laptut sk 1

42
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO I BLOK PEDIATRI Kelompok A8 : Achmad Nurul H (G0011003) Aprilisasi P.S (G0011031) Dea Saufika N (G0011063) Fitria Dewi L (G0011097) Ines Aprilia S (G0011115) Risky Pratiwi P (G0011177) Azamat Agus S (G0011047) Gefaritza R (G0011099) Jati F.A.L.P (G0011121) Riko Saputra (G0011173) Tutor : dr. Yoseph Indrayanto M.S, D.Sand

Upload: ines-aprilia-safitri

Post on 25-Nov-2015

67 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan tutorial blok pediatri

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO IBLOK PEDIATRI

Kelompok A8 :Achmad Nurul H(G0011003)Aprilisasi P.S(G0011031)Dea Saufika N(G0011063)Fitria Dewi L(G0011097)Ines Aprilia S(G0011115)Risky Pratiwi P(G0011177)Azamat Agus S(G0011047)Gefaritza R(G0011099)Jati F.A.L.P(G0011121)Riko Saputra(G0011173)

Tutor :dr. Yoseph Indrayanto M.S, D.Sand

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA2014

BAB IPENDAHULUAN

A. SkenarioBayiku..Seorang ibu G1P0A0 berusia25 tahun dengan usia kehamilan 38 minggu melahirkan seorang bayi laki-laki dengan berat 3 kg, panjang 49 cm secara spontan, warna ketuban keruh, tidak ada mekoneum.Saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernafas, tonus otot kurang baik. Setelah dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi tekanan positif didapatkan bayi bernafas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100x/menit. Skor Apgar 5-7-10.Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur, ketuban pecah 24 jam, riwayat demam sebelum melahirkan. Catatan kesehatan ibu menunjukkan bahwa tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg negatif, gula darah normal. Selanjutnya bayi dan ibunya dibawa ke ruang perawatan untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh ibu.

B. Rumusan Masalah1. Apa kriteria normal keadaan bayi baru lahir?2. Apa saja perawatan yang dilakukan pada bayi baru lahir?3. Apakah ketuban keruh dan mekonium berpengaruh terhadap bayi baru lahir?4. Bagaimana fisiologi pernafasan intrauterine dan ekstrauterine?5. Mengapa bayi tidak dapat bernafas secara spontan (pada skenario)? 6. Apakah definisi resusitasi? Bagaimana prosedur dan indikasinya? 7. Bagaimana ANC yang baik?8. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan TORCH, HbsAg, dan gula darah? Apakah efek penyakit tersebut terhadap janin? Bagaimana pencegahannya?9. Apakah terapi yang diberikan kepada ibu berpengaruh terhadap janin?10. Apakah riwayat kehamilan ibu berpengaruh terhadap kelahiran bayi?11. Apakah manfaat dari rawat gabung? Apa saja indikasi dan kontraindikasinya?12. Mengapa perlu dilakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)?13. Bagaimana cara menyusui yang tepat?14. Apakah kasus pada skenario merupakan Ketuban Pecah Dini (KPD)?15. Apa definisi Potensial Terinfeksi?16. Apa definisi Sepsis Neonatorum? Bagaimana gejala klinis, faktor resiko, dan penatalaksanaannya?17. Kelainan apa saja yang dapat ditemukan segera setelah bayi lahir?

C. Learning Objective 1. Mengetahui kriteria normal dan perawatan bayi baru lahir.2. Mengetahui fisiologi pernafasan intrauterine dan ekstrauterine.3. Mengetahui prosedur resusitasi.4. Mengetahui ANC yang baik dan pemeriksaan yang harus dilakukan oleh ibu hamil.5. Mengetahui riwayat kehamilan dengan keadaan janin dan proses kelahiran.6. Mengaetahui indikasi, kontraindikasi, dan manfaat dari rawat gabung.7. Mengetahui pentingnya Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan cara menyusui yang benar.8. Mengetahui definisi Potensial Terinfeksi.9. Mengetahui definisi, gejala klinis, faktor resiko, dan penatalaksanaan Sepsis Neonatorum.10. Mengetahui kelainan lain yang dapat ditemukan segera setelah bayi lahir.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Kriteria Normal Bayi Baru Lahir1. Berat badan bayi normal antara 2500 4000 gr.2. Tinggi badan bayi normal antara 48-52 cm.3. Lingkar kepala bayi 33 35 cm.4. Lingkar dada bayi 30 38 cm.5. Detak jantung 120 140x/menit.6. Frekuensi pernafasan 40 60x/menit.7. Rambut lanugo (bulu badan yang halus) sudah tidak terlihat, sebaliknya rambut kepala sudah muncul.8. Warna kulit badan agak kemerah-merahan dan licin.9. Memiliki kuku yang agak panjang dan lemas.10. Reflek menghisap dan menelan sudah baik ketika diberikan Inisiasi Menyusui Dini (IMD).11. Reflek gerak memeluk saat dikagetkan sudah baik.12. Reflek tangan menggenggam sudah baik.13. Buang air besar (BAB) pertama atau biasa disebut mekonium akan keluar dalam waktu 24 jam setelah lahir. Ini akan menjadi indikasi apakah pencernaan bayi normal atau tidak. BAB anak bayi baru lahir yang normal akan berwarna hitam kehijau-hijauan dan lengket seperti aspal.14. Pada anak laki-laki testis sudah turun, sementara pada anak perempuan labia mayora (bibir yang menutupi kemaluan) sudah menutupi/melindungi labia minora.Lima kriteria Skor apgar:Nilai 0Nilai 1Nilai 2Akronim

Warna kulitseluruhnya biruwarna kulit tubuh normal merah muda,tetapi tangan dan kaki kebiruan (akrosianosis)warna kulit tubuh, tangan, dan kakinormal merah muda, tidak ada sianosisAppearance

Denyut jantungtidak ada100 kali/menitPulse

ResponsReflekstidak ada respons terhadap stimulasimeringis/menangis lemah ketika distimulasimeringis/bersin/batuk saat stimulasi saluran napasGrimace

Tonus ototlemah/tidak adasedikit gerakanbergerak aktifActivity

Pernapasantidak adalemah atau tidak teraturmenangis kuat, pernapasan baik dan teraturRespiration

Interpretasi skor :Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat diulangi lima menit berikutnya jika skor masih rendah.

JumlahskorInterpretasiCatatan

7-10Bayi normal

4-6Agak rendahMemerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas.

0-3SangatrendahMemerlukan tindakan medis yang lebih intensif

B. Perawatan Bayi Baru Lahir Bayi Baru Lahir (BBL) sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir.Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan neonatal esensial pada saat lahir meliputi:1. Kewaspadaan Umum (Universal Precaution)Beberapa mikroorganisme harus diwaspadai karena dapat ditularkan lewat percikan darah dan cairan tubuh adalah virus HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C. Sebelum menangani BBL, pastikan penolong persalinan telah melakukan upaya pencegahan infeks2. Penilaian AwalUntuk semua BBL, lakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan: Apakah kehamilan cukup bulan ? Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ? Apakah bayi menangis atau bernapas / tidak megap-megap ? Apakah tonus otot bayi baik / bayi bergerak aktif Jika bayi kurang bulan (< 37 minggu/259 hari) atau bayi lebih bulan ( 42 minggu/283 hari) dan atau air ketuban bercampur mekonium dan atau tidak bernapas atau megap-megap dan atau tonus otot tidak baik lakukan manajemen BBL dengan Asfiksia.3. Pencegahan Kehilangan PanasSaat lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuh pada BBL, belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak segera dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas tubuh maka BBL dapat mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermia, berisiko tinggi untuk mengalami sakit berat atau bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada di dalam ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat lahir rendah juga sangat rentan untuk mengalami hipotermia. Walaupun demikian, bayi tidak boleh menjadi hipertermia (temperatur tubuh lebih dari 37,5C).BBL dapat kehilangan panas tubuhnya melalui cara-cara berikut: Evaporasi, Konduksi, Konveksi, Radiasi.4. Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat5. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)6. Pencegahan PerdarahanArena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna, maka semua bayi akan berisiko untuk mengalami perdarahan tidak tergantung apakah bayi mendapat ASI atau susu formula atau usia kehamilan dan berat badan pada saat lahir. Perdarahan bisa ringan atau menjadi sangat berat, berupa perdarahan pada Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ataupun perdarahan intrakranial.Untuk mencegah kejadian diatas, maka pada semua bayi baru lahir, apalagi Bayi Berat Lahir Rendah diberikan suntikan vitamin K1 (Phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis tunggal, intra muskular pada antero lateral paha kiri. Suntikan Vitamin K1 dilakukan setelah proses IMD dan sebelum pemberian imunisasi hepatitis B. Perlu diperhatikan dalam penggunaan sediaan Vitamin K1 yaitu ampul yang sudah dibuka tidak boleh disimpan untuk dipergunakan kembali.7. Pencegahan Infeksi Mata8. Pemberian Imunisasi9. Pemberian Identitas10. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

C. Fisiologi Pernafasan Intrauterine dan EkstrauterinSebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta. Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.Ada beberapa faktor yang menyebabkan bayi baru lahir secara spontan bernafas : 1. Pada ibu yang melahirkan pervaginam terjadi kompresi pada toraks janin. Hal ini menyebabkan terjadinya ekspulsi cairan dalam paru keluar dan kemudian terisi udara.2. Akibat terputusnya ibu dengan plasenta menyebabkan terjadinya asfiksia ringan. Hal ini akan memberikan impuls pada pusat pusat pernafasan untuk mulai bernafas.3. Adanya rangsangan dingin, terutama pada bagian wajah yang akan merangsang pusat pernafasan.4. Pada bayi yang terlambat bernafas, terjadi hipoksia dan hiperkapnea yang juga akan memberikan stimulus tambahan terhadap pusat pernafasan.

D. Asfiksia NeonatorumAsfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.1. Klasifikasi AsfiksiaBerdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu: a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6 c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9 d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 2. Faktor ResikoFaktor resiko antepartumFaktor resiko intrapartumFaktor resiko janin

Primipara Penyakit pada ibu: Demam saat kehamilan Hipertensi dalam kehamilan Anemia Diabetes mellitus Penyakit hati dan ginjal Penyakit kolagen dan pembuluh darah

Perdarahan antepartum Riwayat kematian neonatus sebelumnya Penggunaan sedasi, anelgesi atau anestesi Malpresentasi Partus lama Persalinan yang sulit dan traumatik Mekoneum dalam ketuban Ketuban pecah dini Induksi Oksitosin Prolaps tali pusat Prematuritas BBLR Pertumbuhan janin terhambat Kelainan kongenital

E. ResusitasiDiperkirakan 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk bernapas pada saat lahir dan 1% saja yang membutuhkan resusitasi yang ekstensif. Penilaian awal saat lahir harus dilakukan pada semua bayi. Bayi yang tidak memenuhi kriteria normal, dinilai untuk dilakukan satu atau lebih tindakan secara berurutan di bawah ini:1. Langkah awal Langkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan meletakkan bayi di bawah pemancar panas, memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah untuk membuka jalan napas, membersihkan jalan napas jika perlu, mengeringkan bayi, dan stimulasi napas.Membersihkan jalan napas:a. Jika cairan amnion jernih.Pengisapan langsung segera setelah lahir tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya dilakukan bagi bayi yang mengalami obstruksi napas dan yang memerlukan VTP.b. Jika terdapat mekonium.Praktek yang dilakukan ialah melakukan pengisapan endotrakeal pada bayi dengan pewarnaan mekonium yang tidak bugar. Namun, jika usaha intubasi perlu waktu lama dan/atau tidak berhasil, ventilasi dengan balon dan sungkup dilakukan terutama jika terdapat bradikardia persisten.Indikasi intubasi endotrakeal pada resusitasi neonatus ialah: Pengisapan endotrakeal awal dari bayi dengan mekonium dan tidak bugar. Jika ventilsi dengan balon-sungkup tidak efektif atau memerlukan waktu lama. Jika dilakukan kompresi dada. Untuk situasi khusus seperti hernia diafragmatika kongenital atau bayi berat lahir amat sangat rendah.2. VentilasiTarget saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai resusitasi dengan udara atau oksigen campuran (blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target. Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi dimulai dengan udara kamar. Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah 90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah, konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga didapatkan frekuensi denyut jantung normal.Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai. Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi napas 40 60 kali per menit untuk mencapai dan mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari 100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.3. Kompresi dadaIndikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk neonatus, rasio kompresi:ventilasi tetap 3:1. Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara periodik dan kompresi ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut jantung sama atau lebih dari 60 per menit.4. Pemberian epinefrin dan/atau cairan penambah volumeObat-obatan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir. Namun, jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit walaupun telah diberikan ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada, pemberian epinefrin atau pengembang volume atau ke duanya dapat dilakukan.Epinefrin direkomendasikan untuk diberikan secara intravena dengan dosis intrvena 0,01 0,03 mg/kg. Dosis endotrakeal 0,05 1,0 mg/kg dapat dipertimbangkan sambil menunggu akses vena didapat, tetapi efektifitas cara ini belum dievaluasi. Konsentrasi epinefrin yang digunakan untuk neonatus ialah 1:10.000 (0,1 mg/mL).Pengembang volume dipertimbangkan jika diketahui atau diduga kehilangan darah dan frekuensi denyut jantung bayi tidak menunjukkan respon adekuat terhadap upaya resusitasi lain. Kristaloid isotonik atau darah dapat diberikan di ruang bersalin. Dosis 10 mL/kg, dapat diulangi.

Algoritma resusitasi Neonatus (American Heart Association)

Diberikan waktu kira-kira 60 detik (the Golden Minute) untuk melengkapi langkah awal, menilai kembali, dan memulai ventilasi jika dibutuhkan. Penentuan ke langkah berikut didasarkan pada penilaian simultan dua tanda vital yaitu pernapasan dan frekuensi denyut jantung. Setelah ventilasi tekanan positif (VTP) atau setelah pemberian oksigen tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu frekuensi denyut jantung, pernapasan, dan status oksigenasi.Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10 menit.Bayi setelah resusitasi dan sudah menunjukkan tanda-tanda vital normal, mempunyai resiko untuk perburukan kembali. Oleh karena itu setelah ventilasi dan sirkulasi adekuat tercapai, bayi harus diawasi ketat dan antisipasi jika terjadi gangguan.

F. Asuhan Antenatal/Antenatal Care (ANC)Asuhan antenatal merupakan perawatan yang dilakukan atau diberikan kepada ibu hamil sampai saat persalinan. Sasaran pokok ANC adalah menuunkan angka kematian ibu dan bayi. Kematian ibu disebabkan perdarahan, infeksi dan toksemia. Sekitar 50% kematian bayi terjadi saat periode perinatal. Penyebab kematian dapat dicegah dengan melakukan pengawasan dan pemeliharaan antenatal sedini mungkin dan secara teratur ke unit pelayanan.Tujuan ANC adalah memelihara dan meningkatkan keadaan fisik serta mental ibu hamil sehingga dapat menyelesaikan kehamilannya dengan baik dan dapat melahirkan bayi dengan sehat.Standar pelayanan ANC :1. Kunjungan Awala. Anamnesa Identitas : nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan ibu Riwayat : riwayat kontrasepsi terakhir, riwayat persalinan yang lalu, riwayat penyakit dahulu (DM, hipertensi, jantung, ginjal, operasi, dsb), riwayat kehamilan sekarang, riwayat kesehatan keluarga.b. Pemeriksaan fisik : Umum : kesadaran, gizi, tinggi badan, berat badan, tensi, nadi, respirasi, suhu. Fisik : conjungtiva anemis/tidak, gigi, jantung, paru-paru, payudara, hati, abdomen, dan tungkai. Khusus kebidanan : Pemeriksaan Luar (TFU, letak janin, perabaan, gerak janin, DJJ) dan Pemeriksaan Dalam pelvi metri klinik bila ada indikasi (UPD, Dx.kehamilan, penyakit infeksi)c. Pemeriksaan Laboratorium Darah (Hb, hematokrit, golongan darah, faktor rhesus) Urin (untuk melihat adanya gula dan protein) Bila perlu tes antibodi TORCH dan HbsAg2. Kunjungan UlangKunjungan ulang sebaiknya dilakukan pada usia kehamilan 1 28 minggu sebanyak 4 minggu sekali, 28 36 minggu sebanyak 2 minggu sekali, usia 36 40 minggu dilakukan tiap minggu sekali. Atau setidaknya sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga.Hal-hal yg hrs diperhatikan dlm kunjungan ulang :a. Ibu: keluhan utama, pemeriksaan (kesadaran, gizi, BB, tensi, nadi, respirasi, suhu, pucat/tidak, TFU, keadaan serviks, ukuran pelvis), gejala/tanda-tanda seperti sakit kepala, perubahan visus, muntah-muntah, air ketuban merembes, dsb.b. Janin: DJJ, TBJ, letak dan presentasi, engagement, aktivitas, kembar/tunggal.c. Laboratorium : Hb, hematokrit, dan protein dalam urin.Bila pada primigravida dilakukan penilaian ukuran panggul dalam pada minggu ke-36.

G. Pemeriksaan TORCH Ibu hamil perlu dilakukan pemeriksaan TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes) untuk mengetahui ada tidaknya infeksi dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium karena gejala klinis tidak spesifik dan dapat bervariasi untuk tiap individu. Karena infeksi yang terjadi pada ibu dapat mempengaruhi keadaan bayinya, seperti :1. Toksoplasmosis Kongenital Spectrum klinis dan riwayat kelainan alamiah toksoplasmosis congenital yang tidak di obati, yang secara klinis tampak pada tahun pertama, 80% dari anak ini mempunyai IQ kurang dari 70, dan banyak yang menderita kejang-kejang serta penglihatan yang terganggu berat.a. Kulit Manifestasi kulit pada bayi dengan toksoplasmosis congenital meliputi petekie, ekimosis, atau pendarahan luas akibat trombositopenia, dan ruam. Ruam mungkin merupakan bintik-bintik halus ; makulopapular difus ; lentikuler, macula merah-kebiruan tua, berbatas tegas ; dan papula biru difus.Ruam makuler mengakibatkan seluruh tubuh, termasuk telapak tangan dan telapak kaki. Ikterus karena keterlibatan hati dengan T. gondii dan/atau hemolisis, sianosis karena pneumonitis interstisial akibat infeksi kogenital ini, dan edema akibat miokarditis atau sindrom nefrotik mungkin ditemui. Ikterus dan hiperbilirubinemia terkonjugasi dapat menetap selam berbulan-bulan. b. Tanda-tanda sistemik Dua puluh lima hingga lebih dari 50% bayi dengan penyakit yang tampak secara klinis pada saat lahir, dilahirkan secara premature. Skor apgar rendah juga biasa. Retardasi pertumbuhan intrauterine dan ketidakstabilan pengaturan suhu dapat terjadi. Manifestasi sistemik lain meliputi limfadenopati ; hepatosplenomegali ; tanda-tanda miokarditis, pneumonitis, dan sindrom nefrotik ; muntah ; diare ; dan masalah makan.c. Kelainan endokrinKelainan endokrin dapat terjadi akibat keterlibatan hypothalamus atau pituitary atau keterlibatan organ akhir (end-organ). Yang berikut ini telah dilaporkan. Miksedema, hipernatremia persisten dengan diabetes insipidus vasopressin-sensitif tanpa poliuria dan polidipsia, seksual prekoks, dan hipopituitarisme anterior sebagian.d. Sistem saraf sentralManifestasi neurologis toksoplasmosis congenital bervariasi dari ensefalopati masih akut ke sindrom neurologis yang tidak kentara. Toxoplasmosis harus dipikirkan sebagai penyebab setiap penyakit neurologis yang tidak terdiagnosis pada anak dibawah umur 1 tahun, terutama jika ada lesi retina.Hidrosefalus mungkin merupakan satu-satunya manifestasi neurologist klinis toksoplasmosis congenital dan mungkin terkompensasi atau memerlukan koreksi dengan pemasangan shunt. Hidrosefalus mungkin muncul pada masa perinatal, berkembang sesudah masa perinatal, atau jarang, muncul dikemudian hari. Pola kejang-kejang berubah-ubah (protean) dan meliputi kejang motorik fokal, kejang-kejang petit mal dan grand mal, otot menyentak-nyentak (twitching), opistotonus dan hipsaritmia (yang dapat sembuh dengan terapi hormon adrenokortikotropik {ACTH}). Keterlibatan spinal mungkin dimanifestasikan oleh paralysis tungkai, kesukaran dalam menelan, dan distress pernapasan. Mikrosefali biasanya menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi beberapa anak dengan mikrosefali karena toksoplamisis congenital yang telah diobati tampak berfungsi secara normal pada umur tahun-tahun pertama toksoplamisis congenital yang tidak diobati yang bergejala pada umur 1 tahun, dapat menyebabkan pengurangan yang banyak pada fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan. Gangguan intelektual juga terjadi pada beberapa anak dengan infeksi subklinis walaupun dilakukan pengobatan dengan primentamin dan sulfonamid selama 1 bulan. Kejang-kejang dan cacat motorik fokal dapat menjadi nyata setelah masa neonatus, walaupun infeksi pada saat lahir subklinis.e. MataHampir pada semua individu dengan infeksi congenital yang tidak di obati akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan sekitar 50% akan menderita gangguan penglihatan berat T. gondii menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat pada individu dengan infeksi congenital. Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan retina. Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, termasuk macula. Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi toksoplasma yang melibatkan proyeksi jalur visual dalam otak atau korteks visual juga menyebabkan gangguan penglihatan. Dalam kaitannya dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang, menyebabkan eritema pada mata luar. Penemuan okuler lain meliputi sel dan protein dalam ruangan anterior (kamera okuli anterior), endapan keratin luas, sinekia posterior, nodulus pada irisdan pembentukan neovaskuler pada permukaan iris, kadang-kadang disertai dengan kenaikan tekanan intraokuler dan perkembangan glaucoma. Otot-otot ekstraokuler dapat juga terlihat secara langsung, bermanifetasi sebagai strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan mikro oftalmia. f. TelingaKehilangan pendengaran sensorineural, baik ringan maupun berat, dapat terjadi. Belum diketahui apakah keadaan ini merupakan gangguan statis atau progresif.2. RubellaKetika rubella terjadi pada wanita hamil, dapat terjadi sindrom rubella bawaan, yang potensial menimbulkan kerusakan pada janin yang sedang tumbuh. Anak yang terkena rubella sebelum dilahirkan beresiko tinggi mengalami keterlambatan pertumbuhan, keterlambatan mental, kesalahan bentuk jantung dan mata, tuli, dan kelainan pada organ hati, limpa dan sumsum tulang. Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trisemester I. mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain. Infeksi ibu pada trisemester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ. Menetapnya virus dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika dengan hematopoiesis ekstra meduler, hepatitis, nefritis interstitial, ensefalitis, pankreatitis interstitial dan osteomielitis.Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :a. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu : Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri. Retardasimental dan beberapa kelainan lain antara lain:\Purpura trombositopeni (Blueberry muffin rash) Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lainb. Extended sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi (hipogamaglobulin).c. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.3. Cytomegalovirus (CMV)Transmisi dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, Infeksi pada kehamilan sebelum 16 minggu dapat mengakibatkan kelainan kongenital berat. Gejala klinik infeksi CMV pada bayi baru lahir jarang ditemukan. Dari hasil pemeriksaan virologis, CMV hanya didapat 5-10% dari seluruh kasus infeksi kongenital CMV. Kasus infeksi kongenital CMV hanya 30-40% saja yang disertai persalinan prematur. Dari semua yang prematur setengahnya disertai Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). 10% dari janin yang menunjukkan tanda-tanda infeksi kongenital mati dalam dua minggu pertama. infeksi kongenital pada anak baru lahir jelas gejalanya. Gejala infeksi pada bayi baru lahir bermacam-macam, dari yang tanpa gejala apa pun sampai berupa demam, kuning (jaundice), gangguan paru, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati dan limpa, bintik merah di sekujur tubuh, serta hambatan perkembangan otak (microcephaly). Hal ini bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental bahkan kematian. Tetapi ada juga yang baru tampak gejalanya pada masa pertumbuhan dengan memperlihatkan gangguan neurologis, mental, ketulian dan visual. Komplikasi yang dapat muncul pada infeksi CMV antara lain (Firman, 2009):a. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) antara lain: meningoencephalitis, kalsifikasi, mikrosefali, gangguan migrasi neuronal, kista matriks germinal, ventriculomegaly dan hypoplasia cerebellar). Penyakit SSP biasanya menunjukan gejala dan tanda berupa: kelesuan, hypotonia, kejang, dan pendengaran defisit.b. Kelainan pada mata meliputi korioretinitis, neuritis optik, katarak, koloboma, dan mikroftalmia.c. Sensorineural hearing defisit (SNHD) atau kelainan pendengaran dapat terjadi pada kelahiran, baik unilateral atau bilateral, atau dapat terjadi kemudian pada masa kanak-kanak. Beberapa pasien memiliki pendengaran normal untuk pertama 6 tahun hidup, tetapi mereka kemudian dapat mengalami perubahan tiba-tiba atau terjadi gangguan pendengaran. Di antara anak-anak dengan defisit pendengaran, kerusakan lebih lanjut dari pendengaran terjadi pada 50%, dengan usia rata-rata perkembangan pertama pada usia 18 bulan (kisaran usia 2-70 bulan). Gangguan pendengaran merupakan hasil dari replikasi virus dalam telinga bagian dalam.d. Hepatomegali dengan kadar bilirubin direk transaminase serum meningkat. Secara patologis dijumpai kolangitis intralobar, kolestasis obstruktif yang akan menetap selama masa anak. Inclusian dijumpai pada sel kupffer dan epitel saluran empedu.Bayi dengan infeksi CMV kongenital memiliki tingkat mortalitas 20-30%. Kematian biasanya disebabkan disfungsi hati, perdarahan, dan intravaskuler koagulopati atau infeksi bakteri sekunder.4. HerpesBila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian yang serius, karna melalui plasenta virus dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatus mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup, menderita cacat neurologik atau kelainan pada mata.Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis, keratokonjungtivis, atau hepatitis; disamping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus secara seksio Caesaria, bila pada saat melahirkan sang ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum ketubah pecah atau paling lambat enam jam setelah ketuban pecah.Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi abortus; sedangkan bila pada trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum.Infeksi herpes neonatus hampir selalu simtomatik. Angka mortalitas keseluruhan pada penyakit yang tidak diobati adalah 50%. Bayi dengan herpes neonatus terdiri dari tiga katagori penyakit : (1) lesi setempat di kulit, mata dan mulut; (2) ensefalitis dengan atau tanpa terkenanya kulit setempat; (3) penyakit diseminata yang mengenai banyak organ, termasuk sistem saraf pusat. Prognosis terburuk (angka mortalitas sekitar 80%) terdapat pada bayi dengan infeksi diseminata; banyak diantaranya mengalami ensefalitis. Penyebab kematian bayi dengan penyakit diseminata biasanya pneumonitis virus atau koagulopati intravaskular. Banyak yang selamat dari infeksi berat dapat hidup dengan gangguan neurologi menetap.

H. Terapi Ibu Hamil dan Pengaruhnya terhadap JaninPada saat ibu hamil, terapi yang diberikan akan berpengaruh pada janin. Seperti pada saat ibu sakit dan meminum obat-obatan, obat yang diminum dapat berpengaruh pada janin. Dampak atau pengaruh obat terhadap janin bergantung pada umur kehamilan, jumlah obat, waktu dan lama pemberian obat itu sendiri.Misalnya pemberian obat pada saat trimester pertama kehamilan yang merupakan proses organogenesis, apabila obat tersebut teratogenik dapat menyebabkan keguguran dan cacat bawaan. Contoh obat-obatan teratogenik : talidomit, aminopterin, anti kejang difenilhidantoin (fenitoin), asam valproat, dan trimetadion, bersifat antiensietas, Meprobramat, klordiazepoksid dan diazepam, anti koagulan, warfarin, kokain, rokok,obat-obat anti kanker . Obat-obatan ini dapat menyebabkan kelainan bawaan.

I. Riwayat Kehamilan dan Pengaruhnya terhadap Proses KelahiranRiwayat kehamilan pada ibu memberikan pengaruh pada proses kelahiran bayi. Seperti pada kasus terjadinya asfiksia karena partus lama. Partus lama dapat terjadi karena faktor risiko yang muncul, seperti primipara. Berdasarkan data penelitian, asfiksia neonatorum mayoritas terjadi dari ibu primigravida yaitu sebanyak 16 kejadian (80%). Menurut Kosim (2010), faktor resiko terjadinya asfiksia neonatorum yaitu partus lama (>24 jam). Kondisi psiko-fisiologis ibu pada saat hamil juga akan berpengaruh pada proses kelahiran bayi. Stress dapat memberikan pengaruh yang berisiko pada air ketuban. Air ketuban bisa keruh karena stres yang dialami ibunya. Kekeruhan pada air ketuban merupakan media tumbuh subur bakteri-bakteri gram negatif.

J. Rawat Gabung1. Tujuan rawat gabung : a. Secara umum : Ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin kapan saja dibutuhkan. Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas. Ibu mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit. Ibu memperoleh bekal keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit. Memungkinkan suami dan keluarga dapat terlibat secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar. Ibu mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya.b. Secara fisiologis Rawat gabung memberikan kesempatan pada ibu untuk dekat dengan bayinya, sehingga bayi dapat segera disusui dan frekuensi ibu memberi ASI akan lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, di mana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Hal ini akan menimbulkan refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI. Ibu dengan menyusui akan mengalami refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim.c. Secara psikologis Ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant-mother bonding) karena adanya sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi. Rawat gabung juga akan memberikan kepuasan pada ibu karena ibu dapat melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayinya dan keadaan ini akan memperlancar produksi ASI karena seperti telah diketahui, refleks let-down bersifat psikosomatis. Sebaliknya bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung, merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya pada diri anak. Ibu akan merasa bangga karena dapat menyusui dan merawat bayinya sendiri dan bila suaminya berkunjung, akan terasa adanya suatu ikatan kesatuan keluarga.d. Secara edukatif Ibu akan diajari cara menyusui yang benar, cara merawat payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi. Keterampilan ini diharapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya sendiri setelah pulang dari rumah sakit. Disamping pendidikan bagi ibu, dapat juga dipakai sebagai sarana pendidikan bagi keluarga, terutama suami, dengan cara mengajarkan suami cara merawat ibu dan bayi. Suami akan termotivasi untuk memberi dorongan moral bagi istrinya agar mau menyusui bayinya.e. Secara medis Pelaksanaan rawat gabung akan menurunkan terjadinya infeksi nosokomial pada bayi. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi.

K. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)Inisiasi Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu). Inisiasi Menyusu Dini akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama menyusui. Dengan demikian, bayi akan terpenuhi kebutuhannya hingga usia 2 tahun, dan mencegah anak kurang gizi. 1. Tahap-tahap dalam Inisiasi Menyusu Dini (IMD) a. Dalam proses melahirkan, ibu disarankan untuk mengurangi/tidak menggunakan obat kimiawi. Jika ibu menggunakan obat kimiawi terlalu banyak, dikhawatirkan akan terbawa ASI ke bayi yang nantinya akan menyusu dalam proses inisiasi menyusu dini.b. Para petugas kesehatan yang membantu Ibu menjalani proses melahirkan, akan melakukan kegiatan penanganan kelahiran seperti biasanya. Begitu pula jika ibu harus menjalani operasi caesar.c. Setelah lahir, bayi secepatnya dikeringkan seperlunya tanpa menghilangkan vernix (kulit putih). Vernix (kulit putih) menyamankan kulit bayi.d. Bayi kemudian ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Untuk mencegah bayi kedinginan, kepala bayi dapat dipakaikan topi. Kemudian, jika perlu, bayi dan ibu diselimuti.e. Bayi yang ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dibiarkan untuk mencari sendiri puting susu ibunya (bayi tidak dipaksakan ke puting susu). Pada dasarnya, bayi memiliki naluri yang kuat untuk mencari puting susu ibunya.f. Saat bayi dibiarkan untuk mencari puting susu ibunya, Ibu perlu didukung dan dibantu untuk mengenali perilaku bayi sebelum menyusu. Posisi ibu yang berbaring mungkin tidak dapat mengamati dengan jelas apa yang dilakukan oleh bayi.g. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kulitnya bersentuhan dengan kulit ibu sampai proses menyusu pertama selesai.h. Setelah selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang, diukur, dicap, diberi vitamin K dan tetes mata.i. Ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat-gabung. Rawat-gabung memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja si bayi menginginkannya, karena kegiatan menyusu tidak boleh dijadwal. Rawat-gabung juga akan meningkatkan ikatan batin antara ibu dengan bayinya, bayi jadi jarang menangis karena selalu merasa dekat dengan ibu, dan selain itu dapat memudahkan ibu untuk beristirahat dan menyusui.2. Cara menyusui yang tepat a. Posisi badan bayi harus lurus menghadap badan ibu mulai dari kepala, leher, badan hingga kaki.b. 2 tangan ibu menyangga badan bayi, mendekatkan dengan badan ibu.c. Tangan bayi menyangga payudara ibu.d. Mulut terbuka lebar, bibir bawah terbuka keluar.e. Aerola mammae masuk ke mulut bayi.f. Dagu menempel pada payudara ibu.3. Cara mengetahui bahwa ASI yang diberikan telah cukupa. Dilihat dari air kencing yang dikeluarkan bayi. Bayi yang asupan ASInya cukup akan kencing sebanyak 6-8 kali per harib. Dilihat dari grafik KMS pada bayi. Bila grafik pada KMS menunjukkan warna hijau, berarti asupan ASI yang diberikan cukup. 4. ASI pada ibu dengan HIVa. Asi harus diperah, tidak boleh menyusu langsung, karena bila menyusu langsung bila ada luka pada puting akan menyebabkan penularan yang lebih besar.b. Asi diberikan secara ekslusif tidak boleh dicampur PASI, karena PASI dapat menyebabkan perlukaan kecil pada usus bayi sehingga memudahkan terserapnya virus dalam ASI.c. ASI perah sebaiknya di pasteurisasi. Sebuah penelitan di Afrika Selatan membuktikan bahwa wadah ASI perah yang dimasukkan ke dalam air yang baru saja mendidih selama 15 menit, virus sudah mati.d. ASI ekslusif dianjurkan selama 3-6 bulan saja kemudian pemberian ASI dihentikan.

L. Potensial TerinfeksiPotensial terinfeksi adalah neonatus yang mempunyai faktor resiko untuk terjadinya sepsis neonatorum; yaitu ketuban pecah dini, air ketuban keruh dan berbau, berat badan lahir rendah (BBLR), prematuritas, asfiksia berat dengan tindakan invasif.

M. Sepsis NeonatorumSepsis neonatorum merupakan gejala infeksi bakteri pada aliran darah pada bulan pertama kehidupan. Biasanya penyebab utamanya adalah bakter : E. Coli dan streptococcus. 1. Faktor resiko :a. Faktor ibu: ketuban pecah sebelum waktunya, infeksi peripartum, partus lama.b. Faktor anak: berat badan lahir rendah, prematuritas, kecil untuk masa kehamilan, defek kongenital, resusitasi saat melakukan intubasi, kehamilan kembar.c. Faktor mayor : ruptur membran ibu yang lama > 24 jam, ibu dengan demam intrapartum > 38C, korioamnionitis, fetal takikardi > 160 kali /menit.2. Diagnosis sepsis dapat ditegakkan dengan:a. Anamnesa dan pemeriksaan fisik/ berdasarkan gejala klinis.Tanda-tanda klinis muncul semenjak 6 jam kehidupan >50 kasus, mayoritas / kebanyakan muncul pada 72 jam pertama umur kehidupan. Hilangnya aktifitas spontan, poor sucking, apnea., bradikardi, suhu tubuh yang tidak stabil serta tanda-tanda dan gejala lainnya seperti distres pernafasan, gangguan kardiovaskuler, metabolik, dan neurologik.b. Tes laboratorium yang mendukung dalam membuat anamnesis.3. Komplikasia. Meningitis bakterialis.b. Enterokolitis nekrotikans.c. Koagulasi intravaskuler diseminata.d. Syok septik.

N. Kelainan LainKelainan-kelainan lain yang dapat ditemukan pada bayi segera setelah lahir adalah :1. Labioskizis dan Labiopalatoskizis Labioskizis atau labiopalatiskizis merupakan konginetal anomaly yang berupa kelainan bentuk pada struktur wajah, yang terjadi karena kegagalan proses penutupan procesus nasal medial dan maxilaris selama perkembangan fetus dalam kandungan.Etiologi : Kegagalan pada fase embrio yang penyebab belum diketahui Faktor Herediter Abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogenManifestasi klinik : Palatoskizis: distorsi pada hidung, adanya celah pada bibir. Labioskizis: celah pada tekak (uvula), palatum durum dan palatum mole, adanya rongga pada hidung sebagai celah pada langit-langit, distorsi hidung2. Atresia EsophagusAtresia esophagus adalah gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan primitif.Etiologi :Kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur.Manifestasi klinik : Hipersekresi cairan dari mulut Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk)3. Atresia Rekti dan Atresia AnusAtresia rekti yaitu obstruksi pada rektum (sekitar 2 cm dari batas kulit anus). Pada pasien ini, umumnya memiliki kanal dan anus yang normal. Sedangkan atresia anus yaitu obstruksi pada anus.Etiologi :Malformasi kongenitalManifestasi klinik : Tidak bisa BAB melalui anus Distensi abdomen Tidak dapat dilakukan pemeriksaan suhu rektal Perut kembung Muntah4. Meningokel dan EnsefalokelMeningokel dan ensefalokel yaitu adanya defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang abnormal korda spinalis atau penutupannyaEtiologi:Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandunganManifestasi klinik : Gangguan persarafan Gangguan mental Gangguan tingkat kesadaran5. HidrosefalusHidrosefalus merupakan kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya Liquor Cerebrospinal (LCS). Kadang disertai dengan peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial).Etiologi : Gangguan sirkulasi LCS Gangguan produksi LCSManifestasi klinik : Terjadi pembesaran tengkorak Kelainan neurologis, yaitu Sun Set Sign (mata selalu mengarah kebawah) Gangguan perkembangan motorik Gangguan penglihatan karena atrofi saraf penglihatan6. FimosisFimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis atau suatu keadaan normal yang sering ditemukan pada bayi baru lahir atau anak kecil, dan biasanya pada masa pubertas akan menghilang dengan sendirinyaEtiologi :Malformasi konginetalManifestasi klinik :Gangguan proses berkemih7. HipospadiaHipospadia yaitu lubang uretra tidak terletak pada tempatnya, misalnya : berada di bawah penis.Etiologi : Uretra terlalu pendek, sehingga tidak mencapai glans penis Kelainan terbatas pada uretra anterior dan leher kandung kemih Merupakan kelainan konginetalGejala klinik : Penis agak bengkok Kadang terjadi keluhan miksi, jika disertai stenosis pada meatus externus

BAB IIIPEMBAHASAN

Pada skenario didapatkan pasien berusia 25 tahun G1P0A0, pasien merupakan primigravida, belum pernah melahirkan dan aborsi. Melahirkan secara spontan seorang bayi laki-laki dengan berat yang tergolong normal yaitu 3kg. Usia kehamilan 38 minggu menunjukkan telah cukup bulan untuk proses melahirkan. Tidak ada mekonium namun air ketuban keruh. Dari anamnesis diketahui ketuban pecah 24 jam. Mekonium dikaitkan dengan peningkatan insiden infeksi intra amnion karena dapat mengubah sifat bakteriostatik air ketuban dan menghambat pertahanan imun host.Air ketuban merupakan cairan yang tidak keruh, sedikit kekuningan, agak keruh serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis yang mengelilingi fetus selama masa kehamilan. Terdiri dari air sebesar 98 % dan sisanya garam anorganik, bahan organic, sel- sel epitel dan vernix kaseosa. Warna air ketuban yang kehijauan atau keruh biasanya menunjukkan bayi mengeluarkan mekonium. Air ketuban manusia memiliki kemampuan bakteriostatik. Pada skenario ini dapat digolongkan menjadi kasus ketuban pecah dini, karena menurut definisinya etuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. Kasus pada skenario termasuk KPD memanjang karena ketuban telah pecah selama 24 jam.Saat bayi baru lahir didapatkan bayi tidak bernafas dan tonus otot kurang baik. Seharusnya bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen. Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain.Skor Apgar menunjukkan angka 5-7-10. Penilaian skor Apgar yang dilakukan pada menit pertama menunjukkan angka 5 yang berarti bayi mengalami asfiksia ringan. Setelah prosedur resusitasi dilakukan, skor Apgar menjadi 7 yang merupakan batas bawah normal, sehingga diperiksa lagi 5 menit setelahnya yang menunjukkan angka 10, bayi normal. Denyut jantung bayi 100x/ menit juga normal, bayi sudah bisa bernafas spontan dan tidak ada retraksi.Dari anamnesa diketahui ANC pasien tidak teratur, namun tanda vital normal, TORCH negatif, HbsAg negatif, gula darah normal. Namun ibu memiliki riwayat demam sebelum melahirkan yang merupakan faktor risiko terjadinya asfiksia neonatorum.

BAB IVPENUTUP

A. Simpulan1. ANC pada ibu hamil sangat penting untuk memelihara dan meningkatkan keadaan fisik serta mental ibu hamil sehingga dapat menyelesaikan kehamilannya dengan baik dan dapat melahirkan bayi dengan sehat.2. Ibu hamil perlu dilakukan pemeriksaan TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes) untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.3. Terapi dan riwayat ibu hamil berpengaruh terhadap janin dan proses kelahiran janin.

B. Saran1. Perlu diadakannya sosialisasi yang intensif tentang pentingnya ANC pada ibu hamil untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan calon bayi.2. Persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional agar ibu dan bayi dapat memperoleh penanganan yang tepat dan cepat apabila terjadi hal yang tidak diduga saat proses persalinan.

TINJAUAN PUSTAKA

IDAI.2010.Buku Ajar Neonatologi Cetakan Kedua.Jakarta : Badan Penerbit IDAIKattwinkel Jet al. Special Report Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Pediatrics 2010;126:e1400-e1413.Kosim, M. Sholeh, dkk. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Penerbit IDAI. Hal 104, 108Maas (2004). Kesehatan ibu dan anak : Persepsi budaya dan dampak kesehatannya.Mappiwali A (2008). Rawat gabung (rooming - in).Marino T, B Laartz, SE Smith, SG Gompf, K Allaboun, JE Marinez, et al. 2010. Viral Infections and Pregnancy. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/235213-overview. Diakses pada 28 September 2010Prawirohardjo (2008). Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka SarwonoProf.Herry Garna, dr, Sp.A (K), Ph.D. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke-3. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad. Halaman : 109 112.Rini, Arsita Eka.2010.Faktor Resiko Air Ketuban Keruh Terhadap Kejadian Sepsis Awitan Dini Pada Bayi Baru Lahir (Tesis). http://eprints.undip.ac.id/28993/1/Arsita_Eka_Rini_Tesis.pdf diakses pada 1 Maret 2014Sarwono Prawirohadjo, Ilmu Kebidanan edisi 3 cetakan 6 @ 2002 Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal 572 574Suradi R, Kristina H (2004). Bahan bacaan manajemen laktasi. Edisi 5. Jakarta : Perinasia.Wyllie J,et al. Part 11: Neonatal Resuscitation. 2010 International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Science with Treatment Recommendations. Resuscitation 2010;81S:e260-e287.