pengaruh pencemaran terhadap struktur komunitas makrozoobenthos di sungai citarum, jawa barat
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
1/95
PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS
MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
Laporan Kerja Praktek
Disusun oleh :
MUHAMMAD NASRULAH AKBAR
140410120087
PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
2/95
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Nama : Muhammad Nasrulah Akbar
NPM : 140410120087
Bidang : Ekologi Perairan
Judul : Pengaruh Pencemaran terhadap Struktur Komunitas
Makrozoobenthos di Sungai Citarum, Jawa Barat
Tempat Penelitian : Sungai Citarum, Jawa Barat
Waktu Penelitian : 21 - 24 November 2015
Telah diperiksa dan disahkan
Jatinangor, Desember 2015
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Sunardi, M. Si, Ph. D
NIP. 19690530 199702 1 001
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
3/95
i
PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS
MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
Oleh : Muhammad Nasrulah Akbar
Dosen Pembimbing :Sunardi, M. Si., Ph.D
ABSTRAK
Sumber air permukaan utama di wilayah Bandung dan sekitarnya adalah Sungai
Citarum. Sungai ini merupakan sungai utama terbesar dan paling panjang di wilayahJawa Barat. Namun demikian, sungai Citarum adalah salah satu dari sungai yang
paling tercemar di Indonesia. Pencemaran sungai Citarum memengaruhi kehidupan
organisme yang ada di dalamnya, khususnya makrozoobenthos. mengetahui
pencemaran sungai Citarum dan pengaruhnya terhadap struktur komunitasmakrozoobenthos. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode survei
yang meliputi penentuan lokasi pengamatan, menentukan titik-titik pengambilan
sampel makrozoobenthos untuk mengetahui struktur komunitasnya serta pengambilandata sekunder seperti mencatat data fisik maupun kimia dan keadaan lingkungan di
sungai Citarum untuk mengetahui tingkat pencemaran dan analisis regresi linier
untuk mengetahui adanya pengaeruh pencemaran terhadap struktur makrozoobenthos.Terdapat 18 stasiun pengambilan sampel dan pengukuran parameter kualitas air. Jenis
makrozoobenthos yang ditemukan pada delapan belas stasiun di Sungai Citarum
terdapat 19 spesies dengan total individu sebanyak 851 ekor, yang terdiri dari 5 kelas
dan 18 famili. Kelimpahan makrozoobenthos tertinggi pada sungai Citarum adalah
kelas Clitellata kemudian Gastropoda. Hasil analisis sampel dengan indeks ekologitingkat keanekaragaman makrozoobenthos di sungai Citarum berdasarkan kriteria
indeks Shannon-Wiener dalam kategori sedang dan pencemaran cukup berat (nilai
Hrata-rata = 1.15). Untuk indeks keseragaman, nilai rata-rata pada tiap stasiun yangdidapat sebesar 0.39 dengan kriteria keseragaman rendah (E mendekati 0) dan
dominansi jenis berada dalam tingkat sedang dengan nilai D rata-rata = 0.42. Dari
hasil tersebut menunjukkan makrozoobenthos sungai Citarum berada pada strukturkomunitas yang kestabilannya sedang. Dari hasil pengukuran parameter kualitas air
menunjukkan sungai Citarum tergolong tercemar ringan sampai berat. Dari analisis
regresi linier sederhana menunjukkan kofisien determinasinya, yaitu 0.104. Hal ini
menggambarkan bahwa tingginya tingkat pencemaran yang telah diukur dari
parameter kualitas air tidak memberikan banyak pengaruh terhadap strukturkomunitas makrozoobenthos dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain.
Kata Kunci : Pencemaran, M akrozoobenthos, Keanekaragaman, Keseragaman,
Dominansi, Sungai Citarum, Regresi L in ier
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
4/95
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja
Praktek Bidang Ekologi Perairan yang berjudul Pengaruh Pencemaran terhadap
Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Citarum yang dilaksanakan pada
21-24 November 2015, bertempat di Sungai Citarum, Jawa Barat.
Laporan penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan kegiatan Kerja Praktek Program Studi Sarjana Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran serta untuk
memberikan informasi mengenai tingkat pencemaran air dan hubungannya terhadap
struktur komunitas pada Makrozoobenthos di sungai Citarum.
Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih jauh dari sempurna,
mengingat terbatasnya pengetahuan yang penulis miliki. Harapan penulis semoga
laporan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca serta dapat
menjadikan suatu amal kebaikan bagi kita semua.
Jatinangor, Desember 2015
Penulis
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
5/95
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan laporan ini dapat terlaksana dengan bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
orangtua, saudara, keluarga tercinta, dan teman-teman yang telah memberikan doa,
dukungan, nasihat, dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kuliah kerja lapangan ini dengan baik.
Penulis juga ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Sunardi, M. Si, Ph. D. sebagai dosen pembimbing Kerja Praktek yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membantu, mengarahkan, memperbaiki, dan
memberi nasihat dari mulai persiapan Kerja Praktek, saat penelitian berlangsung
sampai dalam penyusunan laporan ini. Terimakasih kepada Ayah nomor satu,
Zakaria, yang selalu memberikan nasihat sederhananya, Mama paling juara, Rohani,
yang selalu khawatir terhadap kesehatanpenulis, dan Kakak-Kakak tersayang yang
sangat perhatian kepada penulis, Rika Zahroni, Ria Safitri, dan Nurrizma. Atas
karena mengingat wajah mereka satu per satu, mengingat seluruh ucapan mereka, dan
seluruh doa-doa dari mereka semua yang tak terucap, penulis dapat mendapatkan
semangat dalam menyelesaikan laporan ini. Ucapan terimakasih juga penulis
sampaikan kepada:
1.
Prof. Dr. Budi Nurani, M.S., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
6/95
iv
2. Dr. M. Nurzaman, M.Si., Kepala Departemen Program Studi Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran.
3.
Dr. Teguh Husodo, M.Si., Koordinator Program Studi Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran.
4. Prof. Oekan S. Abdoellah, Ketua Penelitian ALG Rural-Urban Linkage
5. Semua Pihak PPSDAL Unpad yang telah membantu proses berjalannya Kerja
Praktek.
6. Pak Aep yang telah membantu proses pengambilan dan identifikasi sampel.
7.
Rekan-rekan tim Kerja Praktek Sungai Citarum yang telah memberikan
semangat, bantuan, dan dukungan.
8. Seluruh pihak terkait dalam pelaksanaan Kerja Praktek ini yang tidak bisa
disebutkan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga segala bantuan dan amal sholehnya mendapat balasan yang terbaik dari
Allah Swt.
Jazakumullah Khairan Katsiran. Aamiin
Jatinangor, Desember 2015
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
7/95
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Maksud dan Tujuan ........................................................................................ 3
1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................................................... 3
1.5 Metode Penelitian ........................................................................................... 4
1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN LOKASI .................................................................................... 5
2.1 Sejarah Sungai Citarum .................................................................................. 5
2.2 Letak Geografis .............................................................................................. 6
2.3 Iklim, Morfologi, dan Topografi .................................................................... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 9
3.1 Perairan ................................................................................................................ 9
3.2 Pencemaran Sungai ........................................................................................... 10
3.3 Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Sungai ........................................... 12
3.3.1 Parameter Fisika ......................................................................................... 13
3.3.1.1 Suhu ..................................................................................................... 13
3.3.1.2 Kecerahan............................................................................................. 13
3.3.1.3 Konduktivitas ....................................................................................... 14
3.3.1.4 Kecepatan Arus .................................................................................... 14
3.3.1.5 Salinitas ................................................................................................ 15
3.3.1.6 Substrat ................................................................................................ 15
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
8/95
vi
3.3.2 Parameter Kimia ......................................................................................... 16
3.3.2.1 pH ......................................................................................................... 16
3.3.2.2 DO (Dissolved Oxygen) ...................................................................... 17
3.3.2.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand) ................................................. 18
3.3.2.4 COD (Chemical Oxygen Demand) ...................................................... 18
3.3.2.5 Nitrat (NO3-) ......................................................................................... 18
3.3.2.6 Nitrit ..................................................................................................... 19
3.3.2.7 Amoniak (NH3) .................................................................................... 19
3.3.2.8 Fosfat (PO4) ......................................................................................... 20
3.3.3 Parameter Biologi ....................................................................................... 20
3.4 Makrozoobenthos .............................................................................................. 213.5 Struktur komunitas makrozoobenthos ............................................................... 22
3.6 Makrozoobenthos sebagai Indikator Kualitas Lingkungan Perairan ................ 23
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 24
4.1 Alat dan Bahan ............................................................................................. 24
4.2 Metode Penelitian ......................................................................................... 26
4.3 Prosedur Kerja .............................................................................................. 27
4.3.2.1 Pengukuran Kedalaman ....................................................................... 29
4.3.2.2 Pengukuran Kecerahan ........................................................................ 29
4.3.2.3 Pengukuran Suhu Air dan Udara ......................................................... 29
4.3.2.4 Pengukuran Arus .................................................................................. 29
4.3.2.5 Pengukuran Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL) ...................... 30
4.3.2.6 Pengukuran Salinitas ............................................................................ 30
4.3.2.7 Pengukuran Intensitas Cahaya ............................................................. 30
4.3.3.1 Pengukuran Derajat Keasaman (pH).................................................... 31
4.3.3.2 Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ................... 31
4.3.3.3 Chemical Oxygen Demand (COD) ................................................... 31
4.3.3.4 Nitrat (NO3-N) ...................................................................................... 33
4.3.3.5 Nitrit (NO2-N) ...................................................................................... 34
4.3.3.6 Ammonia (NH3-N) ............................................................................... 36
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
9/95
vii
4.3.3.7 Fosfat (PO4-P) ...................................................................................... 36
4.4 Analisis Sampel ............................................................................................ 37
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 42
5.1 Hasil .................................................................................................................. 42
5.1.1 Kondisi Lingkungan ................................................................................... 42
5.1.2 Kualitas Perairan Sungai Citarum tiap Stasiun ........................................... 47
5.1.3 Makrozoobenthos di Sungai Citarum ......................................................... 53
5.2 Pembahasan ....................................................................................................... 60
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 65
6.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 65
6.2 Saran .................................................................................................................. 65DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 67
LAMPIRAN ................................................................................................................. x
Lampiran 1. Klasifikasi Jenis Makrozoobenthos Sungai Citarum ............................ x
Lampiran 2. Analisis Sampel Makrozoobenthos Sungai Citarum .......................... xv
Lampiran 3. Lampiran Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air................................ xix
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian .................................................................... xxii
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
10/95
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Lokasi Pengambilan Sampel Penelitian Struktur Komunitas
Makrozoobenthos di Sungai Citarum ...................................................................... 27
Gambar 5.1 Komposisi Kelas Makrozoobenthos pada sungai Citarum .................. 56
Gambar 5.2 Hubungan antara Nilai DO dengan Indeks Keanekaragaman ............. 58
Gambar 5.3 Hubungan antara Nilai BOD dengan Indeks Keanekaragaman .......... 59
Gambar 5.4 Hubungan antara Nilai COD dengan Indeks Keanekaragaman .......... 59
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
11/95
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Klasifikasi Air Berdasarkan Daya Hantar Listrik (DHL) ....................... 14
Tabel 3.2 Pengaruh pH terhadap Komunitas Biologi Perarian ............................... 16
Tabel 4.1 Daftar Alat dan Fungsinya ...................................................................... 24
Tabel 4.2 Daftar Bahan dan Fungsinya ................................................................... 25
Tabel 4.3 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman ShannonWiener (H) (Wilhm,
1975) ........................................................................................................................ 39
Tabel 4.4 Klasifikasi hubungan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H) dan
tingkat pencemaran perairan Lee et. al., (1978) ...................................................... 39
Tabel 5.1 Lokasi Pengambilan Sampel ................................................................... 42
Tabel 5.1 Kondisi Fisik Lingkungan Sekitar Stasiun .............................................. 43
Tabel 5.2 Parameter Fisik Perairan ......................................................................... 47
Tabel 5.3 Parameter Kimia Perairan ....................................................................... 49
Tabel 5.4 Jenis dan Jumlah Makrozoobenthos yang Ditemukan pada Sungai
Citarum .................................................................................................................... 54
Tabel 5.5 Kelimpahan, Indeks Keragaman, Indeks Keseragaman, dan Indeks
Dominansi Makrozoobenthos pada Tiap Stasiun .................................................... 56
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
12/95
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sumber air permukaan utama di wilayah Bandung dan sekitarnya adalah Sungai
Citarum. Sungai ini merupakan sungai utama terbesar dan paling panjang di wilayah
Jawa Barat (Wangsaatmaja, 2004). Namun demikian, sungai Citarum adalah salah
satu dari sungai yang paling tercemar di negara ini. Sungai Citarum memiliki peran
penting dalam pembangunan ekonomi, tidak hanya bagi masyarakat yang tinggal di
sekitarnya tetapi juga bagi mereka yang tinggal ribuan kilometer jauhnya disana.
Citarum merupakan sumber pasokan air minum bagi provinsi padat penduduk
Jawa Barat dan Ibukota Jakarta. Daerah aliran sungai Citarum didominasi oleh sektor
industri manufaktur seperti tekstil, kimia, kertas, kulit, logam, farmasi, produk
makanan dan minuman, dan lainnya. Limbah industri jauh lebih intens dalam hal
konsentrasi dan mengandung bahan-bahan berbahaya. Sebanyak 48% industri yang
diamati, rata-rata pembuangan limbahnya 10 kali melampaui baku mutu yang telah
ditetapkan (BPLHD Jawa Barat, 2010). Pada tahun 2004, dalam sebuah penelitian
yang dilakukan oleh PT Indonesia Power dan Lembaga Ekologi Universitas
Padjadjaran (sekarang PPSDAL Unpad) di Waduk Saguling, terungkap fakta bahwa
kualitas air Sungai Citarum sudah tidak memenuhi standar kualitas air normal (Birry
dan Meutia, 2012).
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
13/95
2
Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan
dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001, baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup,zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Pencemaran air adalah masuknya
mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia,
sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai peruntukannya.
Kondisi sungai Citarum yang tercemar dapat memengaruhi kehidupan organisme
air yang ada di dalamnya, khususmya organisme seperti makrozoobenthos. Setiap
masukan yang berlebihan (buangan sampah dan limbah) yang tidak selalu hanya
terdiri dari unsur hara tetapi terdapat pula senyawa beracun di dalam sungai tetap
akan berpengaruh buruk terhadap kehidupan organisme seperti makrozoobenthos.
Menurut Sinaga dkk (1986), pengaruh buruk tersebut berupa mengecilnya
keanekaragaman organisme makrozoobenthos. Dengan kata lain, perubahan-
perubahan kualitas air sangat mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos, baik
komposisi maupun besar populasinya (Wilhm, 1975).
Berdasarkan hal tersebut, penelitian tentang pengaruh pencemaran terhadap
struktur komunitas makrozoobenthos di sungai Citarum ini dilakukan agar dapat
diketahui kelimpahan, dominansi, dan keanekaragaman jenis makroozobentos di
sungai Citarum yang sudah tercemar tersebut. Dari keanekaragaman
makrozoobenthos tersebut pula dapat ditentukan tingkat kondisi pencemaran dari
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
14/95
3
aliran sungai Citarum dari hulu (Gunung Wayang) sampai hilir (muara Cihampelas).
Penelitian ini akan mendeskripsikan pengaruh pencemaran sungai Citarum terhadap
struktur komunitas makrozoobenthos yang merupakan informasi penting dalam upaya
pengelolaan ekosistem sungai mengingat pentingnya peranan sungai Citarum bagi
manusia dan biota air lainnya.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan identifikasi
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kualitas air di sungai Citarum.
2.
Bagaimana pengaruh tingkat pencemaran dengan struktur komunitas
makrozoobenthos di sungai Citarum.
1.3Maksud dan Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui pencemaran sungai
Citarum dan pengaruhnya terhadap Makrozoobenthos. Adapun tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui tingkat pencemaran air dan hubungannya terhadap struktur
komunitas pada Makrozoobenthos yang ditinjau dari kelimpahan, dominansi, dan
keanekaragaman jenis makroozobentos di sungai Citarum.
1.4Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para peneliti
sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Selain itu, data yang
dihasilkan dapat digunakan oleh instansi terkait mengenai mengetahui tingkat
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
15/95
4
pencemaran dari sungai Citarum dan hubungannya terhadap struktur komunitas pada
Makrozoobenthos.
1.5
Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode survei yang meliputi
penentuan lokasi pengamatan, menentukan titik-titik pengambilan sampel serta
pengambilan data sekunder seperti mencatat data fisik maupun kimia dan keadaan
lingkungan di sungai Citarum untuk mengetahui tingkat pencemaran. Sampel
makroozobenthos dan kondisi lingkungan pada sungai Citarum diambil dengan
delapan belas titik stasiun pengambilan sampel dari hulu sampai hilir. Sampel
makrozoobenthos diambil dengan menggunakan jala surber. Jenis makrozoobenthos
yang ditemukan di lapangan diidentifikasi dan dianalisis secara deskriptif untuk
melihat keanekaragaman jenis ikan, kelimpahan, dan dominansi yang ada di suatu
perairan. Pengukuran kualitas air muara di sungai Citarum tersebut dilihat dari
parameter fisika-kimia dan pengaruhnya terhadap keanekaragaman makrozoobenthos
yang ditemukan.
1.6Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Sungai Citarum sebagai lokasi pengambilan sampel.
Lokasi pengujian sampel dilakukan di Laboratorium PPSDAL. Penelitian
dilaksanakan pada bulan November-Desember 2015.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
16/95
5
BAB II
TINJAUAN LOKASI
2.1Sejarah Sungai Citarum
Citarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat dengan
aliran sepanjang 297 km. Sungai yang hampir membelah Jawa Barat ini bersumber
dari mata air Gunung Wayang (sebelah selatan Kota Bandung), mengalir ke Utara
melalui Cekungan Bandung dan bermuara di Laut Jawa (Citarum.org, 2014). Sungai
ini memasok air ke Pusat Listrik Tenaga Air di Waduk Jatiluhur (187 Megawatt).
Citarum berasal dari dua kata, yaitu Cidan Tarum. Ci atau dalam Bahasa Sunda Cai,
artinya air. Sedangkan, Tarum merupakan jenis tanaman yang menghasilkan warna
ungu atau nila yang digunakan sebagai bahan pencelup alami pada kain tradisional
(Citarum.org, 2014).
Jumlah sungai besar yang ada di wilayah sungai Citarum kurang lebih 19 sungai
yang bermuara di laut utara maupun bergabung dengan sungai lainnya. Sungai utama
yang ada di WS Citarum adalah Sungai Citarum. Sungai Citarum sendiri berhulu dari
Gunung Wayang (Kabupaten Bandung) dan bermuara di Muara Gembong
(Kabupaten Bekasi). Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Penetapan Wilayah Sungai, Wilayah Sungai Citarum terdiri dari 19 DAS
(Citarum.org, 2014).
Terdapat tiga waduk besar, yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur yang berfungsi
sebagai pembangkit listrik dan pendukung sistem irigasi yang ada di kawasan
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
17/95
6
tersebut. Semua waduk tersebut berada dalam satu aliran Sungai Citarum dan berada
di empat kabupaten (Cianjur, Bandung Barat, Purwakarta, dan Karawang)
(Citarum.org, 2014).
2.2Letak Geografis
Secara Geografis Wilayah Sungai Citarum terletak pada 106 5136 - 107 51
BT dan 7 19 - 6 24LS, dengan luas area 11.323 Km. Wilayah Sungai Citarum
seluas kurang lebih 12.000 km2mencakup 13 wilayah administrasi Kabupaten/Kota
di lingkungan Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung
Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang,
Kabupaten Sumedang, Kota Bandung, Kota Bekasi, dan Kota Cimahi (Citarum.org,
2014).
Wilayah Sungai Citarum mempunyai batas wilayah sebagai berikut (Citarum.org,
2014):
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan sebagian Kabupaten Cianjur dan sebagian
Kabupaten Bandung
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebagian Kabupaten
Indramayu dan sebagian Kabupaten Sumedang
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, sebagian Kabupaten
Bogor dan sebagian Kabupaten Bekasi
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
18/95
7
2.3Iklim, Morfologi, dan Topografi
Kondisi Iklim Daerah Aliran Sungai Citarum sebagaimana umumnya wilayah di
Jawa Barat, memiliki iklim tropis monsoon dengan suhu dan kelembaban udara yang
relatif konstan sepanjang tahun. Iklim tropis monsoon dicirikan dengan terjadinya
dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan
Oktober-Maret dan musim kemarau terjadi pada bulan Juni-September. Bulan-bulan
lainya merupakan masa transisi atau suhu rata-rata di dataran rendah sekitar 27C,
sedangkan dibagian hulu sungai yang berada di dataran tinggi atau pegunungan, suhu
udara minimum rata-rata 15,3C (Citarum.org, 2014).
Curah hujan tahunan rata-rata bervariasi dari 1000 mm di daerah pesisir dan 4000
mm di daerah pegunungan di bagian atas dari DAS. Hampir 70% dari curah hujan
tahunan terjadi selama musim hujan. Distribusi curah hujan musiman terutama
dipengaruhi oleh angin musim. Efek dari orografis pegunungan selatan mendominasi
curah hujan (Citarum.org, 2014).
Morfologi yang terbentuk di DAS Citarum adalah hasil kegiatan tektonik dan
vulkanisme, dilanjutkan proses erosi dan sedimentasi. Kondisi morfologi DAS
Citarum terbagi atas morfologi gunung api, perbukitan, dan dataran daerah hulu anak-
anak sungai di DAS Citarum terbentuk dari morfologi gunung api yang memiliki
kharakteristik relief landaibergunung, elevasi ketinggian 750 2300 m diatas
permukaan air laut, kemiringan lereng di kaki 5%15%, di tengah 15%30%, dan
di puncak 30% 90%. Pola aliran sungai sejajar dan radier, umumnya merupakan
daerah resapan utama air tanah dangkal dan dalam serta tempat keluarnya mataair
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
19/95
8
pada lokasi tekuk lereng. Batuan penyusun berupa endapan gunung api muda dan tua,
terdiri dari tufa, breksi, lahar, dan lava (Citarum.org, 2014).
Topografi DAS Citarum digambarkan dalam bentuk lahan atau morfologi yang
dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu bagian hulu, tengah dan hilir. Wilayah
Sungai Citarum bagian hulu nampak seperti cekungan raksasa yang lebih dikenal
sebagai Cekungan Bandung, dengan elevasi berkisar antara 625-2.600 mdpl. DAS
Citarum bagian tengah morfologi bervariasi antara dataran (elevasi 250-400 mdpl),
perbukitan bergelombang lemah (elevasi 200-800 mdpl), perbukitan terjal (elevasi
1.400-2400 mdpl) dan morfologi tubuh gunung api. DAS Citarum bagian hilir lebih
didominasi oleh dataran, perbukitan bergelombang lemah dan terjal dengan variasi
elevasi antara 200-1.200 mdpl. Seluruh sungai di Citarum mengalir dari selatan
berhulu di Gunung Burangrang, Bukit Tunggul, dan Canggah ke arah utara yang
bermuara di pantai utara (Laut Jawa) (Citarum.org, 2014).
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
20/95
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Perairan Sungai
Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang
bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis
(tergenang) seperti danau. Perairan ini dapat dibedakan atas perairan tawar, payau,
maupun asin (laut). Perairan darat meliputi sungai, rawa, danau, payau atau muara
sungai. Sungai merupakan salah satu perairan lotik (berarus cepat) yang dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti aktivitas alam dan aktivitas manusia di Daerah Aliran
Sungai(DAS). Menurut Undang-undang Nomor 07 Tahun 2004 tentang sumberdaya
air, bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke lautsecara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
Sungai merupakan air permukaan yang bersifat mengalir. Air permukaan yang
ada seperti sungai dan danau banyak dimanfaatkan untuk keperluan manusia seperti
tempat penampungan air, alat transportasi, mengairi sawah dan keperluan peternakan,
keperluan industri, perumahan, sebagai daerah tangkapan air, pengendali banjir,
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
21/95
10
ketersediaan air, irigasi, tempat memelihara ikan dan juga sebagai tempat rekreasi.
Dilihat dari fungsinya sebagai tempat penampungan air maka sungai mempunyai
kapasitas tertentu dan dapat berubah karena kondisi alami maupun antropogenik
(Hendrawan, 2005).
3.2 Pencemaran Sungai
Berbagai macam aktivitas pemanfaatan sungai seperti kegiatan perikanan,
pertanian, keperluan rumah tangga, industri dan transportasi pada akhirnya akan
memberikan dampak terhadap sungai antara lain penurunan kualitas air, hal ini
dikarenakan limbah yang dihasilkan dari berbagai macam kegiatan tersebut
kebanyakan dibuang ke sungai atau tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.
Sungai mempunyai kemampuan untuk membersihkan diri (self purification) dari
berbagai sumber masukan limbah, akan tetapi jika melebihi kemampuan daya dukung
sungai (carrying capacity) akan menimbulkan masalah yang serius bagi perairan
(Setiawan, 2009).
Pencemaran adalah perubahan yang terjadi terhadap sifat-sifat fisika, kimia dan
biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah, dan air. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup, zat
atau komponen lain yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan perubahan
tatanan air dan menyebabkan penurunan kualitas air sehingga dapat merugikan bagi
kehidupan organisme air. Bahan pencemar umumnya berupa limbah, seperti limbah
industri, limbah pertanian dan limbah rumah tangga.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
22/95
11
Bahan pencemar adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan
yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga
mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam
lingkungan, pencemaran dikelompokkan menjadi dua yaitu polutan alamiah dan
polutan antropogenik (Effendi, 2003).
Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (Designated
benefical water uses), juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin
berada antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku
mutu air dengan pendekatan golongan peruntukan perlu disesuaikan dengan
menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air).
Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi
airnya akan dapat dihitung berapa. beban pencemar yang dapat ditenggang oleh air
penerima sehingga sesuai dengan baku mutu air dant tetap berfungsi sesuai dengan
peruntukanya.
Kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengujian untuk.
membuktikan apakah air itu layak dikonsumsi. Penetapan standar sebagai batas mutu
minimal yang harus dipenuhi telah ditentukan oleh standar Internasional, standar
Nasional, maupun standar perusahaan. Di dalam peraturan Pemerintah Republik
Indanesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang kualitas dan pengendalian pencemaran air
disebutkan bahwu mutu air telah diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yang terdiri dari :
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
23/95
12
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegiatan tersebut.
2. Kelas dua, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk prasarna/sarana
rekreasi air. pembudidayaan ikan air tawar. peternakan, air untuk mengairi
pertanian, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas tiga, yang diperuntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan peruntukan lain
yang persyaratan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas empat, air yang diperuntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
3.3 Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Sungai
Faktor fisika dan kimia air merupakan parameter untuk menentukan kualitas suatu
perairan. Parameter fisika berupa suhu, kecerahan, konduktivitas, kecepatan arus,
salinitas serta tekstur substrat dan parameter kimia berupa DO, BOD, pH, COD,
Nitrat, Nitrit, Amoniak, dan Phosphat. Secara alami keberadaan dan distribusi biota
di perairan sungai dipengaruhi oleh aktivitas manusia, terutama yang menyebabkan
perubahan faktor fisika dan kimia air, polusi dan pemasukan spesies baru ke dalam
badan air sungai. Suatu ekosistem dikatakan baik jika faktor biotik dan abiotiknya
saling mendukung.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
24/95
13
3.3.1 Parameter Fisika
3.3.1.1 Suhu
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi
perairan. Suhu juga berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme
akuatik memiliki kisaran suhu tertentu untuk pertumbuhannya (Effendi, 2003).
Menurut Fardiaz (1992), perubahan suhu akan menimbulkan beberapa dampak di
antaranya adalah (1) jumlah oksigen terlarut dalam air menurun, (2) kecepatan reaksi
kimia meningkat, (3) kehidupan ikan dan organisme air lainnya akan terganggu, (4)
menyebabkan kepunahan biota akuatik yang sensitif terhadap suhu yang tinggi.
Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan
konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 23 kali lipat yang diikuti dengan
penurunan kadar oksigen terlarut (Barus, 2004). Menurut Setiana (1996), suhu akan
mempengaruhi tingkat ketersediaan oksigen dan nutrien dalam air. Perubahan suhu
akan berpengaruh pula terhadap pola kehidupan dan aktivitas biologi dalam air,
termasuk pengaruhnya terhadap penyebaran biota menurut batas kisaran toleransinya.
3.3.1.2 Kecerahan
Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang diamati secara visual
dengan menggunakan keping Secchi. Kecerahan perairan dipengaruhi oleh
kandungan bahan-bahan halus yang terdapat dalam air baik berupa bahan organik
seperti plankton, jasad renik, detritus maupun bahan anorganik seperti partikel pasir
dan lumpur. Prinsip penentuan kecerahan air dengan keping Secchi adalah
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
25/95
14
berdasarkan batas pandangan ke dalam air untuk melihat warna putih yang berada
didalam air. Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat batas pandangan,
sebaliknya apabila semakin jernih suatu badan air maka batas pandangan akan
semakin jauh (Effendi, 2003).
3.3.1.3 Konduktivitas
Konduktivitas air bergantung pada jumlah ion-ion terlarut per-volumenya dan
mobilitas ion-ion tersebut. Satuannya adalah (mho/cm, 250C). Konduktivitas
bertambah dengan jumlah yang sama dengan bertambahnya salinitas. Secara umum,
faktor yang lebih dominan dalam perubahan konduktivitas air adalah temperatur.
Untuk mengukur konduktivitas digunakan konduktivitimeter. Berdasarkan nilai
DHL, jenis air juga dapat dibedakan melalui nilai pengukuran daya hantar listrik
dalam mho/cm pada suhu 250C menunjukkan klasifikasi air sebagai berikut:
Tabel 3.1 Klasifikasi Air Berdasarkan Daya Hantar Listrik (DHL)
3.3.1.4 Kecepatan Arus
Kecepatan arus suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemapuan badan
air untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Kecepatan arus digunakan
untuk memperkirakan waktu suatu bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
26/95
15
tertentu (Effendi, 2003). Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan
penyebaran organisme dan sumber makanan yang terdapat di perairan.
3.3.1.5 Salinitas
Perubahan salinitas akan memengaruhi keseimbangan di dalam tubuh
organisme melalui perubahan berat jenis air dan perubahan tekanan osmosis.
Semakin tinggi salinitas, semakin besar tekanan osmosisnya sehingga organisme
harus memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan salinitas sampai batas
tertentu melalui mekanisme osmoregulasi (Koesoebiono, 1979), yaitu kemampuan
mengatur konsentrasi garam atau air di cairan internal.
Menurut Mudjiman (1981), kisaran salinitas yang dianggap layak bagi
kehidupan organisme air seperti makrozoobentos berkisar 15-45, karena pada
perairan yang bersalinitas rendah maupun tinggi dapat ditemukan makrozoobentos
seperti siput, cacing (Annelida) dan kerang-kerangan.
3.3.1.6 Substrat
Substrat dasar perairan merupakan salah satu faktor ekologis utama yang
akan mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Menurut Nybakken
(1998), substrat dasar merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan
organisme.
Karakteristik substrat dapat mempengaruhi struktur komunitas
makrozoobenthos. Keadaan substrat di perairan penting untuk diketahui. Kehidupan
organisme air juga bergantung pada bahan dan ukuran partikel dasar badan air.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
27/95
16
Organisme yang hidup pada substrat dasar suatu ekosistem air sangat tergantung pada
tipe substrat dan kandungan bahan organik yang terdapat dalam substrat tersebut.
Oleh karena itu analisis terhadap substrat baik berupa tipe maupun terhadap
kandungan bahan organik penting untuk dilakukan (Suin, 2002).
3.3.2 Parameter Kimia
3.3.2.1 pH
Sebagian besar organisme akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai pH sekitar 6,5 sampai 8. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan, misalnya proses nitrifikasi yang akan berakhir pada pH yang rendah
(Effendi, 2003).
Menurut Effendi (2003), pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan yang
dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Pengaruh pH terhadap Komunitas Biologi Perarian
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
28/95
17
Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai
pH netral, dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH
yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 8,5.
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan
konsentrasi amoniak yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).
3.3.2.2 DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem air, yaitu untuk respirasi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen
di dalam air sangat dipengaruhi temperatur, dimana kelarutan maksimum oksigen di
dalam air pada temperatur 0oC sebesar 14,16 mg/l O2, kelarutan ini akan menurun
jika temperatur air meningkat. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar
antara 6 sampai 8 mg/l (Barus, 2004).
Menurut Effendi (2003), kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara
harian, musiman, pencampuran masa air, pergerakan masa air, aktivitas fotosintesis,
respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. Oksigen diperlukan dalam proses
oksidasi berbagai senyawa kimia dan respirasi berbagai organisme akuatik.
Klasifikasi perairan berdasarkan oksigen terlarut menurut Lee et al., (1978),
yaitu 6,5 tergolong tidak tercemar/tercemar sangat ringan.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
29/95
18
3.3.2.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik
yang diukur pada suhu 20oC (Barus, 2004). Menurut Yuliastuti (2011), semakin
tinggi kandungan BOD dalam perairan mengindikasikan bahwa perairan tersebut
telah tercemar. Kandungan BOD dikatakan masih rendah dan dapat dikategorikan
sebagai perairan yang baik apabila berkisar antara 010 mg/l.
3.3.2.4 COD (Chemical Oxygen Demand)
Kebutuhan oksigen kimiawi atau COD menggambarkan jumlah total oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi
CO2 dan H2O (Boyd, 1998). Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam
ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri. Perairan yang memiliki nilai COD
tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan petanian. Nilai COD pada
perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 29 mg/liter. Sedangkan pada
perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter pada limbah industri dapat
mencapai 60.000 mg/liter.
3.3.2.5 Nitrat (NO3-)
Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Keberadaan
nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang berasal dari industri dan
pemupukan dari daerah pertanian. Secara alamiah, kadar nitrat biasanya rendah
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
30/95
19
namun kadar nitrat dalam air dapat menjadi tinggi di daerah yang terdapat aktivitas
pemupukan yang mengandung nitrogen (Alaerts, 1987).
Menurut Effendi (2003), nitrat dapat digunakan untuk mengklasifikasikan
tingkat kesuburan perairan. Kadar nitrat pada perairan oligotrofik berkisar 01 mg/l,
perairan mesotrofik berkisar 15 mg/l, dan perairan eutrofik berkisar 550 mg/l.
3.3.2.6 Nitrit
Di perairan alami, nitrit (NO2) ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit,
lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen.
(Alaerts, 1987). Nitrit merupakan bentuk antara oksidasi amonia ke nitrat atau
reduksi nitrat ke amonia. Nitrit dapat masuk perairan melalui air limbah industri.
Kandungan Nitrit pada suatu perairan untuk peruntukan air minum maupun perikanan
dan pertenakan tak lebih dari 0,06 mg/l sesuai dengan baku mutu pada PP No. 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
3.3.2.7 Amoniak (NH3)
Adanya amoniak merupakan indikator masuknya buangan permukiman.
Amoniak dalam air permukaan berasal dari air seni, tinja dan oksidasi zat organik
secara mikrobiologis yang berasal dari buangan pemukiman penduduk (Sastrawijaya,
2000). Menurut Effendi (2003), keberadaan amoniak sangat tergantung pada kondisi
pH dan suhu perairan. Pada pH < 7 sebagian besar amoniak akan mengalami ionisasi
sedangkan pada pH > 7 amoniak tidak terionisasi sehingga bersifat toksik.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
31/95
20
3.3.2.8 Fosfat (PO4)
Kandungan fosfat dalam perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali
pada perairan yang menerima limbah dari aktivitas rumah tangga dan industri tertentu
serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu,
perairan yang mengandung kadar fosfat yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
eutrofikasi (Perkins, 1974).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, bahwa kadar fosfat yang
diperkenankan sebagai bahan baku air minum adalah 0,2 mg/l. Kadar fosfat dalam
perairan alami umumnya berkisar antara 0,005 0,02 mg/l. Kadar fosfat melebihi
0,1mg/l tergolong perairan yang eutrofik.
3.3.3 Parameter Biologi
Salah satu komponen biotik perairan yang sering dikaji dampaknya dari
adanya aktivitas antropogenik pada sungai adalah makroinvertebrata bentik seperti
benthos. Fauna tersebut merupakan komponen penting dalam uji biologis
(bioassessment) guna evaluasi keseluruhan kualitas dari sumber daya air, fungsi
ekologis, ketersediaan pakan untuk perikanan, maupun pengaruh spesifik dari
aktivitas antropogenik. Pengaruh aktivitas antropogenik terhadap ekosistem sungai
telah mendorong berkembangnya konsep indikator biologi guna mengetahui status
kesehatan dari sebuah ekosistem perairan (Sastrawijaya, 2000).
Pola penyebaran beberapa jenis benthos umumnya dipengaruhi oleh
kecepatan arus, kondisi fisika-kimia perairan dan kondisi substrat dasar perairan.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
32/95
21
Selain itu, keberadaan dan kepadatan benthos juga dipengaruhi oleh makanan
maupun tingkat predasi pemangsanya. Sifat kimia perairan yang mempengaruhi
keberadaan hewan benthos adalah kandungan gas terlarut, kandungan bahan organik,
pH dan kandungan hara (Setyobudiandi dkk., 2009).
3.4 Makrozoobenthos
Salah satu biota air yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar
perairan, hidup secara sesil, merayap atau menggali lubang adalah makrozoobenthos.
Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal dalam sedimen
dasar perairan. Benthos mencakup organisme nabati yang disebut fitobenthos dan
organisme hewani yang disebut zoobenthos (Odum, 1993).
Dalam siklus hidupnya, beberapa makrozoobenthos hanya hidup sebagai benthos
dalam separuh saja dari fase hidupnya, misalnya pada stadia muda saja atau
sebaliknya. Pada umumnya cacing dan bivalvia hidup sebagai benthos pada stadia
dewasa, sedangkan ikan demersal hidup sebagai benthos pada stadia larva
(Nybakken, 1992).
Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan
makrozoobentos, di mana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi
makrozoobentos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya
akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai
organisme dasar, bentos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka
pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi
hewan bentos (Koesbiono, 1979).
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
33/95
22
3.5 Struktur komunitas makrozoobenthos
Komunitas adalah kumpulan spesies organisme yang mendiami suatu tempat.
Menurut Odum (1994), komunitas biotik adalah kumpulan dari populasiyang hidup
dalam daerah tertentu atau habitat fisik tertentu dan merupakan satuan yang
terorganisir serta mempunyai hubungan timbal balik. Komunitas mempunyai
tingkatan trofik yang sama di seluruh dunia tetapi spesies yang menyusun masing-
masing komunitas tersebut berbeda sesuai dengan daerah geografisnya (Nybakken,
1988). Struktur komunitas mempunyai tiga unsur pokok, yaitu jumlah macam
spesies, jumlah individu dalam masing-masing dan total individu dalamkomunitas.
Pada umumnya komunitas mempunyai struktur spesies yang khas, yang terdiri dari
beberapa spesies yang berlimpah jumlahnya dan sejumlah besarspesies yang masing-
masing jumlah individunya sedikit.
Nybakken (1988) menyebutkan bahwa setiap spesies dalam komunitas
mempunyai daya toleransi tertentu terhadap faktor lingkungan. Bila di suatu daerah
terdapat faktor lingkungan yang melampaui batas toleransi suatu spesies, maka pada
daerah ini spesies tersebut tidak akan ditemui. Setiap spesies juga mempunyai
kebutuhan minimum terhadap berbagai unsur. Apabila konsentrasiunsur-unsur yang
dibutuhkan ini jumlahnya di bawah kebutuhan minimum spesies, maka spesies
tersebut akan menghilang. Di samping itu, jika salah satufaktor lingkungan melewati
batas toleransi spesies, maka spesies tersebut akantersingkirkan.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
34/95
23
3.6 Makrozoobenthos sebagai Indikator Kualitas Lingkungan Perairan
Makrozoobenthos merupakan organisme air yang sebagian besar atau seluruh
hidupnya berada di dasar perairan. Makrozoobenthos sering digunakan untuk
menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi suatu badan
perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup
makrozoobenthos karena makrozoobenthos merupakan organisme air yang mudah
terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar fisik maupun kimia.
Suatu perairan yang sehat atau belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu
yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan
tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang
mendominasi (Odum, 1994).
Menurut Odum (2005), distribusi dan keanekaragaman makrozoobentos dapat
menunjukkan kualitas perairan sungai. Dalam suatu perairan yang belum tercemar,
jumlah individu relatif merata dari semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu
perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada
spesies yang mendominasi. Makrozoobenthos salah satu penyusun komponen biotik
yang dapat menentukan kelangsungan ekosistem sungai di masa yang akan datang.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
35/95
24
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1Alat dan Bahan
4.1.1 Alat
Berikut ini daftar alat-alat yang diperlukan serta fungsinya dalam melakukan
penelitian Struktur Komunitas Makroozobenthos di Sungai Citarum dapat dilihat
pada tabel 4.1, sebagai berikut:
Tabel 4.1 Daftar Alat dan Fungsinya
No. Nama Alat Fungsi
1. Alat Tulis Menuliskan data hasil pengamatan
2. Botol sampel Tempat menyimpan sampel air
3. Buku Catatan Mencatat data hasil pengamatan
4. Coolbox Untuk menjaga sampel makrozoobenthos tetap
segar
5. DO meter Menghitung kadar oksigen terkandung dalam
air
6. Ember Tempat sampel makrozoobenthos sementara
7. GPS Menentukan lokasi pengamatan
8. Gayung Mengambil sampel air dan sedimen
9. Jala Surber Mengambil sampel makrozoobenthos di aliran
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
36/95
25
sungai
10. Kertas label Memberi label pada botol sampel dan ziplock
11. Lempeng Secchi Mengukur kecerahan air
13. Lux Meter Menghitung intensitas cahaya
14. SCT Meter Mengukur salinitas, konduktivitas dan
temperatur air
15. Sterofoam Mengukur arus air
16. Stopwatch Menghitung waktu tempuh sterofoam
16. Tali Rafia Mengikat termometer
18. Termometer Mengukur suhu
19. Tongkat berskala Mengukur kedalaman perairan
20. Ziplock Tempat sampel Makrozoobenthos
4.1.2 Bahan
Berikut bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian Struktur Komunitas
Makroozobenthos di Sungai Citarum sebagai berikut:
Tabel 4.2 Daftar Bahan dan Fungsinya
No. Nama Bahan Fungsi
1. Formalin 4 % Mengawetkan sampel makrozoobenthos
2. Sampel air Objek penelitian untuk analisis parameter
fisika dan kimia
3. Substrat Objek penelitian
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
37/95
26
4.2Metode Penelitian
Studi pendahuluan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survei
untuk menentukan titik-titik lokasi pengambilan sampel air dan makrozoobenthos di
aliran sungai Citarum hulu sampai hilir. Studi pendahuluan ini dilakukan agar
mendapatkan tempat yang representatif, dapat diakses oleh peneliti, dan aman saat
melakukan pengambilan sampel. Sampel makroozobenthos dan kondisi lingkungan
pada sungai Citarum diambil dengan delapan belas titik stasiun pengambilan sampel
dari hulu sampai hilir, yaitu Mata Air Situ Cisanti (Stasiun 1), Mata Air Citarum
(Stasiun 2), Badan Sungai Citarum (Stasiun 3), Badan Sungai Citarum (Stasiun 4),
Muara Sungai Cirawa (Stasiun 5), Muara Sungai Cihejo (Stasiun 6), Muara Sungai
Cikitu (Stasiun 7), Badan Sungai Citarum (Stasiun 8), Muara Sungai Cikaro (Stasiun
9), Badan Sungai Citarum dii Majalaya (Stasiun 10), Badan Sungai Citarum,
Wangisagara (Stasiun 11), Muara Sungai Cirasea (Stasiun 12), Muara Sungai Citarik
(Stasiun 13), Muara Sungai Cikeruh (Stasiun 14), Muara Sungai Cikapundung
(Stasiun 15), Sungai Cisangkuy (Stasiun 16), Muara Sungai Ciwidey (Stasiun 17),
dan Badan Sungai Citarum Batujajar (Stasiun 18). Selanjutnya dapat dilihat lebih
jelas dari peta lokasi di bawah ini terkait titik stasiun pengambilan sampel (Gambar
4.1), yaitu:
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
38/95
27
Gambar 4.1 Lokasi Pengambilan Sampel Penelitian Struktur Komunitas
Makrozoobenthos di Sungai Citarum
4.3Prosedur Kerja
4.3.1 Pengambilan Sampel Makrozoobenthos
Pengambilan makrozoobenthos dilakukan di bagian tepi setiap stasiunnya.
Pengambilan makrozoobenthos menggunakan jala surber dengan ukuran luasan (40 x
25 cm) yang dilengkapi dengan jaring penampung dengan ukuran mata jaring
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
39/95
28
dilakukan secara berlawanan dengan arah aliran air agar organisme makrozoobenthos
dapat tertampung dalam jaring. Jala surber diletakkan di dasar perairan selama kurang
lebih 5 menit untuk menjaring biota yang hanyut ke dalam jaring dan substrat dalam
bingkai jala surber digali untuk menangkap makrozoobenthos yang bersembunyi di
balik substrat.
Selain itu, apabila terdapat batu pada bingkai jala surber, maka batu tersebut
akan disisihkan untuk kemudian diambil makrozoobenthos yang menempel pada
bebatuan tersebut. Setelah itu, jala surber diangkat dan makrozoobenthos yang
terbawa di dalam jaring surber diletakkan ke saringan benthos untuk kemudian
dipindahkan ke dalam plastik ziplock yang telah diberi label berdasarkan titik stasiun
dan setelah itu diberi beberapa tetes larutan formalin 4% untuk mengawetkan
organisme untuk kemudian diidentifikasi.
Selanjutnya, sampel di identifikasi di Laboratorium dengan cara mengamati
bentuk dan struktur tubuh sampel makrozoobenthos dengan bantuan Lup (kaca
pembesar) kemudian dicocokkan dengan buku acuan identifikasi Dharma B. (1988),
Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells); Marwoto, dkk (2011), Keong Air
Tawar Pulau Jawa (Moluska, Gastropoda).
4.3.2 Parameter Fisika
Pengukuran parameter fisika perairan dilakukan secara langsung di lapangan
(in situ) yaitu : kedalaman, kecerahan, suhu, arus, konduktivitas, salinitas, total
dissolved solid dan intensitas cahaya. Dari pengukuran air di lapangan, sebagai
pedoman analisis dan metode pengukuran digunakan buku APHA (2005).
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
40/95
29
4.3.2.1 Pengukuran Kedalaman
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tongkat berskala.
Tongkat dimasukkan ke dalam air hingga menyentuh dasar kemudian tandai
pada batas air lalu diukur.
4.3.2.2 Pengukuran Kecerahan
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan lempeng Secchi yang
dimasukkan ke dalam perairan. Pengukuran dihentikan saat pertama kali
lempeng Secchi tidak terlihat karena kekeruhan perairan. Kemudian ukur
kedalamannya dengan mengukur panjang tali yang tenggelam.
4.3.2.3 Pengukuran Suhu Air dan Udara
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa.
Pada pengukuran suhu udara, termometer dibiarkan selama 5 menit di udara.
Sedangkan pada suhu air, termometer dicelupkan ke dalam perairan dan
didiamkan selama 5 menit.
4.3.2.4 Pengukuran Arus
Pengukuran arus dan debit air diukur dengan melemparkanstereofoam
yang diikat dengan tali rafia sepanjang 2 m ke dalam air pada jarak tertentu,
lalu dicatat menggunakan stopwatch berapa besarnya waktu yang ditempuh
oleh stereofoam tersebut untuk menempuh jarak yang telah ditentukan.
Selanjutnya hitung lebar sungai dari batas air paling pinggir. Lalu ukur
kedalaman sungai tersebut.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
41/95
30
4.3.2.5 Pengukuran Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL)
Konduktivitas perairan diukur dengan menggunakan SCT meter
(Salinity, Conductivity, Thermometer) yang dicelupkan ke dalam air sampel
dengan mencelupkan elemen SCT meter setelah memutar tombolnya ke arah
parameter konduktivitas dari off ke on dan mengatur jarum penunjuk skala
DHL.
4.3.2.6 Pengukuran Salinitas
Salinitas perairan diukur dengan menggunakan SCT meter (Salinity,
Conductivity, Thermometer) yang dicelupkan ke dalam sampel air dengan
mencelupkan elemen SCT meter setelah memutar tombolnya ke arah
parameter salinitas tas dari off ke on dan mengatur jarum penunjuk skala
salinitas.
4.3.2.7 Pengukuran Intensitas Cahaya
Pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter. Bagian sensor
cahaya pada luxmeter diletakkan pada sumber cahaya dan tunggu beberapa saat
sampai angka digital stabil.
4.3.3 Parameter Kimia
Pengukuran parameter kimia perairan dilakukan secara langsung di lapangan
(in situ), yaitu derajat keasaman dan oksigen terlarut. Dari pengukuran air di
lapangan, sebagai pedoman analisis dan metode pengukuran digunakan buku APHA
(2005).
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
42/95
31
4.3.3.1 Pengukuran Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter. Elemen
pH meter dicelupkan pada air, ditunggu sampai muncul angka pada layar lalu
catat angka yang tertera pada layar.
4.3.3.2 Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan DO meter. Elemen
DO meter dicelupkan pada air, ditunggu sampai muncul angka pada layar lalu
catat angka yang tertera pada layar.
4.3.3.3Chemical Oxygen Demand (COD)
1. Persiapan contoh uji
a. Homogenkan contoh uji
b.Cuci digestion vessel dan tutupnya dengan H2SO420 % sebelum digunakan;
2. Pengawetan contoh uji
Bila contoh uji tidak dapat segera diuji, maka contoh uji diawetkan dengan
menambahkan H2SO4 pekat sampai pH lebih kecil dari 2 dan disimpan dalam
pendingin pada temperatur 4C 2C dengan waktu simpan maksimum yang
direkomendasikan 7 hari.
3.
Pembuatan larutan kerja
Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1 (satu) blanko dan
minimal 3 kadar yang berbeda secara proporsional yang berada pada rentang
pengukuran.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
43/95
32
4. Prosedur Pengujian
a.Proses digestion.Pipet volume contoh uji atau larutan kerja, tambahkan digestion
solutiondan tambahkan larutan pereaksi asam sulfat yang memadai ke dalam
tabung atau ampul. Lalu tutup tabung dan kocok perlahan sampai homogen.
Letakkan tabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150 C, lakukan
refluks selama 2 jam.
b.Pembuatan kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi dibuat dengan tahapan sebagai
berikut:
Hidupkan alat dan optimalkan alat uji spektrofotometer sesuai petunjuk
penggunaan alat untuk pengujian COD. Atur panjang gelombangnya pada 600
nm atau 420 nm;
Ukur serapan masing-masing larutan kerja kemudian catat dan plotkan terhadap
kadar COD;
Buat kurva kalibrasi dari data di atas dan tentukan persamaan garis lurusnya;
Jika koefisien korelasi regreasi linier (r) < 0,995, periksa kondisi alat dan ulangi
langkah pada langkah poin kedua sampai dengan langkah poin ketiga di atas
hingga diperoleh nilai koefisien r 0,995.
c. Pengukuran Sampel Uji. Tahapannya adalah sebagai berikut :
Dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang untuk
mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup
contoh dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas;
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
44/95
33
Biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-benar
jernih
Gunakan pereaksi air sebagai larutan referensi;
Ukur serapannya contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan (420
nm);
Hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi;
Lakukan analisa duplo.
Rumus perhitungan COD :
Keterangan :
C= nilai COD contoh uji, dinyatakan dalam miligram per liter (mg/L)
f= faktor pengenceran
(SNI 06-6989.2-2004)
4.3.3.4 Nitrat (NO3-N)
Dari 25 ml contoh air yang telah disaring, diuapkan.. Kemudian
didinginkan dan ditambahkan ke dalamnya.1 ml phenol disulfunic acid
diuapkan selama setengah menit di dalam pemanas air. Setelah dingin
tambahkan 5 ml NH4OH 10%, dan encerkan dengan akuades sampai volume
menjadi 25 ml. Tunggu 10 menit, kemudian ukurlah dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 425m.
COD = Cxf
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
45/95
34
Kadar NO3-N (mg/l) :
a. Penentuan larutan standar NO3-N
Ambil 24 ml akuades, tambahkan ke dalamnya 1 ml larutan standar
NO3-N (5 mikrogram per ml), uapkan kemudian tambahkan 1 ml phenol
dusulfunic acid, uapkan selama setengah menit di dalam penangas air. Setelah
dingin tambahkan 5 ml NH4OH 10%, dan encerkan dengan akuades sampai
volume menjadi 25 ml. Tunggu 10 menit, kemudian ukurlah dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 425m.
(SNI 06-6989.26-2005)
4.3.3.5 Nitrit (NO2-N)
Ambil 25 ml contoh air yang telah disaring, tambahkan 1 ml sulfonilic
acid, kemudian kocok dan tunggu 5 menit. Setelah itu tambahkan 0,5 ml
larutan naftilamine dan 0,5 ml larutan Na-Asetat (27,5%) dan tunggu selama
15 menit, kemudian ukurlah dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 525m.
Kadar NO2-N (mg/l) :
x x 5 mikrogram
x x 5 mikrogram
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
46/95
35
a. Penentuan larutan standar NO2-N
Ambil 24 ml akuades, tambahkan ke dalamnya 1 ml larutan standar
NO2-N (5 mikrogram per ml) dan ditambahkan pula 1 ml sulfunilic acid,
kemudian kocok dan tunggu 5 menit. Setelah itu tambahkan 0,5 ml larutan
naftilamine dan 0,5 ml larutan Na-Asetat (27,5%) dan tunggu selama 15
menit, kemudian ukurlah dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 525m.
Keterangan :
Larutan Sulfonilic Acid : 1,5 gram sulfonilic acid di dalam 175 ml H2O, lalu
tambahkan 50 ml HCl padat. Dinginkan dan buat
volume 250 ml dengan H2O.
Larutan Alfa-Naftil Amine : 1,5 gram alfa-naftilamine di dalam volume tertentu H2O.
Lalu tambahkan 1,5 ml HCl pekat. Buat volume sampai
250 ml dengan H2O.
Na-Asetat (27,5%) : 27,2 gram Na-Asetat dalam 100 ml H2O.
(SNI 06-6989.26-2005)
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
47/95
36
4.3.3.6 Ammonia (NH3-N)
Ambil 25 ml contoh air yang telah disaring, kemudian tambahkan 1 ml
larutan Siegnette dan 0,5 ml larutan Nessler, tunggu selama 10 menit
kemudian ukur kadarnya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang
425m.
Kadar NH3-N (mg/l) :
Keterangan :
Larutan Siegnette : 392 gram KHa (CO2.CH.OH)2 + 4 gram NaOH + 3 gram KOH,
lalu larutkan dengan akuades sampai volume 1000 ml
Lautan Nessler : 10 gram HgJ2+ 5 gram KJ, larutkan dengan 10 ml NaOH 20%.
(SNI 06-6989.26-2005)
4.3.3.7 Fosfat (PO4-P)
Ambil 25 ml, contoh air yang telah disaring, kemudian tambahkan:
0,25 ml larutan reduktor nCl2dan 1,0 ml larutan NH4-molibdat. Tunggu 10
menit. Ukurlah dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 650 mu.
Kadar PO4-P :
x x 5 mikrogram
x x 5 mikrogram
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
48/95
37
Pembuatan larutan reduktor SnCl2
Timbang SnCl2 sebanyak 100 mg, kemudian tambahkan 2 ml HCl
pekat, 1 ml CuSO4 2%, dan 7 ml akuades.
Pembuatan larutan standar PO4-P:
Ambil 24 ml akuades, tambahkan 1 ml larutan standar PO4-P 5
mikrogram per milliliter, kemudian tambahkan ke dalamnya berupa: 1,0 ml
larutan NH4-molibdat dan 0,25 ml larutan reduktor SnCl2. Tunggu 10 menit.
Kemudian ukur kadarnya dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 650 mu.
(SNI 06-6989.26-2005)
4.4Analisis Sampel
Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis makrozoobenthos
dengan persamaan sebagai berikut:
4.4.1 Kelimpahan Makrozoobenthos
Kelimpahan Makrozoobenthos didefinisikan sebagai jumlah individu
Makrozoobenthos per satuan luas (m2). Sampel Makrozoobenthos yang telah
diidentifikasi, dihitung kepadatannya dengan menggunakan rumus (Odum, 1993):
=10.000
Di mana :
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
49/95
38
K = Indeks kelimpahan jenis (ind/m2)
a = Luas tangkapan jala surber (cm2)
b = Jumlah total individu makrozoobenthos yang tertangkap (ind)
4.4.2 Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H)
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener digunakan untuk mengetahui
keanekaragaman makrozoobenthos. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
dihitung menggunakan rumus (Odum,1993):
Keterangan:
Pi = rasio antara jumlah individu jenis-i (ni) dengan jumlah individu komunitas
(N).
H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu species ke-i
N = Jumlah total individu
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
50/95
39
Tabel 4.3 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman ShannonWiener (H)
(Wilhm, 1975)
Tabel 4.4 Klasifikasi hubungan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H)
dan tingkat pencemaran perairan Lee et. al., (1978)
4.4.3 Indeks Keseragaman
Keseragaman (equibilitas) merupakan salah satu komponen utama
keanekaragaman yang menyatakan pembagian individu yang merata di antara jenis.
Indeks keseragaman dihitung untuk mengetahui pola dominansi suatu jenis atau
beberapa kelompok jenis dalam suatu komunitas organisme.
Di mana:
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
51/95
40
E = Indeks keseragaman
H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
H = Indeks keanekaragaman maksimum yaitu ln S (dimana S adalah
jumlah spesies dalam komunitas)
Kriteria Keseragaman (Krebs, 1985):
E < 0,4 = keseragaman jenis rendah
0,4 < E < 0,4 = keseragaman jenis sedang
E > 0,6 = keseragaman jenis tinggi
4.4.4 Indeks Dominansi
Untuk mengetahui adanya dominansi satu jenis atau beberapa kelompok jenis
dalam suatu komunitas, selain menggunakan indeks keseragaman juga dilakukan
dengan perhitungan indeks dominansi. Indeks dominansi menyatakan derajat dimana
dominansi dipusatkan dalam satu, beberapa, atau banyak jenis. Dengan arti lain,
indeks dominansi dihitung untuk menentukan spesies tertentu yang mendominansi
suatu komunitas (Odum, 1993).
Di mana:
D = Indeks Dominansi
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah keseluruhan individu
Kriteria (Odum, 1993):
E < 0,4 = dominansi rendah
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
52/95
41
0,4 < E < 0,4 = dominansi sedang
E > 0,6 = dominansi tinggi
Menurut Odum (1993), nilai dominansi mendekati 0 maka dominansi rendah
atau tidak ada yang mendominansi dan jika nilai dominansi mendekati 1 maka
dominansi tinggi atau ada yang mendominansi.
4.4.5 Metode Regresi Linier
Analisa regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan
hubungan sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel yang lain. Variabel bebas
digambarkan dalam grafik sebagai sumbu X. Variabel yang dipengaruhi digambarkan
dalam sumbu Y. Kedua variabel ini dapat merupakan variabel acak (random), namun
variabel yang dipengaruhi harus selalu variabel acak (Sudjana, 1986). Pada penelitian
ini, metode regresi linier digunakan untuk mengetahui pengaruh dan hubungan antara
parameter kualitas air sungai Citarum dengan kelimpahan makrozoobenthos.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
53/95
42
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Kondisi Lingkungan
Sampel makroozobenthos dan kondisi lingkungan pada sungai Citarum
diambil dengan delapan belas titik stasiun pengambilan sampel, yaitu (Tabel 5.1):
Tabel 5.1 Lokasi Pengambilan Sampel
Titik Sampling/ Stasiun Lokasi
1 Mata Air Cisanti
2 Mata Air Citarum
3 Badan Sungai Citarum
4 Badan Sungai Citarum
5 Muara Sungai Cirawa
6 Muara Sungai Cihejo
7 Muara Sungai Cikitu
8 Badan Sungai Citarum, Cibeureum
9 Muara Sungai Cikaro
10 Badan Sungai Citarum di Majalaya
11 Badan Sungai Citarum, Wangisagara
12 Muara Sungai Cirasea
13 Muara Sungai Citarik
14 Muara Sungai Cikeruh
15 Muara Sungai Cikapundung
16 Sungai Cisangkuy
17 Muara Sungai Ciwidey
18 Badan Sungai Citarum Batujajar
Berdasarkan pengamatan kondisi fisik di lingkungan sekitar stasiun, didapatkan
hasil sebagai berikut:
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
54/95
43
Tabel 5.1 Kondisi Fisik Lingkungan Sekitar Stasiun
Kondisi Fisik St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8 St. 9
Cuaca Mendung Hujan Hujan Hujan Hujan Mendung
(Hujan
gerimis)
Mendung
(Hujan
gerimis)
Mendung Cerah
Bau air Tidak berbau Tidak berbau Berbau Tidak berbau Berbau Sedikit berbau Tidak berbau Tidak berbau Berbau
Warna air Jernih Jernih Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh
Kondisi dan
aktivitas
sekitar sungai
Area
sekelilingmerupakan
area
perkebunan
teh
Lokasi
sampling
merupakan
objek wisata
warga sekitar
seperti untuk
memancing
Vegetasisekitar:
tanaman sayur
Sekitar lokasi
merupakanarea pertanian
berbagai
macam
tanamanseperti
bawang
(Allium cepa)
dan wortel
(Daucus
carota)
Vegetasi
sekitar: pohon
pisang (Musaparadisiaca),
Paku-pakuan
Sekitar lokasi
terdapattempat pabrik
pencucian
wortel sehinga
terdapatlimbah
organik wortel
Terdapat
peternakan
sapi dan ayam.
Terdapat area
pertaniandiantaranya
yang dominan
adalah bawang
(Allium cepa)
Terdapat
cukup banyak
sampah
anorganik
Vegetasi
sekitar:
Bambu
(Bambusa
sp.), Tithonia
diversifolia,
talas-talasan
(Aracaceae),
pohon pisang
(Musaparadisiaca),
dan Caliandra
sp.
Terdapat
beberapasampah baik
jenis organik
maupun
sampahanorganik
Terdapat area
pertanian
berbagai
macam
tanaman
pertanian
Sekitar sungai
terdapatbeberapa jenis
sampah baik
organik
maupunanorganik
Sekitar sungaimerupakan
area pertanian
Sekitar sungai
terdapatbeberapa jenis
sampah baik
organik
maupunanorganik
Dekat denganpemukiman
warga, jalan
raya
Vegetasi
sekitar: pisang
(Musa
paradisiaca),tomat
(Solanum
lycopersicum),
nangka
(Artocarpus
heterophyllus)
Sekitar sungai
merupakanarea pertanian
tanaman
jagung
Terdapat
beberapa
sampah baikjenis organik
maupun
sampah
anorganik
Dekat dengan
pemukiman
warga, jalanraya
Terdapat
beberapasampah baik
jenis organik
maupun
sampahanorganik
Dekat dengan
pemukiman
dan jalan raya
Vegetasi
sekitar sungai
didominasi
oleh tanaman
Poaceae.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
55/95
44
Kondisi Fisik St.10 St. 11 St. 12 St. 13 St. 14 St.15 St. 16 St. 17 St. 18
Cuaca Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Hujan
(Gerimis)
Bau air Berbau Tidak berbau Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau
Warna air Keruh Keruh Keruh Hitam Hitam Keruh Hitam Keruh Hitam
Kondisi dan
aktivitas
sekitar sungai
Banyak
terdapat
sampahanorganik dan
organik
Terletak dekatdengan
beberapa
pabrik tekstil,pemukiman
warga serta
jalan raya
Vegetasi
sekitar: bambu
(Bambusasp.)
dan Poaceae
Tempat
aktivitas
manusiaseperti mandi
dan bekerja
menambang
pasir
Terletak dekat
jalan raya danpemukiman
warga
Vegetasi
sekitar
didominasi
bambu
(Bambusa sp.)
Terletak dekat
dengan
pemukimanwarga, pabrik
kecil
pembuatan
batu bata sertaarea
persawahan
Merupakan
salah satu
penyumbangpencemar ke
Sungai
Citarum dari
pabrik tekstil
yang ada di
daerah
Majalaya.
Vegetasi
sekitar :Poaceae,
bambu
(Bambusa sp.)dan pisang
(Musa
paradisiaca)
Terlihat sangat
banyak
sampah,bahkan lebih
banyak
dibanding
lokasisampling
sebelumnya
Terdapat TPS
pula dibantaran
(samping)
lokasi
Vegetasi
sekitar :perkebunan
pisang (Musa
paradisiaca)serta area
pertanian
tanamankangkung
(Ipomoea sp.)
Dekat dengan
pemukiman,
jalan rayaserta pabrik
kecil tempat
pembuatan
batu bata
Ditemukan
banyaksampah, baik
organik
maupunanorganik
Vegetasi
sekitar :
Poaceae, serta
area pertanian
tanaman
kangkung
(Ipomoea sp.)
Dekat dengan
pemukiman
warga,beberapa
pabrik tekstil
serta jalan
raya dan areapertanian
tanaman
sayur-sayuran
Ditemukanbanyak
sampah, baik
organikmaupun
anorganik
Vegetasi
sekitar: bambu
(Bambusasp.)
dan Poaceae
Terletak dekat
dengan
pemukimanwarga
Salah satu
sumberpencemar dari
limbah
industri yangada di daerah
Banjaran
Ditemukan
sampah
namun tidak
sebanyak
lokasi
sebelumnya
Terdapat
aktivitas
warga sedangmenggunakan
perahu
Dekat dengan
pemukiman
warga danjalan raya
Sekitar lokasi
terdapat
banyak
sampahorganik dan
anorganik
Terdapat
beberapa
pabrik tekstil
di bantaran
sekitar lokasi
Vegetasi
sekitar :
bambu
(Bambusa sp.)
dan pisang(Musa
paradisiaca)
Terletak di
dekat jalan
raya dan aliran
menuju waduk
saguling
Ditemukan
banyaksampah, baik
organik
maupunanorganik
Vegetasi
sekitar :
Poaceae, serta
area pertanian
tanaman
kangkung
(Ipomoea sp.)
dan singkong
(Manihot
esculenta)
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
56/95
45
Pada pengambilan sampel dan pengukuran parameter fisik dan kimia pada titis
sampling dilakukan pada tanggal 21-24 November 2015. Pada hari pertama dilakukan
pengambilan sampel dan pengukuran parameter fisik dan kimia pada stasiun 1 sampai
stasiun 3. Perbedaan kondisi fisik lingkungan terlihat jelas dari lokasi pengambilan
sampel, di mana pada stasiun 1 merupakan mata air sungai cisanti dengan kondisi air
terlihat lebih jernih dibandingkan pada stasiun 2 dan 3, di mana pada stasiun 2 dan 3
lokasi pengambilan sampel berada dekat dengan area pertanian dan khusus pada
stasiun 3 terdapat pertenakan sapi dan ayam dan tempat pencucian wortel di mana
membuang limbah kotoran ternak dan limbah cucian wortel ke aliran sungai citarum
sehingga kondisi air sungainya pun menjadi keruh.
Sedangkan, hari kedua dilakukan pengambilan sampel dari stasiun 4 sampai
stasiun 8. Pada stasiun 4 sampai stasiun 8 terlihat perbedaan kondisi lingkungan yang
cukup signifikan di mana lokasi sampling semakin menuju hilir (ke stasiun 8) kondisi
air semakin keruh dan berada dekat dengan pemukiman warga maupun jalan raya dan
semakin banyak ditemukan sampah organik maupun anorganik. Perbedaannya pada
stasiun 5 dan 6 kondisi air sungai berbau, hal ini dimungkinkan limbah domestik
yang mengalir pada sungai citarum.
Pada hari ketiga dilakukan pengambilan sampel dan pengukuran parameter fisik
dan kimia pada stasiun 9 sampai stasiun 14. Pada stasiun 9 sampai stasiun 14 terlihat
kondisi air yang secara dominan keruh sampai berwarna hitam dan berbau. Hal ini
dikarenakan, pada lokasi sampling di setiap stasiun ditemukan banyak sampah
organik dan anorganik dan banyak buangan limbah domestik akibat aktivitas warga
yang bermukim di sekitar lokasi sampling. Khususnya pada stasiun 10, di mana
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
57/95
46
terdapat industri teksil yang dimungkinkan membuang limbah industri ke aliran
sungai. Dan pada stasiun 12 yang merupakan saluran limbah pabrik tekstil yang
berasal dari daerah Majalaya. Berbeda dengan stasiun 11 yang memiliki kondisi air
yang tidak berbau, hal ini dikarenakan kondisi sekitar sampling yang masih terdapat
banyak vegetasi tumbuhan dan tidak terdapat aktivitas industri.
Pada hari terakhir pengambilan sampel dilakukan pada stasiun 15 sampai stasiun
18. Secara keseluruhan, kondisi dari tiap stasiun memiliki air yang dominan keruh
sampai berwarna hitam dan berbau. Di sekitar stasiun juga terdapat aktivitas manusia
dan buangan limbah domestik serta industri yang berasal dari industri tekstil maupun
dari pemukiman warga. Kondisi pada stasiun 18 merupakan lokasi sampling terakhir
di mana berdekatan dengan waduk saguling sehingga stasiun 18 merupakan tempat
akumulasi limbah yang terbawa dari aktivitas warga maupun industri yang berasal
dari daerah-daerah sebelum maupun di sekitar badan sungai Citarum Batujajar.
Pencemaran terjadi apabila air buangan yang diterima sungai memberikan
dampak terhadap penurunan kualitas air. Air sungai tercemar dapat terlihat dari fisik
airnyam yaitu semula jernih (warna alamiah) menjadi keruh atau kehitam-hitaman
bahkan sering menimbulkan bau yang tidak enak. Dikarenakan limbah secara spesifik
dapat menimbulkan bau dan perubahan warna serta rasa (Southwick, 1976). Oleh
karena itu, terjadi degradasi kualitas air dari stasiun 1 sampai stasiun 18.
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT
58/95
47
5.1.2 Kualitas Perairan Sungai Citarum tiap Stasiun
Hasil pengukuran parameter fisika-kimia pada tiap stasiun pengambilan sampel perairan sungai Citarum yang pada
tanggal 2124 November 2015 dapat dilihat pada tabel 5.2 dan tabel 5.3
Tabel 5.2 Parameter Fisik Perairan
No Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8 Stasiun 9
1 Suhu Udara (oC) 21 20 21 24 23 24 23 24 29
2 Suhu Air (oC) 23.05 25.1 23.1 21 21.5 22.85 23.8 22.4 25.6
3Intensitas Cahaya
(lux)17600 4000 2000 23433 22.600 16100 3700 3600 10.200
4 Konduktivitas 133.3 162.9 193.3 186.4 186.2 170.6 181.1 176.6 188.8
5 Transparansi 20 cm Dangkal Dangkal 25 cm Dangkal 30 cm 20 cm 22 cm 33 cm
6Kecepatan arus
(m/s)
0,2 0,07 0,58 0,3 0,625 0 0,7 0,93 0
7 Lebar sungai (m) 1.4 1.9 1.8 6 0,8 5 5.7 9.5 1.6
8 Dalam sungai (cm) 20 26.7 15 28.5 12.33 20 6 20 11.25
9 Tipe Substrat BerlumpurBerbatu,
pasirBerlumpur
Batu besar,
pasir
Batu besar,
pasir
Batu besar,
pasir
Batu besar,
pasir
Batu besar,
pasir
Berbatu,
lumpur,
pasir
10 Salinitas () 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
-
7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRU