makalah 4 ham

Upload: lidya-christy-agustine-bonita

Post on 12-Oct-2015

160 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ham

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI1PENDAHULUAN2SKENARIO KASUS3PEMBAHASANA. Analisis Masalah5B. Penyakit Stadium Terminal6C. Pengobatan Alternatif8D. Pengobatan Sia-sia (Futile Treatment)12E. Penatalksanaan14TINJAUAN PUSTAKA16DAFTAR PUSTAKA30

BAB IPENDAHULUAN

Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi dalam dua sesi yang berlangsung pada:Sesi 1Hari, tanggal: Jumat 12 Juli 2013Pukul : 08.00 10.00 WIBKetua: Dela Asrivia BSekretaris : Apriliani ZahraDengan pembimbing diskusi dr. Rudy Hartanto, Sp.KJ

Sesi 2Hari, tanggal: Senin 15 Juli 2013Pukul : 10.00 12.00 WIBKetua: Anita DamarSekretaris : Dela Asrivia BDengan pembimbing diskusi dr. Lie T. Merijanti, S. MKK

Pada makalah dengan judul "Keluarga yang meminta dokter melakukan pengobatan dengan segala cara" dibahas mengenai analisis masalah yang terdapat pada pasien tersebut serta sudut pandang masalah tersebut dari segi etika, moral, hukum dan agama. Selama jalannya diskusi, seluruh mahasiswa mengikuti jalannya diskusi dengan baik dan memberikan kontribusinya pada jalannya diskusi.

BAB IILAPORAN KASUSSkenario 1Bapak Arman (61 tahun ) dan Ny. Nani (60 tahun ) sudah 35 tahun menikah. Mereka dikarunia dua orang anak perempuan dan semuanya sudah berumah tangga dan memberikan dua orang cucu.Kondisu ekonomi Pak Arman cukup baik, memiliki dua perusahaan yang berjalan dengan baik.Bapak Arman dab Ny. Nani cukup dikenal di lingkungannya karena keduannya aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan, bahkan pak Arman menjadi salah satu donatur tetap pada sebuah panti asuhan.Walaupun sebelumnya pak Arman perokok berta, namun sudak sejak 5 tahun terakhir ini berenti total merokok dan aktif berolahraga.Sejak satu tahun yll, pak Arman kerap kali merasa pusing dan sakiy di daerah lehernya serta batuk-batuk. Pemeriksaan oleh dokter di kantornya dinyatakan tensinya 130/80 mHg, jantung dan paru-parunya baik. Pak Arman diberi obat simptomatik biasa namun tidak ada perbaikan.Pak Arman lalu periksa ke dokter spesialis di klinik yang cukup besar. Hasil pemeriksaan menunjukan pak Arman menderita kanker paru-paru yang sudah bermetastase ke tulang. Dokter menganjurkan untuk dilakukan penyinaran dan kemoterapi.Pak Arman dan istribya tidak 100% percaya pda hasil pemeriksaan dokter tadi dan menginginkan second opinion diluar negeri.Istrinya , Ny. Nani , begitu terpukul mendengar keterangan dokter dan merasa heran dan tidak mengerti mengapa Tuhan memberikan cobaan yang begitu berat kepadanya. Sambil menangis ia menyatakan bahwa ia belum siap bila ditinggal suaminya untuk selamanya.Sebaliknya bapak Arman tampak lebih tegar dan merasa yakin bahwa ini adlah sapaan Tuhan dan Tuhan pasti punya rencana sendiri dengan memberikan penyakit kepadanya.

Skenario 2Bapak Arman dan Ny. Nani ingin memperokeh second opinion, lalu berangkatlah ke luar negeri untuk berobat. Hasil pemeriksaan medis di luar negeri menyatakan bahwa pak Arman menderita kankaer paru-paru stadium lanjut, yang sudah bermetastase ke tulang-tulang. Beberapa ruas tulang vetebra servikalnya sudah begitu rapuh dan harus segera diatasi agar tidak menjepit saraf-sarafnya.Operasi perbaikan vetebra servikal berhasil baik. Untuk kankernya, pak Arman harus menjalani pengobatan penyinaran dan kemoterapi.Setelah pengobatan selesai, pak Arman dan Istrinya pulang ke Jakarta. Kondisi pak Arman tampak ada kemajuan dan semangat hidupnya tetap tinggi.Sebulan kemudian pak Arman kembali ke luar negeri untuk kontrok penyakitnya. Hasilnya begitu mengembirakan. Kanker parunya dinyatakan sudah hampir menghilang. Kemoterapi diteruskan dan kemudian pak Arman kembsli ke Jakakarta.Namun beberapa minggu kemudian, kondisi pak Armsn justru mulai menurun, ia menjadi kesulitan untuk berjalan. Bicaranya sangat pelan dan cenderung banyak tidur. Bila makan dan minum pak Arman selalu kesulitan menelan (keselek). Pak Arman secara drastis tampak sangat lemah.Saat kembali periksa ke luar negeri, dokter menyatakan bahwa kankernya sudah menjalar ke otak. Dokter menyarankan agar pak Arman menjalani pengobatan paliatif saja.Ny. Nani tidak setuju dengan saran dokter, ia tetap minta agar dokter mau mengobati suaminya dengan segala cara agar dapat disembuhkan.

BAB IIIPEMBAHASAN

A. MasalahMasalahDasar masalahPenjelasan

5 tahun yang lalu, Pak Arman merupakan perokok beratAnamnesisHal ini merupakan faktor pencetus penyakit kankernya saat ini

Pak Arman tampak tegar dan merasa yakin bahwa penyakitnya merupakan ujian dari TuhanSkenarioPak Arman sudah menerima keadaan tubuhnya dan bersikap rela atas apapun yang terjadi kepada dirinya. Dimungkinkan karena pendalaman iman Pak Arman yang kuat

Ny. Nani begitu terpukul dan merasa heran kenapa Tuhan memberikan cobaan yang begitu berat kepada suaminyaSkenarioNy. Nani melekat kepada Pak Arman dimana ia tidak rela ditinggal suaminya. Mungkin dikarenakan faktor iman yang tidak terlalu kuat dan faktor ekonomi yang akan menjadi sulit ketika Pak Arman meninggal.

Pak Arman dan istrinya tidak 100% percaya dan menginginkan second opinion keluar negeriAnamnesisKetidakyakinan ini merupakan hal yang wajar terjadi dalam menghadapi suatu diagnosis penyakit yang berat, dan second opinion merupakan hak dari pasien itu sendiri dimana dimungkinkan karena penjelasan dokter yang kurang kooperatif dan secara blak-blak an sehingga merasa shok dan tidak terima akan kenyataan

Ny. Nani tidak menyetujui saran dokter untuk mengobati secara paliatif saja dan meminta agar dokter mengobati penyakit suaminya dengan segala caraScenarioHal ini merupakan masalah komunikasi, dokter memberikan solusi yang terbaik bagi pasien. Keputusan akhir pengobatan tetap ditangan pasien beserta keluarganya.

B. Penyakit stadium terminal Definisi Penyakit Stadium terminalPenyakit terminal merupakan penyakit yang akibat yang telah masuk dalam keadaan yang parah dan akibat adanya keterbatasan dalam ilmu pengetahuan, pengobatan yang dilakukan bukan untuk mengatasi penyakitnya, melainkan hanya untuk mengurangi penderitaan, serta meningkatkan kuakitas hidup pasien saja. Pandangan Agama terhadap Pasien dengan Penyakit Terminal Agama IslamAgama Islam menganggap bahwa Allah menurunkan penyakit bersama dengan obatnya, maka sebagai manusia tidak boleh berputus asa dalam menjalankan penyakit yang dideritanya. Agama KatolikPada saat mengalami sakit terminal menurut pandangan agama Katolik, orang tersebut harus diberikan perhatian dan perawatan, serta harus dibantu untuk dapat hidup dengan layak dan damai selana waktu yang tersisa. Keluarga hendaknya mengupayakan sakramen-sakramen sebagai persiapan bagi mereka yang sakit untuk menghadap Allah. Agama KristenSakit menurut agama Kristen merupakan akibat dari pemberontakan manusia terhadap Allah. Akan tetapi, di balik penyakit yang diderita manusia, terdapat beberapa tujuan, antara lain: proses pemurnian Allah, membawa kebaikan bagi jemaat, dan untuk menjadi kesaksian. Agama HinduSakit dari agama Hindu merupakan suatu keadaan di mana terjadi ketidakseimbangan antara pitta, kappa, dan vatta. Sakit parah dipandang oleh agama Hindu sebagai suatu karmaphala, bukan sebagai kutukan Tuhan dan manusia tidak boleh putus asa menghadapinya. Apabila pasien beragama Hindu, dapat dianjurkan untuk memohon air suci dari pura dan lainnya. Agama BuddhaAgama Buddha tidak memandang kematian sebagai akhir dari segalanya, artinya pada saat kita meninggal pada kehidupan ini, kita akan lahir menjadi makhluk lain di kehidupan yang selanjutnya. Maka dari itu, pada saat seseorang berada pada stadium terminal, maka seharusnya pasien dianjurkan untuk melakukan kebaikan sebanyak mungkin agar ia dapat terlahir di alam yang bahagia di kehidupan yang selanjutnya.

C. Perawatan PaliatifDefinisi Perawatan PaliatifMenurut WHO, perawatan paliatif adalah tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, serta penanganan masalah fisik, psikososial, dan spiitual.Aspek Hukum Perawatan PaliatifPada kondisi tertentu, di mana terdapat penyakit yang belum dapat disembuhkan, pasien menghadapi berbagai masalah, dan terbatasnya pelayanan paliatif, maka akan dilakukan perawatan paliatif dan tindakan itu dapat dibenarkan. Hal ini terjadi apabila perawatan paliatif yang dilakukan memenuhi 3 aspek medikolegal, antara lain:1. Informed consentDalam hal ini, berarti pasien mengerti tujuan dan pelaksanaan dari tindakan perawatan paliatif, dan mendapatkan persetujuan atas perawatan tersebut ditamakan oleh pasien sendiri (pasien kompeten) dengan keluarga terdekat sebagai saksi, atau diwakilkan oleh keluarga terdekat apabila pasien sudah tidak kompeten. Pengecualian pada keadaan darurat, tim dokter dapat melakukan tindakan medis untuk kepentingan terbaik pasien. 1. Resusitasi/tidak resusitasiTim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi jika pasien dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah.1. Perawatan ICUDalam menghadapi pasien terminal, tim harus mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life supporting.Aspek Etika Perawatan PaliatifBerdasarkan etika, dua teori yang paling banyak dianut adalah teori deontologi (baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatan itu sendiri) dan teori teleologi (baik-buruknya suatu tindakan dapat dilihat dari hasil atau akibatnya). Berdasarkan kedua teori tersebut, perawatan paliatif merupakan tindakan yang sesuai dengan etika apabila tindakan yang dilakukan adalah tepat karena tujuan dari perawatan paliatif itu, yaitu memperbaiki kualitas hidup pada pasien dengan stadium terminal.Aspek Agama Perawatan PaliatifDari sudut pandang keagamaan, baik agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, maupun Buddha tidak menentang tindakan perawatan paliatif. Hal ini dikarenakan pada dasarnya tindakan ini bertujuan untuk mengurangi penderitaan pasien yang merupakan perbuatan baik yang dianjurkan oleh setiap agama.

D. Pengobatan AlternatifAspek Hukum Pengobatan AlternatifPERMENKES RI No 1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang batasan terapi alternatif :Terapi alternatif merupakan terapi non-konvensional untuk meningkatkan kesehatan pasien yang bersifat promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan harus dilandasi pengetahuan biomedik. Individu yang menjalankan usaha terapi altrernatif seyogyanya memiliki izin dari pemerintah untuk menjalankan praktik di bidang kesehatan.Pro dan kontra tentang pengobatan alternatif :Pro Pengobatan alternatif1. Pada umumnya biaya untuk terapi alternatif lebih murah.2. Efek samping lebih sedikit.3. Pada umumnya tidak invasif.4. Menggunakan bahan alamiah.5. Tujuan : meningkatkan derajat kesehatan.

Kontra Pengobatan alternatif1. Tidak ada pembuktian atau tidak berdasarkan evidence based.2. Belum diakui secara medis3. Tidak jelas bahan-bahan yang digunakan dalam pengobatan alternatif.4. Tidak melaporkan praktek kepada dinas kesehatan sehingga tidak memiliki surat ijin5. Membuka peluang untuk penipuan. Aspek Bioetika Pengobatan AlternatifTerapi alternatif berdasar bioetika: OtonomiPasien berhak memilih pengobatan yang akan dilakukan. BeneficenceMelakukan yang terbaik untuk proses perbaikan diri pasien dari penyakit. NonmaleficenceSelama terapi yang di lakukan tidak memperburuk kesehatan pasien.Sebagai seorang dokter terhadap pengobatan alternatif: Menghormati otonomiPasien bebas memilih dan memutuskan tindakan apa yang akan di lakukan dalam proses penyembuhan. Melindungi agar pasien tidak dirugikanSebagai dokter mempunyai kewajiban untuk menjelaskan tentang penyakit yang di derita pasien. Dan memberikan masukan apa yang sebaiknya dilakukan untuk proses perbaikan pasien dari penyakitnya tersebut. Tanpa menentang prinsip otonomi yang dimiliki pasien untuk memilih pengobatan dokter sebaiknya menjelaskan bahwa pengobatan alternatif sebaiknya di landasi oleh dasar ilmiah dan tidak melenceng dari agama yang di anut pasien.

Memastikan pengobatan alternatif yang akan dijalankan pasien sesuai dengan evidence based medicineAspek Agama Pengobatan Alternatif Agama IslamIslam memperbolehkan pengobatan alternatif asalkan itu tidak menggunakan bahan yang haram ataupun seseuatu yang menuju kearah musyrik. Memanfaat suatu benda untuk penyembuhan dengan mempercayai benda tersebut dapat membawa kesembuhan pada dirinya termasuk sesuatu yang musyrik, (contoh : jimat). Barang siapa yang menggantungkan jimat, berarti ia telah melakukan perbuatan syirik. (HR. Ahmad dan Hakim). Artinya, menggantungkan jimat dan hatinya bergantung kepadanya berarti berbuat syirik. Ibnu Sina, seorang dokter dan sekaligus filosofi dalam islam menulis buku Al Qamus Fi al Thibb yang berisi tentang manfaat nabati dan rumput-rumputan. Baik dari masing-masing jenis maupun secara ramuan, serta khasiatnya dalam pengobatan. Ungkapan abadi dari Abu Qurath 4500 tahun yang lalu : jadikanlah makananmu sebagai obatmu dan obatilah setiap penderitaan dengan nabati yang tumbuh di bumi, karena nabati itulah yang paling pantas untuk menyembuhkan. Agama KatolikDalam penelitian dasar ilmiah dan dalam penyelidikan terapan, tampak dengan jelas sekali kekuasaan manusia atas ciptaan. Ilmu pengetahuan dan teknik merupakan sarana-sarana yang bernilai kalau mengabdi kepada manusia dan memajukan perkembangannya secara menyeluruh demi kebahagiaan semua orang. Tetapi mereka tidak mampu menentukan dari diri sendiri arti keberadaan dan kemajuan manusia. Ilmu pengetahuan dan teknik ditujukan kepada manusia, olehnya mereka diciptakan dan dikembangkan; dengan demikian mereka menemukan, baik kesadaran mengenai tujuannya maupun batas-batasnya, hanya di dalam pribadi manusia dan nilai susilanya (KGK 2293).Sebagai ciptaan Allah yang paling mulia, kita sebagai manusia diberikan kuasa oleh Allah menggunakan alam serta mengembangkannya dengan sebaikbaiknya dengan penuh tanggung jawab. Dengan mengembangkan ilmu pengetahuan melalui pengobatan alternatif, manusaia telah menjalankan perintah Allah sendiri. Namun yang harus diperhatikan di sini adalah jangan sampai ilmu pengetahuan itu sendiri merendahkan martabat manusia dengan pengobatan terapan dengan manusia sebagai objek penelitian. Selain itu penggunaan alam yang berlebihan dan menyimpang dari Hukum Allah juga patut diperhatikan dalam praktek pengembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh manusia. Agama KristenTidak menolak dan tidak menelan mentah-mentah dan perlu memahami konsep dibalik praktik penyembuhan alternatif tersebut berdasarkan kebenaran. Agama HinduMetode terapi alternatif yang dipergunakan biasanya di hindu yaitu Ayurveda. Yang mana pengobantan nya ayurveda merupakan salah satu penyembuhan alternatif dengan menghubungkan antara sifat-sifat alam dengan tubuh yaitu vata,pitta dan kapha. Agama BuddhaTidak ada masalah sepanjang tidak ada pelanggaran sila dan Dhamma. Dilakukan dengan sadar dan sukarela.

E. Pengobatan Sia-Sia (Futile Treatment)Aspek Agama Pengobatan Sia-Sia (Futile Treatment)1. IslamMenurut pandangan islam, sakit merupakan ujian iman dan setiap penyakit pasti ada obatnya. Selain itu, orang yang sakit dianjurkan untuk sabar dan ikhlas serta. Namun jika penyakit itu tidak kunjung sembuh hendaklah manusia bertawakal dan berserah diri kepada Allah dan bertaubat dengan sungguh-sungguh. Karena kehidupan dan kematian itu datangnya dari Allah.2. Kristen ProtestanMenurut pandangan agama Kristen pengobatan yang sia-sia adalah pengobatan yang sesungguhnya tidak diperlukan karena tidak lagi berguna untuk menyembuhkan pasien.3. KatolikMenurut agama katolik yang menyebabkan manusia sakit adalah manusia itu sendiri, karena kelalaian manusia menjaga tubuh. Allah itu mahabaik, oleh karena itu segala sesuatu yang tidak baik bukan berasal dari Allah. Orang yang terus menerus sakit parah atau sangat lama menderita sakit parah menurut gereja katolik dianggap sebagai misteri.4. HinduJika pengobatan secara modern dan segala macam pengobatan belum mampu menyembuhkan pasien, dalam hal ini sebaiknya dokter merundingkan dengan pihak keluarga pasien tentang keadaan pasien. Menurut agama hindu sendiri, sakit parah ada hubungannya dengan karmaphala, bukan kutukan Tuhan. Orang yang mengalami sakit parah hendaklah jangan berputus asa dalam menghadapi penyakitnya.5. BuddhaMenurut agama Buddha pengobatan yang sia-sia bertujuan untuk membuktikan rasa bakti kepada si sakit, dimana pengobatan percuma dilakukan terus menerus, menghabiskan biaya tanpa alasan, dan juga merugikan pasien lain yang juga membutuhkan alat yang sama.Yang dapat dilakukan :1. Terus memberikan perawatan dan terapi dengan sebaik-baiknya1. Pembacaan paritta-paritta suci, dengan harapan karma baiknya segera berbuah, lalu meninggal dunia (karena fisiknya tidak dapat dipergunakan lagi untuk hidup) dan terlahir kembali kealam yang lebih baik.Aspek Hukum Pengobatan Sia-Sia (Futile Treatment)Jika dilihat dari sisi moral tadi kita bisa menyimpulkan pengobatan yang sia-sia itu akan menbuat pasien tidak nyaman dan mungkin merugikan. Hal ini mungkin bisa digolongkan penganiayaan terhadap pasien itu sendiri dimana seharus pasien bisa mendapatkan kenyamanan ketika mendapat perawatan medis. Hal ini disebutkan dalam KUHP pasal 304, yaitu: Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.Moral dan EtikaSecara etika dan moral tugas seorang dokter adalah to cure, to relief, and to comfort. Dari 3 hal tersebut yang paling harus dipegang adalah to comfort dimana tugas seorang dokter disini harus membuat pasien merasa nyaman. Selain itu juga berdasarkan 4 kaidah etika yaitu otonomi, beneficence, non-maleficence, dan justice yang intinya dokter harus berbuat hal demi kebaikan pasien tanpa merugikannya dan berlaku secara adil dengan tetap menjunjung hak-hak pasien. Pengobatan sia-sia adalah suatu tindakan medis yang jika dilakukan tidak memberikan pengaruh baik kepada pasien, malah cenderung menambah penderitaan. Hal ini biasanya terjadi pada penyakit-penyakit stadium terminal. Jika dikaji secara etika dan moral hal ini bias melanggar prinsip to comfort dan non-maleficence. Hal itu karena pengobatan yang sia-sia akan membuat pasien merasa tidak nyaman karena keadaan tubuhnya tidak membaik namun harus terus mendapat pengobatan yang tidak berguna. Kemudian, karena pengobatan dilakukan terus menerus bisa membuat biaya juga semakin besar yang dapat merugikan pasien maupun keluarganya. Jadi, lebih baik ketika mengatasi pasien yang telah berada di stadium terminal dan secara ilmu kedokteran memang tidak bisa diobati lagi atau belum ada obatnya, kita menyaran jalan keluar berupa pengobatan paliatif. Pengobatan paliatif ini bertujuan untuk membuat pasien merasa nyaman meskipun penyakit primernya tidak bisa diobati namun pasien bisa menikmati sisa hidupnya dengan nyaman. Tapi kita juga harus tetap menghormati hak otonomi pasien ataupun keluarga jika memang tidak ingin melakukan pengobatan paliatif.F. PenatalaksanaanKelompok kami melihat kasus ini dari berbagai sudut pandang, mengambil jalan diplomatis yang mewakili pihak tenaga kesehatan, pihak pasien, dan keluarganya. Pasien sebenarnya dalam kondisinya ketika masih kompeten memberikan keputusan, dapat dilihat bahwa pasien lebih tegar dan berserah diri dibandingkan dengan istrinya. Pasien lebih bisa menerima keadaan dirinya dan penyakitnya. Namun, istrinya yang takut ditinggalkan suaminya berusaha dengan segala daya upaya untuk menyembuhkan suaminya. Ketika suami mengalami kemunduran kesehatannya, sang istri memaksa dokter melakukan extraordinary treatment. Sedangkan pihak dokter menyarankan perawatan paliatif sebab kemungkinan sembuh Pak Arman sangat kecil dari sudut pandang medis. Hal ini perlu pendekatan dengan komunikasi 2 arah yang baik dan efektif guna memperbaiki persepsi istri Pak Arman sehingga istri Pak Arman dapat lebih tegar dan berbalik memberi perhatian dan kasih sayang lebih selama paliatif care yang dijalani Pak Arman sehingga nantinya Pak Arman dapat menuju ajalnya dengan ikhlas dan damai tanpa terbebani hal duniawi akibat ketidakikhlasan istri dan keluarganya.Diperlukan komunikasi efektif dan empati dari dokter kepada pasien dan keluarganya. Disertai dengan adanya pemahaman akan permasalahan keluarga ini dan tahapan-tahapan penerimaan, dokter hendaknya bersabar dan tetap memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga. Kelompok kami menyikapinya dengan memberikan pengertian dan informasi kepada istri pasien perihal penyakit, perjalanannya, kemungkinan sembuhnya, serta terapi yang dapat dipilih bagi pasien. Dengan komunikasi efektif dan empatik serta kesabaran dan pengertian, diharapkan pasien melewati tahapan penerimaan dengan baik dan dapat berpikir secara rasional. Pasien diberikan pengertian mengenai terapi dan manfaatnya serta prosesnya dan efek samping masing-masing jenis terapi dan diberikan kelonggaran waktu untuk memilih yang terbaik bagi pasien. Dalam hal ini kelompok kami memberikan waktu untuk berpikir.Jika pasien tetap berpegang pada keputusan untuk pengobatan bersifat kuratif, maka kelompok kami setuju untuk menjalankan terapi kuratif dengan kemoterapi dan penyinaran diselaraskan dengan pengobatan paliatif yang bersifat simptomatik yang berjalan beriringan. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menghormati keputusan pasien dan keluarganya serta tidak mengesampingkan prinsip beneficence.

BAB IVTINJAUAN PUSTAKAInformed Consent1. DefinisiDefinisi informed consent adalah Persetujuan yang sudah didasari adanya informasi, sudah didasari pengertian dan pemahaman akan tindakan yang akan disetujui. Pernyataan setuju terhadap tindakan diagnostik / terapetik, setelah mendapat penjelasan tentang tujuan, resiko, alternatif tindakan yang akan dilakukan, serta prognosis penyakit jika tindakan itu dilakukan / tidak dilakukan. Pada Bab I butir Id. Pedoman Persetujuan Tindakan Medik, disebutkan bahwa : Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapat informasi dan Consent berarti persetujuan (ijin).Ada perbedaan penekanan antara informed consent ini dengan persetujuan dalam kontrak terapetik (sesuai pasal 1320 KUH perdata). Informed Consent dalam profesi kedokteran (juga tenaga kesehatanan lainnya) adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin dari pasien yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan kedokteran yang dimaksud.2. Dasar Hukum Informed Consent Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585 / MENKES 1 PER / IX / 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik, yang pedoman pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor: HK.00.063.5.1866 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik ( Informed Consent ) tanggal 21 April 1999. SK. Dirjen YANMED. No. YM 00.03.2.6.956 Tentang Hak dan Kewajiban Pasien Dan Perawat. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Nomor : YM.02.04.3.5.2504 tanggal 10 Juni 1997 Tentang Pedoman Hak Dan Kewajiban Pasien, Dokter Dan Rumah Sakit. Pasal 45 (1) UUPRADOK.

3. Persetujuan tindakan medikPersetujuan tindakan medik (PERTINDIK) wujud formalnya merupakan lembaran, disitu pasien bertanda- tangan sebagai bukti persetujuan.(SK dirjen pelayanan medik no HK 00.06.3.5.1866, tentang Persetujuan Tindakan Medik). Pertindik sebagai pengganti istilah informed consent, sebenarnya kurang lengkap karena tidak tuntas mencerminkan isi informasi yang harus diberikan oleh dokter.4. Persetujuan tindakan kedokteranKonsil Kedokteran Indonesia tahun 2006 menerbitkan istilah persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi. Hanya saja istilah tersebut hanya merupakan nama lain dari informed consent, hal ini dapat dilihat di Buku Kemitraan yang juga telah diterbitkan oleh KKI. Disebutkan di dalam Manual Persetujuan Tiindakan Kedokteran:Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi:a. Adalah persetujuan pasien atau yang sah mewakilinya atas rencana tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan.b. Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi adalah pernyataan sepihak dari pasien dan bukan perjanjian antara pasien dengan dokter atau dokter gigi, sehingga dapat ditarik kembali setiap saat.c. Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi merupakan proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi yang efektif antara pasien dengan dokter atau dokter gigi, dan bukan sekedar penandatanganan formulir persetujuan. Sebagai tambahan juga di dalam Buku Kemitraan KKI menyebutkan, persetujuan tindakan kedokteran (Informed consent) adalah proses komunikasi antara pasien dan dokter, dimulai dari pemberian informasi kepada pasien tentang segala sesuatu mengenai penyakit dan tindakan medis yang akan dilakukan, pasien memahaminya, dan kemudian memutuskan persetujuannya. Disebutkan dalam manual persetujuan tindakan kedokteran tersebut bahwa persetujuan tindakan kedokteran adalah pernyataan sepihak pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan.

5. Penatalaksanaan informed consenta. Isi informed consentMenurut Bab II butir 4 Pedoman di atas informasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jika paling sedikit enam hal pokok di bawah ini disampaikan dalam memberikan informasi dan penjelasan, yaitu : Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik yang akan dilakukan (purpose of medical procedures). lnformasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (contemplated medical prosedures). Informasi dan penjelasan tentang tentang risiko (risk inherent in such medical prosedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan serta risikonya masing-masing (alternative medical prosedure and risk), informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan (prognosis with and without medical procedure). Diagnosis.

b. Bentuk Informed ConsentBentuk informed consent dapat tersembunyi (implied conset) dan yang terwujud (express consent). Bentuk dari infoermed consent yang tersembunyi, merupakan bentuk yang paling sering terjadi, karena di dalam hubungan dokter pasien proses pelayanan dokter kepada pasien berupa anamnesa, pemeriksaan, dan tindakan-tindakan medis yang sering terjadi sudah dianggap sebagai kebiasaan oleh pasien dan dokter sehingga perwujudan informed consent merupakan hal yang tidak umum. Bentuk informed consent yang tersembunyi tersebut tidak menghilangkan hakekat dari adanya saling setuju antara dokter dengan pasien. Bahkan dengan tersembunyinya bentuk informed consent tersebut menunjukkan adanya kedalaman dari masing-masing pihak akan pemahaman dari tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak. Hanya saja, pada perkembangannya seiring dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknolgi kedokteran mengakibatkan beberapa kondisi yang menuntut semakin seringnya mewujudkan informed consent tersebut. Informed consent yang terwujud dapat berupa oral consent (terucap) dan written consent (tertulis). Bentuk oral consent ini terwujud dengan kata-kata persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh dokter. Bentuk oral consent ini lebih sering terdapat jika dibanding dengan yang writen consent.Bentuk yang tertulis ini banyak dipakai untuk tidakan yang bersifat infasiv, seperti tindakan operasi, tindakan diagnostik (foto dengan kontras), dan tindakan dengan biaya mahal dan lain sebagainya.Untuk kepentingan rekam medik ada baiknya untuk selalu mencatat persetujuan dari pasien yang berupa kata 'setuju' ke dalam lembaran rekam medik saat dokter visite.c. Kewajiban Memberi PenjelasanBab II butir 5 Kep Dirjen Yanmed Pedoman Pertindik menyebutkan bahwa : Dokter yang akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan kepada dokter lain dengan sepengetahuan dokter yang bersangkutan. Pasal 6 PERMENKES TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK menyebutkan:(1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri(2) Datam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.(3) Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasif lainnya, informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.d. Sahnya Suatu Informed ConsentSuatu persetujuan dianggap sah apabila:a. Pasien telah diberi penjelasan/ informasib. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan keputusan/persetujuan.c. Persetujuan harus diberikan secara sukarela (tidak ada unsur paksaan)d. Tidak boleh ada unsur penipuan.Seperti pada syarat sahnya suatu kontrak, hal mana di dalamnya disebutkan salah satu unsur untuk sahnya suatu kontrak yaitu adanya saling setuju. Maka untuk sahnya informed consent itu juga mengacu pada ketentuan yang samadengan konsep saling setuju seperti yang terdapat dalam kontrak terapetik. Menekankan hanya pada adanya tanda-tangan persetujuan tindakan kedokteran akan menjebak dokter hanya bekerja secara formal tanpa ada beban moral dari pekerjaannya. Bahkan dokter dapat saja terbawa oleh susana formalitas dari pekerjaannya itu. Padahal yang terpenting adalah munculnya kesadaran dari pasien tindakan dokter itu tidak menjanjikan hasil, dokter hanya berusaha denga iptek yang saat ini ada.Perhatian dokter terhadap masalah informed consent ini harus proporsional. Kemudian juga harus disampaikan resiko-resiko yang mungkin dapat terjadi dari tindakan yang akan dilakukan dokter. Untuk itu sangat penting diupayakan agar persetujuan juga mencakup apa yang harus dilakukan jika terjadi peristiwa yang tidak diharapkan dalam pelaksanaan tindakan kedokteran tersebut.Persetujuan harus diberikan secara bebas, tanpa adanya tekanan dari manapun, termasuk dari staf medis, saudara, teman, polisi, petugas rumah tahanan/Lembaga Pemasyarakatan, pemberi kerja, dan perusahaan asuransi.Bila persetujuan diberikan atas dasar tekanan maka persetujuan tersebut tidak sah.Pasien yang berada dalam status tahanan polisi, imigrasi, LP atau berada di bawah peraturan perundangundangan di bidang kesehatan jiwa/mental dapat berada pada posisi yang rentan.Pada situasi demikian, dokter harus memastikan bahwa mereka mengetahui bahwa mereka dapat menolak tindakan bila mereka mau.

e. Cara memberi informasiBab II butir 6 Pedoman Persetujuan Tindakan Medik menyebutkan : Informasi dan penjelasan disampaikan secara lisan. Informasi dan penjelasan secara tulisan dilakukan hanya sebagai pelengkap penjelasan yang telah disampaikan secara lisan.Pada pasal 4 dan 5 PERMENKES TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIKdisebutkan dalam pasal 4 dan 5 bahwa :Pasal 4.(1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta.(2) Dokter harus memberikan informasi seiengkap- tengkapnya, kecuali biIa dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kesehatan pasien atau pasien menolak diberi informasi.(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud aya (2) dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat dengan didampingi olehperawat sebagai saksi.Pasal 5.(1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang akan dilakukan, balk diagnostik maupun terapeutik.(2) Informasi diberikan secara lisan_(3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.(4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.Istilah kedokteran tidak boleh dipakai dalam memberikan informasi dan penjelasankarena mungkin tidak dimengerti oleh orang awam agar supaya tidak terjadi salah pengertian sehingga mengakibatkan masalah yang serius. Informasi harus diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi dan situasi pasien.f. Pihak yang memberikan informasi.Pihak yang wajib memberikan informasi adalah dokter atau tenaga kesehatan lain yang akan langsung memberikan tindakan tersebut kepada pasien. Adalah tanggung jawab dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/tindakan untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak. Dokter memang dapat mendelegasikan proses pemberian informasi dan penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada pada dokter pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara benar dan layak. Jika seseorang dokter akan memberikan informasi dan menerima persetujuan pasien atas nama dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya mampu menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang diajukan pasien berkenaan dengan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat secara benar dan layak.g. Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan.Dalam Pedoman Persetujuan Tindakan medik hal ini diatur dalam pasal 7.yaitu :a. Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau telah menikah.b. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, Persetujuan (informed consent) atau Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:(1) Ayah / ibu kandung.(2) Saudara-saudara kandung.c. Bagi yang dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya berhalangan hadir, Persetujuan (informed consent) atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :(l) Ayah/ibu adopsi.(2) Saudara-saudara kandung.(3) Induk semang.d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, Persetujuan (informed consent) atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :( 1 ) Ayah/ibu kandung.( 2 ) Wali yang sah.( 3 ) Saudara-saudara kandung.e. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), Persetujuanatau Penolakan Tindakan Medik di berikan menurut urutan hak sebagai berikut:(1) Wali.(2) Curator.f. Bagi pasien dewasa yang telah menikah / orang tua, persetujuan ataupenolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagaiberikut :a. Suami/istri.b. Ayah/ibu kandung.c. Anak-anak kandung.d. Saudara-saudara kandung.

h. Cara Memberikan PersetujuanBab II butir 8 Pedoman Persetu,juan Tindakan Medik menyebutkan bahwa cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara :1. tertulis (express) maupun,2. lisan (implied).Persetujuan tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang mengandung risiko tinggi, sedangkan persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung risiko tinggi.Lebih lanjut KKI dalam buku petunjuknya menjelaskan memberikan petunjuk bahwa persetujuan tertulis diperlukan pada keadaan-keadaan sbb:- Bila tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek samping yang bermakna.- Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.- Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien- Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.Pasal 45 UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ayat (5) menyatakan bahwa " Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yangberhak memberikan persetujuan."i. Penolakan Tindakan Kedokteran (Informed Refusal)Persetujuan akan tindakan yang sedang direncanakan mutlak ada ditangan pasien. Jadi setelahpasien menerima informasi dari dokter atau yang bertugas untuk memberikan keterangan, maka selanjutnya psien akan bersikap, menerima atau menolak. Dalam setiap masalah seperti ini rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan dengan baik.j. Format Isian Informed ConsentFormad isian Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) atau Penolakan Tindakan Medik, digunakan seperti contoh formulir terlampir, dengan ketentuan sebagai berikut :Diketahui dan ditanda tangani oleh dua orang saksi. Perawat bertindak sebagai salah satu saksi ; Materai tidak diperlukan ; Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien ; Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan. Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa telah diberikan informasi dan penjelasan secukupnya. Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanan.k. Sanksi HukumSarana kesehatan dan tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan-peraturan tersebut diatas dapat dijatuhi sanksi hukum maupun sanksi administratif apabila pasien dirugikan oleh kelalaian tersebut.Di dalam pedoman persetujuan tindakan kedokteran disebutkan juga sanksi yang akan dapat menimpa dokter jika tidak melakukan informed consent dalam praktiknya.Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran yang sah, maka dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami masalah :1. Hukum PidanaMenyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat dikategorikan sebagai "penyerangan" (assault).Hal tersebut dapat menjadi alasan pasien untuk mengadukan dokter ke penyidik polisi, meskipun kasus semacam ini sangat jarang terjadi.2. Hukum PerdataUntuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud - padahal apabila dia telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau menjalaninya, atau menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan tanpa persetujuan (perbuatan melanggar hukum).3. Pendisiplinan oleh MKDKIBila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang dokter atau dokter gigi yangmelakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkannya dan dapatmemberikan sanksi disiplin kedokteran, yang dapat berupa teguran hinggarekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi.

l. Informasi yang disampaikan kepada pasienDi dalam Undang-undang Praktik Kedoteran, memberikan gambaran informasi apasaja yang minimal diberikan kepada pasien dalam upaya untuk membentuk informed consent.Pasal 45 ayat (3) Undang Undang Praktik Kedokteran memberikan batasan minimal informasi yang selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu:a. Diagnosis dan tata cara tindakan medisb. Tujuan tindakan medis yang dilakukanc. Alternatif tindakan lain dan risikonyad. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dane. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukanDengan mengacu kepada KKI melalui buku Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran, memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien :a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobatib. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatanc. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobatid. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur ataupengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang seriuse. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gayahidup sebagai akibat dari tindakan tersebutf. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimentalg. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau dinilai kembalih. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnyai. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang akandilakukanj. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas konsekuensi pembatalan tersebut.k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokterlainl. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.m. Informed Consent Untuk PenelitianSegala bentuk kegiatan apapun yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian dan melakukan interfensi pada subyeknya baik berbentuk fisik (pemberian material: obat-obatan, pakaian, makanan, dan lain sebagainya), mental (pemberian pertanyaan, kuesner yg dibagikan, dan lain sebagainya), dan sosial (mengisolasi subyek dari tempat tinggalnya), maka wajib memberi tahu dahulu kepada sampel subyek penelitian dari maksud dan tujuan dari penelitian itu. Dari informasi yang telah diberikan tersebut maka subyek penelitian itu akanmemutuskan bersedia atau tidak menjadi sampel penelitian. Juga subyek tidak boleh di-intervensi keputusannya dengan pemberian imbalan atau janji, hal mana dapat dikatakan subyek calon sampel penelitian akan terarah memberi persetujuannya.Pada prinsipnya dokter dan dokter gigi dalam melakukan penelitian dengan menggunakan manusia sebagai subjek harus memperoleh persetujuan dari mereka yang menjadi subjek dalam penelitian tersebut secara bebas dan sukarela.Persetujuan harus diperoleh dengan suatu proses, yaitu proses komunikasi antara pihak peneliti dan calon subjek penelitian (informed). Komunikasi dalam hal ini adalah berupa pemberian informasi tentang segala sesuatu mengenai tindakan dan berisi hal-hal yang sesuai dengan keperluan maupun penapisan yang akandilakukan, juga informasi tentang kompensasi yang akan diterima pasien jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dalam proses penelitian. Sedang informasi yang diberikan, kecuali lisan sebaiknya juga tertulis agar bukti yang ada dapat didokumentasikan Code of Nuremberg serta Declaration of Helsinki yang sejak 1964, diperbaiki dalam World Medical Assembly dan terakhir di Afrika Selatan tahun 1996, telah menyatakan hal tersebut.Kaidah dasar moral yang mendasari keharusan adanya informed consent pada penelitian adalah otonomi, maka jika akan memberikan perlakuan pada subyek penelitian diharuskan adanya persetujuan. Baik itu tindakan medik, maupun tindakan yang hanya mencari data dengan suatu kuesioner, serta tindakan penapisan (skrining) untuk memilih subjek yang akan digunakan dalam penelitian.Semua penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitiannya maka diharuskan untuk lolos uji dari Tim Etika Penelitian. Pastikan bahwa penelitian tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan terbaik pasien, dan bahwa subyek penelitian tahu bahwa ia sedang mengikuti penelitian, dan keterlibatansubyek penelitian adalah secara sukarela.Konsil Kedokteran Indoneia dalam Buku Pedoman Persetujuan Tindakan Kedokteran merinci hal- hal yang seharusnya diinformasikan pada subyek penelitian, yaitu, informasi seharusnya berisi:1. tujuan penelitian atau penapisan2. manfaat penelitian dan penapisan3. protokol penelitian dan penapisan, serta tindakan medis4. keuntungan penelitian dan penapisan5. kemungkinan ketidaknyamanan yang akan dijumpai, termasuk risiko yang mungkin terjadi6. hasil yang diharapkan untuk masyarakat umum dan bidang kesehatan7. bahwa persetujuan tidak mengikat dan subyek dapat sewaktu-waktu mengundurkan diri.8. bahwa penelitian tersebut telah disetujui oleh Panitia Etika Penelitian.Tidak jauh berbeda dengan kegiatan penelitian, kegiatan skrining atau penapisan dapat merupakan upaya yang penting untuk dapat memberikan informasi tindakan yang efektif, sehingga persetujuan dari subyek tetap diperlukan.

BAB VDAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Kelalaian Medik. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2007.p.92-6.2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008. Available at: http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%20290%20ttg%20Persetujuan%20Tindakan%20Kedokteran.pdf. Accessed on July 9nd, 2013.3. Robbert H, Perawatan Paliatif, http://www.news-medical.net/health/Palliative-Care (Indonesian).aspx, diakses pada 13 Maret 2013.4. Andra, 2006, Analgesik untuk Nyeri Kanker, http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp, diakses 10 Maret 5. Syahrudin Elisna, Pengobatan Alternatif untuk Kanker, http://m.medikaholistik.com, diakses pada 9 July 2013.

30