mps - cara rusia mempertahankan diri dari diplomasi koersif as dan ue

12
 UPAYA RUSIA MEMPERTAHANKAN DIRI DARI DIPLOMASI KOERSIF AMERIKA SERIKAT DAN UNI EROPA DALAM KASUS ANEKSASI KRIMEA Dosen Pengampu : Oleh : 1. Guruh Edi Purwanto 135120401111017 2. Ayomi Dwi Nastiti 135120401111025 3. Kurnia Islami 1351204011110 36 4. Achmad Nazil Hafiluddin 135120401111037 5. Maria Auxiliadora R. 135120401111018 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014

Upload: kurnia-islami

Post on 08-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BAB I-III

TRANSCRIPT

UPAYA RUSIA MEMPERTAHANKAN DIRI DARI DIPLOMASI KOERSIF AMERIKA SERIKAT DAN UNI EROPA DALAM KASUS ANEKSASI KRIMEA

Dosen Pengampu :

Oleh :1. Guruh Edi Purwanto 1351204011110172. Ayomi Dwi Nastiti 1351204011110253. Kurnia Islami 1351204011110364. Achmad Nazil Hafiluddin 1351204011110375. Maria Auxiliadora R. 135120401111018

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONALFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS BRAWIJAYA2014

BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGKasus aneksasi Krimea yang dilakukan oleh Rusia sejak awal tahun 2014 sempat membuat isu ini hangat dibicarakan berbagai media internasional. Ukraina yang pada tahun 1991 resmi melepaskan diri dari Uni Sovyet, harus kehilangan sebagian teritorinya akibat ulah Rusia. Sejak melepaskan diri dari Uni Sovyet, Ukraina tergolong negara yang menolak bergabung dengan Eurasia dan ingin menjadi anggota Uni Eropa. Sebagian besar presiden Ukraina yang pernah menjabat, berupaya memasukkan Ukraina dalam daftar anggota Uni Eropa, salah satunya adalah Viktor Yushchenko yang menandatangani perjanjian pra keanggotaan Uni Eropa tahun 2008.[footnoteRef:1] [1: Ukraina Ingin Jalin Hubungan dengan Uni Eropa, VOA Indonesia 9 September 2008. Tersedia pada http://www.voaindonesia.com/content/a-32-2008-09-09-voa7-85247997/39291.html diakses 6 November 2014]

Sayangnya, setelah berganti periode dan digantikan oleh Viktor Yanukovych, kebijakan luar negeri Ukraina, khususnya ekonomi justru cenderung berkiblat pada Rusia. Ukraina menyetujui kerjasama dengan Rusia yang menawarkan pinjaman 15 miliar dollar AS[footnoteRef:2] serta memberi potongan harga pembelian gas. Tentu saja, ini sangat bertentangan dengan rakyat Ukraina yang sebagian besar menolak negara itu kembali ke pangkuan Rusia. Akibatnya, Desember 2013 berbagai aksi demonstrasi dilakukan untuk menentang kebijakan tersebut. Tak sedikit korban sipil yang berjatuhan akibat baku tembak dengan polisi Ukraina dan aksi anarkis saat berdemonstrasi. [2: Lisbet, Krisis Ukraina, Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VI, No. 05/I/P3DI/Maret/2014 , (Jakarta, Maret 2014) hlm.5]

Peristiwa tersebut berlanjut hingga awal tahun 2014. Bulan Februari hingga awal Maret 2014, Rusia mengirimkan pasukannya ke semenanjung Crimea.[footnoteRef:3][footnoteRef:4] Pasukan Rusia mulai mengambil alih pos-pos militer di Krimea, serta di perbatasan. Sempat beredar pula jika Rusia mengultimatum pasukan Ukraina untuk meninggalkan Krimea, menyerah atau diserang. Meskipun Kremlin menolak adanya ultimatum tersebut, namun pasukan Ukraina memang diancam tidak akan mendapatkan gaji bulan berikutnya jika masih tidak mau meninggalkan Krimea. Pihak pro Rusia di Krimea pun sudah memutus aliran air dan listrik pada markas tentara Ukraina.[footnoteRef:5] [3: Ibid] [4: Choirul, Pasukan Rusia Mengalir Masuk ke Crimea, TEMPO 3 Maret 2014. Tersedia pada http://www.tempo.co/read/news/2014/03/03/117559100/pasukan-rusia-mengalir-masuk-ke-crimea diakses pada 6 November 2014] [5: Rusia Ultimatum Pasukan Ukraina Menyerah atau Diserang Habis-habisan , KOMPAS 4 Maret 2014 http://internasional.kompas.com/read/2014/03/04/1012549/rusia.ultimatum.pasukan.ukraina.menyerah.atau.diserang.habis-habisan diakses pada 6 November 2014]

Kondisi krisis Ukraina ini kemudian memancing perhatian Amerika Serikat dan Uni Eropa. Terlebih lagi setelah diadakan referendum atas Krimea, dan hasilnya 93 persen warga Krimea memilih bergabung dengan Rusia. Akibatnya, sejak tanggal 16 Maret 2014 Krimea resmi berpisah dari Ukraina dan kembali ke pangkuan Rusia. Menurut Russia Today, dimulainya proses integrasi Crimea ke Russia diresmikan melalui penandatanganan suatu traktat yang berlangsung di Moskow 2 hari berikutnya. Dengan pengesahan traktat itu, penduduk Crimea dan Sevastopol akan dianggap sebagai warga Rusia. Transisi status di Crimea dan Sevastopol itu akan berlangsung hingga 1 Januari 2015.[footnoteRef:6] [6: Republik Crimea Resmi Bergabung ke Rusia Lepas dari Ukraina http://dunia.news.viva.co.id/news/read/489721-republik-crimea-resmi-bergabung-ke-rusia--lepas-dari-ukraina diakses pada 6 November 2014]

Menanggapi peristiwa tersebut, anggota parlemen AS mengesahkan resolusi yang mendesak pemerintah AS bekerja sama dengan sekutu Eropa dan negara-negara lain untuk memberlakukan larangan visa, keuangan, perdagangan dan sanksi lain kepada pejabat senior Federasi Rusia, mayoritas bank-bank BUMN dan organisasi komersial serta lembaga negara lainnya yang terkait.Upaya tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk diplomasi koersif yang bertujuan menekan Rusia agar mundur dari Krimea. Apabila sanksi dijatuhkan dan ekonomi Rusia melemah, diharapkan dapat mengubah keputusan Rusia. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, Rusia tidak tunduk dengan keinginan AS dan UE, justru semakin menarik Krimea, hingga daerah itu lepas dan menyatakan merdeka dari Ukraina. Segi inilah yang menjadi penelitian kami tentang upaya Rusia mempertahankan diri dari serangan diplomasi koersif AS dan Uni Eropa. Upaya tersebut tampak cukup efektif sehingga membuat Rusia bertahan untuk menganeksasi Krimea.1.2 RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana cara Rusia bertahan terhadap diplomasi koersif AS dan UE?1.3 TUJUAN PENELITIAN1. Mengetahui cara Rusia bertahan terhadap diplomasi koersif AS dan UE1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat TeoritisSecara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapan dapat menjadi referensi atau masukan sebagai perkembangan studi hubungan internasional tentang diplomasi koersif terhadap negara yang sedang berkonflik. Manfaat PraktisSecara praktis, diharapkan negara-negara lain dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mempertahankan diri ketika dihadapkan dengan coercive diplomacy dari negara lain.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Penelitian TerdahuluStudi tentang diplomasi koersif Amerika Serikat sebelumnya telah dilakukan oleh Daniel Byman dan Matthew Waxman dalam beberapa jurnalnya yang diterbitkan oleh Institusi Internasional Studi Strategi. Salah satu jurnalnya berjudul Defeating US Coercion membahas tentang karakteristik diplomasi koersif yang sering dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan strategi untuk menghadapinya. Meskipun seringkali menekan negara lain dengan cara diplomasi koersif, namun tidak semua upaya tersebut berhasil karena tergantung pada karakter kunci yang digunakan. Apabila target diplomasi koersif AS mampu mengetahui celah dan memanfaatkan kekurangan diplomasi koersif AS, maka negara tersebut akan mampu bertahan dari serangan diplomasi koersif AS. Sebaliknya, apabila negara tersebut tidak mampu melawan diplomasi koersif AS dengan baik dan benar, bisa jadi bahaya akan mengancam negara itu, bahkan nyawa para pemimpinnya, seperti yang telah terjadi pada Saddam Hussein, Slobodan Milosevic, Mohammad Farah Aidid dan yang lainnya.Terdapat 5 faktor yang dapat diidentifikasi tentang gaya koersi AS, yakni:a. Preferensi multilateralismeb. Intoleransi terhadap kausalitas ASc. Menghindari penyerangan terhadap penduduk sipild. Menggunakan peralatan berteknologi tinggie. Berkomitmen terhadap norma internasionalSejak paska perang dingin, AS dalam diplomasi koersif seringkali dilakukan dibawah naungan PBB dan NATO atau pembentukan aliansi yang lain. Pilihan melakukan diplomasi koersif secara multilateral ini biasanya lebih diutamakan karena memiliki banyak kelebihan. Tidak hanya menambah kekuatan pasukan, melainkan juga memberi kesan legitimasi terhadap tindakan tersebut.AS dalam diplomasi koersifnya juga berkomitmen terhadap norma internasional yang melarang penyerangan terhadap penduduk sipil. Oleh karena itu, ini berhubungan dengan penggunaan senjata berteknologi tinggi seperti cruise missiles yang memiliki akurasi tinggi untuk membidik sasaran tertentu sehingga tidak menyebabkan adanya korban penduduk sipil.Beberapa poin yang dapat dijadikan celah untuk menghadapi diplomasi koersif AS salah satunya dengan memanfaatkan prinsip tersebut dimana penempatan markas militer di tengah pemukiman sipil akan membuat AS berpikir dua kali sebelum mengintervensi markas militer. Selain itu, langkah lainnya adalah membesarkan isu pelanggaran HAM ketika terjadi penyerangan yang mengakibatkan penduduk sipil luka-luka atau menderita. AS yang notabene mendeskripsikan dirinya menjunjung tinggi HAM, tentu akan mengurangi tingkat intervensi militernya.Secara umum, studi yang telah dikaji Daniel Byman menjelaskan tentang cara menghadapi diplomasi koersif Amerika Serikat. Sayangnya, hasil studi tersebut lebih cocok digunakan bagi negara-negara kecil yang kekuatannya tidak sebanding bahkan jauh daripada AS. Sedangkan yang ingin penulis teliti yakni Rusia, merupakan negara yang kekuatannya tidak terlalu jauh dengan AS. Bahkan ketika perang dingin, negara ini bersaing kuat dengan AS dalam hal nuklir. Oleh karena perbedaan kondisi ini, maka bisa jadi langkah yang diambil dalam menghadapi diplomasi koersif AS pun berbeda.

2.2 Kerangka KonseptualDalam penelitian ini, ada beberapa konsep yang akan digunakan dalam meneliti upaya Rusia mempertahankan diri dari diplomasi koersif Amerika Serikat dan Uni Eropa. Konsep-konsep tersebut adalah aneksasi (oleh Rusia atas Krimea), diplomasi koersif (oleh AS dan Uni Eropa terhadap Rusia), dan cara bertahan (oleh Rusia). Pada bagian ini akan dijelaskan apa yang kami maksud dengan konsep-konsep tersebut dan penggunaannya dalam penelitian ini.Aneksasi, merupakan metode perolehan kedaulatan teritorial yang dipaksakan. Menurut J.G. Starke dapat terjadi dalam dua bentuk keadaan. Pertama, apabila wilayah yang dianeksasi telah dilakukan atau ditundukkan oleh negara yang menganeksasi. Kedua, apabila wilayah yang dianeksasi dalam kedudukan yang benar-benar berada di bawah negara yang menganeksasi pada waktu diumumkannya kehendak aneksasi oleh negara tersebut.[footnoteRef:7] [7: . J.G. Starke. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh. 1992. Sinar Grafika : Jakarta]

Berdasarkan pada pengertian yang telah diberikan J.G. Starke, maka aneksasi Rusia atas Krimea dapat dimasukkan dalam keadaan yang kedua. Pada tanggal 21 maret 2014, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani undang-undang yang mengesahkan pencaplokan Krimea dari tangan Ukraina.[footnoteRef:8] Penandatanganan undang-undang ini menandakan pengumuman resmi niat Rusia dalam melakukan aneksasi. Pengumuman ini pun sesuai dengan keadaan yang dideskripsikan oleh J.G. Starke, karena sebelum pengumuman tersebut pasukan Rusia telah masuk ke dalam Krimea demi mengamankan tujuan aneksasi tersebut. [8: http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/03/140321_krimea_rusia_ukraina_aneksasi. Diakses pada 29 Oktober 2014 pukul 18.15]

Sebelum pengumuman tersebut dikeluarkan, Rusia telah melakukan sejumlah tindakan untuk mengamankan aneksasinya atas Krimea. Tindakan tersebut di antaranya adalah menempatkan pemerintahan boneka yang mendukung aneksasi, menguasai wilayah darat dengan pasukan militer, menutup perbatasan dengan pos-pos penjagaan, mengendalikan komunikasi dengan melarang stasiun televisi Krimea untuk melakukan siaran, dan menggelar referendum di Krimea untuk mengesahkan aneksasi.[footnoteRef:9] Tindakan-tindakan untuk mendukung aneksasi ini memicu respon dari Amerika Serikat dan Uni Eropa berupa diplomasi koersif yang bertujuan agar membuat Rusia menghentikan tindakan aneksasinya atas Krimea. [9: http://internasional.kompas.com/read/2014/03/11/1724512/Crimea.Lima.Langkah.Menuju.Aneksasi.Rusia. Diakses pada 2 November pukul 19.10]

Selanjutnya perlu diperhatikan apa yang dimaksud dengan diplomasi koersif. Menurut Bruce Jentleson diplomasi koersif adalah strategi diplomasi dengan menggunakan derajat kekerasan yang dibatasi. Strategi diplomasi ini memberikan tekanan dengan cara dan tingkatan tertentu yang bertujuan untuk mengajak lawan untuk menghentikan agresi, dengan memberikan kekuatan yang secukupnya untuk menunjukkan tujuan dari negara yang melakukan diplomasi koersif (selanjutnya disebut coercer state) kepada negara yang tengah melakukan agresi (selanjutnya disebut target state, juga untuk memberikan kredibilitas bahwa kekuatan yang bahkan lebih besar akan digunakan bila perlu.[footnoteRef:10] Diplomasi ini menggunakan imbalan dan ancaman yang mengikuti tuntutan dari coercer state. Saat target state memenuhi tuntutan coercer state, imbalan atau carrots dapat diberikan. Sebaliknya, jika tuntutan tidak dipenuhi, ancaman atau sticks akan digunakan pada target state. [10: Jentleson , Bruce. Coercive Diplomacy: Scope and Limits in the Contemporary World. 2006. The Stanley Foundation.]

Agar diplomasi koersif dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan, coercer state perlu memerhatikan tiga hal. Yang pertama adalah proporsionalitas, yakni coercer state harus memerhatikan kesesuaian antara tujuan yang ingin dicapai dengan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya adalah resiprositas, yakni coercer state perlu membuat kedua belah pihak yakin bahwa setelah tuntutan dipenuhi oleh target state maka imbalan atau hukuman akan diberikan, atau setelah imbalan diberikan coercer state maka tuntutan akan dipenuhi. Yang terakhir adalah kredibilitas koersif, yakni selain target state mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari kerjasama, ia juga mengetahui bahwa mereka akan mendapat akibat-akibat tertentu jika menolak tuntutan yang diberikan.[footnoteRef:11] [11: Ibid.]

Atas tindakan aneksasi yang dilakukan Rusia, Amerika Serikat dan Uni Eropa melakukan tindakan diplomasi koersif di atas terhadap Rusia. Amerika Serikat dan Uni Eropa memberikan tekanan kepada Rusia dengan memberikan beberapa sanksi. Uni Eropa memberikan sanksi ekonomi kepada perusahaan minyak dan gas besar di Rusia seperti Gazprom, Rosneft, dan Transneft. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak akan mendapat fasilitas kredit lagi dari Uni Eropa. Selain itu, Uni Eropa juga menghentikan bisnis dengan perusahaan-perusahaan senjata. Juga, daftar nama tokoh politik Rusia dan Ukraina bertambah menjadi 24 orang.[footnoteRef:12] Amerika Serikat juga telah memberikan sanksi ekonomi serupa. Setelah larangan perjalanan yang telah diberikan sebelumnya pada sejumlah pejabat, sanksi ekonomi baru telah diberikan pada perusahaan-perusahaan energi dan pertahanan serta bank-bank Rusia termasuk Sherbank, bank terbesar di negara itu.[footnoteRef:13] [12: http://www.dw.de/sanksi-baru-terhadap-rusia-mulai-diterapkan/a-17917673 diakses pada 2 November 2014 pukul 19.15] [13: http://m.voaindonesia.com/a/as-uni-eropa-kenakan-sanksi-baru-/2447155.html. diakses tanggal 2 November 2014 pukul 19.25]

Target state, dalam kasus ini Rusia, perlu memiliki strategi tertentu dalam menghadapi diplomasi koersif dari coercer state, yang dalam kasus ini adalah Amerika Serikat dan Uni Eropa. Target state perlu menilai manakah dari memenuhi tuntutan atau menolak tuntutan yang akan mendapatkan dukungan domestik dari negaranya.[footnoteRef:14] Kondisi domestik sangat memengaruhi sebuah kebijakan terutama para elit dalam pemerintahan. Elit politik dapat menjadi circuit breaker, yakni saat kepentingan mereka terancam apabila tuntutan dari coercer state dipenuhi. Menjadi circuit breaker berarti elit politik dapat membantu menghalangi tekanan dari coercer state pada negara dan pemimpinnya. Sebaliknya, elit politik juga dapat berfungsi sebagai transmission belts, yakni saat kepentingan elit politik justru malah terpenuhi apabila tuntuan dari coercer state dipenuhi oleh negaranya. Maka pada saat menjadi transmission belt, elit politik dapat memberikan tekanan yang lebih jauh pada negara dan pemimpinnya. Target state juga perlu memiliki kekuatan dan fleksibilitas dalam menyerap akibat-akibat dari diplomasi koersif lewat sumber budget yang mencukupi, substitusi impor, partner dagang alternatif, dan cara-cara lain yang dapat digunakan untuk mengurangi kelemahan ekonomi.[footnoteRef:15] [14: Jentleson , Bruce. Coercive Diplomacy: Scope and Limits in the Contemporary World. 2006. The Stanley Foundation.] [15: Ibid,]

Penelitian ini bertujuan menjelaskan konsep-konsep di atas. Bagaimana upaya Rusia, sebagai target state, menghadapi berbagai sanksi yang merupakan diplomasi koersif dari Amerika Serikat dan Uni Eropa, sebagai coercer state. Aneksasi yang dilakukan oleh Rusia memicu Amerika Serikat dan Uni Eropa memberikan sanksi-sanksi agar Rusia menghentikan aneksasinya, yang kini sanksi-sanksi tersebut harus dihadapi oleh Rusia. Bagaimana kekuatan dan fleksibilitas ekonomi internal bertahan dan menyerap akibat-akibat negatif dari sanksi-sanksi tersebut. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1 Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan suatu kasus, dalam hal ini upaya Rusia dalam menghadapi diplomasi koersif Amerika Serikat dan Uni Eropa. Tipe penelitian kualitatif yang dipilih adalah tidak reaktif3.2 Lokasi PenelitianDalam penelitian ini, memilih rusia sebagai Negara yang di teliti, kenapa bukan Negara lain yang yang di gunakan sebagai obyek penelitian. Misalnya konflik perebutan pulau Senkaku yang dimana di perbutkan oleh Negara jepang dan China karena mereka mencoba untuk menjelaskan atau berusaha untuk memberitahu pada dunia internasional, bahwa Pulau Senkaku ini milik dari Jepang ataupun China dengan cara yang di lakukan sendiri sendiri untuk mendapatkan kepentingannya. Menariknya Negara Negara yang berkonflik tersebut, yang dahulunya merupakan gabungan dari Negara Negara atau sering di sebut Uni soviet. Rusia dan Ukraina merupakan negara pecahan Uni Soviet. Rusia dikenal sebagai negeri pewaris utama Uni Soviet. Dan Crimea disebut-sebut sebagai pembuka bagi Rusia untuk merealisasikan hal tersebut.[footnoteRef:16] Sehingga konflik yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina, yang dimana Rusia mencoba untuk menganeksasi Crimea, dan dinilai sangat menarik karena dahulunya Crimea merupakan Kota yang beradi di Ukraina yang menjadi sentien pro Rusia di Negara itu. Wilayah ini berada di semenanjung Laut Hitam dan memiliki sekitar 2,3 juta penduduk yang sebagain besar diantranya berasal dari etnis Rusia dan berbahasa Rusia.[footnoteRef:17] [16: http://news.liputan6.com/read/2018084/kirim-tentara-ke-ukraina-putin-niat-bentuk-reinkarnasi-uni-soviet ] [17: http://vibiznews.com/2014/03/06/mengenal-crimea-penyebab-ancaman-perang-rusia-dan-ukraina/ ]

3.3 Teknik Pengumpulan DataMelalui jurnal dll ayomi3.4 Teknik Penentuan InformanTeknik penentuan informan dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif tidak akan lepas dari keterkaitan dengan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data dari berbagai jurnal, buku, media dan internet membutuhkan informan berupa situs-situs, perusahaan media massa, penulis dan penerbit yang membutuhkan informasi krusial terkait suatu kasus. Dalam penelitian ini, teknik penentuan informan dilakukan melalui purposive sampling dimana situs web, media dan penerbit yang digunakan merupakan sumber yang dapat dipercaya dan cukup sering digunakan sebagai referensi keilmuan hubungan internasional seperti Stanley Foundation, Kompas, BBC, dan situs website resmi negara terkait.