paper 4 aug 2010

Upload: hanna-connia-balina-purba

Post on 25-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Paper 4 Aug 2010

    1/5

    80 Pengaruh UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI dalam Menciptakan Kepastian Hukumdi Bidang Ketenagakerjaan (Nur Hidayati)

    Pengaruh UU no. 2 Tahun 2004 tentang

    Penye lesaian Pe rselisihan Hub unga n Industrial

    PPHI) dalam M enciptakan Kep astian H ukum di

    Bidang K etenagakerjaan

    Nur HidayatiPoliteknik Negeri Semarang

    Abstrac t: Code No. 2, 2004 which is about Solving Dispute of IndustrialRelation (PPHI) gives opportunity for trespasser of rights to quarrel thecollision through PPHI. It shows that state is not consistent with obligation toconduct law of employment. Code No. 2, 2004 does not give space fordisputing parties to choose mechanism of dispute, so it gives employees anunfortunate position and does not give guarantee for the disputing parties tofinish dispute fairly.

    Key words: Code No. 2, 2004, PPHI, dispute

    PENDAHULUAN

    Setiap peringatan Hari Buruh pada tanggal 1 Mei seringkali ratusan buruh dari berbagaielemen dan perusahaan melakukan demonstrasi untuk menuntut hak-hak buruh normatifseperti, pemberlakuan UMK, kewajiban perusahaan memasukkan karyawannya padaprogram jamsostek dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan belum terwujudnya kepastianhukum bagi tenaga kerja/buruh.

    Bahkan akibat krisis finansial yang dipicu oleh krisis di Amerika Serikat mulai terasadampaknya di Indonesia. Banyak buruh yang di PHK di berbagai sektor industri sepertikonfeksi, pabrik sepatu, dan sebagainya. Banyak produk yang tidak bisa dijual akibatnyaperusahaan merugi. Nugroho SBM, dalam Suara Merdeka, menyatakan bahwaOrganisasi Buruh Internasional (ILO) memprediksikan ada 50 juta buruh di seluruh duniaakan kehilangan pekerjaannya jika krisis ekonomi dunia tidak segera diatasi.

    Menurut Rosalina dan Leonardo dalam Suara Mereka, data Disnakertransduk Jatengmenyebutkan, selain 9.260 buruh yang di-PHK juga masih ada buruh yang dirumahkantetapi tidak ada kejelasan status mencapai 8.617 orang. Jumlah ini berasal dariperusahaan yang tersebar di 19 kabupaten/kota di Jateng, seperti kabupaten Semarang,kota Semarang, Surakarta dan Pekalongan. Seperti halnya nasib buruh rokok Djambu Bol

    Kudus, mereka mengaku dirugikan atas belum jelasnya status mereka di perusahaantempat mereka bekerja. Selama beberapa bulan mereka tidak bekerja dan belummenerima kompensasi yang jelas.

    PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

    Terjadinya perselisihan diantara manusia adalah merupakan masalah yang wajar karenatelah menjadi kodrat manusia itu sendiri, karenanya yang penting bagaimana mencegahatau memperkecil perselisihan tersebut atau mendamaikan mereka yang berselisih.Dalam bidang ketenagakerjaan timbulnya perselisihan antara pengusaha dan para buruhbiasanya berpokok pangkal karena adanya perasaan kurang puas. Pengusahamemberikan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menurut pertimbangannya sudah baik

    dan diperkirakan akan diterima namun karena buruh-buruh yang bersangkutanmempunyai pertimbangan dan pandangan yang berbeda-beda, akibatnya kebijaksanaan

  • 7/25/2019 Paper 4 Aug 2010

    2/5

    Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2010 81

    yang diberikan oleh pengusaha itu menjadi tidak sama, buruh yang merasa puas akantetap bekerja. Sedangkan buruh yang tidak puas akan menunjukkan semangat kerja yangmenurun hingga terjadi perselisihan. Menurut Kartasapoetra (1988), yang menjadi pokokpangkal kekurangpuasan, umumnya berkisar pada masalah:

    a. Pengupahan.b. Jaminan Sosial.

    c. Perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai kepribadian.d. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaanyang harus diemban.

    e. Adanya masalah pribadi.

    Perselisihan hubungan industrial menurut UU No. 2 tahun 2004 adalah perbedaanpendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dengan pekerja/buruhatau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya:

    a. Perselisihan hakPerselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaaanpelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

    b. Perselisihan kepentinganPerselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaianpendapat mengenai pembuatan, dan atau perombakan syarat-syarat kerja yangditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerjabersama.

    c. Perselisihan PHKPerselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenaipengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

    d. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruhPerselisihan antara pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lainhanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai

    keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban ke serikat pekerja.

    Sebagaimana pendapat Nugroho SBM dalam Suara Merdeka, ada lima masalah yangmasih membelit kaum buruh di Indonesia:

    a. Mencari keseimbangan kepentingan antara buruh dan pengusahaKepentingan buruh adalah menda-patkan upah yang mencukupi. Sedangkanpengusaha adalah mendapatkan keuntungan normal dan terjamin keberlanjutanusahanya. PHK yang dilakukan seringkali dipicu tingginya tuntutan pemerintah yangterlalu tinggi.

    b. Masih adanya ekonomi biaya tinggi di IndonesiaKetidakmampuan perusahaan untuk membayar upah buruh yang pantas salahsatunya karena perusahaan harus menanggung berbagai pungutan baik yang liarmaupun yang resmi.

    c. Kesenjangan upah antara pekerja kelas atas atau manajer dengan pekerja kelasbawah. Kesenjangan upah antara manajer dan buruh sebenarnya di luar logika teoriekonomi yaitu penentuan upah berdasarkan produktivitas maka jika gaji manajer 50kali lipat upah buruh maka berarti produktivitas manajer 50 kali lipat (untuk Indonesia)atau 225 kali (untuk Amerika Serikat) dibanding produktivitas buruh.

    d. Banyak perusahaan yang masih menganggap buruh sebagai beban dan pusat biaya(cost center) bukan sebagai asset.

    e. Adanya kebijakan tidak langsung yang tidak mendukung berkem-bangnya duniausaha dan dengan demikian juga tidak mendukung perbaikan kesejahteraan buruhantara lain pengurangan subsidi BBM, kenaikan tarif dasar listrik, serta kenaikan tarif

    pajak. Kebijakan demikian akan menambah beban berat pengusaha dan untukmengurangi beban tersebut maka buruh akan dikurbankan baik dalam bentuk PHKmaupun tidak menaikkan upah buruh.

  • 7/25/2019 Paper 4 Aug 2010

    3/5

    82 Pengaruh UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI dalam Menciptakan Kepastian Hukumdi Bidang Ketenagakerjaan (Nur Hidayati)

    Penyelesaian perselisihan hu-bungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha danpekerja atau serikat pekerja secara musyawarah untuk mufakat (Pasal 136 ayat (1) UUNo. 13 tahun 2003. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidaktercapai, maka pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja menyelesaikan perselisihanhubungan industrial melalui prosedur penyelesaian hubungan industrial yang diaturdengan UU (Pasal 136 ayat (3) UU No. 13 tahun 2003). UU yang sekarang mengatur

    tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial UU No. 2 tahun 2004 (LembaranNegara No.6 tahun 2004).

    Penyelesaian perselisihan hu-bungan industrial (PPHI) menempatkan pengadilanhubungan industrial (PHI) menjadi bagian dari peradilan umum. Selain itu digunakan pulahukum acara perdata sebagaimana diatur Pasal 55 dan Pasal 57 UU No. 2 tahun 2004tentang PPHI.

    Pengadilan hubungan industrial (PHI) memiliki tugas dan kewenangan menerima,memeriksa dan memutus setiap perselisihan antara pekerja dengan pengusaha, yangterdiri perselisihan hak, perselisihan kepentingan, PHK dan perselisihan antara serikatpekerja dalam suatu perusahaan. Menurut Ronald Sinjal hakim pengadilan negeri Bogor,didirikannya PHI adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pandangan masyarakatkontemporer, yang menilai mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan terlalu lamadan cenderung birokasi, belum mencerminkan asas peradilan yang sederhana, cepat danbiaya ringan sebagaiamana diatur Pasal 4 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentangKekuasaan kehakiman.

    Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial selama ini ditempuh melaluitahapan bipatrit antara pekerja dengan pengusaha, tahap tripatrit dimulai daripemerantaraan di kantor Depnakertrans sampai dengan P4D/P4P. Bila salah satu pihakmerasa belum mendapatkan keadilan, putusan dari P4P masih dapat diajukan bandingkepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) berdasarkan UU No. 9 tahun

    2004 tentang Perubahan UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,dimana terhadap PT TUN yang bersangkutan masih dapat diajukan Kasasi ke MahkamahAgung tanpa dibatasi jangka waktu penyelesaiannya. Dapat dibayangkan jangka waktuyang dibutuhkan para pihak guna mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum.Berangkat dari kondisi tersebut, eksistensi PHI sangat diharapkan untuk terwujudnyaspeedy administration of justice dengan tetap berpedoman pada substansial (hukum

    materiil ) yang ada. Apalagi UU PHI secara nyata telah mengatur batas tenggang waktuyang harus ditaati oleh lembaga peradilan dalam menyelesaikan perselisihan hubunganindustrial yaitu paling lama 50 hari kerja di tingkat pertama dan paling lama 30 hari padatingkat Mahkamah Agung. Hakim yang bertugas pada PHI, disamping hakim yangdiangkat, UU PHI juga mengamanatkan tentang adanya hakim ad hoc yang tata carapengangkatan-nya diatur melalui PP No. 41 tahun 2004 tentang tata cara pengangkatan

    hakim ad hoc PHI dan hakim ad hoc pada MA. Para hakim ad hoc, diharapkan dapat lebihberperan membantu hakim karier dalam memberikan pandangan praktis mengingat latarbelakang mereka dari unsur serikat pekerja dan organisasi pengusaha, sehinggaputusannya dapat mencerminkan rasa keadilan.

    Sedangkan menurut Sudarno dalam Kompas, sistim PHI jika dicermati ternyata tidakhanya membuat buruh semakin tidak berdaya, namun negara juga kehilangan perannyadalam memproteksi hak-hak buruh, terlepas apakah itu disengaja atau tidak. Jaminan danpenegakan hak-hak buruh sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangankhususnya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak dimaksimalkan olehnegara.

    Negara seharusnya menjalankan peran pengawasan dan menjadi ujung tombak untukmelakukan upaya pencegahan terjadinya pelanggaran hak-hak buruh, mengambil

  • 7/25/2019 Paper 4 Aug 2010

    4/5

    Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2010 83

    tindakan tegas menghadapi para pelanggar hak-hak buruh. Sebaliknya, UU No. 2 tahun2004 tentang PPHI memberikan peluang bagi pelanggar hak untuk memperselisihkanpelanggaran tersebut melalui PPHI menunjukkan negara tidak konsisten dengankewajibannya melakukan pelaksanaan hukum ketenagakerjaan.

    Begitu juga pendapat Aloysius Uwiyono dalam Voice of Human Rights, UU No. 2 tahun2004 tidak memberikan ruang bagi pihak yang berselisih untuk memilih mekanisme

    pemecahan perselisihan membuat buruh atau pekerja berada di posisi yang kurangmenguntungkan, UU No.2 tahun 2004 tidak akan memberikan jaminan kepada pihak yangberselisih untuk dapat menyelesaikan perselisihan secara adil karena pihak yangbersengketa tidak dapat memilih hakim yang akan menyidangkan perkaranyasebagaimana tata cara dalam arbitrase, mekanisme PPHI tidak efektif karena PPHI harusmenyelesaiakan kasus perselisihan dengan batas waktu 30 hari sebelum melaporkannyakepada MA padahal ribuan kasus perselisihan perburuhan sekarang.

    Kepercayaan pekerja terhadap manajemen berpengaruh pada proses penyelesaianperselisihan. Para pihak yang berselisih sebaiknya mengedepankan perdamaian daripadamelalui PHI. Perundingan lewat forum bipatrit atau tripatrit didesain para legislatorsebagai pintu yang memungkinkan tercapainya perdamaian atau resolusi yang relatifcepat bagi para pihak pada tahap awal munculnya perselisihan hubungan industrial.Setelah berdamai sesuai UU PPHI salah satu pihak ataupun dua-duanya wajibmelakukan pendaftaran ke PHI di daerah tempat perjanjian bersama dibuat tanpadipungut biaya (Pasal 7 UU PPHI). Akan sangat ideal dan bijaksana bila perusahaanmengerti peraturan perundang-undangan dan komitmen menegakkannya.

    KESIMPULAN

    Lahirnya produk hukum UU No. 2 tahun 2004 dalam era industrialisasi, masalahperselisihan hubungan menjadi semakin meningkat dan kompleks sehingga diperlukaninstitusi dengan mekanisme penyelesaian hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan

    murah. Diperlukan adanya perubahan hukum yang memungkinkan buruh bisaberhadapan dengan pengusaha secara setara dalam sistem penyelesaian hak-hak buruhyang benar-benar tepat, adil dan murah.

    DAFTAR PUSTAKA

    Hukum Online. 2009. Utamakan Perdamaian dalam Perselisihan Hubungan Industrial, 13 Mei.

    Kartasapoetra, G. 1999. Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila. Jakarta: Bina

    Aksara.

    Nugroho SBM. 2009. Lima Soal Perburuhan dalam Suara Merdeka. 1 Mei.

    PP N0. 41 tahun 2004 tentang Tata cara Pengangkatan Hakim Ad Hoc PHI dan Hakim Ad Hocpada MA.

    Rosalina, dan Leonardo Agung. 2009. 9.260 Buruh di Jateng Di-PHK, Suara Merdeka, 2 Mei.

    Sinjal, Ronald. 2009. Hubungan Industrial dan Jaminan Hukum Ketenagakerjaan dalam UniSosial Demokrat.

    Suara Merdeka, Nasib Buruh Djambu Bol Mengambang, 2 Mei 2009.

    Sudarto. 2007. Problem Buruh dan tanggung Jawab Negara dalam Kompas, 5 Maret.

    UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

    UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

  • 7/25/2019 Paper 4 Aug 2010

    5/5

    84 Pengaruh UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI dalam Menciptakan Kepastian Hukumdi Bidang Ketenagakerjaan (Nur Hidayati)

    UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

    UU No. 9 tahun 2004 tentang Perubahan UU No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata UsahaNegara (PTUN).

    Uwiyono, Aloysius. 2009. UU PHI Perlu Diamandemen dalam Voice of Human Rights, 15 Mei.