makalah seminar tatalaksana tb.docx

Upload: lyriestrata-anisa

Post on 11-Feb-2018

264 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    1/21

    SEMINAR TUBERKULOSIS

    PENGOBATAN TUBERKULOSIS DALAM PROGRAM

    NASIONAL

    Disusun oleh:

    1. Enninurmita Hazrudia 09065080052. Jacky 09065526303. Lyriestrata Anisa 09065082514. Mirza Rahma Nauli 0806320742

    MODUL PRAKTIK KLINIK PULMONOLOGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

    2012

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    2/21

    2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang penting

    di dunia. Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium

    tuberculosis. Melihat sejarahnya, pada tahun 1992, World Health Organization

    (WHO) telah mencanangkan TB sebagai Global Emergency.Perkiraan kasus TB

    secara global pada tahun 2009 adalah insidens kasus 9,4 juta (8.9 9.9 juta),

    prevalens kasus 14 juta (1216 juta), kasus meninggal (HIV negatif) 1.3 juta (1.2

    1.5 juta) dan kasus meninggal (HIV positif) 0.38 juta (0.320.45 juta).

    Kasus terbanyak tetap diduduki oleh Asia Tenggara (35%), disusul oleh Afrika

    (30%) dan wilayah Pasifik Barat (20%). Sebanyak 11-13% kasus TB adalah HIV

    positif dan 80% kasus TB-HIV berasal dari region Afrika. Pada tahun 2009,

    diperkirakan kasus TB multidrug-resistant (MDR) sebanyak 250.000 kasus

    (230.000-270.000 kasus), tetapi hanya 12% atau 30.000 kasus yang sudah

    terkonfirmasi. Dari hasil data WHO tahun 2009, Indonesia menduduki peringkat

    kelima dengan insidens kasus 0.32-0.52 juta.

    Tingginya angka TB di Indonesia menunjukkan bahwa penanganan TB tidak

    mudah. Tuberkulosis diobati menggunakan OAT (Obat Anti Tuberkulosis).

    Panduan obat anti tuberkulosis (OAT) jangka pendek yang terdiri dari isoniazid,

    rifampisin, pirazinamid, dan etambutol selama enam bulan telah mulai digunakan

    sejak tahun 1977. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat

    di Indonesia terdiri dari OAT lini kedua yaitu kanamisin, kapreomisin,

    levofloksasin, ethionamid, sikloserin, dan PAS.

    Oleh karena itu, pada makalah ini dibahas mengenai pengobatan TB yang menjadi

    program nasional. Selain itu dibahas pula mengenai TB-MDR dan TB pada pasien

    dengan keadaan khusus. Memang sekali lagi, untuk terjaminnya pengobatan TB

    yang baik, diagnosis harus ditegakkan secara cepat dan tepat serta pemberian

    regimen sesuai standardisasi dengan efikasi yang telah terbukti.

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    3/21

    3

    BAB II

    ISI DAN PEMBAHASAN

    Setiap pengobatan penyakit memiliki tujuan pencapaiannya masing-masing. Pada

    Tuberkulosis pengobatan ditujukan untuk menyembuhkan pasien, meningkatkan

    serta mengembalikan kualitas hidup pasien dan produktifitasnya, mencegah

    kematian, mencegah kekambuhan, mengurangi transmisi serta penularan, dan

    mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya.

    Pengobatan Tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yakni fase intensif dan fase

    lanjutan. Secara umum lama pengobatan untuk tuberkulosis sekitar 6-8 bulan

    A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)Secara umum, obat anti tuberkulosis dibedakan menjadi 2 yaitu lini pertama dan

    lini kedua. Obat lini kedua hanya digunakan pada kasus resistensi obat (terutama

    kasus multi drug resistant)

    1. Jenis obat lini pertamaIsoniazid: bersifat bakterrisidal, dengan dosis yang direkomendasikan sebanyak 4-

    6 mg/kgBB/ hari dengan dosis maksimal 300 mg/hari. Untuk penggunaan obat 7

    hari perminggu dosis yang digunakan sebanyak 5 mg/kgBB/hari sedangkan

    penggunaan 3 x/minggu dosis yang digunakan sebanyak 10 mg/kgBB/hari

    Rimfampisin: bersifat bakterisidal, dengan dosis yang direkomendasikan

    sebanyak 8-12 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 600mg/hari. Untuk

    penggunaan setiap hari ataupun 3x/minggu dosis yang digunakan sebanyak 10

    mg/kgBB/hari. Berdasarkan rekomdasi berat badan apabila berat badan < 40 kg

    diberikan dosis 300mg/hari, 40-60 kg diberikan dosis 450 mg/hari, dan >60kg

    diberikan dosis 600 mg/hari.

    Pirazinamid: bersifat bakterisidal dengan dosis rekomendasi sebanyak 20-30

    mg/kgBB/hari. Untuk penggunaan setiap hari digunakan dosis 25mg/kgBB/hari

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    4/21

    4

    sedangkan penggunaan 3x/minghgu diberikan dosis 35mg/kgBB/hari.

    Rekomendasi berdasarkan berat badan yaitu apabila berat badan < 40 kg diberikan

    dosis 750 mg/hari. 40-60 kg diberikan dosis 1000 mg/hari, >60 kkg diberikian

    dosis 1500mg/hari.

    Etambutol: bersifat bakteriostatik dengan dosis rekomendasi 15-20 mg/kgBB/hari.

    Untuk penggunaan setiap hari diberikan dosis 15 mg/kgBB/hari sedaqngkan

    penggunaan 3x/minggu diberikan dosis 30mg/kgBB/hari. Rekomendasi

    berdasarkan berat badan yakni apabila berat badan 60 kg dengan dosis

    1500mg/hari.

    Streptomisin bersifat bakterisidal dengan dosis 15-18 mg/kgBB/hari dengan dosis

    maksimal 1000mg/hari. Penggunaan setiap hari dan 3x/minggu diberikan dosis

    15mg/kgBB/kali. Berdasarkan berat badan apabila 60 kg diberikan dosis

    1000mg/hari.

    2. Obat Lini keduaa. Kanamisin

    b. Kapreomisinc. Amikasind. Sikloserine. Kuinolonf.

    Etionamid/protionamid

    g. Para amino salisilath. Makrolid, amoksisilin+s.klavulanat, linezolid dan klofazimin dapaat

    digunakan walaupun efikasi belum jelas.

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    5/21

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    6/21

    6

    3. Obat sisipan (HRZE)Obat sisipan terdiri atas INH, Rimfampisin, pirazinamid dan etambutol yang

    diminum setiap ahri selama 1 bulan. Obat sisipan diberikan apabila pengobatan

    awal (2 bulan pertama) belum ada konversi BTA dari positif menjadi negatif.

    Obat sisipan ndapat diberikan p[ada kategori 1 ataupun 2.

    4. Kategori anak (2HRZ/4HR)Pengobatan diberikan setiap hari. Untuk 2 bulan npertama, diberiksn INH,

    Rimfampisin, dan pirazinamid. Selanjutnya diberikan INH dan rimfampisin

    selama 4 bulan.

    Tuberkulosis Ekstraparu

    Tuberkulosis paru dan ekstraparu diobati dengan regimen pengobatan yang sama

    dan lama pengobatan berbeda, yaitu:

    Meningitis TB, lama pengobatan 9-12 bulan karena berisiko kecacatan danmeningkatkan angka mortalitas. Etambutol sebaiknya digantikan dengan

    streptomisin.

    TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai responpengobatan

    Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB dan perikarditis TB Limfadenitis TB, lama pengobatan minimal 9 bulan

    Efek Samping Obat

    Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

    samping. Namun sebagain kecil dapat mengalami efek samping, sehingga

    pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan

    selama pengobatan. Efek samping yang terjadi ringan atau berat. Bila efek

    samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT

    dapat dilanjutkan. Pendekatan berdasarkan gejala untuk penatalaksanaan efek

    samping OAT.

    Pendekatan berdasarkan gejala digunakan untuk penatalaksanaan efek

    samping umum yaitu mayor dan minor. Pada umumnya, pasien yang mengalami

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    7/21

    7

    efek samping minor sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan TB dan diberikan

    pengobatan simptomatis. Apabila pasien mengalami efek samping berat (mayor),

    OAT penyebab dapat dihentikan dan segera dirujuk ke pusat kesehatan yang lebih

    besar atau dokter paru untuk tatalaksana selanjutnya.

    Tabel 2.2 Efek Samping OAT

    Efek Samping Obat Tatalaksana

    Mayor Kulit kemerahan dengan /tanpa

    gatal

    S, H, R, Z Hentikan OAT

    Tuli (bukan karena kotoran) S Hentikan S

    Pusing (vertigo & nistagmus) S Hentikan S

    Kuning (setelah dd/ disingkirkan),

    hepatitis

    H, Z, R Hentikan pengobatan TB

    Minor Bingung (gangguan hepar berat bila

    bersamaan dengan kuning)

    Sebagian

    besar OAT

    Hentikan pengobatan TB

    Gangguan penglihatan (dd/ sudah

    disingkirkan)

    E Hentikan E

    Syok, purpura, gagal ginjal akut R Hentikan R

    Jumlah urin berkurang S Hentikan S

    Nafsu makan turun, mual, nyeri

    perut

    Z, R, H Berikan obat bersama

    makanan ringan/sebelum

    tidur. Minum OAT dengan

    airNyeri sendi Z Aspirin/NSAID/Parasetamol

    Rasa terbakar, kebas, kesemutan

    pada tangan/kaki

    H Piridoksin 100-200 mg/hari

    selama 3 minggu.

    Profilaksis 25-100 mg/hari.

    Mengantuk H Pastikan, berikan obat

    sebelum tidur

    Urin kemerahan/oranye R Yakinkan pasien dan

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    8/21

    8

    sebaiknya pasien diberi tahu

    sebelum mulai pengobatan.

    Sindrom flu (demam, menggigil,

    malaise, sakit kepala, nyeri tulang)

    R

    intermiten

    Ubah pemberian dari

    intermitten menjadi harian.

    Ternyata sebagian besar obat-obat anti tuberkulosis yang banyak dipakai

    adalah hepatotoksik. Kelainan yang ditimbulkan mulai dari peningkatan kadar

    transaminase darah (SGOT/SGPT) yang ringan saja sampai pada hepatitis

    fulminan. Hepatitis karena obat antituberkulosis banyak terjadi karena pemakaian

    INH+rifampisin. Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa INH memproduksi

    hidrazin yakni suatu metabolik yang hepatotoksik. Hidrazin ini lebih banyak lagi

    diproduksi bila pemberian INH dikombinasikan dengan rifampisin.

    Bila kadar SGOT/SGPT meningkat tidak lebih dari 2x nilai normal, INH

    dan rifampisin masih dapat diteruskan. Bila kadarnya meningkat terus, INH dan

    rifampisin harus dihentikan pemberiannya. Pemberian steroid pada hepatitis

    karena OAT dapat dipertimbangkan. Rifampisin atau INH kemudian dapat

    diberikan kembali sendiri-sendiri secara desensitisasi. Desensitisasi dengan INH,

    dimulai dengan 25 mg dan dinaikkan 2 kali dosis sebelumnya setiap hari. Untuk

    rifampisin, sama seperti INH dan dimulai dengan dosis 75 mg. Untuk mencegah

    terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan pemeriksaan kontrol seperti:

    Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai etambutol Tes audiometri untuk pasien yang memakai streptomisin Pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, ureum/kreatinin, darah

    perifer dan asam urat (untuk pirazinamid)

    B. Pengobatan Suportif/Simptomatis

    1. Pasien rawat jalana. Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bilakeadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dilakukan

    pengobatan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    9/21

    9

    suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi

    gejala/keluhan.

    Terdapat banyak bukti bahwa perjalanan klinis dan hasil akhir penyakit infeksi

    termasuk TB sangat dipengaruhi kondisi kurangnya nutrisi. Makanan sebaiknya

    bersifat tinggi kalori-protein. Secara umum protein hewani lebih superior

    disbanding nabati dalam merumat imunitas. Selain itu bahan mikronutrien seperti

    zink, vitamin-vitamin D, A, C dan zat besi diperlukan untuk mempertahankan

    imunitas tubuh terutama imunitas seluler yang berperanan penting dalam melawan

    TB. Peningkatan pemakaian energi dan penguraian jaringan yang berkaitan

    dengan infeksi dapat meningkatkan kebutuhan mikronutrien seperti vitamin A, E,

    B6, C, D dan folat.

    Beberapa rekomendasi pemberian nutrisi untuk penderita TB adalah:

    Pemberian makanan dalam jumlah porsi kecil diberikan 6 kali perhari lebihdiindikasikan menggantikan porsi biasa tiga kali per hari.

    Bahan-bahan makanan rumah tangga, seperti gula, minyak nabati, mentegakacang, telur dan bubuk susu kering nonlemak dapat dipakai untuk pembuatan

    bubur, sup, kuah daging atau minuman berbahan susu untuk menambah

    kandungan kalori dan protein tanpa menambah besar ukuran makanan.

    Minimal 500-750 ml per hari susu atau yogurt yang dikonsumsi untukmencukupi asupan vitamin D dan kalsium secara adekuat.

    Minimal 5-6 porsi buah dan sayuran dikonsumsi tiap hari. Sumber terbaik vitamin B6 adalah jamur, terigu, liver, sereal, polong, kentang,

    pisang dan tepung haver.

    Alkohol harus dihindarkan karena hanya mengandung kalori tinggi, tidakmemiliki vitamin juga dapat memperberat fungsi hepar.

    Menjaga asupan cairan yang adekuat (minum minimal 6-8 gelas per hari). Prinsipnya pada pasien TB tidak ada pantangan.

    b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam.c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas ataukeluhan lain.

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    10/21

    10

    2. Pasien rawat inapIndikasi rawat inap:

    TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb:

    a. Batuk darah masifb. Keadaan umum burukc. Pneumotoraksd. Empiemae. Efusi pleura masif/bilateralf. Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)TB di luar paru yang mengancam jiwa:

    a. TB paru milierb. Meningitis TBPengobatan suportif/simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan

    indikasi rawat.

    C. Terapi PembedahanIndikasi operasi

    1. Indikasi mutlaka. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

    b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasisecara konservatif

    2. Indikasi relatifa. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

    b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhanc. Sisa kavitas yang menetapTindakan invasif (selain pembedahan)

    Bronkoskopi Punksi pleura Pemasangan Water Sealed Drainage (WSD)

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    11/21

    11

    Pembedahan dapat dipertimbangkan sebagai pengobatan dalam TB ekstraparu.

    Pembedahan dibutuhkan dalam pengobatan komplikasi pada keadaan seperti

    hidrosefalus, obstruksi uropati, perikarditis konstriktif dan keterlibatan saraf pada

    TB tulang belakang (TB spinal). Pada limfadenitis TB yang besar dan berisi

    cairan maka diperlukan tindakan drainase atau aspirasi/insisi sebagai salah satu

    tindakan terapeutik dan diagnosis.

    D. Multi Drug Resistance(MDR)/Resisten Ganda

    1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya TB-MDRTuberkulosis resisten obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu

    fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan yang tidak adekuat.

    Faktor penyebab resistensi OAT terhadap kumanM.tuberculosis antara lain:

    1. Faktor Mikrobiologika. Resisten yang natural

    b. Resisten yang didapatc. Amplifier effectd. Virulensi kumane. Tertular galur kuman - MDR

    2. Faktor Klinika. Penyelenggara kesehatan

    Keterlambatan diagnosis Pengobatan tidak mengikuti pedoman Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnyayang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang

    tinggi terhadap OAT yang digunakan misal rifampisin atau INH.

    Tidak adaguideline/pedoman Tidak ada/kurangnya pelatihan TB

    Tidak ada pemantauan pengobatan

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    12/21

    12

    Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan padasatu paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman TB

    telah resisten pada paduan yang pertama maka penambahan 1 jenis obat

    tersebut akan menambah panjang daftar obat yang resisten.

    Organisasi program nasional TB yang kurang baik.

    b. Obat Pengobatan TB jangka waktunya lama, lebih dari 6 bulan sehinggamembosankan pasien.

    Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan gagalsampai selesai/komplit.

    Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelahmakan, atau ada diare.

    Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetapyang mana bioavaibilitas rifampisinnya berkurang.

    Regimen/dosis obat yang tidak tepat. Harga obat yang tidak terjangkau. Pengadaan obat terputus.

    c. Pasien PMO tidak ada/kurang baik Kurangnya informasi atau penyuluhan Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang, dll Efek samping obat Sarana dan prasarana transportasi sulit/tidak ada Masalah sosial Gangguan penyerapan obat

    3. Faktor Programa. Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan

    b. Amplifier effectc. Tidak ada program DOTS-PLUS

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    13/21

    13

    d. Program DOTS belum berjalan dengan baike. Memerlukan biaya yang besar

    4. Faktor HIV/AIDSa. Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar

    b. Gangguan penyerapanc. Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar

    5. Faktor KumanKumanM. tuberculosis super strains

    Sangat virulen Daya tahan hidup lebih tinggi Berhubungan dengan TB-MDR

    2. Definisi TB-MDRResistensi ganda adalah M.tuberculosis yang resisten minimal terhadap

    rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin dan INH

    merupakan 2 obat yang sangat penting pada pengobatan TB yang

    diterapkan pada strategi DOTS. Secara umum resistensi terhadap obat anti

    TB dibagi menjadi:

    Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernahmendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT

    kurang dari 1 bulan.

    Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiensudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.

    Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayatpengobatan OAT minimal 1 bulan.

    Kategori Resistensi M. Tuberculosis terhadap OAT

    Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap obat TB:

    Mono-resistance: kekebalan terhadap salah satu OAT

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    14/21

    14

    Poly-resistance: kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selainkombinasi isoniazid dan rifampisin

    Multidrug-resistance (MDR): kekebalan terhadap sekurang-kurangnyaisoniazid dan rifampisin.

    Extensive drug-resistance (XDR): TB-MDR ditambah kekebalanterhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah

    satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan

    amikasin).

    Total Drug Resistance: resisten baik dengan lini pertama maupun linikedua. Pada kondisi ini tidak ada lagi obat yang bisa dipakai,

    3. Suspek TB-MDRPasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah:

    a. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2. Dibuktikandengan rekam medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu.

    b. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelahsisipan dengan kategori 2.

    c. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk yangmendapat OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin.

    d. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1.e. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah

    sisipan dengan kategori 1

    f. TB paru kasus kambuhg. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori

    1 dan atau kategori 1.

    h. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di

    bangsal TB-MDR

    i. TB-HIV

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    15/21

    15

    Pasien yang memenuhi kriteria suspek harus dirujuk ke laboratorium

    dengan jaminan mutu eksternal yang ditunjuk untuk pemeriksaan

    biakan dan uji kepekaan obat.

    4. Diagnosis TB-MDR Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan. Semua suspek TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan

    pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat

    M.tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH, maka dapat

    ditegakkan diagnosis TB-MDR.

    Diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk TB-MDR didukung oleh:

    Pengenalan faktor risiko untuk TB-MDR Pengenalan kegagalan obat secara dini Uji kepekaan obat di laboratorium yang sudah tersertifikasiUji kepekaan OAT lini 2 dilakukan bila terdapat riwayat pemakaian OAT lini ke-

    2 atau pada pasien MDR yang dalam masa pengobatan tidak terjadi konversi atau

    perburukan secara klinis.

    5. Penatalaksanaan TB-MDRKelompok OAT yang digunakan dalam pengobatan TB resisten obat:

    Kelompok 1: OAT lini 1. Isoniazid (H), Rifampisin (R), Etambutol (E),Pirazinamid (Z), Rifabutin (Rfb)

    Kelompok 2: Obat suntik. Kanamisin (Km), Amikasin (Am), Kapreomisin(Cm), Streptomisin (S)

    Kelompok 3: Fluorokuinolon, Moksifloksasin (Mfx), Levofloksasin (Lfx),Ofloksasin (Ofx)

    Kelompok 4: Bakteriostatik OAT lini kedua. Etionamid (Eto), Protionamid(Pto), Siklosrin (Cs), Terzidone (Trd), PAS

    Kelompok 5: Obat yang belum diketahui efektivitasnya. Klofazimine (Cfz),Lizenoid (lzd), Amoksiclav (Amx/clv), Tiosetazone (Thz), Imipenem/Cilastin

    (Ipm/cln), H dosis tinggi, Klaritromisin (Clr)

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    16/21

    16

    6. Strategi PengobatanStrategi program pengobatan sebaiknya berdasarkan data uji kepekaan dan

    frekuensi penggunaan OAT di negara tersebut. Di bawah ini beberapa strategipengobatan TB-MDR

    Pengobatan standar. Data drugs resistancy survey (DRS) dari populasipasien yang representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena

    tidak tersedianya hasil uji kepekaan individual. Seluruh pasien akan

    mendapatkan regimen pengobatan yang sama. Pasien yang dicurigai TB-MDR

    sebaiknya dikonfirmasi dengan uji kepekaan.

    Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayatpengobatan TB pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi

    representatif. Biasanya regimen empiris akan disesuaikan setelah ada hasil uji

    kepekaan individual.

    Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayatpengobatan TB sebelumnya dan hasil uji kepekaan.

    Regimen standar TB-MDR di Indonesia adalah:

    6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs

    Z: Pirazinamid, E: Etambutol, Kn: Kanamisin, Lfx: Levofloksasin, Eto:

    Etionamid, Cs: Sikloserin

    Etambutol tidak diberikan bila terbukti resisten.

    Lama fase intensif

    Pemberian obat suntik atau fase intensif yang direkomendasikan adalah

    berdasarkan kultur konversi. Obat suntik diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan

    atau minimal 4 bulan setelah hasil sputum atau kultur yang pertama menjadi

    negatif. Pendekatan individual termasuk hasil kultur, sputum, foto toraks dan

    keadaan klinis pasien juga dapat membantu memutuskan menghentikan

    pemakaian obat suntik.

    Lama pengobatan

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    17/21

    17

    Lamanya pengobatan berdasarkan kultur konversi. Panduan yang

    direkomendasikan adalah meneruskan pengobatan minimal 18 bulan setelah

    kultur konversi. Sampai saat ini belum ada data yang mendukung pengurangan

    lama pengobatan. Pengobatan lebih dari 24 bulan dapat dilakukan pada kasus

    kronik dengan kerusakan paru luas.

    Tabel 2.3 Pemantauan Selama Pengobatan TB-MDR

    Pemantauan Frekuensi yang dianjurkan

    Bulan pengobatan

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 14 16 18 20 22

    Evaluasi klinis

    (termasuk BB)

    Setiap bulan sampai pengobatan selesai atau lengkap

    Pengawasan oleh

    PMO

    Pemeriksaan

    dahak dan biakan

    dahak

    Setiap bulan sampai konversi, bila sudah konversi setiap 2 bulan

    Uji kepekaan

    obat* Diulang bilamana perlu

    Foto toraks

    Kreatinin serum**

    Kalium serum**

    Tiroid stimulating

    hormone

    (TSH)***

    Enzim hepar

    (SGOT, SGPT)#

    Evaluasi secara periodik

    Tes kehamilan Berdasarkan indikasi

    Hb dan Leukosit Berdasarkan indikasi

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    18/21

    18

    * Sesuai indikasi uji kepekaan bisa diulang, seperti gagal konversi atau

    memburuknya keadaan klinis. Untuk pasien dengan hasil biakan tetap

    positif uji kepekaan tidak perlu diulang sebelum 3 bulan.

    ** Bila diberikan obat suntikan. Pada pasien dengan HIV, diabetes dan risiko

    tinggi lainnya pemeriksaan ini dilakukan setiap 1-3 minggu.

    *** Bila diberikan etionamid/protionamid atau PAS, bila ditemukan tanda dan

    gejala hipotiroid

    # Bila mendapat pirazinamid untuk waktu yang lama atau pada pasien

    dengan risiko, gejala hepatitis

    7. Pembedahan TB-MDRProsedur pengobatan yang paling sering dilakukan pada pasien TB-MDR adalah

    reseksi. Dari hasil beberapa penelitian pembedahan efektif dan relatif aman.

    Pembedahan tidak diindikasikan pada penderita dengan gangguan paru luas

    bilateral. Pembedahan dilakukan pada kasus-kasus awal seperti kelainan satu

    lobus atau paru dan setelah pemberian pengobatan selama 2 bulan untuk

    menurunkan infeksi bakteri dalam paru. Setelah pembedahan, pengobatan tetap

    diberikan selama 12-24 bulan.

    E. Pengobatan Tuberkulosis pada Keadaan Khusus

    1. TB Milier Regimen OAT sama seperti TB paru.pada keadaan yang berat atau diduga ada

    keterlibatan meningen atau perikard atau ada sesak napas, demam tinggi

    dianjurkan diberi kortkosteroid

    Rawat inap Pada keadaan khusus (sakit berat tergantiung keadaan klinis, radiologi dan

    evaluasi pengobatan) maka pengobatan fase lanjutan diperpanjang sampai 12

    bulan

    2. Efusi Pleura TB Panduan obat: 2RHZE/4RH

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    19/21

    19

    Cairan dievakuasi seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan evakuasicairan dapat diulang

    Dapat diberikan korikosteroid dengan cara tappering off pada efusi pleura TBtanpa lesi di paru

    3. TB Paru dengan Diabetes Mellitus (DM)Panduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat gula

    darah harus terkontrol. Lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan apabila

    kadar gula darah tidak terkontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi

    efektifitas obat anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu

    ditingkatkan. Insulin dapat digunakan setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan

    dengan anti diabetes oral. Hati-hati penggunaan etambutol karena memiliki efek

    samping ke mata yang mana pasien DM banyak mengalami komplikasi ke mata

    seperti retinopati diabetik.

    4. TB Paru dengan Kehamilan, Menyusui, dan Pengguna KontrasepsiPengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada

    umumnya. OAT harus tetap diberikan kecualinya streptomisin karena memiliki

    efek sampingnya pada gangguan pendengaran janin. Streptomisin bersifat

    permanent ototoksik dan dapat menembus plasenta. Selain streptomisin, OAT

    yang lain dapat digunakan dan ibu hamil harus dijelaskan bahwa keberhasilan

    pengobatannya sangat penting demi kelancaran persalinan dan tidak tertularnya

    bayi.

    Pada pasien TB yang menyusui OAT dan ASI tetap dapat diberikan, walaupunbeberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan

    tidak menyebabkan toksik pada bayi. Bayi diperiksa untuk kemungkinan TB aktif,

    apabila tidak terjadi maka bayi sebaiknya diberikan INH preventif therapy

    selanjutnya diberikan vaksin BCG. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi

    tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan

    kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    20/21

    20

    Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin,

    dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi

    interaksi obat yang menyebabkan efektivitas obat kontrasepsi hormonal

    berkurang.

    5. TB Paru dengan Gagal GinjalINH dan Rifampisin dapat di ekskresi melalui empedu/billier dan tidak bersifat

    toksik. Etambutol dan Pirazinamid mengalami ekskresi di ginjal sehingga perlu

    penyesuaian dosis pada pasien dengan gagal ginjal. Pemberian OAT 3 kali

    seminggu dengan dosis yang disesuaikan yaitu dosis Pirazinamid 25 mg/kg dan

    Etambuol 15 mg/kg. Panduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal

    ginjal adalah 2HRZ/4HR. Dapat dirujuk ke spesialis paru

    6. TB dengan Kelainan HatiPasien dengan TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik sebaiknya OAT

    ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat

    mendesak dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis

    menyembuhkan dan dilanjutkan dengan RH selama 6 bulan.

    Bila dicurigai ada

    gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan fungsi faal hati sebelum pengobatan

    TB. Jika SGOT dan SGPT meningkat 3 kali OAT tidak diberikan dan bila dalam

    tengah pengobatan harus dihentikan. Jika peningkatannya kurang dari 3 kali,

    pengobatan dapat dilakukan dan diteruskan dengan pengawasan ketat.

    Pirazinamid tidak boleh diberikan. Panduan OAT dianjurkan adalh 2RHES/6RH

    atau 2HES/10HE. Hepatitis imbas obat: kelainan fungsi hati penggunaan obat-

    obat hepatotoksik. Tatalaksana hepatitis imbas obat: Bila klinis + (ikterik +, gejala mual, muntah +) = OAT stop Bila gejala + dan SGOT SGPT > 3 kali = OAT stop Bila gejala klinis - , laboratorium terdapat kelainan:

    o bilirubin > 2 atau SGOT SGPT > 5 kali : OAT stopo SGOT SGPT >3 kali: teruskan pengobatan dengan pengawasan.

    Dapat dirujuk ke spesialis paru

  • 7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx

    21/21

    21

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Panduan Tatalaksana Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RepublikIndonesia dan Ikatan Dokter Indonesia; 2010. p.18-23.

    2. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. p.20-6.

    3. Amin Z, Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir: Dalam Buku AjarIlmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing; 2005. p.997-1008.

    4. International Standar for Tuberculosis Care. 2006.