na- ketahanan pangan,tie

Upload: saptaning-ruju-paminto-sp-mh

Post on 15-Feb-2018

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    1/55

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang.

    Pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa tujuan negera adalah

    melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

    untuk memajukan kesejaheraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

    melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

    keadilan sosial. Oleh karena itu perlindungan segenap bangsa dan peningkatan

    kesejahteraan umum merupakan tanggung jawab Negara untuk mewujudkannnya.

    Salah satu bentuk perlindungan tersebut adalah terjaminnya hak atas pangan bagi

    segenap rakyat yang merupakan hak asasi manusia yang sangat mendasar

    sehingga menjadi tanggung jawab Negara untuk memenuhinya. Untuk

    membangun ketahanan pangan, kemandirian pangan menuju kedaulatan pangan,

    perlu diupayakan melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.

    Salah satu bentuk perlindungan tersebut adalah terjaminnya hak atas

    pangan bagi segenap rakyat yang merupakan hak asasi manusia yang sangat

    fundamental sehingga menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Hal

    ini sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 28A dan Pasal 28C Undang-Undang

    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga sesuai dengan Article 25

    Universal Declaration of Human Rights Juncto Article 11 International Covenant

    on Economic, Social, and Cultural Right (ICESCR).

    Sejalan dengan itu, upaya membangun ketahanan dan kedaulatan pangan

    untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat adalah hal yang sangat penting untuk

    direalisasikan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan perlu

    diselenggarakan pembangunan pertanian berkelanjutan.

    Lahan pertanian memiliki peran dan fungsi strategis bagi masyarakat

    Indonesia yang bercorak agraris karena terdapat sejumlah besar penduduk

    Indonesia yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Dengan demikian,

    lahan tidak saja memiliki nilai ekonomis, tetapi juga sosial, bahkan memiliki nilai

    religius. Dalam rangka pembangunan pertanian yang berkelanjutan, lahan

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    2/55

    2

    merupakan sumber daya pokok dalam usaha pertanian, terutama pada kondisi

    yang sebagian besar bidang usahanya masih bergantung pada pola pertanian

    berbasis lahan. Lahan merupakan sumber daya alam yang bersifat langka karena

    jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat.

    Alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian

    ketahanan dan kedaulatan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang

    serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat

    pertanian dan perdesaan yang kehidupannya bergantung pada lahannya. Alih

    fungsi lahan-lahan pertanian subur selama ini kurang diimbangi oleh upaya-upaya

    terpadu mengembangkan lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru

    yang potensial. Di sisi lain, alih fungsi lahan pertanian pangan menyebabkan

    makin sempitnya luas lahan yang diusahakan dan sering berdampak pada

    menurunnya tingkat kesejahteraan petani. Oleh karena itu, pengendalian alih

    fungsi lahan pertanian pangan melalui perlindungan lahan pertanian pangan

    merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan

    pangan, dalam rangka meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan

    masyarakat pada umumnya.

    Ditengah besarnya tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan

    ketahanan pangan, pembangunan pertanian menghadapi permasalahan dan

    tantangan yang sangat besar terutama tingginya alih fungsi lahan pertanian ke non

    pertanian sebagai akibat pertambahan penduduk.

    Kondisi geografi Kabupaten Cianjur menjadi suatu aspek penting dalam

    perencanaan pembangunan Kabupaten Cianjur berkaitan dengan potensi yang

    dapat dikedepankan.Potensi pengembangan wilayah didasarkan pada hasil analisis

    terhadap kondisi wilayah dan berbagai kemungkinan perkembangan di masa

    mendatang. Beberapa kondisi umum geografis daerah yang dipertimbangkan

    antara lain meliputi letak, luas, dan batas wilayah; kondisi geografi beberapa

    bagian wilayah; karakteristik topografi, klimatologi, kondisi geologis, dan jenis

    tanah; serta sumberdaya air berdasarkan hidrogeologi. Untuk kepentingan

    perencanaan pembangunan, maka perlu diperhatikan potensi wilayah sebagaimana

    diutarakan di atas dan sebaliknya persoalan pengembangan wilayah yang dapat

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    3/55

    3

    menghambat proses pengembangan wilayah atas pengaruh negatifnya pada upaya

    peningkatan akselerasi pertumbuhan wilayah Kabupaten Cianjur.

    Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Propinsi Jawa Barat,

    diantara 6021 - 7025 Lintang Selatan dan 106042 - 107025 Bujur Timur.

    Wilayah Kabupaten Cianjur memiliki luas kurang lebih 361.435 Ha (sumber :

    RTRW Provinsi Jawa Barat), Kabupaten Cianjur juga terbagi dalam 3 wilayah

    yaitu Wilayah Utara,Wilayah Tengah dan Wilayah Selatan dengan jumlah

    kecamatan sebanyak 32 Kecamatan, jumlah desa sebanyak 354 desa dan jumlah

    kelurahan sebanyak 6 kelurahan yang berada diwilayah kota Cianjur.

    Secara administratif Kabupaten Cianjur berbatasan dengan :

    - Sebelah utara adalah Wilayah Kabupaten Bogor dan Purwakarta;

    - Sebelah barat adalah Wilayah Kabupaten Sukabumi;

    - Sebelah selatan adalah Samudera Indonesia; dan

    - Sebelah timur adalah Wilayah Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten

    Bandung, dan Garut.

    Secara geografis wilayah Kabupaten Cianjur terbagi dalam 3 bagian :

    Wilayah Cianjur Utara, Wilayah Cianjur Tengah, dan Wilayah Cianjur Selatan.

    Wilayah Cianjur Utara yang merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung

    Gede dengan ketinggian sekitar 2.962 m di atas permukaan laut. Wilayahnya juga

    meliputi daerah Puncak dengan ketinggian sekitar 1.450 m, Kota Cipanas

    (Kecamatan Cipanas dan Pacet) dengan ketinggian sekitar 1.110 m, serta Kota

    Cianjur dengan ketinggian sekitar 450 m di atas permukaan laut. Sebagian

    wilayah ini merupakan dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan

    perkebunan dan persawahan. Di bagian barat dekat zona Bogor terdapat

    Gunung Salak dengan ketinggian 2.21 m yang merupakan gunung api termuda

    yang sebagian besar permukaannya ditutupi bahan vulkanik. Wilayah Cianjur

    Tengah merupakan perbukitan, tetapi juga terdapat dataran rendah persawahan,

    perkebunan yang dikelilingi oleh bukit - bukit kecil yang tersebar dengan keadaan

    struktur tanahnya yang labil. Wilayah Cianjur Selatan merupakan dataran rendah

    yang terdiri dari bukit - bukit kecil dan diselingi oleh pegunungan - pegunungan

    yang melebar ke Samudra Indonesia, di antara bukit - bukit dan pegunungan

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    4/55

    4

    tersebut terdapat pula persawahan dan ladang huma. Dataran terendah di selatan

    Cianjur mempunyai ketinggian sekitar 7 m di atas permukaan laut.

    Dengan karakteristik wilayah yang beragam, Kabupaten Cianjur menyimpan

    potensi sumber daya alam yang sangat besar dalam membangun

    wilayahnya.Setiap bagian wilayah memiliki kekhasan yang dapat dimanfaatkan

    melalui pengembangan potensi dalam mendukung kegiatan perekonomian

    masyarakatnya.Namun kondisi tersebut tidak terlepas pula dari permasalahan

    yang dibatasi oleh kondisi geografis yang memiliki kerentanan dan kelabilan

    tanah, sehingga dalam pengelolaannya diperlukan strategi yang tepat.Wilayah

    utara Kabupaten Cianjur letaknya sangat strategis dan berkembang cepat.Di

    samping berada pada jalur pariwisata Puncak, Kota Cianjur dilalui oleh jalur

    regional Bandung - Jakarta dan sebaliknya.Wilayah selatan Kabupaten Cianjur

    belum berkembang seperti di bagian utara. Dengan posisinya yang berada pada

    lintasan antara ibukota negara dan ibukota propinsi telah memberikan implikasi

    positif terhadap kegiatan perekonomian masyarakat Kabupaten Cianjur,

    khususnya yang berada pada lintasan jalur regional maupun pengembangan

    wilayah secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan dengan berkembangnya berbagai

    kegiatan yang bersifat komersial dan menjadi mata pencaharian andalan

    masyarakat sekitar.

    Secara garis besar dapat dikatakan bahwa sistem ketahanan pangan

    mencakup empat aspek penting yaitu: ketersediaan, distribusi, cadangan pangan,

    konsumsi di tingkat rumah tangga, peran Pemerintah serta masyarakat dalam

    sistem ketahanan pangan. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah nomor 68

    tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan mengatur berbagai hal tentang system

    ketahanan pangan, termasuk peran Pemerintah Daerah (khususnya kabupaten)

    untuk menciptakan ketahanan pangan nasional. Peran pemerintah daerah menjadi

    sangat penting artinya karena sistem ketahanan pangan yang baik harus dibangun

    berlandaskan kemampuan sumberdaya lokal (daerah) dalam mencukupi

    kebutuhan pangan nasional.Hingga saat ini kemampuan sumberdaya lokal dalam

    mendukung sistem ketahanan pangan masih harus dioptimalkan agar dapat lebih

    terjangkau bagi masyarakat luas.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    5/55

    5

    Salah satu pendekatan wilayah basis pengembangan bahan pangan di kabupaten

    adalah dalam satuan wilayah kecamatan.Satu kecamatan dipandang sebagai satu

    kesatuan wilayah pengembangan yang memiliki keunggulan kompetitif untuk

    menghasilkan satu atau beberapa komoditi pangan. Beberapa kecamatan dengan

    daya dukung agroekologi yang sesuai akan menjadi penyumbang utama

    ketersediaan bahan pangan di suatu kabupaten. Konsentras wilayah

    pengembangan komoditas utama di beberapa kecamatan sentra (basis) dengan

    kondisi agroekologi yang sesuai akan mempermudah pengembangan komoditi

    komoditi tersebut. Pengetahuan tentang lokasilokasi (kecamatan) basis akan

    mempermudah kemungkinan pengembangan untuk memenuhi target kenaikan

    produksi dengan investasi yang lebih efisien.1

    Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh adanya konversi lahan yang

    begitu luas, perlu kiranya ada upaya-upaya pengendaliannya.Berdasarkan

    penelitian yang dilakukan oleh Mukhtar Rosyid Harjono pengendalian konversi

    lahan pertanian merupakan sebuah sistem yang melibatkan peraturan dan

    pelakunya.Sehingga diperlukan adanya keterikatan misi antar instansi agar dapat

    mengintegrasikan berbagai kepentingan dalam rangka pengendalian lahan

    pertanian. Disamping juga perlu adanya sosialisasi pada masyarakat akan

    pentingkan menjaga kelestarian lahan pertanian demi ketahanan pangan. 2

    Di Kabupaten Cianjur alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman

    terhadap pencapaian ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan. Alih fungsi

    lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan

    fisik serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan yang kehidupannya

    tergantung pada lahannya. Alih fungsi lahan-lahan pertanian subur yang selama

    ini terjadi kurang diimbangi dengan upaya-upaya secara terpadu dalam

    pengembangan lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang

    potensial. Disamping itu alih fungsi lahan menyebabkan makin sempitnya luas

    garapan yang berdampak kepada tidak terpenuhinya skala ekonomi usahatani,

    1Endro Pranoto, Potensi Wilayah Komoditas Pertanian Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

    Berbasis Agribisnis Kabupaten Banyumas,, Tesis, UNDIP, Semarang, 2008, hlm 17.2

    Mukhtar Rosyid Haryono, Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengendalian Konversi LahanPertanian di Kabupaten Kendal, Tesis, Undip, Semarang, 2005, hlm 131.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    6/55

    6

    sehingga berakibat kepada in efisiensi dan pada akhirnya menurunnya

    kesejahteraan petani. Kecilnya luas garapan petani juga disebabkan oleh

    peningkatan jumlah rumah tangga petani yang tidak sebanding dengan luas lahan

    yang diusahakan. Akibatnya jumlah petani gurem dan buruh tani tanpa

    penguasaan/kepemilikan lahan terus bertambah yang berakibat kepada sulitnya

    upaya peningkatan kesejahteraan petani dan pengentasan kemiskinan di kawasan

    perdesaan. Oleh karena itu pengendalian alih fungsi lahan pertanian melalui

    usaha-usaha perlindungan lahan pertanian pangan merupakan salah satu upaya

    untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan menuju kemandirian

    pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pada

    umumnya.Berdasarkan uraian di atas naskah akademis tentang pelestarian lahan

    untuk ketahanan pangan di kabupaten Cianjur perlu ditindaklanjuti dengan

    peraturan daerah.

    B. Identifikasi Masalah.

    Naskah akadaemik ini mencoba memetakan berbagai permasalahan yang

    dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur khsusnya berkenaan dengan

    pelestarian lahan untuk ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur, adapun

    identifikasi masalah dalam naskah akademik ini meliputi :

    1. Apakah latar belakang diperlukannya peraturan daerah tentang pelestarian

    lahan untuk ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur ?

    2. Apakah pengelolaan lahan untuk ketahanan pangan yang dilaksanakan oleh

    Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur selama ini telah sejalan dengan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku ?

    3. Bagaimana pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis

    pembentukan rancangan peraturan daerah tentang pelestarian lahan untuk

    ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur?

    4. Bagaimanakah sasaran, ruang lingkup, jangkauan dan arah pengaturan

    pelestarian lahan untuk ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur kedepan?

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    7/55

    7

    C. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademik.

    1. Tujuan Penyusunan Naskah Akademik.

    Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan diatas,

    tujuan penyusunan Naskah Akademik ini meliputi :

    1. Latar belakang diperlukannya peraturan daerah tentang pelestarian lahan

    untuk ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur.

    2. Pengelolaan lahan untuk ketahanan pangan yang dilaksanakan oleh

    Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur selama ini telah sejalan dengan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    3. Pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan

    rancangan peraturan daerah tentang pelestarian lahan untuk ketahanan

    pangan di Kabupaten Cianjur.

    4. Sasaran, ruang lingkup, jangkauan dan arah pengaturan pelestarian lahan

    untuk ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur kedepan.

    2.

    Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik.

    Kegunaan penyususnan Naskah Akademik secara umum adalah sebagai

    acuan, panduan atau referensi bagi pengelolaan lahan untuk ketahanan pangan di

    Kabupaten Cianjur, disamping hal tersebut juga diharapkan dapat memberi

    manfaat secara :

    a. Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian naskah akademis ini diharapkan dapat memberikan

    sumbangan pemikiran dalam upaya untuk mendorong peningkatan

    ketahanan pangan di kabupaten Cianjur.

    b.

    Manfaat Praktis

    Hasil penelitian naskah akdemik ini diharapkan dapat memberikan

    sumbangan pemikiran kepada para pihakstakeholder diantaranya :

    1) Bagi pemerintah dapat dijadikan dasar pembuatan peraturan daerah

    tentang pelestarian lahan untuk ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur

    kedepan;

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    8/55

    8

    2) Bagi akademisi, hasil penelitian naskah akademis ini diharapkan dapat

    menambah reperensi sebagai pengayaan argumentasi akademis dalam

    mengelaborasi berbagai kebijakan dari pemerintah daerah Kabupaten

    Cianjur dalam rangka proses pembelajaran;

    3) Bagi Masyarakat, melalui penelitian naskah akademis ini diharapkan

    menjadi salah satu forum untuk lebih memahami dan mengetahui

    berbagai kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang ketahanan

    pangan di Kabupaten Cianjur kedepan.

    D. Metode Penelitian.

    Metode yang dipilih dalam penelitian naskah akademik ini adalah metode

    deskriptif analisis, yang dilakukan untuk membuat deskripsi atau gambaran atau

    lukisan serta hubungan antara fenomena yang diselidiki, penelitian naskah

    akademik ini juga bertujuan untuk mengungkapkan secara sistematis,

    metodologis, dan konsisten dengan mengadakan analisis dan konstruksi.3

    Dalam penelitian naskah akademik ini pengkajian difokuskan terhadap

    hubungan sebab akibat antara kaidah hukum positif tentang pelestarian lahan

    untuk ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur, penelitian dilaksanakan dengan :

    1. Metode Pendekatan.

    Dalam penelitian naskah akademik ini memakai metode pendekatan Yuridis

    Normatif, penelitian ini dapat digunakan untuk mencari asas hukum, teori hukum

    dan sistem hukum, terutama dalam hal penemuan dan pembentukan asas-asas

    hukum baru, pendekatan hukum baru dari sistem hukum nasional terutama dalam

    pelestarian lahan untuk ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur.4

    Dalam penelitian naskah akademik ini juga meliputi usaha untuk

    menemukan hukum yang in concertio yang tujuannya untuk menemukan hukum

    3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tujuan Singkat,

    Cetakan VI, Raja Gerapindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 14 Sunaryati,Penelitian Hukum di Indonesia Pada Abad ke 20 , Alumni, Bandung, 1994, hlm.105;

    penelitian yang bersifat yuridis normative, dapat dibedakan menjadi penelitianmonodisipliner dan interdisipliner.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    9/55

    9

    yang sesuai dan yang akan diterapkan dalam suatu permasalahan tertentu di dalam

    penelitian naskah akademik tersebut.5

    Sunaryati Hartono, mengatakan penelitian hukum untuk menemukan suatu

    kebijakan (policy) baru, biasanya menggunakan penelitian hukum interdisipliner

    dan penelitian yang mengembangkan satuan teori adalah merupakan penelitian

    murni, beliau juga mengatakan bahwa kegunaan penelitian hukum normatif antara

    lain adalah :

    a) Untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimakah hukum positifnya

    mengenai suatu masalah yang tertentu dan ini merupakan tugas semua

    sarjana hukum;

    b) Untuk dapat menyusun dokumen-dokumen hukum;

    c)

    Untuk menulis makalah/buku hukum;

    d) Untuk dapat menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apakah dan

    bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau masalah tertentu;

    e) Untuk melakukan penelitian dasar (basic research) di bidang hukum

    penyajian penulisan penelitian secara basic research menggunakan data-

    data yang kumulatif dan metode yang digunakan adalah metode hukum,

    yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis.6

    2. Jenis dan Sumber Data.

    Penelitian naskah akademik ini dilakukan guna memperoleh data yang

    akurat maka dilakukan melalui 2 (dua) tahapan besar sebagai berikut :

    a) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan dan

    mempelajari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang berkaitan

    dengan penyelenggaraan kearsipan di Kabupaten Cianjur.7

    Dalam realisasinya penggalian data sebagai salah satu sumber penelitian

    maka peneliti memfokuskan pada tiga sumber bahan hukum diantaranya :

    5 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,

    Jakarta, 1990, hlm. 226 Sunaryati, Op Cit, hlm. 74

    7 Dedi Mulyadi, Kebijakan Legislasi Tentang Sanksi Pidana Pemilu Legislatif di Indonesia Dalam

    Perspektif Demokrasi, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana

    Universitas Katolik Parahiyangan Bandung, 2011, hlm. 56; lihat pula Wila Chandra Wila

    Supardi, Metode Penelitian, Materi Kuliah Metode Penelitian Program Pascasarjana DoktorIlmu Hukum Universitas Katolok Parahyangan, Bandung, 2009, hlm. 17

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    10/55

    10

    1) Bahan Hukum Primer, berupa peraturan-peraturan yang berkaitan

    dengan hukum tata cara pembentukan produk hukum daerah yang

    berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

    undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan

    Menteri Dalam Negeri dan peraturan lain yang berkaitan dengan

    penyelenggaraan kearsipan.

    2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan pustaka yang relevan

    dengan objek yang diteliti, anatara lain tentang referensi buku-buku,

    majalah, koran dan internet yang berkaitan penyelenggaraan kearsipan;8

    3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi

    tentang bahan hukum primer dan sekunder, seperti brosur-brosur, media

    cetak danBlacks Law Dictionary.9

    b) Penelitian lapangan (field research) , tujuannya mencari data-data lapangan

    yang menyangkut pandangan, aspirasi dan ekspektasi masyarakat kampus

    tentang penyelenggaraan kearsipan di Kabupaten Cianjur (data Primer)

    yang berkaitan dengan materi penelitian dan berfungsi sebagai pendukung

    data sekunder.

    3. Prosedur Pengumpulan Data

    Untuk pengumpulan data dalam penelitian naskah akademik ini melalui 2

    (dua) cara diantaranya :

    1) Penelitian Awal (Pra Survey), yaitu pengambilan data awal di

    instansi/lembaga terkait, untuk memudahkan langkah pengumpulan data

    selanjutnya;

    2)

    Studi Pustaka (Library research), yakni melalui berbagai dokumen dan

    bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan penyelenggaran

    kearsipan yang sedang dibahas dalam penelitian naskah akademik ini.

    4. Teknik Pengecekan Validasi Data

    Disamping teknik diatas pengecekan keabsahan data juga dilakukan melalui

    teknik pemeriksaan triangulasi, khususnya triangulasi sumber, Patton dalam

    8

    Ibid, hlm. 579 Nasution, Metode Research, Bumi Aksara, Bandung, 2001, hlm. 58

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    11/55

    11

    bukunya dengan judul Qualitative Data Analysis; A Sourcebook of New

    Methods, sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleng menyebutkan bahwa

    triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik tingkat

    kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda

    dalam metode kualitatif.10

    5. Analisis Data

    Pengertian analisis di sini dalam penelitian naskah akademis ini

    dimaksudkan sebagai interpretasi secara logis, sistimatis dan konsisten dimana

    dilakukan penelaahan data yang lebih rinci dan mendalam.Dari data yang berhasil

    dikumpulkan dalam penelitian ini, baik yang berupa data primer maupun data

    sekunder dianalisis menggunakan metode kualitatif, tanpa menggunakan angka

    (matematik dan statistik).

    Metode analisis data dalam penelitian ini meliputi 4 (empat) tahap kegiatan

    yaitu :

    1) Tahap pengumpulan data;

    2) Tahap reduksi data;

    3)

    Tahap pengujian data; dan

    4)

    Tahap penarikan kesimpulan.

    Tahapan di atas merupakan siklus yang interaktif, artinya analisis data ini

    merupakan upaya yang terus berlanjut dan berulang terus menerus bergerak di

    antara empat tahapan kegiatan tersebut selama pengumpulan data.Penarikan

    kesimpulan yang dilakukan melalui pemeriksaan terhadap data/informasi yang

    telah diperoleh di lapangan, menjadi gambaran keberhasilan secara berturut-turut

    sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling menyusul.11

    10 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001, hlm.

    17811

    M.B. Miles dan A.M. Huberman,Analisis Data Kualitatif, Universitas Indonesia Press, Jakarta,1992, hlm. 19

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    12/55

    12

    BAB II

    KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

    A. Kajian Teoritis.

    UUD 1945 mengamanatkan bahwa lahan pertanian pangan merupakan

    bagian dari bumi yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar

    kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena negara Indonesia adalah

    negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai

    petani, sudah selayaknyalah jika negara perlu menjamin penyediaan lahan

    pertanian pangan yang berkelanjutan, sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan

    yang layak bagi kemanusiaan dengan mengedepankan prinsip

    kebersamaan,efisiesi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan

    kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan

    ekonomi nasional. Negara berkewajiban menjamin hak asasi warganegaranya atas

    kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan.Isu penting dalam pembangunan

    dewasa ini adalah pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan adalah suatu

    proses yang memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal untuk memenuhi

    kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat masa kini tanpa harus mengorbankan

    kebutuhan dan kesejahteraan generasi yang akan datang. Seiring dengan laju

    konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian,sumberdaya pertanian yang perlu

    mendapatkan prioritas adalah lahan pertanian, terutama lahan pertanian pangan. 12

    Menurut Notohadipawiro, lahan merupakan kesatuan berbagai

    sumberdaya daratan yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem struktural

    dan fungsional. Sifat dan perilaku lahan ditentukan oleh jenis sumberdaya

    dominan dan intensitas interaksi yang berlangsung antar sumberdaya.Sumberdaya

    lahan dapat mengalami perubahan karena aktivitas manusia. Penggunaan lahan

    (land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap

    lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya,baik material maupun

    12Anita Widhy, Implementasi Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di

    Kabupaten Magelang, Tesis, UNDIP, Semarang, 2012, hlm 3. Diunduh tanggal 30 Juni 2014,pukul 12.15 WIB.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    13/55

    13

    spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar

    yaitu (1) pengunaan lahan pertanian dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian.13

    Menurut Sabiham, pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan

    sumberdaya untuk menghasilkan kebutuhan pokok manusia, yaitu sandang,

    pangan dan papan, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas

    lingkungan dan melestarikannya. Definisi tersebut mencakup hal-hal sebagai

    berikut: mantap secara ekologis, bisa berlanjut secara ekonomis, adil, manusiawi

    dan luwes.

    Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2009 tentang

    Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dijelaskan bahwa yang

    dimaksud dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan

    pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten

    guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan

    pangan nasional. Sedangkan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan

    sendiri diartikan sebagai sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan,

    mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan dan mengawasi

    lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.

    Menurut Rustiadi dan Reti, tersedianya sumberdaya lahan pertanian

    pangan yang berkelanjutan merupakan syarat untuk ketahanan pangan nasional.

    Ketersedian lahan pertanian pangan berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu : 1)

    Potensi sumberdaya lahan pertanian pangan, 2) Produktivitas lahan, 3)

    Fragmentasi lahan pertanian, 4) Skala luasan penguasaan lahan pertanian, 5)

    Sistem irigasi, 6) land rent lahan pertanian, 7) Konversi, 8) Pendapatan petani, 9)

    Kapasitas SDM pertanian serta 10) kebijakan di bidang pertanian.14

    Dalam rangka pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan,

    pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang

    Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dalam UU Nomor 41

    13Sabiham, Manajemen Sumberdaya lahan dan usaha pertanian berkelanjutan, dalam Arsyad dan

    E. Rustiadi (ed), Penyelamatan tanah, air dan lingkungan, Crestpent Press dan yayasan Obor

    Indonesia, hlm 3-16.14

    Rustiadi dan W. Reti, Urgensi Lahan Pertanian Pangan Abadi dalam Perspektif Ketahanan

    Pangan, dalam Arsyad s dan E. Rustiadi (ed), Penyelamatan tanah, air dan lingkungan,Crestpent Press dan yayasan Obor Indonesia hlm 61-86.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    14/55

    14

    Tahun 2009 tersebut dengan jelas disebutkan bahwa Lahan Pertanian Pangan

    Berkelanjutan (LP2B) adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk

    dilindungi dan dikembangkan secara konsistem guna menghasilkan pangan pokok

    bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. LP2B dapat berupa

    lahan beririgasi, lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang surut (lebak)

    dan/atau lahan tidak beririgasi (lahan kering).

    Walapun suatu kawasan telah ditetapkan sebagai LP2B, bukan berarti

    bahwa lahan tersebut tidak dapat dialihkan kepemilikannya. LP2B dapat dialihkan

    kepemilikannya kepada pihak lain dengan tidak mengubah fungsi lahan tersebut

    sebagai LP2B. Lahan yang ditetapkan sebagai LP2B dilindungi dan dilarang

    untuk dialihfungsikan, tetapi dalam hal untuk kepentingan umum, dapat dilakukan

    alih fungsi tetapi dengan syarat harus melalui kajian kelayakan strategis, disusun

    rencana alih fungsi lahan, dibebaskan terlebih dahulu haknya dari pemilik dan

    disediakan lahan pengganti terhadap LP2B yang dialihfungsikan. Dalam UU

    Nomor 41 Tahun 2009 juga secara tegas mengatur bahwa orang atau badan yang

    melanggar tentang ketentuan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

    dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif berupa peringatan tertulis,

    penghentian sementara kegiatan sampai kepada penutupan lokasi, pencabutan izin

    sampai kepada denda dan hukuman penjara.

    Memperhatikan uraian tersebut di atas, tampak jelas bahwa apabila UU

    Nomor 41 Tahun 2009 benar-benar dapat diimplementasikan secara tertib dan

    benar, maka merupakan suatu langkah strategis dalam upaya mengerem laju alih

    fungsi lahan pertanian produktif. Tinggal sekarang sejauhmana pemerintah,

    pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota mau dan mampu

    mengimplementasikan UU Nomor 41 Tahun 2009 tersebut serta mencantumkan

    LP2B dalam rencana tata ruang wilayah masing-masing guna mendukung upaya

    mewujudkan ketahanan pangan, kemandirian pangan menuju kedaulatan

    pangan.15

    15I Made Oka Parwata,Lahan Pertanian, internet, diunduh, hari senin, 16 Juni 2014, pukul 12.00 WIB.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    15/55

    15

    Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang selama ini masih

    diandalkan oleh Negara Indonesia karena sektor pertanian mampu memberikan

    pemulihandalam mengatasi krisis yang terjadi di Indonesia. Keadaan inilah yang

    menampakkan bahwa sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang andal dan

    mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan

    ekonominasional melalui salah satunnya adalah ketahanan pangan nasional.

    Dengandemikian diharapkan kebijakan untuk sektor pertanian lebih diutamakan.

    Namun setiap tahun untuk luas lahan pertanaian selalu mengalami alih fungsi

    lahan dari lahan sawah ke lahan non sawah.

    Alih fungsi lahan sudah sejak lama menjadi masalah, khususnya di Jawa

    Barat.Sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara,

    memang tidak mengherankan bila areal sawah yang berubah fungsi di Jawa Barat

    terus meningkat setiap tahun. Alih fungsi lahan pertanian produktif di Jawa Barat,

    terutama lahan sawah, menjadi lahan non pertanian telah berlangsung dan

    sulitdihindari sebagai akibat pesatnya laju pembangunan antara lain digunakan

    untuk pemukiman, industri, sarana infrastruktur dan lainnya. Penurunan produksi

    padi di Jawa Barat yang menyediakan 17,84 % produksi beras nasional terjadi

    akibatpenciutan lahan sawah karena alih fungsi lahan dan pelandaian tingkat

    produktivitas di daerah-daerah itensifikasi.

    Usaha yang dilakukan pemerintah untuk mempertahankan swasembada

    pangan adalah peningkatan mutu program itensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi

    dan rehabilitasi lahan pertanian.. Hal ini penting dilakukan guna mengantisipasi

    kebutuhan pangan khususnya beras yang terus meningkat seiring dengan

    peningkatan jumlah penduduk dan penciutan lahan sawah khususnya di Jawa

    Barat.

    Hasil analisis menunjukkan perubahan alih fungsi lahan sawah ke lahan

    non sawah pada periode tahun 1995-2006 sebesar -225.292 hektar atau sebesar -

    1.82persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami mutasi lahan

    sebesar -18.774 hektar. Sementara produksi padi tahun 1995-2006

    mengalamipenurunan akibat alih fungsi lahan pertanian sebesar -1,304,853 ton

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    16/55

    16

    atau sebesar -1.09 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami

    pengurangan produksi padi sebesar -108.738 ton.

    Secara keseluruhan pada periode tahun 1995-2006 rata rata setiap

    tahunmengalami produksi padi 9.936.649 ton dan produktivitas pertanian sebesar

    5.03ton setiap tahun meskipun dipengaruhi oleh konversi lahan pertanian

    sebesar18.774 hektar setiap tahun. Apabila pada tahun 1995-2006 tidak

    mengalamikonversi lahan pertanian tentu akan mempengaruhi peningkatan

    produksi padi di Jawa Barat sebesar 94.435 ton setiap tahun dengan demikian

    tentu dengan adanya konversi lahan pertanian berpengaruh terhadap produksi padi

    di Jawa Barat.

    Apabila kondisi alih fungsi lahan pertanian tidak segera dilakukan

    tindakanpencegahan dan produksi padi tidak dapat dipertahankan serta

    ditingkatkanmelalui intensifikasi pertanian, sementara jumlah penduduk terus

    meningkat makadiprediksi Jawa Barat akan mengalami krisis pangan khususnya

    kebutuhan beraspada tahun 2021.

    Permasalahan yang ditimbulkan oleh akibat pergeseran atau mutasi lahan

    sawah ke non sawah perlu dilihat bukan saja berdasarkan dampaknya kepada

    produksipadi saja, tetapi perlu dilihat dalam perspektif yang lebih luas. Dampak

    yang lebih luas tersebut termasuk pengaruhnya terhadap kesetabilan politik yang

    diakibatkan oleh kerawanan pangan, perubahan sosial yang merugikan,

    menurunya kualitas lingkungan hidup terutama yang menyangkut sumbangan

    fungsi lahan sawah kepada konservasi tanah dan air untuk menjamin kehidupan

    masyarakat di masadepan. Dampak dari kehilangan lahan pertanian produktif

    adalah kehilangan hasil pertanian secara permanen, sehingga apabila kondisi ini

    tidak terkendali maka dipastikan kelangsungan dan peningkatan produksi akan

    terus berkurang dan pada akhirnya akan mengancam kepada tidak stabilnya

    ketahanan pangan di JawaBarat.

    Untuk mengurangai alih fungsi lahan yang lebih luas pemerintah Jawa Barat Perlu

    melakukan strategi dan kebijakan mengenai pengendalian konversi lahan sawah

    karena permasalahannya sangat kompleks maka strategi pengendalian alih fungsi

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    17/55

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    18/55

    18

    Ketersediaan pangan yang berasal dari dalam negeri merupakan kunci suksesnya

    sistem ketahanan pangan.Lahan yang luas dan jumlah penduduk yang besar serta

    sebagian besar dari pendudukhidup dari sektor pertanian merupakan modal utama

    yang harus selalu digali untuk menjadi sumber pasokan pangan nasional.

    Dalam kondisi perekonomian nasional yang masih lemah seperti saat ini maka

    kemampuan bangsa untuk memenuhi kebutuhanpangan dari produksi dalam

    negeri menjadi indikator bagikelanjutan eksistensi bangsa dan martabat dimata

    internasional.

    Diperlukan kebijakan yang kondusif untukmendukung peningkatan

    produksi pangan dalam negeri.Bantuan teknis produksi, akses permodalan yang

    mudah dengan bungalunak bagi para petani kecil merupakan insentif produksi

    yangsangat diharapkan.Perlindungan terhadap petani kecil daritingginya fluktuasi

    harga beras musiman juga sangat diperlukan.

    Harga gabah yang rendah pada musim panen harus segera dapat diatasi

    dengan menciptakan mekanisme penyerapan gabah minimal pada harga dasar

    yang berlaku. Penyediaan sarana produksiberkualitas (pupuk, benih, pestisida dan

    alsintan (alat mesinpertanian ) di tingkat usahatani dengan harga terjangkau akan

    memacu petani kecil untuk selalu berusaha meningkatkanproduktivitas usaha

    taninya.

    Impor merupakan pilihan terakhir dari system ketahanan pangan, sebagai

    upaya sementara untuk mengatasi kesenjangan antara produksi musiman dan

    permintaan dalam negeri.Impor mempunyai dampak buruk bagi kelangsungan

    hidup petani kecil yang merupakan mayoritas dari petani Indonesia.

    Cadangan pangan terdiri dari atas dua komponen,yaitu: cadangan pangan

    yang dimiliki oleh pemerintah dan cadangan pangan yang dikelola oleh

    masyarakat. Cadangan pangan yang dikelola oleh Pemerintah terdiri atas

    cadangan pangan yang dikelola oleh Pemerintah Pusat, Propinsi dan

    Kabupaten/Kota.

    Cadangan pangan yang dikelola oleh masyarakat terdiri atas:cadangan

    pangan di tingkat rumah tangga, pedagang dan industry serta distributor pangan.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    19/55

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    20/55

    20

    Asas-asas formal yang dimaksud Van der Vlies meliputi : 1) asas tujuan

    yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling); 2) asas organ/lembaga yang tepat

    (begisel van het juiste organ); 3) asas perlunya pengaturan (het noodzakeijkheids

    beginsel); 4) asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid); dan 5)

    asas consensus (het beginsel van consensus).

    Asas-asas material menurut Vlies meliputi : 1) asas terminology dan sistem

    matika yang benar (het beginsel van duidelijke systematiek); 2) asas dapat dikenal

    (het beginsel van de kenbaarheid); 3) asas perlakuan yang sama dalam hukum

    (het rechtsgelijkheidsbeginsel); 4) asas kepastian hukum (het

    rechtszekerheidsbeginsel);5) asas perlakuan hukum sesuai keadaan individual

    (het beginsel van de individuele rechtbedeling).

    Pandangan A Hamid S. Attamimi tentang asas-asas pembentukan peraturan

    perundang-undangan di Indonesia juga bersimpul pada dua asas penting, yang

    relatip sama dengan konsepsi Van Der Vlies, asas formal dan asas material

    diantaranya yang termasuk asas formal adalah : 1) asas tujuan yang jelas; 2) asas

    perlunya pengaturan; 3) asas organ/lembaga yang tepat; 4) asas materi muatan

    yang tepat; 5) asas dapatnya dilaksanakan; dan 6) asasnya dapatnya dikenali.

    Sedangkan asas-asas material terdiri dari : 1) asas harus sesuai dengan ciri hukum

    dan norma fundamental Negara; 2) asas harus sesuai dengan hukum dasar Negara;

    3) asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip Negara berdasarkan atas hukum; dan

    4) asas hukum sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasar sistem

    konstitusi.

    Hamid S. Attamimi, menyampaikan dalam pembentukan peraturan

    perundang-undangan, setidaknya ada beberapa pegangan yang harus

    dikembangkan guna memahami asas-asas pembentukan peraturan perundang-

    undangan yang baik (algemene beginselen van behorlijke regelgeving) secara

    benar, meliputi :

    Pertama, asas yang terkandung dalam Pancasila selaku asas-asas hukum

    umum bagi peraturan perundang-undangan; Kedua, asas-asas Negara berdasar

    atas hukum selaku asas-asas hukum umum bagi perundang-undangan; Ketiga,

    asas-asas pemerintahan berdasar sistem konstitusi selaku asas-asas umum bagi

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    21/55

    21

    perundang-undangan, dan Keempat, asas-asas bagi perundang-undangan yang

    dikembangkan oleh ahli.16

    Berkenaan dengan hal tersebut pembentukan peraturan daerah yang baik

    selain berpedoman pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan

    yang baik (beginselen van behoorlijke wetgeving), juga perlu dilandasi oleh asas-

    asas hukum umum (algemene rechtsbeginselen), yang didalamnya terdiri dari asas

    Negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat), pemerintahan berdasarkan sistem

    konstitusi, dan Negara berdasarkan kedaulatan rakyat.

    Sedangkan menurut Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam membentuk peraturan

    perundang-undangan termasuk Perda, harus berdasarkan pada asas-asas

    pembentukan yang baik yang sejalan dengan pendapat Purnadi Purbacaraka

    dan Soerjono Soekanto17meliputi :

    a. Asas Kejelasan Tujuan adalah bahwa setiap pembentukan Peraturan

    Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak

    dicapai;

    b.

    Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepatadalah bahwa setiap

    jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat

    pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan

    16 Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik; Gagasan

    Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, Hlm.

    11517

    Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Ikhtiar Antinomi Aliran Filsafat SebagaiLandasan Filsafat Hukum, Rajawali, Jakarta, 1985, Hlm. 47; memperkenalkan enam asas

    undang-undang yaitu :

    a.

    Undang-undang tidak berlaku surut;

    b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan

    yang lebih tinggi pula;

    c.

    Undang-undang yang bersifat khuhus mengenyampingkan Undang-undang yang bersifat

    umum;

    d. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku

    terdahulu;

    e.

    Undang-undang tidak dapat diganggu gugat;

    f.

    Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai

    kesejahteraan spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun individu, melaluipembaharuan dan pelestarian (Asas Welvaarstaat)

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    22/55

    22

    perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,

    apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang;

    c. Asas Kesesuaian antara jenis dan materi muatanadalah bahwa dalam

    pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar

    memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan

    Perundang-undangannya;

    d. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan

    perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan

    perundang-undangan tersebut, baik secara filosofii, yuridis maupun

    sosiologis.

    1) Aspek Filosofisadalah terkait dengan nilai-nilai etika dan moral yang

    berlaku di masyarakat. Perda yang mempunyai tingkat kepekaan

    yang tinggi dibentuk berdasarkan semua nilai-nilai yang baik yang

    ada dalam masyarakat;

    2) Aspek Yuridis adalah terkait landasan hukum yang menjadi dasar

    kewenangan pembuatan perda.

    3)

    Aspek Sosiologisadalah terkait dengan bagaimana Perda yang

    disusun tersebut dapat dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan

    kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan.

    e. Asas hasil guna dan daya guna adalah bahwa setiap peraturan perundang-

    undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat

    dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

    f.

    Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan perundang-

    undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan

    perundang-undangan. Sistematika dan pilihan kata atau terminology, serta

    bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak

    menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaanya.

    g. Asas keterbukaan adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan

    perundang-undangan mulai perencanaan, persiapan, penyusunan dan

    pembahasan bersifat transparan. Dengan demikian seluruh lapisan

    masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    23/55

    23

    memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-

    undangan;

    h. Asas materi muatan adalah materi muatan peraturan perundang-undangan

    mrenurut UU No. 12 Tahun 2011 harus mengandung asas-asas sebagai

    berikut :

    1)

    Asas kekeluargaan adalah mencerminkan musyawarah untuk

    mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;

    2) Asas Kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan

    daerah senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah

    Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang

    dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang

    berdasarkan Pancasila;

    3) Asas Bhinneka Tunggal Ika adalah bahwa materi muatan peraturan

    daerah harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan

    golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang

    menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan

    bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

    4)

    Asas Keadilan adalah mencerminkan keadilan secara proporsional

    bagi setiap warga Negara tanpa kecuali;

    5) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah

    bahwa setiap materi muatan peraturan daerah tidak boleh berisi hal-

    hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara

    lain, agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial;

    6)

    Asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap materi

    muatan peraturan daerah harus dapat menimbulkan ketertiban dalam

    masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum;

    7) Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah bahwa

    setiap materi muatan peraturan daerah harus mencerminkan

    keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan

    individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan Negara;

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    24/55

    24

    8) Asas pengayoman adalah memberikan perlindungan dalam rangka

    menciptakan ketentraman masyarakat;

    9) Asas Kemanusiaan adalah mencerminkan perlindungan dan

    penghormatan hak-hak asasi manusia serta hakekat dan martabat

    setiap warga Negara secara proporsional;

    10)

    Asas kemanusiaan adalah mencerminkan perlindungan dan

    penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat

    setiap warga Negara secara proporsional;

    11) Asas Kebangsaan adalah mencerminkan sifat dan watak Bangsa

    Indonesia yang pluralistik dengan tetap menjaga prinsip Negara

    kesatuan RI.

    Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan

    berdasarkan asas:

    a. manfaat;

    b. keberlanjutan dan konsisten;

    c. keterpaduand. keterbukaan dan akuntabilitas;

    e. kebersamaan dan gotong-royong;

    f. partisipatif;

    g. keadilan;

    h. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;

    i. kelestarian lingkungan dan kearifan lokal;

    j. desentralisasi;

    k. tanggung jawab negara;

    l. keragaman; dan

    m. sosial dan budaya.

    Manfaat adalah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang

    diselenggarakan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

    kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi kini maupun generasi masa

    depan.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    25/55

    25

    Keberlanjutan dan konsisten adalah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

    Berkelanjutan yang fungsi, pemanfaatan, dan produktivitas lahannya

    dipertahankan secara konsisten dan lestari untuk menjamin terwujudnya

    kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional dengan memperhatikan

    generasi masa kini dan masa mendatang.

    Keberlanjutan dan konsisten adalah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

    Berkelanjutan yang fungsi, pemanfaatan, dan produktivitas lahannya

    dipertahankan secara konsisten dan lestari untuk menjamin terwujudnya

    kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional dengan memperhatikan

    generasi masa kini dan masa mendatang.

    Keterpaduan adalah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

    yang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang

    bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.

    Keterbukaan dan akuntabilitas adalah Perlindungan Lahan Pertanian

    Pangan Berkelanjutan yang diselenggarakan dengan memberikan akses yang

    seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan

    dengan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

    Kebersamaan dan gotong-royong adalah Perlindungan Lahan Pertanian

    Pangan Berkelanjutan yang diselenggarakan secara bersama-sama baik antara

    Pemerintah, pemerintah daerah, pemilik lahan, petani, kelompok tani, dan dunia

    usaha untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

    Partisipatif adalah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

    yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pembiayaan, dan pengawasan.

    Keadilan adalah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang

    harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa

    terkecuali.

    Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah Perlindungan Lahan

    Pertanian Pangan Berkelanjutan yang harus mencerminkan keserasian,

    keselarasan, dan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat,

    lingkungan, dan kepentingan bangsa dan negara serta kemampuan maksimum

    daerah.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    26/55

    26

    Kelestarian lingkungan dan kearifan lokal adalah Perlindungan Lahan

    Pertanian Pangan Berkelanjutan yang harus memperhatikan kelestarian

    lingkungan dan ekosistemnya serta karakteristik budaya dan daerahnya dalam

    rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

    Desentralisasi adalah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

    Berkelanjutan yang diselenggarakan di daerah dengan memperhatikan

    kemampuan maksimum daerah.

    Tanggung jawab negara adalah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

    Berkelanjutan yang dimiliki negara karena peran yang kuat dan tanggung

    jawabnya terhadap keseluruhan aspek pengelolaan Lahan Pertanian Pangan

    Berkelanjutan.

    Keragaman adalah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

    yang memperhatikan keanekaragaman pangan pokok, misalnya padi, jagung,

    sagu, dan ubi kayu.

    Sosial dan budaya adalah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

    Berkelanjutan yang memperhatikan fungsi sosial lahan dan pemanfaatan lahan

    sesuai budaya yang bersifat spesifik lokasi dan kearifan lokal misalnya jagung

    sebagai makanan pokok penduduk Pulau Madura dan sagu sebagai makanan

    pokok penduduk Kepulauan Maluku.

    C. Kajian Terhadap Penyelenggaraan.

    Ditinjau dari aspek pertanahan, pengembangan sektor pertanian

    dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain:

    1. Terbatasnya sumber daya tanah yang cocok untuk kegiatan pertanian.

    2. Sempitnya tanah pertanian per kapita penduduk Indonesia.

    3. Makin banyaknya jumlah kepala keluarga petani gurem.

    4. Cepatnya konversi tanah pertanian menjadi non pertanian.

    Tingginya konversi tanah pertanian menjadi non pertanian dapat

    mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sebagai berikut:

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    27/55

    27

    1. Menurunnya produksi pangan yang menyebabkan terancamnya ketahanan

    pangan.

    2. Hilangnya mata pencaharian petani yang menimbulkan pengangguran dan

    pada akhirnya memicu masalah social.

    3. Hilangnya investasi infrastruktur pertanian (irigasi) yang menelan biaya

    sangat tinggi.

    Faktor-faktor yang menyebabkan cepatnya konversi lahan pertanian

    menjadi non pertanian antara lain:

    1.

    Faktor kependudukan; pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah

    meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, jasa, industry dan

    fasilitas umum lainnya.

    2.

    Kebutuhan tanah untuk kegiatan non pertanian antara lain pembangunan

    real estate, kawasan industry, kawasan perdagangan dan jasa-jasa lainnya

    yang memrlukan tanah yang luas, sebagian diantaranya berasal dari lahan

    pertanian termasuk sawah.

    3.

    Faktor ekonomi, yaitu tingginya tingkat keuntungan yang diperoleh sektotnon pertanian dan rendahnya land rentdari sector pertanian itu sendiri.

    4.

    Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang

    menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian sehingga tidak memenuhi

    skala ekonomi usaha yang menguntungkan.

    5. Degradasi lingkungan, antara lain kemarau panjang yang menimbulkan

    kekurangan air untuk pertanian terutama sawah, penggunaan pupuk dan

    pestisida secara berlebihan yang berdampak pada meningkanya serangan

    hama tertentu akibat musnahnya predator alami dari hama yang

    bersangkutan serta meracuni air irigasi, rusaknya lingkungan sawah sekitar

    pantai mengakibatkan terjadinya intrusi air laut ke daratan yang berpotensi

    meracuni tanaman padi.18

    18

    Iwan isa, Kebijakan dan Permasalahan Penyediaan Tanah Mendukung Ketahanan Pangan,diunduh tanggal 7 Juli 2014, pukul 08.00 WIB, hlm 84-85.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    28/55

    28

    Kebijakan bidang pertanahan dalam rangka pengendalian konversi tanah

    pertanian adalah terintegrasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

    Dalam rangka perlindungan dan pengendalian tanah pertanian secara

    menyeluruh dapat ditempuh melalui tiga strategi yaitu:

    1. Memperkecil peluang terjadinya konversi,

    2. Mengendalikan kegiatan konversi tanah,

    3. Mengembangkan instrument pengendalian konversi tanah.

    Sehubungan dengan itu, kebijakan prioritas yang diusulkan oleh BPN-RI

    dalam rangka pengendalian konversi tanah pertanian adalah sebagai berikut:

    1.

    Menyusun peraturan perundang-undangan tentang ketentuan perlindungan

    tanah pertanian produktif, baik dalam bentuk Perpres, PP maupun UU.

    2. Menetapkan zonasi (lokasi) tanah-tanah pertanian yang dilindungi,

    misalnya sawah perlindungan abadi, sawah konversi terbatas dan sawah

    konversi dalam bentuk Keppres.

    3.

    Menetapkan bentuk insentif dan disinsentif terhadap pemilik tanah dan

    Pemda setempat.

    4. Mengintegrasikan ketiga ketentuan tersebut dalam RTRW Nasional,

    provinsi dan kabupaten/Kota.

    5. Membentuk komisi pengendali tanah sawah baik di tingkat nasional,

    provinsi maupun kabupaten/kota dengan keputusan kepala daerah yang

    bersangkutan.19

    D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru.

    Konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non

    pertanian sebenarnya bukan masalah baru. Pertumbuhan penduduk

    danpertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik

    berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman, hal ini tentu saja harus didukung

    denganketersediaan lahan. konversi lahan pertanian dilakukan secara langsung

    19Ibid, hlm 86

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    29/55

    29

    olehpetani pemilik lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang

    sebelumnyadiawali dengan transaksi jual beli lahan pertanian. Faktor-faktor

    yangmempengaruhi pemilik lahan mengkonversi lahan atau menjual

    lahanpertaniannya adalah harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan,

    produktivitaslahan, status lahan dan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah.

    Kawasan perkotaan dapat diartikan sebagai kawasan yang

    mempunyaikegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan

    sebagai tempatpermukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa

    pemerintahan,pelayanan sosial. Dalam rencana tata ruang kawasan perkotaan

    sendiri, diaturalokasi pemanfaatan ruang untuk berbagai penggunaan (perumahan,

    perkantoran,perdagangan, ruang terbuka hijau, industri, sempadan sungai, dsb)

    berdasarkanprinsip-prinsip keadilan, keseimbangan, keserasian, keterbukaan

    (transparansi)dan efisiensi, agar tercipta kualitas permukiman yang layak huni

    danberkelanjutan. Rencana tata ruang merupakan landasan pengelolaan

    pembangunankawasan perkotaan atau ekonomi.

    Undang-Undang No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan lahan Pertanian

    Pangan Berkelanjutan dalam pelaksanaannya memiliki beberapa peraturan

    pendukung. Peraturan yang mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41

    tahun 2009, adalah sebagai berikut:

    1. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih

    Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan

    Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

    3.

    Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2012 tentang Sistem Informasi

    Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

    4. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan

    Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

    Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2009 tentang

    Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dijelaskan bahwa yang

    dimaksud dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan

    pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    30/55

    30

    guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan

    pangan nasional. Sedangkan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan

    sendiri diartikan sebagai sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan,

    mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan dan mengawasi

    lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.

    Menurut Rustiadi dan Reti, tersedianya sumberdaya lahan pertanian

    pangan yang berkelanjutan merupakan syarat untuk ketahanan pangan nasional.

    Ketersedian lahan pertanian pangan berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu : 1)

    Potensi sumberdaya lahan pertanian pangan, 2) Produktivitas lahan, 3)

    Fragmentasi lahan pertanian, 4) Skala luasan penguasaan lahan pertanian, 5)

    Sistem irigasi, 6) land rent lahan pertanian, 7) Konversi, 8) Pendapatan petani, 9)

    Kapasitas SDM pertanian serta 10) kebijakan di bidang pertanian.20

    Dalam rangka pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan,

    pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang

    Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dalam UU Nomor 41

    Tahun 2009 tersebut dengan jelas disebutkan bahwa Lahan Pertanian Pangan

    Berkelanjutan (LP2B) adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk

    dilindungi dan dikembangkan secara konsistem guna menghasilkan pangan pokok

    bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. LP2B dapat berupa

    lahan beririgasi, lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang surut (lebak)

    dan/atau lahan tidak beririgasi (lahan kering).

    Untuk menjamin kecukupan pemenuhan akan bahan pangan, maka dalam

    perencanaan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan didasarkan kepada

    : 1) pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk; 2)

    pertumbuhan produktivitas; 3) kebutuhan pangan nasional; 4) kebutuhan dan

    ketersediaan lahan pertanian pangan; 5) pengembangan ilmu pengetahuan dan

    teknologi serta 6) musyawarah petani. Penyusunan perencanaan Lahan Pertanian

    Pangan Berkelanjutan dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat nasional,

    tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Perencanaan Lahan Pertanian Pangan

    20Rustiadi dan W. Reti, Urgensi Lahan Pertanian Pangan Abadi dalam Perspektif Ketahanan

    Pangan, dalam Arsyad s dan E. Rustiadi (ed), Penyelamatan tanah, air dan lingkungan,Crestpent Press dan yayasan Obor Indonesia hlm 61-86.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    31/55

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    32/55

    32

    BAB III

    EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

    PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

    Sistem norma hukum Indonesia pernah mengalami evolusi hierarki

    Peraturan Perundang-undangan, saat ini yang menjadi acuan hierarki peraturan

    perundang-undangan di Indonesia adalah UU No. 12 Tahun 2011 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khusus untuk Peraturan Daerah

    maka ditambah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 53 Tahun 2011

    tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.

    Sebelumnya UU No. 12 Tahun 2011, yang disahkan oleh DPR RI dan

    Presiden RI pada tanggal 12 Agustus 2011, sebagai pedoman pembentukan

    peraturan perundang-undangan, acuan hierarki peraturan perundang-undangan di

    Negara ini di tuangkan dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

    Peraturan Perundang-undangan. UU No. 12 Tahun 2011 merupakan pengganti

    dari UU No. 10 Tahun 2004. Sebelum diatur dalam bentuk UU, hierarki

    perundang-undangan mengacu kepada dua Ketetapan Majelis Permusyawaratan

    Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (Tap MPR/MPRS).

    TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPRGR mengenai

    sumber tertib hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan RI, TAP

    MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-

    undangan.

    Apabila kita merujuk kepada teori jenjang norma dari Hans Kelsen dan

    teori jenjang norma hukum dari Hans Nowiaskymaka kita bisa melihat adanya

    pencerminan dari dua sistem norma tersebut dalam sistem norma hukum

    (jednis/hierarki PeraturanPerundang-undangan) di Indonesia.

    Norma hukum yang satu selalu berlaku, bersumber, dan berdasarkan pada

    norma hukum yang lebih tinggi diatasnya, dan norma hukum yang lebih tinggi

    juga selalu merujuk pada norma hukum yang lebih tinggi lagi sehingga lahir gium

    yang mengatakan Lex superior derogate legis inferiori yang dapat diartikan

    hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    33/55

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    34/55

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    35/55

    35

    BAB IV

    LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

    A. Landasan Filosofis.

    Dasar filosofis berkaitan dengan rechtsidee dimana semua masyarakat

    mempunyainya, yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya untuk

    menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya. Cita hukum atau

    rechtsidee tersebut tumbuh dari sistem nilai mereka mengenai baik atau buruk,

    pandangan terhadap hubungan individu dan kemasyarakatan, tentang kebendaan,

    kedudukan wanita dan sebagainya.

    Semuanya itu bersifat filosofis artinya menyangkut pandangan mengenai

    hakikat sesuatu. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut baik

    sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada

    yang dibiarkan dalam masyarakat sehingga setiap pembentukan hukum atau

    peraturan perundang-undangan harus dapat menangkapnya setiap kali akan

    membentuk hukum atau peraturan perundang-undangan. Akan tetapi adakalanya

    sistem nilai tersebut telah terangkum dengan baik berupa teori-teori filsafat

    maupun dalam doktrin-doktrin resmi (Pancasila).

    Dalam tataran filsafat hukum, pemahaman mengani pemberlakuan moral

    bangsa ke dalam hukum (termasuk peraturan perundang-undangan dan Perda) ini

    dimasukan dalam pengertian yang disebut dengan rechtsidee yaitu apa yang

    diharapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban,

    kesejahteraan dan sebagainya yang tumbuh dari sistem nilai masyarakat (bangsa)

    mengenai baik dan buruk, pandangan mengenai hubungan individu dan

    masyarakat, tentang kebendaan, tentang kedudukan wanita, tentang dunia gaib

    dan lain sebagainya.21

    Berdasarkan pada pemahaman seperti ini, maka bagi pembentukan/

    pembuatan hukum atau peraturan perundang-undangan di Indonesia harus

    berlandaskan pandangan filosofis Pancasila, yakni :

    21

    Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara , Mandar Maju,Bandung, 1995, Hlm. 20

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    36/55

    36

    a. Nilai-nilai religiusitas bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila

    Ketuhanan Yang Maha Esa;

    b. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan

    martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam sila kemanusiaan yang

    adil dan beradab;

    c.

    Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum nasional

    seperti yang terdapat di dalam sila Persatuan Indonesia;

    d. Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di

    dalam Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

    permusyawaratan/ perwakilan; dan

    e. Nilai-nilai keadilan baik individu maupun sosial seperti yang tercantum

    dalam sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Kelima dasar filosofis tersebut harus tersurat maupun tersirat tertuang

    dalam suatu peraturan daerah bahkan alasan atau latar belakang terbentuknya

    suatu peraturan daerah harus bersumber dari kelima nilai filosofi tersebut.

    Seperti telah banyak disinggung dalam pembukaan di atas bahwa landasan

    filsafat dalam suatu Negara yang menganut paham Negara Hukum Kesejahteraan,

    fungsi dan tugas negara tidak semata-mata hanya mempertahankan dan

    melaksanakan hukum seoptimal mungkin guna terwujudnya kehidupan

    masyarakat yang tertib dan aman, melainkan yang terpenting adalah bagaimana

    dengan landasan hukum tersebut kesejahteraan umum dari seluruh lapisan

    masyarakatnya (warga negara) dapat tercapai.

    Pemahaman di atas merupakan implementasi dari negara hukum

    kesejahteraan, yang oleh beberapa sarjana sering disebut dengan berbagai macam

    istilah misalnya negara hukum modern, negara hukum materiil, negara

    kesejahteraan. Dan tugas yang terpenting dari suatu Negara yang menganut

    hukum kesejahteraan mencakup dimensi yang luas yakni mengutamakan

    kepentingan seluruh warga negaranya, sudah sewajarnya bila dalam melaksanakan

    tugasnya tidak jarang bahkan pada umumnya pemerintah atau Negara turut

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    37/55

    37

    campur secara aktif dalam berbagai aspek kehidupan warga negaranya, hal ini

    sejalan dengan pendapat Sudargo Gautama.22

    Di dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dijelaskan

    bahwa dalam membentuk Peraturan perundang-undangan harus dilakukan

    berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik,

    yang meliputi:

    a. kejelasan tujuan;

    b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

    c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;d. dapat dilaksanakan;

    e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

    f. kejelasan rumusan; dan

    g. keterbukaan.

    Selanjutnya materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus

    mencerminkan asas:

    a. pengayoman;

    b. kemanusiaan;

    c. kebangsaan;

    d. kekeluargaan;

    e. kenusantaraan;

    f. bhinneka tunggal ika;

    g. keadilan;

    h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

    i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

    j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

    22 Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni Bandung, 1983, Hlm. 10;

    Negara hukum modern dianggap mempunyai kewajiban yang lebih luas, Negara yang

    modern harus mengutamakan kepentingan seluruh masyarakatnya. Kemakmuran dan

    keamanan sosial yang harus dicapai. Berdasarkan tugas pemerintah ini, penguasa zaman

    sekarang turut serta dengan aktif dalam mengatur pergaulan hidup khalayak ramai.

    Lapangan kerja penguasa pada waktu ini jauh lebih besar dan luas dari pada pemerintah

    model kuno. Dalam tindakan-tindakan pemerintah dewasa ini yang menjadi tujuan utamaialah kepentingan umum.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    38/55

    38

    Secara filosofis, Lahan pertanian pangan merupakan bagian dari bumi

    sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa yang dikuasasi oleh Negara dan

    dipegunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat

    sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

    Indonesia sebagai Negara agraris perlu menjamin penyediaan lahan

    pertanian pagan secara berkelanjutan sebagai sumber pekerjaan dan penghiduan

    yang layak bagi kemanusiaan dengan mengendepankan prinsip kebersamaan,

    efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan kemandirian

    serta menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

    B. Landasan Sosiologis.

    Dasar sosiologis dari peraturan daerah adalah kenyataan yang hidup dalam

    masyarakat (living law) harus termasuk pula kecenderungan-kecenderungan dan

    harapan-harapan masyarakat. Tanpa memasukan faktor-faktor kecenderungan dan

    harapan, maka peraturan perundang-undangan hanya sekedar merekam seketika

    (moment opname). Keadaan seperti ini akan menyebabkan kelumpuhan peranan

    hukum. Hukum akan tertinggal dari dinamika masyarakat. Bahkan peraturan

    perundang-undangan akan menjadi konservatif karena seolah-olah pengukuhan

    kenyataan yang ada. Hal ini bertentangan dengan sisi lain dari peraturan

    perundang-undangan yang diharapkan mengarahkan perkembangan masyarakat.

    Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh Negara dengan harapan

    dapat diterima dan dipatuhi oleh seluruh masyarakat secara sadar tanpa kecuali.

    Harapan seperti ini menimbulkan konsekuensi bahwa setiap peraturan perundang-

    undangan harus memperhatikan secara lebih seksama setiap gejala sosial

    masyarakat yang berkembang. Dalam hal ini Eugene Ehrlich mengemukakan

    gagasan yang sangat rasional, bahwa terdapat perbedaan antara hukum positif di

    satu pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) di pihak lain.

    Oleh karena itu hukum posistif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila

    berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.23

    23

    Lili Rasjidi, Filsafat Hukum Apakah Hukum itu, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991, Hlm. 49-50

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    39/55

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    40/55

    40

    b. Produk hukum konservatif/ortodoks/elitis adalah produk hukum yang

    isinya lebih mencerminkan visi sosial elit politik, lebih mencerminkan

    keinginan pemerintah, bersifat positivis instrumentalis, yakni menjadi alat

    pelaksana idiologi dan program Negara. Sifatnya lebih tertutup terhadap

    tuntutan-tuntutan kelompok maupun individu-individu dalam masyarakat.

    Dalam pembuatannya peranan dan partisipasi masyarakat relatif kecil.25

    Pandangan seperti ini sangat relevan jika diletakan dalam konteks

    peraturan daerah sebagai salah satu dari produk hukum seperti peraturan daerah.

    Dalam argumen lain Allen mengemukakan bahwa ciri demokratis masyarakat-

    masyarakat dunia sekarang ini memberikan capnya sendiri tentang cara-cara

    peraturan daerah itu diciptakan, yaitu yang menghendaki unsur-unsur sosial

    kedalam peraturan perundang-undangan juga peraturan daerah.26

    Oleh karena yang disebut sebagai unsur-unsur sosial adalah bersifat

    multidimensional dan multisektoral maka tidak dapat disangkal jika proses

    pembuatan suatu peraturan daerah dapat juga disebut sebagai proses pembuatan

    pilihan-pilihan hukum dari berbagai sektor dan dimensi sosial yang akan

    dipergunakan sebagai kaidah yang mengikat dan bersifat umum. Demikian halnya

    dengan rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur tentang Pelestarian Lahan

    untuk Ketahanan pangan.

    Dasar sosiologis dibuatnya peraturan daerah tentang pelestarian lahan

    untuk ketahanan pangan adalah bahwa Negara menjamin hak atas pangan sebagai

    hak asasi setiap warga Negara sehingga Negara berkewajiban menamin

    kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan. Makin meningkatnya

    pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industry mengakibatkan

    terjadinya alih fungsi lahan pertanian.

    Produksi pangan dalam negeri menjadi unsur utama dalam memperkuat

    ketahanan pangan dan pembangunan pedesaan. Upaya kearah itu menjadi strategis

    di masa dating. Dalam konteks prtanahan upaya peningkatan produksi tersebut

    25

    Moh Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3S, Jakarta, 1998, Hlm. 2526 Ibid, Hlm. 115-116

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    41/55

    41

    dapat ditempuh melalui dua hal yaitu, jaminan ketersediaan tanah pertanian dan

    peningkatan akses masyarakat petani terhadap tanah pertanian.

    Ketersediaan akses terhadap tanah hingga kini masih merupakan isu

    penting di Indonesia, yang dicirikan dengan terjadinya ketimpangan dalam alokasi

    penguasaan, penggnaan dan pemanfaatan tanah antar sector khususnya antara

    sector pertanian dan non pertanian, yang berdampak kepada penyusutan tanah

    pertanian terutama tanah pertanian tanaman pangan. Ha ini secara langsung

    merupakan ancaman terhadap ketahanan pangan yang berdampak kepada

    goncangan politk di masa mendatang.27

    Perlindungan lahan pertanian pangan merupakan upaya yang tidak

    terpisahkan dari reforma agraria. Reforma agraria tersebut mencakup upaya

    penataan yang terkait dengan aspek penguasaan/pemilikan serta aspek

    penggunaan/ pemanfaatan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ketetapan

    Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR-RI/2001

    tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

    C.

    Landasan Yuridis.

    Pembentukan peraturan perundang-undangan, haruslah mengacu pada

    landasan pembentukan peraturan perundang-undangan atau ilmu perundang-

    undangan (gesetzgebungslehre),28 yang diantaranya landasan yuridis. Setiap

    produk hukum, haruslah mempunyai dasar berlaku secara yuridis (juridische

    gelding). Dasar yuridis ini sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-

    undangan khususnya peraturan daerah.

    Peraturan daerah merupakan salah satu unsur produk hukum, maka

    prinsip-prinsip pembentukan, pemberlakuan dan penegakannya harus

    27 Iwan isa, Kebijakan dan Permasalahan Penyediaan Tanah Mendukung Ketahanan Pangan ,

    diunduh tanggal 7 Juli 2014, pukul 08.00 WIB, hlm 82.28

    Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun & Merancang

    Peraturan Daerah; Suatu Kajian Teoritis & Praktis Disertai Manual; Konsepsi Teoritis Menuju

    Artikulasi Empiris, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, Hlm. 23; Krems,

    mengatakan gesetzgebungslehre mempunyai tiga sub bagian disiplin, yakni proses

    perundang-undangan gesetzgebungsverfahren (slehre); metode perundang-undangan

    gesetzgebungsmethode (nlehre); dan teknik perundang-undangan gesetzgebungstechnik(lehre).

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    42/55

    42

    mengandung nilai-nilai hukum pada umumnya. Berbeda dengan nilai-nilai sosial

    lainnya, sifat kodratinya dari nilai hukum adalah mengikat secara umum dan ada

    pertanggungjawaban konkrit yang berupa sanksi duniawi ketika nilai hukum

    tersebut dilanggar.

    Oleh karena itu peraturan daerah merupakan salah satu produk hukum,

    maka agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektivitas dalam hal

    pengenaan sanksi maka dapat disesuaikan dengan pendapat Lawrence M.

    Friedman,29mengatakan bahwa sanksi adalah cara-cara menerapkan suatu norma

    atau peraturan. Sanksi hukum adalah sanksi-sanksi yang digariskan atau di

    otorisasi oleh hukum. Setiap peraturan hukum mengandung atau mengisyaratkan

    sebuah statemen mengenai konsekuensi-konsekuensi hukum, konsekuensi-

    konsekuensi ini adalah sanksi-sanksi, janji-janji atau ancaman.

    Dalam pembentukan peraturan daerah sesuai pendapat Bagir Manan

    harus memperhatikan beberapa persyaratan yuridis. Persyaratan seperti inilah

    yang dapat dipergunakan sebagai landasan yuridis, yang dimaksud disini adalah :

    a. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang, artinya suatu peraturan

    perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat atau badan yang

    mempunyai kewenangan untuk itu. Dengan konsekuensi apabila tidak

    diindahkan persyaratan ini maka konsekuensinya undang-undang tersebut

    batal demi hukum (van rechtswegenietig);

    b. Adanya kesesuaian bentuk/ jenis Peraturan perundang-undangan dengan

    materi muatan yang akan diatur, artinya ketidaksesuaian bentuk/ jenis

    dapat menjadi alasan untuk membatalkan peraturan perundang-undangan

    yang dimaksud;

    29 Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Persfektif Ilmu Sosial, The Legal System; A Social

    Science Perspective, Nursamedia, Bandung, 2009, Hlm. 93-95; efek pencegah atau efek

    insentif dari sanksi pertama-tama berarti pencegahan umum, yakni kecenderungan bahwa

    populasi atau sebagian populasi yang mendengar tentang sanksi atau melihat beroperasinyasanksi akan memodifikasi prilakunya sesuai hal itu.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    43/55

    43

    c. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan adalah

    pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus melalui prosedur

    dan tata cara yang telah ditentukan;30

    d. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang

    lebih tinggi tingkatannnya adalah sesuai dengan pandangan stufenbau

    theory, peraturan perundang-undangan mengandung norma-norma hukum

    yang sifatnya hirarkhis. Artinya suatu Peraturan Perundang-undangan

    yang lebih tinggi tingkatannya merupakan grundnorm(norma dasar) bagi

    peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya.31

    Peraturan daerah tentang pelestarian lahan untuk ketahanan pangan

    mempunyai keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu:

    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria;

    2.

    Undang-Undang Nomor 56 Prp tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah

    Pertanian;

    3.

    Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan VarietasTanaman;

    4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;

    5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;

    6.

    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

    Pembangunan Nasional;

    7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

    8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

    9. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan

    Pertanian Pangan Berkelanjutan.

    10.

    Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.

    11.Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Pembiayaan

    Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

    30 Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945 dan lihat pula Pasal 136 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang

    Pemerintahan Daerah.31 Bagir Manan,Op Cit, Hlm. 14-15

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    44/55

    44

    Aspek penguasaan/pemilikan berkaitan dengan hubungan hukum antara

    manusia dan lahan, sedangkan aspek penggunaan/pemanfaatan terkait dengan

    kegiatan pengambilan manfaat atau nilai tambah atas sumber daya lahan.

    Ketentuan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dimaksudkan agar

    bidang-bidang lahan tertentu hanya boleh digunakan untuk aktifitas pertanian

    pangan yang sesuai. Untuk mengimplementasikannya, diperlukan pengaturan-

    pengaturan terkait dengan penguasaan/pemililikan lahannya agar

    penguasaan/pemilikan lahan terdistribusikan secara efisien dan berkeadilan. Pada

    saat yang sama diharapkan luas lahan yang diusahakan petani dapat meningkat

    secara memadai sehingga dapat menjamin kesejahteraan keluarga petani serta

    tercapainya produksi pangan yang mencukupi kebutuhan.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    45/55

    45

    BAB V

    JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

    MATERI MUATAN PERDA

    A. Ketentuan Umum.

    Dalam rancangan Peraturan daerah tentang pelestarian lahan untuk

    ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur, ada beberapa istilah yang perlu

    dicantumkan yaitu:

    1. Daerah adalah Kabupaten Cianjur.

    2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur

    penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Cianjur.

    3.

    Bupati adalah Bupati Cianjur.

    4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD

    adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cianjur.

    5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris daerah Cianjur.

    6. Bagian Hukum adalah Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten

    Cianjur.

    7.

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD

    adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan

    disetujui bersama oleh Pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan

    dengan peraturan daerah.

    8. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD adalah

    sekretariat daerah, dinas, badan, kantor, kecamatan dan kelurahan di

    lingkungan Pemerintah Daerah.

    9. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah

    penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten

    Cianjur.

    10.

    Dinas adalah Dinas yang bertanggung jawab di bidang pertanian,

    ketahanan pangan.

    11.

    Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan

    fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    46/55

    46

    penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang

    terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.

    12.Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha

    pertanian.

    13.Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang

    ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna

    menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan

    pangan nasional.

    14.

    Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahanfungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan

    Pertanian Pangan Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara.

    15.Setiap orang adalah Orang Perseorangan, Kelompok orang atau Korporasi,

    baik yang berbentuk Badan Hukum maupun Bukan Badan Hukum.

    16.Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah

    Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur.

    17.

    Kemandirian Pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeriyang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin

    pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat rumah tangga, baik

    dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang

    didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan

    keragaman lokal.

    18.Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga

    yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

    mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

    19.Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri

    dapat menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan

    bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk

    menentukan sistem pertanian pangan yang sesuai dengan potensi sumber

    daya lokal.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    47/55

    47

    B. Materi Yang Akan Diatur

    Adapun materi yang diatur dalam rancangan peraturan daerah KabupatenCianjur tentang pelestarian lahan untuk ketahanan pangan adalah sebagai berikut:

    Bab I. Ketentuan umum.

    Di dalam ketentuan umum dijelaskan mengenai beberapa peristilahan yang

    dimuat dalam raperda tentang pelestarian lahan untuk ketahanan pangan di

    Kabupaten Cianjur .

    Bab II. Landasan, Asas dan Tujuan.

    Di dalam bab ini dijelaskan mengenai landasan pelestarian lahan untuk

    ketahanan pangan, asas-asas dan tujuannya.

    Bab III. Ruang Lingkup.

    Di dalam bab ini dijelaskan ruang lingkup Pelestarian Lahan untuk

    Ketahanan Pangan dilaksanakan secara terintegrasi.

    Bab IV. Kewenangan.

    Didalam bab ini dijelaskan mengenai kewenangan pemerintah Daerah

    dalam hal menangani pelestarian lahan untuk ketahanan pangan.

    Bab V. Pengendalian Alih Fungsi lahan.

    Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan secara

    terkoordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah.

    Bab VI. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

    Di dalam Bab VI dijelaskan mengenai perlindungan dan pemberdayaan

    petani.

    Bab VII. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

    Dalam bab ini dijelaskan mengenai pembinaan, pengawasan dan

    pengendalian.

    Bab VIII. Pembiayaan

    Pembiayaan dibebankan kepada APBD CIanjur.

    Bab IX. Peran serta Masyarakat.

    Dalam bab ini dijelaskan mengenai Masyarakat berperan serta dalam

    pelestarian lahan untuk ketahanan Pangan.

    Bab X. Penyidikan.

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    48/55

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    49/55

    49

    BAB VI

    PENUTUP

    A. Kesimpulan.

    Di dalam penyusunan naskah akademik Raperda Kabupaten Cianjur

    tentang Pelestarian Tanah untuk ketahanan pangan ada beberapa hal yang dapat

    disimpulkan yaitu:

    1. Latar belakang diperlukannya peraturan daerah tentang pelestarian lahan

    untuk ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur adalah usaha-usaha yang

    dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam memberikan perlindungan lahan

    pertanian pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan

    pangan menuju kemandirian pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan

    petani dan masyarakat pada umumnya.

    2. Pengelolaan lahan untuk ketahanan pangan yang dilaksanakan oleh

    Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur selama ini belum sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku karena masih ada beberapa alih

    fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman yang diharuskan untuk

    penggantian lahan yang sama belum terrealisasikan oleh Pemerintah Daerah

    dan Pengusaha.

    3. Pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan

    rancangan peraturan daerah tentang pelestarian lahan untuk ketahanan

    pangan di Kabupaten Cianjur adalah Di Kabupaten Cianjur alih fungsi lahan

    pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan panganmenuju kedaulatan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang

    serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik serta kesejahteraan

    masyarakat pertanian dan perdesaan yang kehidupannya tergantung pada

    lahannya. Alih fungsi lahan-lahan pertanian subur yang selama ini terjadi

    kurang diimbangi dengan upaya-upaya secara terpadu dalam pengembangan

    lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang potensial.

    Disamping itu alih fungsi lahan menyebabkan makin sempitnya luas

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    50/55

  • 7/23/2019 NA- Ketahanan Pangan,Tie

    51/55

    51

    DAFTAR FUSTAKA

    Buku-Buku :

    A. Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-Undangan Indonesia, Makalah pada

    Pidato Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap di Fakultas

    Hukum UI Jakarta, 25 April 1992