pend. prod ut cm

Upload: juwita-febriana

Post on 13-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

    CABANG USAHATANI CABAI MERAH

    Oleh :

    EKO HENDRAWANTO A14105535

    PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

    FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • RINGKASAN

    EKO HENDRAWANTO. Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah. Dibawah bimbingan RATNA WINANDI.

    Pulau Jawa merupakan produsen sayuran terbesar di Indonesia. Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang dihasilkan pulau tersebut. Sentra produksi cabai merah di Pulau Jawa adalah provinsi Jawa Barat, produksi provinsi tersebut mencapai 54,25 persen dari total produksi cabai merah di Pulau Jawa. Produktivitas dan harga cabai merah cenderung mengalami fluktuasi. Kabupaten Bogor merupakan salah satu produsen cabai merah di provinsi Jawa Barat. Produktivitas cabai merah di Kabepaten Bogor cenderung berfluktuasi selama tahun 2004 hingga 2005. Produktivitas pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 15,41 persen.

    Tujuan penelitian ini, antara lain (1) menganalisis tingkat pendapatan

    cabang usahatani cabai merah ; (2) menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah ; dan (3) menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah.

    Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari hingga Maret

    2008. Lokasi dipilih secara acak dengan pertimbangan setiap lokasi mempunyai peluang yang sama sebagai lokasi penelitian. Responden dalam penelitian ini diperoleh dengan metode snowballing sampling. Responden yang digunakan berjumlah 30 orang petani cabai merah. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu (1) analisis pendapatan dan rasio R/C ; dan (2) analisis produksi. Analisis produksi dilakukan dengan pendekatan fungsi produksi eksponensial.

    Analisis pendapatan didekati dengan dua indikator yaitu pendapatan kerja

    petani dan kerja keluarga. Pendapatan kerja petani pada cabang usahatani cabai merah yaitu sebesar Rp 4 597 870, 97 untuk setiap 2.080 meter persegi lahan yang digunakan. Pendapatan kerja keluarga untuk luasan lahan yang sama adalah sebesar Rp 7 278 902, 09. Rasio penerimaan terhadap pengeluaran dibedakan sebagai rasio atas biaya tunai dan total. Rasio tersebut masing-masing yaitu 2,59 dan 1,59, secara umum dapat dikatakan bahwa cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian mampu memberikan manfaat finansial bagi petani. Ukuran efisiensi lain yaitu produktivitas pertanaman, cabai merah di lokasi penelitian mempunyai produktivitas sebesar 0,44 kilogram per tanaman. Produktivitas tersebut masih rendah, jika ditelusuri lebih lanjut masalah diduga disebabkan karena tingkat penggunaan pupuk kimia yang masih rendah. Kombinasi pupuk kimia yang digunakan lebih dominan pada N, sementara kombinasi yang dianjurkan lebih dominan pada unsur P.

    Produksi cabang usaha cabai merah dipengaruhi oleh tenaga kerja,

    benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang. Skala usaha cabang usahatani cabai merah adalah increasing return to scale, hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 1,28533. Elastisitas tersebut dapat diinterpretasikan bahwa jika tingkat penggunaan seluruh faktor produksi digandakan 1 kali, maka akan diperoleh peningkatan produksi sebesar 1,28533

  • kali lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa cabang usahatani cabai merah secara ekonomis masih menguntungkan untuk dikembangkan.

    Tingkat penggunaan tenaga kerja, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk

    kandang masih belum optimum. Tingkat penggunaan tenaga kerja tidak optimum karena digunakan dalam jumlah berlebihan, hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM yang lebih rendah dari satu. Tingkat penggunaan pupuk kandang maupun kimia tidak optimum karena digunakan dalam jumlah terlalu rendah. Hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM lebih besar dari satu.

    Perubahan harga cabai merah berpengaruh terhadap perubahan rasio

    nilai marjinal produk terhadap biaya korbanan marjinal. Rasio NPM : BKM yang semula lebih rendah dari satu, maka akan semakin mendekati satu akibat peningkatan harga tersebut. Kondisi sebaliknya terjadi akibat penurunan harga cabai merah. Rasio NPM : BKM yang semula lebih besar dari satu akan semakin besar, sehingga semakin jauh dari titik optimum akibat peningkatan harga cabai merah. Kondisi sebaliknya akan terjadi akibat penurunan harga cabai merah.

    Saran yang dapat diajukan antara lain peningkatan jumlah pupuk kimia

    maupun pupuk kandang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang digunakan dikurangi, sehngga diharapkan terjadi tingkat penggunaan input produksi yang efisien. Tingkat penggunaan input yang efisien diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman cabai merah.

  • ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

    CABANG USAHATANI CABAI MERAH

    Oleh :

    EKO HENDRAWANTO A14105535

    SKRIPSI

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pertanian

    Pada

    Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

    FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • Judul : Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai

    Merah

    Nama : Eko Hendrawanto

    Nrp : A14105535

    Menyetujui:

    Dosen Pembimbing

    Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 131 687 506

    Mengetahui:

    Dekan Fakultas Pertanian

    Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

    Tanggal Lulus Ujian:

  • LEMBAR PERNYATAAN

    DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

    ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI

    MERAH BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

    LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR

    AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

    ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK

    MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU

    DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG

    DINYATAKAN DALAM NASKAH.

    Bogor, 25 Juni 2008

    Eko Hendrawanto A 14105535

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 03 Oktober

    1982, putera dari keluarga Bapak Suwardi Hendro Pranoto dan Ibu Dwi

    Hastutiningsih. Penulis merupakan putera pertama dari dua bersaudara.

    Penulis memulai pendidikan dasar di SD negeri II Maron pada tahun 1989

    hingga lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I

    Garung pada tahun yang sama hingga lulus pada tahun 1998. Sekolah

    Menengah Kejuruan Pertanian (STM Pembangunan) merupakan tempat dimana

    penulis menempuh pendidikan kejuruan Teknologi Hasil Pertanian selama 4

    tahun (tingkat 1 hingga 4). Tahun 2002 penulis lulus kemudian diterima sebagai

    mahasiwa pada Program Studi Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas

    Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada

    tahun 2005. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen

    Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih-

    Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis

    Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah . Skripsi ini disusun

    sebagai syarat penyelesaian pendidikan pada program sarjana (S1) Ekstensi

    Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Komoditas cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran utama

    di Indonesia. Sentra produksi cabai merah terbesar di Indonesia adalah Propinsi

    Jawa Barat. Bogor merupakan salah satu Kabupaten penghasil cabai merah di

    Jawa Barat, namun dari segi produktivitas relatif masih rendah. Hal yang menarik

    dari komoditas cabai merah adalah fluktuasi harga. Penelitian ini ini dilakukan

    untuk mempelajari cabang usahatani cabai merah dari aspek ekonomi dan

    produksi. Aspek ekonomi yang dimaksud adalah kondisi pendapatan cabang

    usahatani. Aspek produksi yang dipelajari antaralain faktor produksi yang

    berpengaruh terhadap produksi, skala usaha dan tingkat penggunaan faktor

    produksi.

    Hasil penelitian dapat digambarkan secara umum bahwa produktivitas

    cabai merah dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP

    36, KCl dan pupuk kandang. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi tersebut

    masih belum optimum. Berdasarkan kondisi tersebut keuntungan yang lebih

    tinggi masih berpeluang diperoleh melalui penggunaan faktor produksi secara

    optimum.

  • Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak

    kekurangan. Penulis berharap laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang

    membutuhkan.

    Bogor, 25 Juni 2008

    Eko Hendrawanto

    A14105535

  • UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis sangat bersyukur atas bantuan berbagai pihak selama kegiatan

    penelitian dilaksanakan hingga laporan penelitian ini ditulis. Penulis

    mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku dosen pembimbing yang secara tulus dan

    bijaksana meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan

    bimbingan dan pengarahan sejak perencanaan penulisan proposal,

    pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini.

    2. Dr. Ir. Rr. Heny K. S. Daryanto, MSc, selaku dosen penguji utama yang telah

    banyak memberikan saran dan masukan yang sangat berharga untuk

    perbaikan skripsi ini.

    3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen penguji komdik atas kritik dan saran

    yang sangat berharga untuk perbaikan skripsi ini.

    4. Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah memberikan

    kemudahan dalam pengurusan administrasi.

    5. Bapak Suwardi Hendro Pranoto, Ibu Dwi Hastutiningsih dan adik Dwi Hendra

    Pratiwi yang telah banyak memberikan dukungan doa dan dorongan selama

    penelitian.

    6. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor,

    Camat dan Penyuluh Pertanian Kecamatan Megamendung, Kepada Desa

    Sukagalih, atas segala bantuan dan dukungan informasi yang diberikan

    selama penelitian.

    7. Petani cabai merah Di Desa Sukagalih atas segala bantuan, diskusi dan

    informasi yang diberikan.

  • 8. Seluruh rekan seperjuangan Abdi Haris, Alam Lazuardi, Erwin Fahri, Kholid

    Samsurrizal, Tenri Wali, Dafri Aryadi, Yudistira Marfianda, Zaky Adnani,

    Akbar Zamani, Northa Idaman, Encep Zaky, Nelda Yesi Romauli Sitanggang,

    Rilian Sari, Amatu As Saheda, Ruri Kurnia Herlita, Marliana, Thia Anggraeni

    Nash atas segala dukungan, kritik, saran yang telah diberikan.

    9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

    dalam penulisan skripsi ini.

    Skripsi ini ditulis dengan segala keterbatasan wawasan dan pikiran

    penulis, sehingga sangat disadari bahwa masih banyak kekurangan pada tulisan

    ini. Kritik dan saran sangat diharapkan sebagai masukan sehingga dimasa

    mendatang dapat lebih baik. Semoga apa yang telah dituangkan dalam skripsi ini

    dapat bermanfaat bagi semua pihak.

    Bogor, 25 Juni 2008 Eko Hendrawanto A14105535

  • DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ..................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6 1.4. Kegunaan Penelitian .................................................................... 6

    II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cabai ........................................................................................... 7 2.2. Penelitian Terdahulu .................................................................... 7

    2.2.1. Pendapatan ...................................................................... 7 2.2.2. Efisiensi Faktor Produksi .................................................. 8

    2.3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu ................................... 18 2.4. Analisis Cabang Usahatani .......................................................... 19

    III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................... 21

    3.1.1. Fungsi Produksi ................................................................ 21 3.1.2. Skala Usaha (Return To Scale) ........................................ 27 3.1.3. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi Optimum ............... 29 3.1.4. Pendapatan Cabang Usahatani ........................................ 31 3.1.5. Faktor-Faktor Produksi Yang Berpengaruh ...................... 34 3.1.6. Perumusan Hipotesis ........................................................ 35

    3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 36

    IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................ 40 4.2. Metode Pengambilan Contoh ....................................................... 41 4.3. Jenis Dan Sumber Data ................................................................ 42 4.4. Analisis Data ................................................................................. 42

    4.4.1. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani ........................... 42 4.4.2. Analisis Produksi ............................................................... 46 4.4.3. Analisis Faktor Produksi Cabang Usahatani ..................... 48 4.4.4 Analisis Tingkat Penggunaan Masukan Optimum ............ 46 4.4.5. Pengujian Hipotesis .......................................................... 53

    4.5. Konsep Dan Pengukuran Peubah ................................................ 55

  • V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Umum Desa Sukagalih .................................................... 59 5.2. Karakteristik Responden ............................................................... 59 5.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Efisiensi Usaha ...... 66

    VI. ANALISIS CABANG USAHATANI 6.1. Keragaan Cabang Usahatani Cabai Merah .................................. 68

    6.1.1. Persiapan Lahan ............................................................... 68 6.1.2. Persiapan Bibit dan Penanaman ....................................... 69 6.1.3. Pemeliharaan Tanaman .................................................... 70 6.1.4. Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman .............. 71 6.1.5. Panen ................................................................................ 71

    6.2. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi ........................................... 72 6.3. Biaya Cabang Usahatani .............................................................. 75

    6.3.1. Biaya Tidak Tetap ............................................................. 76 6.3.2. Biaya Tetap ....................................................................... 80 6.3.3. Biaya Sewa Lahan ............................................................ 82 6.3.4. Total Biaya ........................................................................ 82 6.3.5. Biaya Rata-Rata ................................................................ 83

    6.4. Penerimaan Cabang Usahatani .................................................... 83 6.5. Pendapatan Cabang Usahatani .................................................... 86 6.6. Efisiensi Cabang Usahatani .......................................................... 87

    6.6.1. Produktivitas Per Hektar ................................................... 88 6.6.2. Rasio Penerimaan Terhadap Pengeluaran ....................... 88

    VII. ANALISIS PRODUKSI CABANG USAHATANI 7.1. Pendugaan Fungsi Produksi ........................................................ 91

    7.1.1. Pendugaan Fungsi Produksi Model III ............................. 91 7.2. Analisis Faktor Determinan Produksi dan Skala Usaha .............. 93

    7.2.1. Faktor Determinan Produksi pada Cabang Usahatani Cabai merah di Lokasi Penelitian ..................................... 93

    7.2.2. Skala Usaha Cabang usahatani Cabai Merah di Lokasi Penelitian ......................................................................... 103

    7.3. Analisis Tingkat Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ................. 107 7.4. Analisis Pengaruh Perubahan Harga Output terhadap Tingkat

    Optimum Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ........................... 111 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

    8.1. Kesimpulan ................................................................................... 114

    8.2. Saran ............................................................................................ 114

    DAFTAR PUSTAKA

  • DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa ............................. 2 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa

    Barat, 2001-2005. ................................................................................. 3 3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di

    Kabupaten Bogor, 2004-2006............................................................... 5 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Wilayah

    Bogor Tengah ....................................................................................... 40 5. Desa di Kecamatan Megamendung berdasarkan Luas Lahan

    Cabai Merah pada Tahun 2007 ............................................................ 41 6. Analisis Ragam terhadap Model Penduga Fungsi Produksi. ................ 47 7. Uji Signifikansi Parameter Penduga Fungsi Produksi. ......................... 54 8. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukagalih, 2008 ........................... 58 9. Luas Lahan Pertanian di Desa Sukagalih ............................................. 59 10. Hubungan Karakteristik Responden dengan Penerimaan

    Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ............................ 66 11. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas

    Biaya Total Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ......... 67 12. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas

    Biaya Tunai Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ........ 67 13. Perbandingan Dosis Pupuk di Lokasi Penelitian dengan Dosis

    Standar ................................................................................................. 73 14. Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja pada Cabang Usahatani Cabai

    Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 .................... 75 15. Biaya Sarana Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080

    meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ................................................ 77 16. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga pada Cabang

    Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 .................................................................................... 79

  • 17. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 .................................................................................... 80

    18. Rata-rata Biaya Penyusutan pada Cabang Usahatani Cabai Merah

    per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ................................ 81 19. Rekapitulasi Biaya-Biaya Cabang Usahatani Cabai Merah, 2007 ........ 83 20. Rata-rata Peneriman Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080

    meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ................................................ 84 21. Pengujian Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C Responden ..................... 89 22. Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Fungsi Produksi Model III ......... 92 23. Nilai VIF Hasil Uji Multikolinieritas Model Fungsi Produksi ................... 93 24. Pengujian Beda Nyata Koefisien Regresi pada Fungsi Produksi

    Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, 2007 .................. 95 25. Hasil Uji Skala Usaha Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa

    Sukagalih, 2007 .................................................................................... 104 26. Uji Kesamaan Elastisitas Produksi (Parsial) dengan Rasio Biaya

    Korbanan terhadap Nilai Produksi ........................................................ 107 27. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal Cabang

    Usahatani Cabai merah di Desa Sukagalih, 2007 ................................ 108 28. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Peningkatan Harga Cabai

    Merah Sebesar 22,23 Persen, 2007 ..................................................... 112 1

    29. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Penurunan Harga Cabai Merah sebesar 22,23 Persen, 2007 ..................................................... 113

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk ................. 22 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................ 39 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ...................................... 60 4. Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam

    Kelompok Tani di Desa Sukagalih .................................................. 60 5. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ............. 61 6. Prosentase Pekerjaan Sampingan Responden, 2008 .................... 62 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2008 ....... 63 8. Distribusi Alasan Responden dalam Bertani Cabai Merah .............. 64 9. Distribusi Komoditas yang Dibudidayakan oleh Responden ........... 65 10. Distribusi Harga Cabai Merah pada setiap Panen di Desa

    Sukagalih (Rp/kg), 2007 .................................................................. 85 11. Distribusi Hasil Panen Cabai Merah per 2.080 meter persegi di

    Desa Sukagalih (Kg), 2007 .............................................................. 85 12. Distribusi Penerimaan Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080

    meter persegi (Rp), 2007 ................................................................. 86

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Harga Cabai Merah Ditingkat Petani di Jawa Barat (Rp/100kg) ......... 122

    2. Penurunan Fungsi Produksi untuk Pendugaan Return To Scale ....... 123

    3. Penurunan Model Penduga Fungsi Produksi dengan Restriksi ......... 125

    4. Frekuensi Petani Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik Responden ......................................................................................... 126

    5. Nilai Harapan Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik

    Responden ......................................................................................... 126 6. Nilai Khi Kuadrat Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik

    Responden ......................................................................................... 127 7. Harga Beli Sarana Produksi Per Responden pada Cabang

    Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, (Ribu Rp per kemasan) ........... 128 8. Biaya Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani

    Cabai Di Desa Sukagalih, Rupiah. ..................................................... 129 9. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Luar Keluarga (HKP) ............. 130 10. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Keluarga (HKP) ..................... 131 11. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria TKDK dan TKLK pada Cabang

    Usahatani Cabai (HKP) ...................................................................... 132 12. Data Dasar Penghitungan Biaya Penyusutan per Responden pada

    Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih. .................................... 133 13. Biaya Sewa Lahan per Responden Cabang Usahatani Cabai ........... 134 14. Harga per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa

    Sukagalih, (Rupiah per kilogram) ....................................................... 135 15. Hasil Panen per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di

    Desa Sukagalih, ( Kilogram) ............................................................... 136 16. Sebaran Efisiensi dan Penerimaan Cabang Usahatani ..................... 137 17. Uji Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C .................................................. 138 18. Hasil Pendugaan Fungsi produksi Model I. ........................................ 139

  • 19. Koefisien Korelasi antar Peubah Bebas pada Model I. ...................... 140 20. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model II. ....................................... 141 21. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model II. ................................. 142 22. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model III. ...................................... 143 23. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model III. ................................ 144 24. Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Sisaan pada Model III. ......... 145 25. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Fungsi Produksi. ................ 146 26. Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2.080 meter persegi. .............. 147

  • I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Pulau Jawa merupakan salah satu produsen sayuran terbesar di

    Indonesia. Kontribusi Pulau Jawa terhadap total produksi dan luas panen

    sayuran nasional tetap stabil, sekitar 60 persen selama tahun 1980 hingga 1993

    (Ali, 2000). Sayuran di Indonesia hingga saat ini sebagian besar masih dihasilkan

    di Pulau Jawa. Sayuran yang dihasilkan Pulau Jawa rata-rata sebesar 63,54

    persen dari total produksi nasional selama kurun 2001 hingga 2005. Produksi

    sayuran mengalami pertumbuhan sebesar 1,86 persen pada tahun 2005.

    Produsen sayuran tersebar di enam Propinsi di Pulau Jawa.

    Propinsi Jawa Barat merupakan produsen sayuran terbesar di Pulau

    Jawa. Kontribusi Propinsi tersebut antara tahun 2001 dan 2005 sekitar 54,25

    persen dari total produksi sayuran di Pulau Jawa. Angka pertumbuhan produksi

    sayuran di Propinsi tersebut pada tahun 2005 adalah 9,31 persen. Pertumbuhan

    produksi relatif beragam antar Propinsi. Angka pertumbuhan produksi terbesar

    terjadi di DKI Jakarta yaitu 26,62 persen. Penurunan produksi sayuran terjadi di

    Banten pada tahun 2005 hingga sebesar 18,20 persen. Produksi sayuran di

    Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1.

    Produktivitas sayuran menurut Propinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada

    Tabel 1. Kecenderungan yang terjadi selama tahun 2001 hingga 2005 adalah

    peningkatan produktivitas. Produktivitas sayuran di Pulau Jawa masih beragam

    seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Jawa Barat masih merupakan produsen

    sayuran terbesar, kondisi tersebut ditunjukkan oleh produktivitas yang relatif lebih

    tinggi dibanding propinsi lain. Produktivitas sayuran di Jawa Barat terus

    mengalami peningkatan sejak 2002 hingga 2005 dengan tingkat pertumbuhan

  • berbeda tiap tahun. Produktivitas mengalami peningkatan masing-masing

    sebesar 0,29 persen, 3,04 persen, 3,98 persen dan 7,81 persen.

    Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa

    Propinsi Uraian Tahun

    (%)* 2001 2002 2003 2004 2005 DKI Jakarta

    Produksi 15.578 17.980 16.108 17.001 21.527 26,62 Produktivitas 3,53 4,05 4,71 3,94 5,85 48,56

    Jawa Barat Produksi 2.609.922 2.484.256 2.781.359 2.929.585 3.202.413 9,31 Produktivitas 14,58 14,63 15,07 15,67 16,90 7,81Jawa Tengah

    Produksi 830.131 906.317 1.147.627 1.315.286 1.230.025 -6,48 Produktivitas 7,93 7,78 8,45 9,07 9,50 4,81

    DIY Produksi 64.600 81.069 100.376 90.153 89.616 -0,60 Produktivitas 7,45 7,85 9,39 8,23 8,46 2,89

    Jawa Timur Produksi 955.871 860.561 1.029.065 1.129.913 1.086.133 -3,87 Produktivitas 7,96 7,92 8,35 8,72 8,88 1,81

    Banten Produksi 140.454 132.262 180.160 228.745 187.104 -18,20 Produktivitas 6,51 6,21 9,15 9,83 9,41 -4,24Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura Keterangan : * merupakan angka pertumbuhan tahun 2005 dari 2004

    Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia,

    cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang dihasilkan. Cabai

    merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia. Cabai

    merah digunakan di bidang kuliner baik dalam bentuk segar maupun olahan.

    Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang menarik untuk diteliti, karena

    dari segi harga yang berfluktuasi dan merupakan tanaman yang paling luas

    dibudidayakan.

    Cabai merah di budidayakan di seluruh Indonesia, namun produsen

    terbesarnya adalah Propinsi Jawa Barat. Produksi cabai merah di Jawa Barat

    tahun 2005 sekitar 198.343 ton atau 9,97 persen dari produksi nasional.

    Produktivitas cabai merah tertinggi pada tahun 2005 sebesar 12,45 ton per

    hektar, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. (Departemen Pertanian dan

    Direktorat Jenderal Hotikultura, 2006).

    Produktivitas merupakan indikator kinerja budidaya sayuran, yaitu jumlah

    hasil panen yang dihasilkan untuk setiap luasan lahan. Produktivitas cabai merah

  • pada Tabel 2, dapat dilihat terdapat fluktuasi antar tahun. Fluktuasi tersebut

    diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi, karena secara teoritis hubungan

    tersebut digambarkan dalam fungsi produksi. Faktor produksi dapat berupa

    masukan (input) produksi maupun faktor iklim. Masukan (input) seperti sarana

    produksi pertanian masih dapat dikendalikan oleh petani, sedangkan curah

    hujan, suhu, dan berbagai variabel iklim yang lain tentu diluar kendali petani

    (Dillon, 1990).

    Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa

    Barat, 2001-2005.

    Tahun Cabai Merah Perubahan 1) (%)

    Luas Panen (Ha)

    Produksi (Ton)

    Produktivitas (Ton/Ha) A

    2) B3) C4)

    2001 16851 15983 9.48 - - - 2002 17867 150948 8.45 0.06 8.44 -0.11 2003 20304 2473 12.18 0.14 -0.98 0.44 2004 20246 21125 10.43 0.00 7.54 -0.14 2005 21473 267369 12.45 0.06 1.66 0.19 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan : 1) perubahan terhadap tahun sebelumnya, 2) luas panen, 3) produksi, 4) produktivitas

    Masukan produksi mempunyai nilai ekonomis yang penting dalam

    usahatani. Masukan produksi merupakan sumber biaya pada suatu usahatani,

    sehingga harus digunakan dengan efisien. Usahatani diharapkan dapat

    dilakukan dengan biaya produksi minimal, namun dihasilkan keuntungan yang

    maksimum. Biaya sarana produksi dapat dikendalikan melalui alokasi jumlah

    yang tepat, sehingga setiap masukan dapat digunakan dengan efisien.

    Keuntungan maksimum usahatani diharapkan dapat dicapai melalui efisiensi

    tersebut.

    Harga cabai merah di tingkat petani cenderung mengalami fluktuasi,

    kecenderungan tersebut terjadi setiap bulan. Harga cabai merah di Jawa Barat

    antara tahun 1999 hingga 2005 dapat disimak pada Lampiran 1. Harga rata-rata

  • mengalami fluktuasi selama kurun waktu tersebut. Harga rata-rata terendah

    terjadi pada tahun 2003 yaitu Rp 536 894,71 per 100 kilogram.

    Harga tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu Rp 1 336 580,77 per 100

    kilogram. Fluktuasi harga terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 22,23

    persen. Harga cabai merah bulanan pada tahun 2004 dapat dikatakan paling

    stabil selama periode 1999 hingga 2005. Stabilitas harga pada tahun 2005

    mengalami penurunan, kondisi ini ditunjukkan dengan tingkat fluktuasi harga

    sebesar 35,48 persen.

    Fluktuasi harga tersebut diduga berpengaruh terhadap penerimaan

    cabang usahatani cabai merah, karena harga merupakan salah satu komponen

    penerimaan cabang usahatani selain hasil panen. Fluktuasi harga cabai merah

    diduga juga akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi faktor produksi.

    Produksi maupun harga cabai merah masih cenderung mengalami

    fluktuasi, sehingga efisiensi ekonomi produksi perlu ditingkatkan. Efisiensi

    tersebut diperlukan agar keuntungan maksimum dapat dicapai. Efisiensi cabang

    usahatani dapat dilihat dari beberapa pendekatan, antaralain efisiensi teknis,

    efisiensi harga, ekonomi skala usaha.

    1.2. Perumusan Masalah

    Permasalahan pada cabang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor

    dapat didekati dari produktivitas tanaman. Produktivitas cabai merah tertinggi di

    Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2005 yaitu 8,63 ton per hektar, kemudian

    turun hingga 15,41 persen pada tahun 2006. Penurunan produktivitas tersebut

    berlawanan dengan peningkatan produksi dan luas panen tahun 2006. Data

    tentang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat disimak pada Tabel 3.

    Produktivitas seperti telah dikemukakan sebelumnya diduga dipengaruhi oleh

    faktor produksi yang digunakan. Pertanyaan yang kemudian dapat diajukan

  • adalah apakah semua faktor produksi cabang usahatani cabai merah

    berpengaruh nyata terhadap produksi?.

    Produktivitas yang cenderung mengalami penurunan mungkin

    berdampak pada penurunan penerimaan cabang usahatani, sehingga cabang

    usahatani cabai merah harus dilakukan dengan efisien. Efisiensi tersebut perlu

    dilakukan dengan harapan diperoleh keuntungan maksimum. Efisiensi cabang

    usahatani secara umum dapat didekati dengan rasio penerimaan terhadap

    pengeluaran (R/C). Ukuran efisiensi yang lebih spesifik dapat didekati dengan

    efisiensi harga terhadap alokasi faktor produksi. Pertanyaan yang dapat diajukan

    adalah bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi cabang usahatani cabai

    merah?

    Tabel 3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten

    Bogor, 2004-2006. Tahun Produksi

    (Ton) Luas Panen

    (Ha) Produktivitas

    (Ton/Ha) 2004 3 726 713 5,23 2005 6 391 741 8,63 2006 6 880 943 7,30

    Simpangan Baku 1 698 125 491 1,713 Rata rata 5 666 799 000 7,053 Koefisien Variasi 0,30 0,16 0,24 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan kabupaten Bogor, diolah

    Harga cabai merah di tingkat produsen mengalami fluktuasi selama

    kurun tahun 1999 hingga 2005, data tersebut selengkapnya disajikan pada

    Lampiran 1. Perubahan harga cabai merah tersebut diduga akan berpengaruh

    terhadap efisiensi cabang usahatani. Efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi

    harga, yaitu tingkat penggunaan faktor produksi yang memaksimumkan

    keuntungan. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah bagaimana pengaruh

    perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi tersebut? pengaruh perubahan

    harga tersebut diharapkan dapat dianalisis dalam penelitian ini.

    Permasalahanpermasalahan dalam penelitian ini antaralain :

  • 2 Bagaimana tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah?

    3 Bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi dan skala usaha

    (return to scale) cabang usahatani cabai merah?

    4 Bagaimana pengaruh perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi harga

    (allocative efficiency)?

    1.3. Tujuan Penelitian

    1. Menganalisis tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah.

    2. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi

    dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah.

    3. Menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi

    alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah.

    1.4. Kegunaan Penelitian

    Penelitian ini diharapan dapat berguna bagi tiga pihak, yaitu :

    1. Pihak petani, peneltitan ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan dalam

    pengambilan keputusan cabang usahatani.

    2. Pihak penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

    pengetahuan tentang cabang usahatani cabai merah.

    3. Pihak peneliti yang lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

    informasi, masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Cabai

    Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas komersial karena

    sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Cabai dapat

    dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Usahatani cabai dapat

    dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri

    pengolahan. Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang dapat

    dipasarkan dalam bentuk segar maupun olahan (Santika, 2001). Sifat cabai

    dapat dilihat dari aroma dan rasa. Cabai merupakan bahan pangan yang sangat

    penting di berbagai negara. Cabai merupakan sumber pro-vitamin A dan vitamin

    C bahkan dapat digunakan sebagai tanaman obat (Rubatzky,1999).

    Cabai merupakan tanaman asli daerah tropika dan subtropika Amerika.

    Penyebaran cabai ke seluruh dunia tidak terlepas dari peran pedagang Spanyol

    dan Portugis (Rubatzky,1999). Cabai adalah tanaman hortikultura yang banyak

    ditanam di Pulau Jawa. Cabai dalam perdagangan internasional dibedakan

    berdasarkan tingkat kepedasannya menjadi tiga kelompok, yaitu sangat pedas,

    sedang hingga kurang pedas dan yang terakhir adalah paprika (Santika, 2001).

    2.2. Penelitian Terdahulu

    2.2.1. Pendapatan

    Hasil analisis pendapatan yang dilakukan oleh Nurliah (2002) diketahui

    bahwa usahatani cabai kerinting sudah efisien dan menguntungkan. Kesimpulan

    tersebut sesuai dengan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 17 131 413 per

    hektar dan rasio R/C 2,14. Petani yang digunakan sebagai responden berjumlah

    30 orang, responden tersebut dipilih secara sengaja. Biaya usahatani cabai

    keriting sebagian besar diserap oleh upah tenaga kerja non keluarga dan

  • pembelian pestisida. Biaya tenaga kerja dan pestisida yang dikeluarkan

    mencapai 26,86 persen dan 22,49 persen dari biaya total rata-rata sebesar Rp

    14 311 487 per hektar.

    Pendapatan usahatani cabai merah menurut Saragih (2001) dipengaruhi

    oleh teknologi budidaya yang digunakan. Tiga puluh petani cabai merah dipilih

    secara purposive oleh Saragih (2001), kemudian dibedakan menjadi masing-

    masing lima belas petani tradisional dan modern. Usahatani secara tradisional

    maupun modern pada kondisi normal tetap menguntungkan, dengan indikator

    keuntungan bernilai positif dan rasio R/C lebih besar dari satu. Pendapatan

    usahatani cabai merah modern relatif lebih tinggi, karena jumlah produksi dan

    harga jual yang lebih tinggi. Pendapatan usahatani modern dan tradisional

    masing-masing mencapai Rp 33 351 614,7 per hektar dan Rp 26 823 849,4 per

    hektar. Usahatani modern dengan penggunaan plastik mulsa ternyata lebih

    efisien, hal ini ditunjukkan rasio R/C mencapai 2,2 sedangkan usahatani

    tradisional hanya mencapai rasio R/C 1,9.

    2.2.2. Efisiensi Faktor Produksi

    Penelitian tentang efisiensi ekonomi pada usaha peternakan sapi perah

    rakyat dilakukan oleh Mandaka dan Hutagaol pada tahun 2005. Kelurahan kebon

    Pedes dipilih secara purposive sebagai lokasi penelitian tersebut. Jumlah

    peternak dan ternak yang dilibatkan pada penelitian tersebut mencapai 31 orang

    dan 251 ekor ternak. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah stratified

    random sampling. Strata ditentukan berdasarkan skala pemilikan induk produktif

    (laktasi dan kering).

    Alat analisis yang digunakan oleh Mandaka dan Hutagaol (2005) adalah

    fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Hasil yang diperoleh yaitu semua peubah

    bebas secara serempak berpengaruh sangat nyata terhadap keuntungan usaha

  • ternak pada tingkat kepercayaan 99 persen. Peubah bebas yang berpengaruh

    nyata yaitu harga pakan konsentrat, jumlah induk produktif dan peubah boneka

    skala usaha. Kondisi ekonomi skala usaha ternak sapi tersebut adalah

    decreasing return to scale, ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar

    0,869. Efisiensi ekonomi relatif belum dicapai pada semua skala usaha.

    Analisis efisiensi penggunaan masukan produksi dan ekonomi skala

    usaha pernah dilakukan oleh Irawan dan Hutabarat (1991). Penelitian tersebut

    dilakukan terhadap usahatani tebu di Jawa Timur. Metode analisis yang

    digunakan adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Efisiensi penggunaan

    masukan dianalisis dengan pendekatan kesamaan antara elastisitas keuntungan

    atas harga masukan (i) dengan pangsa keuntungan atas biaya masukan

    terhadap keuntungan (PSi). Efisiensi penggunaan masukan produksi pada

    kategori tanaman keprasan lahan sawah dan kering sudah dicapai. Kondisi yang

    berbeda terjadi pada tanaman tebu baru lahan sawah. Pupuk, tenaga kerja, dan

    obat pada usahatani tebu baru lahan sawah belum efisien karena tingkat

    penggunaannya yang masih terlampau rendah.

    Usahatani tebu yang diteliti oleh Irawan dan Hutabarat (1991)

    mempunyai skala usaha yang berbeda antar kategori. Kategori tanaman baru

    lahan sawah mempunyai skala usaha meningkat, kategori tanaman keprasan

    lahan kering mempunyai skala usaha menurun dan kategori tanaman tebu

    keprasan lahan sawah sudah mempunyai skala usaha konstan. Keragaman

    skala usaha tersebut menurut Irawan dan Hutabarat (1991) disebabkan karena

    perbedaan produktivitas masukan usahatani.

    Analisis ekonomi usahatani yang terkait dengan efisiensi panggunaan

    masukan produksi juga pernah dilakukan oleh Widjaja (1991). Cakupan

    penelitian tersebut meliputi analisis pendapatan usahatani, efisiensi faktor-faktor

    produksi hingga optimalisasi faktorfaktor produksi yang digunakan. Metode

  • penarikan contoh acak berstrata digunakan sebagai teknik pengambilan contoh

    dalam penelitian tersebut. Strata dibedakan berdasarkan jumlah ternak yang

    dimiliki. Analisis yang digunakan meliputi analisis pendapatan usahatani, fungsi

    produksi Cobb Douglas dan efisiensi faktor produksi.

    Pendapatan dari sapi perah untuk semua strata lebih dominan, jika

    dibanding pendapatan usahatani yang lain maupun dari luar usahatani. Kondisi

    tersebut menurut Widjaja (1991) merupakan indikasi bahwa usaha ternak sapi

    perah sudah menjadi usaha pokok. Hasil analisis fungsi produksi diketahui

    bahwa 81,68 keragaman produksi susu pada peternakan sapi perah di

    Kecamatan Pangalengan dapat diterangkan oleh faktorfaktor produksi yang

    dipilih. Faktorfaktor produksi yang digunakan secara umum mempunyai

    pengaruh yang nyata pada taraf nyata 95 hingga 99 persen. Usaha peternakan

    sapi perah mempunyai skala usaha yang semakin menurun, ini ditunjukkan oleh

    elastisitas produksi sebesar 0,9379. Skala usaha tersebut berarti efisiensi teknis

    sudah dicapai, namun efisiensi ekonomis masih belum dicapai.

    Hasil analisis produksi yang dilakukan oleh Nuriman (2001) terhadap

    petani tomat anggota dan bukan anggota kelompok tani, diketahui bahwa secara

    umum penggunaan teknologi budidaya tomat kedua kelompok petani tidak

    berbeda. Petani anggota kelompok tani lebih mempunyai elastisitas produksi

    lebih besar, jika dibanding petani bukan anggota kelompok tani. Alokasi faktor-

    faktor produksi pada kedua kelompok petani tersebut masih belum optimal.

    Kondisi tersebut dilihat dari rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Petani

    anggota kelompok tani lebih efisien dibanding petani bukan anggota, jika dilihat

    dari imbangan penerimaan terhadap pengeluaran. Petani Gapoktan mempunyai

    nilai imbangan penerimaan terhadap pengeluaran tunai dan total masing-masing

    adalah 1,71 dan 1,63, sedangkan kelompok petani yang lainnya sebesar 1,54

    dan 1,42. Hasil penelitian yang selanjutnya adalah resiko produksi petani

  • anggota kelompok tani diketahui lebih tinggi. Resiko produksi tomat masih belum

    dapat ditekan secara optimal oleh kelompok tani.

    Penelitian tentang efisiensi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam

    budidaya salak bongkok dilakukan oleh Maya pada tahun 2006. Faktor produksi

    salak bongkok diduga meliputi luas lahan, umur tanaman, jumlah tanaman,

    pengalamam, tenaga kerja, pupuk kandang, dan pupuk urea. Pupuk urea

    digunakan sebagai peubah boneka (dummy), sehingga produksi dengan dan

    tanpa pupuk urea dapat dibedakan. Model analisis yang digunakan dalam

    penelitian tersebut adalah model fungsi Cobb-Douglas. Peubah-peubah dugaan

    diketahui signifikan pada selang kepercayaan 95 hingga 99 persen. Faktor-faktor

    produksi yang digunakan masih belum optimal, jika dilihat dari rasio NPM dan

    BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal yang disarankan yaitu

    luas lahan 0,35 hektar dan tenaga kerja 84,01 HOK. Skala ekonomi usaha

    budidaya salak bongkok tersebut adalah skala decreasing return to scale.

    Elastisitas produksi yang diperoleh adalah 0,594, sehingga menurut teori

    produksi klasik usaha tersebut ada pada daerah II.

    Efisiensi faktor produksi pada usahatani padi sudah dianalisis oleh

    Irawati (2006), penelitian dilakukan terhadap petani program PTT dan petani

    bukan program PTT di Karawang. Metode analisis yang digunakan adalah fungsi

    produksi Cobb-Douglas. Faktor produksi yang digunakan petani program PTT

    berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi pada selang kepercayaan

    95 persen. Faktor-faktor produksi tersebut meliputi luas lahan, benih, pupuk urea,

    pupuk NPK, obat cair dan tenaga kerja, sedangkan pupuk SP-36 dan obat padat

    tidak berpengaruh nyata. Hasil uji terhadap faktor produksi yang digunakan

    petani bukan program PTT, diketahui bahwa luas lahan, benih, pupuk NPK dan

    tenaga kerja berpengaruh nyata sedangkan pupuk SP-36, obat padat dan cair

    tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Faktor produksi yang digunakan

  • kedua kelompok petani masih belum efisien, hal ini diketahui dari rasio NPM dan

    BKM tidak sama dengan satu.

    Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2005) diarahkan pada analisis

    penyebab rendahnya produkivitas padi ladang, faktor-faktor yang berpengaruh

    terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi. Analisis

    yang digunakan yaitu pendapatan usahatani, dan fungsi produksi Cobb Douglas.

    Faktor determinan produktivitas padi ladang diidentifikasi berdasarkan statistik uji

    t terhadap koefisien regresi. Efisiensi ekonomi dianalisis dengan pendekatan

    rasio nilai produk marjinal dengan biaya korbanan marjinal.

    Pendapatan usahatani padi ladang yang diteliti oleh Purba (2005)

    dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan total. Pendapatan atas

    biaya tunai dari usahatani tersebut sebesar Rp 1 104 326 sedangkan

    pendapatan atas biaya total Rp 520 854. Usahatani padi ladang kurang

    menguntungkan ditunjukkan oleh rasio R/C atas biaya total sebesar 0,75, namun

    bagi petani masih menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh 3,01 kali

    lebih besar dari biaya tunai yang dikeluarkan (R/C tunai = 3,01).

    Faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas padi ladang yaitu tenaga

    kerja dalam dan luar keluarga. Produksi padi ladang sangat dipengaruhi oleh

    kedua kelompok tenaga kerja tersebut. Benih, pupuk dan pestisida tidak

    berpengaruh secara nyata terhadap produksi padi ladang. Usahatani padi ladang

    berada pada skala pengembalian yang meningkat, hal ini ditunjukkan oleh

    elastisitas produksi sebesar 1,17. Efisiensi ekonomi pada usahatani tersebut

    belum berhasil dicapai. Nilai rasio NPM dibanding BKM tidak sesuai dengan

    kriteria, sehingga komposisi faktor produksi yang digunakan harus diubah.

    Analisis efisiensi faktor produksi udang tambak di Indonesia dilakukan

    oleh Nasution pada tahun 2005. Penelitian tersebut dilakukan untuk

    menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi udang tambak, tingkat

  • efisiensi produksi dan menganalisis nilai total factor productivity usaha budidaya

    udang tambak. Penelitian tersebut didasarkan pada hipotesis awal yaitu : 1) input

    produksi digunakan dengan kombinasi yang belum optimal oleh petani tambak di

    Indonesia dan 2) lahan, benur, tenaga kerja, pestisida dan masukan produksi

    lain berbanding lurus dengan produksi yang dihasilkan.

    Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan sebagai pendekatan analisis

    faktor determinan produksi udang tambak. Efisiensi penggunaan faktor produksi

    dianalisis dengan pendekatan rasio NPM dibanding BKM. Analisis terhadap total

    faktor produktivitas relatif lebih rumit, karena pendekatan yang digunakan adalah

    fungsi produksi Cobb Douglas restriksi. Restriksi tersebut berarti fungsi produksi

    dikondisikan pada skala pengembalian konstan, ditunjukkan dengan elastisitas

    produksi sama dengan satu. Kendala ditemukan dalam pendugaan fungsi

    produksi, ditemukan adanya multikolinier antar faktor produksi. Permasalahan

    tersebut kemudian diatasi dengan analisis komponen utama. Produksi udang

    tambak di Indonesia sangat nyata dipengaruhi oleh luas tambak, tenaga kerja

    dan pestisida. Produksi tambak dipengaruhi oleh pupuk organik dan anorganik

    pada selang kepercayaan 90 persen.

    Usaha budidaya tambak udang di Indonesia masih dapat dikembangkan

    karena mempunyai skala pengembalian yang meningkat. Elastisitas produksi

    sebesar 1,8337 merupakan indikator kondisi tersebut. Efisiensi ekonomi belum

    dicapai, ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu.

    Total faktor produktivitas sebesar -9,26 persen, berarti secara agregat tidak

    terjadi peningkatan teknologi dalam produksi udang di Indonesia, namun

    sebaliknya terjadi penurunan.

    Penelitian dengan topik efisiensi penggunan faktor produksi dilakukan

    oleh Retmawati (2005) terhadap petani padi sawah dan padi ladang. Penelitian

    tersebut dilakukan agar diperoleh suatu gambaran perbandingan usahatani padi

  • sawah dan padi ladang. Kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan

    yaitu pendapatan usahatani, produktivitas, tingkat penggunaan masukan

    produksi dan efisiensi usahatani. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian

    tersebut yaitu analisis pendapatan, analisis produktivitas, analisis efisiensi

    penggunaan faktor produksi dan analisis fungsi produksi Cobb Douglas.

    Hasil dari penelitian tersebut diketahui bahwa usahatani padi sawah lebih

    menguntungkan dibanding padi ladang. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk

    kedua jenis usahatani padi sama, namun keuntungan total dari padi sawah

    diperoleh Rp 1 667 410 dengan rasio R/C 1,55, sedangkan padi ladang lebih

    rendah yaitu Rp1 161 582 dengan rasio R/C 1,44. Perbedaan tersebut

    disebabkan karena produktivitas padi sawah sebesar 12.148,2 kg per hektar,

    sedangkan produktivitas padi ladang lebih rendah yaitu 7.941,65 kg per hektar.

    Harga jual kedua jenis padi sama yaitu Rp 1 100 per kg.

    Peubah boneka yang digunakan sebagai pembeda antara usahatani padi

    sawah dan ladang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Kondisi tersebut

    disebabkan karena benih, pupuk dan perlakuan pemupukan yang sama pada

    kedua usahatani. Elastisitas produksi usahatani padi sawah dan ladang sebesar

    1,26573, berarti usahatani berada dalam skala pengembalian meningkat.

    Efisiensi penggunaan faktor produksi pada kedua usahatani belum tercapai, hal

    ini ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu.

    Kombinasi optimal untuk usahatani padi sawah yaitu 0,87 hektar lahan, 9,30 kg

    benih, 47,23 pupuk KCL, 102,32 kg pupuk TSP dan 56,09 HOK tenaga kerja.

    Kombinasi optimal pada usahatani padi ladang yaitu 1,08 hektar lahan, 8,11 kg

    benih, 31,02 pupuk KCL, 106,08 kg pupuk TSP dan 69,45 HOK tenaga kerja.

    Penelitian Vidiayanti (2004) mempunyai topik yang sama tetapi obyek

    yang dianalisis adalah usaha ternak sapi perah. Penelitian tersebut dilakukan

    untuk menganalisis tingkat pendapatan, skala pengembalian ekonomi dan

  • efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usaha ternak sapi perah. Sampel

    sebanyak 30 orang responden dipilih secara acak dari sekitar 180 orang

    peternak. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani,

    analisis fungsi produksi Cobb Douglas, analisis skala pengembalian dan analisis

    efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.

    Penelitian tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian

    sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada tiga peubah boneka yang

    dimasukan dalam fungsi produksi. Peubah boneka digunakan dalam fungsi

    produksi sehingga pengaruh perbedaan tingkat pendidikan peternak, usia

    produktif sapi perah dan pengalaman peternak terhadap produksi dapat

    diketahui.

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa usaha ternak sapi

    perah menguntungkan dari segi usahatani maupun petani. Pendapatan atas

    biaya total sebesar Rp 7 690 979,61 dengan rasio R/C 1,17 berarti dari segi

    usahatani menguntungkan. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 24 849

    506,67 dengan rasio R/C 1,56 maka dapat disimpulkan menguntungkan bagi

    petani. Produksi susu dipengaruhi secara nyata oleh hijauan sapi laktasi. Peubah

    boneka pengalaman signifikan berpengaruh terhadap produksi. Produksi susu

    yang diperoleh peternak dengan pengalaman lebih dari lima tahun lebih tinggi

    dibanding peternak dengan pengalaman dibawah lima tahun. Usaha ternak sapi

    perah mempunyai skala pengembalian meningkat dengan elastisitas produksi

    sebesar 1,13429. Produksi usaha ternak tersebut berada pada daerah tidak

    rasional, karena tingkat produksi optimal dapat dicapai dengan peningkatan

    jumlah faktor produksi. Efisiensi ekonomi belum berhasil dicapai jika dilihat dari

    rasio NPM dibanding BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi

    penggunaan faktor produksi harus diubah agar efisiensi ekonomi dicapai.

  • Penelitian tentang pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor

    produksi usahatani ayam ras pedaging sudah dilakukan oleh Murjoko (2004).

    Penelitian tersebut dipusatkan pada beberapa tujuan yaitu menganalisis faktor

    produksi yang berpengaruh terhadap produksi ayam ras pedaging, menganalisis

    tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi, menentukan

    kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal dan menganalisis tingkat

    pendapatan peternak plasma ayam.

    Sampel responden diambil dengan metode sensus terhadap seluruh

    peternak sejumlah 38 orang. Metode analisis yang digunakan terdiri dari

    pendugaan dan pemilihan model fungsi produksi, dan analisis efisiensi ekonomi

    pengunaan faktor-faktor produksi. Fungsi produksi dipilih dari tiga model alternatif

    yaitu model linier berganda, Cobb Douglas dan translog. Analisis dilanjutkan

    dengan rasio NPM dibanding BKM, sehingga diketahui efisiensi ekonomi tingkat

    penggunaan faktor-faktor produksi. Pendekatan yang digunakan dalam analisis

    pendapatan usahatani peternakan adalah analisis rasio R/C dan rasio B/C.

    Model fungsi produksi akhir yang dipilih adalah model Cobb Douglas

    karena dua pertimbangan. Hasil uji kolmogorovsmirnov model Cobb Douglas

    mempunyai nilai P 0,15, sedangkan model linier berganda mempunyai P 0,079,

    hal ini berarti model Cobb Douglas lebih bagus. Pertimbangan yang kedua

    adalah masalah multikolinieritas pada model translog yang tidak dapat diatasi.

    Model Cobb Douglas tersebut mempunyai R2 99,4 persen dan secara statistik

    faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap

    produksi.

    Produksi ayam ras pedaging yang diteliti dipengaruhi oleh bibit DOC,

    pakan strarter, pakan finisher, tenaga kerja dan obat-vaksin-vitamin (OVK).

    Faktor-faktor produksi tersebut secara statistik berpengaruh nyata terhadap

    produksi pada selang kepercayaan 99 persen. Faktor produksi pemanas gasolec

  • dan mortalitas tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras

    pedaging. Peubah bebas dalam model berada pada daerah rasional, ditunjukkan

    dengan nilai koefisien regresi bernilai positif dan lebih rendah dari satu.

    Efisiensi ekonomi produksi diperlukan agar keuntungan maksimum dapat

    dicapai. Efisiensi ekonomi pada beberapa faktor produksi belum dicapai, jika

    dilihat dari rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Faktor produksi

    pakan starter, pakan finisher dan tenaga kerja secara statistik belum efisien.

    Tingkat penggunaan masing-masing faktor produksi harus ditingkatkan menjadi

    7.129 kg pakan starter, 10.570 kg pakan finisher dan 704,55 HOK tenaga kerja.

    Perubahan tersebut berdampak pada perbedaan pendapatan aktual dan optimal.

    Pendapatan bersih pada kondisi aktual sebesar Rp 6 067 386, rasio R/C 1,1 dan

    rasio B/C 0,1, pada kondisi optimal mengalami peningkatan menjadi masing-

    masing Rp 21 785 728, rasio R/C 1,346 dan rasio B/C 0,346.

    Pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi padi gogo

    tumpang sari jagung diteliti oleh Susanto (2004). Penelitian tersebut bertujuan

    untuk menganalisis keragaan usahatani, tingkat pendapatan dan produktivitas,

    dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi gogo

    tumpangsari jagung. Hipotesis awal dari penelitian Susanto (2004) yaitu 1) biaya

    produksi secara keseluruhan dapat ditutupi oleh nilai pendapatan, 2) luas lahan,

    benih, pupuk kimia dan tenaga kerja mempunyai hubungan nyata dengan

    produksi padi gogo, dan 3) keuntungan maksimal dapat dicapai jika tingkat

    penggunaan faktor-faktor produksi sudah optimal.

    Responden sebanyak 30 orang dalam penelitian tersebut diundi secara

    acak sederhana. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan,

    analisis regresi dan analisis efisiensi ekonomi. Hipotesis pertama diterima karena

    rasio R/C atas biaya tunai sebesar 2,92 dan rasio R/C atas biaya diperhitungkan

  • sebesar 1,09. Rasio R/C tersebut berarti secara keseluruhan biaya produksi

    dapat ditutupi oleh nilai pendapatan yang diperoleh petani.

    Produksi padi gogo dipengaruhi oleh benih, pupuk urea dan pupuk TSP.

    Hasil tersebut diketahui dari hasil statistik uji t (parsial) bahwa koefisien regresi

    benih nyata pada = 1 %, pupuk urea nyata pada = 10 % dan pupuk TSP

    nyata pada = 1 %. Benih dan pupuk TSP mempunyai pengaruh yang sangat

    nyata terhadap produksi padi gogo, hal ini ditunjukkan dengan taraf nyata 1

    persen. Produksi padi gogo berada pada skala pengembalian meningkat, hal ini

    ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 1,36. Tingkat penggunaan

    faktor-faktor produksi belum optimal, hal ini diketahui dari rasio NPM dibanding

    BKM tidak sama dengan satu. Tingkat penggunaan optimal adalah sebagai

    berikut luas lahan 3,34 hektar, benih 61,5 gram , pupuk urea 0,26 kg dan tenaga

    kerja 35 HOK.

    2.3. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

    Penelitian yang berkaitan dengan pendapatan, produksi dan efisiensi

    ekonomi usahatani telah banyak dilakukan sebelumnya. Hasil dari setiap

    penelitian sangat beragam, namun terdapat kesamaan pada metode analisis

    yang digunakan. Kesamaan yang lain adalah jenis data yang digunakan dalam

    penelitian usahatani yaitu data cross section pada waktu tertentu. Perubahan

    dapat terjadi karena pengaruh waktu, harga input dan output usahatani mungkin

    telah mengalami perubahan sejak penelitian dilakukan. Pendapatan dan efisiensi

    ekonomi mungkin telah mengalami perubahan sebagai akibat perubahan harga

    tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat diperoleh suatu

    gambaran pendapatan, produksi dan efisiensi ekonomi cabang usahatani

    khususnya cabai merah pada saat penelitian dilakukan.

  • Penelitian tentang pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai

    merah yang dilakukan mempunyai persamaan dengan penelitianpenelitian

    terdahulu. Persamaan yang dimaksud adalah pendekatan yang digunakan yaitu

    analisis pendapatan dan analisis fungsi produksi ekponensial. Perbedaan

    dengan penelitian terdahulu terletak pada waktu dan tempat penelitian dilakukan.

    2.4. Analisis Cabang Usahatani

    Sifat produksi pertanian menurut Gumbira et. al (2004) antaralain

    musiman, pasokan produk bervariasi dan tidak stabil dari waktu ke waktu, jumlah

    produksi sulit ditentukan dan bervariasi antar pusat produksi secara geografis.

    Produksi pertanian bersifat musiman dan berfluktuasi sehingga dikenal

    adanya musim panen raya dan paceklik. Produksi pertanian tidak semua bersifat

    musiman, masih ada sebagian yang dapat berproduksi terus-menerus. Jumlah

    produksi pertanian juga bervariasi dari waktu ke waktu. Variasi tersebut menurut

    Gumbira et. al (2004) disebabkan oleh tanggapan petani terhadap tingkat harga,

    kebijakan pemerintah tentang pengembangan komoditas, dan faktor lain yang

    tidak dapat dikendalikan (Force majeur). Variasi jumlah tersebut berakibat pada

    terjadinya variasi harga produk.

    Pusat-pusat produksi pertanian dipengaruhi oleh kesesuaian geografis

    untuk budidaya pertanian. Pusat produksi sayuran pada umumnya terdapat

    didaerah dataran tinggi, karena suhu rendah sesuai dengan komoditas sayuran.

    Daerah dataran rendah sesuai untuk budidaya komoditas yang lain, misalnya

    kelapa dan sagu. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk budidaya komoditas

    tertentu akan berbeda antar daerah. Perbedaan tersebut dipengaruhi berbagai

    faktor salah satunya efisiensi produksi antar daerah berbeda-beda (Gumbira et.

    al, 2004).

  • Gambaran keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan keadaan yang

    akan datang dari suatu tindakan dapat diketahui dari analisis pendapatan.

    Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani juga dapat dilihat dari analisis

    pendapatan ini. Ukuran keberhasilan usahatani ditentukan dari kemampuan

    untuk membayar semua biaya pembelian sarana produksi, bunga modal dan

    depresiasi modal, sewa lahan hingga upah tenaga kerja (Soeharjo dan Patong,

    1973).

    Pendapatan merupakan balas jasa dari dari faktor-faktor produksi

    usahatani. Faktor produksi tersebut berupa lahan, tenaga kerja, modal dan jasa

    pengelolaan. Pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan

    sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan

    kegiatannya. Pendapatan usahatani akan dialokasikan pada berbagai

    kebutuhan. Sisa pendapatan dapat digunakan untuk penambahan faktor

    produksi atau dialokasikan pada kegiatan di sektor lain (Soeharjo dan Patong,

    1973).

    Dua keterangan pokok diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani

    agar mempunyai arti praktis. Dua hal tersebut adalah keadaan penerimaan dan

    pengeluaran dalam batasan waktu tertentu, misalnya satu musim atau satu

    tahun (Soeharjo dan Patong, 1973). Keuntungan yang diperoleh dari suatu

    usahatani dapat dilihat dari penerimaan dan pengeluaran dalam batas waktu

    tertentu.

  • III. KERANGKA PEMIKIRAN

    3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

    3.1.1. Fungsi Produksi

    Proses produksi pertanian merupakan proses yang kompleks dan

    mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi baru. Fungsi

    produksi merupakan gambaran hubungan antara masukan dengan keluaran

    produksi. Hubungan tersebut digambarkan sebagai tingkat transformasi masukan

    menjadi keluaran produksi (Doll dan Orazem, 1984). Pindyck dan Rubinfeld

    (2001) menyatakan bahwa keluaran terbesar untuk setiap kombinasi masukan

    tertentu ditunjukkan oleh fungsi produksi.

    Fungsi produksi klasik merupakan pendekatan ekonomi paling dasar.

    Fungsi produksi merupakan cara sistematis untuk menggambarkan hubungan

    antara perbedaan jumlah masukan yang dapat digunakan untuk menghasilkan

    produk (Kay. et. al, 2004). Fungsi dan keterkaitannya dengan produk rata-rata

    (Average Physical Product) maupun produk marjinal (Marginal Physical Product)

    dapat digambarkan dalam grafik.

    Hubungan antara TPP dengan MPP dan APP berdasarkan Gambar 1

    diketahui bahwa selama TPP meningkat dengan tingkat semakin bertambah

    maka MPP dan APP akan mengalami peningkatan secara bersamaan. Titik

    maksimum MPP terjadi ketika pertambahan TPP mencapai titik balik, yaitu dari

    tingkat semakin bertambah menjadi semakin berkurang. Produk marjinal (MPP)

    kemudian mengalami penurunan secara berkelanjutan hingga titik nol ketika TPP

    mencapai maksimum. Keterkaitan antara APP dengan MPP yaitu ketika MPP

    lebih tinggi dari APP, maka APP akan mengalami peningkatan dan demikian

    sebaliknya (Kay. et. al., 2004)

  • Increasing marginal return

    Output

    Output

    Decreasing marginal return

    APPMPP

    Input

    Negative marginal return

    TPP

    Stage I Stage II Stage III

    Input

    Ep > 1 1> Ep > 0 Ep < 0

    Keterangan : APP : Average Physical Product

    MPP : Marginal Physical Product TPP : Total Physical Product

    Sumber : Snodgrass and Wallace, 1964 dan Kay . et. al, 2004. Gambar 1. Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk

    Hubungan antara TPP, APP dan MPP biasanya digunakan untuk

    membedakan fungsi produksi menjadi tiga daerah. Daerah I dimulai dari titik awal

    dimana tidak ada input yang digunakan hingga titik APP maksimum tepat

    berpotongan dengan MPP. Daerah I jika dikaitkan dengan tujuan petani untuk

    mencapai keuntungan maksimum, maka daerah tersebut merupakan daerah

    produksi yang tidak rasional. Produksi (TPP) yang lebih besar masih berpeluang

    untuk dicapai jika jumlah input yang digunakan ditingkatkan, maka menjadi tidak

    rasional jika jumlah input yang digunakan dipertahankan pada titik tersebut.

    Produktivitas input tetap mengalami peningkatan pada daerah tersebut (Kay. et.

    al., 2004).

    Daerah produksi yang selanjutnya adalah daerah II yang dimulai dari titik

    perpotongan MPP dengan APP (maksimum APP) hingga titik nol MPP. Efisiensi

    tertinggi dari input tidak tetap yang digunakan tercapai ketika MPP berpotongan

  • dengan APP, yaitu tepat pada garis batas antara daerah I dengan II. Produk

    marjinal (MPP) juga mengalami penurunan hingga titik nol pada daerah II.

    Daerah II merupakan daerah produksi yang rasional. Daerah produksi yang

    terakhir adalah daerah III yang ditunjukkan oleh penurunan produksi (TPP) dan

    marjinal produk (MPP) bernilai negatif. Daerah tersebut merupakan daerah

    produksi yang tidak rasional (Kay. et. al., 2004).

    Daerah produksi dapat dikaitkan dengan rekomendasi ekonomi bagi

    produsen atau petani. Daerah pertama yaitu ketika produk marjinal lebih besar

    dari produk rata-rata, maka jumlah alokasi faktor produksi sebaiknya ditingkatkan

    hingga titik maksimum produk marjinal tercapai. Efisiensi faktor produksi tidak

    tetap terjadi pada daerah kedua, dimana produk rata-rata mencapai puncak dan

    mulai mengalami penurunan. Daerah yang ketiga dimana produk rata-rata lebih

    besar dari produk marjinal, maka tidak rasional untuk menambah faktor produksi

    (Doll dan Orazem, 1984).

    Fungsi produksi merupakan fungsi yang menunjukkan hubungan antara

    hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (masukan (input)).

    Fungsi produksi menurut Murbayanto (1989), Wallace and Snodgrass (1964),

    Buse and Bromley (1975), Doll and Orazem (1984) serta Heady and Dillon

    (1961) dapat dirumuskan dalam bentuk matematis sebagai berikut:

    ( ) n........X ,2X ,1X f Y = ...................................................................... (1) Keterangan Y = hasil produksi fisik X1.....Xn = faktor-faktor produksi

    Fungsi produksi yang sering digunakan yaitu fungsi linier, kuadratik,

    eksponensial, transcendental, translog dan Constant Elasticity of Substitution

    (Soekartawi,1984). Fungsi produksi juga dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi

    spillman, fungsi hiperbolik dan sebagainya. Pendekatan yang sudah banyak

  • digunakan untuk analisis fungsi produksi adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.

    Fungsi produksi Cobb Douglas mempunyai bentuk umum adalah sebagai berikut

    (Heady dan Dillon, 1961) :

    baX Y = ...................................................................................................... (2)

    Peubah yang dinotasikan sebagai X adalah masukan (input) produksi

    yang diukur, Y adalah output produksi, a merupakan konstanta dan b merupakan

    elastisitas produksi. Hubungan faktor produksi dengan hasil produksi

    digambarkan oleh produk marjinal. Produk marjinal tersebut merupakan

    gambaran peningkatan jumlah hasil produksi, karena masukan (input) produksi

    yang digunakan ditambah satu unit. Produk marjinal dapat diturunkan dari fungsi

    produksi pada persamaan (2) dan secara matematis dapat dirumuskan sebagai

    berikut Heady dan Dillon (1961) :

    X

    bbaX 1 - bbaX

    dX

    dY == ........................................................................ (3)

    Fungsi produksi Cobb-Douglas pada persamaan (2) adalah fungsi

    produksi eksponensial. Fungsi produksi tersebut mempunyai nilai eksponen

    (koefisien regresi) yang merupakan elastisitas produksi. Elastisitas produksi

    tersebut dapat digunakan langsung untuk menduga skala usaha (Return to

    Scale). Kondisi tersebut dibuktikan sebagai berikut (Heady dan Dillon, 1961) :

    Y

    X

    X

    bbaX

    Y

    X)1 - b(baX Ep == ............................................................. (4)

    Nilai Y dari persamaan fungsi produksi (Y = aXb) disubstitusikan kedalam

    persamaan tersebut maka diperoleh persamaan sebagai berikut :

    Y

    X

    X

    bY Ep = ..................................................................................... (5)

  • Elastisitas produksi merupakan koefisien b (eksponen) dari fungsi

    produksi, seperti dapat dilihat dari persamaan tersebut bahwa Ep= b. Elastisitas

    produksi merupakan perubahan output yang disebabkan perubahan input. Skala

    Usaha dapat diketahui dari koefisien elastisitas produksi tersebut (Haedy dan

    Dillon, 1961).

    Estimasi fungsi produksi menurut Heady dan Dillon (1964) meliputi dua

    fase, yaitu pengumpulan data dan analisis data tersebut. Data tersebut dapat

    diperoleh dari sumber percobaan maupun selain percobaan. Pendugaan fungsi

    produksi eksponensial relatif lebih rumit dibanding metode pendugaan regresi

    sederhana. Kendala tersebut dapat diatasi dengan transformasi sehingga

    parameternya berbentuk linier. Model tersebut dapat ditranformasi dalam bentuk

    logaritma menjadi persamaan sebagai berikut (Gujarati, 1988).

    nlnX nb ....3lnX 3b 2lnX 2b 1lnX 1b a ln lnY +++++= ........................ (6)

    *nX*nb .... *3X*3b *2X*2b *1X*1b *a *Y +++++= .................. (7)

    Keterangan : Y* = Y a*, b1*, b2*, b3*, bn* = a, b1, b2, b3, bn X1*, X2*, X3*, Xn* = X1, X2, X3, Xn

    Peubah-peubah dalam persamaan (6) bagian atas dapat didefinisikan

    kembali, maka diperoleh persamaan (7). Model persamaan (7) tidak ubahnya

    seperti model regresi linier dengan peubah dan parameter berbentuk linier.

    Parameter atau koefisien regresi dari model tersebut dapat diduga dengan

    pendekatan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) (Gujarati, 1988).

    Teknik penyelesaian fungsi produksi Cobb Douglas dengan

    dilogaritmakan dan diubah menjadi fungsi linier. Fungsi produksi dengan teknik

    transformasi tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : 1) tidak ada

    nilai pengamatan yang bernilai nol, 2) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap

  • pengamatan, 3) setiap variabel X adalah perfect competition, dan 4) perbedaan

    lokasi seperti iklim tercakup dalam faktor kesalahan, u (Soekartawi,1984).

    Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan dengan pertimbangan-

    pertimbangan sebagai berikut :

    1. Fungsi Cobb-douglas sudah banyak digunakan dalam penelitian.

    2. Cov (ui , uj)= 0, ij. Asumsi tersebut berarti tidak ada korelasi antara ui dan uj.

    3. Var (ui) = 2 (homoskedastisitas) yaitu besar varian ui sama untuk setiap i.

    4. Fungsi Cobb-Douglas dapat ditransformasi kedalam bentuk linier melalui

    transformasi logaritma, sehingga metode OLS dapat digunakan (Heady dan

    Dillon, 1961), (Gujarati, 1988).

    5. Masalah heteroskedastisitas dapat dikurangi dengan transformasi logaritma

    (Nachrowi dan Usman, 2006). Heterokedastisitas adalah varians dari residual

    atau error tidak konstan. Analisis regresi dengan metode pendugaan OLS

    dapat dilakukan jika error mempunyai varians yang konstan (homoskedastis).

    6. Elastisitas produksi dari masukan (input) yang bersangkutan (Xi) dapat

    langsung diketahui dari parameter penduga (bi) (Heady dan Dillon, 1961),

    (Gujarati, 1988).

    7. Skala usaha (Return to Scale) merupakan elastisitas dari fungsi produksi

    yang diduga. Elastisitas fungsi produksi merupakan penjumlahan dari

    elastisitas masing-masing faktor produksi. Proses produksi pada skala

    menurun jika nilai b < 1, jika b = 1 maka produksi pada skala konstan

    sedangkan jika b > 1 berarti proses produksi pada skala meningkat (Heady

    dan Dillon, 1961).

    Estimasi koefisien regresi dilakukan dengan metode OLS. Asumsi-

    asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2006) :

    1. Multikolinier tidak ada, yang berarti tidak ada hubungan linier yang nyata

    antara variabel-variabel yang menjelaskan (Xi).

  • 2. E(ui) = 0 atau E(ui | xi) = 0 atau E(Yi) = 1+ 2 Xi

    ui menyatakan variabel-variabel lain yang mempengaruhi Yi akan tetapi tidak

    terwakili dalam model. Asumsinya pengaruh ui terhadap Yi diabaikan.

    3. Kovarian antara ui dan Xi nol atau cov (ui , Xi) = 0. asumsi tersebut berarti

    tidak ada korelasi antara ui dan Xi.

    3.1.2. Skala Usaha (Return to Scale)

    Hukum pengembalian yang semakin berkurang (law of diminishing return)

    sangat penting dari sudut pandang teoritis maupun praktis (Kay, et. al. 2004).

    Hukum tersebut juga dikenal sebagai hukum produktivitas yang semakin

    berkurang (law of diminishing productivity). Interpretasi hukum tersebut yaitu jika

    jumlah salah satu masukan produksi ditambah sementara semua masukan yang

    lain dipertahankan tetap (konstan), maka jumlah tambahahan keluaran per unit

    masukan kemungkinan akan semakin berkurang (Doll dan Orazem, 1984).

    Hukum pengembalian yang semakin berkurang (law of diminishing return)

    ambigu karena acuan yang digunakan berbeda-beda. Tiga indikator dalam fungsi

    produksi klasik yaitu total produk (TPP), marjinal produk (MPP) dan rata-rata

    produk (APP). Titik dimana mulai terjadi penurunan pada ketiga indikator tersebut

    berbeda, sementara law of diminishing return digambarkan oleh penurunan

    tersebut. Antisipasi masalah tersebut maka hukum pengembalian yang semakin

    berkurang diterapkan secara langsung pada marjinal produk atau dikenal hukum

    pengembalian marjinal yang semakin berkurang (law of diminishing marginal

    return). Solusi lain yang dapat digunakan adalah elastisitas produksi (Doll dan

    Orazem, 1984). Elastisitas produksi merupakan konsep yang mengukur tingkat

    respon antara masukan dan keluaran.

    Hukum pengembalian yang semakin berkurang mempunyai tiga sifat

    yang perlu ditekankan. Sifat yang pertama adalah hukum tersebut berlaku jika

  • satu atau lebih input tetap digunakan dalam produksi. Sifat yang kedua yaitu

    definisi hukum tersebut tidak mencakup diminishing marginal return sejak unit

    pertama dari input tidak tetap (titik awal penggunaan input tidak tetap). Sifat yang

    ketiga yaitu hukum tersebut berdasarkan pada proses biologis yang ditemukan

    pada produksi pertanian (Kay, et. al., 2004)

    Skala Usaha diperlukan untuk mengetahui apakah suatu usaha yang

    diteliti mengikuti kaidah incereasing, constant atau decreasing return to scale

    (Soekartawi,1990). Skala usaha dapat diketahui dari nilai elastisitas produksi.

    Skala usaha dapat dibagi dalam tiga kemungkinan sebagai berikut :

    1. Decreassing return to scale, bila nilai elastisitas produksi (Ep) < 1. Kondisi

    ini dapat diartikan bahwa proporsi tambahan masukan produksi melebihi

    proporsi tambahan keluaran produksi.

    2. Constant return to scale, bila nilai elastisitas produksi (Ep) = 1. Kondisi

    demikian berarti tambahan keluaran produksi dihasilkan dari tambahan

    masukan produksi dengan proporsi yang sama.

    3. Increasing return to scale, bila nilai elastisitas produksi (Ep) > 1. Kondisi

    demikian berarti proporsi keluaran produksi yang dihasilkan lebih besar

    dibanding proporsi tambahan masukan produksi.

    Definisi Skala usaha sering dikaitkan langsung dengan keluaran,

    sehingga dapat dikatakan sebagai ukuran perubahan keluaran yang disebabkan

    oleh perubahan semua masukan secara proporsinal (Doll dan Orazem, 1984).

    Diseconomies of scale terjadi ketika proporsi perubahan keluaran lebih rendah

    dari proporsi perubahan masukan. Kondisi sebaliknya ketika proporsi perubahan

    keluaran sama dengan atau lebih besar dari proporsi perubahan masukan maka

    terjadi ekonomi skala usaha (economies of scale) (Doll dan Orazem, 1984).

    Return to scale dapat diduga dari fungsi produksi yang digunakan. Return

    to scale diduga dengan cara menyatakan hubungan antara RHS dan LHS dalam

  • persamaan. LHS merupakan nilai Y sedangkan RHS merupakan turunan parsial

    dari fungsi produksi (Heady dan Dillon, 1961). Persamaan tersebut dapat

    dituliskan dalam Lampiran 2.

    3.1.3. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi Optimum

    Masukan yang diperlukan dalam proses produksi cabang usahatani

    sangat beragam. Masukan produksi seperti sinar matahari dan udara sudah

    tersedia secara bebas di alam, namun masukan tersebut tidak diperhatikan.

    Masukan produksi yang diperhatikan secara ekonomis adalah masukan yang

    mempunyai biaya. Masukan produksi tersebut seharusnya dapat dialokasikan

    dan digunakan dengan efisien (Doll dan Orazem, 1984).

    Efisiensi alokasi masukan produksi dapat didekati dengan dua

    pendekatan, yaitu meminimalkan biaya (minimizing cost) dan memaksimalkan

    keuntungan (profit maximization) (Doll and Orazem, 1984) dan (Snodgrass and

    Wallace, 1964). Tambahan setiap unit masukan produksi yang digunakan masih

    menguntungkan, jika nilai marjinal produk (VMP) lebih besar dari biaya (harga,P)

    (Buse and Bromley,1975).

    Keuntungan maksimum untuk suatu fungsi produksi tertentu dapat

    dicapai, jika produk marjinal dari setiap faktor produksi sama dengan rasio harga

    faktor produksi dengan harga produk. Kondisi tersebut harus terjadi secara

    simultan pada semua faktor produksi yang digunakan (Heady dan Dillon, 1961).

    Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi tersebut merupakan

    alokasi optimum. Konsep tersebut dapat ditulis sebagai berikut (Doll dan

    Orazem, 1984) :

    nPX nVMPX;3PX 3VMPX;2PX 2VMPX;1PX 1VMPX ==== ............... (9)

  • Persamaan (9) jika dibagi dengan harga masing-masing faktor produksi,

    maka setiap persamaan akan sama dengan satu, dapat dituliskan bahwa (Doll

    dan Orazem, 1984) :

    1nPX

    nVMPX.......1PX

    3VMPX

    2PX2VMPX

    1PX1VMPX ===== ........................... (10)

    Nilai produk marjinal (VMP) masukan produksi merupakan produk

    marjinal (MPP) dikalikan harga produk, maka dapat ditulis sebagai berikut :

    (Py) )n(MPPX nVMPX; (Py) )3(MPPX 3VMPX

    ; (Py) )2(MPPX 2 VMPX; (Py) )1(MPPX 1VMPX

    ====

    ............................. (11)

    Keuntungan maksimum dapat dicapai apabila cabang usahatani sudah

    dilakukan dengan efisien. Pengertian efisiensi dalam terminologi ilmu ekonomi

    menurut Soekartawi (1984) dapat dibedakan menjadi efisiensi teknis, efisiensi

    alokatif (efisiensi harga) dan efisiensi ekonomi. Efisien secara teknis (efisiensi

    teknis) jika faktor produksi yang digunakan sudah menghasilkan produksi yang

    maksimum. Efisiensi alokatif dicapai ketika nilai produk marjinal sama dengan

    biaya faktor produksi. Efisiensi ekonomi terjadi ketika cabang usahatai telah

    efisien secara teknis sekaligus secara alokatif.

    Kondisi alokasi masukan optimum menurut Soekartawi (2002)

    merupakan efisiensi harga atau allocative efficiency. Efisiensi diartikan sebagai

    upaya agar biaya dapat ditekan sekecil mungkin namun diperoleh produksi yang

    sebesar mungkin. Efisiensi tersebut dilakukan agar keuntungan maksimum dapat

    dicapai. Alokasi optimal dapat didekati berdasarkan nilai tambah dari satu satuan

    biaya masukan yang dikeluarkan dengan satu satuan nilai tambah keluaran yang

    dihasilkan.

    Parameter yang lebih praktis diperlukan agar lebih mudah diuji.

    Parameter yang harus diketahui yaitu produk marjinal, jumlah output, jumlah

  • input, harga ouput dan harga input. Fungsi produksi cabang usahatani dapat

    dilihat pada persamaan (12), kemudian kondisi keuntungan maksimum dapat

    dirumuskan sebagai berikut :

    1BKM

    NPM1

    1PX1X

    PyY1b

    Py1PX

    1X

    Y1b

    Py1PX

    1X

    bnnX

    b22X1

    b1aX1b

    Py1PXbn

    nXb2

    2X11b1aX1bPy

    iPX

    idX

    dY

    bnnX

    b22X1

    b1aXY

    ==

    ==

    ==

    =

    ........................................ (12)

    3.1.4. Pendapatan Cabang Usahatani

    Pendapatan cabang usahatani dalam penelitian ini dianalisis dengan

    pendekatan analisis usahatani. Analisis tersebut meliputi analisis keuntungan

    dan rasio R/C. Analisis tersebut dimulai dengan identifikasi biaya dan

    penerimaan usahatani. Hasil identifikasi tersebut digunakan untuk perhitungan

    nilai keuntungan dan rasio R/C. Gambaran keuntungan cabang usahatani cabai

    merah diharapkan diperoleh dari hasil analisis tersebut.

    Penerimaan usahatani menurut Soeharjo dan Patong (1973) dapat

    diwujudkan dalam tiga hal, yaitu : hasil penjualan produksi; produk yang

    dikonsumsi selama melakukan kegiatan; dan kenaikkan nilai inventaris. Konsep

    penerimaan usahatani dikemukakan oleh Soekartawi (2002), sebagai hasil

    perkalian antara harga jual dengan output produksi. Konsep tersebut secara

    matematis sebagai berikut :

    iPYiYiTR = ................................................................................... (13) Keterangan : TR = Total penerimaan Y = Produksi Cabang Usahatani Py = Harga Y

  • Pengeluaran usahatani oleh Soeharjo (1973) dibedakan menjadi biaya

    yang bersifat tunai dan diperhitungkan. Pengeluaran yang diperhitungkan

    digambarkan sebagai biaya akibat penurunan nilai inventaris usahatani atau

    penyusutan, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tunai merupakan

    sejumlah biaya yang benar-benar dikeluarkan, misalnya biaya sarana produksi

    usahatani, biaya belanja masukan produksi yang digunakan dan sebagainya.

    Biaya mempunyai peran penting dalam pengambilan keputusan

    usahatani. Jumlah biaya yang dikeluarkan akan berpengaruh pada harga pokok

    produk yang dihasilkan. Jumlah biaya produksi usahatani dapat dipengaruhi oleh

    struktur tanah, topografi tanah, jenis tanaman yang dibudidayakan dan teknologi

    yang digunakan. Biaya pengolahan tanah yang diperlukan untuk struktur tanah

    liat pada lahan dengan derajat kemiringan yang tinggi cenderung lebih besar.

    Biaya produksi yang besar diperlukan untuk jenis tanaman tertentu, sedangkan

    tanaman lain tetap dapat berproduksi tinggi dengan biaya rendah (Soeharjo dan

    Patong, 1973).

    Biaya usahatani oleh Soeharjo dan Patong (1973) digolongkan

    berdasarkan sifatnya. Biaya usahatani dibedakan menjadi biaya tetap dan tidak

    tetap, biaya dibayarkan dan tidak dibayarkan, serta biaya langsung dan tidak

    langsung. Jenis biaya usahatani kemudian dibedakan lagi menjadi biaya tetap

    (Total Fixed Cost), biaya tetap rata-rata (Average Total Fixed Cost), biaya

    variabel (Total Variable Cost), biaya variabel rata-rata (Average Variable Cost),

    biaya marjinal (Marginal Cost), biaya total (Total Cost) dan yang terakhir biaya

    total rata-rata (Average Total Cost).

    Konsep biaya usahatani menurut Soekartawi (2002) terdiri dari biaya

    tetap dan tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya,

    dan terus dikeluarkan tanpa dipengaruhi jumlah produksi. Biaya yang besarnya

  • berubah sesuai dengan jumlah produksi didefinisikan sebagai biaya tidak tetap.

    Konsep biaya usahatani dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut :

    n

    1iPxi Xi FC == .................................................................................. (17)

    n

    1iPxi Xi VC == .................................................................................. (18)

    Keterangan : VC = Biaya tidak tetap, Xi = Jumlah masukan tidak tetap, Pxi = Harga masukan tidak tetap, n = Macam masukan tidak tetap FC = Biaya tetap, Xi = Jumlah masukan tetap, Pxi = Harga masukan

    tetap, n = Macam masukan tetap

    Biaya usahatani yang dikeluarkan merupakan gabungan dari biaya tetap

    dan tidak tetap, secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

    VC FC TC += .................................................................................... (19)

    Pendapatan dapat dihitung dengan beberapa pendekatan yang

    disesuaikan dengan tingkat perkembangan usahatani (Soeharjo dan Patong,

    1973). Tenaga kerja yang terlibat dalam cabang usahatani pada umumnya terdiri

    dari tenaga kerja keluarga dan upahan. Biaya tenaga kerja keluarga dihitung

    sebagai biaya diperhitungkan, sedangkan tenaga kerja upahan dihitung sebagai

    biaya tunai.

    Ukuran-ukuran pendapatan antara lain pendapatan kerja petani,

    penghasilan kerja petani, pendapatan kerja keluarga dan pendapatan keluarga.

    Efisiensi cabang usahatani tidak ditunjukkan oleh nilai pendapatan yang besar.

    Ukuran efisiensi yang dapat digunakan yaitu : 1) penerimaan untuk setiap rupiah