lapsus ikm revisi
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
1/39
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
LAPORAN KASUS INDIVIDU
HIPERTENSI
Oleh
PARA DIVIA
H1A 007 049
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/PUSKESMAS KEDIRI
2013
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
2/39
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita
tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya.
Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang
siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi (1).
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer dan sekunder.
Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas.
Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti
bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90 persen pasien
hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Yang kedua adalah hipertensi sekunder
yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi,
pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor
pengatur tekanan darah (1).
WHO 2000 menunjukkan, diseluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita.
Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta
pengidap hipertensi, 333 juta berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negarasedang berkembang, termasuk Indonesia. Ini membalikkan teori sebelumnya bahwa
hipertensi banyak menyerang kalangan mapan. Faktanya, di Negara maju yang sarat
kemakmuran justru hipertensi bisa dikendalikan (2).
Di Amerika sendiri, data dari JNC 7 menunjukkan dari sekitar 50 juta penderita
hipertensi hanya 70% yang menyadari mereka menderita hipertensi dan hanya 59% yang
telah menjalani terapi dan 34% yang terkontrol (3).
Prevalensi hipertensi di Indonesia sendiri cukup tinggi. Selain itu, akibat yang
ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan salah satu
faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh
darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah
menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang
hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau
datang dengan keluhan lain. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan,
sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil
pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
3/39
Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki
hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi (4).
Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1972, 1986, dan 1992 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang
menyolok sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab
kematian nomor satu (4).
Puskesmas sebagai pusat pelayanan primer mempunyai peran yang sangat penting
untuk melakukan tugas dan fungsinya sebagai garda terdepan dalam meningkatkan upaya
kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dilihat dari data 10 penyakit
terbanyak rawat jalan di Puskesmas Kediri, penyakit hipertensi menduduki peringkat
keempat dengan jumlah 3414 kasus dari bulan Januari hingga bulan Desember 2012. Dengan
demikian angka kejadian penyakit hipertensi yang tinggi tersebut dapat menurunkan derajat
kesehatan masyarakat di wilayah Kediri. Untuk itu, laporan ini akan membahas tentang
pengobatan dan pencegahan penyakit hipertensi pada masyarakat.
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
4/39
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. GAMBARAN PENYAKIT HIPERTENSI DI PUSKESMAS KEDIRI
Pada tahun 2007 didapatkan penyakit hipertensi menempati urutan kedelapan pada
data sepuluh penyakit terbanyak tahun 2007 puskesmas Kediri dengan jumlah kasus
sebanyak 1702 kasus (11). Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Grafik 2.1. Daftar 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun 2007
Dilihat dari grafik 10 penyakit terbanyak tahun 2009 di bawah ini, penyakit hipertensi
menempati urutan kesepuluh dari sepuluh pernyakit terbanyak pasien rawat jalan dengan
jumlah kasus sebanyak 696 kasus. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan dari tahun 2007 (10)
11361
5456
4624 4376
2163 1963 1733 17021565 1047
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
5/39
Grafik 2.2 Daftar 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun 2009
3067
1969
1426
1171 1158 1119
841754 737 696
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
6/39
Pada tahun 2010, penyakit hipertensi berada pada urutan kesepuluh dari daftar 10 penyakit
terbanyak rawat jalan di wilayah Puskesmas Kediri dengan jumlah kasus sebanyak 670 kasus
(9).
Grafik 2.3. Daftar 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun 2010
4236
2097
1543 1378 12871147
829 743 737 670
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
7/39
Pada tahun 2012 didapatkan penyakit hipertensi menempati urutan keempat pada data
sepuluh penyakit terbanyak pasien rawat jalan tahun 2012 dengan jumlah kasus sebanyak
3414 kasus (8). Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Grafik 2.4. Daftar 10 Penyakit Rawat Jalan Terbanyak Puskesmas Kediri Tahun 2012
Jika jumlah kasus penyakit hipertensi tahun 2007, tahun 2009, tahun 2010, dan tahun 2012
dibandingkan maka didapatkan gambaran seperti pada grafik di bawah ini. Tampak
penurunan kasus dari tahun 2007 ke tahun 2009 yaitu sebanyak 1702 kasus menjadi 696
kasus, dari tahun 2009 ke tahun 2010 yaitu sebanyak 696 menjadi 670. Namun terjadi
peningkatan kasus dari tahun 2010 ke tahun 2012, yaitu sebanyak 670 kasus menjadi 3414
kasus.
12923
3788 3688 34142799
2306 2169 1920 1883
583
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
8/39
Tabel 2.1 Data 10 penyakit terbanyak rawat inap di puskesmas Kediri bulan Januari-
Desember tahun 20102012
No Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
Nama penyakit Jumlah
kasus
Nama penyakit Jumlah
kasus
Nama
penyakit
Jumlah
kasus
1. Diare 340 Diare 354 Diare 298
2. Typhoid 257 Dispepsia 168 Typhoid 189
3. Dispepsia 251 Pneumonia 119 Pneumonia 128
4. Pneumonia 120 Typhoid 102 Dispepsia 125
5. Observasi febris 118 Observasi febris 73 DHF 93
6. ISPA 62 Asma Bronkial 50 ISPA 54
7. Suspec. Thyfoid 55 ISPA 47 Infeksi saluran
kencing
45
8. Susp. DHF 46 Hipertensi 47 Hipertensi 39
9. Cedera Kepala
Ringan
45 Kejang Demam
Sederhana
30 Asma Bronkial 33
10. Infeksi saluran
kencing
30 Disentri 30 Observasi
febris
25
1702
696670
3414
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
2007 2009 2010 2012
PERBANDINGAN JUMLAH KASUS RAWAT JALAN PENYAKIT
HIPERTENSI DI PUSKESMAS KEDIRI TAHUN 2007, 2009, 2010,
DAN 2012
Jumlah Kasus
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
9/39
Sementara itu pada data 10 penyakit terbanyak rawat inap di Puskesmas Kediri, hipertensi
menduduki peringkat kedelapan pada tahun 2011 dengan jumlah kasus sebanyak 47 kasus
dan mengalami penurunan menjadi 39 kasus pada tahun 2012 (8).
2.2. KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI
A. Definisi dan Klasifikasi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada
tiga kesempatan yang berbeda. Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul
terutama karena faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong
timbulnya kenaikan tekanan darah adalah (5,6):
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Faktor Keturunan (Genetik). Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensiterbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada
kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan
secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya.
b. Jenis Kelamin (Gender). Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderitahipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi
oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan
pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman
terhadap pekerjaan dan pengangguran.
c. Usia. Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderitahipertensi juga semakin besar.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
a. Obesitas (Kegemukan). Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapaiindeks massa tubuh >27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga
merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan
ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah
penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak
obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas
saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
10/39
b. Stres. Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas sarafsimpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress
menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini
secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan
pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi.
c. Asupan garam. Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsigaram dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui
peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan
diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali
pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi
esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh.
d. Kurang aktivitas fisik. Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatanterhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik
aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko
timbulnya obesitas akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko
timbulnya hipertensi juga akan bertambah.
e. Gaya hidup yang kurang sehat. Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya denganhipertensi namun kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang
olahraga dapat pula mempengaruhi peningkatan tekanan darah.
Klasifikasi tekanan darah menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) dibagi
menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2 (3).
Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
11/39
B. Epidemiologi
WHO 2000 menunjukkan, diseluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita.
Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta
pengidap hipertensi, 333 juta berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negara
sedang berkembang, termasuk Indonesia. Ini membalikkan teori sebelumnya bahwa
hipertensi banyak menyerang kalangan mapan. Faktanya, di Negara maju yang sarat
kemakmuran justru hipertensi bisa dikendalikan (2).
Di Amerika sendiri, data dari JNC 7 menunjukkan dari sekitar 50 juta penderita
hipertensi hanya 70% yang menyadari mereka menderita hipertensi dan hanya 59% yang
telah menjalani terapi dan 34% yang terkontrol. Angka ini meningkat dari tahun
sebelumnya (3).
Distribusi penyakit sistem sirkulasi rawat jalan di seluruh rumah sakit di seluruh
Indonesia menurut jenis kelamin pada 2004 dan 2005 menunjukkan, penderita terbanyak
adalah laki-laki. Kasus terbanyak penyakit sistem sirkulasi di rumah sakit seluruh
Indonesia pada tahun 2004 dan 2005 adalah hipertensi esensial dan stroke. Dokter umum
adalah tenaga pelayanan kesehatan yang paling banyak terlihat dalam pengendalian
penyakit sistem sirkulasi. Dari survei hipertensi di rumah sakit pada tahun 2001
(Hospital-based study)yang melibatkan 28 rumah sakit di Indonesia dengan 3.273 pasien
tercatat. Studi yang dilaporkan dalam Journal Neurology ini merupakan bagian dari
ASEAN Neurological Association cooperative study on stroke, di 7 negara. Dari total
40,4% kasus hipertensi yang ditemukan, sebanyak 33,5% tidak mendapat terapi dan 3,5%
mendapat terapi (1).
C. Etiologi
Hipertensi Esensial (Hipertensi Primer atau Hipertensi Idiopatik) merupakan
hipertensi yang tidak jelas etiologinya (penyakit yang mendasari tidak diketahui adanya).
Kelainan hemodinamik utama dalam hipertensi ini yaitu peningkatan resistensi perifer.
Meskipun etiologi dari hipertensi ini tidak diketahui dengan jelas, namun diduga
multifaktorial yang memainkan peranan pada terjadinya hipertensi esensial, diantaranya
(1,5,6):
Genetik atau keturunan faktor keturunan bersifat poligenik terlihat dari adanya riwayat penyakit
kardiovaskular
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
12/39
riwayat predesposisi genetik, berupa sensitivitas terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskular, dan resistensi insulin
Lingkungan (Intake garam, stres, dan obesitas)Intake garam
Sejumlah besar penderita dewasa dengan hipertensi esensial sensitive terhadap
masukan garam
Mekanisme sensitifitas garam tidak jelas, namun mungkin melibatkan ion klorida
bukan ion natrium
Individu dengan sensitive garam tampak mengalami gangguan dalam kemampuan
untuk mengeksresikan urin beban natrium
Hipertensi Sekunder memiliki prevalensi 5-8 % dari seluruh penderita hipertensi
lebih sering daripada hipertensi esensial pada bayi dan anak. Tinggi tekanan darah dapat
membantu dalam membedakan hipertensi sekunder dengan primer, pada umumnya
remaja dengan hipertensi esensial mempunyai tekanan diastolic pada atau sedikit di atas
persentil ke-50 menurut umur (5,6).
Etiologi hipertensi bervariasi sesuai dengan variasi umur dan variasi penyakit penyerta
lainnya (6).
Berdasarkan umur: Pada BBL, hipertensi sering dihubungkan dengan kateterisasi umbilikalis tinggi
dan penyumbatan arteri renalis karena pembentukan thrombus
sekitar 75-80 % anak dengan hipertensi sekunder mempunyai kelainan
ginjal
sekitar 25-50% mengalami infeksi saluran kencing, hal ini sering
terkait dengan lesi obstruktif saluran kencing
dapat disertai dengan retensi natrium.
Pada masa anak awal biasanya sekunder, tetapi pada masa anak akhir dan remajasebabnya lebih sering primer
Berdasarkan penyakit: Penyakit ginjal (hipertensi renal)
Lesi parenkim ginjal : glomerulonefritis akut dan kronis Lesi ginjal congenital Tumor dan trauma Lesi renovaskuler, seperti koarktasio aorta dan Stenosis arteri renalis
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
13/39
keduanya menimbulkan hipertensi melalui perangsangansystem
rennin-angiotensin-aldosteron
Penyakit endokrin (hipertesni endokrin) Endokrinopati
melibatkan tiroid, paratiroid, dan kelenjar adrenal
hipertensi sistolik dan takikardi sering ada pada hipertirodisme,
tetapi tekanan diastolicnya biasanya tidak naik
hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme atau sebab lain, sering
menyebabkan kenaikan ringan pada tekanan karena
bertambanhnya tonus vascular.
gangguan adrenokortikal (tumor yang mensekresi aldosteron,
hyperplasia adrenal, sindron Crushing) dapat menghasilkan
hipertensi jika ada kenaikan pengaruh mineralkortikoid karena
bertmbahnya aldosteron, atau kortisol.
Tumor yang mensekresi katekolamin, karena pengaruh epinefrin dannoreepinefrin pada jantung dan vaskuler
Sindrom Guillain-Barre, poliomyelitis, luka bakar dan sindrom Steven-johnson akibat kelebihan katekolamin sehingga menaikkan tekanan darah
sebentar-bentar
Penyalahgunaan obat-obatan, agen terapeutik, dan toksin. Kontrasepsi hormonal Hormon adrenokortikotropik Kortikosteroid Simpatomimetik amin (efedrin, penilefsin, fenilpropanolamin, emfetamin) Kokain Siklosporin Sitropoietin.
D. Patogenesis
Patofisiologi atau mekanisme dari hipertensi merupakan suatu proses yang
kompleks. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi
essensial/primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial/primer adalah jenis
hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
14/39
hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan terus
diarahkan untuk mengatasi hipertensi ini (1).
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor yang mendorong timbulnya
kenaikan darah tersebut adalah (1,7):
1. Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,genetis
2. Sistem saraf simpatis3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan
interstisium juga memberikan kontribusi akhir.
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem RAA. HipertensiSekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain
karena kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid, penyakit
kelenjar adrenal atau pemakaian obat seperti pil KB, kortikosteroid, simpatometik
amin (efedrin, fenilefrin, amfetamin), siklosporin, dan eritropoetin.
Di dalam tubuh terdapat sistem yang mencegah perubahan tekanan darah secara akut
yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan
kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksinya,
sistem kontrol tersebut dibedakan dalam sistem yang bereaksi segera, yang bereaksi
kurang cepat dan yang bereaksi dalam jangka panjang.
Refleks kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol
yang bereaksi segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus
karotis dan arkus aorta yang berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh
lain sistem kontrol saraf terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah refleks
kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari
atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos.
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang
dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopressin termasuk sistem kontrol yang
bereaksi kurang cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan
oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ
terutama ginjal. Jadi terlihat bahwa sistem pengendalian tekanan darah sangat
kompleks. Pengendalian dimulai oleh sistem yang bereaksi cepat diikuti oleh sistem
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
15/39
yang bereaksi kurang cepat dan dilanjutkan oleh sistem yang poten yang berlangsung
dalam jangka panjang.
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan
perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap
selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat
disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud refleks autoregulasi ialah
mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh
karena curah jantung yang meningkat terjadi kontriksi sfingter prekapiler yang
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer.
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap
dalam waktu lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu, diduga terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang
berperan pada hipertensi primer. Secara pasti belum diketahui faktor hormonal atau
perubahan anatomi yang terjadi pada pembuluh darah yang berpengaruh pada proses
tersebut. Kelainan hemodinamik tersebut diikuti pula dengan kelainan struktural
pembuluh darah dan jantung, pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding,
sedangkan pada jantung terjadi penebalan dinding ventrikel.
Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi,
mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE berperan secara
fisiologis dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angitensinogen yang
dibentuk di hati.Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II, yang memegang peranan penting dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua jalur utama (1,5).
Pertama adalah dengan meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi oleh kelenjar hipofisis dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang dikeluarkan dari tubuh sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian interseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua
adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormone steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
16/39
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara
mereabsorbsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl aka n diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstra seluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah (5,6).
E. Gejala Klinis
Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila
demikian, gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi hipertensi pada ginjal, mata, otak,
atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing
(7).Berikut adalah gejala-gejala pada hipertensi terkait dengan etiologinya (6):
1. Hipertensi esensial ringan : Jarang menimbulkan gejala Seiring memburuknya kondisi Sakit kepala namun tidak spesifik Sakit kepala pada bagian suboccipital (suboccipital pulsating headache) yang
biasnya terjadi di pagi hari
2. Hiperteni dipercepat: Somnolen (mengantuk) Kebingungan Gangguan penglihatan Mual-muntah
3. Hipertensi dengan pheochromocytomas : Sakit kepala Cemas Tremor Mual muntah Berdebar Berkeringat Pucat
4. Hipertensi pada aldosteronisme primer Kelemahan otot Polyuria
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
17/39
Polyfagia Polydipsia Nokturia yang disebabkan oleh hipokalemia
F. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis atau proses wawancara merupakan langkah awal untuk penegakkan diagnosis
hipertensi. Anamnesis atau wawancara bertujuan untuk menggali informasi tentang
penyakit pasien. Anamnesis ini bisa dilakukan langsung dengan pasien (autoanamnesis)
atau dengan keluarga pasien (heteroanamnesis). Hal- hal yang dapat ditanyakan untuk
mendapatkan informasi penyakit hipertensi meliputi (1,3):
1. Sudah berapa lama pasien menderita hipertensi dan berapa tekanan darahnya?2. Pertanyaan yang menunjukkan adanya indikasi hipertensi sekunder, seperti:
a. Apakah ada keluarga dengan penyakit ginjal (ginjal polikistik)?
b. Apakah pasien mempunyai penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri,
pemakaian obat-obat analgesik dan obat lainnya?
c. Apakah ada gejala-gejala, seperti episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan dan
palpitasi? (gejala tersebut di atas dapat mengindikasikan adanya penyakit
feokromasitoma)
d. Apakah ada gejala - gejala, seperti episode lemah otot dan tetani? (gejala tersebut di
atas dapat mengindikasikan adanya penyakit aldosteronisme)
3. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan faktor-faktor risiko penyakit hipertensi,
seperti:
a. Apakah ada riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga
pasien?
b. Apakah ada riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya?
c. Apakah ada riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya?
d. Apakah pasien mempunyai kebiasaan merokok?
e. Bagaimana dengan pola makan pasien?
f. Apakah pasien mengalami kegemukan dan bagaimana intensitas olahraga pasien?
g. Bagaimana kepribadian pasien ?
4. Pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan adanya gejala kerusakan organ, seperti :
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
18/39
a. Otak dan mata : Apakah ada gejala-gejala seperti sakit kepala, vertigo, gangguan
penglihatan, TIA, defisit sensoris atau defisit motoris?
b. Jantung : Apakah ada gejala-gejala seperti palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak
kaki?
c. Ginjal : Apakah ada gejala-gejala seperti haus, poliuria, nokturia,hematuria?
d. Arteri perifer : Apakah ada gejala-gejala seperti ekstremitas dingin, klaudikasio
intermiten?
5. Bagaimana riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya?
6. Apakah ada faktor lainnya yang mendukung terjadinya hipertensi, seperti faktor-faktor
pribadi, keluarga dan lingkungan?
Pemeriksaan Fisis
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien istirahat
selama 5 menit. Kaki di lantai dengan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan
peletakkan manset (panjang 12-13 cm, lebar 35 cm untuk standar orang dewasa) dan
stetoskop harus benar. Pengukuran dilakukan 2 kali, dengan sela 1-5 menit (3).
G. Penatalaksanaan
Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya,Kemenkes membuat kebijakan yaitu (4):
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif
(skrining)
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan
PosbinduPTM
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi
Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui peningkatan sumber daya tenaga kesehatan
yang profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana
PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; peningkatan manajemen
pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan
holistik; serta peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif,
maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan.
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
19/39
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah (1):
Target tekanan darah
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
20/39
polos vaskular, stimulasi alfa menyebabkan relaksasi. Pada pusat vasootor, arus
sipatik dihabat oleh stiulasi alfa. Efek sentral kurang jelas.
o Penyekat digunakan secara luas sebagai antihipertensi. Efektivitas seua obat inihampir saa dalam menurunkan tekanan darah tetapi sebagian ada yang mempunyai
selektivitas lebih besar terhadap reseptor jantung dibanding obat lain yang tidak
kardioselektif.
o Penyekat mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA) (pindolol,oxprenolol, acebutalol dan celiprolol) suatu sifat yang menyebabkan lebih sedikit
penurunan denyut jantung dan renin untuk perubahan tekanan darah yang sama jika
dibandingkan dengan penyekat dapat memperberat bronkospasme, klaudikasio, dan
gagal jantung kongestif yang tidak diterapi dan relatif merupakan kontraindikasi
untuk keadaan teresbut. Efek samping dapat berupa kelelahan, insomnia, mimpi
buruk, halusinasi, depresi dan impotensi.
3. Vasodilator langsungObat ini menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi vaskular perifer.
Contoh kelompok obat ini adalah obat oral hidralazin, prazosin, dan minoksidil dan
obat intravena diazoksid dan nitroprusid. Semuanya cenderung menimbulkan
takikardia reflektif, hidralazin dapat terkait dengan sindro lupus jika digunakan
dengan dosis tinggi dan inoksidil biasanya menyebabkan hirsutisme.
4. Penghambat renin-angiotensino Penyekat reseptor adrenergik menghambat produksi renin ginjal dari aparatus
jukstaglomerulus dan mungkin menyekat konversi substrat renin menjadi angiotensin.
Obat yang paling banyak digunakan dari kelompok obat ini untuk hipertensi yaitu
penghambat ACE, seperti captopril, nelapril, lisinopril dan raipril, dan yang paling
akhir dikembangkan penyekat reseptor angiotensin II seperti losartan dan valsartan.
o Angiotensin II adalah vasokonstriktor dan memacu produksi aldosteron, sehinggamenyekat produksinya. Penghambat ACE dapat menyebabkan hilangnya rasa
pengecapan, kulit merah, dan biasanya menyebabkan batuk kering iritatif, yang
mungkin disebabkan peningkatan kadar bradikinin.
H. Tindakan Preventif
Pencegahan hipertensi dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pada prinsipnya
keduanya merupakan kombinasi umum(1,3,4)
:
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
21/39
1. Intervensi untuk menurunkan tekanan darah di populasi dengan tujuan menggeser
distribusi tekanan darah ke arah yang lebih rendah.
2. Strategi penurunan tekanan darah ditujukan pada mereka yang mempunyai
kecenderungan meningginya tekanan darah. Kelompok masyarakat ini termasuk
mereka yang mengalami tekanan darah normal dalam kisaran yang tinggi (TDS 130-
139 mmHg atau TDD 85-89 mmHg), riwayat keluarga ada yang menderita hipertensi,
obesitas, tidak aktif secara fisik, atau banyak minum alkohol dan mengkonsumsi
garam secara berlebih.
Pencegahan atau penanggulangan hipertensi dengan modifikasi gaya hidup cukup efektif
dapat menurunkan resiko kardiovaskular dengan biaya sedikit dan risiko minimal.
Langkah-langkah yang dianjurkan adalah (1):
Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indikator berupa indeks massa
tubuh 27).
Membatasi konsumsi alkohol.
Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-40 menit/hari).
Mengurangi asupan natrium (
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
22/39
kebiasaan merokok) yang mempercepat proses aterosklerosis meningkatkan angka
mortalitas hipertensi dengan tidak memperhatikan usia, ras dan jenis kelamin (1,6).
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
23/39
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas PasienNama Pasien : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani
Pedidikan : SD
Umur : 70 tahun
Alamat : Karang Kuripan
Kunjungan ke Pusk. : 08 Januari 2013
II. AnamnesisKeluhan utama : Sakit Kepala
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sakit kepala yang dirasakan sejak dua hari yang lalu. Sakit
kepala dirasakan berdenyut pada semua bagian kepala, dirasakan terus menerus, dan disertai
kaku dan tegang pada tengkuknya. Keluhan kadang disertai dengan mata berkunang-kunang.
Keluhan dirasakan memberat jika pasien melakukan aktifitas dan berkurang bila istirahat,
sehingga selama dua hari terakhir pasien hanya beristirahat dan tidak bekerja.
Pasien sering mengalami keluhan seperti ini sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan
hilang timbul dan muncul terutama saat pasien banyak beraktifitas atau sedang banyak
pikiran. Kemudian bila dalam keadaan tidak kambuh, pasien merasa biasa dan dapat
melakukan aktifitas sehari-hari.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit jantung (-), hipertensi (+), DM (-), riwayat operasi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat Pengobatan
Bila keluhan sakit kepala kambuh, pasien biasanya berobat di puskesmas. Pasien mengaku
diberikan yang diminum 2 kali sehari. Keluhan biasanya membaik dengan meminum obat
sehingga pasien tidak pernah kontrol kembali ke puskesmas. Pasien biasanya kembali ke
puskesmas bila keluhan tidak membaik.
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
24/39
Riwayat Sosial, ekonomi dan Lingkungan :
Pasien merupakan kepala keluarga. Istri pasien telah meninggal sekitar 5 tahun yang lalukarena sakit (pasien tidak mengetahui sakit istrinya). Pasien memiliki 4 orang anak, 3
orang diantaranya telah berkeluarga. Pasien saat ini tinggal di rumah berlima dengan dua
orang anaknya (anak kedua dan keempat), serta dua orang cucu (cucu dari anak pertama
dan anak keempat).
Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, dan 1 dapur. Luasrumah pasien 8 x 6 meter, dengan teras dan kamar mandi yang letaknya di sebelah utara
rumah. Jarak rumah pasien dengan rumah tetangga berjarak 3 meter di sebelah utara, 6
meter di sebelah barat, dan 3 meter di sebelah selatan. Tempat jemuran terletak di sebelah
barat rumah.
Tempat pembuangan sampah berada depan gudang yang bersebelahan dengan kamarmandi. Tembok rumah tidak menyatu dengan tembok tetangga. Ventilasi cukup baik,
terdapat 3 jendela yang sering dibuka. Lantai rumah terbuat dari semen, dinding rumah
berupa tembok, plafon terbuat dari triplek, atap rumah terbuat dari genteng.
Sumber air minum berasal dari air sumur keluarga yang berada di dekat kamar mandi,berjarak 3 meter dari rumah, dan air sumur biasanya dimasak terlebih dahulu sebelum
diminum.
Keluarga pasien memiliki jamban dengan sebuah kamar mandi yang terletak di sebelahutara rumah pasien dengan jarak sekitar 2 meter dari rumah.
Pembuangan sampah di kali yang berjarak 200 meter dari rumah. Sistem pembuangansampah keluarga yaitu sampah dikumpulkan dibelakang rumah kemudian sampah
sampah yang dikumpulkan dibawa ke kali.
Pendapatan keluarga berasal dari penghasilan anak dan cucu pasien yang bekerja sebagaipengecer makanan ringan. Kira-kira perbulan mencapai Rp.300.000 Rp. 600.000 per
bulan. Pasien memiliki sawah seluas 25 are, namun karena keterbatasan biaya dalam
pengolahan, saat ini sawah pasien tidak ditanami apa-apa sehingga pasien tidak memiliki
penghasilan sendiri.
Pasien mengakui sudah merokok sedari remaja. Rokok yang dikonsumsi oleh pasienberupa rokok tembakau hitam pilitan tanpa filter. Dalam satu hari pasien mengkonsumsi 5-
8 batang rokok pilitan dengan ukuran 2x besar rokok filter. Menurut pasien semenjak
diketahui menderita tekanan darah tinggi, pasien mulai mengurangi rokok dan saat ini
pasien sudah tidak merokok lagi.
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
25/39
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi garam yang cukup tinggi. Pada saat pasienmakan, selain nasi dan lauknya, pasien juga menyediakan satu piring kecil garam yang
digunakan untuk menambah rasa pada makanan. Semenjak diketahui menderita darah
tinggi, pasien sudah meninggalkan kebiasaan tersebut.
Pasien juga memiliki kebiasaan mengopi sedari remaja. Dalam satu hari pasienmenghabiskan 3-4 gelas besar kopi hitam. Namun sejak sakit pasien mengakui
mengurangi konsumsi kopi menjadi 1-2 gelas perhari.
Pasien mengakui beberapa tahun terakhir sering mengalami susah tidur karena banyakpikiran. Hal ini terutama dirasakan semenjak istrinya meninggal dunia. Pasien juga
mengatakan bahwa hubungannya dengan anak kedua kurang harmonis dan sering cekcok
sehingga membuat pasien sering stres.
Ikhtisar Keluarga
Keterangan:
: Lakilaki
: Perempuan
: Pasien
15
39 4038
18
47 43
26 2230
55 50
70 +
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
26/39
III. Pemeriksaan FisikKeadaaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Frek. Nadi : 88 x/menit
Frek. Nafas : 18 x/menit
Suhu : 36,8 C
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Status Gizi : Baik
Status Generalis
Kepala : Deformitas (-)
Rambut : Hitam beruban, lurus, lebat
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-)
Telinga : Liang telinga lapang, serumen (+/+)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Tenggorok : Uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1-T1, detritus (-)
Gigi dan mulut: Karies dentis (+), sianosis (-)
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Paru:
Inspeksi : bentuk ukuran dada normal, otot bantu nafas (-), venektasi (-), retraksi (-), iga
dan sela iga normal, fossa jugularis normal, fossa supra et infra clavicula
normal.
Palpasi : gerakan dinding dada simetris, fremitus kiri = fremitus kanan, nyeri dada (-)
Perkusi : sonor (+/+), batas paru organ dalam batas normal
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga ke-5 sinistra
Perkusi : redup
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
27/39
Abdomen:
Inspeksi : hiperemi (-), distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : turgor baik, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba
Perkusi : timpani
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2, turgor baik, pembengkakan sendi ( -), edema tungkai
(-)
Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa
IV. Pemeriksaan Penunjang (-)
V. Diagnosis KerjaHipertensi Grade II
VI. Diagnosis Holistik Aspek personal
Pasien datang dengan keluhan sakit kepala berdenyut, kaku pada tengkuk dan badan
lemas-lemas. Kekhawatiran pasien adalah kondisi pasien membutuhkan perawatan
inap di puskesmas. Harapan pasien adalah pasien dapat kembali sembuh dan
beraktivitas seperti biasa.
Aspek klinikHipertensi grade II
Aspek psikososial keluargaKurangnya pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hipertensi berupa pengetahuan
tentang hal-hal yang menjadi faktor resiko dan gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya hipertensi.
VII. RencanaTerapi rawat jalan :
Captopril Vitamin B kompleks
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
28/39
VIII.PrognosisBonam
IX. Konseling Edukasi kepada pasien untuk merubah gaya hidup diantaranya untuk
mengurangi rokok dan meminum kopi, jika perlu berhenti mengkonsumsi.
Pasien juga dianjurkan untuk menghindari stres karena stres dapat memicu
timbulnya hipertensi. Selain itu menganjurkan pasien untuk rutin kontrol dan
segera ke pusat kesehatan terdekat jika obat habis.
Menjelaskan kepada pasien tentang komplikasi dari penyakit hipertensi Menganjurkan pasien membatasi konsumsi garam dan makanan yang asin
karena dapat memicu peningkatan tekanan darah.
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
29/39
BAB IV
PENELUSURAN (HOME VISITE)
4.1 Dasar Pemilihan Kasus
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya cenderung
meningkat tiap tahun baik di Indonesia maupun di dunia. Di Puskesmas Kediri sendiri,
pada tahun 2012 didapatkan penyakit hipertensi menempati urutan keempat pada data
10 penyakit terbanyak pasien rawat jalan tahun 2012 dengan jumlah kasus sebanyak
3414 kasus. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Kediri, dalam 5 tahun
terakhir jumlah kasus hipertensi ini pada tahun 2012 meningkat lebih dari 200%
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu pada data 10 penyakit terbanyak
rawat inap di Puskesmas Kediri, hipertensi menduduki peringkat kedelapan pada tahun
2011 dengan jumlah kasus sebanyak 47 kasus dan mengalami penurunan menjadi 39
kasus pada tahun 2012.
Berdasarkan data tersebut, kasus penyakit hipertensi merupakan kasus yang harus
dicari tahu mengapa kejadian kasus penyakit ini banyak terdapat di masyarakat wilayah
Kediri dan cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya.
4.2 Tujuan
Mengetahui faktor resiko yang menjadi penyebab penyakit hipertensi yang diderita oleh
pasien.
4.3 Metodologi
Metodologi yang dipakai adalah wawancara dan pengamatan lingkungan tempat tinggal
pasien. Variabel yang dipakai adalah faktor risiko hipertensi, tanda, dan gejala hipertensi.
4.4 Hasil Penelusuran
Pasien merupakan kepala keluarga. Istri pasien telah meninggal sekitar 5 tahun yanglalu karena sakit (pasien tidak mengetahui sakit istrinya). Pasien memiliki 4 orang
anak, 3 orang diantaranya telah berkeluarga. Pasien saat ini tinggal di rumah berlima
dengan dua orang anaknya (anak kedua dan keempat), serta dua orang cucu (cucu dari
anak pertama dan anak keempat).
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
30/39
Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, dan 1 dapur. Luasrumah pasien 8 x 6 meter, dengan teras dan kamar mandi yang letaknya di sebelah
utara rumah. Jarak rumah pasien dengan rumah tetangga berjarak 3 meter di sebelah
utara, 6 meter di sebelah barat, dan 3 meter di sebelah selatan. Tempat jemuran
terletak di sebelah barat rumah.
Tempat pembuangan sampah berada depan gudang yang bersebelahan dengan kamarmandi. Tembok rumah tidak menyatu dengan tembok tetangga. Ventilasi cukup baik,
terdapat 3 jendela yang sering dibuka. Lantai rumah terbuat dari semen, dinding
rumah berupa tembok, plafon terbuat dari triplek, atap rumah terbuat dari genteng.
Sumber air minum berasal dari air sumur keluarga yang berada di dekat kamar mandi,berjarak 3 meter dari rumah, dan air sumur biasanya dimasak terlebih dahulu sebelum
diminum.
Keluarga pasien memiliki jamban dengan sebuah kamar mandi yang terletak disebelah utara rumah pasien dengan jarak sekitar 2 meter dari rumah.
Pembuangan sampah di kali yang berjarak 200 meter dari rumah. Sistempembuangan sampah keluarga yaitu sampah dikumpulkan dibelakang rumah
kemudian sampahsampah yang dikumpulkan dibawa ke kali.
Pendapatan keluarga berasal dari penghasilan anak dan cucu pasien yang bekerjasebagai pengecer makanan ringan. Kira-kira perbulan mencapai Rp.300.000 Rp.
600.000 per bulan. Pasien memiliki sawah seluas 25 are, namun karena keterbatasan
biaya dalam pengolahan, saat ini sawah pasien tidak ditanami apa-apa sehingga pasien
tidak memiliki penghasilan sendiri.
Pasien mengakui sudah merokok sedari remaja. Rokok yang dikonsumsi oleh pasienberupa rokok tembakau hitam pilitan tanpa filter. Dalam satu hari pasien
mengkonsumsi 5-8 batang rokok pilitan dengan ukuran 2x besar rokok filter. Menurut
pasien semenjak diketahui menderita tekanan darah tinggi, pasien mulai mengurangi
rokok dan saat ini pasien sudah tidak merokok lagi.
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi garam yang cukup tinggi. Pada saat pasienmakan, selain nasi dan lauknya, pasien juga menyediakan satu piring kecil garam
yang digunakan untuk menambah rasa pada makanan. Semenjak diketahui menderita
darah tinggi, pasien sudah meninggalkan kebiasaan tersebut.
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
31/39
Pasien juga memiliki kebiasaan mengopi sedari remaja. Dalam satu hari pasienmenghabiskan 3-4 gelas besar kopi hitam. Namun sejak sakit pasien mengakui
mengurangi konsumsi kopi menjadi 1-2 gelas perhari.
Pasien mengakui beberapa tahun terakhir sering mengalami susah tidur karena banyak
pikiran. Hal ini terutama dirasakan semenjak istrinya meninggal dunia. Pasien juga
mengatakan bahwa hubungannya dengan anak kedua kurang harmonis dan sering
cekcok sehingga membuat pasien sering stres.
4.5 Sketsa Denah Rumah
Dapur teras
ruang keluarga
kamar tidur I kamar tidur II
Keterangan:
: pintu
: jendela
Kamar
mandi
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
32/39
4.6 Pengkajian Masalah Kesehatan Pasien
Genetik:
Usia usia pasien 70 thn,merupakan faktor resiko
teterjadinya hipertensi
Jenis kelamin pria >wanita
Perilaku:Pengetahuan mengenai
faktor penyebab hipertensi
kurang:
Asupan garam yangtinggi
Kebiasaan merokoksejak muda
Kebiasaanmengkonsumsi kopi
sejak muda
stress
hipertensi
Yankes:
Informasi mengenaipenyakit hipertensi
masih kurang
diantaranya
termasuk tindakan
preventif dan
penatalaksanaan
hipertensi
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
33/39
BAB V
PEMBAHASAN
A.Aspek Klinik Pembahasan Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki berusia 70 tahun yang
datang dengan keluhan sakit kepala yang dirasakan sejak dua hari yang lalu. Sakit
kepala dirasakan berdenyut pada semua bagian kepala, dirasakan terus menerus,
dan disertai kaku dan tegang pada tengkuknya. Keluhan kadang disertai dengan
mata berkunang-kunang. Keluhan dirasakan memberat jika pasien melakukan
aktifitas dan berkurang bila istirahat, sehingga selama dua hari terakhir pasien
hanya beristirahat dan tidak bekerja.
Pasien sering mengalami keluhan seperti ini sejak 5 tahun yang lalu.
Keluhan dirasakan hilang timbul dan muncul terutama saat pasien banyak
beraktifitas atau sedang banyak pikiran. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak
remaja dan sering mengkonsumsi garam dalam jumlah yang tinggi.
Berdasarkan anamnesa kemungkinan diagnosa mengarah pada penyakit
hipertensi yang ditandai dengan keluhan sakit kepala yang dirasakan berdenyut dan
rasa berat dan kaku pada tengkuk yang terkadang disertai dengan mata berkunang.
Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada pasien
ini diantaranya usia tua, jenis kelamin, kebiasaan merokok dan asupan garam
tinggi serta faktor stres.
Diagnosa tersebut diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik dimana saat
dilakukan pengukuran, didapatkan tekanan darah pasien mencapai 160/100 mmHg.
Sementara itu hasil pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.
Pembahasan diagnosisDiagnosa hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik
yaitu pengukuran tekanan darah. Anamnesa yang lengkap dapat membantu
menegakkan diagnosa dan mencari kemungkinan faktor penyebab timbulnya
hipertensi. Pada anamnesa perlu digali mengenai faktor genetik yaitu menanyakan
pada pasien apakah orangtua atau saudaranya memiliki penyakit serupa. Selain itu
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
34/39
yang perlu digali adalah kebiasaan atau gaya hidup yang meliputi aktivitas fisik,
asupan garam, merokok, alkohol, dan sebagainya.
Pembahasan terapiTerapi yang diberikan kepada pasien yaitu obat antihipertensi golongan ACE
Inhibitor. Hal yang penting dilakukan dalam memanajemen pasien hipertensi yaitu
edukasi untuk modifikasi gaya hidup. Pada pasien ini diantaranya yaitu
mengurangi bahkan berhenti merokok, mengurangi asupan garam, menghindari
stres dan melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit perhari. Pasien juga
disarankan untuk memperbanyak konsumsi sayur dan buah-buahan. Selain itu
pasien disarankan untuk rutin mengontrol tekanan darah ke pelayanan kesehatan
terdekat untuk menjaga tekanan darah tetap stabil dan mencegah timbulnya
komplikasi yang tidak diinginkan.
B. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Pada tahun 2007 didapatkan penyakit hipertensi menempati urutan kedelapan
pada data sepuluh penyakit terbanyak tahun 2007 puskesmas Kediri dengan jumlah
kasus sebanyak 1702 kasus.
Dilihat dari grafik 10 penyakit terbanyak tahun 2009, penyakit hipertensi
menempati urutan kesepuluh dari sepuluh pernyakit terbanyak pasien rawat jalan
dengan jumlah kasus sebanyak 696 kasus. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan
dari tahun 2007.
Pada tahun 2010, penyakit hipertensi berada pada urutan kesepuluh dari daftar
10 penyakit terbanyak rawat jalan di wilayah Puskesmas Kediri dengan jumlah kasus
sebanyak 670 kasus.
Pada tahun 2012 didapatkan penyakit hipertensi menempati urutan keempat
pada data sepuluh penyakit terbanyak pasien rawat jalan tahun 2012 dengan jumlah
kasus sebanyak 3414 kasus.
Jika jumlah kasus penyakit hipertensi tahun 2007, tahun 2009, tahun 2010, dan
tahun 2012 dibandingkan maka tampak penurunan kasus dari tahun 2007 ke tahun
2009 yaitu sebanyak 1702 kasus menjadi 696 kasus, dari tahun 2009 ke tahun 2010
yaitu sebanyak 696 menjadi 670. Namun terjadi peningkatan kasus dari tahun 2010 ke
tahun 2012, yaitu sebanyak 670 kasus menjadi 3414 kasus.
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
35/39
Sementara itu pada data 10 penyakit terbanyak rawat inap di Puskesmas
Kediri, hipertensi menduduki peringkat kedelapan pada tahun 2011 dengan jumlah
kasus sebanyak 47 kasus dan mengalami penurunan menjadi 39 kasus pada tahun
2012.
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-
faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor
lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis,
cakupan dan kualitasnya). Hipertensi juga menjadi masalah di masyarakat disebabkan
oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Faktor GenetikaPada pasien ini, peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat
dihindari. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata prevalensi (angka
kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Dari berbagai
penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8-28,6%
penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Hal ini
dikarenakan seiring bertambahnya usia, tekanan darah cenderung meningkat.
Penyakit hipertensi umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapaui
paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun
bahkan pada usia lebih dari 60 tahun keatas.
Jenis kelamin pasien yang merupakan seorang laki-laki juga menjadi salah
satu faktor genetik yang tidak dapat dikendalikan. Penyakit hipertensi cenderung
lebih tinggi pada pria daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat
pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh
perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya
status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti
perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran. Pada usia >60
tahun, hipertensi cenderung lebih banyak pada wanita saat memasuki menopause.
Wanita cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-laki setelah
menopause karena sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit
kardiovaskuler oleh hormon estrogen.
2. Faktor Perilaku
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
36/39
Faktor perilaku yang berkaitan dengan gaya hidup merupakan faktor resiko
yang dapat dicegah atau dikendalikan. Pada pasien ini kebiasaan merokok sejak
muda telah menjadi faktor resiko yang menyebabkan pasien terkena penyakit
hipertensi. Konsumsi nikotin, suatu bahan kimia yang terdapat di dalam rokok
dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dengan menurunkan oksigen ke
jantung, meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, meningkatkan
pembekuan darah dan merusak sel-sel pada pembuluh darah.
Selain merokok, pasien juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi kopi
sebanyak 3-4 gelas besar perhari. Kopi yang dikonsumsi berupa kopi hitam. Dari
penelitian yang dilakukan, didapati bahwa individu yang mengkonsumsi kafein
mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi. Hal ini karena kafein yang
terkandung dalam kopi maupun teh. Dari studi kontrol placebo
menunjukkan bahwa kafein dapat menurunkan denyut jantung, meningkatkan
tekanan darah dan meningkatkan katekolamin dan asam lemak bebas dalam
plasma.
Pasien juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi garam tiap harinya. Keluarga
pasien mengatakan bahwa tiap kali makan pasien selalu minta disediakan satu
piring kecil garam yang digunakan untuk menambah rasa dan dikonsumsi
bersamaan saat pasien sedang makan. Secara umum masyarakat sering
menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal
yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan
garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan
tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran)
kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem
pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di
samping ada faktor lain yang berpengaruh.
Selain beberapa faktor yang telah disebutkan, faktor stres menjadi salah satu
pemicu timbulnya hipertensi. Pasien mengakui bahwa selama 5 tahun terakhir
semenjak istrinya meninggal seringkali mengalami stres karena memikirkan anak-
anaknya selain itu pasien memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan anak
keduanya. Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress
menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
37/39
ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan
pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi.
3. Faktor Layanan KesehatanKurangnya pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya termasuk
didalamnya yaitu tentang hal-hal yang dapat mencegah atau mengendalikan
penyakit hipertensi yang dideritanya menjadi salah satu hal yang patut
dipertimbangkan oleh pusat kesehatan untuk dipikirkan jalan keluarnya.
Upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi dimulai dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih
sehat. Untuk itu Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu
melakukan pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau
mengurangi faktor risiko hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui
promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah,
rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak merokok.
Puskesmas juga perlu melakukan pencegahan sekunder yang lebih ditujukan pada
kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka
dapat dilakukan pengobatan secara dini.
Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan
kualitas hidup penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut
dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan
darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal
kronik, stroke dan jantung. Penanganan respon cepat juga menjadi hal yang utama
agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit hipertensi dapat terkendali
dengan baik. Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar
dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan
memperpanjang lama ketahanan hidup.
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
38/39
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 faktor utama yangmempengaruhi hipertensi pada pasien ini yaitu faktor genetik, perilaku, dan
pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, dari faktor genetik yaitu usia dan jenis
kelamin pasien, faktor perilaku terkait kebiasaan pasien diantaranya kebiasaan
merokok sejak usia remaja, kebiasaan mengkonsumsi kopi sejak muda, asupan
garam yang tinggi, dan stres psikis, serta faktor yankes mengenai kurangnya
informasi pasien mengenai penyakit hipertensi dan kurangnya kegiatan dari pusat
kesehatan dalam memberi informasi kepada pasien mengenai hipertensi.
Jika jumlah kasus penyakit hipertensi tahun 2007, tahun 2009, tahun 2010, dantahun 2012 dibandingkan maka tampak penurunan kasus dari tahun 2007 ke tahun
2009 yaitu sebanyak 1702 kasus menjadi 696 kasus, dari tahun 2009 ke tahun 2010
yaitu sebanyak 696 menjadi 670. Namun terjadi peningkatan kasus dari tahun 2010
ke tahun 2012, yaitu sebanyak 670 kasus menjadi 3414 kasus.
Saran
Melakukan promosi kesehatan mengenai tindakan pencegahan dengan mengetahuifaktor resiko dan menerapkan pola hidup sehat dengan cara makan cukup sayur-
buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak merokok. Bagi
pasien yang telah menderita hipertensi disarankan untuk rutin memeriksakan
tekanan darah dan berobat di pusat kesehatan terdekat. Selain faktor resiko, petugasjuga memberikan informasi mengenai komplikasi yang mungkin ditimbulkan oleh
penyakit hipertensi.
Sebaiknya diadakan pengumpulan data sebaran penyakit hipertensi di desa-desawilayah Kediri sehingga dapat menentukan daerah sasaran utama penyuluhan
hipertensi.
-
7/22/2019 Lapsus Ikm Revisi
39/39
Daftar Pustaka
1. Sudoyo, AW et al. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Balai Penerbit FKUI :Jakarta.
2. World Health Organization (WHO), 2003, International Society of HypertensionStatement on Management of Hypertension, Australia: Lippincott Wiliam & Wilkins.
3. US Departement of Health and Human Services. The seventh report of thejointnational committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high
bloodpressure. 2004
4. Depkes RI, 2012. Ditjen PPM dan PL.Jakarta.5. Diagnosis and Initial Evaluation of Hypertension. Dalam: Libby P, Bonow RO, Mann
DL, Zipes DP. Braunwalds heart disease, a textbook of cardiovascular medicine.
Edisi 8. 2007. USA: Saunders.
6. Price, Sylvia Anderson & Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi KonsepKlinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. EGC: Jakarta.
7. Armilawaty, Amalia H., Amiruddin R. Hipertensi dan Faktor RisikonyaDalam KajianEpidemiologi. New Paradigm Public Health. Posted 08 Dec2007. Available at:
http://ridwanamiruddin.wordpress.com
8.
Tim Penyusun, 2012. Profil Puskesmas Kediri 2012. Dinas Kesehatan KabupatenLombok Barat
9. Tim Penyusun, 2011. Profil Puskesmas Kediri 2010. Dinas Kesehatan KabupatenLombok Barat
10.Tim Penyusun, 2010. Profil Puskesmas Kediri 2009. Dinas Kesehatan KabupatenLombok Barat.
11.Tim Penyusun, 2008. Profil Puskesmas Kediri 2007. Dinas Kesehatan KabupatenLombok Barat.
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/http://ridwanamiruddin.wordpress.com/http://ridwanamiruddin.wordpress.com/