendorong ke

arah kematian atau proteksi terhadap sel-sel tubuh terutama yang terlibat dalam respons

imun.

Pembentukan antibodi pada paparan pertama sel B memerlukan waktu 2 minggu hingga lebih

dari satu tahun. IgM merupakan imunoglobulin berukuran terbesar, dan yang paling tinggi

kadarnya pada paparan pertama. IgG merupakan imunoglobulin yang terbentuk kemudian

meskipun perlahan selama respons primer, tetapi pasti. IgG merupakan 80% dari semua

imunoglobulin dalam sirkulasi. Pada paparan kedua IgG meningkat secara pesat dengan

kekuatan yang lebih besar.

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

Pada waktu leptospiremia sebagian besar Leptospira akan dimusnahkan oleh imunoglobulin.

Imunoglobulin akan menghancurkan Leptospira yang mereka ikat melalui mekanisme

langsung maupun tidak langsung.

Efek langsung terjadi sewaktu pengikatan antigen ke bagian Fab antibodi mengakibatkan

kompleks antigen-antibodi terpresipitasi keluar sirkulasi atau mengalami aglutinasi bersama

kompleks lain. Efek tidak langsung terjadi bila bagian Fc diaktifkan. Hal ini merangsang

reaksi peradangan , termasuk mengaktifkan komplemen, peningkatan aktivitas makrofag, dan

fagositosis. Leptospira yang tinggal pada beberapa organ liver, limpa, ginjal dan lain-lain

menginduksi terjadinya berbagai keadaan patologis sehingga memunculkansindrom klinis

MANIFESTASI KLINIS

Infeksi leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang

asimtomatis,  sehingga sering terjadi misdiagnosis. Hampir 15-40% penderita terpapar infeksi

tidak bergejala tetapi serologis positif. Masa inkubasi 7-12 hari dengan rentang 2-20 hari.

Sekitar 90% penderita ikterus ringan, 5-10% ikterus berat yang sering dikenal sebagai

penyakit Weil. Perjalanan penyakit leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemia dan

fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik.

a. Fase awal dikenal sebagai fase septisemik atau fase leptospiremik karena bakteri dapat

diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Fase awal

sekitar 4-7 hari, ditandai gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya.

Manifestasi klinisnya demam, menggigil, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk,

punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah

darah, ruam, nyeri kepala frontal, fotofobia, gangguan mental, dan meningitis.

Pemeriksaan fisik sering mendapatkan demam sekitar 40oC disertai takikardi.

Subconjunctival suffusion, injeksi faring, splenomegali, hepatomegali, ikterus ringan,

mild jaundice, kelemahan otot, limfadenopati dan manifestasi kulit berbentuk makular,

makulopapular, eritematus, urticari, atau rash juga didapatkan pada fase awal penyakit.

b. Fase ke dua sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi antibody dapat

dideteksi dengan isolasi kuman dari urine; mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari

darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput

otak, hati, mata atau ginjal. Gejala nonspesifik seperti demam dan nyeri otot mungkin

lebih ringan dibandingkan fase awal selama 3 hari sampai beberapa minggu. Sekitar 77%

penderita mengalami nyeri kepala terus menerus yang tidak responsif dengan analgesik.

Gejala ini sering dikaitkan dengan gejala awal meningitis selain delirium. Pada fase yang

lebih berat didapatkan gangguan mental berkepanjangan termasuk depresi, kecemasan,

psikosis dan demensia. Manifestasi klinis sesuai organ yang terganggu. Gejala umum

berupa adenopati, rash, demam, perdarahan, tanda hipovolemia atau syok kardiogenik.

Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan ikterus, hepatomegali, tanda koagulopati.

Gangguan paru berupa batuk, batuk darah, dispneu, dan distres pernapasan. Manifestasi

neurologi berupa palsi saraf kranial, penurunan kesadaran, delirium atau gangguan

mental berkepanjangan seperti depresi, kecemasan, iritabel, psikosis, dan dementia. Pada

mata terdapat perdarahan subconjuntiva, uveitis, tanda iridosiklitis atau korioretinitis.

Gangguan hematologi berupa peradarahan, petekie, purpura, ekimosis dan splenomegali.

Kelainan jantung ditandai gagal jantung atau perikarditis. Meningitis aseptik adalah

manifestasi klinis paling penting pada fase anikterik imun. Gejala meningeal terjadi pada

50% penderita. Kelumpuhan saraf kranial, ensefalitis, dan perubahan kesadaran jarang

didapatkan. Meningitis bisa terjadi pada beberapa hari awal, biasanya pada minggu

pertama dan kedua. Kematian jarang pada kasus anikterik. Leptospirosis dapat diisolasi

dari darah selama 24-48 jam setelah timbul ikterus. Nyeri perut dengan diare dan

konstipasi pada sekitar 30%, hepatosplenomegali, mual, muntah dan anoreksia. Uveitis

pada 2-10% kasus dapat terjadi pada awal atau akhir penyakit, bahkan dilaporkan dapat

sangat lambat sekitar 1 tahun setelah gejala awal. Iridosiklitis and korioretinitis adalah

komplikasi lambat yang akan menetap selama setahun. Gejala pertama timbul 3 minggu

hingga 1 bulan setelah paparan. Perdarahan subkonjuntiva terjadi pada 92% penderita.

Gejala renal seperti azotemia, pyuria, hematuria, proteinuria dan oliguria tampak pada

50% penderita. Kuman leptospira juga dapat mengenai ginjal. Manifestasi paru terjadi

pada 20-70% penderita. Adenopati, rash, and nyeri otot juga dapat timbul.

  Sindrom klinis tidak khas untuk serotype tertentu; tetapi beberapa manifestasi lebih

sering tampak pada seerotipe tertentu. Misalnya ikterus pada 83% penderita infeksi L

icterohaemorrhagiae dan 30% pada L pomona. Rash eritematous pretibial sering pada infeksi

L autumnalis. Gangguan gastrointestinal pada infeksi L grippotyphosa. Meningitis aseptik

sering pada infeksi L pomona atau L canicola. Sindrom Weil adalah bentuk leptospirosis

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

berat ditandai ikterus, disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru, dan diathesis perdarahan.

Kondisi ini terjadi pada akhir fase awal dan meningkat pada fase ke dua, tetapi bisa memburu

setiap waktu. Kriteria penyakit Weil tidak dapat didefinisikan dengan baik. Manifestasi paru

meliputi batuk, dispnu, nyeri dada, sputum darah, batuk darah, dan gagal napas. Disfungsi

ginjal dikaitkan dengan timbulnya ikterus 4-9 hari setelah gejala awal. Penderita dengan

ikterus berat lebih mudah terkena gagal ginjal, perdarahan dan kolap kardiovaskular.

Hepatomegali juga didapatkan. Oliguri atau anuri karena nekrosis tubular akut sering terjadi

pada minggu ke dua. Dapat terjadi gagal multi-organ, rhabdomyolysis, sindrom gagal napas,

hemolisis, splenomegali, gagal jantung kongestif, miokarditis, dan perikarditis. Kasus berat

dengan gangguan hepatorenal dan ikterus mengakibatkan mortalitas 20-40%. Mortalitas juga

akan meningkat pada lanjut usia. Dapat ditemukan makular atau rash makulopapular, nyeri

perut mirip apendisitis akut, pembesaran kelenjar limfoid mirip infeksi mononucleosis.

Leptospirosis dicurigai pada penderita flulike disease dengan meningitis aseptik atau mialgia

berat.

PEMERIKSAAN FISIK

Gejala klinik menonjol yaitu ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjunctiva suffision.

Conjunctiva suffision dan mialgia merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan.

Conjunctiva suffision bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke 3 selambatnya hari ke

7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan conjunctiva unilateral ataupun bilateral yang

disertai fotofobia dan injeksi faring, faring terlihat merah dan bercak-bercak.

Mialgia dapat sangat hebat,pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan

hiperestesi kulit. Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu hepatomegali, splenomegali, kaku

kuduk, rangsang meningeal, hipotensi, ronki paru dan adanya difus hemoragi. Diastesis

hemoragi timbul akibat proses vaskulitis, difus di kapiler disertai hipoprotrombinemia dan

trombositopenia, uji pembendungan dapat positif. Perdarahan seing ditemukan pada

leptospirosis ikterik dan manifestasi dan ruam kulit. Ruam kulit berwujud eritema makula,

makulopapula ataupun urtikaria generalisata maupun setempat pada badan tulang kering atau

tempat lain

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui

gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk leptospirosis dilakukan juga :

I. Pemeriksaan laboratorium umum

Pemeriksaan laboratorium umum ini tidak terlalu spesifik untuk menentukan

diagnosis leptospirosis.

Termasuk pemeriksaan laboratorium umum yaitu :

- Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal, atau

menurun, hitung jenis leukosit, terdapat peningkatan jumlah netrofil.

Leukositosis dapat mencapai 26.000/mm3 pada keadaan ikterik.

Morfologi darah terpi terlihat mielosit yang menandakan gambaran pergeseran

ke kiri.

Faktor pembekuan darah normal. Masa perdarahan dan masa pembekuan

umumnya normal, begitu juga fragilitas osmotik eritrosit keadaannya normal.

Masa protrombin memanjang pada sebagian kecil pasien namun dapat

dikoreksi dengan vitamin k. Trombositopenia ringan 80.000/mm3 sampai

150.000/mm3. laju endap darah meningi dan pada kasus berat ditemua anemia

hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stadium

lanjut perjalanan penyakit.

- Pemeriksaan fungsi ginjal

Pada pemeriksaan urin, terdapat albuminuria dan peningkatan silinder

( hialin, granular ataupun selular ) pada fase dini, kemudian menghilang

dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat pula bilirubinemia yang dapat

mencapai 1g/hari dengan disertai piuria dan hematuria. Gagal ginjal

kemungkinan besar dapat dipakai sebagai salah satu faktor prognosis, makin

tinggi kadarnya makin jelek prognosisnya. Peningkatan ureum sampai di atas

400 mg/dl. Proses perjalanan penyakit gagal ginjal berlangsung progresif dan

selang 3 hari kemudian akan terjadi amat total. Gangguan ginjal pada pasien

penyakit weil ditemukan proteinuria serta azotemia dan dapat terjadi juga

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

nekrosis tubulus akut, oliguria, produksi urin kurang dari 600 ml/hari, terjadi

akibat hidrasi, hipotensi.

- Pemeriksaan fungsi hati

Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada gejala ikterik.

Ikterik disebabkan karena bilirubin direk mening. Gangguan fungsi hati

ditunjukkan dengan meningkatnya serum transaminase ( serum oxalaacetic

transaminase=SGOT fan tidak pasti, dapat tetap normal ataupun meningkat 2-

3 kali nilai normal.

Berbeda dengan hepatitis virus yang selalu menunjukkan peningkatan bermakna

SGPT dan SGOT. Kerusakan jaringan otot menyebabkan kreatinin fosfokinase

juga meningkat. Peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-

rata mencapai nilai normal. Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai

peningkatan kadar enzim kreatinin fosfokinase.

II. Pemeriksaan laboratorium khusus

Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira

dapat secara langsung dengan mencari kuman leptospira atau antigennya dan

secara tidak melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira dengan uji

serologis

1) Pemeriksaan langsung:

a) Pemeriksaan mikroskopik dan immunostaining

Pemeriksaan langsung dapat mendeteksi kuman leptospira dalam darah,

cairan prtoneal dan eksudat pleura dalam minggu pertama sakit, khususnya

antara hari ke 3 – 7, dan di dalam urin pada minggu ke dua, untuk

diagnosis definitif leptospirosis.

Spesimen urin diambil dengan kateter, punksi supra pubik dan urin

aliran tengah, diberi pengawet formalin 10 % dengan perbandingan 1:4.

Bila jumlah spesimen banyak dilakukan dua kali pemusingan untuk

memperbesar peluang menemukan kuman leptospira. Pemusingan pertama

dilakukan pada kecepatan rendah, misalnya 1000 g selama 10 menit untuk

membuang sel, dilanjutkan dengan pemusingan pada kecepatan tinggi

antara 3000 – 4000 g selama 20 – 30 menit agar kuman leptospira

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

terkonsentrasi, kemudian satu tetes sedimen (10 -20 mL) diletakkan di atas

kaca obyek bersih dan diberi kaca penutup agar tersebar rata.

Selain itu dapat dipakai pewarnaan Romanowsky jenis Giemsa, dan

pewarnaan perak yang hasilnya lebih baik dibanding Gram dan Giemsa

(kuman leptospira lebih jelas terlihat).

Pewarnaan imunofluoresein lebih disukai dari pada pewarnaan perak

karena kuman leptospira lebih muda terlihat dan dapat ditentukan jenis

serovar. Kelebihan pewarnaan imunofluoresein dapat dicapai tanpa

mikroskop fluoresein dengan memakai antibodi yang telah dilabel enzim,

seperti fosfotase dan peroksidase atau logam seperti emas.

b) Pemeriksaan molekuler

Pemeriksaan molekuler dengan reaksi polimerase berantai untuk deteksi

DNA kuman leptospira spesifik dapat dilakukan dengan memakai primer

khusus untuk memperkuat semua strain pathogen

c) Biakan

Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik. Hasil optimal bila darah,

cairan serebrospinal, urin dan jaringan postmortem segera ditanam ke

media, kemudian dikirim ke laboratorium pada suhu kamar.

d) Inokulasi hewan percobaan

Kuman leptospira virulen dapat menginfeksi hewan percobaan, oleh

karena itu hewan dapat dipakai untuk isolasi primer kuman leptospira.

Umumnya dipakai golden hamsters (umur 4 – 6 minggu) dan marmut

muda ( 150 – 175 g), yang bukan karier kuman leptospira.

2) Pemeriksaa tidak langsung / serologi

Jenis uji serologi:

Microscopic agglutination test (MAT) Microscopic slide agglutination test

(MSAT)

Uji carik celup:

LEPTO Dipstick

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

LeptoTek Lateral Flow Enzyme linked immunosorbent assay

(ELISA)

Aglutinasi lateks Kering

(LeptoTek Dri – Dot) Microcapsule agglutination test

Indirect fluorescent antibody test (IFAT) Patoc – slide agglutination test

(PSAT)

Indirect haemagglutination test (IHA) Sensitized erythrocyte lysis test (SEL)

Uji Aglutinasi lateks Counterimmunelectrophoresis (CIE)

Complement fixation Test (CFT)

Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urine sejak

awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan tubuh lainnya yang

mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang peluang untuk

isolasi kuman sangat pendek Isolasi kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh

penderita adalah standar kriteria baku. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber

identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan beberapa bulan.

Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis

tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu setelah timbul gejala awal dan serum

konvalesen diambil 2 minggu setelah itu.

Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test

(MAT). Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi

lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna.

Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan hemoglobin dapat

terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung trombosit untuk mengetahui

komponen DIC. Blood urea nitrogen dan kreatinin serum dapat meningkat pada anuri atau

oliguri tubulointerstitial nefritis pada penyakit Weil. Peningkatan bilirubin serum dapat

terjadi pada obstruksi kapiler di hati. Peningkatan transaminase jarang dan kurang bermakna,

biasanya <200 U/L.

Waktu koagulasi akan meningkat pada disfungsi hati atau DIC. Serum creatine kinase

(MM fraction) sering meningkat pada gangguan muskular. Analisis CSF bermanfaat hanya

untuk eksklusi meningitis bakteri. Leptospires dapat diisolasi secara rutin dari CSF, tetapi

penemuan ini tidak mengubah tatalaksana penyakit. Pemeriksaan pencitraan foto polos paru

dapat menunjukkan air space bilateral. Juga dapat menunjukkan kardiomegali dan edema

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

paru pada miokarditis. Perdarahan alveolar dan patchy multiple infiltrate dapat ditemukan.

Ultrasonografi traktus bilier dapat menunjukkan kolesistitis akalkulus. Perwarnaan silver

staining dan immunofluorescence dapat mengidentifikasi leptospira di hati, limpa, ginjal,

CNS dan otot. Selama fase akut pemeriksaan histology menunjukkan organisma tanpa

banyak infiltrate inflamasi.

DIAGNOSIS BANDING

1. Dengue Fever

2. Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome

3. Hepatitis

4. Malaria

5. Meningitis

6. Mononucleosis, influenza

7. Enteric fever

8. Rickettsial disease

9. Encephalitis

10. Primary HIV infection

TATALAKSANA

Terapi antimikrobial adalah pengobatan utama. Pada infeksi tanpa komplikasi tidak

perlu rawat inap. Doksisiklin oral menurunkan durasi demam. Rawat inap perlu untuk terapi

penicillin G intravena. Penelitian terakhir menunjukkan sefalosporin sama efektifnya dengan

doksisiklin dan penisilin pada fase akut. Eritromisin digunakan pada kasus kehamilan yang

alergi terhadap penisillin sedangkan amoksisilin adalah terapi alternatif. Pada kasus berat

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

dengan gangguan organ dan gagal multiorgan, terapi suportif. Yang paling penting adalah

pemantauan cermat perubahan klinis karena kolaps kardiovaskular dan syok dapat cepat dan

mendadak. Fungsi ginjal harus dievaluasi cermat; jika gagal ginjal perlu dialisis. Umumnya

kerusakan ginjal reversibel jikadapat melewati fase akut. Ventilasi mekanik dan proteksi jalan

napas bila terjadi gangguan pernapasan berat. Pamantauan jantung untuk risiko takikardi

ventrikel, kontraksi ventrikel prematur, fibrilasi atrial, flutter, dan takikardi.

PENCEGAHAN

Menghindari atau mengurangi kontak dengan binatang yang berpotensi terpapar air

atau lahan tercemar. Orang berisiko tinggi harus memakai sarung tangan, baju dan kacamata

pelindung. Higiene sanitasi lingkungan, kontrol binatang pengerat seperti tikus harus

diperhatikan secara ketat. Penggunaan vaksin pada hewan dan manusia masih kontroversial.

Kemoprofilaksis efektif pada manusia risiko tinggi seperti anggota militer atau wisatawan di

daerah endemik. Doksisiklin 250 mg peroral sekali seminggu, efikasinya sangat baik. Tetapi

pencegahan tidak dianjurkan untuk jangka panjang

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 5 Kelompok 2(1)

DAFTAR PUSTAKA

NSW Multicultural Health Communication Service. Leptospirosis. Diakses tanggal 20 Mei

2014 <http://www.mhcs.health.nsw.gov.au>

Setadi, B., Setiawan, A., Effendi, D. & Hadinegoro, S. 2001. Leptospirosis.

Sari Pediatri, Vol. 3, No. 3, Desember 2001: 163 - 167

Sudoyo, AW, Setiyohadi, B., Alwi, I., Simandibrata MK, & Setiati, S. 2009. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing.

World Health Organization. Leptospirosis. Diakses tanggal 20 Mei 2014

<http://www.who.int/topics/leptospirosis/en/>

World Health Organization. Human leptospirosis: guidance for diagnosis, surveillance and

control. Geneva / International Leptospirosis Society, 2003 (ISBN 92 4 154589 5;

http://whqlibdoc.who.int/hq/2003/WHO_CDS_CSR_EPH_2002.23.pdf).