muhammadiyah dalam lintas sejarah kel 6

Upload: mahdy-farrass

Post on 19-Oct-2015

75 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MUHAMMADIYAH DALAM LINTAS SEJARAH

KELOMPOK 6 :

Deassy Surya MariaisyaDessy PurnamasariDevi Kusuma WidyaningtyasDiah Eka PermanawatiIndra M KusumaMUHAMMADIYAH DALAM LINTAS SEJARAHGERAKAN TRANSFORMASI SOSIALMuhammadiyah adalah organisasi kemasyarakatan yang didirikan didasarkan atas cita-cita islam.Gerakan tersebut diaktualisasikan dengan melakukan dakwah islam dan amar makruf nahi munkar.Kepada yang telah memeluk agama islam, dakwah muhammadiyah bersifat pembaharuan. Sedangkan kepada selain pemeluk islam, dakwah muhammadiyah bersifat seruan.Disamping itu, dakwah kepada masyarakat juga diarahkan untuk melakukan bimbingan dan perbaikan.Muhammadiyah merupakan gerakan islam yang sejak awal masa pertumbuhannya tampak berhati-hati dalam bersikap dan luwes dalam menghadapi dinamika sosial-politik dibanding berbagai gerakan islam lain di Indonesia. Menurut Syafii Maarif, pola inilah yang menjadikan pemerintah kolonial memiliki kesan bahwa muhammadiyah tidak terlalu atau kurang membahayakan bagi kelangsungan kolonialisme. Fokus perhatian kiai Dahlan tampaknya lebih tertuju pada usaha pencerahan dan pencerdasan umat, suatu strategi sosial-budaya yang memiliki dampak sangat jauh dalam pengembangan kualitas individu dan masyarakat.Dengan mendirikan muhammadiyah, kiai Dahlan telah melakukan persiapan ke arah transformasi sosial,dengan melepaskan beban-beban kultural yang pada saat itu dianggap dapat menghambat kemajuan.Selama kepemimpinan kiai Dahlan(1912-1923),berdasarkan izin pemerintah kolonial belanda,pengaruh gerakan muhammadiyah baru tersebar sebatas diwilayah keresidenan Yogyakarta,Surakarta,Garut,Jakarta,Purwokerto,pekalongan,dan pekajangan.Cabang-cabang muhammadiyah selain Yogyakarta berdiri di kota-kota terseut sekitar tahun 1922,yaitu akhir periode kepemimpinan Kiai Dahlan. Menjelang tahun 1938 barulah Muhammadiyah tersebar hampir ke seluruh pelosok nusantara. Dalam perkembangan selanjutnya,muhammadiyah melakukan beberapa gerakan pembaharuan. Di bidang pendidikan mendirikan sekolah model belanda. Untuk meningkatkan kesejahteraan umat mendirikan rumah sakit,balai pelayanan kesehatan, panti asuhan,panti jompo,dan sebagainya.Gerakan pembaharuan ini banyak mengadopsi model yang dipakai Belanda dan misionaris kristen dalam mengelola lembaga sosianya. Tetapi kiai Dahlan mengkominasinya dengan pendekatan islam.Pada tahap ini muhammadiyah berkembang dengan pesat. Hal ini tidak saja disebabkan karena muhammadiyah dan amal usahanya merupakan sesuatu yang baru.LATAR BERDIRINYA MUHAMMADIYAHSejarah berdirinya muhammadiyah yang mengacu pada faktor internal dan eksternal.Faktor internal diantaranya adalah :1. meluasnya pemahaman keagamaan yang telah menyimpang dari ajaran islam.2. meluasnya berbagai problem sosial.3. lemahnya semangat kesatuan dan persatuan dan tidak adanya gerakan atau organisasi islam yang kuat.4. gagalnya sistem pendidikan pesantren yang kurang mencerminkan perkembangan dan kemajuan zaman.Faktor eksternal diantaranya adalah :upaya kolonial belanda untuk menguasai tanah air indonesia dan adanya kegiatan dan kemajuan misi kristen di indonesia.

Diungkapkan beberapa setting sosila,politik,dan keagamaan yang menjadi latar erdirinya muhammadiyah. Selanjutnya diungkapkan kiprah mehammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang ruang lingkupnya sangat luas, meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Muhammadiyah telah menampilkan diri sebagai sebuah fenomena unik dakam kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan di indonesia. Sementara itu,figur kiai Dahlan sebagai tokoh sentral juga perlu dikaji untuk mengetahui peran-peran penting dan konstribusinya dalam perkembangan muhammadiyah berikutnya, serta amal-amal usaha yang telah dikerjakan oleh organisasi ini. Perintisan Organisasi Masa Kiai DahlanAhmad dahlan mungkin hanya akan menjadi sebuah noktah kecil dalam sejarah Indonesia, jika ia hanya menjalani kehidupannya sebagai seorang pedagang batik dan khatib di Masjid Agung Kesultanan Yogyakarta. Namun, ternyata ia hadir dengan gagasan besar yang mencerahkan di tengah keterpurukan nasib bangsa dibawah penindasan kolonialisme.Kiai Dahlan berpikir besar tentang cita-cita perubahan sosial demi kemajuan umat islam yang sedang mengalami keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan.Pikiran besarnya itulah yang kemudian mendorongnya untuk mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912 sebagai upaya pencerahan di tengah kemuraman bangsa.

Kiai Dahlan mulai menghayati cita-cita pembaruan sekembali dari ibadah haji yang pertama. Ia mulai memperjuangkan cita-citanya itu dengan berusaha membetulkan arah kiblat Masjid Agung yang menghadap ke arah barat lurus.Kiai Dahlan mengutarakan gagasannya ketika berlangsung musyawarah Ulama Tahun 1898, ketika tema pembicaraan para ulama dalam pertemuan itu menyangkut masalah kiblat Masjid Besar.Menurut kiai Dahlan, kiblat masjid besar perlu dibetulkan karena tidak sesuai dengan perhitungan yang tepat. Pendapatnya didasarkan pada analisis dan perhitungan ilmu falaq yang dikuasainya. Akan tetapi sebagian ulama menentang pendapatnya tersebut.Pada tahun 1909, satu tahun setelah BU berdiri, Kiai dahlan bergabung dengan organisasi tersebut. Organisasi ini menjadi salah satu embrio awal kebangkitan semangat nasionalisme Indonesia. Keterlibatan Kiai Dahlan dalam BU, disamping ia dimasudkan sebagai wadah untuk mengaktualisasikan semangat kebangsaannya, adalah untuk memperlancar usaha dakwah yang ia lakukan tanpa kenal lelah.Setalah berdirinya dua organisasi dan Kiai Dahlan sendiri telah menduduki jabatan di kedua organisasi tersebut tidak mengahalangi niatnya untuk mengembangkan dakwah islam dan pendidikan sebagaimana yang ia kehendaki dan akhirnya lahirlah organisasi Muhammadiyah.Muhammadiyah terbentuk dengan tujuan untuk menyebarkan pengajaran Nabi Muhammad kepada penduduk bumiputera dan Memajukan hal agama islam kepada anggota-anggotanya

setalah muhammadiyah berdiri, Kiai Dahlan mengajukan surat permintaan recht persoon (badan hukum) kepada Guberbur Jenderal Belanda di Jakarta. Dan dikabulkan pada 22 Agustus 1914 dengan wilayah yuridikasi hanya berlaku untuk daerah (kota) Yogyakarta dan berlaku 29 tahun.Dalam anggaran dasar yang disahkan pemerintah Belanda, dinyatakan bahwa maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah :Memajukan serta menggembirakan pelajaran dan pengejaran agama islam dalam kalangan sekutu-sekutunya.Memajukan serta menggembirakan hidup sepanjang kemauan agama islam dalam kalangan sekutu-sekutunya.Pada saat itu meskipun secara resmi muhammadiyah telah berdiri, namun hasilnya bagi perkembangan organisasi tampak belum konkret. Hal ini disebabkan selain karena masih terbatasnya wilayah yuridikasi, juga karena kreativitas para pengurus yang masih sangat terbatas.Untuk mengembangkan gagasan pembaruannya, Kiai Dahlan mengembangkan sektor pendidikan. Hal ini dilakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah yang dikelola secara modern dengan menggunakan metode dengan kurikulum baru yaitu dengan memadukan mata pelajaran umum dan agama.

Masa Penjajahan Belanda Semenjak Kiai Dahlan meninggal tahun 1923, dan kepemimpinan dilanjutkan oleh KH. Ibrahim, perdebatan yang terjadi antara organisasi islam yang bergerak dibidang politik dengan organisasi yang bergerak di bidang sosial-keagamaan semakin memuncak.Memang diakui, bahwa pada masa kepemimpinan Ibrahim, Muhammadiyah dihadapkan pada benturan-benturan internal maupun eksternal, sebagai konsekuensi logis yang diterima oleh organisasi yang sedang mengalami perkembangan sangat pesat.Benturan internal yang dialami adalah terkait adanya dugaan penerimaan dana haram sekaligus menjadi kaki tangan dari pemerintah kolonial Belanda.Benturan eksternal dipicu oleh munculnya kebijakan Pemerintah Belanda yang berupa Ordonansi Sekolah Liar atau Wilde Schoolen Ordonnantie.

Sebagai organisasi yang peduli terhadap bidang pendidikan, Muhammadiyah mengambil sikap tegas melalui sidang tanwir, dengan menyatakan bahwa :Muhammadiyah tetap mengakui hak dan wewenang pemerintah untuk membuat ordonasi. Tetapi muhammadiyah berkeyakinan bahwa ordonasi sekolah liar sangat bertentangan dengan ajaran islam, serta merugikan bangsa Indonesia.Muhammadiyah sebagai gerakan islam yang maksud dan tujuannya hendak menyebarkan ajaran islam dan hendak melaksanakan ajaran islam seutuhnya, dengan tidak mengurangi pengakuan akan hak pemerintah pembuat ordonasi serta melaksanakan sebagaimana mestinya, termasuk menghukum kepada siapa saja yang tidak mentaati atau melanggarnya, akan tetap menyelenggarakan usahanya dalam bidang pendidikan dan pengajaran dengan meneruskan sekolah dalam keadaan seperti apa adanya untuk melakukan kegiatan belajar mengajar.Pada akhirnya ternyata Muhammadiyah mampu menyelesaikan masalah diatas, dengan beberapa kompromi.Dan sejak tahun 1930-an itu, dibawah pimpinan Kiai Hisyam, Muhammadiyah mengalami kemajuan pesat di bidang pendidikan dan sosial lainnya.

Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh Kiai Hisyam adalah kebijakannya untuk melakukan modernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah, sehingga memiliki kualitas yang setara dengan kemajuan pendidikan yang dicapai oleh sekolah-sekolah pemerintah kolonial.Salah satu kecenderungan yang terjadi pada generasi kepemimpinan Muhammadiyah pasca Kiai Dahlan adalah mulai masuknya orientasi pada politik praktis. Kecenderungan mulai muncul sejak 1937 pada masa kepemimpinan Mas mansur, yang menjadi tokoh puncak Muhammadiyah menjelang perang dunia II. Mas Mansur adalah salah seorang pemrakarsa berdirinya MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia)Perubahan kecendrungan orientasi Muhammadiyah ke arah politik merupakan hasil perpaduan antara dorongan internal kepemimpinan Mas Mansur dengan tuntutan eksternal. Dimana kekuatan partai-partai politik sedang melemah pada saat situasi politik justru sedang meningkat.Dikalangan pimpinan Muhammadiyah, Mas Mansur dikenal sebagai tokoh yang memiliki semangat keagamaan sangat tinggi serta dikenal sebagai salah satu tokoh yang berperan besar dalam membentuk dan mengisi jiwa gerakan Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan Islam.Masa Pendudukan Jepang Mereka cenderung bersikap lunak terhadap kelompok islam. Misalnya mereka mendekatin tokoh muhammadyah Mas mansur, Ki Hajar Dewantara, Moh Hatta dan Sukarno sebagai pemimpin organisasi baru yang dinamakan Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Keempat tokoh ini di kenal dengan empat serangkai. Memang harus diakui bahwa kepemimpinan muhammadyah periode Mas Mansur banyak dipengaruhi oleh aktivitas politik praktis nasional. Peran muhammadiyah selanjutnya di lanjutkan oleh Ki Bagus Hadikusuma, ketua pengurus besar muhammadiyah periode 1944-1953. pada periode ini juga kembali terlihat sikap kritis muhammadiyah terhadap penjajah jepang. Di akhir pendudukan jepang atas desakan tokoh tokoh pergerakan nasional indonesia, maka pemerintah jepang di jawa membentuk sebuah panitia yang bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses kemerdekaan indonesia. Yaitu Badan Penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Dengan demikian demikian muhammadiyah tidak perlu berubah menjadi partai politik, karena semua urusan warga muhammadiyah yang terkait dengan perjuangan di arena politik diserahkan kepada partai Masyumi.

Relasi Muhammadiyah Masyumi Intensitas keterlibatan muhammadiyah di dalam masyumi sangat tinggi,terutama setelah 2 organisasi menyatakan keluar dari masyumi dan mendirikan partai politik sendi: PSII tahun 1947 dan NU tahun 1952. dinamika muhammadiyah dan masyumi mengalami beberapa kali pasang naik dan pasang surut. Dinamika tersebut dibagi menjadi tahap dinamika yaitu tahap pertama hubungan mesra (1945-1955), tahap ke dua adalah hubungan yang sedikit renggang (1956-1959), dan tahap ke tiga adalah langkah penyelamatan (1959). Tahap ke tiga ini adalah tahap akhir dari hubungan antara muhammadiyah dengan masyumi, yang arah penekanannya adalah menyelamatkan muhammadiyah sebagai salah satu anggota istimewa masyumi. Hubungan Mesra Hubungan mesra muhammadyah dengan masyumi di tandai dengan peranan penuh muhammadiyah dalam mendirikan maupun mempertahankan eksistensi partai tersebut. Posisi dan peran muhammadiyah di dalam masyumi memang sangat dominan. Kedudukan muhammadiyah sebagai anggota istimewa kadang kadang membuat muhammadiyah menjadi identik dengan Masyumi. Sebagai besar warga muhammadiyah memandang masyumi sebagai tempat berjuang, sementara muhammadiyah sebagai tempat beramal. Seorang anggota muhammadiyah dapat dipastikan adalah anggota Masyumi, atau sekurang kurangnya sebagai simpatisan partai tersebut. Hubungan renggang Memasuki tahun 1956, hubungan muhammadiyah dengan Masyumi sempat diwarnai ketegangan. Ketegangan ini merupakan akumulasi kekecewaan yang muncul dikalangan Muhammadiyah, karena perolehan kursi warga Muhammadiyah dalam Masyumi pada Pemilu 1955 dianggap tidak seimbang dengan apa yang telah dikerahkan Muhammadiyah untuk memenangkan Masyumi.

Ketegangan tersebut memicu perdebatan tentang keberadaan Muhammadiyah dalam Masyumi, apakah harus dipertahankan atau keluar. Melalui sidang tanwir Muhammadiyah pada 31 Mei 03 Juni 1956 di Kaliurang, Jogyakarta, Muhammadiyah mengambil keputusan bahwa Muhammadiyah terus melanjutkan kiprahnya dalam polotik praktis melalui masyumi, dan para anggota Muhammadiyah dengan yang non-Muhammadiyah. Dari perdebatan panjang pada sidang tanwir di Yogyakarta itu, setidaknya berkembang empat corak pemikiran : Gagasan yang menghendaki putusnya hubungan Muhammadiyah dengan Masyumi dan menjadikan Muhammadiyah sebagai partai polotik sendiriGagasan yang menghendaki putusnya hubungan Muhammmadiyah dengan Masyumi dan Muhammadiyah kembali pada khittah tahun 1912 sebagai gerakan dakwah amar maruf nahi munkar Gagasan yang menghendaki putusnya hubungan antara Muhammadiyah dengan Masyumi, dan Muhammadiyah menjadi partai politik sendiri, sementara hubungan antara organisasi politik dan organisasi masyarakat dibangun melalui federasi Gagasan yang menghendaki hubungan Muhammadiyah dengan Masyumi tetap berlangsung. Pemikiran ini berpijak pada cita-cita luhur bersama untuk memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan agama islam, menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Hasil keputusan musyawarah juga menetapkan bahwa PP Muhammadiyah dan PP Masyumi sama-sama menyadari bahwa adanya keanggotaan istimewa dalam Masyumi sama-sama menyadari bahwa adanya keanggotaan istimewa dalam Masyumi tidaklah wajar, sehingga disetujui adanya proses penghapusan dengan cara yang tidak menimbulkan kegoncangan. Selama belum dihapuskan, hubungan diantaranya harus dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya, dan diupayakan agar untuk masa-masa yang akan datang hubungan antara keduanya lebih baik dan ada pengertian bersama sebaik-baiknya.Akhir Hubungan Kebijakan PPMuhammadiyah untuk mengakhiri hubungannya denga partai Masyumi dimulai sesudah sidang tanwir Mei 1956 .Proses akhir hubungan Muhammadiyah dengan Masyumi dilakukan melalui 5 kali sidang (2x sidang pleno, 3x sidang harian). Sidang pleno pertama tanggal 25 juni 1959 mengagendakan masalah keanggotaan istimewa Masyumi dan disepakati adanya penghapusan keanggotaan istimewa tersebut, namun pada sidang pleno itu belum ada kesepakatan mengenai mekanisme penghapusan . Berikutnya pada sidang pleno ke2, 15-16 Agustus 1959, agenda pembicaraan masih meneruskan agenda sebelumnya, dan akhirnya diperoleh kesepakatan untuk menemui PP masyumi guna mencari penjelasan bersama, bukan untuk meminta masyumi melepaskan anggota istimewanya.Akhirnya melalu perdebatan PP Masyumi memutuskan jalan kompromi, yakni akan melepaskan keanggotaan istimewa para anggotanya, kecuali anggota yang keberatan.

Keberhasilan pelepasan status Muhammadiyah sbg anggota istimewa Masyumi sebenarnya memiliki beberapa nilai strategis:1. mengembalikan citra Muhammadiyah sbg organisasi kemasyarakatan dengan orientasi dakwah. 2. mengembalikan Muhammadiyah kepada khittahnya sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam ranah kultural.Semoga bermanfaat . TERIMA KASIH