pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan kebijakan deviden sebagai moderating...

Upload: faiz-faizah

Post on 19-Oct-2015

308 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Untuk mengukur kinerja perusahaan, investor biasanya melihat kinerja keuangan perusahaan yang tercermin dari berbagai macam rasio dan di perlukan perbandingan dengan perusahaan lain yang seringkali sulit untuk di dapat. Selama ini pengukuran kinerja manajerial jarang menggunakan pendekatan perhitungan nilai tambah terhadap biaya modal yang ditanamkan.Meskipun telah digunakan secara luas oleh investor sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan investasi karena nilainya tercantum dalam laporan keuangan, penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat pengukur akuntansi konvensional memiliki kelemahan utama, yaitu mengabaikan adanya biaya modal sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah berhasil menciptakan suatu nilai atau tidak.Setiap perusahaan harus memiliki tujuan yang jelas. Ada beberapa hal yang mengemukakan tujuan dari berdirinya sebuah perusahaan. Tujuan yang pertama adalah untuk mencapai keuntungan maksimal. Tujuan yang kedua adalah ingin memakmurkan pemilik perusahaan atau para pemilik saham. Sedangkan tujuan perusahaan yang ketiga adalah memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Ketiga tujuan perusahaan tersebut sebenarnya secara substansial tidak banyak berbeda. Hanya saja penekanan yang ingin dicapai oleh masing-masing perusahaan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. (Harjito dan Martono, 2005).Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham meningkat. Semakin tinggi harga saham sebuah perusahaan, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Enterprise Value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan (Nurlela dan Ishaluddin, 2008 dalam Kusumadilaga, 2010). Wahyudi, Nurlela dan Ishaluddin (2008) dalam Kusumadilaga (2010) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli jika perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan merupakan cerminan dari penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan.Faktor- faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan, yaitu : keputusan pendanaan, kebijakan deviden, keputusan investasi, struktur modal, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan. Beberapa faktor tersebut memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tidak konsisten. Nilai perusahaan adalah nilai laba masa yang akan datang di ekspektasi yang dihitung kembali dengan suku bunga yang tepat (Winardi, 2001 dalam Kusumadilaga, 2010). Perkembangan Bursa Efek Indonesia saat ini tidak dapat dipisahkan dari peran investor yang melakukan transaksi di Bursa Efek Indonesia. Sebelum seorang investor akan memutuskan akan menginvestasikan dananya di pasar modal (dengan membeli sekuritas yang diperdagangkan di bursa) ada kegiatan terpenting yang perlu untuk dilakukan, yaitu penilaian dengan cermat terhadap emiten, ia harus percaya bahwa informasi yang diterimanya adalah informasi yang benar. Sistem perdagangan di bursa dapat dipercaya, serta tidak ada pihak lain yang memanipulasi informasi dalam perdagangan tersebut. Tanpa keyakinan tersebut, pemodal tentunya tidak akan bersedia membeli sekuritas yang ditawarkan perusahaan (atau diperjual-belikan di bursa). Indikator kepercayaan pemodal akan pasar modal dan instrumen-instrumen keuangannya, dicerminkan antara lain oleh dana masyarakat yang dihimpun di pasar modal (Pinuji, 2009). Terdapat salah satu faktor yang mendukung kepercayaan pemodal, yakni persepsi mereka akan kewajaran harga saham. Keadaan seperti itu, pasar modal dikatakan efisiensi secara informasional. Pasar modal dikatakan efisiensi secara informasional apabila harga sekuritas-sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang relevan. Informasi yang tidak benar dan tidak tepat tentunya akan menyesatkan para pemodal dalam melakukan investasi pada sekuritas, sehingga hal ini dapat merugikan para pemodal. Semakin cepat dan tepat informasi sampai kepada calon pemodal dan dicerminkan pada harga saham, maka pasar modal yang bersangkutan semakin efisien (Imron, 2002 dalam Pinuji, 2009). Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh calon investor untuk menentukan investasi saham. Bagi sebuah perusahaan, menjaga dan meningkatkan kinerja keuangan adalah suatu keharusan agar saham tersebut tetap eksis dan tetap diminati oleh investor. Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan merupakan cerminan dari kinerja keuangan perusahaan. Laporan keuangan adalah akhir dari proses akuntansi dengan tujuan untuk memberikan infomasi keuangan yang dapat menjelaskan kondisi perusahaan dalam suatu periode. Informasi keuangan tersebut mempunyai fungsi sebagai sarana informasi, alat pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan, penggambaran terhadap indikator keberhasilan perusahaan dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Harahap, 2004). Para pelaku pasar modal seringkali menggunakan informasi tersebut sebagai tolak-ukur atau pedoman dalam melakukan transaksi jual-beli saham suatu perusahaan.Laporan keuangan (financial statement) dijadikan sebagai salah satu alat pengambilan keputusan yang andal dan bermanfaat, sebuah laporan keuangan haruslah memiliki kandungan informasi yang bernilai tinggi bagi penggunanya (Wintoro, 2002 dalam Raharjo, 2005). Informasi tersebut setidaknya harus memungkinkan investor dapat melakukan proses penilaian (valuation) saham yang mencerminkan hubungan antara risiko dan hasil pengembalian yang sesuai dengan preferensi masing-masing jenis saham. Pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dijelaskan bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan suatu perusahaan bersifat umum. Hal ini berarti bahwa laporan keuangan suatu perusahaan disajikan dan ditujukan kepada semua pihak yang berkepentjngan terhadap informasi itu, baik dari unsur internal perusahaan maupun dari unsur eksternal. Dengan demikian, laporan keuangan tersebut tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi setiap pemakainya. Secara umum tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja keuangan, dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan. Informasi ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat memenuhi kebutuhan para pihak yang berkepentingan (pemakai) dalam upaya mencari bahan masukan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.Laporan keuangan memiliki kandungan informasi apabila publikasi dari laporan keuangan tersebut menimbulkan reaksi pasar. Bahasa teknis pasar modal istilah reaksi pasar ini mengacu pada perilaku investor dan perilaku pasar lainnya untuk melakukan transaksi (menjual atau membeli saham) sebagai tanggapan atas keputusan penting emiten yang disampaikan ke pasar. Reaksi pasar ini akan ditunjukkan dengan adanya perubahan dari harga sekuritas yang bersangkutan (Husnan, 2002).Pengukuran kinerja perusahaan merupakan salah satu indikator yang dipergunakan oleh investor untuk menilai suatu perusahaan dari harga pasar saham tersebut di bursa efek Indonesia. Semakin baik kinerja perusahaan maka akan semakin tinggi return yang akan diperoleh oleh investor. Umumnya investor akan mencari perusahaan yang mempunyai kinerja terbaik dan menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Perolehan modal perusahaan dan nilai perusahaan akan meningkat apabila perusahaan memiliki reputasi baik yang tercermin dalam laporan keuangannya. Horne (2005) menyatakan bahwa pengukuran kinerja keuangan meliputi hasil perhitungan rasio-rasio keuangan yang berbasis pada laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan dan telah di audit akuntan publik. Rasio-rasio tersebut di rancang untuk membantu para analisis atau investor dalam mengevaluasi suatu perusahaan berdasarkan laporan keuangannya. Dalam penggunaan informasi keuangan yang disediakan sebuah perusahaan biasanya analis atau investor akan menghitung rasio-rasio keuangannya yang mencakup rasio likuiditas, leverage, aktivitas dan profitabilitas perusahaan untuk dasar pertimbangan dalam keputusan investasi. Menurut Riyanto (2001) dalam penelitian ini menggunakan rasio likuiditas, leverage dan profitabilitas.Likuiditas menggambarkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Likuiditas akan berpengaruhi terhadap besar kecilnya deviden yang dibayarkan kepada para pemegang saham. Deviden merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia maka dianggap baiknya likuiditas perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar deviden (Harjito dan Martono, 2001). Tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang baik sehingga akan menambah permintaan akan saham dan tentunya akan menaikkan harga saham. Harga saham juga akan cenderung mengalami penurunan jika investor menganggap perusahaan sudah terlalu likuid yang artinya terdapat aktiva produktif yang tidak dimanfaatkan oleh perusahaan, dan tidak dimanfaatkannya aktiva tersebut akan menambah beban bagi perusahaan karena biaya perawatan dan biaya penyimpanan yang harus terus di bayar (Prayitno, 2008). Penelitian ini menggunakan rasio likuiditas yang diwakili oleh cash ratio (CR) yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang yang harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan. Untuk mengukur posisi likuiditas suatu perusahaan, umumnya digunakan rasio likuiditas yang dapat digunakan dalam menilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang harus segera dipenuhinya. Ukuran rasio likuiditas perusahaan berbeda dari rasio likuiditas yang sering digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas perusahaan lain. karena adanya perbedaan sifat usaha dan struktur aktiva dan pasiva. Oleh karena itu, variabel-variabel yang digunakan dalam rasio likuiditas ini tentunya berbeda pula. Masalah yang mungkin timbul adalah terbatasnya data atau informasi mengenai suatu perusahaan bagi pihak luar perusahaan. Sumber data bagi pihak yang tidak memiliki akses data dalam perusahaan dapat menggunakan laporan keuangan yang dipublikasikan melalui media cetak.Profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio profitabilitas dalam penelitian ini diwakili oleh return on equity (ROE). ROE merupakan rasio yang menunjukkan tingkat pengembalian yang diperoleh pemilik atau pemegang saham atas investasi di perusahaan. ROE membandingkan besarnya laba bersih terhadap ekuitas saham biasa. Semakin tinggi ROE menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengembalian terhadap investasi yang dilakukan dan semakin rendah ROE suatu perusahaan maka tingkat pengembaliannya akan semakin rendah pula. Seorang calon investor perlu melihat ROE suatu perusahaan sebelum memutuskan melakukan investasi supaya dapat mengetahui seberapa banyak yang akan dihasilkan dari investasi yang dilakukannya (Sitepu, 2010). Semakin tinggi tingkat laba yang diperoleh, maka kemampuan perusahaan untuk membayar deviden juga akan semakin tinggi dan harga saham perusahaan akan semakin meningkat. Leverage mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajiban finansialnya yang terdiri dari utang jangka pendek dan utang jangka panjangnya. Leverage dalam penelitian ini diwakili oleh debt to equity ratio (DER). DER merupakan rasio yang membandingkan total utang ekuitas. Rasio ini mengukur persentase dari dana yang diberikan oleh para kreditur. Total utang meliputi kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang. DER mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membayar atau memenuhi kewajibannya dengan modal sendiri. DER menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Semakin besar rasio ini menunjukkan bahwa semakin besar struktur modal yang berasal dari utang digunakan untuk mendanai ekuitas yang ada, seperti yang dikemukakan oleh Warren et al. (2004) dalam Sitepu (2010) bahwa semakin kecil rasio DER, semakin baik kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam kondisi yang buruk. Rasio DER yang kecil menunjukkan bahwa perusahaan masih mampu memenuhi kewajibannya kepada kreditur.Nilai perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan dalam membayar deviden. Deviden merupakan bagian keuntungan bersih setelah pajak yang dibagikan kepada pemegang saham. Menurut (Sunariyah, 2004) Deviden adalah proporsi laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimiliknya. Karena deviden merupakan salah satu potensi keuntungan dari investasi melalui saham, maka pihak manajemen perusahaan perlu memperhatikan kebijakan deviden yang akan diterapkan dalam rangka menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan dalam bentuk kepemilikan saham. Ada saatnya deviden tersebut tidak dibagikan oleh perusahaan karena perusahaan merasa perlu untuk menginvestasikan kembali laba yang diperolehnya. Besarnya deviden tersebut dapat mempengaruhi harga saham. Apabila deviden yang dibayar tinggi, maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi dan jika deviden dibayarkan kepada pemegang saham kecil maka harga saham perusahaan yang membagikannya tersebut juga rendah. Kemampuan sebuah perusahaan membayar deviden erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba yang tinggi, maka kemampuan perusahaan akan membayarkan deviden juga tinggi. Dengan deviden yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan (Harjito dan Martono, 2005). Dalam menentukan saham yang akan dibeli atau dijual, Investor akan mempertimbangkan informasi yang tersedia. Informasi tersebut berguna dalam menentukan tingkat keuntungan beserta risiko saham yang akan dijual atau dibeli. Salah satu informasi yang dapat diperoleh seorang investor adalah pengumuman pembayaran deviden. Pengumuman tersebut di dalam pasar modal tertera nama saham, tanggal pengumuman, jumlah deviden yang dibagikan serta jenis deviden. Menurut Mullins (1983) seperti yang dikutip Bandi, Hartono (2000), dalam Wardani (2009) pengumuman pembayaran deviden merupakan sumber informasi dan menyebabkan reaksi pasar kuat dan positif. Informasi atas deviden menghipotesiskan bahwa para manager menggunakan pengumuman deviden untuk memberi sinyal perubahan dalam pengharapannya tentang prospek perusahaan yang akan datang (Aharony dan Swary, 1980 dalam Wardani, 2009). Kebijakan deviden menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi sebagai deviden atau ditahan untuk di investasikan kembali di dalam perusahaan. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai deviden, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana internal. Jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana internal akan makin besar. Saat laba akan dibagi atau ditahan, tetap harus mempertimbangkan tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan kemakmuran para pemegang saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Disini kebijakan deviden sangatlah penting karena mempengaruhi kesempatan investasi perusahaan, harga saham, struktur finansial, arus pendanaan dan posisi likuiditas. Dengan kata lain, kebijakan deviden menyediakan informasi mengenai performa (performance) perusahaan. Masing-masing perusahaan menetapkan kebijakan deviden yang berbeda-beda, karena kebijakan deviden berpengaruh dalam membayar deviden kepada para pemegang sahamnya, maka perusahaan mungkin tidak dapat mempertahankan dana yang cukup untuk membiayai pertumbuhannya di masa mendatang. Perusahaan harus dapat mempertimbangkan antara besarnya laba yang akan ditahan untuk mengembangkan perusahaan (Nurmala, 2006). Besar Kecilnya deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung pada kebijakan deviden masing-masing perusahaan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan berbagai faktor. Menurut Gitman (2003) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden suatu perusahaan adalah debt covenant, likuiditas, posisi kas, prospek pertumbuhan perusahaan dan kuasa kendali para pemegang saham yang memiliki mayoritas saham perusahaan. Kebijakan deviden sebagai variabel pemoderasi pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan, hal ini dikarenakan kebijakan deviden menjadi pusat perhatian banyak pihak seperti pemegang saham, kreditor, maupun pihak eksternal lain yang memiliki kepentingan dari informasi yang dikeluarkan perusahaan (Kartika, 2005 dalam Erlangga, 2009). Deviden memiliki atau mengandung informasi sebagai syarat prospek perusahaan. Semakin besar deviden yang dibagikan kepada pemegang saham, maka kinerja perusahaan akan dianggap semakin baik, dan pada akhirnya penilaian terhadap perusahaan yang tercermin melalui harga saham akan semakin baik pula (Rozeff, 1982 dalam Erlangga, 2009). Pada beberapa penelitian telah mengembangkan dan menguji berbagai model untuk menjelaskan perilaku deviden. Telah dilakukan survei terhadap manajer kantor pusat dan investor untuk menentukan pandangan beberapa peneliti tersebut mengenai deviden. Memahami keyakinan manajer yang terlibat dalam penetapan kebijakan deviden mungkin memberi kontribusi terhadap pemahaman mengenai mengapa perusahaan membayar deviden kas. Penelitian yang dilakukan oleh Baker dan Powell ini juga memberi kontribusi terhadap riset survei mengenai kebijakan deviden. Bukti-bukti temuan menunjukkan: (1). Sebagian besar responden yakin bahwa kebijakan deviden mempengaruhi nilai perusahaan. (2). Responden biasanya mengatakan sangat setuju dengan pernyataan mengenai signaling explanation dari relevansi deviden. (3). Pandangan manajer mengenai penetapan pembayaran deviden saat ini konsisten dengan yang dilaporkan oleh manajer menurut wawancara yang dilakukan oleh Litner (1956) (Apriani, 2005). Survei yang telah dilakukan oleh Farrely, Baker dan Edelman (1985) dalam Apriani (2005), menunjukkan bahwa manajer kantor pusat yakin kalau kebijakan deviden mempengaruhi nilai perusahaan dan bahwa terdapat tingkatan optimal pembayaran deviden. Dalam praktek sebagian besar perusahaan membayar deviden meskipun membayar deviden membutuhkan biaya. Investor akan menggunakan pengumuman deviden sebagai informasi untuk menilai harga saham perusahaan. Banyak bukti empiris mendukung pandangan mengenai deviden sebagai signaling (Baker dan Powell, 1999 dalam Apriani (2005). Penelitian Baskin (1989) menyimpulkan bahwa manajer mungkin dapat mengembangkan kebijakan deviden untuk mempengaruhi harga sahamnya (Apriani, 2005). Penelitian yang dilakukan Apriani (2005) menyimpulkan bahwa pasar bereaksi kuat terhadap pengumuman kenaikan/penurunan deviden, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan harga saham sebelum dan sesudah pengumuman kenaikan/penurunan deviden. Penelitian Apriani mendukung penelitian yang dilakukan oleh Aharony, Falk dan Swary (1988) dan Impson (1997). Alasan penelitian ini menggunakan devidend payout ratio (DPR) untuk mewakili kebijakan deviden dikarenakan DPR pada hakikatnya adalah menentukan porsi keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagai bagian dari laba ditahan. (Miller dan Modigliani, 1961 dalam Saxena, 1995), telah mengembangkan irrelevant devidend, yang selanjutnya disusul dengan beberapa studi yang membahas tentang pembayaran deviden dan berbagai variasi dalam kebijakan pembayaran deviden dan berbagai variasi dalam kebijakan pembayaran deviden dengan memfokuskan pada ketidaksempurnaan pasar. Brigham (2006) juga mengatakan bahwa manajer percaya bahwa investor lebih menyukai perusahaan yang mengikuti deviden payout ratio yang stabil. Perekonomian di Indonesia dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri manufaktur. Industri manufaktur memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai tahun 2010 sebanyak 170 perusahaan dari 477 perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa peran serta industri manufaktur dalam perekonomian di Indonesia mempunyai posisi yang dominan. Kelompok industri manufaktur memiliki target devidend payout ratio paling tinggi dibandingkan dengan kelompok industri lainnya.Siregar (2010) dalam penelitiannya mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham menyimpulkan bahwa ROE dan DER secara parsial dan simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Susilo (2009) dalam penelitiannya dengan menggunakan variabel ROE, memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham. Penelitian Siregar (2010) didukung juga oleh Fitriyanti (2009) yang menemukan bahwa variabel DER berpengaruh terhadap harga saham secara parsial maupun simultan. Lestyorini (2008) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham dan menemukan hasil penelitian yang berbeda dengan Fitriyanti (2009), Susilo (2009) dan Siregar (2010). Hasil penelitian Lestroyini (2010) dengan menggunakan variabel keuangan ROE, ROI, EPS dan DER menemukan bahwa secara individu/parsial hanya ROI dan EPS yang berpengaruh terhadap harga saham dan secara simultan (ROE ROI, EPS dan DER) berpengaruh terhadap harga saham. Penelitian Fitriyanti (2009) dengan menggunakan DER dan Jhojor (2009) menggunakan ROE menemukan hasil parsial serupa yang ditemukan Lestroyini (2010). Penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap kebijakan deviden telah banyak dilakukan. Sujasno, (2004) menemukan bahwa cash ratio, debt ratio dan return investement (ROI) secara parsial dan simultan berpengaruh signifikan terhadap DPR (devidend payout ratio). Hartoyo (2008) dengan menggunakan analisis faktor, menemukan bahwa ROE dan DER berpengaruh terhadap DPR (devidend payout ratio). Berbeda dengan Marlina dan Danica (2009) dengan menggunakan variabel keuangan cash position, debt to equity ratio dan return on assets, debt to equity ratio tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap devidend payout ratio. Nugroho (2004) dengan menggunakan analisis faktor dalam penelitiannya menemukan bahwa cash ratio tidak berpengaruh terhadap devidend payout ratio. Lestari (2009) menguji pengaruh faktor-faktor terhadap devidend payout Ratio dengan salah satu variabel Return on Equity menemukan bahwa Return on Equity tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap devidend payout ratio. Sembiring (2010) yang menguji pengaruh struktur modal dan kebijakan deviden terhadap harga saham. Hasil penelitian menemukan secara simultan struktur modal berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Secara parsial hanya kebijakan deviden (devidend payout ratio) yang mempunyai pengaruh positif terhadap harga saham. Hasugian (2008) menemukan hasil yang berbeda dengan Sembiring (2010), dimana kebijakan deviden sebagai salah satu faktor independent terhadap harga saham sebagai variabel dependent menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh kebijakan deviden secara parsial dan simultan terhadap harga saham setelah ex devidend day. Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitan secara parsial dan simultan antara variabel di atas diperoleh bahwa kinerja keuangan yang diwakili oleh likuiditas, leverage dan profitabilitas memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin dari harga saham. Arus kas merupakan cerminan kinerja manajemen keuangan dalam mengambil keputusan keuangan. Arus kas di dalam penelitian ini didefinisikan sebagai likuiditas. Karena likuiditas dapat memberikan kemakmuran terhadap pemegang saham apabila perusahaan memiliki kas yang benar-benar bebas, untuk dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden dan memberikan sinyal positif bagi investor mengenai kepemilikan kas perusahaan untuk membiayai aktivitas produksinya. Hutang dalam penelitian ini di definisikan sebagai leverage. Hutang merupakan modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya bekerja sementara di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut hutang, yang pada saatnya harus dikembalikan. Semakin tinggi hutang yang dimiliki, semakin kecil kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya kepada pemegang saham berupa deviden dan semakin buruk penilaian investor terhadap perusahaan. Investor yang melakukan investasi di sebuah perusahaan dapat dilihat melalui profitabilitas. Profitabilitas menunjukkan tingkat pengembalian terhadap sebuah investasi. Semakin tinggi laba perusahaan, kemampuan untuk mengembalikan dana dalam bentuk deviden akan semakin tinggi untuk memakmurkan investor atau pemilik saham. Apabila profitabilitas dinilai tinggi oleh investor, maka hal ini pada gilirannya akan menyebabkan peningkatan harga saham karena tingkat pengembalian investasi tinggi. Pemaksimuman kesejahteraan pemilik perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan, karena akan memberikan sinyal positif bagi investor atau calon investor. Dalam penelitian ini kebijakan deviden menarik digunakan sebagai variabel moderasi antara kinerja keuangan dan nilai perusahaan, karena perusahaan akan memaksimumkan nilai perusahaan dapat dicapai bila perusahaan memperhatikan stake holder atau pemegang saham. Keseimbangan pencapaian tujuan stake holder perusahaan berpeluang mendapatkan keuntungan optimal sehingga kinerja perusahaan akan dinilai baik oleh investor. Kinerja keuangan yang diwakili oleh likuiditas, leverage dan profitabilitas yang baik akan direspon positif oleh investor. Respon positif ini akan ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan saham perusahaan. Apabila permintaan saham meningkat sedang yang sudah memiliki saham tersebut juga enggan menjual (karena kinerja perusahaa bagus) maka harga saham akan meningkat. Meningkatnya harga saham akan meningkatkan nilai perusahaan, karena nilai perusahaan salah satu di ukur dengan mengalikan jumlah saham yang beredar dengan harga pasar saham (Murtini, 2008). Hasil kontroversi pada penelitian mengenai kebijakan deviden sebagai pemoderasi antara kinerja keuangan dan nilai perusahaan sebelumnya yang dilakukan oleh Enggar (2009) pada perusahaan manufakur yang menemukan kebijakan deviden mampu memoderasi kinerja keuangan dan nilai perusahaan. Berbeda dengan Murtini (2008) yang menemukan kebijakan deviden tidak mampu mempengaruhi nilai perusahan. Penelitian tentang nilai perusahaan menarik untuk diteliti karena berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya masih ditemukan hasil-hasil penelitian yang kontroversi antara variabel dependent (X) terhadap variabel independent (Y) dan variabel moderasi (Z). Penelitian ini tidak hanya untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan, kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan, dalam penelitian ini kebijakan deviden digunakan sebagai variabel moderasi antara kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dan menguji lebih lanjut hasil penelitian yang diperoleh oleh Enggar (2009) dan Murtini (2008).

1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, maka muncul pokok permasalahan sebagai berikut : 1) Apakah likuiditas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan? 2) Apakah kebijakan deviden mampu memoderasi pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan? 3) Apakah leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan? 4) Apakah kebijakan deviden mampu memoderasi pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan? 5) Apakah profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan? 6) Apakah kebijakan deviden mampu memoderasi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan? 1.3. Tujuan PenelitianBerdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan? 2) Untuk mengetahui pengaruh kebijakan deviden pada hubungan likuiditas dengan nilai perusahaan? 3) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan? 4) Untuk mengetahui pengaruh kebijakan deviden pada hubungan leverage dengan nilai perusahaan? 5) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan?6) Untuk mengetahui pengaruh kebijakan deviden pada hubungan profitabilitas dengan nilai perusahaan? 1.4. Batasan PenelitianAgar penulisan proposal ini tidak terlalu luas, sehingga pembahasan lebih terarah dan terfokus, maka ruang lingkup pembahasan penulis batasi sedemikian rupa sehingga penelitian ini hanya untuk mengetahui mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan kebijakan deviden sebagai variabel moderating. Dimana kebijakan deviden disebut sebagai variabel yang mempengaruhi (baik memperlemah atau memperkuat hubungan antara variabel independen ke variabel dependen.1.5. Manfaat PenelitianHasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis bagi banyak pihak yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu : 1.5.1 Manfaat Teoritis Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris menyangkut pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan kebijakan deviden sebagai variabel moderating pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI). 1.5.2 Manfaat PraktisPenelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan informasi sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi perusahaan di dalam pengambilan keputusan khususnya yang berkaitan dengan nilai perusahaan. Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan dalam berinvestasi.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA2.1 Landasan Teoritis2.1.1 Nilai PerusahaanNilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Menurut Husnan (2000) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham.Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi pendanaan (financing) dan manajemen asset (Susanti, 2010). Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Untung, dkk, 2006 dalam Susanti, 2010). Dalam penelitian ini Nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar, seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan Islahudin (2008) dalam Kusumadilaga (2010). Karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham, untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Para professional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris (Nurlela dan Islahuddin, 2008 dalam Kusumadilaga, 2010). Samuel (2000), Nurlela dan Ishaluddin (2008) dalam Kusumadilaga (2010) menjelaskan bahwa enterprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Wahyudo (2005), Nurlela dan Ishaluddin (2008) dalam Kusumadilaga (2010) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia di bayar oleh calon pembeli andai perusahaan tersebut dijual. Terdapat beberapa konsep dasar penilaian yaitu : nilai ditentukan pada harga yang wajar, penilaian tidak dipengaruhi oleh kelompok pembeli tertentu. Secara umum banyak metode dan teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan diantaranya adalah : a) pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio metode kapitalisasi ; b) pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas ; c) pendekatan deviden antara lain pertumbuhan deviden; d) pendekatan aktiva antara lain metode penilaian aktiva; e) pendekatan harga saham ; f) pendekatan economic value added (Suharli, 2006 dalam Kusumadilaga, 2010).Tujuan perusahaan pada dasarnya adalah tujuan manajemen keuangan yakni memaksimumkan nilai perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi (Erlina, 2002).Susanti (2010), Indikator- indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan diantaranya adalah: 1) PER (Price Earning Ratio) yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham (Mohammad Usman, 2001 dalam Malla Bahagia, 2008). Rumus yang digunakan adalah :

PER = Harga Pasar Saham x 100% ........................................(1)Laba Per Lembar SahamFaktor-faktor Yang Mempengaruhi PER : a. Tingkat pertumbuhan laba b. Devidend Payout Ratio c. Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal. Menurut Yusuf (2005) dalam Susanti (2010), hubungan faktor-faktor tersebut terhadap price earning ratio dapat dijelaskan sebagai berikut : Semakin tinggi pertumbuhan laba maka semakin tinggi price earning ratio nya, dengan kata lain hubungan antara pertumbuhan laba dengan price earning ratio nya bersifat positif. Di karenakan bahwa prospek perusahaan dimasa yang akan datang dilihat dari pertumbuhan laba, dengan laba perusahaan yang tinggi akan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya yang dikeluarkan secara efisien. Laba bersih yang tinggi menunjukkan earning per share yang tinggi, yang berarti perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang baik, maka meningkatkan kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut, sehingga saham-saham dari perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas dan pertumbuhan laba yang tinggi akan memiliki PER yang tinggi pula, karena saham-saham akan lebih diminati di bursa sehingga kecenderungan harganya meningkat lebih besar. Semakin tinggi DPR maka semakin tinggi pula PER nya. DPR memiliki hubungan positif dengan PER, di mana DPR menentukan besarnya deviden yang diterima oleh pemilik saham dan besarnya deviden ini secara positif dapat mempengaruhi harga saham terutama pada pasar modal didominasi yang mempunyai strategi mengejar deviden sebagai target utama, maka semakin tinggi deviden semakin tinggi price earning ratio. Semakin tinggi required rate of return (r) semakin rendah price earning ratio, (r) merupakan tingkat keuntungan yang dianggap layak bagi investasi saham, atau disebut juga sebagai tingkat keuntungan yang di isyaratkan. Jika keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut ternyata lebih kecil dari tingkat keuntungan yang di isyaratkan, berarti hal ini menunjukkan investasi tersebut kurang menarik, sehingga dapat menyebabkan turunnya harga saham tersebut dan sebaliknya. Dengan begitu (r) memiliki hubungan yang negatif dengan price earning ratio, semakin tinggi tingkat keuntungan yang di isyaratkan semakin rendah nilai price earning ratio nya. Price earning ratio adalah fungsi dari perubahan kemampuan laba yang diharapkan di masa yang akan datang. Semakin besar price earning ratio, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.2) PBV (Price Book Value) Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 2006)., yang diproksikan dengan : PBV = Nilai Pasar x 100% ........................................(2)Harga Saham2.1.2 Kinerja KeuanganKinerja perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu. Menurut Sucipto (2003) pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba. Sedangkan menurut IAI (2007) Kinerja Keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya yang dimilikinya. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja keuangan adalah usaha formal yang telah dilakukan oleh perusahaan yang dapat mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba, sehingga dapat melihat prospek, pertumbuhan, dan potensi perkembangan baik perusahaan dengan mengandalkan sumber daya yang ada. Suatu perusahaan dapat dikatakan berhasil apabila telah mencapai standar dan tujuan yang telah ditetapkan.Kinerja perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh pihak manajemen suatu perusahaan. Kinerja berarti pula bahwa dengan masukan tertentu untuk memperoleh keluaran tertentu. Secara implisit definisi kinerja mengandung suatu pengertian adanya suatu efisiensi yang dapat diartikan secara umum sebagai rasio atau perbandingan antara masukan dan keluaran. Kinerja perusahaan sebagai emiten di pasar modal merupakan prestasi yang dicapai perusahaan yang menerbitkan saham yang mencerminkan kondisi keuangan dan hasil operasi (operating result) perusahaan tersebut dan biasanya diukur dalam rasio-rasio keuangan (Siregar, 2010). Menurut Fabozzi (1999) dalam Siregar (2010), kinerja suatu perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berada dalam kendali pihak manajemen perusahaan, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berada di luar kendali manajemen perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan adalah sebagai berikut :1) Faktor Internal Manajemen Personalia Berkaitan dengan sumber daya manusia agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi. Manajemen Pemasaran Berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Manajemen Produksi Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa sesuai dengan yang diharapkan. Manajemen Keuangan Berkaitan dengan perencanaan, mencari, dan memanfaatkan dana untuk memaksimumkan efisiensi perusahaan. 2) Faktor Eksternal Kondisi perekonomian Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Kondisi Industri Kondisi meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan, dan lain-lain. Pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran rasio sudah menjadi suatu parameter yang terbilang umum saat ini. Dalam penelitian-penelitian yang berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan dilakukan berdasarkan pada ketentuan: (1) hasil penelitian-penelitian sejenis sebelumnya, (2) menggunakan tolok ukur yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, (3) kelaziman dalam praktek, (4) mengembangkan model pengukuran melalui pengujian secara statistik terlebih dahulu dengan memilih tolok ukur yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sawir (2005) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut. Nainggolan (2004) dalam Christiani (2010) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu aspek penilaian yang fundamental mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan, antara lain : rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu.

1) Laporan keuangan Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan, catatan-catatan dan bagian integral dari laporan keuangan. (IAI, 1994 dalam Raharjo, 2005). Menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7 (Revisi 2009), Laporan Keuangan adalah suatu penyajian terstuktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Menurut Soemarsono (2004: 34) Laporan keuangan adalah laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, terutama pihak diluar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.Laporan keuangan memberikan ikhtisar mengenai keadaan suatu perusahaan dimana neraca mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu dan laporan rugi laba mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama periode tertentu (Riyanto,1995 dalam Raharjo, 2005).Laporan keuangan merupakan data yang dapat memberikan gambaran tentang keuangan perusahaan untuk itu perlu dilakukan suatu interpretasi terhadap data keuangan perusahaan pada suatu perusahaan. Dengan interpretasi terhadap laporan keuangan tersebut maka diharapkan laporan keuangan dapat memberikan manfaat bagi pemakainya. Adanya analis data keuangan pada periode tertentu memberikan informasi tentang hasil-hasil yang telah dicapai dan perbaikan-perbaikan yang diperlukan (Raharjo, 2005). Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dengan segala keterbatasannya dapat menjadi alat dalam mengkomunikasikan data keuangan suatu perusahaan dengan pihak-pihak berkepentingan. Pihak-pihak tersebut merupakan pihak yang ingin mengetahui secara mendalam tentang laporan keuangan suatu perusahaan, maka pihak-pihak tersebut akan memberikan tekanan metode analisis yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan masing-masing (Raharjo, 2005). Harmanto (1992) dalam Raharjo (2005) melalui laporan keuangan dapat diperoleh informasi-informasi yang penting suatu perusahaan yaitu berupa: a. Informasi tentang sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal perusahaan. b. Informasi mengenai sumber-sumber ekonomi, harta atau kekayaan bersih yang timbul dalam aktivitas perusahaan dalam rangka memperoleh laba. c. Informasi mengenai hasil usaha perusahaan yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menilai dan membuat estimasi tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. d. Informasi mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban yang disebabkan oleh aktivitas pembelanjaan dan investasi. e. Informasi penting lainnya yang berhubungan dengan laporan keuangan seperti kebijakan akuntansi yang diterapkan di perusahaan. 2) Rasio keuangan Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempuyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Rasio keuangan hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya, dengan kata penyederhanaan ini dapat menilai secara cepat hubungan antara pos tadi dan dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga kita dapat memperoleh informasi dan memberikan penilaian ( Harahap, 2004). Adapun rasio keuangan yang populer dan sering digunakan dalam bisnis adalah : a. Rasio Likuiditas, menggambarkan kemampuan perusahaan menyelesaikan semua kebutuhan jangka pendek. b. Rasio Solvabilitas/Leverage, kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. c. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas, kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui sumber yang ada, penjualan dan kegiatan lainya. d. Rasio Aktivitas, mengetahui aktivitas perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam penjualan dan kegiatan lainnya. e. Rasio Pasar, mengukur pengakuan pasar terhadap kondisi keuangan yang dicapai oleh perusahaan. f. Rasio Pertumbuhan, menggambarkan persentasi pertumbuhan perusahaan dari tahun ke tahun. 2.1.3 DevidenSeorang investor yang menanamkan modalnya pada suatu perusahaan tentu saja mengharapkan return atau keuntungan yang akan diperoleh dari investasi yang telah dilakukannya. Keuntungan yang dapat diterima oleh investor atau pemegang saham dari penanaman modal melalui pembelian saham suatu perusahaan terdiri dari dua macam yaitu deviden dan capital gain. Menurut Zaki Baridwan (2004:434) menyatakan bahwa Deviden adalah pembagian laba perusahaan kepada para pemegang saham yang besarnya sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimiliki. Sedangkan pengertian deviden menurut Bambang Riyanto (2001:265) menyatakan bahwa Deviden adalah aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham atau equity investors.Salah satu return yang akan diperoleh para pemegang saham adalah deviden. Menurut Napa (1999: 151) deviden merupakan bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada para pemegang saham (pemilik modal sendiri). Menurut Sunariyah (2004: 48) deviden adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa deviden merupakan proporsi pembagian laba yang diperoleh perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham perusahaan. Menurut Sunariyah (2003:118) deviden yang dibagikan kepada pemegang saham bisa berupa : Deviden Tunai (Cash Devidend)Deviden tunai adalah suatu bentuk pembagian deviden kepada para pemegang saham dalam bentuk kas (tunai). Pembagian deviden tunai bisa dilakukan secara berkala seperti per semester, per tahun, dan per kuartal.

Deviden Saham ( Stock Deviden )Merupakan pembayaran kepada pemegang saham biasa berupa tambahan jumlah lembar saham. Hal ini dinyatakan dengan merubah catatan modal sendiri para pemegang saham pada neraca perusahaan. Dengan adanya deviden saham ini kepemilikan para pemegang saham di dalam perrusahaan proporsinya tetap sama atau tidak berubah.Menurut Tjiptono Darmaji dan Hendy (2001 : 9) deviden yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden tunai dan deviden saham. Deviden Tunai (Cash Devidend)Deviden tunai artinya kepada setiap pemegang saham diberikan deviden berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham. Deviden Saham ( Stock Deviden )Deviden saham artinya kepada para pemegang saham saham diberikan deviden sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki oleh seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian deviden saham tersebut. Sedangkan Baridwan (2004 : 233) menyatakan deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham dapat berbentuk : Deviden yang berbentuk uang Pembagian deviden yang paling sering dilakukan adalah dalam bentuk uang. Para pemegang saham akan menerima deviden sebesar tarif per lembar dikalikan jumlah lembar yang dimiliki. Deviden yang berbentuk aktiva ( selain kas dan saham sendiri) Deviden yang dibagikan kadang kadang tidak berbentuk uang tunai, tetapi berupa aktiva seperti saham perusahaan lain atau barang barang hasil produksi perusahaan yang membagikan deviden tersebut. Pemegang saham yang menerima deviden seperti ini mencatat dalam bukunya dengan jumlah sebesar harga pasar yang diterimanya.

Deviden saham (stock deviden) Penerimaan deviden dalam bentuk saham dari perusahaan yang membagi saham disebut deviden saham. Saham yang diterima berbentuk saham yang sama dengan yang dimiliki atau saham jenis yang lain. 2.1.3.1 Kontroversi Deviden Kebijakan deviden ialah kebijakan yang menitakan keseimbangan diantara deviden saat ini dan pertumbuhan masa datang. Kebijakan deviden melibatkan kebutuhan apakah akan membagikan laba atau menahannya untuk diinvestasikan kembali.Ketika menanamkan modal di perusahaan emiten, pemegang saham mempunyai harapan akan mendapatkan keuntungan dari modal yang ditanamkannya. Dalam hal ini ada dua jenis deviden yang bisa diperoleh pemegang saham, yaitu deviden kas dan non kas. Deviden kas (cash devidend) adalah deviden yang dibayar oleh emiten kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai. Deviden non kas adalah deviden yang dibayarkan dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu.Deviden kas merupakan masalah yang sering kali menjadi topik pembicaraan hangat di antara pemegang saham dan juga pihak manajemen perusahaan emiten, bahkan cenderung terjadi kontroversi antara pemegang saham dan perusahaan emiten.Kontroversi yang ada adalah antara pendapat bahwa kebijakan deviden tidak mempengaruhi nilai perusahaan, yang dijadikan Mileer dan Modigliani (MM) yang sering disebut teori irrelevansi deviden, sementara argumen lain menyatakan bahwa deviden yang rendah yang akan meningkatkn nilai perusahan.Miller dan Modigliani berpendapat bahwa kebijakan deviden tidak relevan pada kondisi keputusan investasi yang given pembayaran deviden tidak relevan untuk diperhitungkan, karena tidak akan meningkatkan kesejhteran pemegang saham. Menurut MM, kenaikan nilai perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan atau earning power dari asset perusahaan. Oleh karena itu, nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagi dalam bentuk cash deviden atau laba ditahan tida mempengaruhi nilai perusahaan. Pendapat MM ini ditekankan bahwa pengaruh pembayaran deviden terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan sumber dana yang lain, artinya bila perusahaan membayar deviden maka perusahaan harus mengganti dengan mengeluarkan saham baru sebagai pengganti sejumlah deviden tersebut. Dengan demikian, adanya kenaikan pembayaran deviden akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai akibat penjualan saham baru.Pendapat kedua yang sering menjadi kontroversi dalam kebijakan deviden adalah teori relevansi deviden yang dikemukakan oleh Myron J. Gordon dan John Litner. Dasar pemikirannya adalah bahwa investor umumnya menghindari resiko, dan deviden yang diperoleh sekarang mempunyai resiko yang lebih kecil daripada deviden yang diterima di masa yang akan datang. Pembayaran deviden sekarang dipercaya dapat mengurangi ketidakpastian investor. Sebaliknya, jika dikurangi atau tidak dibayarkan, tingkat ketidakpastian investor akan meningkat dan menyebabkan peningkatan pengembalian yang diinginkan serta mengurangi nilai saham. Dalam praktek, tindakan manajer cenderung menunjang kepercayaan bahwa kebijakan deviden mempengaruhi nilai saham, karenanya sesuai dengan teori relevansi deviden, maka setiap perusahaan harus mengemangkan kebijakan deviden untuk memenuhi sasaran dari pemilik dan memaksimalkan kekayaan yang dicerminkan dengan harga saham perusahaan.Argumen terakhir tentang kebijakan deviden adalah yang mengatakan bahwa deviden yang rendah yang akan meningkatkan nilai perusahaan. Variable pajak dan floation cost mendasari argumen tersebut. Di negara tertentu, seperti Amerika Serikat, pajak untuk capital gain lebih rendah dibandingkan pajak untuk deviden. Disamping itu, pajak atas capital gain akan efektik jika capital gain tersebut direalisir (dijual). Dengan kata lain, pajak efektif atas capital gain dapat ditunda, sedangkan pajak untuk deviden akan dibayarkan pada saat deviden diterima. Berdasarkan argumen tersebut, deviden seharusnya dibayar rendah, karena akan menghemat pajak. Perusahaan disarankan untuk memberikan deviden yang rendah kepada pemegang saham.Ditinjau dari kepentingan perusahaan emiten, pendapat yang pertama dan ketiga, yaitu bahwa kebijakan deviden tidak relevan dengan nilai perusahaan dan bahwa deviden yang rendah kan meningkatkan nilai perusahaan yang disukai, dikarenakan perusahaan tidak perlu mempersiapkan pengeluaran yang tinggi untuk pembayaran deviden, sehingga deviden yang seharusnya dibagikan dapat digunakan modal perusahaan.Dilain pihak, ditinjau dari kepentingan pemegang saham, pendapat kedua lebih disukai, yaitu deviden dibagikan sekarang, khusunya bagi pemegang saham yang membeli saham untuk kepentingan jangka menengah. Kepentingan jangka menengah yang dimaksud adalah bahwa pemegang saham ingin menikmati hasil saham. Di lain pihek, bagi pemegang saham yang membeli saham untuk kepentingan jangka panjang, relatif lebih menginginkan pengembangan modal perusahaan, sehingga tidak terlalu menuntut untuk dibagikan deviden.Maka, dapat disimpulkan bahwa kebijakan deviden menyangkut tiga masalah yaitu : Seberapa banyak laba yang harus dibagikan secara rata rata selama jangka waktu tertentu. Apakah pembagian tersebut dalam bentuk tunai atau pembelian kembali. Apakah perusahaan sebaiknya mempertahankan tingkat pertumbuhan deviden yang stabil.Ada tiga pendapat yang bertentangan dengan kebijakan deviden yaitu sebagai berikut :1) Deviden dibagikan sebesar besarnyaBesarnya deviden yang dibagikan akan tergantung pada laba yang diperoleh perusahaan. Maksimum jumlah deviden yang dibagikan akan sama dengan laba yang diperoleh, hal tersebut tidak benar. Laba tidak perlu dibagiakan kalau memang diharapakan bias dipergunakan untuk dapat diinvestasikan kembali2) Deviden tidak relevanPerusahaan bisa membagikan deviden dan menerbitkan saham baru apabila ada kesempatan investasi yang menguntungkan. Bagi pemilik saham akibatnya akan sama saja apabila perusahaan membagikan deviden dan menerbitkan saham baru atau tidak membagi deviden dan tidak menerbitkan saham baru.3) Deviden dibagikan sekecil mungkinPendapat ini mendasarkan diri pada kemungkinan adanya ketidaksempurnaan pasar modal. Perusahaan akan menanggung floatation costs kalau menerbitkan saham baru. Kalau telah memiliki uang yang bias dipergunakan unutk melakukan investasi. Karena adanya kesempatan investasi yang menguntungkan perusahaan tidak perlu membagikan deviden.Brigham and Houston (2001 : 66) menelaah tiga teori preferensi investor yaitu sebagai berikut : 1) Teori Ketidakrelevanan Deviden Pendukung utama teori ketidakrelevanan deviden (deviden irrelevance theory) ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya, dengan kata lain nilai suatu perusahaan tergantung semata mata pada pendapatan yang dihasilkan aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi di antara deviden dan laba ditahan. 2) Teori bird-in-the-hand Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan John Lintner (1956) yang berpendapat bahwa ekuitas atau nilai perusahaan akan turun apabila rasio pembayaran deviden dinaikkan, karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan seandainya para investor menerima deviden. Gordon dan Lintner berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari deviden daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal.

= Deviden yield + Capital Agains Yield

MM dalam hal ini tidak setuju bahwa ekuitas atau nilai perusahaan tidak tergantung pada kebijakan deviden, yang menyiratkan bahwa investor tidak peduli antara deviden dengan keuntungan modal. MM menamakan pendapat Gordon-Lintner sebagai kekeliruan bird-in-the-hand, yakni: mendasarkan pada pemikiran bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga dibandingkan seribu burung di udara. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai devidend payout ratio yang tinggi akan mempunyai nilai perusahaan yang tinggi pula.Namun menurut pandangan MM, kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali deviden mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus, tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian deviden.3) Teori Preferensi Pajak Ada 3 alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian deviden yang rendah dari pada yang tinggi, yaitu : Tarif pajak untuk pendapatan deviden yang tinggi bila dibandingkan dengan tarif pajak untuk keuntungan modal membuat investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham dan menerima sebagian besar deviden yang dibayarkan) mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam perusahaan pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan deviden yang pajaknya lebih tinggi. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual karena adanya efek nilai waktu. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang. Ahli waris yang menerima saham itu dapat menggunakan nilai saham pada hari kematian sebagai dasar biaya, dengan demikian terhindar dari pajak keuntungan modal. 2.1.3.2 Faktor faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden Menurut Ridwan Sudjaja dan Berlian (2001: 230-231) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden : a) Perjanjian Hutang , pada umumnya perjanjian hutang antara paerush dengan kreditor membatasi pembayaran dividen. Misalnya, dividen hanya dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi perusahaan dan atau rasio rasio keuangan menunjukkan bank dalam kondisi sehat.b) Pembatasan dari saham Preferen , tidak ada pembayaran dividen untuk saham biasa jika dividen saham preferan belum dibayar.c) Tersedianya Kas, Dividen berupa uang tunai ( cash dividend) hanya dapat dibayar jika tersedianya uang tuani yang cukup. Jika likuiditas baik, perusahaan dapat membayar dividen.d) Pengendalian , Jika manajemen ingin mempertahankan kontrol terhadap perusahaan, ia cenderung untuk segan menjual saham baru sehingga lebih suka menahan laba guna memenuhi kebutuhan dana / baru. Akibatkanya dividen yang dibayar menjadi kecil. Faktor ini menjadi penting pada perusahaan yang relatif keci.e) Kebutuhan dana untuk Investasi , Perusahaan yang berkembang selalu membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek proyek yang menguntungkan. Sumber dana baru yang merupakan modal sendiri ( equity) dapat berupa penjualan sham baru dan laba ditahan. Manajemen cenderung memanfaatkan laba ditahan karena penjualan saham baru menimbulkan biaya peluncuran saham ( flotation cost ) . Oleh karena itu semakin besar kebutuhan dana investasi, semakin kecil dividen payout ratio.f) Fluktuasi Laba, Jika laba perusahaan dapat membagikan dividen yang relatif besar tanpa takut harus menurunkan dividen jika laba tiba tiba merosot. Sebaliknya jika laba perusahaan berfluktuasi, dividen sebaiknya kecil agar kestabilannya terjaga. Selain itu, perusahaan dengan laba yang berfluktuasi sebaiknya tidak banyak menggunakan hutang guna mengurangi risiko kebangkrutan. Konsekuensinya laba ditahan menjadi besar dan dividen mengecil.Hampir semua perusahaan ingin mempertahankan deviden per lembar saham pada tingkat yang konstan. Nilai deviden selalu terlambat dibandingkan dengan nilai keuntungan, artinya deviden itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya laba itu benar-benar mantap dan nampak cukup permanen. Sekali deviden naik, maka segala daya dan upaya yang akan dikerahkan supaya tingkatan yang baru itu dapat terus dipertahankan. Laba akan tetap dipertahankan sampai betul-betul jelas bahwa labanya memang tak mungkin pulih kembali. Menurut Harjito dan Martono (2005) pertimbangan manajerial dalam menentukan kebijakan deviden adalah : a) Kebutuhan dana bagi perusahaan Semakin besar Kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil kemampuan untuk membayarkan deviden. Penghasilan perusahaan akan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan dananya (semua proyek investasi yang menguntungkan) baru sisanya untuk pembayaran deviden. b) Likuiditas perusahaan Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan deviden. Deviden merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar deviden. c) Kemampuan untuk meminjam Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan pinjaman, hal ini merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan untuk membayar deviden juga tinggi. d) Pembatasan pembatasan dalam perjanjian utang Ketentuan perlindungan (protective covenant) dalam suatu perjanjian utang sering mencantumkan pembatasan terhadap pembayaran deviden. Pembatasan ini digunakan oleh para kreditur untuk menjaga kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar utangnya. Biasanya, pembatasan ini dinyatakan dalam persentase maksimum dari laba kumulatif. e) Pengendalian perusahaan Apabila suatu perusahaan membayar deviden yang sangat besar, maka perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi yang menguntungkan. Bertambahnya jumlah saham yang beredar, ada kemungkinan kelompok pemegang saham tertentu tidak lagi dapat mengendalikan perusahaan karena jumlah saham yang mereka kuasai menjadi berkurang dari seluruh saham yang beredar. Dianggap berbahaya bila perusahaan terlalu besar membayar devidennya, sehingga pengendalian perusahaan menjadi berpindah tangan. 2.2 Kajian Empirik 2.2.1 Pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan telah diteliti oleh Siregar (2010) dengan obyek peneltian perusahaan manufaktur periode 2006-2008. Menggunakan teknik purposive sampling sampel yang diperoleh 61 perusahaan. Hasil penelitian menemukan secara parsial dan simultan likuiditas berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga sahamnya. Dalam penelitian di interpretasikan nilai koefisien likuiditas adalah negatif yang artinya semakin tinggi likuiditas semakin rendah nilai perusahaan yang tercermin melalui harga saham. Interpretasi menyebutkan hal tersebut terjadi dikarenakan kondisi ekonomi dan persepsi subjektif dari investor. Penelitian Siregar (2010) didukung oleh Ervin (1998) yang menguji relevansi-nilai relatif laba dan arus kas tindakan dalam konteks siklus kehidupan perusahaan. Laba diperkirakan lebih nilai-relevan dalam tahap dewasa. Arus kas diharapkan menjadi nilai relevan secara bertahap ditandai dalam tahap pertumbuhan dan penurunan perusahaan. Hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa laba lebih nilai-relevan daripada operasi, investasi atau arus kas pembiayaan dalam tahap siklus kehidupan dewasa. Pada start-up investasi nilai arus kas yang lebih relevan daripada laba dalam tahap pertumbuhan dan penurunan arus kas operasi lebih memiliki nilai-relevant daripada laba. Penelitian Siregar (2010) dan Ervin (1998) didukung oleh Hartini (2010) yang menemukan secara parsial dan simultan likuiditas memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya.Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada likuiditas sebagai variabel dependen untuk meguji pengaruhnya terhadap nilai perusahaan. Menurut Helfert (2000) ukuran likuiditas dengan analisis ratio dari sudut pemberi jaminan dapat dinilai melalui rasio kas (cash ratio). Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini tidak hanya menjelaskan pengaruh secara langsung variabel likuiditas (dependen) dan nilai perusahaan (independen). Penelitian juga memasukkan variabel kebijakan deviden sebagai variabel moderasi untuk menjelaskan pengaruhnya antara hubungan variabel likuiditas terhadap nilai perusahaan. 2.2.2 Pengaruh kebijakan deviden terhadap likuiditas dan nilai perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh kebijakan deviden tersebut telah diteliti oleh Murtini (2008) obyek penelitian perusahaan manufaktur tahun 2000-2004 dengan sampel 22 perusahaan. Penelitian Murtini (2008) menyatakan likuiditas yang dinilai dari arus kas bebas perusahaan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Arus kas bebas mencerminkan kinerja manajemen keuangan dalam mengambil keputusan keuangan. Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham apabila perusahaan memiliki kas yang benar-benar bebas, yang dapat dibagikan kepada pemilik saham sebagai deviden. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Hartini (2010) yang menyatakan terdapat hubungan antara nilai perusahaan dengan pembayaran deviden, arus kas bersih, leverage dan earnings per share yang diharapkan setiap tahun oleh perusahaan bahwa deviden menunjukkan hal yang pasti berkaitan dengan apresiasi harga saham. Semakin tinggi nilai kesehatan suatu perusahaan akan memberikan keyakinan kepada pemegang saham untuk memperoleh pendapatan (deviden atau capital gain) di masa yang akan datang. Perbedaan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan kebijakan deviden sebagai variabel moderasi untuk menjelaskan pengaruhnya antara hubungan likuiditas terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan Lisa dan Clara (2009), Hartoyo (2008), Sujasno (2004), Nugroho (2004), Lestari (2009), Duha Al- Kuwari, Anil dan Kapoor (2008) terletak pada proxy kebijakan deviden yang digunakan yaitu devidend payout ratio. Devidend payout ratio pada hakikatnya menentukan porsi keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagai bagian dari laba ditahan. Brigham (2006) juga menyatakan bahwa manajer percaya bahwa investor lebih menyukai perusahaan yang mengikuti devidend payout ratio yang stabil. Persamaan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan likuiditas sebagai salah satu perwakilan kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini seperti penelitian Murtini (2008) yang menggunakan arus kas bebas. 2.2.3 Pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan telah diteliti oleh Jhohor (2009) meneliti pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di bursa efek indonesia dengan hasil penelitian secara parsial variabel leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi secara simultan leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan hasil penelitian Jhojor (2009), Hartini (2010) menemukan leverage secara parsial dan simultan memiliki pengaruh terhadap harga saham dengan meyimpulkan investor tidak melihat perusahaan dari faktor leverage-nya. Hasil penelitian serupa dengan Hartini (2010) di dukung oleh Fitriyanti (2009) dan Siregar (2010) dengan menggunakan uji F dan t menunjukkan bahwa leverage secara simultan dan parsial mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada leverage sebagai variabel dependen untuk menguji pengaruhnya terhadap nilai perusahaan. leverage digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui cerminan struktur modal perusahaan untuk memenuhi kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya jangka pendek maupun jangka panjangnya. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini tidak hanya menjelaskan pengaruh secara langsung variabel leverage (dependen) dan nilai perusahaan (independen). Penelitian juga memasukkan variabel kebijakan deviden sebagai variabel moderasi untuk menjelaskan pengaruhnya antara hubungan variabel leverage terhadap nilai perusahaan. 2.2.4 Pengaruh Kebijakan deviden terhadap leverage dan nilai perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh kebijakan deviden tersebut telah diteliti oleh Hartini (2010) yang menyatakan terdapat hubungan antara nilai perusahaan dengan pembayaran deviden, arus kas bersih, leverage dan earnings per share yang di harapkan setiap tahun oleh perusahaan bahwa deviden menunjukkan hal yang pasti berkaitan dengan apresiasi harga saham. Semakin tinggi nilai kesehatan suatu perusahaan akan memberikan keyakinan kepada pemegang saham untuk memperoleh pendapatan (deviden atau capital gain) di masa yang akan datang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaaan kebijakan deviden sebagai variabel moderasi antara variabel leverage dan nilai perusahaan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Nugroho (2004), Lestari (2009) adalah penggunaan kebijakan deviden dengan variabel proxy devidend payout ratio yang berguna memberikan informasi kepada investor dan penggunaan variabel leverage yang sama dengan penelitian Hartini (2010).

2.2.5 Pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Penelitian mengenai profitabilitas terhadap nilai perusahaan telah dilakukan oleh Susilo (2009) meneliti pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga sahamnya pada perusahaan perbankan yang terdaftar pada bursa efek indonesia tahun 2005-2007. Hasil penelitian menemukan secara parsial dan simultan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut bisa dijelaskan bahwa penilaian prestasi suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan itu untuk menghasilkan laba.Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Hasil penelitian Susilo (2009) didukung oleh Lestroyini (2008), Fitriyanti (2009) dan Siregar (2010) secara parsial dan simultan profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan penelitian Rob et al. (2003) menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.Persamaan penelitian ini dengan sebelumnya terletak pada profitabilitas sebagai variabel dependen. Profitabilitas digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengembalian yang akan diberikan kepada pemegang saham, jika tingkat pengembalian tinggi sebuah investasi dimiliki sebuah perusahaan akan memberikan sinyal positif bagi investor dalam melakukan penilaian.Semakin tinggi profitabilitas semakin tinggi pemaksimalan kesejahteraan pemegang saham sehingga berdampak pada nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini tidak hanya menjelaskan pengaruh secara langsung variabel profitabilitas (dependen) dan nilai perusahaan (independen). Penelitian juga memasukkan variabel kebijakan deviden sebagai variabel moderasi untuk menjelaskan pengaruhnya antara hubungan variabel profitabilitas terhadap nilai perusahaan. 2.2.6 Pengaruh kebijakan deviden terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh kebijakan deviden terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan ini berkaitan dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan Erlangga (2009) pada perusahaan manufaktur periode 2004-2007 yang terdaftar di BEJ, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan kebijakan deviden dapat memoderasi hubungan antara profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Penelitian Erlangga didukung oleh Wardani (2009), Sembiring (2010), Nova (2010) dan Eugene and Kenneth (1997) menyimpulkan bahwa pengaruh deviden berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Murtini (2008) pada perusahaan manufaktur yang melakukan pembagian deviden minimal 2 tahun berturut-turut pada tahun 2000-2004. Hasil penelitian menemukan bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh kebijakan deviden dengan menyatakan besarnya deviden yang dibagikan pada pemegang saham tidak mempengaruhi nilai perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa deviden tidak memiliki kandungan informasi sehingga besarnya deviden tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Penelitian Murtini (2008) didukung oleh Hasugian (2008) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh kebijakan deviden secara parsial dan simultan terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga saham. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kebijakan deviden tidak dapat dipergunakan untuk meramalkan harga saham oleh para investor. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-peneltian sebelumnya terletak pada nilai perusahaan sebagai variabel independen. Seperti peneltian Erlangga (2009) yang menggunakan kebijakan deviden sebagai variabel moderasi dan profitabilitas sebagai variabel dependen. Perbedaannya dengan penelitian Erlangga (2009) adalah dari kinerja keuangan dalam penelitian ini diwakili oleh likuiditas, leverage, dan profitabilitas sebagai variabel dependen dan penggunaan proxy yang sama dengan penelitian Kim et al. (2008) Tobins q di sini digunakan sebagai proksi nilai perusahaan. Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental Herawati, (2008) dalam Susanti, (2010).2.3 Kerangka KonseptualPada dasarnnya manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Dibalik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai utang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi dapat di simpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimilisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi (Erlina, 2002). Kinerja keuangan menjadi salah satu aspek penilaian yang fundamental mengenai kondisi yang dimiliki perusahaan (Nainggolan, 2004 dalam Christiani, 2010). Masyarakat atau calon investor dalam berinvestasi mempertimbangkan beberapa hal yang berhubungan dengan informasi yang dapat mereka pergunakan sebagai dasar keputusan investasi, di antaranya adalah mengenai kinerja keuangan perusahaan. Baik-buruknya kinerja keuangan yang dimiliki oleh perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangannya. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu indikator yang di pergunakan oleh investor untuk menilai suatu perusahaan yang terekspresikan adalah harga pasar saham di bursa efek. Semakin baik kinerja keuangan perusahaan maka semakin tinggi pula return yang akan di dapatkan oleh investor. Investor akan berusaha mencari perusahaan yang memiliki kinerja yang terbaik dan menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut dengan jalan membeli saham-sahamnya. Dapat dikatakan perolehan modal perusahaan akan meningkat apabila perusahaan memiliki reputasi baik yang tercermin dalam laporan keuangannya (Christiani, 2010). Tujuan investor pada umumnya melakukan investasi saham yakni untuk mendapatkan keuntungan yaitu capital gain ataupun dividen. Dividen merupakan sebagian dari laba bersih perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham. Dalam hal ini pemegang saham berharap untuk mendapatkan dividen dalam jumlah yang besar atau minimal relative sama setiap tahun. Perusahaan juga menginginkan laba ditahan dalam jumlah relative besar agar leluasa melakukan reinvestasi. Perusahaan harus dapat mengalokasikan laba bersihnya dengan bijaksana untuk memenuhi dua kepentingan yang berbeda. Pembuatan keputusan yang tepat dalam kebijakan dan pembayaran dividen dapat memaksimalkan nilai perusahaan dan nilai para pemegang saham. Nilai perusahaan ditentukan oleh nilai modal sendiri dan nilai hutang (Hasugian, 2008). Kebijakan dividen sebagai variabel pemoderasi pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan, hal ini di karenakan kebijakan dividen menjadi pusat perhatian banyak pihak seperti pemegang saham, kreditor, maupun pihak eksternal lain yang memiliki kepentingan dari informasi yang dikeluarkan perusahaan (Kartika, 2005 dalam Erlangga, 2009). Dividen memiliki atau mengandung informasi sebagai syarat prospek perusahaan (Rozeff, 1982 dalam Erlangga, 2009). Semakin besar dividen yang dibagikan kepada pemegang saham, maka kinerja perusahaan akan dianggap semakin baik, dan pada akhirnya penilaian terhadap perusahaan yang tercermin melalui harga saham akan semakin baik pula. Rasio keuangan yang diduga mempengaruhi dividend payout ratio dan Nilai perusahaan dalam penelitian ini adalah : Likuiditas yang diproksikan dengan cash ratio, rasio ini dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar hutang yang harus segera dipenuhi (hutang lancar) dari kas yang tersedia dalam perusahaan dan dari surat berharga yang dapar segera diuangkan. Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang lancarnya lebih tepat waktu di bandingkan current ratio maupun quick ratio. Hal ini di sebabkan karena current ratio mengandung akun piutang dagang dan persediaan. Sedangkan quick ratio mengandung akun piutang dagang dimana kedua akun tersebut relatif lama untuk berubah menjadi kas. Kedua adalah Leverage yang diproksikan dengan debt to equity ratio, aturan struktur financial konservatif memberikan batas imbangan yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan mengenai besarnya modal asing dan modal sendiri. Diasumsikan bahwa pembelanjaan yang sehat itu pertama-tama harus di bangun dari modal sendiri yaitu modal yang tahan risiko maka aturan financial tersebut menetapkan bahwa besarnya modal asing dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh melebihi besarnya modal sendiri. Jika perusahaan menggunakan modal yang berasal dari pinjaman maka akan menimbulkan beban tetap berupa bunga pinjaman. Jika perusahaan menggunakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan (modal sendiri), maka perusahaan wajib memberikan balas jasa dalam bentuk dividen. Semakin besar pembelanjaan perusahaan yang menggunakan modal dari para pemegang sahamnya maka semakin besar pula dividen yang harus dibagikan. Para kreditur umumnya senang bila rasio ini rendah, semakin rendah rasio tersebut berarti semakin tinggi tingkat pembelanjaan perusahaan yang disediakan oleh para pemegang saham dan semakin besar tingkat perlindungan kreditur dari kehilangan uang yang di investasikan ke perusahaan tersebut. Data yang diperoleh selama periode 1986-1993 menunjukkan adanya keragaman yang tinggi dari nilai debt to equity ratio (DER) pada tiga kelompok industri. Kelompok industri manufaktur, industri keuangan, dan industri lain-lain mempunyai nilai DER masing-masing sebesar 110.84%, 607.29%, dan 77.36%. Perbedaan yang tinggi pada nilai DER berdasarkan kelompok industri tersebut menjadi menarik untuk diteliti. Rasio terakhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah Profitabilitas yang diproksikan dengan ROE. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan modal sendiri yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat laba yang diperoleh, maka kemampuan perusahaan untuk membayar dividen juga akan semakin tinggi dan harga saham yang akan dihasilkan perusahaan akan semakin tinggi.Berdasarkan pembahasan di atas maka kerangka konsep dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar Kerangka Konseptual

Leverage(X3)Profitabilitas(X2)Likuiditas(X1)

H3H1H5

H4H2H6

Kebijakan Deviden(Z)

Nilai Perusahaan(Y)

2.4 HipotesisBerdasarkan pembahasan sebelumnya maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H1:Likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. H2:Kebijakan dividen mampu secara signifikan memoderasi pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan. H3:Leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. H4:Kebijakan dividen mampu secara signifikan memoderasi pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan. H5:Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. H6:Kebijakan dividen mampu secara signifikan memoderasi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN3.1 Identifikasi VariabelPengujian hipotesi dan analisis data dalam penelitian ini dapat di identifikasi variabel-variabel yang akan digunakan dalam model penelitian yaitu: 1) Dependent variable () atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan. 2) Independent variabel (X) atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lainnya. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan yang terdiri dari likuiditas, leverage dan profitabilitas. 3) Moderating Variabel (Z) adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan langsung antara variabel independen dan variabel dependen (Kusimadilaga, 2010). Variabel Moderating yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kebijakan Dividen. 3.2 Definisi Operasional Variabel1) Nilai perusahaan Nilai perusahaan adalah nilai laba yang masa akan datang di ekspektasi yang dihitung kembali dengan suku bunga yang tepat (Winardi, 2001 dalam Kusumadilaga, 2010). Data yang digunakan adalah laporan keuangan dan jumlah lembar saham pada perusahaan manufakur yang secara berturut-turut membagikan dividen pada tahun 2006-2009 yang diperoleh melalui (www.idx.co.id). Alar ukur yang digunakan untuk nilai perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tobins Q, Tobins Q adalah perbandingan antara market value of equity ditambah dengan hutang (debt) dengan book market value ditambah dengan hutang (debt) (Susanti, 2010). Menurut Yuniasih,dkk (2007) menyebutkan bahwa nilai perusahaan diukur melalui Tobins Q, yang diformulasikan (dengan satuan persentase)Tobins Q = {( CP x Jumlah Saham) TL + I)} CA .........................(3)TA Dimana : Tobins Q= Nilai perusahaan CP=Closing Price TL=Total Liabilities I = Inventory CA = Current Assets TA = Total Assets 2) Kinerja Keuangan Kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Likuiditas Likuiditas menggambarkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Data yang digunakan untuk menilai likuiditas dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada perusahaan manufakur yang secara berturut-turut membagikan dividen pada tahun 2006-2009 yang diperoleh melalui (www.idx.co.id). Likuiditas dalam penelitian ini diwakili oleh cash ratio. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar utang yang segera dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera di uangkan (Riyanto, 2001 :332). Secara matematis, cash ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (dengan menggunakan persentase):Cash Ratio = Kas + Efek x 100% ...............................................(4)Utang Perusahaan

Profitabilitas Profitabilitas memperlihatkan sejauh mana perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan oleh pemilik modal sendiri atau pemegang saham (Sawir, 2005). Data yang digunakan untuk menilai Profitabilitas dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada perusahaan manufakur yang secara berturut-turut membagikan dividen pada tahun 2006-2009 yang diperoleh melalui (www.idx.co.id). Profitabilitas dalam penelitian ini diwakili oleh return on equity. Return on equity merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Secara matematis, return on equity dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (dengan satuan persentase): Return on Equity = Laba bersih setelah pajak x 100% .........................(5)Modal sendiri Leverage Leverage adalah mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang terdiri dari utang jangka pendek dan utang jangka panjangnya. Data yang digunakan untuk menilai leverage dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada perusahaan manufakur yang secara berturut-turut membagikan dividen pada tahun 2006-2009 yang diperoleh melalui (www.idx.co.id). Leverage didalam penelitian ini diwakili oleh debt to equity ratio. Debt to equity ratio adalah rasio yang merupakan perbandingan antara total utang dengan modal sendiri. Secara matematis, debt to equity ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (dengan satuan persentase): Debt Equity Ratio = Total Utang x 100% ..........................................(6)Total Modal Sendiri Kebijakan Dividen (Z) Kebijakan dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Kebijakan dividen dalam penelitian ini diwakili oleh dividend payout ratio. Data yang digunakan adalah laporan keuangan pada perusahaan manufakur yang secara berturut-turut membagikan dividen pada tahun 2006-2009 yang diperoleh melalui (www.idx.co.id). Menurut Keown et al. (2005 :148) dividend payout ratio adalah jumlah dividen relatif terhadap net income perusahaan atau earning per share. Menurut Harjito, A dan Martono (2005) menyatakan bahwa dividend payout ratio merupakan rasio yang menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa perusahaan berupa dividen kas. Secara matematis, Dividen Payout Ratio dapat dinyatakan dengan rumus (dengan menggunakan persentase) : Dividen Payout Ratio = Dividen per share x 100% .............................(7)Earning per share3.3 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah perusahaanperusahaan pada sektor manufaktur yang telah terdaftar Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2009 dan membagikan dividen dari tahun 2006-2009 yaitu sebanyak 170 perusahaan sektor manufaktur. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Non random Sampling. Menurut Nata Wirawan (2002 : 115) Non Random Sampling adalah suatu cara pengambilan sampel yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu, sehingga setiap anggota populasi tidak mendapat kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel.Pada penarikan sampel dengan cara ini pandapat dan pengetahuan dari peneliti akan menjadi dasar pemilihan anggota populasi untuk dipilih sebagai sampel. Subyektivitas dari peneliti sangat berperan di dalam pemilihan sampel. Cara pengambilan sampel yang termasuk ke dalam penarikan sampel yang bersifat tidak acak ini adalah penarikan sampel bertujuan (purposive sampling), yaitu anggota-anggota sampel akan dipilih sedemikan rupa, sehingga sampel yang dibentuk tersebut dapat mewakili (mencerminkan) sifat-sifat populasi induknya. Sampel tersebut adalah perusahaan-perusahaan Sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia yang secara berturut-turut membagikan dividen selama periode penelitian 2006-2009. Jumlah dalam kriteria sebanyak 30 perusahaan dari 170 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek.

3.4 Jenis Dan Sumber Data 3.4.1 Jenis data Berdasarkan sifatnya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. a. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau yang diangkakan (Sugiyono, 2003 : 14). Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah berupa laporan keuangan dari perusahaan manufaktur periode 2006-2009 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. b. Data kualitatif adalah data yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, skema atau gambar ( Sugiyono, 2003 : 14 ). Data kualitatif dalam penelitian ini adalah penjelasan mengenai gambaran umum perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. 3.4.2 Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder eksternal, yaitu data yang tidak langsung di dapat dari perusahaan, tapi diperoleh dalam bentuk data yang telah dikumpulkan, diolah dan dipublikasikan oleh pihak lain yaitu Bursa Efek Indonesia berupa, data melalui internet (www.idx.co.id) dalam hal ini data keuangan dari tahun 2006-2009. 3.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non prilaku. Observasi non prilaku adalah metode pengumpulan data dimana peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Dengan metode ini semua data diperoleh melalui pengumpulan data dengan cara mengamati, mencatat serta mempelajari uraian uraian dari buku buku, karya ilmiah berupa jurnal, tesis dan dokumen dokumen yang terdapat dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2006-2009. 3.6 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi. Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan kebijakan dividen sebagai moderating variabel pada perusahaan sektor manufaktur di bursa efek Indonesia tahun 2006-2009 dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). 3.6.1 Analisis Regresi Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen d