model manajemen pendidikan anak usia dini (paud) dalam meningkatkan mutu pembelajaran di kota...

Download MODEL MANAJEMEN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN DI KOTA CIREBON

If you can't read please download the document

Upload: ahmadruyani

Post on 29-Oct-2015

2.325 views

Category:

Documents


109 download

DESCRIPTION

Proposal Penelitian

TRANSCRIPT

126MODEL MANAJEMEN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN DI KOTA CIREBONPROPOSAL DISERTASIDiajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Seminar Proposal Disertasi Pada Program Doktoral Manajemen PendidikanOleh:Nur Ahmad RuyaniBAB IPENDAHULUANLatar Belakang MasalahPada dua dekade terakhir, Indonesia dikategorikan sebagai negara besar dengan menempati urutan ke-4 sebagai negara berpenduduk terbanyak, yakni 230 juta orang, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Data tersebut menyiratkan arti bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang cukup melimpah. Potensi tersebut bisa diibaratkan dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi ia bisa menjadi peluang (opportunity), namun di sisi lain bisa menjadi ancaman (threat) bagi kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Potensi SDM yang melimpah bisa menjadi peluang jika kita mampu membina potensi tersebut sehingga ia bermetamorfosis menjadi SDM yang berkualitas. SDM yang besar didukung oleh sumber daya alam (SDA) yang melimpah merupakan keunggulan komparatif (comparative advantage) Indonesia dibanding negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Jika kita mampu menyediakan layanan pendidikan berkualitas yang bisa mewujudkan manusia unggul dan siap bersaing di dunia global, maka potensi SDM Indonesia bisa berubah menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage). Namun di sisi lain, jika kita lalai akan penyediaan layanan pendidikan berkualitas, maka potensi SDM tersebut justru akan menjadi faktor penghambat kemajuan bangsa karena ia tidak mampu bersaing dengan SDM dari luar negeri bahkan menjadi beban bagi negara. Untuk menghindari sisi negatif dari potensi SDM kita, maka tak ada jalan lain kecuali peningkatan kualitas dan perluasan akses pendidikan. Dan titik penting bagi terciptanya generasi SDM yang berkualitas dan kompetitif adalah tersedianya layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bagi seluruh rakyat, tanpa memandang status sosial ekonominya. Mengapa? Pertama, Indonesia memiliki jumlah anak usia 0-6 tahun sebanyak 30.113.300 orang (data BPS tahun 2010). Angka ini hampir sama dengan jumlah keseluruhan penduduk Australia, sungguh suatu angka yang tidak sedikit. Penelitian yang dilakukan World Bank (2007) menunjukkan bahwa tingkat kesiapan sekolah (shool readiness rates) berpengaruh signifikan terhadap angka mengulang kelas (repetition grade rates). Dan anak yang mengulang kelas memiliki resiko tinggi drop out (DO) sehingga dapat dipastikan ia tidak akan melanjutkan pendidikannya (hal ini tentunya meningkatkan angka putus sekolah). Untuk menanggulangi rendahnya tingkat kesiapan sekolah, maka titik kuncinya ada di PAUD.Kedua, masa usia dini merupakan periode emas (golden ages) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan yang optimal. Periode emas bagi perkembangan anak ditujukan untuk memperoleh proses pendidikan, dan periode ini adalah tahun-tahun yang sangat berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannnya sebagai stimulus terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya.Berdasarkan hasil penelitian sekitar 50% kapabilitaas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi perkembangan yang pesat tentang jaringan otak ketika anak berumur 8 tahun dan mencapai puncaknya ketika anak berumur 18 tahun, dan setelah itu walaupun dilakukan perbaikan nutrisi tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan kognitifnya (Rakhmat, 2005; Jensen 1998 & 2005; Risley, 1995). Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewatkan berarti habislah peluangnya.Ketiga, layanan PAUD bisa menjembatani gap/kesenjangan antara golongan menengah ke atas dengan golongan masyarakat miskin, karena PAUD mampu menyediakan akses kepada kesehatan anak yang lebih baik, asupan nutrisi yang cukup, dan bekal pendidikan yang memadai bagi anak-anak dari golongan miskin. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian internasional yang menyebutkan bahwa: Recent studies suggest that ECED interventions can reduce social inequalities by ensuring that disadvantaged children have access to better health, nutrition, and education services and by providing their parents with training to improve their parenting skills. These interventions stimulate childrens cognitive abilities, strengthen their nutritional status, monitor their growth, and enhance the skills of those who take care of them, usually their parents. In this way they help to compensate for the risks and stresses that stem from a disadvantaged early environment. (Schweinhart et al. 2005; Campbell et al. 2002; Save the Children 2003; Reynolds et al. 2001).Keempat, dilihat dari kacamata ekonomi, penyediaan layanan PAUD yang memadai merupakan investasi yang memiliki nilai ekonomis tinggi (high returns/wise investment). Studi Cost-Benefit Analysis yang dilakukan oleh Van der Gaag (1998) menunjukkan bahwa setiap 1 $ yang kita investasikan bagi pendidikan anak usia dini akan memberi keuntungan 6 $ di masa depan. Keuntungan tersebut diperoleh dari menurunnya angka buta huruf, angka mengulang kelas, angka drop out, angka putus sekolah, dan angka kriminal (bukankah kebanyakan pelaku kriminal itu berpendidikan rendah), serta meningkatnya angka partisipasi murni (APM) SD dan sekolah menengah. Penelitian selama 40 tahun di Amerika menunjukkan bahwa orang yang berpartisipasi dalam program PAUD memiliki kesempatan tinggi dalam memasuki perguruan tinggi sehingga pada gilirannya berimbas pada pendapatan yang lebih tinggi (Schweinhart et al. 2005).Selain pendapat penulis di atas, Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) mengemukakan alasan-alasan pentingnya pendidikan anak usia dini untuk diperhatikan dan diprioritaskan dalam PNF. Pertama, bahwa usia dini 0-6 tahun merupakan masa emas (golden age) bagi perkembangan anakanak; kedua, perkembangan kecerdasan anak yang terjadi pada usia dini sangat pesat; ketiga, perkembangan kecerdasan itu memerlukan stimulasi yang positip dari lingkungan; keempat, stimulasi harus diberikan dengan cara yang benar dan dalam porsi yang sewajarnya, untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan fisik dan emosi anak secara optimal, serta mampu melejitkan kecerdasan anak; kelima, pendidikan anak usia dini yang merupakan suatu lingkungan dan perlakuan yang dirancang secara sadar, diarahkan untuk mengembangkan potensi positif anak-anak(PAUDNI, 2010).Kebijakan internasional dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakkar, Senegal, telah menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua (The Dakkar Framework for Action Education for All) sebagaimana disebutkan berikut ini: 1) memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini (PAUD), terutama anak yang sangat rawan dan kurang beruntung; 2) menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak dalam keadaan yang sulit dan mereka yang termasuk suku minoritas, memiliki kesempatan mendapatkan pendidikan dasar yang lengkap, bebas dan wajib dengan kualitas yang baik; 3) menjamin bahwa kebutuhan belajar semua anak muda dan orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil pada program-program belajar dan keterampilan hidup yang sesuai, 4) mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan, dan kesempatan yang sama untuk pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa, 5) menghapus perbedaan jender pada pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005, dan mencapai persamaan gender dalam pendidikan menjelang tahun 2005 dengan satu fokus yang menjamin kesempatan yang menyeliruh dan sama, prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas yang baik, dan (6) Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya, agar hasil-hasil belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua, terutama dalam keaksaraan, kemampuan berhitung dan keterampilan hidup yang penting (UNESCO, 2008).Dari uraian di atas maka jelaslah bahwa tersedianya layanan PAUD bagi seluruh rakyat Indonesia adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, sehingga ia menjadi sine qua none (prasyarat mutlak) bagi kemajuan bangsa di masa mendatang. Pemikiran ini sejalan dengan misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2010-2014 (Misi 5K), yakni meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan, meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan, meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan, meningkatkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan, dan meningkatkan kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan (Kemdiknas, 2010). Kondisi perekonomian Indonesia selama satu dekade terakhir semenjak krisis moneter tahun 1997 terus mengalami peningkatan. Dari tahun 2007 hingga tahun 2010 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata mencapai angka 6,5 %. Stabilitas fundamental ekonomi juga menunjukkan penguatan, sehingga kita termasuk salah satu negara yang kuat terhadap dampak krisis keuangan Amerika dan Eropa tahun 2008 lalu. Indonesia juga merupakan negara dengan cadangan devisa terbesar di Asia Tenggara. Peningkatan porsi anggaran pendidikan dari tahun ke tahun terus meningkat semenjak diundangkannya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mana tersurat perintah untuk menganggarkan 20% dari APBN kepada dunia pendidikan. Tahun 2010 anggaran pendidikan mencapai 191 triliun rupiah dan meningkat menjadi 240 triliun rupiah pada tahun 2011.Terlepas dari stabilnya kondisi perekonomian dan anggaran pendidikan yang kian meningkat, kita masih dihadapkan pada beberapa masalah mendasar, yakni angka indeks pembangunan manusia (IPM) yang relatif masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, juga dengan negara yang hampir sama nilai PDB-nya yakni Filipina dan Jordania. Walaupun angka IPM Indonesia naik dari 0,600 pada tahun 2010 menjadi 0,617 di tahun 2011, namun peringkatnya menurun 16 peringkat dari 108 di tahun 2010 menjadi 124 di tahun 2011. Hal ini berarti bahwa banyak negara yang mampu meningkatkan nilai IPM-nya secara cepat dibanding kita (World Bank, 2005).Kualitas persekolahan kita juga masih dipertanyakan ketika Program for International Student Assessment (PISA) melakukan evaluasi terhadap siswa umur 15 tahun dalam bidang literasi dan matematika yang menghasilkan laporan bahwa Indonesia berada di bawah Thailand dan Korea Selatan dengan hampir 25 % para siswa kita berada pada level 1 (level paling bawah dalam hal penguasaan literasi dan matematika), seperti terlihat pada gambar 1.1 di bawah.Gambar 1.1. Persentase Hasil Perolehan Siswa dalam Bidang Literasi dan Matematika oleh PISALaporan Education for All Global Monitoring Report (UNESCO, 2011) menunjukkan bahwa angka putus sekolah di Indonesia masih cukup tinggi sehingga menjadikan angka Education Development Index (EDI)-nya berada di peringka 69 dari 127 negara. Menurut data pendidikan tahun 2010, sebanyak 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Ini berarti setiap menit, hampir 3 orang anak terancam putus sekolah.Anak-anak yang putus sekolah tersebut kebanyakan berasal dari daerah yang angka kemiskinannya tinggi.Jadi memang angka kemiskinan dan angka putus sekolah memiliki korelasi yang erat.Dan menurut laporan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS, 2010), Indonesia memiliki angka disparitas (kesenjangan) yang tinggi antara daerah kaya dan miskin. Sebagai contoh, angka kemiskinan di kota Jakarta dan Bandung masih berada di angka 5 %, namun di daerah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi dan Papua angka tersebut melonjak hingga 37 %. Angka memilukan ini ditambah fakta bahwa populasi terbesar penduduk Indonesia berada di daerah pedesaan (rural areas) yang memiliki tingkat kemiskinan sebesar 21 % jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan di daerah perkotaan (urban areas), yakni sebesar 15 % seperti terlihat pada gambar 1.2. di bawah.Gambar 1.1. Persentase Jumlah Populasi Miskin Berdasarkan Kab./KotaSumber: SUSENAS 2010.Angka kemiskinan juga sangat berpengaruh pada penyediaan layanan PAUD yang memadai.Daerah yang tingkat kemiskinannya tinggi akan melahirkan angka partisipasi PAUD yang rendah sehingga pada gilirannya akan mengakibatkan tingginya angka putus sekolah. Hal ini menjadi lingkaran kemiskinan yang harus segera diputus melalui campur tangan pemerintah dengan menyediakan layanan PAUD yang terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah.Pemerintah menargetkan pada tahun 2015 Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mencapai angka 75 persen. Hal tersebut dinilai sulit diwujudkan, mengingat pada saat ini (akhir tahun 2012) APK PAUD baru sekitar 30 persen. Hal itu diungkapkan oleh mantan Direktur Jendral (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kemendikbud, Fasli Jalal."Education for all untuk PAUD ini agak berat, kita diminta pada tahun 2015 harus mencapai APK PAUD 75 persen. Padahal sekarang baru sekitar 30 persen. Menurutnya, yang seharusnya menjadi sasaran utama dari pemerintah adalah anak-anak usia dini yang berasal dari keluarga kategori miskin. "Paling tidak kita jangkau yang pendidikan dan pemahaman orangtuanya rendah.Kalau itu kita datangi, paling tidak akan tercapai 45 persen pada tahun 2015," ungkapnya.Oleh karena itu, sambung dia, sebaiknya pemerintah memperkuat palayanan PAUD di daerah-daerah terpencil dan pelosok. Dengan demikian, akan tercipta pemerataan pendidikan usia dini. Karena disadari atau tidak disadari, pendidikan usia dini sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup anak-anak di masa depan. "Jadi jangan sampai ketidakmerataan itu diperkuat oleh ketidak merataan pelayanan PAUD, yang berdampak pada kemampuan dia bersekolah dan kemampuan dia untuk mendapatkan income," kata mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional itu (Suara Merdeka, Desember 2012).Sebenarnya kemajuan pembangunan pendidikan tidaklah ditentukan oleh faktor kaya atau miskinnya suatu negara atau daerah.Kemajuan itu tergantung pada visi, orientasi, dan keberanian serta sikap tegas pengambil kebijakan, baik di pusat maupun di daerah.Ini berarti harus ada political will dari para pemimpin dan pengambil kebijakan agar mereka lebih sadar bahwa pendidikan itu adalah investasi yang sangat berharga bagi kemajuan bangsa. Lagipula kalau kita cermati permasalahan terbatasnya anggaran pendidikan, maka sebenarnya masalah tersebut bisa diatasi jika APBN kita tidak bocor.Pada zaman orde baru, mantan menteri keuangan Marie Muhammad pernah melontarkan bahwa APBN kita bocor sebesar 30% oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab.Menurut Darmaningtyas (Kompas, 7 April 2010), sebenarnya negara punya dana, hanya saja alokasinya sering kurang tepat. Terbukti untuk nomboki Bank Century Rp 6,7 triliun atau meremunerasi 62.731 pegawai di Kementerian Keuangan dengan dana Rp 4,176 triliun bisa. Mengapa untuk mencerdaskan anak bangsa tidak bisa?. Maka dari itu, letak permasalahannya adalah pada kesadaran para pengambil kebijakan di negeri ini.Kesadaran akan pentingnya pendidikan anak usia dini masih terbilang baru. Istilah yang sudah lebih dahulu ada adalah taman kanak-kanak (TK) untuk anak usia 4-6 tahun dan itupun tidak diwajibkan, hanya dianjurkan saja. Maka dari itu, perlu penyadaran kolektif akan pentingnya penyediaan layanan PAUD yang memadai di seluruh daerah tanpa kecuali. Selain itu diperlukan juga solusi di bidang manajemen pendidikan untuk PAUD yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi golongan menengah ke bawah.Berdasarkan hasil pra-survey yang dilakukan pada beberapa institusi PAUD di kota Cirebon mengindikasikan bahwa pengelolaan manajemennya masih didasarkan atas keinginan atau motivasi yang kuat untuk mendirikan PAUD dan bukan dengan landasan keilmuan manajemen pendidikan. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti model manajemen pendidikan anak usia dini untuk meningkatkan mutu pembelajarannya. Identifikasi MasalahPermasalahan penerapan suatu model pengelolaan/manajemen suatu institusi pendidikan pada dasarnya memiliki kaitan yang erat dengan kualitas pengembangan model manejemen itu sendiri.Artinya, jika suatu desain model manajemen pendidikan sebelumnya dikembangkan secara baik dan dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, maka akan memiliki peluang besar dapat dilaksanakan secara maksimal. Namun demikian, suatu desain model manajemen pendidikan, betapa pun telah dirancang secara cermat dan bertahap melalui tahap ujicoba, tidak jarang menemui hambatan/kendala dalam aplikasi di lapangannya (Samsudi, 2006: 12).Dapat dikatakan lebih jauh, suatu model manajemen pendidikan masih berupa konseptual, dan oleh karenanya harus dioperasikan secara nyata di lapangan, dalam situasi dan kondisi pendidikan praktis.Suatu model manajemen tentu memiliki karakteristiknya sendiri dan karena itu perlu diimplementasikan sesuai dengan tuntutan ciri khas institusi pendidikannya, disamping diadaptasikan secara kreatif terhadap perubahan masyarakat yang berlangsung cepat karena ditunjang kemajuan dalam dunia telekomunikasi (jaringan internet).Sesuai dengan uraian pada latar belakang masalah, maka penelitian ini memfokuskan pada permasalahan pengembangan model manajemen/pengelolaan pendidikan anak usia dini yang sesuai untuk daerah Indonesia, khususnya Cirebon. Pengembangan model tersebut diarahkan kepada pencapaian mutu layanan PAUD yang memadai, khususnya bagi kalangan keluarga menengah ke bawah.Layanan PAUD yang bermutu tercermin pada berkualitasnya pembelajaran yang terjadi di lembaga tersebut.Pembelajaran memiliki arti kegiatan di mana seseorang atau sekelompok orang dengan sengaja dikondisikan/dikendalikan dengan maksud agar dapat menunjukkan tingkah laku atau berreaksi terhadap kondisi tertentu. Hartati (2005), memandang pembelajaran anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, orang tua, atau orang dewasa lainnya, dalam suatu lingkungan, untuk mencapai tugas perkembangan. Interaksi yang dibangun tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hal ini disebabkan interaksi tersebut mencerminkan suatu hubungan di antara anak, akan memperoleh pengalaman yang bermakna, sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan lancar. Menurut Vigotsky, bahan pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain.Menurut Sudjana (1987), pembelajaran adalah penyiapan suatu kondisi agar terjadinya belajar. pembelajaran adalah upaya logis yang didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan belajar anak. Pembelajaran sangat bergantung kepada pemahaman guru tentang hakikat anak sebagai peserta atau sasaran belajar. Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja, akan tetapi juga sistem pembelajaran. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah, belajar di luar halaman dan belajar di lingkungan tempat anak tinggal. Dengan demikian, diharapkan anak mampu berkembang dengan baik karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan.Model manajemen pendidikan anak usia dini yang akan dikembangkan dalam penelitian ini berorientasi pada peningkatan mutu pembelajaran. Ini berarti keberhasilan pengembangan model ini bergantung atau dapat diukur dari mutu pembelajaran yang dihasilkan.Secara empirik terdapat tiga kategori yang dapat mempengaruhi keberhasilan penerapan suatu program atau model pendidikan (Samsudi, 2006: 14). Pertama, tentang karakteristik program itu sendiri, yang meliputi: (1) kebutuhan (need), untuk mendapat respon dan dukungan, suatu program pada dasarnya harus berangkat dari kebutuhan, baik dalam skala siswa, guru, sekolah, maupun masyarakat; (2) kejelasan (clarity), yang mengandung maksud kejelasan dalam arti/substansi dan tujuannya (means and ends); (3) tingkat kompleksitas (complexity), yang berarti tingkat kemudahan atau sulitnya suatu program untuk diterapkan di lapangan; (4) mutu dan keterterapan (quality and practicality), yaitu apakah program tersebut memang berkualitas khususnya jika dibandingkan dengan program sebelumnya serta tingkat keterterapan/kebermanfaatannya di lapangan/masyarakat. Kategori kedua ialah karakteristik lokal (local characteristics), yang meliputi: (1) lingkungan sekolah (school district), terutama berkaitan dengan kondisi, fasilitas, dan perlengkapan pendukung di sekolah; (2) masyarakat (community), yaitu dukungan masyarakat sekitar; (3) kepala sekolah (principal) terutama berkaitan dengan sistem manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah; (4) guru dan siswa, yaitu respon mereka dalam bentuk usaha untuk memahami program, serta dukungan dan partisipasi guru dalam penerapan program. Kategori ketiga, faktor-faktor eksternal, yaitu bentuk-bentuk dukungan dari pemerintah maupun dukungan lembaga-lembaga swasta yang peduli dengan penerapan suatu program/model pendidikan.Jika program tersebut sebagai sebuah model manajemen PAUD, maka keterkaitannya dapat digambarkan seperti bagan 1.1 di bawah ini.Karakteristik Program (Model Manajemen)NeedClarityComplexityQuality & Practicality Karakteristik LokalDistrictCommunityPrincipalTeacher & StudentFaktor EksternalGovernment & other agenciesHasil PembelajaranKompetensi LulusanPenyelenggaraanModel Manajemen PAUDKarakteristik Program (Model Manajemen)NeedClarityComplexityQuality & Practicality Bagan 1.1.Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Model Manajemen Pendidikan (Samsudi, 2006; Fullan 1991)Untuk memperoleh hasil yang optimal, penyelenggaraan model manajemen PAUD perlu dirancang dan dikembangkan berdasarkan model dan pendekatan tertentu, sehingga memiliki landasan yang jelas baik secara konseptual maupun operasional. Berkenaan dengan permasalahan yang telah dijelaskan tersebut, maka masalah pokok dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Model manajemen seperti apakaha yang sesuai dengan situasi dan kondisi lembaga PAUD?.Cakupan penelitian ini berfokus pada pengembangan model manajemen PAUD yang mampu meningkatkan hasil belajar anak/siswa, serta mudah dilaksanakan oleh para pengelola PAUD.Pembatasan MasalahUntuk memberikan batasan terhadap lingkup permasalahan yang menjadi objek penelitian, maka masalah penelitian ini dibatasi dalam konteks model manajemen PAUD untuk meningkatkan mutu pembelajaran (hasil belajar), dengan rumusan sebagai berikut:Model manajemen pendidikan adalah suatu desain strategi penyelenggaraan dan pengelolaan suatu lembaga pendidikan, yang meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi usaha pendidikan agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan;Lembaga pendidikan anak usia dini adalah institusi yang memberikan layanan pengasuhan, pendidikan dan pengembangan bagi anak yang berumur nol sampai enam tahun baik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahmaupun non pemerintah.Mutu pembelajaran merupakan kemampuan yang dimiliki oleh sekolah dalam menyenggarakan pembelajaran secara efektif dan efisien, sehingga menghasilkan manfaat yang bernilai bagi pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditentukan.Rumusan Masalah Berdasarkan masalah pokok penelitian yang telah diuraikan di atas, maka disusunlah sub-sub masalah yang menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: Manajemen atau pengelolaan PAUD seperti apakah yang saat ini dilaksanakan oleh para pengelola PAUD di kota Cirebon?. Sub masalah tersebut mencakup pertanyaan penelitian sebagai berikut: (a) Seperti apakah proses kegiatan perencanaan program PAUD di kota Cirebon saat ini?; (b) Seperti apakah proses pelaksanaan kegiatan program PAUD di kota Cirebon?; (c) Seperti apakah proses kegiatan evaluasi program PAUD di kota Cirebon?. (d) Seperti apakah bentuk dukungan para orang tua siswa/anak dan masyarakat sekitar terhadap penyelenggaraan layanan PAUD di kota Cirebon?; (e) Bagaimanakah tingkat pencapaian kompetensi siswa PAUD di kota Cirebon saat ini?;Desain model manajemen PAUD seperti apakah yang cocok diterapkan untuk lingkungan Indonesia, khususnya di wilayah kota Cirebon?. Sub masalah tersebut mencakup pertanyaan penelitian sebagai berikut: (a) Desain sub model perencanaan program PAUD apakah yang cocok untuk lingkungan Indonesia, khususnya di wilayah kota Cirebon?; (b) Desain sub model pelaksanaan program PAUD apakah yang cocok untuk lingkungan Indonesia, khususnya di wilayah kota Cirebon?; (c) Desain sub model evaluasi program PAUD apakah yang cocok untuk lingkungan Indonesia, khususnya di wilayah kota Cirebon?;Bagaimanakah tingkat keterterapan desain model manajemen PAUD yang dihasilkan?. Tingkat keterterapan desain model tersebut dilihat dari aspek: (a) peningkatan mutu pembelajan di kelas; (b) dukungan dari para pengelola dan guru, khususnya dalam menyusun rencana pengelolaan lembaga PAUD, pelaksanaan rencana tersebut, dan evaluasi terhadap kegiatan pelaksanaannya; (c) substansi isi dan fleksibilitas struktur desain model; (d) keselarasan dengan dukungan sarana dan prasarana; dan (e) potensi dukungan stakeholder; danBagaimanakah dampak penerapan model manajemen PAUD yang dihasilkan dilihat dari aspek: (a) peningkatan mutu pembelajaran di kelas; dan (b) tingkat dukungan dari para pengelola dan guru terhadap substansi isi dan fleksibilitas struktur desain model. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menemukan model pembelajaran PAUD yang cocok untuk lingkungan Indonesia, khususnya di wilayah kota Cirebon. Namun demikian, tujuan lebih rinci penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:Menemukan gambaran (deskripsi) tentang manajemen/pengelolaan layanan PAUD yang saat ini dilaksanakan di kota Cirebon, yang mencakup gambaran tentang: (a) bentuk kegiatan perencanaan program PAUD di kota Cirebon saat ini; (2) bentuk pelaksanaan kegiatan program PAUD di kota Cirebon; (3) bentuk kegiatan evaluasi program PAUD di kota Cirebon?. (4) bentuk dukungan para orang tua siswa/anak dan masyarakat sekitar terhadap penyelenggaraan layanan PAUD di kota Cirebon?; (5) tingkat pencapaian kompetensi siswa PAUD di kota Cirebon saat ini;Menghasilkan desain model manajemen PAUD yang sesuai diterapkan oleh para pengelola dan guru, mencakup: (a) desain model perencanaan kegiatan PAUD; (b) desain model pelaksanaan kegiatan PAUD; (c) desain model evaluasi kegiatan PAUD;Menemukan gambaran tentang tingkat keterterapan model manajemen yang dihasilkan dilihat dari aspek: (a) peningkatan mutu pembelajan di kelas; (b) dukungan dari para pengelola dan guru, khususnya dalam menyusun rencana pengelolaan lembaga PAUD, pelaksanaan rencana tersebut, dan evaluasi terhadap kegiatan pelaksanaannya; (c) substansi isi dan fleksibilitas struktur desain model; (d) keselarasan dengan dukungan sarana dan prasarana; dan (e) potensi dukungan stakeholder; danMenemukan gambaran tentang dampak penerapan model manajemen PAUD terhadap aspek: (a) peningkatan mutu pembelajaran di kelas; dan (b) tingkat dukungan dari para pengelola dan guru terhadap substansi isi dan fleksibilitas struktur desain model.Manfaat Penelitian Manfaat TeoritisPenelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam aspek teoritis (keilmuan) yaitu bagi perkembangan Ilmu Manajemen Pendidikan, khususnya dalam bidang aplikasi model manajemen/pengelolaan lembaga PAUD, melalui pendekatan serta metode-metode yang digunakan terutama dalam upaya menggali pendekatan-pendekatan baru dalam aspek manajemen kelembagaan institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya mutu layanan PAUD.Manfaat PraktisPenelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan dalam merencanakan, melaksanakan, menempatkan, dan melakukan pengawasan serta mengevaluasi praktek manajemen/pengelolaan lembaga PAUD. Hasil Penelitian ini diharapkan juga sebagai informasi atau acuan dan sekaligus memberikan rangsangan dalam melakukan penelitian khususnya dalam bidang penerapan dan pengembangan model manajemen kelembagaan PAUD di Indonesia. BAB IIMANAJEMEN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARANKajian Mutu PembelajaranPendidikan dianggap sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan kualitas sumber daya insani untuk pembangunan suatu bangsa. Seringkali kebesaran suatu bangsa diukur dari sejauhmana masyarakatnya mengenyam pendidikan.Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat, maka semakin majulah bangsa tersebut. Kualitas pendidikan tidak saja dilihat dari kemegahan fasilitas pendidikan yang dimiliki, tetapi sejauh mana output (lulusan) suatu lembaga pendidikan dapat aktif berperan serta dalam membangun masyarakat sekitarnya.Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dilakukan dalam tiga jalur, yaitu jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat 10, 11, 12, dan 13 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara terstruktur (dalam arti memiliki kurikulum dan sistem pengelolaan yang sistematis) adalah pendidikan yang diselenggarakan pada jalur formal dan non-formal.Jalur formal ini sering disebut sebagai pendidikan persekolahan.Pada hakikatnya, pendidikan yang menyumbang terhadap pembangunan bangsa adalah pendidikan pada tiga jalur tersebut.Ketiga jalur tersebut merupakan trilogi pendidikan yang secara sinergis membangun bangsa melalui pembangunan sumber daya insani dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi terampil, dan dari terampil menjadi ahli.Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan bangsa tentu bukan hanya sekedar penyelenggaraan pendidikan, tetapi pendidikan yang bermutu, baik dari sisi input, proses, output, maupun outcome. Input pendidikan yang bermutu adalah guru-guru yang bermutu, peserta didik yang bermutu, kurikulum yang bermutu, fasilitas yang mencukupi, dan berbagai aspek penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Proses pendidikanyang bermutu terletak pada proses pembelajaran yang bermutu. Output pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang memiliki kompetensi yang disyaratkan.Dan outcome pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang mampu melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, memuaskan harapan para orang tua, atau terserap pada dunia usaha atau industri.Mengapa pendidikan harus bermutu?.Pendidikan saat ini, dalam hal ini pendidikan persekolahan, dihadapkan pada berbagai tantangan baik nasional maupun internasional.Tantangan nasional muncul dari dunia ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan.Pembangunan ekonomi sampai saat ini masih belum beranjak dari dunia krisis semenjak tahun 1997/1998.Bahkan perkembangan ekonomi pada level bawah (ekonomi kerakyatan) masih dalam kondisi stagnan kalau tidak dikatan mundur.Sosial kemasyarakatan bangsa ini seperti ada yang salah, dimana kerusuhan, konflik antar daerah, pencurian, perkelahian, tawuran, dan berbagai kondisi negatif kemasyarakatan lainnya semakin meningkat dari tahun ke tahun.Perkembangan budaya global saat ini malah mengikis berbagai budaya asli bangsa, khususnya budaya daerah.Kondisi nasional tersebut menantang dunia pendidikan untuk dapat menghasilkan lulusan yang mampu memecahkan dan membawa Indonesia pada bangsa yang maju dan beradab.Tantangan dunia internasional menujukkan bahwa Indonesia saat ini akan menghadapi berbagai persaingan global, seiring dengan berlangsungnya globalisasi, khususunya dalam perdagangan (ekonomi). Globalisasi menghantarkan pada perubahan lingkungan strategis bangsa di mata bangsa-bangsa lainnya di dunia ini.Selain globalisasi, perkembangan teknologi informasi juga menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Perubaha lingkungan strategis pada tataran global tersebut tercermin pada pembentukan forum-forum seperti WTO, APEC, NAFTA, G-20, OPEC yang merupakan usaha untuk menyongsong perdagangan bebas dimana pasti akan berlangsung tingkat persaingan yang amat ketat.Pemecahan masalah nasional dan pemenangan persaingan global ini menuntut dimilikinya sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya dengan dilandasi akhlak mulia. Pembangunan bangsa yang seimbang antara jasmani dan rohani akan memberikan kemajuan yang pesat, sebagaimana disuratkan dalam Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Jawaban untuk tantangan nasional dan internasional adalah pendidikan yang bermutu.Pendidikan yang bermutu merupakan kunci untuk membangun manusia yang kompeten dan beradab.Dewasa ini, dunia kita ditandai oleh perubahan-perubahan yang sangat cepat dan bersifat global.Hal itu diakibatkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang komunikasi.Perkembangan dalam bidang ini telah mengakibatkan revolusi informasi.Sejumlah besar infromasi, hampir mengenai semua bidang kehidupan dari semua tempat.Semua aspek dan kegiatan telah terjhimpun, terolah, tersimpan, dan tersebarkan.Secara terbuka, setiap saat informasi tersebut dapat diakses, dibaca serta disaksikan oleh setiap orang, terutama melalui internet, media cetak, dan televisi.Revolusi informasi telah mengakibatkan dunia menjadi semakin terbuka, menghilangkan batas-batas geografis, administratif-yuridis, politis, dan sosial-budaya. Masyarakat global, masyarakat teknologis, ataupun masyarakat informasi yang bersifat terbuka, berubah sangat cepat dalam memmberikan tuntutan, tantangan, bahkan ancaman-ancaman baru. Pada abad sekarang ini, manusia-manusia dituntut berusaha tahu banyak (doing much), mencapai keunggulan (being exellence), menjalin hubugan dan kerja sama dengan orang lain (being sociable), serta berusaha memegang teguh nilai-nilai moral (being morally) (Sukmadinata, 2008: 5). Manusia-manusia unggul, bermoral, dan pekerja keras inilah yang menjadi tuntutan dari masyarakat global. Manusia-manusia seperti ini akan mampu berkompetisi, bukan saja dengan sesama warga dalam suatu daerah, wilayah, ataupun negara, melainkan juga dengan warga negara dan bangsa lainnya.Permasalahan Mutu PendidikanProgram mutu sebenarnya berasal dari dunia bisnis. Dalam dunia bisnis, baik yang bersifat produksi maupun jasa, program mutu merupakan program utama sebab kelanggengan dan kemajuan usaha sangat ditentukan oleh mutu sesuai dengan permintaan dan tuntutan pengguna. Permintaan dan tuntutan pengguna terhadap produk dan jasa layanan terus berubah dan berkembang.Sejalan dengan hal itu, mutu produk dan jasa layanan yang diberikan harus selalu ditingkatkan.Dewasa ini, mutu bukan hanya menjadi masalah dan kepedulian dalam bidang bisnis, melainkan juga dalam bidang-bidang lainnya, seperti pemerintahan, layanan sosial, pendidikan, bahkan bidang keamanan dan ketertiban sekalipun.Banyak masalah mutu yang dihadapi dalam dunia pendidikan, seperti mutu lulusan, mutu pengajaran, bimbingan dan latihan dari guru, serta mutu profesionalisme dan kinerja guru. Mutu-mutu tersebut terkait dengan mutu manajerial para pimpinan pendidikan, keterbatasan dana, sarana dan prasarana, fasilitas pendidikan, media, sumber belajar, alat dan bahan latihan, iklim sekolah, lingkungan pendidikan serta dukungan dari pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan. Semua kelemahan mutu dari komponen-komponen pendidikan tersebut berujung pada rendahnya mutu lulusan.Mutu lulusan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti lulusan yang tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan studinya pada jenjang yang lebih tinggi, tidak dapat bekerja/tidak diterima di dunia kerja, diterima bekerja tapi tidak berprestasi, tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat, dan tidak produktif. Lulusan yang tidak produktif akan menjadi beban masyarakat, menambah biaya kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, serta memungkinkan menjadi warga yang tersisih dari masyarakat. Konsep PembelajaranKegiatan belajar pada hakekatnya adalah menunjuk pada keaktifan mental, meskipun untuk maksud ini dalam banyak hal dipersayaratkan keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk seperti keaktifan siswa secar fisk maupun mental. Jadi kegitan belajar bukan hanya bermaksud agar siswa melakukan berbagai hal atau kegiatan yang asal-asalan saja.Melainkan yang diutamakan adalah kegiatan-kegiatan belajar yang melibatkan mental dan fisik secara optimal.Pada dasarnya setiap kegiatan belajar perlu melibatkan persiapan mental, termasuk kegiatan belajar yang banyak menggunakan kemampuan motorik siswa.Kegiatan pelibatan fisik itu tidak semata-mata yang utama melainkan pelibatan mentalpun menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan.Persoalannya hanya pada porsi atau bobotnya, mana yang lebih banyak menggunakan keaktifan fisik (motorik) dan keaktifan mental. Hal ini sangat tergantung pada sifat materi yang dipelajari dan tujuan yang akan dicapai.Kegiatan belajar yang menggunakan keaktifan mental tetap saja memerlukan keaktifan fisik siswa yang bersangkutan.Kesimpulannya bawa pelibatan keaktifan fisik dan mental perlu seimbang.Proses pembelajaran yang semata-mata hanya berpusat pada keaktifan guru, pada umunya terjadi proses yang bersifat penyajian atau penyampaian isi bahan pelajaran. Dalam praktek semacam ini, kegiatan pembelajaran ada pada pihak guru; sedangkan siswa ddiknya hanya menerima materi pelajran bersifat pasif. Sebaliknya kegiatan pembelajaran yang semata-mata berpusat pada siswa pun tidak baik, karena siswa tidak akan memahami maksud materi pelajaran tanpa keaktifa sang guru dalam menjelaskan materi pelajaran. Bila disimak secara lebih dalam, sasaran pembelajaran adalah terjadinya proses belajar pada siswa. Oleh karena itu keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sangat diperlukan dalam rangka menggapai keberhasilan.Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa: Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berdasarkan konsep tersebut, dalam kata pembelajaran terkandung dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar.Kegiatan yang berkaitan dengan upaya membelajarkan siswa agar berkembang potensi intelektual yang ada pada dirinya.Ini berarti bahwa pembelajaran menuntut terjadinya komunikasi antara dua arah atau dua pihak yaitu pihak yang mengajar yaitu guru sebagai pendidik dengan pihak yang belajar yaitu siswa sebagai peserta didik.Senada dengan pengertian pembelajaran di atas, E. Mulyasa (2002:100) mengemukakan bahwa: Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Sementara Daeng Sudirwo (2002:31) juga berpendapat bahwa: pembelajaran merupakan interaksi belajar mengajar dalam suasana interaktif yang terarah pada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Kegiatan pembelajaran adalah suatu konsep dalam mengembangkan keaktifan proses pembelajaran, baik keaktifan guru maupun keaktifan siswa dalam belajar. Sedangkan sebagai suatu pendekatan kegitan pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru dengan dimulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.Pendekatan-pendekatan pembelajaran yang perlu diterapkan oleh para guru hendaknya juga menggunakan metode, strategi, dan teknik atau pelibatan susmber dan alat-alat pembelajaran.Unsur-unsur PembelajaranSebagaimana yang telah ditetapkan, dalam Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 dinyatakan bahwa: Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Pendidikan berkualitas akan terwujud manakala proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas mampu mengembangkan potensi peserta didik secara maksimal serta melahirkan manusia yang beriman an bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dengan kata lain melalui pembelajaran di kelas guru dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa sehingga dapat bermanfaat untuk kehidupan di masa depannya.Inti dari proses pendidikan di sekolah adalah terjadinya proses pembelajaran di kelas. Efektivitas belajar akan sangat menentukan kualitas hasil belajar siswa. Oleh karena itu proses belajar seharusnya mendapat perhatian utama dari seluruh komponen pendidikan terutama dari guru sebagai pendidik.Proses pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif tanpa adanya usaha dari guru dengan menciptakan kondisi belajar yang kondusif. Terhadap tiga hal yang harus dilakukan guru dalam menciptakan suasana belajar yang efektif. Ketiga hal tersebut antara lain: (1) membangun motivasi siswa; (2) melibatkan siswa dalam proses pembelajaran; (3) menarik minat dan perhatian siswa.Menurut pandangan modern, efektivitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh pola komunikasi yang multi arah. Komunikasi terjadi bukan hanya antara guru dengan siswa, tetapi juga terjadi antara siswa dengan siswa. Arief Sukandi (2006: 45), menyebutkan komunikasi yang seperti ini disebut multi traffic (multi traffic communication). Pola komunikasi ini memungkinkan aktivitas pembelajaran tidak hanya terpusat pada guru tetapi terjadi secara merata, antara guru dan siswa sama-sama aktif berfikir dan bekerja antara guru dan siswa terjadi pertukaran (sharing) pengetahuan dan pengalaman sehingga proses pembelajaran lebih bermakna.Dalam menciptakan pola komunikasi multi traffic itu,guru harus memiliki beberapa keterampilan sebagai berikut : (1) Memiliki keterampilan bertanya yang meliputi : pertanyaan menggiring, pertanyaan untuk merangsang siswa berfikir dan mengemukakan gagasan, pertanyaan mengarahkan,dan pertanyaan yang bersifat mengendalikan arus komunikasi; (2) Memiliki keterampilan memberikan reward dan bentuk-bentuk penghargaan atas pendapat, gagasan dan pertanyaan siswa; (3) terampil dalam memilih dan mempergunakan metode dan media pembelajaran yang mendukung terjadinya pola komunikasi multi traffic; (4) memiliki keterampilan memilih dan menyampaikanpermasalahan yang dapat merangsang siswa mau berfikir dan melibatkan emosi dalam pembelajaran; (5) memahami dan mampu menerapkan pola pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif dengan segenap metode dan media yang mendukungnya.Selain dengan cara-cara tersbut, keterlibatan siswa dalam proses belajar dapat dirangsang dengan cara seperti : (1) Memberikan kemerdekaan kepada siswa untuk mengemukakan ide, gagasan, pendapat, komentar, saran dan kritik yang membangun; (2) Menciptakan suasana belajar mengajar yang terbuka (fair) dalam batas-batas yang wajar dan etis; (3) Memberikan penghargaan atas keterlibatan siswa dalam pembelajaran dengan cara memberikan nilai tambah; (4) Membangun rasa percaya diri siswa di hadapan teman-temannya; (5) Mengurangi dominasi guru dalam proses pembelajaran.Disamping motivasi dan komunikasi, minat dan perhatian siswa untuk belajar merupakan aspek penting lainnya dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang efektif.Minat dan perhatian siswa merupakan salah satu faktor yang mendukung terhadap keberhasilan mereka dalam belajar.Semakin tinggi minat dan perhatian siswa untuk belajar, semakin baik hasil yang dicapai, demikian pula sebaliknya semakin rendah minat dan perhatian siswa dalam belajar, semakin rendah hasil belajar yang dicapainya.Pendidikan yang berkualitas akan terwujud manakala proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas maupun mengembangkan potensi peserta didik secara maksinal serta melahirkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis sertabertanggungjawab. Dengan kata lain melalui penbelajaran di kelas guru dapat mengembangkan pegetahuan, keterampilan, dan sikap siswa sehingga dapat bermanfaat untuk kehidupan di masa depannya.Berdasarkan uraian diatas, mutu pembelajaran secara umum dan khususnya dalam penelitian ini dilihat berdasarkan : (1) Kualitas proses pembelajaran dengan indikator : (a) interaksi belajar siswa, (b) kreativitas belajar siswa dan (c) pengalaman belajar yang bervariasi; (2) Kualitas hasil belajar siswa, dengan indikator (a) prestasi akademik yang dicapai siswa, (b) sikap perilaku keseharian siswa dan (c) kemandirian siswa. Jika aspek tersebut dimiliki setiap siswa dengan tingkat pencapaian yang tinggi, maka kualitas hasil belajar siswa dikatagorikan bagus karena dianggap telah memenuhi tujuan pendidikan nasional dan harapan masyarakat selaku pelanggan pendidikan.Sebaliknya jika tingkat pencapaiannya rendah, maka kualitas belajar siswa dikatagorikan rendah (buruk).Pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan dan sikap serta yang membuat peserta didik senang (Dick dan Raiser, 1989). Sedangkan Dunne dan Wright (1996) berpendapat bahwa pembelajaran efektif memudahkan murid belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, cara hidup serasi dengan sesama atau sesuatu hasil belajar dengan mudah, antusias dan menyenangkan, serta dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan yang diharapkan.Banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran. Diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.Faktor guruGuru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu proses pembelajaran. Tanpa guru bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan. Guru dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarinya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian, efektivitas proses pembelajaran terletak di pundak guru. Oleh karena itu keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.Menurut Dunkin (1974), (dalam Wina Sanjaya, 2008: 53) ada sejumlah aspek yang mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu teacher formative experience, teacher training experience, dan teacher properties. Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka.Yang termasuk ke dalam aspek ini diantaranya meliputi tempat aspek asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya dan adat istiadat, keadaan keluarga dari mana guru itu berasal.Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan dan lain sebagainya.Teacher properties, segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik kemapuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk di dalamnya kemampuan dalam merencanakan dan mengevaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi pembelajaran. Selain latar guru seperti diatas, pandangan guru terhadap mata pelajaran yang dikerjakan juga dapat pula mempengaruhi proses pembelajaran.Faktor siswaSiswa adalah organisasi yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek luar belakang siswa yang menurut Dunkin disebut pupil formative experiences dan faktor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties).Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran,tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa dari keluarga yang bagaimana siswa berasal,dan lain-lain, sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokkan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Siswa yang berkemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian dankeseriusan dalam mengikuti pelajaran.Sebaliknya siswa yang tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran, termasuk menyelesaikan tugas. Perbedaan-perbedaan semacam itu menunutut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau pengelompokkan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar.Faktor Sarana dan PrasaranaSarana adalah segala yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pembelajaran, perlengkapan sekolah dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran; dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponon penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.Kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru dalam mengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Jika mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien; sedangkan manakala belajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Dengan demikian,ketersediaan sarana yang lengkap memungkinkan guru memiliki berbagai pilihan yang dapat digunakan untuk melaksanakan mengajarnya.Kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan pilihan pada siswa untuk belajar. Kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan siswa menentukan pilihan dalam belajar.Faktor LingkunganDilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosialpsikologis. Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial-psokologis. Maksudnya keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal atau eksternal.Iklim sosial-psikologis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah.Iklim sosial-psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan anatara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat dan lain sebagainya.Sekolah yang mempunyai hubungan yang baik secara internal, yang ditunjukkan oleh kerjasama antar guru, saling menghargai dan saling membantu, maka memungkinkan iklim belajar menjadi sejuk dan tenang sehingga akan berdampak pada motivasi belajar siswa, sebaliknya manakala hubungan tidak harmonis, iklim belajar akan penuh dengan ketegangan dan ketidaknyamanan sehingga akan mempengaruhi psikologis siswa dalam belajar. Demikian halnya dengan sekolah yang memiliki hubungan yang baik dengan lembaga-lembaga luar akan menambah kelancaran program-program sekolah, sehingga upaya-upaya sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran akan mendapat dukungan dari pihak lain.Kadar atau tinggi rendahnya kegiatan pembelajaran dapat diketahui dari unsur-unsurnya, seperti gekjala-gejala yang nampak, baik pada tingkah laku siswa ataupun para guru di dalam kegitannya dalam proses pembelajran. Unsur-unsur kegiatan belajar yang dimaksud adalah:Adanya prakarsa siswa dalam kegiatan pembelajaran, yang ditunjukan dengankeberanian dengan memebrikan turunan pendapat secara eksplisit ketika diminta misalnya dalam diskusi, mengemukakan usul dan saran dalam penetapan tujuan, atau cara kerja kegiatan belajar, kesdiaan mencari lat dan sumber lainnya.Keterlibatan mental siswa dalam prose pembelajaran yang selalu diikutinya setiap hari, yang ditunjukan dengan pengikatan diri pada tugas kegiatan baik secara intelektual maupun secar emosional yang dapat diamati melalui bentukaplikasi, pengemabngan pemikiran siswa melalui tugas, serta komitmenya untuk menyelesaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya.Peranan guru yang lebih banyak sebagai fasilitator merupakan sisi lain dari kadar tinggi rendahnya prakarsa dan tanggungjawab siswa dalam kegitan belajarnya. Aspek ini penting untuk ditonjolkan secara eksplisit karena banyak para guru yang cenderung bersikap dan berbuat serba mau menentukan dan serba mau mengarahkan, yang kemudiaan mewujudkan diri sebagai keotoriteran yang melebihi kebutuhan dan sesuai dengan hakekat pendidikanitu sendiri.Siswa belajar dengan pengalaman langsung merupakan indikator lain dari kadar belajar. Dalam mengajar dengan pengalaman langsung. Konsep dan prinsip diperkenalkan melalui penghayatan (merasakan, meraba), mengoperasikan, mengalami sendiri. Selain dilkukan kristalisasi verbal, baiksecara induktif maupun deduktif.Kekayaan variasi dan bentuk kegiatan pembelajaran merupakan unsur lain dari kegitan pembelajaran. Artinya, karena tujuan-tujuan yang ingin dicapai bervariasi mulai dari dari pengajaran sampai efek pengiring. Di samping karena perbedaan siswa, maka sebagai akibatnya bentuk dan alat kegiatan dalam pembelajaran akan semakin tinggi juga. Pada gilirannya prakarsa dan tanggung jawab siswa di dalam kegiatan pembelajaran akan mengikat pula,akibatnya perwujudan hakekat pendidikan akan semakin nampak.Kualitas interaksi belajar antara siswa berlangsung, baik secar intelektual maupun secara emosional, sehingga meningkatkan peluang pembentukan kepribadiaan seutuhnya terutama yang berkaitan dengan kemauan dankemampuan kerja sama. Di dalam memecahkan masalah baik yang berkenaandengan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.Mutu PembelajaranPendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem menurut Syafaruddin dan Nasution (2005:41) adalah: seperangkat komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Hal senada juga diungkapkan oleh Salisbury (1996:22) bahwa: Sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja sama sebagai satu kesatuan fungsi. Kualitas dan sifat dasar dari setiap bagian dapat dilihat dalam hubungannya dengan keseluruhan sistem.Setiap bagian hanya dapat dipahami dengan memperhatikan pada bagaimana bagian itu berfungsi dalam hubungan ke dalam kebulatan suatu sistem. Sementara Johnson, dkk (1973:4) mengemukakan definisi sistem sebagai: suatu susunan elemen-elemen yang saling berhubungan.Kesimpulan yang dapat diambil dari para ahli di atas, adalah bahwa sistem dibentuk oleh komponen-komponen tertentu. Komponen-komponen ini saling berinteraksi, berketergantungan atau berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu agar tujuan organisasi tercapai dengan baik, maka komponenkomponen sistem ini harus bekerja dengan baik pula.Syafaruddin dan Nasution (2005:43) mengemukakan bahwa: proses suatu sistem dimulai dari input (masukan) kemudian diproses dengan berbagai ativitas dengan menggunakan teknik dan prosedur, dan selanjutnya menghasilkan output (keluaran), yang akan dipakai oleh masyarakat lingkungannya.Berkaitan dengan komponen-komponen yang membentuk sistem pendidikan, lebih rinci Nana Syaodih S., dkk (2006:7), mengemukakan bahwa komponen input diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) raw input, yaitu siswayang meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial-afektif dan peer group. (2) Instrumental input, meliputi kebijakan pendidikan, program pendidikan (kurikulum), personil (Kepala sekolah, guru, staf TU), sarana, fasilitas, media, dan biaya, dan (3) Environmental input, meliputi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga sosial, unit kerja. Komponen proses menurut Nana Syaodih S., dkk (2006), meliputi pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi, ekstrakulikuler, dan pengelolaan. Selanjutnya output meliputi pengetahuan, kepribadian dan performansi.Upaya dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari Undangundang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya memuat tentang standar proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas menerangkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemampuan sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulan bahwa mutu (quality) adalah sebuah filsosofis dan metodologis, tentang (ukuran ) dan tingkat baik buruk suatu benda, yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuaidengan fungsi dan penggunannya agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan.Dalam pandangan Zamroni ( 2007 : 2 ) dikatakan bahwa peningkatan mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas pembelajaran dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.Peningkatan mutu berkaitan dengan target yang harus dicapai, proses untuk mencapai dan faktor-faktor yang terkait. Dalam peningkatan mutu ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian, yakni aspek kualitas hasil dan aspek proses mencapai hasil tersebut.Teori manajemen mutu terpadu atau yang lebih dikenal dengan Total Quality Management.(TQM) akhir-akhir ini banyak diadopsi dan digunakan oleh dunia pendidikan dan teori ini dianggap sangat tepat dalam dunia pendidikan saat ini.Konsep total quality management pertama kali dikemukakan oleh Nancy Warren, seorang behavioral scientist di United States Navy (Walton dalam Bounds, et. al, 1994). Istilah ini mengandung makna every process, every job, dan every person (Lewis & Smith, 1994).Pengertian TQM dapat dibedakan menjadi dua aspek (Goetsch & davis, 1994).Aspek pertama menguraikan apa TQM. TQM didefinisikan sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan usaha yang berupaya memaksimumkan daya saing melalui penyempurnaan secara terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan organisasi.Aspek kedua menyangkut cara mencapainya dan berkaitan dengan sepuluh karakteristik TQM yang terdiri atas : (a) focus pada pelanggan (internal & eksternal), (b) berorientasi pada kualitas, (c) menggunakan pendekatan ilmiah, (d) memiliki komitmen jangka panjang, (e) kerja sama tim, (f) menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan, (g) pendidikan dan pelatihan, (h) menerapkan kebebasan yang terkendali, (i) memiliki kesatuan tujuan, (j) melibatkan dan memberdayakan karyawan.(Ety Rochaety,dkk,2005: 97).Edward Sallis ( 2006 :73 ) menyatakan bahwa Total Quality Management (TQM) Pendidikan adalah sebuah filsosofis tentang perbaikan secara terus-menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan , dan harapan para pelanggannya saat ini dan untuk masa yang akan datang.Di sisi lain, Zamroni memandang bahwa peningkatan mutu dengan model TQM, dimana sekolah menekankan pada peran kultur sekolah dalam kerangka model The Total Quality Management (TQM). Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah mencakup tiga kemampuan, yaitu : kemampuan akademik, sosial, dan moral. (Zamroni , 2007 :6 ).Menurut teori ini, mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, pembelajaran, dan realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya, baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini mempengaruhi perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu : guru, kepala sekolah, staf administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagipeningkatan mutu akan mendorong perilaku warga kearah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya kultur yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah.Mutu pembelajaran merupakan kemampuan yang dimiliki oleh sekolah dalam menyenggarakan pembelajaran secara efektif dan efisien, sehingga menghasilkan manfaat yang bernilai bagi pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Komponen-komponen peningkatan mutu pembelajaran:Penampilan GuruKomponen yang menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran adalah penampilan guru, artinya bahwa rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam melaksanakan pengajaran sangat menentukan terhadap mutu pembelajaran.Keadan tersebut dikarenakan guru merupakan salah satu pelaku dan bahwa pemeran utama dalam penyelenggaraan pembelajaran. Oleh karena itu diharapkan guru harus benar-benar memiliki kemampuan, keterampilan dan sikap seorang guru yang profesional, sehingga mampu menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran yang akan dicapai.Penguasaan Materi/KurikulumKomponen lainnya yang menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran yaitu penguasaan materi/kurikulum, artinya bahwa penguasaan materi/kurikulum sangat mutlak harus dilakukan oleh guru dalam menyelenggaran pembelajaran. Keadaan tersebut dikarenakan kurikulum/materi merupakan objek yang akan disampaikan pada peserta didik. Dengan demikian kedudukan penguasaan materi ini merupakan kunci yang menentukan keberhasilan dalam meningkatkan mutu pembelajaran.Olehkarena itu seorang guru dituntut atau ditekankan untuk menguasai materi/kurikulum sebelum melaksanakan pengajaran.Penggunaan Metode MengajarPenggunaan metode mengajar merupakan komponen dalam peningkatan mutu pembelajaran, artinya penggunaan metode mengajar yang dipakai guru dalam menerangkan di depan kelas tentunya akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Dengan menggunakan metode mengajar yang benar dan tepat, maka memungkinkan siswa lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan guru.Pendayagunaan Alat/Fasilitas PendidikanKomponen lainnya yang menentukan peningkatan mutu pembelajaran yaitu pendayagunaan alat/fasilitas pendidikan. Mutu pembelajaran akan baik apabila dalam pelaksanaan pembelajaran didukung oleh alat/fasilitas pendidikan yang tersedia. Keadaan tersebut memudahkan guru dan siswa untuk menyelenggarakan pembelajaran.Dengan demikian diharapkan pendayagunaan alat/fasilitas belajar harus memperoleh perhatian yang baik bagi sekolah dalam upayanya mendukung terhadap peningkatan mutu pembelajaran.Penyelenggaraan Pembelajaran dan EvaluasiMutu pembelajaran juga ditentukan oleh penyelenggaraan pembelajaran dan evaluasinya. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada dasarnya mutu akan dipengaruhi oleh proses. Dengan demikian guru harus mampu mengelola pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, sehingga mampu mewujudkan peningkatan mutu yang tinggi.Pelaksanaan Kegiatan Kurikuler dan EkstrakurikulerPeningkatan mutu pembelajaran pula dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, artinya bahwa mutu akan mampu ditingkatkan apabila dalam pembelajaran siswa ditambah dengan adanya kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Keadaan ini beralasan bahwa dengan diadakannya kegiatan tersebut akan menambah pengetahuan siswa di luar pengajaran inti di kelas dan tentunya hal tersebut akan lebih meningkatkan kreativitas dan kompetensi siswa.Pembelajaran yang bermutu merupakan sasaran bagi setiap sekolah sebagai lembaga penyelenggaran pendidikan. Keadaan tersebut menjadi suatu alasan bagi setiap sekolah untuk mampu membuat suatu strategi yang diharapkan akan mampu menciptakan situasi dan kondisi yang memadai hingga terwujudnya suatu pembelajaran yang benar-benar berkualitas. Adapun indikator-indikator yang menjadi ukuran atau karakteristik dari pembelajaran yang bermutu, secara garis besar bisa dilihat dari sisi input, proses dan output.Input. Mutu pembelajaran salah satunya dipengaruhi oleh input yang menjadi bahan dasar dari pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatkan mutu pembelajaran akan dipengaruhi oleh keberadaan atau kondisi dari input yang dimiliki. Oleh karena itu upaya mempersiapkan input secara optimal merupakan suatu langkah awal bagi terciptanya suatu peningkatan mutu pembelajaran. Adapun usnur-unsur yang perlu dipersiapkan oleh pihak sekolah dalam upayanya menciptakan suatu mutu pembelajaran adalah:Guru. Guru merupakan orang yang sangat strategis dalam meningkatkan mutu pembelajaran, mengingat kedudukan guru yang secara langsung berhadapan dengan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dengan demikian guru yang profesional dalam melaksanakan tugas tentu akan lebih baik untuk mewujudkan mutu pembelajaran dibandingkandengan guru yang kurang atau tidak profesional.Tujuan Pengajaran. Sementara tujuan pengajaran merupakan suatu unsur yang akan mempengaruhi terhadap mutu pembelajaran. Keadaan ini bisa dibuktikan dengan adanya kecenderungan bahwa suatu aktivitas tidak akan mampu menghasilkan suatu yang bermutu tanpa didahului dengan adanya penetapan tujuan. Oleh karena itu dalam hal ini pula pembelajaran akan mampu memiliki mutu yang baik apabila dalam pelaksanaannya memiliki tujuan yang ditetapkan, sehingga pelaksanaannya terarah baik dan ada target yang akan dicapai. Pada dasarnya mutu dari pembelajaran itu dapat dilihat dari mampu tidaknya suatu pembelajaran dalam mencapaitujuan tersebut.Peserta Didik. Peserta didik merupakan salah satu pendukung terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Peserta didik merupakan pelaku dalam penyelenggaraan pembelajaran. Oleh karena itu peserta didik harus dikondisikan untuk mampu menunjang terhadap kelancaran penyelanggaran pendidikan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa peserta didik harus dikelola dengan baik, sehingga mampu mendukungterhadap kelancaran pembelajaran.Alat/Media Pendidikan. Unsur pendukung terhadap peningkatan mutu pembelajaran adalah salah satunya alat/media pendidikan. Alat/media tersebut memiliki peranan yang sangat besar terhadap kelancaran pembelajaran. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa alat/media pendidikan harus dikelola secara baik dan dipastikan mampu mendukung terhadap penyelenggaraan pembelajaran, baik secara kualitas maupunkuantitas.Proses. Proses merupakan unsur penting yang mempengaruhi terhadap mutu pembelajaran. Dalam hal ini pembelajaran harus didukung oleh adanya interaksi yang aktif antara peserta didik dengan guru.Komunikasi yang kondusif merupakan suatu hal yang penting dalam mewujudkan peningkatan mutu pembelajaran.Output. Output pengajaran dipandang bisa melihat sampai sejauhmana mutu pembelajaran yang dimiliki oleh suatu sekolah.Oleh karena itu, maka ouput pengajaran yang menjadi ukuran mutu pembelajaran mencakup nilai prestasi dan perubahan sikap peserta didik.Meningkatkan kegiatan pembelajaran mempunyai manfaat yang besar dalam rangka pengembangan pendidikan di sekolah.Ditinjau dari tujuan dan hakekat pendidikan secara umum, pendidikan merupakan upaya untuk mengantarkan siswa menuju kearah kedewasaan dalam arti perkembangan kemampuan yang optimal.Perkembangan optimal diartikan sebagai, yaitu siswa mengemabngkan segala potensi yang ada pada dirinya sehingga dapat mencapai kepusaan diri seutuhnya, selain itu, para siswapun mempunyai kemapuan untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi dalam masyarakat.Selain itu dalam penyesuaian diri siswa juga dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada masyarakat sebagai tempat tinggalnya. Kemmapuan yang ada pada sisiwa didik tersebut akan dapat dikembangkan dengan memupuk keaktifan mental dan fisik sejak dibangku sekolah, dan diterapkan dalam kesempatan berbagai kegiatan di sekolah dan di masyarakat.Situasi dan kondisi sekolah harus kondusif bagi proses pengajaran yang bermutu. TQM menyediakan peluang bagi perbaikan mutu sekolah menuju sekolah bermutu yang intinya pembelajaran bermutu.Pembelajaran bermutu bukanlah pembelajaran yang secara khusus dirancang dan dikembangkan untuk siswa yang unggul, melainkan lebih merupakan pembelajaran yang secara metodologis maupun psikologis dapat membuat semua siswa mengalami belajar secara maksimal dengan memperhatikan kapasitasnya masing-masing.Dengan kata lain, ada tiga indikator pembelajaran bermutu. Pertama, pembelajaran dikatakan bermutu apabila dapat melayani semua siswa (bukan hanya pada sebagian siswa).Kedua, dalam pembelajaran bermutu semua anak mendapatkan pengalaman belajar semaksimal mungkin.Namun, sebagai indikator Ketiga, walaupun semua siswa mendapatkan pengalaman belajar maksimal, prosesnya sangat bervariasi bergantung pada tingkat kemampuan anak yang bersangkutan. Jadi, apabila dalam satu kelas terdapat tiga puluh lima siswa, dengan pembelajaran bermutu ketiga puluh lima siswa tersebut mengalami belajar. Mereka (tanpa terkecuali) sama-sama mendapatkan pengalaman belajar secara maksimal. Namun di antara satu siswa dengan siswa lainnya bisa jadi berbeda, baik dan sisi tingkat maksimalnya maupun proses dalam mendapatkannya, tergantung pada kemampuannya.Pembelajaran yang bermutu atau pembentukkan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran atau pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%). Lebih lanjut proses pembelajaran dikatakan berhasil dan bermutu apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangungan.Upaya Peningkatan Mutu PembelajaranPembelajaran atau pembelajaran adalah salah satu aspek yang ada dalam lingkungan sekolah.Lingkungan ini diatur dan diawasi sedemikian rupa agar kegitan belajar dapat terarah pada tujuan pendidikan.Pengawasan yang dilakukan terhadap lingkungan sekolah iti turut menentukan sejauh mana lingkungan sekolah menjadi lingkungan belajar yang baik yang dapat merangsang dan menantang kemampuan siswa dalam belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan.Kualitas dan kuantitas belajar siswa dalam proses pembelajaran tergantung pada banyaknya faktor antara siswa di dalam kelas, materi pelajaran, perlengkapan belajar, sarana umum, dan suasana di dala proses pembelajaran itu sendiri. Adapun faktor lain yang mendukung terciptanya kondisi belajar yang baikdi dalam kelas adalah adanya pembagian tugas proses pembelajaran yang memuat suatu rangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok siswa. Kegiatan pembelajaran ini akan berjalan dalam proses yang terarah dan mencapai tujuannya. Jika dalam prose pembelajaran itu tersedia bebagai fasilitas yang diperlukan sebagai perencanaan bagi guru, fasilitas itu pada umumnya bersifat fisik material dan mental psikologis. Sehubungan dengan itu, maka perencanaan guru dalam pengelolaan proses pembelajaran adalah:Perencanaan alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-kegiatanorganisasi belajar;Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas dan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan mengandung terciptanyaproses pembelajaran;Menggerakan peserta didik yang merupakan usaha memancing, membangkitkan, atau memotivasi, yang hakekat pengertian lainnya bermaknamemerintah, mengarahkan, mengaktualisasikan, dan memimpin;Supervisi dan pengawasan, yaitu usaha mengawasi dan menunjang, membantu, menugaskan, dan mengarahkan kegitan siswa dalam belajar yangsesuai dengan perencanaan yang telah direncanakan sebelumnya;Penelitian yang mengandung pengertian lebih luas dibandingkan denganpengukuran atau evaluasi pendidikan.Proses pembelajaran itu berlangsung sangat halus dan tidak terpisah sehingga tidak dapat dianalisis kedalam komponen-komponen karena proses pembelajaran merupakan keseluruhan yang tidak dapat dibagi atau dipisahkan.Berbagai upaya diusahakan untuk menganalisis proses pembelajaran ke dalam unsur-unsur komponennya. Adapaun komponen yang dimaksud adalah:Merencana, yaitu mempelajari masa yang akan datang dan menyusun rencanakerja;Mengorganisai, yaitu membuat organisasi usaha bahan dan manusia;Mengkoordinasi, menyatakan dan mengkorelasikan semua kegiatan;Mengawasi, yaitu memeriksa bahwa segala sesuatu dikerjakan sesuai denganperaturan-peraturan yang ditetapkan dan instruksi yang telah diberikan.Klarifikasi pernyataan di atas yang lebih populer, yaitu yang biasa disebut:Perencanaan;Pengorganisasian;Penetapan;Pengarahan;Pelaporan;Pengkoordinasian;Penganggaran.Tahap-tahap penglolaan kelas yang lazim dipakai, hingga kini sebagai landasan pembahasan meliputi:Perencanaan, meliputi penciptaan, penyusunan program, dan perumusankegiatan;Pengorganisasian, meliputi pemanfaatan sumber dan pembagian tugas;Mengkoordinasikan kegiatan;Pengawasan:Mengevaluasi pekerjaan dibandingkan dengan rencana,Melaporkan penyimpangan-penyimpangan koreksi dengan membuat standar-standar dan sasaran-sasarannya,Menilai pekerjaan dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan.Salah satu perencanaan kegiatan perencanaan dalam proses pembelajaranadalah membuat program pengajaran dan persipan mengajar.Langkah-langkah Peningkatan Mutu Pembelajaran di SekolahPeningkatan mutu pembelajaran dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.Pertama, pemanasan dan apersepsi.Pemanasan dan apersepsi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi pengetahuan peserta didik, memotivasi peserta didik dengan menyajikan materi yang menarik, dan mendorong mereka untuk mengetahui berbagai hal baru.Pemanasan dan apersepsi ini dapat dilakukan sebagai berikut.(1) Mulailah pembelajaran dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik, (2) Motivasi peserta didik dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bag kehidupan mereka, (3) Gerakkan peserta didik agar tertarik dan bernafsu untuk mengetahui hal-hal yang baru.Kedua, tahap eksplorasi, merupakan kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik.Hal tersebut dapat ditempuh sebagai berikut. (1) Perkenalkan materi standar dan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik; (2) Kaitkan materi standar dan kompetensi dasar yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiiki oleh peserta didik; (3) Pilihlah metode yang paling tepat, dan gunakan secara bervariasi untuk meningkatkan penerimaan peserta didik terhadap materi standar dan kompetensi baru, pengetahuan danpengalaman yang ada sebelumnya. Materi pembelajaran baru disesuaikan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada, sehingga pembelajaran harus dimulai dengan hal yang sudah dikenal dan dipahami peserta didik, kemudian guru menambahkan unsur-unsur pembelajaran dan kompetensi baru yang disesuaikan dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiliki peserta didik.Ketiga, Konsolidasi Pembelajaran. Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukkan kompetensi, dengan mengaitkan kompetensi dengan kehidupan peserta didik. Konsolidasi pembelajaran inii dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi standar dan kompetensi baru; (2) Libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pemecahan masalah (problem solving), terutama dalam masalah-masalah aktual; (3) Letakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi standar dan kompetensi baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan dalam lingkungan masyarakat; (4) Piihlah metodologi yang paling tepat sehingga materi standar dapat diproses menjadi kompetensi peserta didik.Keempat, Pembentukkan Kompetensi, Sikap, dan Perilaku yang dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Doronglah peserta didik untuk menerapkan konsep, pengertian, dan kompetensi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari; (2) Praktekkan pembelajaran secara langsung, agar peserta didik dapat membangun kompetensi, sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari; (3) Gunakan metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan kompetensi, sikap dan perilaku peserta didik.Kelima, penilaian formatif yang dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik; (2) Gunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru dalam memberikan kemudahan kepada peserta didik; (3) Pilihlah metodologi yang paling tepat sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.Dalam pembelajaran yang bermutu, peserta didik perlu dilibatkan secara aktif, karena mereka adalah pusat dari kegiatan pembelajaran dan pembentukkan kompetensi.Peserta didik harus dilibatkan dalam tanya-jawab yang terarah, dan mencari pemecahan terhadap berbagai masalah pembelajaran.Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan informasi yang diberikan oleh guru, sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Strategi seperti ini memerlukan pertukaran pikiran, diskusi, dan perdebatan, dalam rangka mencapai pengertian yang sama terhadap setiap materi. Melalui pembelajaran yang bermutu dan bermakna, kompetensi dapat diterima dan tersimpan lebih baik, karena masukotak dan membentuk kepribadian melalui proses masuk akal.Dalam metode pembelajaran yang bermutu, setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya.Materi pembelajaran baru disesuaikan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada, sehingga pembelajaran harus dimulai dengan hal yang sudah dikenal dan dipahami peserta didik, kemudian guru menambahkan unsur-unsur pembelajaran dan kompetensi baru yang disesuaikan dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiliki peserta didik.Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil.Olehnya itu, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya.Namun ternyata dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi.Sudah banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umummnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya sendiri. Di sekolah tidak sedikit pula tutor yang memberikan tekanan (pressure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, padahal setiap anak memiliki metode berbeda dalam hal menyajian pendidikan. Khusus bagi anak pra sekolah atau usia dini ada dua hal yang perlu diperhatikan pada pendidikannya, yakni materi pendidikan, dan metode pendidikan yang dipakai.1. Landasan YuridisPada pasal 26 ayat 3 UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.Dalam pasal 28 ayat 3 Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) ditegaskan bahwa: Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat.Secara umum kebijakan layanan PAUD nonformal adalah mengacu pada 3 pilar kebijakan Depdiknas yakni: pemerataan dan perluasan akses layanan PAUD, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Namun pada tahap-tahap awal pilar kebijakan yang pertama masih cukup dominan, sekalipun demikian secara simultan tetap dikaitkan dengan pilar kebijakan ke dua dan tiga (Departemen Pendidikan Nasional, 2007).Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007) Kebijakan pemerataan layanan PAUD nonformal pada dasarnya berorientasi pada pada pemberdayaan semua potensi yang ada di masyarakat, yang meliputi:Pemberdayaan semua program dan lembaga layanan anak usia dini yang telah ada di masyarakat (seperti Posyandu, BKB, TPQ, TAAM, Sekolah Minggu,dan Bina Iman).Pemberdayaan semua fasilitas (prasarana/sarana) yang ada di masyarakat (seperti: sekolah; tempat-tempat ibadah; terminal, stasiun, rumah sakit, pasar, mall; balai desa/balai kelurahan, perkantoran, puskesmas; pabrik/LembagaPAUD; dan taman lapangan).Pemberdayaan semua sumber daya manusia yang ada untuk mendukung pengembangan dan pelaksanaan PAUD secara holistik (seperti: para pakar, peneliti, praktisi; pendidik/tutor/dosen; dokter, bidan, perawat; tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda; mahasiswa, sumberdaya, orangtua, keluarga;dan wartawan, artis/seniman, musisi, penyanyi).Pemberdayaan lingkungan sekitar anak dengan segala isinya sebagai sarana bermain sambil belajar anak yang tidak ada habisnya (seperti: perabotan; tanam-tanaman, pepohonan, sayur-mayur, buah-buahan; kebun, halaman, sawah, ladang, sungai, gunung; perumahan, pertokoan, jembatan, alattransportasi; makanan dan minuman).Memberdayakan keberadaan pakar/praktisi/politisi/tokoh untuk mendukungPAUD melalui wadah Forum PAUD, Konsorsium PAUD dan HIMPAUDIOrientasi layanan PAUD yang lebih berpihak kepada keluarga kurangberuntung (miskin, terisolasi).Pemberian dana stimulan melalui pola block grant dengan sistim hibah bersaing (seperti Rintisan PAUD, dan dukungan kelembagaan)Perintisan/pengembangan PAUD Model/PAUD Unggulan/PAUD Percontohan (kerjasama dengan BPPLSP, BPKB dan SKB, Pertutoran Tinggi, LSM,Organisasi Wanita)Pemberian dukungan Alat Permainan EdukatifMenggunakan program PAUD sebagai upaya menanamkan jiwa NKRI(terutama untuk daerah-daerah konflik).2. Landasan FilosofisPendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang baik berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan (Departeman Pendidikan Nasional, 2005).Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya berbeda tetapi satu. Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun.Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya (Departeman Pendidikan Nasional, 2005).Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Melalui pendidikan yang dibangun atas dasar falsafah pancasila yang didasarkan pada semangat Bhineka Tunggal Ika diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang tahu akan hak dan kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, tolong menolong dan saling menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang bermartabat (Departeman Pendidikan Nasional, 2005).Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung (Departeman Pendidikan Nasional, 2005).3. Implikasi Filosofi Dalam Pelaksanaan PAUDSebagaimana dijelaskan dalam Naskah akademik kajian kurikulum PAUD (Departemen Pendidikan Nasional, 2007), bahwa implikasi filosofis dalam pelaksanaan PAUD meliputi:Berkaitan Dengan AnakAnak akan belajar dengan baik ketika mereka menggunakan sensori. Anak yang senang mengerjakan dan mengeksplorasi alat-alat main yang diberikan kepadanya akan cenderung mendapat hasil pembelajaran yang lebih banyak dibandingkan anak yang diam dan selalu menerima segala sesuatunya. Semua hal yang dipelajari melalui alat sensorinya akan tersimpan baik dalam ingatan jangka pendek maupun ingatan jangkapanjang.Semua anak dapat dididik. Semua anak terlahir dengan potensi bawaan masing-masing, karenanya semua anak juga dapat dididik sesuai potensi tersebut tanpa pengecualian. Setiap anak memiliki kesempatan untuk belajar dari lingkungannya dan dari orang dewasa yang ada disekelilingnya.Setiap anak harus dioptimalkan potensinya. Potensi yang dimiliki anak berbeda satu sama lain, sehingga membutuhkan pembelajaran yang berbeda pula. Pembelajaran yang diberikan harus mampu mengoptimalkan potensi yang ada agar dapat dimanfaatkan sebagaiketerampilan hidupnyaPendidikan harus dimulai sejak dini. Usia dini merupakan usia emas dimana anak dengan mudah menyerap segala informasi yang diterima melalui semua inderanya. Dengan pemikiran tersebut, maka pendidikan harus dimulai sedini mungkin bahkan ketika anak masih dalam kandungan, karena otak anak telah berkembang sejak usia kandunganempat bulan.Anak tidak dapat dipaksa belajar jika belum siap belajar. Pembelajaran akan mudah dilaksanakan jika anak telah berada pada tahap kematangan dan siap belajar. Anak yang belum siap belajar tidak akan mampu menyerap konsep yang diajarkan dengan baik. Kesiapan belajar ini berbeda antara satu anak dengan anak lainnya, walaupun dalam rentangusia yang sama.Mempersiapkan anak bagi perkembangan selanjutnya dalam belajar. Pembelajaran anak usia dini dapat dijadikan sebagai wahana mempersiapkan anak untuk menjalani tahap perkembangan selanjutnya. Apa yang dipelajari anak di usia dini diharapkan dapat dmanfaatkan bagi pembelajaran di tahap lanjut.Kegiatan pembelajaran harus menarik dan bermakna. Ciri khas yang menonjol dalam pembelajaran anak usia dini adalah pembelajaran yang menarik dan bermakna. Anak akan berminat menjalani pembelajaran jika kegiatan dibuat semenarik mungkin sehingga anak senang belajar.Ketika itu, secara otomatis pembelajaran yang dilakukan menjadi bermakna.Interaksi sosial dengan tutor dan kelompok usia penting bagi perkembangannya. Anak tidak akan mampu melakukan aktivitas sosial jika tidak pernah ada kesempatan untuk berkomunikasi dengan orang lain ataupun anak sesusianya. Bermain dapat dijadikan sarana untuk belajarinteraksi dengan orang lain.Berkaitan dengan Orang TuaKeluarga merupakan lembaga yang paling penting dalam pendidikan dan pengembangan anak. Pendidikan anak dimulai dari lingkungan terdekat dalam hal ini adalah keluarga. Keluarga mempunyai peran yang sangat besar bagi pengembangan anak baik perilaku maupun keterampilan hidup. Keluarga merupakan lembaga terpenting, karena anak lahir dalam lingkungan tersebut dan sebagian besar waktunya dihabiskan bersama keluarga.Orang tua adalah pendidik utama bagi anak. Model pertama kali yang dilihat oleh anak adalah orang tuanya, karenanya orang tua merupakan pendidik utama. Apa yang dilakukan anak sebagian besar merupakan perilaku imitasi orang tuanya. Untuk memenuhi aspek-aspek dalam perkembangan anak baik aspek fisik, kognitif, sosial emosional dan bahasa serta aspek lainnya seperti agama dan moral, kemandirian dan seni), maka perlu dilakukan berbagai prinsip yang meliputi:Berorientasi pada kebutuhan anak. Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak secara individual. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis. Pendidik dan orang tua harus dapat melihat dan membandingkan antara kemampuan yang dicapai anak pada usia tertentu dengan tingkat kemampuan yang seharusnya dicapai anak pada usia tersebut (sesuai tahap perkembangannya) sehingga dapat diketahui kesenjangannya. Kesenjangan antara kemampuan yang senyatanya dicapai anak dengan kemampuan yang seharus dicapai anak inilah yang menjadi kebutuhan anak. Sehubungan dengan hal tersebut pendidik diharapkan mampu menyediakan kegiatan-kegiatan main yang dapat meningkatkankemampuan anakBerpusat pada anak. Dalam pembelajaran anak usia dini harus berorientasi pada minat dan kebutuhan anak secara individu maupun kelompok, dimana pendidik berfungsi sebagai fasilitator. Pembelajaranyang disusun tidak sekedar memenuhi harapan tutor ataupun orang tua.Dilaksanakan dalam suasana bermain (belajar melalui bermain). Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berula