modul prategang 2-libre

63
”»„…‒»…„ ƒ“»¶· •„⁄»“‹⁄·‹ 1. KONSEP DASAR 1.1 Pendahuluan Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur, maka tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik dipikulkan kepada baja. Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur beton bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak di daerah yang mempunyai tegangan lentur, geser, atau puntir yang tinggi. Gambar 1 Retak pada struktur beton bertulang Untuk mengatasi keretakan serta berbagai keterbatasan yang lain maka dilakukan penegangan (gaya konsentris) pada struktur beton bertulang dalam arah longitudinal. Gaya konsentris bekerja dengan cara mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, yang meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang. Jika kapasitas lentur, geser, dan torsional beton meningkat, maka penampang beton elastis sehingga kapasitas

Upload: irmakikissi

Post on 04-Jun-2017

243 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

1. KONSEP DASAR

1.1 Pendahuluan

Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan

yang tinggi, tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja

adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat

tinggi. Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan

struktur, maka tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara

tegangan tarik dipikulkan kepada baja.

Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur beton

bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga

terjadi retak-retak di daerah yang mempunyai tegangan lentur, geser,

atau puntir yang tinggi.

Gambar 1 Retak pada struktur beton bertulang

Untuk mengatasi keretakan serta berbagai keterbatasan yang

lain maka dilakukan penegangan (gaya konsentris) pada struktur beton

bertulang dalam arah longitudinal. Gaya konsentris bekerja dengan

cara mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis

pada kondisi beban kerja, yang meningkatkan kapasitas lentur, geser,

dan torsional penampang. Jika kapasitas lentur, geser, dan torsional

beton meningkat, maka penampang beton elastis sehingga kapasitas

Page 2: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

tekan beton dapat dimanfaatkan secara efektif pada semua beban

bekerja.

Sistem penegangan ini mulai digunakan pada tahun 1886 saat

PH. Jackson (1886) dari Amerika Serikat membuat konstruksi pelat

atap.

Gambar 2 Struktur beton prategang pertama (Jackson, 1886)

Di Jerman, pada 1888, CEW Doehring mendapatkan hak paten

untuk penegangan pelat beton dengan kawat baja. Pada 1928, Eugene

Freyssinet, seorang insinyur Perancis, berhasil memberikan prategang

terhadap struktur beton sehingga dimungkinkan untuk membuat desain

dengan penampang yang lebih kecil untuk bentang yang relatif

panjang.

Gaya prategang P ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip

mekanika dan hubungan tegangan-regangan sebagai berikut:

1. Balok persegi panjang dengan tumpuan sederhana, diberi gaya

prategang P, sehingga balok tersebut mengalami tegangan tekan

sebesar:

� � � ��

Page 3: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Keterangan :

A = luas penampang balok (b x h)

2. Balok persegi panjang dengan tumpuan sederhana, diberi gaya

prategang P dan beban merata, sehingga timbul momen di

tengah bentang, tegangannya menjadi:

�� � � �� � ��

� � � �� � ��

Keterangan:

�t = Tegangan di serat atas

�b = Tegangan di serat bawah

Y = h/2 untuk penampang persegi panjang

I = Momen inersia bruto penampang ( 1/12 bh3)

Persamaan di atas membuktikan bahwa dengan diberi tegangan

tekan prategang, P/A, dapat mengurangi atau bahkan

menghilangkan tegangan tarik MY/I akibat beban merata.

3. Tegangan tekan akibat penjumlahan gaya prategang dan beban

merata mengakibatkan kapasitas tekan balok dalam memikul

beban luar berkurang. Oleh karena itu, maka tendon prategang

Page 4: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

diletakkan di bawah sumbu netral di tengah bentang. Sedangkan

di daerah tumpuan tendon diletakkan dengan jarak yang kecil

terhadap sumbu netral yang berarti tendon prategang diletakkan

di atas sumbu netral.

Sehingga tegangannya menjadi:

�� � � �� � ��� � ��

� � � �� � ��� � ��

Keuntungan penggunaan beton prategang adalah:

a. Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton

bertulang.

b. Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan

mengatur defleksinya.

c. Ketahanan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya

penegangan.

d. Terhindarnya retak terbuka di daerah tarik, sehingga lebih tahan

terhadap keadaan korosif.

e. Karena terbentuknya lawan lendut sebelum beban rencana

bekerja, maka lendutan akhirnya akan lebih kecil dibandingkan

dengan pada beton bertulang.

Page 5: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ����

f. Dimensi yang dihasilkan lebih kecil untuk kondisi betang dan

beban yang sama. Jadi akan mengurangi jumlah material yang

diperlukan.

g. Karena dimensi yang dihasilkan lebih kecil, maka berat sendiri

dari komponen struktur tersebut akan lebih kecil, sehingga akan

dihasilkan pula pondasi yang lebih kecil.

Kekurangan struktur beton prategang antara lain:

a. Bahan-bahan bermutu tinggi yang digunakan mempunyai harga

satuan yang lebih mahal.

b. Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesin

penarik kabel, dan lain-lain.

c. Memerlukan keahlian khusus baik dalam perencanaan maupun

pelaksanaannya.

1.2 Metode Prategang

Metode pelaksanaan beton prategang dilakukan sebelum atau

setelah beton dicetak/dicor. Kedua kondisi tersebut membedakan

sistem pratarik (pre-tension) dan pascatarik (post-tension).

1.2.1 Pratarik

Pada cara ini, tendon pertama-tama ditarik dan diangkur pada

abutmen tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan

dengan melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan

beton sudah mencapai yang disyaratkan maka tendon dipotong atau

angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik berusaha untuk

berkontraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini tidak digunakan

selongsong tendon.

Page 6: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ����

(a) Tendon Ditarik dan Diangkur

(b) Beton dicor dan dibiarkan mengering

(c) Tendon dilepas, Gaya tekan ditransfer ke beton

Gambar 3 Proses pembuatan beton prategang pratarik

Keuntungan sistem pratarik terhadap sistem pemberian

prategang yang lain adalah sebagai berikut:

1. Daya lekat bagus dan kuat terjadi antara baja prategang dan

beton pada seluruh panjangnya.

2. Kualitas yang dihasilkan baik, karena biasanya sistem pratarik

dikerjakan di pabrik.

Namun demikian bukan berarti bahwa sistem pratarik tidak dapat

dilaksanakan di lapangan. Pada sistem pratarik diperlukan konstruksi

Page 7: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

pembantu untuk menahan selama menunggu beton mengeras. Pada

saat tegangan dilepaskan perlahan-lahan pada jangkarnya, konstruksi

harus dapat bergeser pada kedudukannya untuk menghindari

terjadinya gaya dalam. Gaya prategang yang dilepaskan terlalu cepat

dapat menimbulkan beban kejut yang tidak diinginkan.

Bila kondisi permukaan baja adalah sedemikian sehingga beton

tidak melekat dengan baik, maka terjadilah slip atau geseran sehingga

gaya prategang yang cukup tidak dapat ditransfer ke beton.

Pada kondisi ini, konstruksi tidak dapat dianggap sebagai beton

prategang, dan ketahanan lenturnya jauh lebih berkurang daripada

beton bertulang biasa.

1.2.2 Pascatarik

Dengan cetakan yang sudah disediakan, beton dicor di sekeliling

selongsong (ducts). Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang

momen dari struktur. Biasanya baja tendon tetap berada di dalam

selongsong selama pengecoran. Jika beton sudah mencapai kekuatan

tertentu, tendon ditarik. Tendon bisa ditarik di satu sisi dan di sisi yang

lain diangkur. Atau tendon ditarik di dua sisi dan diangkur secara

bersamaan. Beton menjadi tertekan setelah pengangkuran.

Tendon berupa strand tidak boleh dilekatkan atau disuntik

(grouting) sebelum terjadinya prategang penuh.

(a) Beton dicor

Page 8: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

(b) Tendon ditarik dan Gaya Tekan Ditransfer

(c) Tendon Diangkur dan Digrouting

Gambar 4 Proses pembuatan beton prategang pascatarik

Pada saat penegangan, kontak antara baja dan beton harus

dikurangi sebanyak-banyaknya. Tendon dalam setiap duct dapat

ditegangkan satu per satu secara bergantian, atau semua tendon

ditegangkan dalam waktu yang bersamaan. Pada sistem pascatarik,

sangat penting untuk memeriksa baik beban/gaya prategangnya

maupun perpanjangan dari tendonnya.

Pergerakan tendon dalam duct tidak dapat dilihat, hanya

perpanjangan tendonnya yang dapat dicatat. Gaya yang diterapkan

serta perpanjangan yang tidak sebanding dapat segera terlihat. Bila

gaya prategang yang diinginkan sudah tercapai maka tendon dijangkar.

Bila tendon ditegangkan bergantian, maka tendon yang ditegangkan

pertama tidak boleh mengganggu pergerakan dari tendon yang

ditegangkan kemudian.

1.3 Tahap Pembebanan

Tidak seperti beton bertulang, beton prategang mengalami

beberapa tahap pembebanan. Pada setiap tahap pembebanan harus

Page 9: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ����

dilakukan pengecekan atas kondisi serat tertekan dan serat tertarik dari

setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku tegangan izin yang

berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Ada dua tahap

pembebanan pada beton prategang, yaitu transfer dan service.

1.3.1 Transfer

Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai

mengering dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini

biasanya yang bekerja hanya beban mati struktur, yaitu berat sendiri

struktur ditambah beban pekerja dan alat. Pada saat ini beban hidup

belum bekerja sehingga momen yang bekerja adalah minimum.

1.3.2 Service

Kondisi service adalah kondisi pada saat beton prategang

digunakan sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah

semua kehilangan gaya prategang dipertimbangkan. Pada saat ini

beban luar yang bekerja pada kondisi maksimum.

Pada setiap tahapan di atas ditentukan hasil analisis untuk

dievaluasi. Hasil analisis dapat berupa perhitungan tegangan atau

kontrol terhadap harga, misalnya lendutan terhadap lendutan izin, nilai

retak terhadap suatu nilai batas, dan lain sebagainya.

Perhitungan tegangan dilakukan untuk desain terhadap

kekuatan, sedangkan kontrol terhadap harga dilakukan untuk desain

kekuatan, daya layan, ketahanan terhadap api ataupun tahap batas

yang lain.

1.4 Prosedur Perencanaan

Sampai saat ini paling tidak ada dua metode perencanaan

struktur beton, yaitu metode beban kerja (working stress method) dan

metode beban batas (limit states method).

Page 10: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Metode beban kerja dilakukan dengan menghitung tegangan

yang terjadi dan membandingkan dengan tegangan izin yang

bersangkutan. Apabila tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan

yang diizinkan maka dinyatakan aman. Dalam menghitung tegangan,

semua beban tidak dikalikan dengan faktor beban. Tegangan izin

dikalikan dengan suatu faktor kelebihan tegangan (overstress factor).

Untuk struktur beton, metode ini diterapkan pada Peraturan Beton

Indonesia 1971 (PBI 1971).

Metode beban batas didasarkan pada batas-batas tertentu yang

bisa dilampaui oleh suatu sistem struktur. Batas-batas tersebut,

terutama adalah kekuatan, kemampuan layan, keawetan, ketahanan

terhadap api, ketahanan beban kelelahan, dan persyaratan khusus

yang berhubungan dengan penggunaan sistem struktur tersebut. Setiap

batas dinyatakan aman apabila aksi rencana lebih kecil dari kapasitas

komponen struktur. Aksi rencana dihitung dengan menggunakan faktor

beban, sedangkan kapasitas bahan dikalikan dengan faktor reduksi

kekuatan. Peraturan beton saat ini menggunakan pendekatan ini,

termasuk di Indonesia, SNI 03-2847-2002.

Tahap batas (limit states) adalah konsekuensi yang tidak

diinginkan yang berhubungan dengan kemungkinan kegagalan. Jika

misalnya suatu struktur tidak bisa melayani beban di atasnya maka

struktur tersebut akan memasuki suatu tahap batas kemampuan

layannya. Setiap tahap batas dipertimbangkan secara terpisah.

Pemenuhan terhadap suatu tahap batas belum tentu memenuhi tahap

batas yang lain.

Beban pada struktur umumnya terdiri dari beban mati, beban

hidup, beban angin, prategang, beban gempa, tekanan tanah, tekanan

air, dan lain-lain. Beban yang digunakan dalam desain struktur dikalikan

dengan suatu faktor beban dalam suatu kombinasi pembebanan.

Page 11: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Berikut ini kombinasi pembebanan dari beberapa peraturan untuk

Tahap Batas Kekuatan (Strength Limit States).

SNI 03-2847-2002 Kode Indonesia

Beban Mati : U = 1,4 D

Beban Mati dan Hidup : U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 R

Beban Angin : U = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 R

Beban Gempa : U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E

U = 0,9 D ± 1,0 E

ACI 318-83 (1983) Peraturan Amerika Serikat

Beban Mati dan Hidup : U = 1,4 D + 1,7 L

Beban Angin : U = 0,75 (1,4 D + 1,7 L + 1,7 W)

U = 0,9 D + 1,3 W

Beban Gempa : U = 0,75 (1,4 D + 1,7 L ± 1,1 E)

U = 0,9 D ± 1,1 E

Tekanan Tanah : U = 1,4 D + 1,7 L + 1,7 E

U = 0,9 D + 1,7 E

Tahap batas yang lain seharusnya juga menggunakan faktor

beban. Untuk tahap batas stabilitas (stability limit states), faktor beban

menggunakan faktor beban seperti tahap batas kekuatan, tetapi efek

ketahanan rencana dikalikan dengan faktor yang kurang dari satu.

Tahap batas kemampuan layan (serviceability limit states) tidak

menggunakan faktor beban seperti tahap batas kekuatan, tetapi

memberi batasan perubahan bentuk maksimum yang bisa terjadi.

Desain struktur untuk tahap batas kekuatan (strength limit states)

menetapkan bahwa aksi desain (Ru) harus lebih kecil dari kapasitas

(nominal) bahan dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan � (� Rn)

Page 12: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

atau Ru � � Rn. Dengan demikian secara berurutan untuk momen,

geser, puntir, dan gaya aksial berlaku:

Mu � � Mn

Vu � � Vn

Tu � � Tn

Pu � � Pn

Nilai Mu, Vu, Tu, dan Pu diperoleh dari kombinasi pembebanan

U, sedangkan nilai � menurut SNI 03-2847-2002 adalah sebagai

berikut:

� = 0,8 untuk lentur tanpa gaya aksial

� = 0,8 untuk gaya aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur

� = 0,65 untuk aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur

� = 0,65 untuk gaya lintang dan puntir

� = 0,75 untuk geser dan puntir

Untuk kolom bertulangan simetris, nilai � bisa ditingkatkan dari

0,65 menjadi 0,8.

Desain untuk tahap batas yang lain tidak secara khusus

menentukan faktor pengurangan kapasitas bahan, tetapi menggunakan

batasan-batasan tertentu. Untuk tahap batas kemampuan layan,

batasan tersebut adalah batas lendutan, batas retak, atau batas yang

lain.

Untuk tahap batas kekuatan lentur, suatu komponen struktur

dianalisis dari tahap awal (beban layan) sampai tahap batas (ultimate

load). Sedangkan untuk geser dan puntir, analisis dlakukan pada satu

tahap batas saja. Hal ini disebabkan karena untuk geser dan puntir,

batas dari kedua tahap itu tidaklah sejelas pada analisis lentur. Sebab

yang lain adalah geser dan puntir lebih didasarkan pada percobaan

laboratorium daripada penerapan analisis langsung.

Page 13: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Untuk struktur beton prategang, karena kekuatannya sangat

tergantung pada tingkat penegangan (besarnya gaya prategang), maka

dikenal istilah prategang penuh (fully prestresed) dan prategang

sebagian (partially prestresed). Pada komponen struktur yang diberi

prategang penuh, komponen tersebut didesain untuk tidak mengalami

retak pada beban layan. Hal ini ditentukan dengan menetapkan

tegangan tarik yang terjadi sama dengan nol (�u = �ts = 0). Apabila

suatu komponen struktur beton prategang mengalami peningkatan

beban, kondisi penampang komponen tersebut akan berubah.

Perubahan kondisi pada penampang tersebut seiring dengan diagram

tegangan regangan (atau diagram beban terhadap perubahan bentuk).

Komponen struktur beton prategang yang didesain untuk mengalami

retak pada beban layan didesain sebagai pratekan sebagian dengan

nilai �ts = 0,50 �fc’.

Dengan demikian suatu struktur beton prategang harus didesain

sedemikian rupa sehingga mempunyai kekuatan yang cukup dan

mempunyai kemampuan layan yang sesuai kebutuhan. Disamping itu,

struktur beton prategang harus awet, tahan terhadap api, tahan

terhadap kelelahan (untuk beban yang berulang-ulang dan berubah-

ubah, seperti struktur jembatan), serta memenuhi persyaratan lain yang

berhubungan dengan kegunaannya. Prinsip perhitungan tegangan dari

beton prategang harus memperhitungkan hal-hal berikut:

1. Kondisi transfer dengan gaya prategang awal dan beban terbatas

(beban mati dan beban konstruksi).

2. Kehilangan gaya prategang. Pada perhitungan awal biasanya

ditentukan sebesar 25 % untuk struktur pratarik dan 20 % untuk

struktur pascatarik.

Page 14: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

3. Kondisi service dengan gaya prategang efektif dan beban

maksimum (beban mati, beban hidup, dan pengaruh-pengaruh

lain).

4. Hal-hal lain yang mempengaruhi struktur beton prategang seperti

adanya pengaruh sekunder pada struktur statis tak tentu,

pengaruh P-Delta dan lain-lain, serta perilaku struktur dari awal

sampai waktu yang ditentukan.

1.5 Material Beton Prategang

1.5.1 Beton

Beton adalah campuran dari semen, air, dan agregat serta suatu

bahan tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan

tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya.

Campuran tipikal untuk beton dengan perbandingan berat agregat

kasar 44 %, agregat halus 31 %, semen 18 %, dan air 7 %.

Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik (fc’) pada

usia 28 hari. Kuat tekan karakeristik adalah tegangan yang melaMpaui

95 % dari pengukuran kua tekan uniaksial yang diambil dari tes

penekana standar, yaitu dengan kubus berukuran 150 mm x 150 mm,

atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.

Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah yang

mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai fc’ antara

30-45 Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan

tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya

keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami

rangkak lebih kecil. Tipikal diagram tegangan-regangan beton dapat

dilihat pada gambar berikut:

Page 15: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Gambar 5 Tipikal diagram tegangan regangan beton

Kuat tarik beton mempunyai harga yang jauh lebih rendah dari

kuat tekannya. Untuk tujuan desain, SNI 2002 menetapkan kuat tarik

beton sebesar �ts = 0,5 �fc’ sedangkan ACI 318 sebesar �ts = 0,6 �fc’.

Perubahan bentuk (deformation) pada beton adalah langsung

dan tergantung waktu (time dependent). Pada beban tetap, perubahan

bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih besar dibanding harga

langsungnya. Pengembangan regangan sepanjang waktu disebabkan

oleh susut (shrinkage) dan rangkak (creep). Susut tidak disebabkan

oleh tegangan, tetapi merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses

pengeringan beton, sementara rangkak disebabkan oleh bekerjanya

tegangan. Susut dan rangkak menyebabkan perubahan bentuk aksial,

kelengkungan (curvature) pada penampang, kehilangan tegangan,

redistribusi tegangan lokal antaa beton dan baja, serta redistribusi aksi

internal pada struktur statis tak tentu. Susut dan rangkak juga bisa

Page 16: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

mengakibatkan retak yang dapat mempengaruhi kemampuan layan dan

keawetan struktur. Jumlah regangan pada struktur pada waktu t adalah

penjumlahan dari regangan langsung, susut dan rangkak, atau:

��� � � ���� � ���� � ����� Regangan langsung (instant) dari beton dinyatakan dengan:

���� � ������

Nilai modulus elastisitas beton bertambah dengan waktu ketika beton

bertambah kekuatan dan kekakuannya. Tetapi untuk tujuan praktis, nilai

modulus elastisitas adalah tetap sepanjang waktu. Menurut SNI 2002,

besarnya harga modulus elastisitas beton Ec dapat ditentukan dengan

persamaan:

�� � �������� Banyak faktor yang mempengaruhi besar dan kecepatan

pengembangan rangkak. Faktor tersebut adalah kualitas campuran

beton dan masing-masing komponennya. Rangkak juga dipengaruhi

oleh lingkungan. Rangkak bertambah ketika kelembaban relatif

berkurang. Rangkak juga lebih besar pada komponen struktur yang

mempunyai permukaan yang luas dan tipis seperti pelat. Nilai rangkak

juga besar di permukaan dimana pengeringan berlangsung lebih cepat.

Susut terjadi ketika proses pengeringan dimulai dan berlangsung

terus-menerus sepanjang waktu dengan kecepatan menurun. Susut

mencapai harga akhir ketika waktu mencapai tak terhingga. Faktor-

faktor yang mempengaruhi susut adalah kelembaban relatif,

karakteristik campuran beton, rasio air dan semen, ukuran an bentuk

dari komponen struktur. Susut bertambah ketika kelembaban relatif dari

udara sekitar berkurang. Beton yang mempunyai rasio awal air semen

Page 17: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

tinggi akan menyusut lebih daripada beton dengan rasio awal air semen

yang rendah. Komponen struktur dengan permukaan yang luas dan

ketebalan yang kecil seperti pelat atau dinding akan menyusut lebih

cepat.

1.5.2 Baja

Baja yang dipakai untuk beton prategang dalam praktek ada

empat macam, antara lain:

1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang

pada beton prategang dengan siste pratarik.

2. Untaian kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja

prategang pada beton prategang dengan sistem pascatarik.

3. Kawat batangan (bars), biasanya digunakan untuk baja

prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik.

4. Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang

(tidak ditarik), seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan

untuk pengangkuran, dan lain-lain.

Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang

sesuai dengan spesifikasi seperti ASTM A 421 di Amerika Serikat.

Ukuran dari kawat tunggal bervariasi dengan diameter antara 3 – 8 mm,

dengan tegangan tarik (fp) antara 1500 – 1700 Mpa, dengan modulus

elastisitasnya Ep = 200 x 103 Mpa. Untuk tujuan desain, teganga leleh

dapat diambil sebesar 0,85 dari tegangan tariknya (0,85 fp). Tipikal

diagram tegangan regangan dari kawat tunggal dapat dilihat pada

gambar berikut,

Page 18: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Gambar 6 Diagram tegangan regangan kawat tunggal

Untaian kawat (strand) banyak digunakan untuk beton prategang

dengan sistem pascatarik. Untaian kawat yang dipakai harus memenuhi

syarat seperti yang terdapat pada ASTM A 416. Untaian kawat yang

banyak digunakan adalah untaian tujuh kawat (seven wire strand)

dengan dua kualitas: Grade 250 dan Grade 270 (seperti di Amerika

Serikat). Diameter untaian kawat bervariasi antara 7,9 – 15,2 mm.

Tegangan tarik (fp) untaian kawat adalah antara 1750 – 1860 Mpa. Nilai

modulus elastisitasnya, Ep = 195 x 103 Mpa. Untuk tujuan desain, nilai

tegangan leleh dapat diambil 0,85 kali tegangan tariknya (0,85 fp).

Tipikal diagram tegangan regangan untuk untaian kawat dapat dilihat

pada gambar di bawah.

Selain tipe kawat tunggal dan untaian kawat, untuk baja

prategang juga digunakan kawat batangan dari bahan alloy (High

Strength Alloy Steel Bars) yang sesuai dengan spesifikasi ASTM A722

di Amerika Serikat. Baja batangan tersedia dengan diameter antara 8 -

35 mm. Tegangan tarik (fp) baja = 170 x 103 Mpa. Untuk tujuan desain,

tegangan leleh dapat diambil sebesar 0,85 kali tegangan tariknya (0,85

Page 19: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

fp). Tipikal diagram tegangan regangan baja batangan dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

Gambar 7 Diagram tegangan regangan untaian kawat

Gambar 8 Diagram tegangan regangan baja batangan

Page 20: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Gambar 9 Diagram tegangan regangan tulangan biasa

Tabel 1 Tipikal baja prategang

Jenis

Material

Diameter

(mm)

Luas

(mm2)

Beban Putus

(kN)

Tegangan Tarik

(Mpa)

Kawat

Tunggal

(Wire)

3 7,1 13,5 1900

4 12,6 22,1 1750

5 19,6 31,4 1600

7 38,5 57,8 1500

8 50,3 70,4 1400

Untaian

Kawat

(Strand)

9,3 54,7 102 1860

12,7 100 184 1840

15,2 143 250 1750

Kawat

Batangan

(Bar)

23 415 450 1080

26 530 570 1080

29 660 710 1080

32 804 870 1080

38 1140 1230 1080

Page 21: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

1.6 Tulangan Non-Prategang

Tulangan non-prategang secara praktis tetap diperlukan untuk

suatu penampang beton prategang. Jika tendon difungsikan untuk

menahan bagian utama beban, mengurangi defleksi, maka tulangan

non-prategang berfungsi untuk menahan terjadinya retak, menambah

kekuatan ultimate, serta menambah kekuatan terhadap beban yang

tidak diharapkan.

Tulangan non-prategang dapat diletakkan di berbagai posisi

untuk berbagai tujuan dan untuk membantu menahan beban salam

berbagai kondisi pembebanan. Penggunaan tulangan non-prategang

diantaranya adalah:

1. Untuk menahan tegangan tarik di serat atas pada tengah

bentang.

Gambar 10 Tulangan non-prategang di tengah bentang

2. Untuk menahan tegangan tarik di serat atas pada tepi bentang.

Gambar 11 Tulangan non-prategang di tepi bentang

Page 22: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

3. Untuk menahan tegangan tarik di dekat tendon jika dimensi

beton tidak cukup kuat.

Gambar 12 Tulangan non-prategang penahan tekan

4. Untuk menahan beban lentur selama balok dipindahkan sebelum

dilakukan stressing.

Gambar 13 Tulangan non-prategang penahan lentur

5. Untuk menahan retak dan menambah kekuatan penampang

setelah retak.

Page 23: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Gambar 14 Tulangan non-prategang penahan retak

Desain tulangan non-prategang hampir tidak mungkin dilakukan

dengan menggunakan pendekatan teoritis, seperti teori elastisitas.

Pada saat terjadi tegangan elastis pada penampang, tegangan tarik

sangat kecil sehingga tulangan non-prategang tiddak efektif menahan

beban. Hampir seluruh beban diterima langsung oleh tendon.

Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung

(SNI 2002) memberikan petunjuk tentang rasio tulangan non-prategang

terhadap tulangan prategang pada Pasal 20.8 dan tulangan lekatan

minimum untuk struktur tanpa lekatan (non bonded structures) pada

Pasal 20.9. Untuk tulangan non-prategang, perencanaannya lebih

banyak ditentukan oleh kondisi lokasi serta fungsinya.

Page 24: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

2. LENTUR

2.1 Pendahuluan

Hal yang utama dalam desain suatu komponen struktur beton

prategang adalah perhitungan tentang kekuatan lentur. Disamping itu,

daktilitas dari setiap penampang juga harus dicek. Kriteria tentang

daktilitas juga penting dalam desain penampang suatu komponen

struktur karena struktur daktail akan mengalami deformasi yang

panjang sebelum akhirnya mengalami keruntuhan.

2.2 Asumsi Dasar

Dalam analisis lentur untuk suatu komponen struktur beton

prategang berlaku asumsi berikut:

1. Variasi regangan pada penampang adalah linier, yaitu regangan

di beton dan baja yang melekat padanya dihitung berdasarkan

asumsi bahwa penampang bidang datar selalu tetap.

2. Beton tidak menerima tegangan tarik. Hal ini berlaku untuk

struktur dengan prategang penuh (fully prestressed). Pada

struktur dengan prategang sebagian (partially prestressed),

tegangan tarik terbatas bisa saja terjadi pada penampang.

3. Tegangan tekan pada beton dan baja (baik baja tulangan

maupun tendon) didapat dari hubungan tegangan dan regangan

yang aktual atau diidealisasikan.

Untuk analisis awal, terutama dalam menentukan dimensi

penampang dan level dari prategang, digunakan metode penjumlahan

tegangan pada daerah-daerah kritis. Harga penjumlahan tegangan

harus lebih kecil dari tegangan izin material. Analisis lanjutan untuk

menentukan kondisi struktur dilakukan dengan analisis penampang,

Page 25: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

baik untuk penampang tidak retak (utuh) maupun penampang retak.

Apabila beban batas (ultimate) bekerja, analisis mengenai perilaku

penampang retak dilakukan dengan mempertimbangkan ketidak-

elastisan material.

2.3 Pengaruh Prategang

Pemberian gaya prategang pada beton prategang akan

memberikan tegangan tekan pada penampang. Tegangan ini

memberikan perlawanan terhadap beban luar yang bekerja. Gaya

prategang diatur sesuai tegangan izin dari fiber-fiber yang kritis.

Pengaturan posisi penegangan pada penampang akan memberikan

keuntungan lebih.

Apabila gaya prategang bekerja tidak pada pusat penampang,

tetapi dengan eksentrisitas, maka ada tambahan tegangan akibat

eksentrisitas tersebut.

Gambar 15 Prategang dengan eksentrisitas

Gambar 16 Diagram tegangan

Page 26: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Tegangan akibat prategang adalah : �� � ���

Tegangan akibat beban luar termasuk berat sendiri : �

Resultan tegangan di serat tarik dibuat sama dengan nol untuk

struktur fully prestressed (prategang penuh) sementara untuk yang

partially prestressed (prategang sebagian) disesuaikan dengan

tegangan izinnya. Di serat tekan, tegangan tidak boleh melebihi

tegangan tekan yang diizinkan. Dengan demikian tegangan di serat

tertekan adalah:

� � � �� � ��� � �

Dimana :

fb = tegangan di serat tertekan/bawah (Mpa = N/mm2)

P = gaya prategang (N)

e = eksentrisitas penampang (mm)

M = momen akibat beban luar (N.mm)

W = momen tahanan (mm3)

Page 27: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Contoh 2.1:

Tentukan besarnya beban merata q dari balok beton prategang sebagai

berikut dengan eksentrisitas e = 0

Tegangan di serat bawah adalah tegangan tarik. Karena beton

tidak kuat menahan tegangan tarik maka tegangan tarik ft = 0

�� � � �� � � � � (fully prestressed)

! � "# $%& �� � � � '(

)#

$ � # ��*)

Page 28: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Catatan: Asumsi tanda

Tegangan tekan diberi tanda negatif (-)

Tegangan tarik diberi tanda positif (+)

Page 29: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Latihan 2.1:

Tentukan besarnya gaya prategang P jika eksentrisitas e = 0

Latihan 2.2:

Tentukan tinggi penampang h jika eksentrisitas e = 0

Latihan 2.3:

Tentukan gaya prategang minimum P sehingga ft = 0 (tidak ada

tegangan tarik). Hitung tegangan di tengah bentang jika selimut beton

125 mm.

Page 30: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Latihan 2.4:

Tentukan gaya prategang minimum dan hitung tegangan di tengah

bentang (selimut 125 mm).

Latihan 2.5

Tentukan dimensi penampang dan gaya prategang minimum pada

balok beton prategang berikut ini. Asumsikan tinggi balok h dan lebar

balok b. Eksentrisitas e = y – 125 mm.

Page 31: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

2.4 Gaya-Gaya Pada Tendon

Sebagai tambahan dari gaya prategang longitudinal yang bekerja

pada balok prategang pada angkur, gaya transversal (ke atas) juga

dihasilkan akibat prategang, dimana terdapat curvature (kelengkungan)

pada tendon.

Gambar 17 Elevasi suatu balok prategang

Gambar 18 Gaya yang dihasilkan dari prategang

Besarnya momen akibat gaya prategang di tengah bentang

adalah:

!+ � , � -./ 0 � *&

Gambar 19 Diagram momen akibat prategang

Page 32: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Contoh 2.5:

Tentukan tegangan akibat gaya prategang di tengah bentang. Selimut

beton 125 mm.

1 � �23 � ����� � 453 � 553�66

789��: &&;;<<< � 523=> , � -./ 0 � =�� � -./ 523= � ?@�AB

, � CD-0 � =�� � CD-523= � �EE�AB

5, � -./ 0 � 5 � =�� � -./523= � �5�AB

!+ � , � -./ 0 � �23���F� � ?@�AB � 3 �6 � 4=��AB6

G � ��� � ��� � 5=�H����66& I � "J � ��� � ���& � ?5H@@�H����66K � �� � � LMMH<<<&#<H<<< � �52=3�BN66&

Page 33: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

O� � LMMH<<<�&&;K&HJJLH<<< � O323�BN66& Diagram tegangan di tengah bentang adalah seperti gambar berikut ini.

Latihan 2.6:

Hitung tegangan di tengah bentang. Selimut beton 125 mm.

Latihan 2.7:

Tentukan gaya prategang pada struktur balok prategang dan

gambarkan diagram tegangan di tengah bentang. Selimut beton 125

mm.

Page 34: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

2.5 Desain Awal Untuk Lentur

Komponen tegangan dari beton prategang yang disebabkan oleh

gaya prategang, berat sendiri balok dan beban luar, biasanya dihitung

dengan menggunakan asumsi bahwa perilaku material adalah linear-

elastis. Properti dari penampang tidak mengalami retak. Walaupun

beton tidak berperilaku linear-elastis, namun perhitungan linear-elastis

dapat memberikan sebuah taksiran yang tepat dari tegangan pada

penampang segera setelah beban bekerja. Tegangan yang bekerja ini,

menurut konsep desain, beban kerja harus lebih kecil dari tegangan izin

material. Menurut ketentuan di Indonesia (SNI 2002), tegangan izin

pada beton adalah sebagai berikut:

Page 35: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Transfer : Tekan �ct = 0,60 fci’ dan Tarik �tt = 0,25 �fci’

Service : Tekan �cs = 0,45 fc’ dan Tarik �ts = 0,50 �fc’

Dimana fci’ adalah kuat tekan beton pada saat transfer, sedangkan fc’

adalah kuat tekan pada saat service (pelayanan beban).

Contoh 2.6:

Tentukan tegangan pada saat transfer dan servis serta hitung jumlah

tendon dari struktur beton prategang sebagai berikut:

Beton fc’ = f’ci = 35 Mpa, Tendon ASTM A 416 Grade 270. Kehilangan

tegangan total 0 %. Selimut beton 125 mm.

Tegangan izin tekan menurut SNI 2002 adalah:

Transfer : Tekan �ct = 0,60 fci’ = 0,6 x 35 Mpa = 21 Mpa

Service : Tekan �cs = 0,45 fc’ = 0,45 x 35 = 15,75 Mpa

Tegangan izin tarik untuk struktur fully prestressed �tt dan �ts = 0

G � �2� � �2@ � �25��6& � 5��H����66& PH QH� �25� � 5� � @ RST

I � "J � ��� � @��& � 5�H���H����66K U � �23 � @�� � ?���66

Page 36: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

1 � ?�� � 453 � 4�3�66

!V* � "# � @ � 4�& � �3�AB6

!** � "# � 4� � 4�& � 453�AB6

!�W�X( � �3 � 453 � 5���AB6

Taksiran gaya prategang:

�� � � �� � �� � �

� � � �&Y<H<<<� ��"L;

&YH<<<H<<<� &<<H<<<H<<<&YH<<<H<<<

, � �?��AB

0 � 789��:� "L;;<<< � 52��> !+ � �?� � -./ 52�� � 3 � 45�2�3�AB6

Transfer:

� �� � � LK<H<<<&Y<H<<< � �?2���!Z7 O�[ � O "&LHL;<H<<<&YH<<<H<<< � O�32?5�!Z7 O�\] � O L;H<<<H<<<&YH<<<H<<< � O�?24?�!Z7

Page 37: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Tegangan di serat atas dan bawah, yaitu -0,85 Mpa dan -5,23 Mpa,

lebih kecil dari tegangan izin pada waktu transfer �ct = 21 Mpa.

Struktur OK

Service:

� �� � � LK<H<<<&Y<H<<< � �?2���!Z7 O�[ � O "&LHL;<H<<<&YH<<<H<<< � O�32?5�!Z7 O�^_^`a � O &<<H<<<H<<<&YH<<<H<<< � O�=2??�!Z7

Tegangan di serat atas dan bawah, yaitu -6,05 Mpa dan -0,03 Mpa,

lebih kecil dari tegangan izin pada waktu service �cs = 15,75 Mpa.

Struktur OK.

Perhitungan Tendon:

Digunakan tendon diameter 12,7 mm, A = 98,71 mm2. Ultimate tensile

strength (UTS) = 184 kN. Dipakai 80 % UTS = 0,8 (184) = 147,2 kN.

bc6%7d�A7e7��Q�87fg � hXiX��jX��kXlk#<�m�nop � LK<"YL2& q 3�Pc7d�

(digunakan 5 buah dalam satu selongsong tendon).

Page 38: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

2.6 Momen Retak

Moemn retak adalah besarnya momen yang ada pada saat

terjadinya keretakan pertama kali pada penampang. Pada saat

pemberian tekanan, fiber terluar dari penampang biasanya mengalami

tekanan. Dengan bertambahnya beban, fiber ini sedikit demi sedikit

mengalami tegangan tarik. Karena beton tidak mempunyai kekuatan

tarik maka keretakan akan terjadi pada daerah tersebut. Keretakan

tersebut terjadi jika tegangan tarik mendekati harga modulus

keruntuhan beton. Menurut kode Indonesia SNI 2002 dan kode Amerika

Serikat ACI 318-1983, modulus keruntuhan beton ditentukan sebesar

fr = 0,7 �fc’. Sedangkan lebar retak sangat tergantung pada derajat

lekatan antara beton dan baja.

Page 39: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

3. KEMAMPUAN LAYAN

DAN LENDUTAN

3.1 Kemampuan Layan

Tahap paling awal dari perencanaan struktur beton prategang

adalah menetapkan parameter-parameter perencanaan. Parameter-

parameter tersebut diantaranya geometri penampang, kualitas bahan,

sistem struktur, metoda perencanaan, dan lain-lain.

Geometri penampang menyangkut penentuan dimensi yang

tepat sehingga dalam perhitungan perencanaan nantinya semua

persyaratan kode praktek, khususnya SNI 2002, dapat terpenuhi.

Kualitas bahan berhubungan dengan nilai-nilai yang akan

digunakan dalam perhitungan perencanaan. Untuk komponen struktur

beton prategang, kualitas bahan ditentukan oleh kualitas material beton

dan baja. Nilai-nilai yang berhubungan dengan kualitas beton yang

utama adalah nilai kuat tekan karakteristik beton fc’, modulus elastisitas

Ec, regangan batas �u, dan lain-lain. Sedangkan kualitas baja terutama

ditentukan oleh tegangan tarik fp, tegangan leleh fy, modulus elastisitas

Es, hubungan diagram tegangan-regangan, serta karakteristik mekanis

lainnya, seperti relaksasi, rangkak, kelelahan, dan lain-lain.

Hal-hal yang menyangkut sistem struktur adalah penyelesaian

statika dari struktur yang akan didesain. Hal ini berhubungan langsung

dengan sistem tumpuan dari komponen struktur tersebut. Contohnya,

pada struktur balok harus ditentukan terlebih dahulu apakah sistem

struktur sederhana, menerus, atau kantilever.

Hal berikutnya yang harus ditentukan adalah metode

perencanaan struktur. Dalam prakteknya suatu sistem struktur tidak

Page 40: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

terdiri dari beton prategang secara keseluruhan. Tetapi yang banyak

terjadi, komponen beton prategang hanya merupakan suatu bagian dari

struktur. Untuk itu perlu ditetapkan terlebih dahulu hubungan antara

komponen beton prategang dengan keseluruhan sistem struktur.

Ada dua tahap utama dalam penentuan kemampuan layan

struktur beton prategang. Tahap pertama adalah tahap transfer dimana

kekuatan beton masih rendah, beban pada struktur masih minim (hanya

beban mati dan beban konstruksi yang bekerja), tetapi gaya prategang

mencapai nilai puncaknya. Tahap kedua adalah ketika semua

kehilangan sudah tercapai dan semua beban sudah bekerja, dengan

nilai gaya prategang mencapai nilai terendah. Pada kedua tahap

tersebut semua persyaratan harus dipenuhi.

Persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah persyaratan

kekuatan dan kemampuan layan. Persyaratan kekuatan diantaranya

adalah persyaratan kekuatan lentur, geser, puntir, dan lain-lain.

Sedangkan persyaratan kemampuan layan meliputi kombinasi beban,

lendutan jangka pendek dan panjang, perubahan bentuk struktur, dan

retak.

Untuk struktur beton prategang, persyaratan kekuatan dan daya

layan lebih banyak ditentukan oleh besarnya gaya prategang. Untuk

menetapkan besarnya gaya prategang, harus ditentukan terlebih

dahulu section properties, yaitu momen inersia I, momen tahanan W,

eksentrisitas penampang e, dan batas-batas tegangan tekan dan tarik.

Parameter-parameter tersebut juga membatasi retak dan lendutan.

Pada struktur beton prategang, sebelum terjadi retak, lendutan dapat

diprediksi secara akurat. Hal ini disebabkan, pada beban kerja,

umumnya penampang didesain untuk tidak mengalami retak sehingga

perhitungan lendutan dapat dilakukan dengan mudah dan lengkap.

Page 41: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

3.2 Ketentuan Tentang Kemampuan Layan

SNI 2002 menetapkan bahwa semua komponen struktur beton

(baik prategang maupun bertulang) harus direncanakan dengan

kekuatan yang cukup dan membatasi lendutan yang dapat

memperlemah struktur serta mengurangi kemampuan layan. SNI 2002

juga menentapkan bahwa:

1. Lendutan seketika dari komponen struktur harus dihitung dengan

metode atau formula standar untuk lendutan elastis. Momen

inersia penampang bruto bisa digunakan untuk penampang yang

tidak retak.

2. Lendutan jangka panjang tambahan harus dihitung dengan

memperhatikan pengaruh tegangan dalam beton dan baja akibat

beban tetap. Perhitungan lendutan harus mencakup pengaruh

susut, rangkak, dan relaksasi baja.

3. Lendutan tidak boleh melebihi batas yan ditetapkan sebagai

berikut:

a. L/180 untuk atap datar yang tidak menahan atau tidak

disatukan dengan komponen non-struktural yang mungkin

akan rusak oleh lendutan yang besar.

b. L/360 untuk lantai yang tidak menahan atau tidak disatukan

dengan komponen non-struktural yang mungkin akan rusak

oleh lendutan yang besar.

c. L/480 untuk konstruksi atap atau lantai yang menahan atau

disatukan dengan komponen non-struktural yang mungkin

akan rusak oleh lendutan yang besar.

d. L/240 untuk konstruksi atap atau lantai yang menahan atau

disatukan dengan komponen non-struktural yang mungkin

tidak akan rusak oleh lendutan yang besar.

Page 42: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

3.3 Pendimensian Penampang

Hal utama yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan

desain (kekuatan, kemampuan layan, dan seterusnya) adalah

pendimensian penampang. Pendimensian yang tepat, disamping akan

memenuhi syarat desain, juga akan menghasilkan desain yang

ekonomis dan estetis. Ketidaktepatan terhadap pendimensian

penampang akan berakibat sebaliknya.

Untuk menentukan dimensi penampang struktur beton

prategang, banyak hal harus dipertimbangkan, diantaranya sistem

struktur (panjang bentang, sistem statika, dan lain-lain), beban yang

bekerja (beban mati, beban hidup, dan lain-lain), kualitas bahan (mutu

beton dan baja), dan lain-lain. Pendimensian penampang bisa

dilakukan dengan mengikuti ketentuan pada kode-kode praktek.

3.3.1 Balok

Pendimensian komponen horizontal (terutama balok dan pelat)

beton prategang lebih banyak ditentukan oleh rasio panjang bentang

dan tinggi penampang. Pendimensian ini disamping untuk memenuhi

persyaratan struktur (kekuatan, kemampuan layan, dan seterusnya),

juga untuk memenuhi ketentuan ekonomi dan keindahan. Cara

pendimensian yang tepat akan berujung pada pemenuhan persyaratan

tersebut. Untuk struktur beton prategang, hal seperti retak, lendutan,

dan lain-lain, lebih banyak ditentukan oleh besar kecilnya gaya

prategang. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam menetapkan rasio

yang tepat untuk suatu balok beton prategang. Disamping itu, faktor-

faktor berikut juga membatasi pendimensian penampang:

Page 43: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

• Sifat dan besarnya beban hidup,

• Karakteristik dari redaman (damping) pada balok yang bergetar,

• Kondisi batas (boundary conditions) yang menyangkut hubungan

komponen beton prategang dengan komponen lain dalam suatu

sistem struktur,

• Nilai modulus elastisitas beton, kuat tekan beton, dan lain-lain;

karena nilainya bergantung pada usia beton.

Pendimensian awal penampang balok dilakukan disamping dari

pengalaman, referensi dari komponen beton bertulang dapat

digunakan. SNI 2002 menetapkan tebal minimum balok non-prategang

bila lendutan tidak dihitung dan tidak menahan atau tidak disatukan

dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh

lendutan yang besar.

• L/16 untuk balok dengan dua tumpuan sederhana.

• L/18,5 untuk balok dengan satu ujung menerus.

• L/21 untuk balok dengan kedua ujung menerus.

• L/8 untuk balok kantilever.

Dalam banyak situasi desain, panjang bentang adalah hal

pertama yang ditetapkan, karena menyangkut banyak faktor. Dengan

mengetahui rasio panjang bentang terhadap tinggi penampang maka

bisa dilakukan pendimensian penampang. Jika tinggi penampang

diperoleh maka dimensi lainnya bisa ditetapkan. Untuk balok dengan

penampang persegi, lebar balok dapat diambil ½ - 2/3 kali tingginya.

Untuk balok dengan bentuk lain seperti I, L, dan T atau box girder,

dimensi-dimensi yang lain bisa ditetapkan bila tinggi penampang

diketahui. Dari pengalaman Lin (1982), untu balok I dengan tumpuan

sederhana dan panjang bentang sampai 60 meter, rasio panjang

bentang terhadap tinggi penampang adalah antara 20 – 28. Balok T

Page 44: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

mempunyai rasio panjang bentang terhadap tinggi penampang yang

lebih kecil, yaitu antara 18 – 25. Balok box girder dapat didesain

dengan rasio antara 22 – 30. Untuk struktur dengan tumpuan menerus,

rasio tersebut dapat dikurangi. Tetapi pada dasarnya rasio-rasio yang

disebutkan tadi hanyalah untuk perkiraan awal. Pemenuhan terhadap

persyaratan-persyaratan desain seperti kekuatan, kemampuan layan,

keawetan, ketahanan terhadap api, dan lain-lain yang lebih

menentukan.

Untuk balok yang tidak retak, Gilbert (1990) mempunyai

pendekatan rasio panjang bentang terhadap tinggi penampang balok

dengan memasukkan unsur beban hidup, yaitu:

*� � r

st]u��"&v� wxy wz�{

|}

Dimana:

b = lebar balok, Wu = beban merata

Ec = modulus elsatisitas Wus = beban merata atap

L = panjang bentang ~ = lendutan yang diizinkan

h = tinggi penampang � = faktor pengali lendutan

� = koefisien lendutan

3.3.2 Pelat

Untuk pendimensian awal pelat beton prategang, pendekatan

rasio panjang bentang terhadap tinggi penampang juga biasa

digunakan. Keterbatasan dari metode ini adalah ketidaktahuan

perencana terhadap faktor-faktor lain yang mempengaruhinya seperti

karakteristik beban hidup, getaran, dan lain-lain. Perkiraan tebal pelat

dengan menggunakan rasio panjang bentang terhadap tinggi (tebal)

Page 45: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

penampang untuk struktur dengan tumpuan sederhana dan menerus

dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Lin, 1982).

SNI 2002 tidak secara khusus memberikan perkiraan rasio

panjang bentang terhadap tinggi (tebal) pelat. Post Tensioning Institute

(1977) menerapkan rasio panjang bentang terhadap tebal pelat.

Tabel 2 Perkiraan rasio panjang bentang terhadap tinggi pelat (Lin, 1982)

Sistem Pelat Str. Menerus Str. Sederhana

Atap Lantai Atap Lantai

Pelat satu arah 52 48 48 44

Pelat dua arah ditumpu kolom saja 48 44 44 40

Pelat berlubang 2 arah (lubang � 0,9 m) 40 36 36 32

Pelat berlubang 2 arah (lubang � 3,6 m) 36 32 32 28

Pelat satu arah dengan lubang kecil 50 46 46 42

Pelat satu arah dengan lubang besar 48 44 44 40

Pelat T ganda atau T tunggal 40 36 36 32

Pelat T tunggal dengan spasi 6 m 36 32 32 28

Tabel 3 Rasio panjang bentang terhadap tebal pelat (PTI, 1977)

Sistem Pelat Lantai Rasio Panjang Bentang Thd. Pelat

Pelat datar 45

Pelat datar dengan drop panel 50

Pelat satu arah 48

Pelat ditumpu ujung 55

Pelat berlubang 35

Pelat dengan balok ban ( b � 3D) 30

Untuk pelat beton bertulang, Gilbert (1990) mengusulkan untuk

menggunakan persamaan rasio panjang bentang terhadap tebal pelat

sebagai berikut:

Page 46: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

*� � � r

st]u"<<<�� wx wz {

|}

Dengan ketentuan:

L/h � 50 untuk pelat satu arah.

L/h � 55 untuk pelat dua arah ditumpu di ujung.

Dimana K adalah faktor sistem pelat dengan harga antara 1,9

sampai 3,0.

3.3.3 Kolom

Tidak seperti komponen struktur horizontal, komponen struktur

vertikal seperti kolom dan dinding sangat sulit untuk diperkirakan

dimensi awalnya. Disamping faktor karakteristik strukturnya, banyak

faktor lain yang mempengaruhi pendimensian kolom, terutama faktor

arsitektural (keindahan). Pendimensian dari segi struktur lebih banyak

ditentukan dari pengalaman. Dari pengalaman tersebut dilakukan

perhitungan-perhitungan untuk menentukan apakan dimensi kolom

yang dipilih sudah memenuhi semua persyaratan desain struktur.

3.4 Lendutan

Menurut Gilbert (1990), untuk suatu balok sederhana seperti

pada gambar di bawah ini, besarnya sudut dan lendutan dapat

ditentukan dengan persamaan:

Page 47: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

Gambar 20 Deformasi pada balok

0� � *J ��� � 5��� 0� � � *J ��� � 4��� � ��� ~� � *)MJ ��� � 4��� ���� Sedangkan untuk balok kantilever, besarnya sudut dan

lendutan dapat ditentukan dengan persamaan:

0� � � *K ��� � 5��� ~� � � *)Y ��� ���� Untuk penampang yang tidak retak, perhitungan lendutan

didasarkan pada inersia penuh Ig. Kelengkungan pada suatu

penampang dapat diestimasi sebesar:

�� � ��������

Dimana:

Pi = gaya prategang awal

Ec = modulus elastisitas beton

Page 48: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ������

E = eksentrisitas

M = momen yang bekerja pada penampang

Setelah terjadi keretakan, inersia penampang berkurang. Harga

inersia penampang bukan Ig lagi, tetapi menjadi Ie, seperti yang

ditentukan SNI 2002:

�� � s����` uK �k � �4 � s����` u

K� ��j � �k Dengan : !�j � ���i^ dan �j � �2����� Dimana:

Mcr = Momen yang pertama kali menyebabkan keretakan pada

penampang

Fcr = Modulus keruntuhan

Ma = Momen maksimum yang bekerja pada penampang

Ig = Inersia penampang utuh (tidak retak)

Icr = Inersia penampang retak

yt = jarak dari pusat berat ke serat tekan terluar

Struktur beton prategang, disamping harus mempunyai kekuatan

yang cukup, juga harus mempunyai syarat kemampuan layan pada

beban kerja. Lendutan dari komponen struktur harus dikontrol dengan

alasan sebagai berikut:

1. Adanya gaya prategang membuat struktur melengkung ke atas.

Lengkungan ke atas (camber) yang besar bisa menyebabkan

kegagalan suatu komponen struktur.

2. Pada struktur jembatan, lendutan ke bawah yang besar akan

mengurangi kenyamanan berkendara.

Page 49: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

3. Lendutan yang besar bisa merusak finishing, partisi atau bagian

bangunan lain pada struktur gedung.

Beberapa hal yang mempengaruhi defleksi pada struktur beton

prategang adalah beban mati, beban hidup, gaya prategang, profil

kabel, modulus elastisitas beton, susut, rangkak, relaksasi dari baja,

panjang bentang dan sifat dari tumpuan. Lendutan jangka pendek lebih

banyak ditentukan oleh rasio antara momen lentur dan kekakuan dari

penampang. Berikut ini adalah beberapa rumus untuk menentukan

camber dari struktur beton prategang dengan profil kabel tertentu (Raju,

1986).

Gambar 21 Profil tendon dan rumus Camber (Raju, 1986)

Page 50: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Gambar 22 Profil tendon dan rumus Camber (Raju, 1986)

Page 51: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Gambar 23 Profil tendon dan rumus Camber (Raju, 1986)

Dimana :

a = Lendutan ke atas (camber)

P = Gaya prategang

L = Panjang bentang

L1, L2 = Panjang segmen pada komponen struktur

E = Modulus elastisitas beton

I = Inersia penampang

e1, e2 = Eksentrisitas pada penampang

Page 52: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Sedangkan lendutan ke bawah akibat beban merata bisa

ditentukan dengan persamaan berikut:

~ � ;'*�K#Y�

Dimana :

= Lendutan ke bawah

q = Beban merata pada struktur

L = Panjang bentang

E = Modulus elastisitas beton

I = Momen inersia

Untuk balok sederhana dengan beban terpusat P di tengah

bentang, lendutannya ditentukan oleh persamaan berikut:

~ � �*}Y#�

SNI 2002 tidak secara khusus memberi batasan lendutan pada

struktur beton prategang, tetapi lendutan untuk struktur secara umum

ditentukan, BS 8110 membatasi cumber pada saat transfer tidak

melebihi 1/300 atau

1/250 (tanpa finishing) dan terkecil dari

1/350 atau 20

mm (dengan finishing).

Page 53: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Contoh 3.1:

Tentukan lendutan pada struktur tersebut.

Ap = 1200 mm2

Fpi = 1600 N/mm2

Ec = 38000 N/mm2

a. Jika kehilangan tegangan diabaikan:

q = 0,3 x 0,5 x 24 = 3,6 N/mm

e = 100 mm

I = 1/12 x 300 x 500

3 = 3.125.000.000 mm

4

P = 1200 x 1600 [10-3

] = 1920 kN

~V* � ;'*�K#Y� � ;�K2J�"<<<<�

K#Y�K#<<<�KH"&;H<<<H<<< � ?2E3�66� 7 � � ��*)#� � "M&<H<<<�"<<�"<<<<)

#�K#<<<�KH"&;H<<<H<<< � �5�254�66

Lendutan = 3,95 – 20,21 = -16,26 mm (ke atas).

b. Jika kehilangan tegangan 20%, beban hidup qLL = 18 N/mm.

~V* � ;'*�K#Y� � ;�K2J�"<<<<�

K#Y�K#<<<�KH"&;H<<<H<<< � ?2E3�66� ~** � ;'*�

K#Y� � ;�"#�"<<<<�K#Y�K#<<<�KH"&;H<<<H<<< � 4E2���66�

,1 � �2= � 4E5� � 43?@�AB

7 � � ��*)#� � ";KJH<<<�"<<�"<<<<)#�K#<<<�KH"&;H<<<H<<< � �4@24��66

Lendutan = 3,95 + 19,74 – 16,17 = 7,52 mm (ke bawah).

Page 54: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

4. KEHILANGAN TEGANGAN

4.1 Pendahuluan

Kehilangan tegangan adalah berkurangnya gaya yang bekerja

pada tendon dalam tahap-tahap pembebanan. DI dalam suatu sistem

struktur beton prategang selalu terdapat kehilangan gaya prategang,

baik akibat sistem penegangan maupun akibat pengaruh waktu. Secara

umum kehilangan tegangan pada struktur beton prategang dapat

diilustrasikan pada gambar berikut:

Kehilangan langsung atau kehilangan sesaat adalah Pj - Pi dan

kehilangan tegangan akibat pengaruh waktu adalah Pi – Pe. Kehilangan

tegangan langsung disebabkan oleh perpendekan elastis dari beton,

gesekan sepanjang kelengkungan tendon pada struktur pascatarik, slip

pada angkur, dan lain-lain. Kehilangan tegangan akibat penggaruh

waktu disebabkan oleh perpendekan dari beton pada level baja akibat

rangkak dan penyusutan beton serta relaksasi dari baja.

4.2 Kehilangan Seketika

Kehilangan seketika secara umum disebabkan oleh kondisi beton

dari keadaan basah menjadi kering, gesekan antara selongsong

dengan tendon pada struktur pascatarik, dan slip pada sistem

pengangkuran tendon.

Page 55: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ����

4.2.1 Perpendekan Elastis

Mekanisme pengeringan beton yang mempengaruhi kehilangan

tegangan badalah berbeda antara struktur dengan sistem pratarik dan

pascatarik. Pada struktur pratarik, perubahan regangan pada tulangan

prategang yang diakibatkan oleh perpendekan elastis dari beton adalah

sama dengan regangan beton di level baja.

4.2.1.1 Pratarik

Secara umum, kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis

(elastic shortening) tergantung rasio modular dan tegangan beton pada

level baja atau dinyatakan dengan persamaan berikut:

�� � f � �� Dimana fc adalah tegangan beton pada level baja dan n adalah

rasio modular dengan nilai f � ����. Jika gaya prategang ditransfer ke

beton maka beton akan memendek dan baja prategang akan mengikuti

perpendekan beton tersebut. Dengan terjadinya perpendekan baja

prategang maka akan terjadi kehilangan tegangan yang ada pada baja

prategang tersebut. Besarnya kehilangan tegangan akibat perpendekan

elastis (ES) dapat diestimasi sebesar:

�� � l����zxl��z

Dimana:

n = Angka rasio modular pada saat transfer, dengan harga f � ���� Pi = Gaya prategang awal

Ac = Luas penampang beton

As = Luas penampang baja

Page 56: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ����

4.2.1.2 Pascatarik

Pada struktur yang menggunakan kabel tunggal, tidak ada

kehilangan tegangan akibat perpendekan beton, karena gaya kabel

diukur setelah perpendekan terjadi. Pada penampang yang

menggunakan lebih dari satu kabel, kehilangan gaya prategang

ditentukan oleh kabel yang pertama ditarik dan memakai harga

setengahnya untuk mendapatkan harga rata-rata semua kabel.

Kehilangan tegangan pada struktur pascatarik dapat ditentukan dengan

persamaan berikut:

�� � ��� � l�����

Dimana:

fc = tegangan pada penampang

Pi = gaya prategang awal

4.2.2 Gesekan pada Tendon

Pada struktur beton prategang dengan tendon yang melengkung

diketahui adanya gesekan pada sistem penarik (jacking) dan angkur

sehingga tegangan yang ada pada tendon lebih kecil daripada yang

terdapat pada alat baca tekanan (pressure gauge). Kehilangan

tegangan akibat gesekan pada tendon sangat dipengaruhi oleh

pergerakan dari selongsong (wobble). Untuk itu digunakan koefisien

wobble, K, dan koefisien kelengkungan �. Harga K untuk tendon 7 wire

strand pada selongsong yang fleksibel adalah antara 0,0016 dan

0,0066. Harga �-nya antara 015 dan 0,25. Sedangkan kehilangan

tegangan akibat gesekan pada tendon dapat ditentukan dengan

persamaan berikut:

Page 57: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

�)��|�| � ��F � ����

Dimana:

P1 = besarnya gaya prategang di titik 1

P2 = besarnya gaya prategang di titik 2

L = panjang segmen yang diperhitungkan

� = sudut pada tendon

Menurut SNI 2002, kehilangan tegangan akibat friksi pada

tendon pascatarik harus dihitung dengan rumus:

,� � ,� � 1���*�x��� Bila (K Lx + � �) tidak lebih dari 0,3 maka kehilangan tegangan

akibat friksi harus diperhitungkan dengan persamaan berikut:

,� � ,� ��4 � ��F� � ����

Dimana:

Ps = gaya prategang pada ujung angkur

Px = gaya prategang pada titik yang ditinjau

Nilai K dan � selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 58: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Jenis Baja

Prategang

Koefisien

Wobble K

Koefisien

Friksi (�)

Tendon kawat 0,0033 – 0,0049 0,15 – 0,25

Batang kekuatan

tinggi

0,0003 – 0,0020 0,08 – 0,30

Strand 7 kawat 0,0016 – 0,0066 0,15 – 0,25

Tendon

Tanpa

Lekatan

Mastic

Coasted

Tendon kawat 0,0033 – 0,0066 0,05 – 0,15

Strand 7 kawat 0,0033 – 0,0066 0,05 – 0,15

Pre-

greassed

Tendon kawat 0,0010 – 0,0066 0,05 – 0,15

Strand 7 kawat 0,0010 – 0,0066 0,05 – 0,15

4.2.3 Slip pada Angkur

Slip pada angkur terjadi sewaktu kawat dilepaskan dari mesin

penarik dan ditahan baji pada angkur. Panjang atau besarnya slip

tergantung tipe baji dan tegangan pada kawat tendon. Harga rata-rata

panjang slip adalah 2,5 mm. Untuk menentukan kehilangan tegangan

akibat slip dapat menggunakan persamaan berikut:

GB� � �F � ���z F Dimana:

� = deformasi pada angkur atau dapat dihitung dari rasio fs dn Es.

fc = tegangan pada penampang

Es = modulus elastisitas baja tendon

L = panjang kabel

Page 59: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� ����

4.3 Kehilangan Tegangan Tergantung Waktu

Kehilangan tegangan tergantung waktu (time dependent loss of

stress) diakibatkan oleh proses penuaan beton selama dalam

pemakaian. Proses ini terutama dipengaruhi oleh adanya susut dan

rangkak pada beton sepanjang umur pemakaian. Disamping kedua hal

tersebut, kehilangan tegangan juga dipengaruhi oleh adanya relaksasi

pada baja prategang.

4.3.1 Rangkak pada Beton

Kehilangan tegangan pada baja prategang akibat rangkak dapat

ditentukan dengan dua cara, yaitu cara regangan batas dan cara

koefisien rangkak.

Dengan cara regangan batas, besarnya kehilangan tegangan

pada baja prategang akibat rangkak dapat ditentukan dengan

persamaan berikut:

�� � �� � �� � �� Sedangkan dengan koefisien rangkak, besarnya kehilangan

tegangan pada baja prategang akibat rangkak dapat ditentukan dengan

cara sebagai berikut:

� � ������ �j � � � �� � � ���� �� � �j � �� � � ���� �� � � � �� � �z�� � � � �� � f

Dimana:

� = koefisien rangkak

�cr = regangan akibat rangkak

Page 60: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

�ce = regangan elastis

Es = modulus elastisitas baja

n = angka rasio modular

fc = tegangan tekan beton pada level baja

Ec = modulus elastisitas beton

Rangkak pada beton terjadi karena deformasi akibat adanya

tegangan pada beton sebagai suatu fungsi waktu. Pada struktur beton

prategang, rangkak mengakibatkan berkurangnya tegangan pada

penampang. Untuk struktur dengan lekatan yang baik antara tendon

dan beton, kehilangan tegangan akibat rangkak dapat diperhitungkan

dengan persamaan berikut:

�� � ��j �z�� ���� � ���� Dimana:

Kcr = koefisien rangkak, harganya 2,0 untuk pratarik dan 1,6 untuk

pascatarik

Ec = modulus elastisitas beton

Es = modulus elastisitas baja

Fci = tegangan pada beton pada level baja sesaat setelah transfer

Fcd = tegangan pada beton pada pusat berat tendon akibat beban

mati

Sedangkan untuk struktur dimana tidak terjadi lekatan yang baik

antara tendon dan beton, besarnya kehilangan tegangan dapat

ditentukan dengan persamaan berikut:

�� � ��j �z�� ��+

Page 61: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

dimana fcp adalah tegangan tekan beton rata-rata pada pusat

berat beton.

4.3.2 Susut pada Beton

Hal-hal yang mempengaruhi susut pada beton adalah rasio

volume terhadap luas permukaan, kelembaban relatif dan waktu antara

akhir pengecoran dan pemberian gaya prategang. Kehilangan

tegangan akibat susut dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

�� � �� � �� Dimana:

�cs = regangan susut sisa total, dengan harga:

�cs = 300 x 10-6

untuk struktur pratarik

�� � &<<�"<�� ¡¢|£��x&� untuk struktur pascatarik dengan t adalah usia

beton pada waktu transfer gaya prategang, dalam hari

Susut pada beton dapat juga ditentukan dengan persamaan:

�� � �� � ��� � �� Harga �sh ditentukan dengan persamaan berikut:

�� � =25�4��J s4 � �2�@¤pu �4�� � ��� Dimana:

�sh = susut efektif

Ksh = koefisien susut, harganya ditentukan terhadap waktu antara

akhir pengecoran dan pemberian gaya prategang.

Page 62: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Waktu antara

(hari) 1 3 5 7 10 20 30 60

Ksh 0,92 0,85 0,80 0,77 0,73 0,64 0,58 0,45

Es = modulus elastisitas baja

V = volume beton dari suatu komponen struktur

S = luas permukaan dari suatu komponen struktur

RH = kelembaban udara relatif

4.3.3 Relaksasi Baja

Relaksasi baja terjadi pada baja prategang dengan perpanjangan

tetap selama suatu periode yang mengalami pengurangan gaya

prategang. Pengurangan gaya prategang tergantung pada lamanya

waktu berjalan dan rasio gaya prategang awal fpi terhadap gaya

prategang akhir fpy. Besarnya kehilangan tegangan akibat relaksasi baja

adalah:

�� � �¥�j� � b��� � �� � ���¦ Dimana:

C = faktor relaksasi, harganya tergantung pada jenis kawat baja

prategang

Kre = koefisien relaksasi, harganya bervariasi antara 41 – 138 N/mm2

J = faktor waktu, harganya berkisar antara 0,05 – 0,15

SH = kehilangan tegangan akibat susut

CR = kehilangan tegangan akibat rangkak

ES = kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis

Page 63: Modul Prategang 2-Libre

�������”»„…‒»…„fƒ“»¶·f•„⁄»“‹⁄·‹� �����

Kehilangan tegangan akibat relaksasi terhadap presentase nilai

gaya prategang awal dapat juga ditentukan dengan persamaan berikut:

�� � �§4 � &���p�[� ¨ Dimana:

R = relaksasi yang direncanakan, dalam %

ECS = kehilangan tegangan pada tendon akibat rangkak CR ditambah

susut SH

fpi = tegangan pada tendon sesaat setelah pemindahan gaya

prategang