makalahfungsional m untung

Upload: ajzy

Post on 10-Feb-2018

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    1/36

    1

    PENELURUSAN EFEKTIFITAS BEBERAPA BAHAN ALAM SEBAGAI

    KANDIDAT ANTIBAKTERI DALAM MENGATASI PENYAKIT

    VIBRIOSIS PADA UDANG WINDU

    (Suatu Kajian Kepustakaan)

    MAKALAH

    Oleh :

    MOCHAMAD UNTUNG KURNIA AGUNG

    NIP. 132 317 128

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    JATINANGOR

    2007

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    2/36

    2

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul : Penelurusan Efektifitas Beberapa Bahan Alam

    Sebagai Kandidat Antibakteri Dalam Mengatasi

    Penyakit Vibriosis Pada Udang Windu

    (Suatu Kajian Kepustakaan)

    Nama Pegawai : Mochamad Untung Kurnia Agung

    Nomor Induk Pegawai : 132 317 128

    Instansi : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK)

    Universitas Padjadjaran

    Mengesahkan :

    Kepala LaboratoriumTeknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Padjadjaran

    Prof. Dr. H. Dulmiad Iriana, IrNIP. 130 354 281

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    3/36

    3

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, atas berkat rahmat

    dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

    berjudul Penelurusan Efektifitas Beberapa Bahan Alam Sebagai Kandidat

    Antibakteri dalam Mengatasi Penyakit Vibriosis pada Udang Windu (Suatu

    Kajian Kepustakaan). Penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan

    dan dukungan, kepada:

    1. Prof. Dr. H. Bachrulhajat Koswara, Ir., MS, selaku Dekan Fakultas

    Perikanan dan Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran.

    2. Prof. Dr. H. Dulmiad Iriana, Ir., selaku Kepala Laboratorium Teknologi

    dan Manajemen Perikanan Tangkap, Fakultas Perikanan dan Ilmu

    Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran.

    3. Seluruh Civitas Akademika Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    (FPIK) Universitas Padjadjaran.

    Semoga karya tulis ini dapat menambah wawasan keilmuan penulis dan

    pihak-pihak yang lain pada umumnya.

    Jatinangor, Agustus 2007

    Penulis

    i

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    4/36

    4

    DAFTAR ISI

    Lembar Pengesahan..

    Kata Pengantar..

    Daftar Isi..

    i

    ii

    I.PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    1.2 Identifikasi Masalah

    1.3 Tujuan Penulisan.

    1.4 Manfaat Penulisan..

    1.5 Pendekatan Masalah

    1

    2

    3

    3

    3

    II.TELAAH PUSTAKA

    2.1 Biologi udang windu...

    2.1.1 Klasifikasi Udang Windu.........................................................

    2.1.2 Morfologi Udang Windu..

    2.2 Tinjauan Umum Vibrio harveyidan Vibriosis..

    2.2.1 Klasifikasi.

    2.2.2 Karakteristik biologi.

    2.2.3 Patogenisitas Vibrio harveyi.

    2.3 Biologi Mangrove Sonneratia caseolaris..........................................

    2.3.1 Morfologi Sonneratia caseolaris..............................................

    5

    7

    8

    9

    9

    9

    10

    11

    11

    III.METODE PENULISAN

    3.1 Metode Pengumpulan Bahan Kajian..................................................

    3.2 Prosedur Penulisan.............................................................................

    3.3 Sistematika Penulisan........................................................................

    12

    12

    12

    VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Tinjauan Umum Efektivitas Ekstak Daun Sirih (Peper BetleLinn)

    dalam mengatasi penyakit vibriosis pada Udang

    Windu................................................................................................. 15

    ii

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    5/36

    5

    4.2 Tinjauan Umum Efektivitas Ekstak Buah Mangrove (Sonneratia

    caseolaris) dalam mengatasi penyakit vibriosis pada Udang

    Windu.................................................................................................

    4.3 Tinjauan Umum Efektivitas Isolat Baktei BL542 dalam mengatasi

    penyakit vibriosis pada Udang Windu. ..............................................

    4.4 Analisis Perbandingan Keunggulan Komparatif Efektivitas Dari

    Bebeapa Bahan Alam Dalam Mengatasi Serangan Penyakit

    Vibriosis Pada Udang Windu..............................................................

    17

    23

    26

    V.PENUTUP

    5.1 Kesimpulan.........................................................................................

    5.2 Saran....................................................................................................

    DAFTAR PUSTAKA..............................................................................

    27

    27

    28

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    6/36

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Hasil produksi perikanan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke

    tahun, terutama jenis udang-udangan (Crustacea). Udang windu (Panaeus

    monodonFAB) merupakan salah satu produk unggulan perikanan Indonesia yang

    termasuk dalam sektor non migas. Permintaan pasar terhadap udang windu sangat

    tinggi, baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal ini dikarenakan

    banyaknya keistimewaan yang dimiliki oleh udang windu dibandingkan dengan

    produk perikanan lainnya, misalnya ukurannya yang besar dan cita rasa yang

    enak.

    Jika dilihat dari media hidupnya, udang windu termasuk kedalam hewan

    yang sangat mudah untuk dibudidayakan. Selain dapat hidup di air laut, udang

    windu dapat dikultur pada media air payau. Budidaya udang windu juga dapat

    dilakukan dalam skala kecil maupun skala besar sehingga membutuhkan tenaga

    kerja yang diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat

    di daerah pesisir maupun daerah di sekitarnya.

    Pada saat permintaan udang dunia terus meningkat, terjadi penurunan

    produksi udang di Indonesia dari 133,836 ton tahun 2003, dan 127,119 ton tahun

    2004 menjadi 100,000 ton pada tahun 2005 (Dirjen Perikanan Budidaya 2006).

    Penurunan produksi udang di Indonesia mulai tahun 2003 hingga sekarang

    terutama disebabkan oleh serangan infeksi virus akibat buruknya kondisi perairan

    (Purnomo 1997) sehingga terjadi kegagalan panen di tambak.

    Pada saat ini, ada beberapa penyakit pada udang yang sudah mulai

    meresahkan masyarakat pembudidaya udang, misalnya penyakit whitespot yang

    menyerang udang putih atau penyakit vibriosis yang menyerang udang windu.

    Penyakit vibriosis dikenal pembudidaya udang sebagai penyakit yang menyerang

    bagian kulit udang. Penyakit ini disebabkan oleh spesies-spesies dari jenis vibrio

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    7/36

    2

    yang berbeda-beda, dan setiap spesies vibrio memiliki intensitas parasitas yang

    berbeda-beda.

    Penularan penyakit vibriosis ini tergolong cepat sehingga dapat

    meningkatkan nilai mortalitas pada suatu tambak. Penyakit yang disebabkan oleh

    bakteri ini dapat menyebabkan kematian larva udang sampai 100% dalam waktu

    1-2 hari.

    Beberapa lembaga perikanan sudah mulai mencari cara untuk pencegahan

    dan pengobatan udang dari serangan vibriosis. Beberapa bahan alam yang telah

    diketahui dapat mengatasi serangan penyakit vibriosis ini adalah buah mangrove,

    makroalga sargassum,dan beberapa bakteri laut. Penggunaan bahan-bahan alam

    dalam mengatasi serangan penyakit vibriosis lebih efektif dibandingkan dengan

    menggunakan bahan-bahan kimia sintetis, karena selain tidak menimbulkan efek

    samping juga mudah untuk didapatkan. Pencegahan penyakit vibriosis ini

    dilakukan dengan tujuan menghambat penyebaran dan penularan penyakit

    tersebut terhadap udang-udang lainnya.

    Apalagi penyakit ini dikenal sebagai penyakit yang berkembang baik di

    perairan tropis, sedangkan di Indonesia budidaya udang telah menyebar hampir

    diseluruh wilayah, yaitu daerah jawa, Bali, Lampung, Sulawesi selatan dan aceh

    (Taslihan 1991). Oleh karena itu beberapa balai perikanan di Indonesia sudah

    mulai melakukan penyuluhan-penyuluhan terhadap petambak-petmbak yang

    rentan dalam menangani masalah ini, seperti yang kita ketahui, kebanyakan

    nelayan di Indonesia hanya mengelola tambak-tambak dengan pengetahuan

    seadanya. Oleh karena itu, peran tenaga-tenaga ahli dalam melakukan

    penyuluhan-penyuluhan di berbagai tempat harus ditingkatkan untuk menunjang

    keberhasilan masyarakat petambak dalam meningkatkan hasil produksinya.

    1.2 Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dapat diidentifikasi

    adalah seberapa besar efektifitas jenis bahan alam untuk mengatasi serangan

    penyakit vibriosis pada udang windu (Panaeus monodonFAB).

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    8/36

    3

    1.3 Tujuan Penulisan

    1. Mengkaji efektifitas beberapa jenis alam untuk mengatasi serangan vibriosis

    pada udang windu (Panaeus monodonFAB).

    2. Mengetahui bahan alami yang paling efektif dalam mengatasi serangan

    penyakit vibriosis pada udang windu (Panaeus moniodonFAB).

    1.4 Manfaat Penulisan

    Manfaat penulisan ini dapat memberikan informasi dan kajian ilmiah

    kepada mahasiswa, instansi yang terkait, dan masyarakat khususnya pembudidaya

    mengenai bahan-bahan alam yang dapat digunakan untuk mengatasi serangan

    penyakit vibriosis pada udang windu (Panaeus monodonFAB).

    1.5 Pendekatan Masalah

    Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam meningkatkan hasil produksi

    budidaya tambak udang adalah dengan cara mengatasi kendala-kendala yang

    dapat menghambat kelancaran proses produksi budidaya udang, diantaranya

    adalah mengatasi serangan-serangan virus dan bakteri yang dapat mengganggu

    proses pertumbuhan dan perkembangan udang di tambak.

    Penanggulangan penyakit windu telah dilakukan dengan berbagai cara,

    diantaranya adalah penggunaan ekstrak bahan-bahan alam untuk mencegah dan

    mengobati penyakit udang. Penyakit yang sering menjadi kendala besar bagi para

    petambak udang windu saat ini adalah penyakit vibriosis yang disebabkan oleh

    infeksi bakteri-bakteri vibrio. Beberapa ekstrak bahan alam yang dapat digunakan

    dalam mengatasi serangan penyakit vibriosis tersebut diantaranya adalah buah

    mangrove, makroalga sargassum, dan bakteri-bakteri laut.

    Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa selain untuk mengatasi

    serangan penyakit vibriosis, penggunaan ekstrak bahan-bahan alam tersebut dapat

    juga dapat meningkatkan ketahanan hidup udang windu setelah diinfeksi dengan

    bakteri vibrio harveyi dan penurunan jumlah bakteri yang terdapat pada tubuh

    udang. Gambaran histology memperlihatkan terjadinya kenormalan pada organ

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    9/36

    4

    pencernaan dengan penuhnya saluran pencenaan oleh pakan setelah pemberian

    ekstrak bahan-bahan alam. Jadi ekstrak bahan-bahan alam memiliki fungsi ganda

    terhadap proses peningkatan produksi di tambak.

    Penyakit vibriosis dikenal sebagai penyakit yang berkembang subur pada

    perairan tropis sedangkan di Indonesia telah menyebar budidaya udang hampir di

    seluruh wilayahnya, yaitu daerah Jawa, Bali, Lampung, Sulawesi selatan, dan

    Aceh (Taslihan 1991). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus

    mempersiapkan diri dengan matang dalam menghadapi penyakit vibriosis sebagai

    masalah yang besar bagi dunia perikanan. Maka setelah ditemukan beberapa

    bahan alam yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit

    tersebut, pemerintah berusaha untuk menyebarluaskannya kepeda masyarakat

    petambak, khususnya petambak udang.

    Buah mangrove, makroalga sargassum, dan bakteri-bakteri laut adalah

    bahan alam yang mudah didapat tetapi kebanyakan pembudidaya tambak udang

    belum menyadari fungsi dan khasiat bahan-bahan alam yang terdapat disekitar

    mereka tersebut.

    Kita dapat membandingkan keunggulan bahan-bahan alam dan bahan-

    bahan kimia sintetis dalam penggunaannya untuk mengatasi serangan penyakit

    vibriosis pada udang windu. Bahan-bahan alam cenderung tidak menimbulkan

    efek samping sehungga aman dalam penggunaanya. Selain itu, bahan-bahan alam

    juga mudah didapat dan harganya pun terjangkau.

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    10/36

    5

    BAB II

    TELAAH PUSTAKA

    2.1 Biologi udang windu

    Udang windu (Panaeus monodonFab.) memiliki sifat-sifat dan ciri khas

    yang membedakannya dengan udang-udang yang lain. Udang windu bersifat

    Euryhaline, yakni secara alami bisa hidup di perairan yang berkadar garam

    dengan rentang yang luas, yakni 5-45 . Kadar garam ideal untuk pertumbuhan

    udang windu adalah 19-35 . Sifat lain yang juga menguntungkan adalah

    ketahanannya terhadap perubahan suhu yang dikenal sebagai eurythemal(Suyanto

    dan Mujiman 2004).

    Udang merupakan organisme yang aktif mencari makan pada malam hari

    (nocturnal). Jenis makannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur

    udang. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan

    zooplankton). Udang dewasa menyukai daging binatang lunak atau molusca

    (kerang, tiram, siput), cacing, annelida yaitu cacing Polychaeta, dan crustacea.

    Dalam usaha budidaya, udang mendapatkan makanan alami yang tumbuh di

    tambak, yaitu klekap, lumut, plankton, dan benthos. Udang akan bersifat kanibal

    bila kekurangan makanan (Soetomo 1990).

    Pada siang hari, udang hanya membenamkan diri pada lumpur maupun

    menempelkan diri pada sesuatu benda yang terbenam dalam air (Soetomo 1990).

    Apabila keadaan lingkungan tambak cukup baik, udang jarang sekali

    menampakkan diri pada siang hari. Apabila pada suatu tambak udang tampak

    aktif bergerak di waktu siang hari, hal tersebut merupakan tanda bahwa ada yang

    tidak sesuai. Ketidakesuaian ini disebabkan oleh jumlah makanan yang kurang,

    kadar garam meningkat, suhu meningkat, kadar oksigen menurun, ataupun karena

    timbulnya senyawa-senyawa beracun (Suyanto dan Mujiman 2004).

    Secara alami daur hidup udang panaeoid meliputi dua tahap, yaitu tahap

    ditengah laut dan diperairan muara sungai (estuaria). Udang windu tumbuh

    menjadi dewasa dan memijah ditengah laut. Telur udang yang telah dihasilkan

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    11/36

    6

    kemudian disimpan pada bagian punggung dari abdomen betina. Bila telur

    tersebut telah matang dan siap untuk dibuahi maka dikeluarkan melalui saluran

    telur (oviduct) yang terdapat pada bagian pangkal dari pasangan kaki jalan ke tiga.

    Pada saat telur dikeluarkan, secara bersamaan spermatofor dipecahkan oleh induk

    betina, sehingga terjadilah pembuahan. Telur yang yang telah dibuahi akan

    menetas dalam waktu 12 sampai 15 jam dan berkembang menjadi larva

    (Martosudarmo dan Ranoemihardjo 1979).

    Gambar 1. Sikuls Hidup Udang Windu (Panaeus monodonFab.)

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    12/36

    7

    2.1.1 Klasifikasi Udang Windu

    Dalam dunia internasional, udang windu dikenal dengan nama black tiger,

    tiger shrimp, atau tiger prawn. Adapun udang windu diklasifikasikan sebagai

    berikut :

    Kingdom : Animalia

    Phyllum : Arthropoda

    Class : Malacostraca

    Ordo : Decapoda

    Family : Panaeidae

    Genus : Panaeus

    Species : Panaeus monodonFabricus

    2.1.2 Morfologi Udang Windu

    Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu (Panaeus monodonFab.)

    terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian kepala yang menyatu dengan bagian

    dada (kepala-dada) disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen) yang

    terdapat ekor dibagian belakangnya. Semua bagian badan beserta anggota-

    anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala-dada terdiri dari 13 ruas, yaitu

    kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas, Sedangkan bagian perut terdiri atas 6

    segmen dan 1 telson. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota badan yang

    beruas-ruas pula (Suyanto dan Mujiman 2004).

    Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang

    terbuat dari zat chitin. Bagian kepala ditutupi oleh cangkang kepala (karapaks)

    yang ujungnya meruncing disebut rostrum. Kerangka tersebut mengeras, kecuali

    pada sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini

    memudahkan mereka untuk bergerak (Suyanto dan Mujiman 2003). Udang betina

    lebih cepat tumbuh daripada udang jantan, sehingga pada umur yang sama tubuh

    udang betina lebih beasr daripada udang jantan (Soetomo 1990).

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    13/36

    8

    Gambar 2. Morfologi Udang Windu (Panaeus monodonFab.)

    Di bagian kepala-dada terdapat anggota-anggota tubuh lainnya yang

    berpasang-pasangan. Berturut-turut dari muka ke belakang adalah sungut kecil

    (antennula), sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang

    (mandibula), alat-alat pembantu rahang (maxilla), dan kaki jalan (pereiopoda). Di

    bagian perut terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda). Ujung ruas ke-6 arah

    belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat

    lubang dubur (anus).

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    14/36

    9

    2.2 Tinjauan Umum Vibrio harveyi dan Vibriosis

    2.2.1 Klasifikasi

    Berdasarkan Bergey,

    s Manual of Determinative Bacteriologydalam Breed

    et al.(1948) Vibrio harveyidiklasifikasikan sebagai berikut :

    Divisi : Protophyta

    Kelas : Schizomycetes

    Ordo : Eubacteriales

    Famili : Pseudomonadaceae

    Genus : Vibrio

    Spesies : Vibrio harveyi

    2.2.2 Karakteristik biologi

    Secara umum ciri-ciri Vibrio yaitu berbentuk koma atau batang pendek,

    bengkok atau lurus, bersel tunggal, mempunyai alat gerak berupa flagellakutub

    tunggal (monotoric flagel), termasuk gram negatif, ukuran sel 1-4 m, tidak

    membentuk spora, oksidase positif, katalase positif, serta proses fermentasi

    karbohidratnya tidak membentuk gas (Jawestz et al., 1984). Bakteri ini selain

    didapatkan di air laut juga ditemukan di air payau, hal ini dibuktikan dengan

    ditemukannya penyakit vibriosis pada ikan air payau (Sunaryanto et al., 1987).

    Vibrio juga termasuk bakteri yang bersifat halofil, yaitu tumbuh dengan rentang

    toleransi salinitas 5-80 ppt dan tumbuh optimal pada salinitas 20-40 ppt (Taslihan,

    1992).

    Pada umumnya Vibrio dapat tumbuh dengan baik dan cepat dalam

    medium kultur standar (Breed et al., 1948). Medium yang dapat digunakan untuk

    kultur Vibrio antara lain : ORI yang mengandung 0,1 % pepton, 0,2 % protease,

    dan 0,2 % ekstrak khamir (Simidu et al., 1987); CEY yang mengandung 20

    gram/liter asam casamino, 6 gram/liter ekstrak khamir, dan 2,5 gram/liter NaCl

    (Krovacek et al., 1987); medium NaCl tanpa nutrien agar (Farkas dan Malik,

    1986); medium TGY (Tryptone Glucose Yeast) (Egidius dan Andersen, 1978);

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    15/36

    10

    medium BHI (Broth Hearth Infision), TSA (Tryptic Soy Agar), TSB (Tryptic Soy

    Broth), NA (Nutrient Agar), NB (Nutrient Broth), serta medium TCBS

    (Sunaryanto et al., 1987; Taslihan, 1988).

    2.2.3 Patogenisitas Vibrio harveyi

    Vibrio merupakan bakteri yang berbahaya dalam kegiatan budidaya

    perikanan laut dan payau, baik bagi jenis ikan maupun crustacea. Menurut Egidius

    (1987) Vibrio menyerang lebih dari 40 spesies ikan di 16 negara. Sedangkan

    menurut Lightner (1983) dari 17 spesies bakteri yang diisolasi dari Penaeus

    setiferus42,3 % adalah Vibrio yang terdiri dari 57 strain.

    Vibrio merupakan penyebab utama penyakit udang menyala dan dapat

    berperan sebagai patogen primer ataupun patogen sekunder. Sebagai patogen

    primer, Vibrio masuk melalui kontak langsung dengan organisme; sedangkan

    sebagai patogen sekunder, Vibrio menginfeksi organisme yang telah terlebih

    dahulu terinfeksi penyakit lain (Mariam dan Mintarjo, 1987; Sunaryanto et al.,

    1987; Farkas dan Malik, 1986). Menurut Rheinheimer (1985) Vibrio menyerang

    dengan merusak lapisan kutikula yang mengandung khitin dikarenakan Vibrio

    memiliki chitinase, lipase, dan protease. Penyakit udang menyala ini pada

    umumnya menyerang udang pada stadia mysissampai awal pasca larva (Taslihan,

    1988).

    Penanganan yang paling umum dilakukan untuk mengatasi penyakit

    udang menyala akibat infeksi Vibrio harveyiadalah dengan menggunakan bahan-

    bahan kimia seperti : Chloramphenicol 1,9 ppm, Oxytetracycline 2 ppm,

    Furazalidon 2-4 ppm, dan Prefuran 1,5-2,0 ppm (Rukyani, 1999). Akan tetapi

    sebagian besar obat-obatan yang digunakan tersebut pada akhirnya tidak efektif

    dan dapat mengakibatkan kelainan (deformities) pada larva udang (Pitogo, 1989)

    serta dapat juga berakibat berkembangnya resistensi bakteri terhadap obat

    (Rukyani, 1999).

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    16/36

    11

    2.3 Biologi Mangrove Sonneratia caseolaris

    Sonneratia caseolaris adalah salah satu spesies tanaman mangrove yang

    tunbuh di daerah estuarin atau perairan payau yang memiliki salinitas 10-15 ppm.

    Biasanya ekosistem mangrove terdiri dari berbagai jenis tanaman yang memiliki

    karakteristik yang hampir mirip. Sonneratia adalah salah satu dari berbagai jenis

    tanaman dari ekosistem mangrove yang sering dimanfaatkan untuk keperluan di

    bidang farmakologi dan konsevasi lingkungan.

    Spesies ini juga berperan sebagai sarana penunjang kehidupan bagi

    hewan-hewan atau tumbuhan-tumbuhan yang hidup di perairan payau. Tanaman

    ini berperan dalam menyuplai O2dan juga sebagai sumber nutrisi bagi makhluk-

    makhluk yang hidup disekitarnya. Oleh karena itu, pengembangan mangrove atau

    hutan bakau di Indonesia saat ini dilakukan secara besar-besaran. Karena selain

    dapat menunjang kehidupan organisme di perairan payau, hutan mangrove jaga

    dapat mencegah abrasi (pengikisan yang disebabkan oleh air laut).

    2.3.1 Morfologi Sonneratia caseolaris

    Morfologi Sonneratia caseolaris tidak berbeda jauh dengan morfologi

    tumbuhan terrestrial tingkat tinggi pada umumnya. Tumbuhan ini memiliki

    pembuluh kayu pada batangnya dan terdapat klorofil pada daunya. Hanya saja

    perbedaanya terdapat pada bagian akarnya. Sebagian besar tumbuhan mangrove

    memilik akar napas yang berfungsi untuk mengatur suplai O2 dan sebagai alat

    untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Akar napas tersebut adalah salah

    satu faktor yang menyebabkan tanaman mangrove dapat hidup di perairan yang

    memiliki salinitas yang cukup tinggi.

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    17/36

    12

    BAB III

    METODE PENULISAN

    3.1 Metode Pengumpulan Bahan Kajian

    Metode penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode penulisan

    deskriptif yang dilakukan dengan penelusuran, pengumpulan dan telaah pustaka

    yang relevan dengan masalah yang dikaji. Bahan kajian tersbut adalah data-data

    sekunder berupa hasil-hasil pebelitian dan informasi yang relevan dengan

    permasalahan. Data dan informasi diperoleh dari berbagai media cetak (laporan,

    jurnal, skripsi, dan buku-buku) dan media elektronik (internet).

    3.2 Prosedur Penulisan

    Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ini adalah :

    a. Identifikasi masalah.

    b. Kerangka penulisan untuk mengetahui data-data dan informasi yang

    dibutuhkan sebagai bahan analisa kajian.

    c. Penelusuran pustaka dan pengumpulan bahan kajian.

    d. Analisa deskriptif terhadap bahanbahan yang terkumpul.

    e. Diskusi dengan narasumber terhadap hasil kajian.

    f. Penulisan karya tulis.

    3.3 Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :

    1. Bagian Awal.

    a. Halaman Judul

    b. Lembar Pengesahan

    c. Kata Pengantar

    d. Daftar isi, dafta tabel, dan daftar gambar

    e. Ringkasan

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    18/36

    13

    2. Bagian Inti

    Bab I. Pendahuluan

    1.1 Latar Belakang

    1.2 Identifikasi Masalah

    1.3 Tujuan Penulisan

    1.4 Manfaat Penulisan

    1.5 Pendekatan Masalah

    Bab II. Telaah Pustaka

    2.1 Biologi Udang Windu

    2.2 Penyakit Vibriosis pada Udang Windu Vibriosis

    2.3 Biologi Daun Sirih Piper betleLinn

    2.4 Biologi Mangrove Sonneratia caseolaris

    Bab III. Metode Penulisan

    3.1 Metode Pengumpulan Bahan Kajian

    3.2 Prosedur Penelitian

    3.3 Sistematika Penulisan

    Bab IV. Hasil dan Pembahasan

    4.1 Tinjauan Umum Efektivitas Ekstak Daun Sirih (Peper BetleLinn)

    dalam mengatasi penyakit vibriosis pada Udang Windu

    4.2 Tinjauan Umum Efektivitas Ekstak Buah Mangrove (S. caseolaris)

    dalam mengatasi penyakit vibriosis pada Udang Windu

    4.3 Tinjauan Umum Efektivitas Isolat Baktei BL542 dalam mengatasi

    penyakit vibriosis pada Udang Windu

    4.4 Analisis Perbandingan Keunggulan Komparatif Efektivitas Dari

    Bebeapa Bahan Alam Dalam Mengatasi Serangan Penyakit

    Vibriosis Pada Udang Windu

    Bab V. Penutup

    5.1 Kesimpulan

    5.2 Saran

    Daftar Pustaka

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    19/36

    14

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Tinjauan Umum Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Peper betle Linn)

    dalam Mengatasi Penyakit Vibriosis Pada Udang Windu

    Dalam Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun

    sirih dalam pakan buatan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

    kelangsungan hidup udang windu yang diinfeksi Vibrio harveyi. Hasil uji jarak

    berganda Duncun menunjukkan perbedaan (Tabel 1).

    Tabel 1. Rata-rata Kelangsungan Hidup Benih Udang Windu Setelah DiinfeksiVibrio harveyi pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Sirih.

    No Perlakuan

    (mg/kg pakan)

    Rata-rata kelangsungan hidup

    (%)

    1 A (5) 16,67 a

    2 B (10) 53,33 b

    3 C (15) 66,67 c

    4 D (20) 76,67cd

    5 E (25) 86,67 d

    6 F (0) 6,66 a

    Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama memberikanpengaruh yang tidak berbeda nyata, menurut uji Duncun pada taraf5%.

    Perlakuan F (kontrol) dimana udang windu tidak diberikan ekstrak daun

    sirih memberikan angka kelangsungan hidup terndah sebesar 6,66 %. Hal ini

    dikarenakan dalam tubuh udang tidak terdapat zat antimikroba yang dapatmembunuh bakteri yang menyerang, seperti zat yang terkandung dalam daun

    sirih. Diduga udang hanya memiliki antibodi alami yang dibentuk oleh tubuh

    dalam kondisi normal sehingga kemampuan Vibrio harveyi untuk menyerang

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    20/36

    15

    benih udang windu pada perlakuan ini lebih kuat, akibatnya kemampuan untuk

    mempertahankan diri lebih rendah dibandingkan udang windu yang diberi ekstrak

    daun sirih. Menurut Kwang (1996) dalam Salfira (1998), sistem kekebalan tubuh

    udang windu masih sederhana, dimana udang tidak mempunyai immunoglobin

    yang berperan dalam mekanisme tubuh.

    Rata-rata kelangsungan hidup benih udang windu pada perlakuan A

    sebesar 16,67 %, dimana berdasarkan uji Duncan perlakuan A berbeda nyata

    dengan perlakuan B, C, D, dan E tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan F.

    Rendahnya tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan A dikarenakan konsentrasi

    ekstrak daun sirih yang diberikan pada udang sangat rendah. Senyawa-senyawa

    dalm ekstrak daun sirih yang diberikan pada konsentrasi 5 mg/kg pakan belum

    mampu membunuh bakteri dalam tubuh udang windu secara maksimal atau masih

    dalam tingkatan yang rendah sehingga belum mampu mencegah infeksi oleh

    Vibrio harveyi.

    Tingkat kelangsung hidup rata-rata pada perlakuan B berbeda nyata

    dengan perlakuan yang lainnya yaitu sebesar 53,33 %, diduga ekstrak daun sirih

    yang masuk ke dalam tubuh udang melalui pakan mulai pekerja mencegah

    terjadinya infeksi dan dapat menghambat zat-zat yang dapat dihasilkan oleh

    bakteri seperti racun. Namun seperti halnya perlakuan A, konsentrasi yang

    dibutuhkan untuk membunuh Vibrio harveyi masih terlalu rendah karena

    perlakuan B merupakan konsentrasi minimum ekstrak daun sirih dalam

    membunuh Vibrio harveyi.

    Perlakuan C, D, dan E memberikan kelangsungan hidup rata-rata masing-

    masing sbesar 66,67 % 76,67 % dan 86,67 % dimana perlakuan C tidak

    memberikan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan D tetapi berpengaruh

    nyata dengan perlakuan E. Sedangkan perlakuan D tidak berbeda nyata dengan

    perlakuan E. Hal ini diduga pada konsentrasi tersebut, ekstrak daun siruh telah

    mampu membunuh Vibrio harveyi dengan cara menghambat/menghancurkan

    dinding sel Vibrio harveyi. Perlakuan E memberikan angka kelangsungan hidup

    yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, diduga karena

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    21/36

    16

    konsentrasi ekstrak daun sirih yang semakin tinggi maka kandungan dari

    ekstrakpun akan semakin tinggi pula, sehingga lebih efektif menghancurkan

    dinding sel bakteri.

    Pemberian ekstrak sebesar 15 mg/kg pakan mampu meningkatkan

    kelangsungan hidup udang yang terinfeksi Vibrio harveyi, namun belum mampu

    memberikan kelangsungan hidup yang maksimal. Diduga, untuk membunuh

    Vibrio harveyiyang menyerang udang diperlukan konsentrasi ekstrak yang lebih

    tinggi karena tidak terdapat hubungan langsung antara ekstrak dengan bakteri,

    tetapi melalui pakan yang diberikan pada udang. Sehingga kemampuan untuk

    membunuh dari pemberian ekstrak secara langsung terhadap bakteri lebih besar

    dibandingkan dengan ekstrak yang dicampur dalam pakan yang konsentrasi yang

    sama.

    Data tambahan dengan konsentrasi 50 mg dan 100 mg per kilogram pakan

    menunjukan bahwa kelangsungan hidup rata-rata udang windu yang dihasilkan

    semakin menurun yaitu sebesar 76,67 % dan 73,33 %. Hal ini diduga dikarenakan

    pakan yang dicampur dengan ekstrak daun sirih pada konsentrasi tersebut tidak

    dimakan seluruhnya, terbukti dengan adanya sisa pakan pada dasar akuarium,

    sehingga kemampuan untuk membunuh bakteri tidak maksimal. Kemungkian

    pakan tidak dimakan karena rasa dari daun sirih, yaitu memiliki rasa yang pedas.

    Terlebih lagi pada konsentrasi tinggi kandungan daun sirih lebih banyak sehingga

    rasanyapun akan semakin pedas. Faktor lainnya karena adanya senyawa terpen

    yang terdapat pada minyak atsiri daun sirih yang bersifat racun bagi udang.

    Menurut Kitto (1999) senyawa terpenoid pada konsentrasi tinggi mampu

    membentuk busa dengan air sehingga proses pernafasan udang akan terganggu,

    akibat terjadi kematian. Gambar memperlihatkan tingkatan kelangsungan hidup

    benih udang windu dengan konsentrasi yang berbeda, diman pada perlakuan E

    (ekstrak daun sirih sebesar 25 mg/kg pakan) menunjukkan kelangsungan hidup

    tertinggi.

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    22/36

    17

    0.00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    100.00

    A B C D E F

    Perlakuan

    KelangsunganHidup(%

    Gambar 3. Grafik Rata-rata Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Udang Windu

    Setelah Diinfeksi Vibrio Harveyi.

    4.2 Tinjauan Umum Efektivitas Ekstrak Buah Mangrove (Sonneratia

    caseolaris) dalam Mengatasi Penyakit Vibriosis Pada Udang Windu

    Penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sering menimbulkan

    masalah pada budidaya udang. Penelitian untuk mengetahui peranan ekstrak buah

    mangrove Sonneratia caseolaris(L), untuk pencegahan dan pengobatan terhadapinfeksi bakteri Vibrio harveyipada udang windu (Panaeus monodonFab.) telah

    dilakukan. Dosis yang digunakan pada percobaan ini adalah 100 ppm untuk

    pencegahan dan 200 ppm untuk pengobatan, Indikator efektivitas metode ini

    dilihat dari perubahan persentasi hemosit yang dibedakan menjadi dua, yaitu

    granulosit (hemosit yang memiliki granula) dan hialosit (hemosit yang tidak

    bergranula).

    4.2.1 Percobaan Pencegahan Infeksi Bakteri V. harveyi

    Indikator efektivitas ekstrah bunga mangrove pada proses pencegahan infeksi

    V. harveyiterhadap udang windu dilihat dari perubahan persentase granulosit dan

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    23/36

    18

    perubahan persentase hialosit atau hialin yang dibandingkan dengan kontrolnya

    (tidak menggunakan ekstrak mangrove).

    Hasil perbandingan persentase sel granular hemosit udang windu pada

    perlakuan pencegahan dapat dilihat pada gambar 1. Dari gambar tersebut dapat

    dilihat bahwa terjadi kenaikan persentase granulosit pada hari ke-1 sampai hari

    ke-14 pada perlakuan dengan pemberian ekstrak buah mangrove, dan berbeda

    halnya dengan control (tanpa pemberian ekstrak mangrove), pada hari ke-1

    sampai hari ke-6 persentase granulosit mengalami penurunan, dan mulai pada hari

    ke-8 sampai hari ke-14 semua udang control telah mengalami kematian sehingga

    perhitungan persentase sel granular tidak dapat dilakukan.

    Hasil perbandingan persentase sel hialosit hemosit udang windu pada

    perlakuan pencegahan dapat dilihat pada gambar 2. dari gambar tersebut dapat

    dilihat bahwa terjadi penurunan persentase hialin pada hari ke-1 sampai hari ke-14

    pada perlakuan dengan pemberian ekstrak buah mangrove. Bila dibandingkan

    dengan control (tanpa ekstrak mangrove), persentase hialin meningkat pada hari

    ke-1 sampai hari ke-6, dan mulai mengalami kematian sehingga perhitungan

    persentase sel hialin hemosit tidak dapat dilakukan.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    1 2 4 6 8 10 12 14

    Hari ke

    Ekstrak Buah Mangrove Kontrol

    Gambar 4. Persentase sel granular hemosit udang windu (panaeus monodon)pada percobaan pencegahan

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    24/36

    19

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    7080

    90

    1 2 4 6 8 10 12 14

    Hari ke

    Ekstrak Buah Mangrove Kontrol

    Gambar 5. Persentase sel hialosit hemosit udang windu (panaeus monodon)pada percobaan pencegahan

    4.2.2 Percobaan Pengobatan Udang Windu Terhadap Infeksi Bakteri V.

    harveyi

    Berbeda dengan percobaan pencegahan terhadap infeksi bakteri V. harveyi,

    pada pengobatan udang windu dengan penggunaan ekstrak buah mangrove

    terlebih dahulu diinfeksi bakteri dengan cara perendaman pada konsentrasi 107

    CFU/ml. Tetapi indikator yang digunakan untuk mengetahui efektifitas ekstrak

    buah mangrove untuk pengobatan penyakit vibriosis sama halnya dengan

    indikator yang digunakan pada percobaan pencegahan, yaitu perubahan persentase

    granulosit dan persentase hialosit dibandingkan dengan kontrolnya.

    Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan persentase hialin pada

    hari ke-1 sampai hari ke-14 pada perlakuan dengan pemberian ekstrak buah

    mangrove. Dan bila dibanndingkan dengan control (tanpa pemberian ekstrak

    mangrove), persentase hialin meningkat pada hari ke-1 sampai hari ke-6, dan

    mulai pada hari ke-8 sampai hari ke -14 semua udang control telah mengalami

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    25/36

    20

    kematian sehingga perhitungan persentase sel hialin hemosit tidak dapat

    dilakukan.

    Seperti halnya pada percobaan pencegahan, dengan buah mangrove, pada

    pengobatan menggunakan ekstrak buah mangrove, pada hari ke-1 sampai pada

    hari ke-14 terjadi kenaikan perentase granulosit, dan berbeda halnya dengan

    control (tanpa pemberian ekstrak mangrove), pada hari ke-2 sampai hari ke-6

    persentase granulosit mengalami penurunan, dan mulai pada hari ke-8 sampai hari

    ke-14 semua udang Kontrol telah mengalami kematian sehingga penghitungan

    persentase sel granular hemosit tidak dapat dilakukan.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    PersentaseselGranular

    (%)

    1 2 4 6 8 10 12 14

    Hari ke

    Ekstrak Buah Mangrove Kontrol

    Gambar 6. Persentase sel granular hemosit udang windu (Panaeus monodon) padapercobaan pengobatan.

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    26/36

    21

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    PersentaseSelHialosit

    (%)

    1 2 4 6 8 10 12 14

    Hari ke

    Ekstrak Buah Mangrove Kontrol

    Gambar 7. Persentase sel granular hemosit udang windu (Panaeus monodon) padapercobaan pengobatan.

    Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa percobaan

    pencegahan dan pengobatan dengan ekstrak buah mangrove S. caseolaris

    didapatkan hasil persentase granulosit lebih besar disbanding persentase hialin.

    Persentase granulosit yang lebih besar dibanding hialosit yang diperoleh pada

    penelitian ini disebabkan karena granulosit merupakan sistem pertahanan seluler

    melawan infeksi, sel ini akan bermigrasi ke daerah-daerah yang mengalami

    infeksi. Granulosit mengandung granula di dalam sitoplasmanya dan memberikan

    warna biru dengan pewarnaan giemsa (Supamattaya et al, 1994). Granulosit akan

    menghancurkan patogen dengan cara menelan petogen.

    4.2.3. Kelangsungan Hidup Udang Windu (Panaeus monmodonFab.)

    Kelangsungan hidup udang windu (P. monodon Fab.) pada perlakuan

    pencegahan dengan pemberian ekstrak buah mangrove dapat dilihat pada gambar

    dibawah ini:

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    27/36

    22

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    1 2 4 6 8 10 12 14

    Hari ke

    JumlahUdangWind

    u(Ekor)

    Ekstrak Buah Mangrove Kontrol

    Gambar 8. Jumlah udang windu (Panaeus monodon) yang hidup pada

    percobaan pencegahan

    Tingkat kematian udang mulai terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-4 pada

    perlakuan pencegahan buah mangrove, sedanakan kematian semua udang control

    mulai terjadi pada hari ke-8, selanjutnya keadaan udang windu yang dipelihara

    sampai hari ke-14 pada perlakuan pencegahan dengan buah mangrove berada

    dalam keadaan normal. Udang makan mulai dari hari ke-2.

    Pada perlakuan pengobatan dengan pemberian ekstrak buah mangrove,

    kelangsungan hidup udang windu (P. monodonFab,) dapat dilihat pada gambar 9.

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    1 2 4 6 8 10 12 14

    Hari ke

    JumlahUdangWindu(ekor)

    Ekstrak Buah Mangrove Kontrol

    Gambar 9. Jumlah udang windu (Panaeus monodon) yang hidup padapercobaan pencegahan

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    28/36

    23

    Tingkat kematian udang mulai terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-6 pada

    perlakuan pengobatan dengan buah mangrove, kematian udang mulai terjadi pada

    hari ke-1 sampai hari ke-4, sedangkan kematian semua terjadi pada hari ke-8.

    Pada gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa ekstrak buah mangrove S.

    caseolaris pada pencegahan maupun pengobatan mampu menekan kematian

    udang terbukti dengan memberikan kelangsungan hidup yang relative tinggi yakni

    73,33, 80,00, dan 83,33%, hal ini jauh berbeda dengan kontrol yang masing-

    masing SR nya 0,00%. Peningkatan nilai kelangsungan hidup udang uji tersebut

    kemungkinan karena mangrove mempunyai bahan aktif yang berfungsi sebagai

    bahan antimikroba yang mampu menghambat dan mematikan bakteri.

    4.3 Tinjauan Umum Efektivitas Isolat Bakteri BL542 dalam Mengatasi

    Penyakit Vibriosis Pada Udang Windu

    Uji tantang secara in vivoisolat bakteri BL542 dilakukan melalui pemaparan

    dengan perendaman berdasarkan metode dari Hameed (1995). Adapun konsentrasi

    isolat bakteri BL542 yang digunakan adalah 108 cfu/mL, berdasarkan rekomendasi

    terbaik hasil Uji Patogenesitas Isolat BL542 terhadap larva udang windu. Pada uji

    ini digunakan larva udang stadia PL-7 sebayak 20 ekor/wadah.

    Perlakuan yang digunakan adalah bakteri Vibrio harveyi (107 cfu/mL)

    ditantang dengan isolat BL542 (108

    cfu/mL), monokultur V. harveyi(107cfu/mL),

    dan monokultur larva udang windu (tidak dinokulasi bakteri).Pengamatan

    populasi bakteri dalam air dilakukan setiap 24 jam, sedangkan pengamatan larva

    udang yang mati dilakukan setelah 96 jam (hari ke-4).

    Kondisi populasi bakteri Vibrio harveyidalam airpemeliharaan udang selama

    penelitian disajikan dalam Gambar 10 dari gambar tersebut terlihat bahwa

    populasi bakteri V. harveyi dalam pemeliharaan yang diberi isolat bakteri BL542

    dari awal sampai akhir penelitian lebih rendah dibandingkan dengan populasi V.

    harveyidalam media yang tidak diberi isolasi bakteri BL542.

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    29/36

    24

    0

    1

    2

    3

    4

    56

    7

    8

    0 1 2 3 4

    Hari

    Populasibakteri(logC

    FU/mL)

    V. harveyi + BL542 V. harveyi

    Gambar 10. Populasi V. harveyidalam air pemeliharaan larva udang windu

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    Tingk

    atkematianudangwindu

    (%)

    V. harveyi + BL542 V. harveyi Kontrol

    Gambar 11. Rata-rata jumlah larva udang yang mati (%) setelah 96 jam inokulasi

    Pengamatan jumlah larva udang yang mati dilakukan setelah 96 jam. Jumlah

    larva yang mati pada setiap perlakuan disajikan pada Gambar 11. Dari gambar

    tersebut terlihat bahwa secara deskriptif mortalitas larva udang tertinggi terjadi

    pada perlakuan monokultur V. harveyi tanpa pemberian isolat BL542, kemudian

    berturut-turut pada perlakuan yang diinokulasi V. harveyiditambah isolat BL542,

    kemudian monokultur larva udang tanpa penambahan bakteri.

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    30/36

    25

    4.4. Analisis Perbandingan Keunggulan Komparatif Efektivitas dari

    Beberapa Bahan Alam dalam Mengatasi Serangan Penyakit Vibriosis

    pada Udang Windu

    Analisis perbandingan keunggulan komparatif terhadap beberapa bahan alam

    ini dilakukan untuk mengetahui bahan alam mana yang paling efektif dalam

    dalam mengatasi serangan penyakit Vibriosis pada udang windu dilihat dari aspek

    teknis pemaparan dan juga ekonomisnya. Data perbandingan utama ketiga bahan

    alam disajikan pada Tabel 2 berikut :

    Tabel 2. Analisis Perbandingan Efektivitas Bahan Alam pada Beberapa Penelitian

    PenelitianA B C

    Parameter

    Ekstrak Daun

    Sirih(Winata, 2004)

    Ekstrak Buah

    Mangrove(Maryani, dkk, 2002)

    Isolat Bakteri

    BL542(Muliani, dkk, 2005)

    MetodeIn Vivo

    (Formulasi

    Pakan)

    In Vivo

    (Perendaman

    Ekstrak)

    In Vivo

    (Perendaman Sel)

    Formulasi

    Bahan

    Ekstrak Ekstrak Sel (Isolat)

    Konsentrasi/

    Dosis Uji

    Efektif

    25 mg/kg pakan

    (b/b)

    100 mg/L

    200 mg/L

    108cfu/mL

    Nilai SR

    Tertinggi

    86,76 % 83,22 % 58 %

    Waktu

    Pengamatan

    15 hari 14 hari 4 hari

    Ketersediaan

    Bahan

    Mudah didapat Relatif sulit,

    terbatas hanya di

    daerah pesisir

    Sulit

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    31/36

    26

    Keterangan:

    A = Menggunakan ekstrak daun sirih

    B = Menggunakan ekstrak buah mangrove

    C = Menggunakan isolat bakteri BL542

    Berdasarkan hasil analisa perbandingan (komparatif) terhadap efektivitas

    ekstrak Daun Sirih (Piper betleLinn), Buah Mangrove (Sonneratia caseolaris ),

    dan Isolat Bakteri BL542 dalam mengatasi serangan penyakit vibriosis pada

    udang windu (Penaeus monodon) diketahui bahwa terdapat perbedaan pada sistem

    pemaparan in vivo pada ketiganya. Ekstrak daun sirih dipaparkan melalui

    formulasi pakan, ekstrak buah mangrove dipaparkan dalam cara perendaman, dan

    isolat bakteri BL542 dipaparkan dalam cara perendaman.

    Dilihat dari nilai kelangsungan hidup (Survival Rate) dari ketiga hasil

    penelitian diatas, diketahui bahwa pada pengujian ekstrak daun sirih didapatkan

    nilai SR yang paling tinggi yaitu 86,67% dalam waktu pengamatan 15 hari

    ,ekstrak buah mangrove sebesar 83,22% dalam waktu pengamatan14 hari,

    sedangkan isolat bakteri BL542 memberikan nilai SR sebesar 58 % dalam waktu

    pengamatan 4 hari (96 jam).

    Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate) merupakan salah satu

    parameter untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari ketiga bahan alam tersebut

    dalam mereduksi keberadaan bakteri patogen (Vibrio harveyi) yang merupakan

    penyebab penyakit vibriosis pada udang windu.

    Namun demikian ada beberapa parameter lain yang dapat dijadikan

    sebagai dasar penentuan keunggulan komparatif dari ketiga bahan alam tersebut

    sebagai bagian dari penentuan efektivitas dalam praktis penerapannya. Nilai

    skoring keunggulan komparatif dari ketiga bahan alam tersebut disajikan pada

    Tabel berikut:

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    32/36

    27

    Tabel 3. Skoring Keunggulan Komparatif Efektivitas Bahan Alam pada BeberapaPenelitian

    Bahan AlamParameter

    Ektrak Daun

    Sirih

    Ekstrak Buah

    Mangrove

    Isolat Bakteri

    BL542

    Ketersediaan

    bahan

    +++ ++ +

    Konsentrasi/

    Dosis Uji Efektif

    +++ ++ +

    Kemudahan

    Proses

    ++ + +++

    Nilai SR

    Tertinggi

    +++ ++ +

    Waktu

    Pengamatan

    ++ + +++

    Berdasarkan hasil skoring yang didapat, diketahui bahwa ekstrak daun

    sirih memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi bila dibanding denganbahan alam yang lainnya, terutama terkait dengan nilai SR sebagai parameter

    utama efektivitas bahan alam dan aspek ketersediaan bahan sebagai parameter

    pendukung aplikasi teknis penerapan.

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    33/36

    28

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Penggunaan bahan alam terbukti mampu mengatasi serangan penyakit

    Vibriosis yang menyerang udang windu. Berdasarkan hasil penelitian

    diketahui bahwa Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn) mampu

    memberikan nilai SR sebesar 86,76 dalam waktu pengamtan 15 hari,

    Ekstrak Buah Mangrove (Sonneratia caseolaris) memberikan nilai SR

    83,22 dalam waktu pengamatan 14 hari dan Isolat bakteri BL542

    memberikan nilai SR sebesar 58 % dalam waktu pengamatan 4 hari.

    2. Berdasarkan analisis perbandingan efektivitas dan skoring keunggulan

    komparatif dari beberapa bahan alam diketahui bahwa Ekstrak Daun Sirih

    (Piper betle Linn) memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi

    dibanding bahan alam yang lain.

    3. Pemanfaatan bahan alam sebagai antibiotik alami dapat membuka peluang

    ekonomi bagi masyarakat, khususnya masyarakat di daerah pesisir.

    5.2 Saran

    1. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai efektifitas dari

    ekstraksi bahan-bahan alam yang dapat membantu dalam mangatasi

    serangan vibriosis pada udang windu sehingga budidaya tambak dapat

    berjalan dengan baik.

    2. Perlu dilakukan kajian dan penelitian lanjutan mengenai efektivitas bahan

    alam dalam mengatasi serangan vibriosis terutama terkait dengan

    kemudahan aplikasi teknisnya.

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    34/36

    29

    DAFTAR PUSTAKA

    Agung, M.U.K. 2005. Isolasi Senyawa Aktif Agen Antibakteri dari Ekstrak

    Kloroform Bakteri Photobacterium phosphoreumyang Bersimbiosis pada

    Organ Cahaya Cumi-CumiLoligo duvauceli. (Tidak Dipublikasikan).

    Budianto, Agus. 2001. Mengenal Larva Udang Windu. WAROS VOL. XV No.2.

    Darwis, S.N. 1991. Potensi Sirih (Piper betleL) Sebagai Tanaman Obat. Warta

    Tumbuhan Obat Indonesia. dalamSurya, Erika. 2004. Pemberian Ekstrak

    Daun Sirih untuk Pencegahan Penyakit Kunang-Kunang yang Disebabkan

    Oleh Vibrio harveyi pada Benih Udang Windu. Universitas Padjadjaran.

    Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan.

    Departemen Pertanian. Dierektorat Jendral Perikanan. 1992. Penanggulangan

    Penyakit Kunang-Kunang. Materi Penyuluhan. Jakarta.

    Heyra, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Terjemahan Badan

    Litbang Kehutanan. Jakarta. dalamSurya, Erika. 2004. Pemberian EkstrakDaun Sirih untuk Pencegahan Penyakit Kunang-Kunang yang Disebabkan

    Oleh Vibrio harveyi pada Benih Udang Windu. Universitas Padjadjaran.

    Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan.

    Januwati, M. dan S.M.Rosita. 1991. Faktor-Faktor Ekologi yang Mempengaruhi

    Pertumbuhan Sirih (Piper betleLinn.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia.

    dalam Surya, Erika. 2004. Pemberian Ekstrak Daun Sirih untuk

    Pencegahan Penyakit Kunang-Kunang yang Disebabkan Oleh Vibrio

    harveyi pada Benih Udang Windu. Universitas Padjadjaran. Fakultas

    Pertanian. Jurusan Perikanan.

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    35/36

    30

    Kamiso, H.N. 1999. Bebertapa Penyakit Udang yang Timbul dalam Pengelolaan

    Usaha Tambak dan Cara Pengendaliannya. (Tidak Dipublikasikan).

    Martiani, I., Ratnasari, V., dan Hany, U. 2006. Kajian Sistem Resirkulasi

    Menggunakan Biofilter Terpadu Bivalvia, Makro algae, dan Ikan pada

    Budidaya Udang Windu (Panaeus monodon). (Tidak Dipublikasikan).

    Maryani, dkk. 2002. Peranan Ekstrak Kelopak dan Buah Mangrove Sonneratia

    caseolaris(L) Terhadap Infeksi Bakteri Vibrio harveyipada Udang Windu

    (Panaeus monodonFAB.). Jurnal Akuakultur Indonesia 1(3).

    Murtidjo, Agus Bambang. 2003. Benih Larva Udang Windu Skala Kecil.

    Kanisius. Yogyakarta.

    Pemerintah Propinsi Daerah TK.I JAWA BARAT. Dinas Perikanan.

    Penanggulangan Hama dan Penyakit Udang. Bandung.

    Prayogo, B. Dan Sytaryadi. 1991. Pemanfaatan Sirih untuk Pelayanan Kesehatan

    Primer. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. . dalam Surya, Erika. 2004.

    Pemberian Ekstrak Daun Sirih untuk Pencegahan Penyakit Kunang-

    Kunang yang Disebabkan Oleh Vibrioharveyi pada Benih Udang Windu.

    Universitas Padjadjaran. Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan.

    Purnomo, T. 1997. Bioremediasi Perairan Tambak Udang Intensif Menggunakan

    Kerang Hijau (Mytilus viridis), Kerang Dara (Anadara granosa), dan

    Rumput Laut (Gracillaria sp). dalam Martini, I. dkk. 2006. Kajian

    Sistem Resirkulasi Tertutup Menggunakan Biofilter Bivalvia dan

    Makroalgae pada Pembesaran Udang Windu (Panaeus monodon).

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. (Tidak

    Dipublikasikan).

  • 7/22/2019 MakalahFungsional M Untung

    36/36

    Rostiana, O, S.M. Rosita, dan D. Sitepu. 1991. Keanekaragaman Genotipa Sirih (

    L.). Asal dan Penyebaran. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. dalamSurya,

    Erika. 2004. Pemberian Ekstrak Daun Sirih untuk Pencegahan Penyakit

    Kunang-Kunang yang Disebabkan Oleh Vibrioharveyi pada Benih Udang

    Windu. Universitas Padjadjaran. Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan.

    Rukyani, Akhmad. 1999. Beberapa Jenis Penyakit Sebagai Kendala Utama

    Budidaya Udang dan Cara Pengendaliannya. Bdan Litbang Pertanian.

    Sidik. 1996. Tanaman Obat Pilihan. Yayasan Sidowayah. dalam Surya, Erika.

    2004. Pemberian Ekstrak Daun Sirih untuk Pencegahan Penyakit Kunang-

    Kunang yang Disebabkan Oleh Vibrioharveyi pada Benih Udang Windu.

    Universitas Padjadjaran. Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan.

    Soetomo, M. 1990. Teknik Budidaya Udang Windu. dalamMartini, I. dkk. 2006.

    Kajian Sistem Resirkulasi Tertutup Menggunakan Biofilter Bivalvia dan

    Makroalgae pada Pembesaran Udang Windu (Panaeus monodon).

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. (Tidak

    Dipublikasikan).

    Suyanto, S. Rachmatun dan Mujiman Ahmad. 2004. Budidaya Udang Windu.

    Penebar Swadaya. Jakarta.