mini project campak.doc

Upload: abdurrahman-arsyad-as-siddiqi

Post on 11-Oct-2015

94 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tugas mini project campak

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia yang meningkat sepanjang tahun. Pada tahun 2005 terdapat 345.000 kematian di dunia akibat penyakit campak dan sekitar 311.000 kematian terjadi pada anak-anak usia dibawah lima tahun. Pada tahun 2006 terdapat 242.000 kematian karena campak atau 27- kematian terjadi setiap jamnya. Kematian campak yang meliputi seluruh dunia pada tahun 2007 adalah 197.000 dengan interval 141.000 hingga 267.000 kematian dimana 177.000 kematian terjadi pada anak-anak usia dibawah lima tahun. Lebih dari 95% kematian campak terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dengan infrastruktur kesehatan lemah (WHO, 2008).Pada sidang WHO (World Health Organization) tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya manusia. Eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah di eliminasi. Menurut World Health Assembly (WHA) pada bulan mei 2010 menyepakati target pencapaian pengendalian penyakit campak pada tahun 2015 yaitu : mencapai cakupan imunisasi campak dosis pertama > 90% secara nasional dan minimal 80% diseluruh kabupaten/ kota. Menurunkan angka morbiditas campak menjadi kurang dari 90% penduduk setiap tahunnya dan menurunkan angka mortalitas menjadi kurang dari 95%. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak (cakupan imunisasi sangat tinggi dan kasus campak jarang terjadi) (Depkes RI, 2005). Menurut regional and global summaries of measles incidence WHO tahun 2008, angka insidens campak di wilayah South-East Asia (SEARO) adalah 75.770 (WHO, 2008). Masalah kematian campak di dunia yang dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak 777.000 dan 202.000 di antaranya berasal dari negara ASEAN serta 15% dari kematian campak tersebut berasal dari Indonesia (Depkes RI, 2006). Indonesia termasuk salah satu dari 47 negara penyumbang kasus campak terbesar di dunia (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2008, angka absolut campak di Indonesia adalah 15.369 kasus (WHO, 2008). Kematian anak akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) di Indonesia adalah 1,7 juta kematian dan 5% penyebab kematian anak di bawah lima tahun (Depkes RI, 2006). Pada anak-anak dalam kondisi garis batas kekurangan gizi, campak sering kali sebagai pencetus terjadinya kwarshiorkor akut dan eksaserbasi defisiensi vitamin A yang dapat menyebabkan kebutaan (Depkes RI, 2005). Berdasarkan riset kesehatan dasar Indonesia tahun 2007, prevalensi nasional campak (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan responden) adalah 1,8% (Depkes RI, 2007).

Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan kejadian luar biasa (KLB). Tingkat penularan infeksi campak sangat tinggi sehingga sering menimbulkan KLB. Jumlah kasus campak menurun pada semua golongan umur di Indonesia terutama anak-anak di bawah lima tahun pada tahun 1999 s/d 2001, namun setelah itu insidence rate tetap, dengan kejadian pada kelompok umur < 1 tahun dan 1-4 tahun selalu tinggi daripada kelompok umur lainnya. Pada umumnya- KLB yang terjadi di beberapa provinsi menunjukkan kasus tertinggi selalu pada golongan umur 1-4 tahun (Depkes, 2006).Gambaran ini menunjukkan bahwa balita merupakan kelompok rentan dan perlu ditingkatkan imunitasnya terhadap campak. Hal ini menggambarkan lemahnya pelaksanaan dari pemberian satu dosis sehingga perlu dilakukan imunisasi campak pada semua kelompok umur tersebut di seluruh desa yang mempunyai masalah cakupan imunisasi. Tanpa program imunisasi, attack rate 93,5 per 100.000 kasus campak dengan gizi buruk akan meningkatkan CFR (case fatality rate) (Depkes RI, 2006). Kejadian penyakit campak sangat berkaitan dengan keberhasilan program imunisasi campak. Indikator yang bermakna untuk menilai ukuran kesehatan masyarakat di negara berkembang adalah imunisasi campak. Pada tahun 2006 WHO bersama UNICEF (United Nations Childrens Fund) membuat rencana strategi global maupun regional 2006-2010 yang memiliki tujuan program pengendalian penyakit campak dengan mengurangi angka kematian campak sebesar 90% (estimated) pada tahun 2010 dibanding tahun 2000. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, perlu dilakukan beberapa upaya. Salah satu upayanya adalah melaksanakan surveilans berbasis individu (case based surveillance) dengan penguatan strategi imunisasi (Depkes RI, 2008). Bila cakupan imunisasi mencapai 90%, maka dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan angka kematian sebesar 80% - 90% (Depkes RI, 2004). Di Indonesia, program imunisasi campak dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI (Universal Child Immunization) secara nasional yang berdampak positif terhadap penurunan insidensi campak pada balita. Selama periode 1992 1997 terjadi penurunan dari 20,08 per 10.000 orang menjadi 3,4 per 10.000. Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI, tetapi di beberapa daerah masih mengalami KLB Campak, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah (Depkes RI, 2006)

Gambar 1.1 Cakupan Imunisasi Campak di Indonesia Tahun 2011

Menurut data Dirjen PPL, tahun 2011 cakupan sasaran imunisasi campak untuk Provinsi Sumatera Barat sebesar 86,4% sedangkan per September 2012 sebesar 36%. Untuk cakupan imunisasi kabupaten Tanah Datar sebesar 78%, sedangkan cakupan imunisasi Tanah Datar per September 2012 sebesar 34,9%. Puskesmas Lima Kaum tahun 2012 untuk sasaran imunisasi campak sejumlah 331 orang dengan pencapaian sebesar 89,7%. sedangkan tahun 2013 sasaran imunisasi campak sejumlah 544 orang dengan pencapaian 71%. Secara cakupan imunisasi yang dicapai dengan target WHO masih jauh dari target yang ditetapkan sebesar 90%.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengidentifikasi kejadian campak di lingkungan Puskesmas Lima Kaum I.2. Menentukan solusi untuk menangani Kejadian Luar Biasa Campak di lingkungan Puskesmas Lima Kaum I.

3. Melaksanakan Kampanye imunisasi Campak sebagai solusi terbaik untuk menangani KLB Campak di lingkungan Puskesmas Lima Kaum I.

4. Meningkatkan pencapaian target program imunisasi pada bayi dan balita di lingkungan Puskesmas Lima Kaum I.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Dapat menjadi informasi kepada masyarakat, aparat pemerintah, petugas puskesmas dan khususnya keluarga pasien mengenai pentingnya imunisasi pada bayi dan balita sebagai upaya untuk mencegah terjadinya KLB campak di masyarakat.2. Sebagai referensi pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis dalam menganalisa dan memberikan solusi pada permasalahan KLB Campak di masyarakat. BAB II

ANALISIS SITUASI2.1. Gambaran Geografis

2.1.1. Letak

Puskesmas Lima Kaum I terletak di Jorong Tigo Tumpuk Nagari Lima Kaum Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar dengan luas wilayah kerja + 36 Km dan dengan batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Sungai Tarab.

Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Rambatan.

Sebelah Barat berbatas dengan Puskesmas Lima Kaum II.

Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Tanjung Emas.

2.1.2. Wilayah Kerja

Wilayah kerja Puskesmas Lima Kaum I terdiri dari 2 Kenagarian yaitu Nagari Lima Kaum yang mempunyai 8 jorong dan Nagari Baringin yang mempunyai 13 jorong.Dalam wilayah kerja Puskesmas Lima Kaum I terdapat :

a. Puskesmas Pembantu sebanyak 3 buah yaitu :

Puskesmas Pembantu Piliang Puskesmas Pembantu Bukit Gombak Puskesmas Pembantu Baringin

b. Pondok Bersalin Desa sebanyak 2 buah yaitu :

Polindes Balai Labuh Ateh Polindes Koto Gadisc. Posyandu sebanyak 42 buah berikut dengan tingkat kemandiriannya:

Tabel 2.1 Jumlah Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Lima Kaum I

NONAMA

POSYANDUALAMATSTRATA POSYANDU

PratamaMadyaPurnamaMandiri

1Restu BundaB.GombakV

2MamedahPasarV

3CempakaKp.BaruV

4OrchidKp.BaruV

5MelatiJl.MinangV

6FlamboyanMalanaV

7SerojaMalanaV

8HarapanT.TumpukV

9Mawar MerahBlk.PajakV

10Tikam SaktiDusun TuoV

11KenangaDusun TuoV

12MekarJatiV

13MelatiPrk. JuarV

14Harapan BundaB.GombakV

15MelatiKp.SudutV

16Kasih IbuSigarungV

17Mawar MekarKt.GadisV

18Balerong SaktiPiliangV

19Harapan BangsaPiliangV

20Belaian IbuPiliangV

21Tabek BiriB.L.AtasV

22FlamboyanB.L.AtasV

23KenangaB.L.BawahV

24MelatiB.L.BawahV

25KemalaBaringinV

26KobraBaringinV

27Baringin SaktiBaringinV

28Kasih BundaB.GombakV

29CendanaDiponegoroV

30MawarL. BatuV

31Cinta SehatL. BatuV

32AnggrekKuburajoV

33MelatiKuburajoV

34MawarKuburajoV

35Bunga MekarKuburajoV

36Kasih IbuKuburajoV

37ArpincaKuburajoV

38Balai Batu IBalai BatuV

39Balai Batu IIBalai BatuV

40MekarMalanaV

41KambojaKuburajoV

42Pelita BundaKp. BaruV

J U M L A H221109

2.2. Gambaran Demografis

2.2.1. Jumlah Penduduk

Wilayah Kerja Puskesmas Lima Kaum I terdiri dari : 40% daerah daratan dan 60% daerah perbukitan. Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Lima Kaum I sebanyak 28.682 jiwa yang terdiri dari :

Laki-laki

: 13.827 Jiwa Perempuan: 14.855 Jiwa

2.2.2. Data Keadaan Daerah

Terletak lebih kurang 500 M dari permukaan laut, sehingga sebagian besar (20%) adalah daerah berbukit dan lainnya adalah daerah pemukiman serta daerah hutan.2.3. Data Ekonomi dan Sosial Budaya

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah bertani, pegawai, berdagang, hampir seluruh penduduk beragama Islam.2.4. Fasilitas Pendidikan

Jumlah PAUD

: 5 buah Jumlah TK

: 13 buah Jumlah SD/MIN

: 21 buah Jumlah SMP/Sederajat

: 7 buah Jumlah SMU

: 8 buah Perguruan Tinggi

: 3 buah

2.5. Visi dan Misi Puskesmas

2.5.1. Visi

Menjadi Puskesmas terbaik dalam pelayanan kesehatan2.5.2. Misi

1. Meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

2. Memperbaiki, memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan.

3. memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada masyarakat sesuai standar pelayanan.

2.6. Ketenagaan

Tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Lima Kaum I berjumlah 37 orang terdiri dari :

Dokter umum

: 2 orang

Dokter Gigi

: 1 orang

Apoteker

: 1 orang

Sarjana Kesehatan Masyarakat: 1 orang

Bidan

: 7 orang

Perawat

: 10 orang

Sanitarian

: 1 orang

Tenaga Gizi

: 1 orang

Perawat Gigi

: 2 orang

Asisten Apoteker

: 2 orang

Tenaga Rekam Medik

: 1 orang

Tenaga Laboratorium

: 1 orang

Tenaga Administrasi (LCPK): 1 orang

Bidan Desa

: 2 orang

Tenaga Satpam

: 1 orang

Tenaga K3

: 1 orang

Tenaga Sopir

: 1 orang

Kader di 42 Posyandu sebanyak 168 Orang, kader yang aktif 150 orang. Jumlah Posyandu Lansia 41, Posyandu yang aktif 23. 2.7. Sarana

Sarana Kesehatan yang ada di Puskesmas Lima Kaum I adalah sebagai berikut :

Puskesmas Induk

: 1 buah Puskesmas Pembantu

: 3 buah Polindes

: 2 buah Posyandu

: 42 buah

Sarana transportasi yang ada adalah sebagai berikut :

Puskel

: 1 buah Sepeda motor

: 4 buah

Sarana penunjang kegiatan adalah sebagai berikut :

Computer Pentium 3

: 2 unit Computer pentium 4

: 7 unit Computer SIK (Inovasi)

: 5 unit Laptop

: 1 buah Mesin Tik

: 3 buah2.8. Upaya Kesehatan

Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas Lima Kaum I terdiri dari upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan.Yang termasuk dalam upaya kesehatan wajib adalah :

1. Upaya Promosi Kesehatan

2. Upaya Kesehatan Lingkungan

3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

5. Upaya Pengobatan Dasar

Sedangkan upaya kesehatan pengembangan adalah upaya kesehatan yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan dimasyarakat setempat serta disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Ada 7 program pengembangan (program inovatif) yaitu :

1. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

2. Upaya Kesehatan Sekolah

3. Upaya Kesehatan Lanjut Usia

4. Upaya Kesehatan Mata

5. Upaya Kesehatan Jiwa

6. Upaya Kesehatan Telinga

7. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

BAB IIITINJAUAN PUSTAKACAMPAK/ MORBILI

3.1. Definisi Morbili adalah penyakit virus akut yang sangat menular, disebabkan oleh virus yang umumnya menyerang anak. Morbili memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: masa tunas 10-12 hari, (1) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, (2) stadium erupsi, pada stadium ini muncul ruam makulopapular dengan pola cephalocaudal mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki yang didahului dengan suhu badan yang meningkat dan (3) stadium konvalesen selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas. 1

Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam scarlet, pembesaran dan nyeri kelenjar limfe.23.2. Etiologi Virus berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif minimal selama 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 35C, dan beberapa hari pada suhu 0C. Virus tidak aktif pada pH rendah.1 Bentuk VirusVirus morbili termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) yang merupakan struktur heliks nukleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar sekali terdapat tonjolan pendek. Salah-satu protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.1 Ketahan Virus Virus morbili adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56C hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu - 70C dengan media protein ia dapat bertahan hidup selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan dengan sinar ultraviolet.1Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati 20% ether setelah 10 menit dan dalam 50% aseton setelah 30 menit. Virus camapak juga sensitif terhadap 0,01% betapropiacetone pada suhu 37C dalam 2 jam, ia akan kehilangan sifat infektivitasnya namun tetap memiliki antigenitas penuh. Sedangkan dalam formalin 1 / 4.000, virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tetap tidak kehilangan antigenitasnya. Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya potensi antigenik.1 Pertumbuhan VirusVirus morbili dapat tumbuh pada berbagai macam tipe sel, tetapi untuk isolasi primer digunakan biakan sel ginjal manusia atau kera. Pertumbuhan virus morbili lebih lambat daripada virus lainnya, baru mencapai kadar tertinggi pada fase larutan setelah 7-10 hari. Virus tidak akan tumbuh dengan baik pada perbenihan primer yang terdi dari continuous cell lines, tetapi dapat diisolasi dari biakan primer sel manusia atau kera terlebih dahulu dan selanjutnya virus ini akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai macam biakan yang terdiri dari continuous cell lines yang berasal dari sel gana maupun sel normal manusia. Sekali dapat menyesuaikan diri pada perbenihan tersebut, ia dapat tumbuh dengan cepat dibandingkan dalam perbenihan primer, dan mencapai kadar maksimumnya dalam 2-4 hari.1Virus morbili menyebabkan dua perubahan sitopatik. Perubahan sitopatik yang pertama berupa perubahan pada sel yang batas tepinya menghilang sehingga sitoplasma dari banyak sel akan saling bercampur dan membentuk anyaman dengan pengumpulan 40 nukleus di tengah. Inclusion bodies tamapak pada kedua sitoplasma dan intinya. Efek sitopatik yang kedua menyebabkan perubahan bentuk sel perbenihan dari poligonal menjadi bentuk glondong. Sel ini menjadi lebih hitam dan membias daripada sel normal dan jiak di cat menunjukakn inclusion bodies yang berada di dalam inti. Efek pada sel gelondong lebih sering terjadi pada sub-kultur yang berurutan, terutama apabila virus telah menyesuaikan diri dalam sel amnion manusia.1Ada atau tidak adanya glutamin dalam media mungkin menentukan efek sitopatik utama mana yang akan timbul, terutama bila virus ditumbuhkan dalam sel H.Ep2. Tipe efek sitopatik yang bervariasi ini tergantung pada tipe sel penjamu, media, jalur virus yang dilalui dan genetik strain virus itu sendiri, struktur serat dan pipa kecil terlihat dalam inti sel yang terinfeksi virus morbili, namun struktur tersebut bukan merupakan partikel virus melainkan tanda istimewa dari infeksi virus morbili. Struktur serupa juga terlihat pada kasus subacute sclerosing encephalitis.1 Struktur antigenikVirus morbili menunjukkan antigenitas yang homogen, berdasarkan penemuan laboratorik dan epidemiologik. Infeksi dengan virus morbili merangsang pembentukan neutralizing antibody, complement fixing antibody dan haemaglutinine inhibition antibody. Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi morbili, muncul bersama-sama diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah 21 hari. Kemudian IgM menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tidak terbatas dan jumlahnya terukur. Keberadaan imunoglobulin IgM menunjukkan pertanda baru terkena infeksi atau baru mendapatkan vaksinasi, sedangkan IgG menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama. Antibodi IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan terdapat di seluruh saluran nafas. Daya efektivitas vaksin virus morbili yang hidup dibandingkan dengan virus morbili yang mati adalah adanya IgA sekretori yang hanya dapat ditimbulkan oleh vaksin virus morbili hidup.1Seluruh virion penting untuk infeksi, tetapi antibodi protektif sudah dapat terbentuk dengan penyuntikan antigen hemaglutinin murni. Bila lebih dari satu bagian virus muncul, dapat menyebabkan hemaglutinasi pada sel darah merah kera dan baboon. Antigen ini dapat dipisahkan dari antigen lainnya yang terbawa bersama virus, dengan membubuhkan Tween 80 ether. Dengan pemberian Tween 80 ether, terlepaslah inti kapsul yang bertanggungjawab terhadap terbentuknya complement fixing antibody. Hemolisin mungkin berasal dari selubung luar yang dapat menyebabkan perubahan sitopatik, namun tidak ditularkan. 1 PenularanCampak biasanya ditularkan sewaktu seseorang menyedot virus campak yang telah dibatukkan atau dibersinkan ke dalam udara oleh orang yang dapat menularkan penyakit. Campak merupakan salah satu infeksi manusia yang paling mudah ditularkan. Berada di dalam kamar yang sama saja dengan seorang penderita campak dapat mengakibatkan infeksi.1Penderita campak biasanya dapat menularkan penyakit dari saat sebelum gejala timbul sampai empat hari setelah ruam timbul. Waktu dari eksposur sampai jatuh sakit biasanya adalah 10 hari. Ruam biasanya timbul kira-kira 14 hari setelah eksposur.33.3 PatogenesisPenularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T supressor dan T-he2per) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.1Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, kunjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.1Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.1Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit se1-T.1Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanva antigen campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi hakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.1Tabel 3.1 Patogenesis Campak Tanpa Penyulit 4HariManifestasi

0Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau kemungkinan konjungtiva infeksi pada sel epitel dan multipikasi virus.

1-2Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

2-3Viremia primer

3-5Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

5-7Viremia sekunder

7-11Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas

11-14Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

15-17Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang.

Gambar 3.1 Patogenesis Penyakit Campak

3.4 Manifestasi KlinisDiagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi vang merupakan tanda patognomonis campak (bercak Koplik).13.5 Anamnesis Adanya demam tinggi terus menerus 38,5C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare.5 Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat itu anak mulai mengalami kejang demam.5 Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.5

3.6 Pemeriksaan fisik Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari terdiri dari 3 stadium:5

Stadium prodromal : berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi depan molar tiga disebut bercak koplik Stadium erupsi : ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut dibrlakang telinga kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ekstremitas. Stadium penyembuhan (konvalesen): setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.

3.7 Pemeriksaan penunjang Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri5

Pemeriksaan untuk komplikasi5

Ensepalopati dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit darah dan analisis gas darah

Enteritis : feses legkap

Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan rontgen thorak dan analisa gas darah.

3.8 DiagnosisDiagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal. Bercak koplik dan hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk rubeola/campak. 1

3.9 Diagnosis Banding Diagnosis banding penyakit campak yang perlu dipertimbangkan adalah campak jerman, infeksi enterovirus, eksantema subitum, meningokoksemia, demam skarlantina, penyakit riketsia dan ruam kulit akibat obat, dapat dibedakan dengan ruam kulit pada penyakit campak.1

1. Campak jerman.Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.2. Eksantema subitum.Perbedaan dengan penyakit campak. Ruam akan timbul bila suhu badan menurun.3. Infeksi enterovirusRuam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan dengan campak. Sesuai dengan derajat demam dan berat penyakitnya.4. Penyakit RiketsiaDisertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang secara khas terlihat pada penyakit campak.5. MeningokoksemiaDisertai ruam kulit yang mirip dengan campak, tetapi biasanya tidak dijumpai batuk dan konjungtivits.6. Ruam kulit akibat obatRuam kulit tidak disertai dengan batuk dan umumnya ruam kulit timbul setelah ada riwayat penyuntikan atau menelan obat.7. Demam skarlantina.Ruam kulit difus dan makulopapuler halus, eritema yang menyatu dengan tekstur seperti kulit angsa secara jelas terdapat didaerah abdomen yang relatif mudah dibedakan dengan campak3.10 Komplikasi Laringitis akutLaringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.1 BronkopneumoniaDapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanva ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri bisa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.1 Kejang demamKejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang, demam.1 EnsefalitisMerupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke-4-7 setelah timbulnva ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak.. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.1 SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)Subacute sclerosing panencephalitis merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.1 Otitis mediaInvasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.1 EnteritisBeberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein losing enteropathy).1 Konjungtivitis. Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.1 Sistem kardiovaskularPada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T, kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval AN. Perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanva sedikit mempunyai arti klinis.1,5 Adenitis servikal Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus dan kelainan kongenital pada bayi Aktivasi tuberculosis Pneumomediastinal Emfisema subkutan Apendisitis Gangguan gizi sampai kwasiorkhor Infeksi piogenik pada kulit Kankrum oris (noma)3.11 PenatalaksanaanPasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat map. Di rumah sakit pasien campat dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai.1Pengobatan morbili tanpa penyulit : 5 Tirah baring di tempat tidur

Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.6 Usia 6 bulan 1 tahun : 100.000 unit dosis tunggal p.o. Usia > 1 thn : 200.000 unit dosis tunggal p.o. Dosis dapat diulang pada hari ke-2 dan 4 minggu kemudian bila telah didapat tanda defisiensi vitamin A.Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total. 6 Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi.Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu : 5 BronkopneumoniaDiberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalarn 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral selama 7-10 hari. Oksigen 2 liter/menit. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin bisanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensiitivity disebabkan oleh sel limfosit- T yang terganggu fungsiinya.5 EnteritisPada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi. Otitis mediaSeringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis) Ensefalopati,Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalarn 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral selama 7-10 hari. Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga 3/4 kebutuhan untuk edema otak, di samping pemberian kortikosteroid, deksametason 1 mg/kbb/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0,5 g/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tappering off). Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.1,5Indikasi rawat : 5 hiperpireksia (suhu > 39C) dehidras kejang asupan oral sulit adanya komplikasi3.12 PencegahanPencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi berumur 9 bulaan atau lebih. Program imunisasi campak secara luas baru dikembangkan plaksanaannya pada tahun 1982.1Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B) dan , vaksin vang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak vang berada dalam larutan formalin vang dicampur dengan garam aluminium). Sejak tahun 1967 vaaksin yang berasal dari virus campak vang telah dimatikan tidak digunakan lagi oleh keren efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat mcnimbulkan gejala atypical meales yang hebat. Sebaliknya vaksin campak yang berasal dari virus hidup yang dilemahkan dikembangkan dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudia menjadi strain Moraten (1968) dengan mengembangbiakan virusnya pada embrio avam. Vaksin Edmonstone Zagreb merupakan hasil biakan dalam human diploid cell yang dapat digunakan secara inhalasi atau aerosol dengan hasil yang memuaskan.1Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1.000 TCID-50 atau sebanyak 0,5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Cara pemberian yang dianjurkan adalah subkutan, walaupun dari data yang terbatas dilaporkan bahwa pemberian secara intramuskular tampaknya mempunyai efektivitas yang sama dengan subkutan. Intranasal dan cara inokulasi konjungtiva sampai sekarang masih terus dilakukan penyelidikan untuk mengetahui efektivitas pemberian vaksin Edmonstone B yang dilemahkan. Sebaliknya pada pemberian vaksin Edmonstone Zagreb secara aerosol didapatkan respons antibodi yang baik walaupun pada anak usia di bawah 9 bulan. Pemberian aerosol ini sulit dan kurang praktis. 1Kombinasi beberapa vaksin dalam satu semprit atau secara simultan di beberapa tempat pada waktu vang sama sering digunakan untuk menvederhanakan prosedur dan mengurangi biaya. Dalam hal demikian ada 2 kemungkinan yang mungkin terjadi, vaitu peningkatan respons imun atau sebaliknya, menunggu respons imun. Laporan mengenai peningkatan reaksi yang lebih baik karena pemakaian vaksin yang dikombinasikan dibandingkan dengan vaksin tunggal, oleh peneliti tidak ditemukan. Dikatakan bahwa pada kombinasi dengan virus mati tidak didapatkan penurunan respons imun akan tetapi viruc hidup dapat saling mempengaruhi. Vaksin campak sering dipakai bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis epidemika yang dilemahkan, vaksin polio oral, vaksin difteriatetanus dan lain-lain. Laporan beberapa peneliti menvatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnva aman dan tetap efektif. Seperti yang ditemukan oleh Schwarz (19-15), serokonversi dapat terjadi antara 97-100%, sedangkan geoimetric mean fiter-nva sama tinggi dengan yang didapatkan pada pemberian vaksin tunggal. 1Efek proteksi dari vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara. Salah satu indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka morbiditas kasus campak sesudah pelaksanaan program imunisasi. 1Krugman, dkk mencatat bahwa sebagian besar kasus campak dari suatu populasi kelompok anak sekolah akan menghilang setelah program imunisasi berjalan lancar, sedangkan di masyarakat sekitarnya tingkat penularan yang tinggi masih dijumpai. Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan hasil nilai secara nasional di Amerika Serikat maupun negara lainnya yang sudah melaksanakan program imunisasi campak secara meluas. Metode lain untuk mengukur efek proteksi dari vaksin campak ialah membandingkan angka kejadian sakit pada kelompok anak yang sudah diimwlisasi dan mengukur efektivitas vaksin dengan formula (ARU-ARU) x 100/ARU. Efektivitas vaksin dapat dihitung dengan memakai pendekatan kasus dan kontrol, yaitu membandingkan proporsi kasus dan kontrol yang sudah diimunisasi. Dan data yang benar, efektivitas vaksin adalah sebesar 90-95% atau lebih. Hasil ini harus didukung dengan data serokonversi. Perhitungan ini sangat bermanfaat apabila angka cakupan imunisasi campak sangat tinggi, vaitu lebih dari 95%. Jika proporsi kasus campak pada kelompok van(, sudah diimunisasi masih tetap tinggi berarti bahwa vaksinnva yang kurang baik. Proteksi dapat dicatat dengan memeriksa respons imun dan manifestasi klinis yang timbul akihat pemberian imunisasi dengan virus vaksin yang tidak ganas. Akibat setiap pemberian imunisasi akan menvebabkan respons imun anamnestik pada kasus yang tidak menunjukkan gejala klinis dari penvakitnya. 1Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah. 7Kegagalan vaksinasi perlu dibedakan antara kegagalan primer dan sekunder. Dikatakan primer apabila tidak terjadi serokonversi setelah diimunisasi dan sekunder apabila tidak ada proteksi setelah terjadi serokonversi. Berbagai kemungkinan yang menyebabkan tidak terjadinya serokonversi ialah: (a) Adanya antibodi yang dibawa sejak lahir yang dapat menetralisir virus vaksin campak yang masuk, (b) Vaksinnva yang rusak, (c) Akibat pemberian imunoglobulin yang diberikan bersama-sama. Kegagalan sekunder dapat terjadi karena potensi vaksin yang kurang kuat sehingga respons imun yang terjadi tidak adekuat dan tidak cukup untuk memberikan perlindungan pada bayi terhadap serangan campak secara alami. 13.13 PrognosisPrognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.1

Biasanya sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada penyulit infeksi sekunder/malnutrisi berat akan menyebabkan penyakit berat. Kematian disebabkan karena penyulit (pneumonia dan ensefalitis). 6Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi membaik.6

BAB IV

LAPORAN KASUS4.1. IDENTITAS PASIEN :Nama

: MFAUmur

: 8 bulanJenis kelamin

: Laki-lakiAlamat

: Balai BatuORANG TUA

1. Ayaha. Nama

: Tn. R

b. Usia

: 38 tahun

c. Pendidikan terakhir: SMA

d. Pekerjaan

: petani

2. Ibu

a. Nama

: Ny. N

b. Usia

: 38 tahun

c. Pendidikan terakhir: SMA

d. Pekerjaan

: ibu rumah tangga

4.2. ANAMNESISSeorang pasien Laki-laki, umur 8 bulan diantar oleh ibunya datang berobat ke Puskesmas Lima Kaum 1 pada tanggal 29 Maret 2014, dengan :Keluhan utama :

Ruam-ruam kemerahan di wajah, leher, belakang telinga, punggung, perut, pantat, kedua lengan, dan kedua tungkai sejak 1 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang Ruam-ruam kemerahan di wajah, leher, belakang telinga, punggung, perut, pantat, kedua lengan, dan kedua tungkai sejak 1 hari yang lalu. Awalnya timbul ruam-ruam kemerahan di belakang telinga dan leher sejak 2 hari yang lalu dan menyebar ke seluruh tubuh.

Demam sejak 5 hari sebelum berobat ke puskesmas, hilang timbul, tidak tinggi, tidak berkeringat malam, tidak mengigil. Batuk dan pilek sejak 3 hari sebelum berobat ke puskesmas, tidak berdahak dan tidak berdarah. Mata merah tidak ada, mata silau terkena cahaya tidak ada Sesak nafas tidak ada.

Keluarga dan tetangga sekitar rumah pasien tidak ada yang sakit seperti ini.

Buang air besar dan kecil tidak ada keluhan. Pasien sudah datang berobat ke bidan, diberikan obat puyer (tidak diketahui kandungannya) dan sirup antibiotik.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini Riwayat alergi terhadap makanan dan obat pada pasien dan keluarga disangkalRiwayat Kehamilan/kelahiran/imunisasi: Kehamilan : Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, ibu tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan, tidak pernah mendapat penyinaran selama hamil, tidak ada kebiasaan merokok dan minum alkohol, kontrol ke Puskesmas secara teratur. Suntikan imunisasi TT 2X, hamil cukup bulan. Kelahiran : Lahir spontan ditolong oleh bidan, cukup bulan, saat lahir langsung menangis kuat, berat badan lahir 3300 gram, panjang badan 50 cm, tidak kuning. Imunisasi: BCG

: 1x, usia 2 bulan, scar ada

DPT

: 3x, usia 2,3,4 bulan

Polio

: 4x, usia 1,2,3,4 bulan

Hepatitis B

: 3x, usia 2,3,4 bulan

Campak

: -

Kesan : imunisasi dasar lengkap menurut umur di posyandu.Riwayat Tumbuh Kembang:

Pertumbuhan:

Berat badan terus meningkat sejak lahir. Riwayat penurunan berat badan disangkal. Pertumbuhan sesuai dengan umur. Berat badan saat ini : 8,5 kg sesuai dengan umur PerkembanganTabel 4.1 Riwayat Perkembangan Pasien UmurMotorik kasarMotorik halusBicaraSosial

4 bulanTengkurap terlentang sendiriMemegang mainan Tertawa/berteriakMemandang tangannya

6 bulan Duduk tanpa berpeganganMeraih, menggapaiKata tanpa artiMeraih mainan

8 bulanBerdiri berpeganganMemasukkan benda ke mulutBerbicara mama mamaMelambaikan tangan

Kesan : pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normalRiwayat makananPasien mendapatkan asi eksklusif selama 6 bulan. Saat ini masih mendapat asi dan sudah mendapat makanan pendamping asi.

Aspek Psikologis di keluarga

Pasien disayangi oleh orangtua, nenek, dan anggota keluarga lainnya Hubungan dengan keluarga baik

Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga Jumlah Saudara:- Status Ekonomi Keluarga: Cukup, penghasilan ayah pasien Rp.2.000.000/bulan, sebagai seorang petani Kondisi Rumah:

Luas rumah 7 x 15 meter2, luas tanah 8 x 20 meter2 Rumah semi permanen, pekarangan cukup luas, kamar 6 buah

Lantai rumah sebagian terbuat dari kayu sebagian lagi dari tanah, ventilasi udara dan sirkulasi udara cukup , pencahayaan cukup, kamar pasien berukuran 3 x 3 meter Listrik ada

Sumber air : air sumur Jamban ada 1 buah, di dalam rumah, septic tank berjarak 6 meter dari sumber air. Sampah dibakar Terdapat kandang kambing di halaman belakang rumah, kotoran kambingnya dipakai untuk pupuk. Terdapat juga kandang ayam, ayam dibiarkan berkeliaran di halaman rumah. Tidak terdapat saluran pembuangan air limbah rumah tangga. Jumlah penghuni 9 orang: pasien, orang tua pasien, paman dan bibi pasien dan 3 orang anaknya, serta nenek pasien Kesan : higiene dan sanitasi kurang baik Kondisi Lingkungan Keluarga

Pasien tinggal di lingkungan perumahan yang tidak padat penduduk, Lingkungan sekitar bersih.4.3. PEMERIKSAAN FISIK

Status GeneralisataKeadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran: ComposmentisNadi

: 112 x/menit

Nafas

: 34 x/menit

Suhu

: 36,8oC (aksila)Status gizi: Klinis : edema (-)

Antropometri :

Berat badan : 8,5 kg

Tinggi badan : 70 cm

BB/U : 8,5/8,2 x 100 % = 103 %

TB/U : 70/69 x 100 % = 101 %

BB/TB : 8,5/8,6 x 100 % = 96 %

(Menggunakan kurva CDC/NCHS)

Simpulan status gizi : gizi baik

Kepala : tidak ditemukan deformitas, ubun-ubun besar cekung, rambut hitam, jarang, tidak mudah dicabut dan tipis.

Mata : tidak ditemukan konjungtiva anemis, tidak ditemukan sclera ikterik, kelopak mata cekung, pupil bulat isokhor, air mata (+)

Telinga : tidak ada secret, tidak ditemukan serumen.Hidung : ditemukan sekret, tidak ditemukan pernafasan cuping hidung.Mulut : tidak ditemukan hipertrofi gusi, tidak ditemukan perdarahan, tidak ditemukan perioral cyanosis.Tenggorok : faring dan tonsil sulit dinilai.Leher : kelenjar getah bening tidak teraba pembesaran, tidak ditemukan retraksi suprasternal.

Kulit : status dermatologisDada : simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Jantung

Inspeksi : iktus kordis terlihat disela iga ke-5 sedikit medial dari linea midclavicula sinistra

Palpasi dan Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : bunyi jantung I-II (+) normal, tidak ditemukan bising, tidak ditemukan irama derap.

Paru

Kanan Kiri

Inspeksi Pergerakan simetrisPergerakan simetris

Palpasi Fremitus normalFremitus normal

Perkusi Tidak dilakukanTidak dilakukan

Auskultasi Vesicular (+), ronki (-), wheezing (-), slym (-)Vesicular (+), ronki (-), wheezing (-), slym (-)

Abdomen : Lembut, turgor baik, Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, Bising usus (+) normalEkstremitas : Akral hangat, capillary refill 2 detik, tidak sianosisStatus Dermatologikus :

Gambar 4.1 Ruam Campak di Bagian Wajah dan Badan Pasien Lokasi

: wajah, leher, belakang telinga, punggung, perut,

bokong, kedua lengan dan kedua tungkai Distribusi

: generalisata

Bentuk/susunan: Tidak khas

Batas Lesi

: Tidak tegas

Ukuran Lesi

: Miliar-Lentikular Effloresensi

: Makula eritem

Status Venerologikus : Tidak ditemukan kelainan Kelainan Selaput : Tidak ditemukan kelainan Kelainan Kuku : Tidak ditemukan kelainan Kelainan Rambut : Tidak ditemukan kelainan Kelainan Kelenjar Limfe :Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening4.4. DIAGNOSIS

Morbili stadium erupsi4.5. PENATALAKSANAAN

Manajemen

a. Preventif :

Istirahat yang cukup minimal 8 jam sehari.

Makan makanan yang bergizi serta perbanyak pemberian ASI untuk meningkatkan daya tahan tubuh

b. Promotif :

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa morbili adalah penyakit anak yang menular sehingga pasien harus diisolasi minimal hingga 5 hari setelah gejala kulit muncul untuk mencegah penularan infeksi kepada orang lain.c. Kuratif :

Paracetamol 100 mgVitamin C 25 mg

Mf pulv dtd no.x

3x1 pulv Vitamin A 100.000 IU 1x1 tab untuk hari I dan hari II

d. Rehabilitatif :

Segera bawa anak ke puskesmas apabila gejala bertambah parah yaitu kejang, sesak nafas, dan telinga berair. 4.6. PROGNOSIS Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad sanam

: Bonam

Quo ad fungsionam: Bonam

Quo ad kosmetikum: Bonam

4.7. FOLLOW UPHome Visite tanggal 5 April 2014Keluhan :

Ruam kemerahan di tubuh sudah berkurang. Penyakit kulit lain tidak ada

Obat pasien sudah habis

Muntah dan diare tidak ada, demam tidak ada

Keluhan lain tidak ada

BAK dan BAB normal

Analisa kesehatan rumah dan lingkungan :

Pasien sudah diisolasi di rumah dan tidak ada kontak antara pasien dengan anak balita lain selama masa pengobatan.Pemeriksaan Fisik :

Vital sign baik

Status generalis dalam batas normal

Status Dermatologikus:

Gambar 4.2 Ruam Campak di Bagian Wajah dan Badan Pasien Berkurang Lokasi

: wajah, leher, belakang telinga, punggung,

perut. Distribusi

: generalisata

Bentuk/susunan: Tidak khas

Batas Lesi

: Tidak tegas

Ukuran Lesi

: Miliar Effloresensi

: Makula eritem

Status venereologikus: Tidak diperiksa

Kelainan selaput: Tidak ada kelainan

Kelainan kuku

: Tidak ada kelainanKelainan rambut: Tidak ada kelainan

Kelainan kelenjar limfe: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe

Diagnosis :

Morbili stadium konvalesenManajemen masalah :

Jaga kebersihan rumah dan lingkungan

Istirahat yang cukup minimal 8 jam sehari. Hindari menggaruk dan mengorek kuku serta kulit sekitar kuku jika gatal

Meningkatkan asupan gizi untuk daya tahan tubuh.BAB VEVALUASI MASALAH

5.1. Identifikasi Masalah1. Penemuan Kasus Luar Biasa (KLB) Campak di wilayah kerja Puskesmas Lima Kaum I, dimana ditemukan lebih dari 5 orang bayi dan balita menderita campak di tempat penitipan anak di wilayah kerja Puskesmas Lima Kaum I. Melaksanakan kampanye campak sebagai solusi terbaik untuk menangani KLB Campak di lingkungan Puskesmas Lima Kaum I yang melibatkan kerjasama lintas sektoral di Kabupaten Tanah Datar.2. Masih rendahnya angka pencapaian program imunisasi di Puskesmas Lima Kaum I. Target angka program imunisasi di wilayah kerja Puskesmas Lima Kaum I yang pada tahun 2013 adalah 90 %, sedangkan angka pencapaian adalah 71%.

3. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran mengenai pentingnya manfaat imunisasi pada bayi dan balita di Puskesmas Lima Kaum I. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan formal yang rendah, sosialisasi manfaat imunisasi dasar bagi bayi dan balita yang belum maksimal, serta masih berkembangnya polemik di masyarakat mengenai manfaat dan kehalalan imunisasi ( vaksin campak ) di wilayah kerja Puskesmas Lima Kaum I.

4. Luasnya wilayah kerja Puskesmas Lima Kaum I dan wilayah kerja didominasi perbukitan menyebabkan akses menuju tempat diadakan imunisasi yang sulit dijangkau.

5. Kurangnya peran serta masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam bidang kesehatan.

5.2. Pemecahan Masalah

1. Melakukan pendataan jumlah anak yang terkena campak di setiap tempat penitipan anak di wilayah kerja Puskesmas Lima Kaum I dimulai dari bulan Januari hingga bulan Maret terlihat adanya kejadian penyakit campak yang cukup signifikan. Setelah dilakukan pendataan di bulan Januari berjumlah 17 orang, di bulan Februari berjumlah 9 orang serta bulan Maret berjumlah 9 orang. 2. Rendahnya angka pencapaian target imunisasi dapat ditingkatkan dengan menjadikan imunisasi menjadi salah satu program yang diprioritaskan di Puskesmas.

3. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dengan melakukan promosi kesehatan yang dilakukan oleh tenaga Puskesmas mengenai manfaat imunisasi pada balita dengan lebih interaktif , lebih kreatif dan menggunakan bahasa yng dimengerti oleh masyarakat awam sehingga imu dan pengetahuan lebih banyak diterima. Pendekatan dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat tentang kehalalan vaksin dan manfaatnya sehingga dapat membantu menyampaikan kepada masyarakat.

4. Akses ke Puskesmas yang belum lancar dapat diatasi dengan menambah jumlah dan pembinaan kader dan Posyandu sehingga dapat menjangkau seluruh wilayah Puskesmas.

5. Kurangnya peran serta masyarakat ditingkatkan dengan melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat serta pendekatan ke setiap kepala keluarga mengenai pentingnya Posyandu dimana Posyandu merupakan suatu wujud partisipasi masyarakat terhadap kesehatan dari masyarakat,oleh masyarakat dan untuk masyarakat BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari mini project ini dapat diambil kesimpulan bahwa penyakit campak di wilayah kerja Puskesmas Lima Kaum I, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit campak dan proses penularannya

Kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya imunisasi lengkap

Kurang optimalnya kerjasama lintas sektoral dalam menyukseskan program menurunkan angka kejadian penyakit campak terutama melalui program imunisasi campak dan pemberian vitamin A secara rutin.

6.2. SaranBerdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, kami merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: Mempersiapkan media dan cara penyajian yang menarik dan informatif untuk penyuluhan mengenai campak. Mempersiapkan media dan cara penyajian yang menarik dan informatif untuk penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi bagi bayi dan balita. Melaksanakan Kampanye Imunisasi Campak sebagai solusi terbaik untuk menangani KLB Campak di lingkungan Puskesmas Lima KaumDAFTAR PUSTAKA

1. Poorwo, Sumarno S. dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis anak. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia Cetakan kedua. Jakarta: 2010.

2. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak vol 2. Jakarta. EGC : 2000

3. www.health.nsw.gov.au/resources/publichealth/infectious/diseases/measles_contact_factsheet_pdf.asp4. Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743

5. Pudjiadi, Antonius H, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta : 2010

6. Garna, Herry, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. Bandung : 2005

7. Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed) Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal. 105

8. DEPARTEMEN KESEHATAN RI, Scabies, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, DEPKES RI, Jakarta. 2007. Hal 208-10.9. Handoko,R.P, Skabies, Djuanda A, Hamza M, Aisah S, editor. Dalam: Ilmu Kulit Kelamin FKUI, edisi keempat, 2006, Jakarta:FKUI. Hal 122-25.LAMPIRAN Tempat Tinggal Pasien

Tampak Depan

Tampak Samping

Ruang Keluarga

Kamar Tidur Pasien

Dapur

Jamban dan Drum Penampung Air di Kamar mandi

Genangan Air Limbah Rumah Tangga di Pekarangan Belakang rumah Kandang Kambing dan Bebek di Pekarangan Belakang Rumah

Kandang Ayam di Pekarangan Belakang Rumah1