pengaruh sistem tanam dan defoliasi pada pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (vigna radiata...

Upload: dinda-bunga-safitri

Post on 16-Oct-2015

218 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

fdb

TRANSCRIPT

  • PENGARUH SISTEM TANAM DAN DEFOLIASI PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

    KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

    Oleh : MUHAMMADU FARIDZ ARAFAT

    0310413006 - 41

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

    JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN MALANG

    2007

  • i

    RINGKASAN

    Muhammadu Faridz Arafat. 031041300641. Pengaruh Sistem Tanam dan Defoliasi pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Dibawah bimbingan Ir. Nur Edy Suminarti, MS dan Ir. Titiek Islami, MS

    Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pemenuhan gizi menyebabkan permintaan akan kacang hijau semakin tinggi, sementara tingkat produktivitas tanaman masih rendah yang disebabkan areal panenan yang semakin sempit. Oleh karena itu untuk meningkatkan hasil per satuan luas lahan dan waktu perlu dilakukan sistem pengaturan tanaman yang mengacu pada optimalisasi pemanfaatan lahan maupun tanaman yang dapat dilakukan melalui penanaman jajar legowo. Jajar legowo berasal dari bahasa jawa Banyumas yang mengandung arti lego dan dowo, yang artinya lebar dan panjang. Hamparan yang lebar dan memanjang tersebut diperoleh sebagai akibat adanya pemampatan tanaman didalam barisan tanaman, yang menyebabkan jumlah populasi pada penanaman jajar legowo lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem tanam biasa maka kegiatan defoliasi atau pengurangan daun perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan 1.) Untuk mempelajari pengaruh sistem tanam dan tingkat defoliasi pada pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau 2.) Menentukan sistem tanam yang tepat sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau yang paling tinggi. 3.) Menentukan tingkat defoliasi yang tepat sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau yang paling tinggi. Hipotesis yang diajukan 1.) Tanaman yang ditanam dengan sistem jajar legowo 2 : 1 yang diikuti dengan defoliasi 6 daun akan diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau yang paling tinggi. 2.) Tanaman yang ditanam dengan sistem jajar legowo 2 : 1 akan menunjukkan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau yang paling tinggi. 3.) Defoliasi 6 daun akan menunjukkan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau yang paling tinggi.

    Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2007 di Balai Benih Induk (BBI) Palawija, Bedali Lawang Desa Randu Agung Kecamatan Singosari dengan ketinggian 491 500 m dpl. Alat yang digunakan antara lain LAM, oven, timbangan analitik, pengaris, meteran, cangkul, gunting, tugal, dan Light Meter.Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi benih kacang hijau varietas walet, pupuk Urea, pupuk SP-36, dan pupuk KCl, Furadan 3G dan fungisida. Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 3 ulangan, sebagai petak utama adalah sistem tanam yang terdiri dari 3 macam, yaitu: Sistem tanam Tegel atau Biasa (25 cm X 25 cm) = (J1): Sistem tanam Jajar Legowo 2 : 1 ((25 cm X 12,5 cm) X 50 cm) = (J2): Sistem tanam Jajar Legowo 4 : 1 (( 25 cm X 12,5 cm) X 50 cm) = (J3). Sedangkan anak petak adalah defoliasi yang terdiri dari 4 level, yaitu: Tanpa Defoliasi (kontrol) = (D0): Defoliasi 2 daun Trifoliate = (D1): Defoliasi 4 daun Trifoliate = (D2):. Defoliasi 6 daun Trifoliate = (D3). Defoliasi dilakukan pada umur 40 hari setelah tanam dengan cara digunting. Pengamatan dilakukan secara destruktif yaitu dengan cara mengambil 2 tanaman contoh untuk setiap kombinasi perlakuan yang dilakukan pada saat

  • ii

    tanaman berumur 15, 25, 35 dan 45 hst dan saat panen. Pengamatan dilakukan meliputi komponen pertumbuhan dan komponen hasil. Komponen pertumbuhan meliputi jumlah daun, jumlah cabang, luas daun dan bobot kering total tanaman. Sedangkan komponen hasil meliputi Jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi per tanaman, bobot polong isi per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot kering biji per tanaman, bobot 100 biji, Indeks Panen dan hasil. Data yang diperoleh dilakukan pengujian dengan uji F pada taraf 0,05. sedangkan pengujian data menggunakan BNT pada taraf 0,05 untuk yang tidak terjadi interaksi.

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara kedua perlakuan, sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara terpisah menggunakan sistem tanam maupun defoliasi.Tanaman yang didefoliasi sebanyak 4 helai memberikan hasil panen tertinggi sebesar 1,69 t ha-1. Tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 memberikan hasil panen tertinggi yaitu sebesar 1,63 t ha-1

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr.Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Pengaruh sistem tanam dan defoliasi pada pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian strata satu di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :

    1. Bapak, ibu dan adik tercinta yang telah memberikan dorongan material dan spiritual serta doanya bagi ananda.

    2. Ir. Nur Edy Suminarti, MS. selaku dosen pembimbing pertama dan Ir. Titiek Islami, MS selaku dosen pembimbing kedua, yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi..

    3. Dr. Ir. Agus Suryanto selaku Ketua Jururusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang.

    4. Teman - teman Agronomi 2003 dan semua pihak yang telah membantu. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi

    maupun pembaca.

    Wassalamualaikum Wr. Wb

    Malang, September 2007

    Penulis

  • iv

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Jombang 09 Juli 1985, Anak pertama dari empat bersaudara. Ayah bernama Moh. Tanwir dan Ibu bernama Wiwik Andawiyati..

    Penulis menyelesaikan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah pada tahun 1997 di MIS Kauman Ngoro Jombang, lulus SLTPN 2 Jombok Ngoro Jombang pada tahun 2000, dan menyelesaikan pendidikan di SMU A. Wahid Hasyim Tebuireng Cukir Jombang pada tahun 2003. Setelah lulus pada tahun 2003 penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Minat dan Kemampuan atau SPMK dan diterima sebagai mahasiswa baru di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

    Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga fakultas pertanian (UKM-OR) sebagai anggota sepakbola periode tahun 2003-2004, Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADATA) sebagai pengurus Departemen Hubungan Masyarakat periode tahun 2004-2005, UKM Taekwondo Indonesia Universitas Brawijaya (TI-UB) sebagai pengurus Bidang II periode tahun 2005-2006.

  • v

    DAFTAR ISI

    Hal HALAMAN SAMPUL LEMBAR PENGESAHAN RINGKASAN ................................................................................................. i KATA PENGANTAR .................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................... v DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix

    I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ........................................................................................... 1 1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2 1.3 Hipotesis .................................................................................................... 2

    II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi tanaman kacang hijau................................................................. 3 2.2 Sistem tanam jajar legowo ......................................................................... 4 2.3 Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau ........................................................................................................... 6 2.4 Pengaruh defoliasi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau .......................................................................................................... 7

    III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat ..................................................................................... 9 3.2 Alat dan bahan ........................................................................................... 9 3.3 Metode penelitian ...................................................................................... 9 3.4 Pelaksanaan penelitian .............................................................................. 11 3.5 Pengamatan ............................................................................................... 13 3.6 Analisis data .............................................................................................. 15

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ........... .............................................................................................. 16 4.2. Pembahasan .............................................................................................. 30

    V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 34 5.2. Saran ......................................................................................................... 34

    DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  • vi

    DAFTAR TABEL

    No. Teks Hal

    1. Fase pertumbuhan tanaman kacang hijau (Vigna Radiata L.) ............ 4 2. Satuan kombinasi perlakuan sistem tanam jajar legowo dan

    defoliasi tanaman pada kacang hijau ................................................... 11 3. Rata-rata Jumlah daun akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada berbagai umur pengamatan ......................................................... 16

    4. Rata-rata Jumlah cabang akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada berbagai umur pengamatan ......................................................... 17 5. Rata-rata luas daun akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada

    berbagai umur pengamatan ................................................................ 17 6. Rata-rata bobot kering total tanaman akibat sistem tanam dan tingkat

    defoliasi pada berbagai umur pengamatan ......................................... 19 7. Rata-rata laju pertumbuhan relatif akibat sistem tanam dan tingkat

    defoliasi pada berbagai umur pengamatan ......................................... 20 8. Rata-rata indeks luas daun akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi

    pada berbagai umur pengamatan. ........................................................ 21 9. Rata-rata jumlah polong total per tanaman akibat sistem tanam dan

    tingkat defoliasi pada saat panen ........................................................ 23 10. Rata-rata jumlah polong isi per tanaman akibat sistem tanam dan

    tingkat defoliasi pada saat panen ........................................................ 24 11. Rata-rata jumlah polong hampa per tanaman akibat sistem tanam dan

    tingkat defoliasi pada saat panen. ....................................................... 25 12. Rata-rata jumlah biji per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat

    defoliasi pada saat panen .................................................................... 26 13. Rata-rata bobot polong isi per tanaman akibat sistem tanam dan

    tingkat defoliasi pada saat panen. ....................................................... 26 14. Rata-rata bobot 100 biji akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi

    pada saat panen ................................................................................... 27

  • vii

    15. Rata-rata bobot kering biji per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada saat panen. ....................................................... 27 16. Rata-rata hasil panen akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi

    pada saat panen. .................................................................................. 28 17. Rata-rata indeks panen akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi

    pada saat panen .................................................................................. 29 18. Rata-rata rasio tranmisi cahaya (%) seluruh pengamatan ................... 32

  • viii

    DAFTAR GAMBAR

    No. Teks Hal

    1. Letak defoliasi .......................................................................................... 10 2. Denah petak percobaan di lapang ........................................................... 38 3. Denah pengambilan tanaman contoh pada sistem tanam biasa (25 cm X 25 cm) .................................................................................... 39 4. Denah pengambilan tanaman contoh sistem jajar legowo 2 :1 ((25 cm X 12,5 cm) X 50 cm) ................................................................ 40 5. Denah pengambilan tanaman contoh sistem jajar legowo 4 :1 ((25 cm X 12,5 cm) X 50 cm) ................................................................ 41 6. Panjang polong hasil perlakuan tanpa defoliasi ...................................... 44 7. Panjang polong hasil perlakuan dengan defoliasi 2 helai ........................ 44 8. Panjang polong hasil perlakuan dengan defoliasi 4 helai ....................... 44 9. Panjang polong hasil perlakuan dengan defoliasi 6 helai ....................... 44

  • ix

    DAFTAR LAMPIRAN

    No. Teks Hal 1. Deskripsi kacang hijau varietas walet ................................................. 37 2. Denah petak percobaan di lapang ........................................................ 38 3. Denah pengambilan tanaman contoh pada sistem tanam biasa ( 25 cm x 25 cm). ................................................................................ 39 4. Denah pengambilan tanaman contoh pada sistem jajar legowo 2 :1

    ((25 cm x 12,5 cm) x 50 cm) ... 40 5. Denah pengambilan tanaman contoh pada sistem jajar legowo 4 :1 ((25 cm x 12,5 cm)x 50 cm) ................................................................ 41 6. Perhitungan pupuk NPK dosis 100% pada tanaman kacang hijau. ..... 42 7. Gambar panjang polong kacang hijau pada berbagai perlakuan ........ 44 8. Data curah hujan tahun 2007 ............................................................... 45 9. Ringkasan tabel anova jumlah daun ................................................... 46 10. Ringkasan tabel anova jumlah cabang .............................................. 47 11. Ringkasan tabel anova luas daun ....................................................... 48 12. Ringkasan tabel anova berat kering total tanman .............................. 49 13. Ringkasan tabel anova laju pertumbuhan relatif ................................ 50 14. Ringkasan tabel anova indeks luas daun ............................................ 51 15. Ringkasan tabel anova jumlah polong total per tanaman .................. 52 16. Ringkasan tabel anova jumlah polong isi pertanaman ....................... 53 17. Ringkasan tabel anova jumlah polong hampa pertanaman ................ 54 18. Ringkasan tabel anova jumlah biji pertanaman ................................. 55 19. Ringkasan tabel anova bobot polong isi per tanaman ........................ 56 20. Ringkasan tabel anova bobot 100 biji ................................................ 57 21. Ringkasan tabel anova bobot kering biji per tanaman ....................... 58 22. Ringkasan tabel anova hasil panen ................................................... 59 23. Ringkasan tabel anova indeks panen .................................................. 60 24. Hasil analisis usaha tani tanaman kacang hijau akibat defoliasi.......... 61 25. Hasil analisis usaha tani tanaman kacang hijau akibat sistem tanam .. 62

  • x

    26. Tabel data pengamatan intensitas matahari............................................ 63 27. Tabel data konversi mili ampere menjadi lux ........................................ 64 28. Tabel data rasio transmisi cahaya ........................................................ 66 29. Tabel rata-rata RTC pada seluruh pengamatan ..................................... 68

  • xi

  • II. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Meningkatnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pemenuhan gizi

    menyebabkan permintaan terhadap biji kacang hijau terus bertambah. Hal tersebut terkait bahwa didalam biji kacang hijau terkandung sejumlah unsur yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, disamping unsur unsur lain khususnya protein sebanyak 22 % (Purwono dan Hartono, 2005). Data Departemen Pertanian menunjukkan jumlah produksi nasional kacang hijau tahun 2000 sebesar 289.876 ton dan jumlah impor tahun 1999 sebesar 28.720 ton sedangkan jumlah konsumsi diperkirakan 290.000 ton (Wirawan dan Wahyuni, 2002).Ironisnya bahwa tingkat permintaan tersebut belum dapat segera terpenuhi sebagai akibat masih rendahnya tingkat produktivitas dari tanaman kacang hijau itu sendiri, baik yang disebabkan oleh makin sempitnya luas areal penenan maupun belum diterapkan manipulasi agronomik yang bertujuan untuk meningkatkan hasil per satuan luas lahan dan waktu. Oleh karena itu, agar diperoleh hasil yang maksimal pada kondisi lahan pertanian yang makin berkurang tersebut, maka diperlukan sistem pengaturan tanaman yang mengacu pada optimalisasi pemanfaatan lahan maupun tanaman yang dapat dilakukan melalui penanaman jajar legowo. Jajar legowo berasal dari bahasa jawa Banyumas yang mengandung arti lego dan dowo, yang artinya lebar dan panjang. Hamparan yang lebar dan memanjang tersebut diperoleh sebagai akibat adanya pemampatan tanaman didalam barisan tanaman, yang menyebabkan jumlah populasi pada penanaman jajar legowo lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem tanam biasa. Oleh karena itu untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya tingkat persaingan yang lebih kuat diantara tanaman sebagai akibat terbentuknya jarak tanam yang semakin sempit akibat meningkatnya jumlah populasi per satuan luas lahan, maka kegiatan defoliasi atau pengurangan daun perlu dilakukan. Defoliasi ditujukan pada daun - daun yang kurang produktif dengan sasaran asimilat akan dapat lebih teralokasikan pada organ organ penyimpan, yaitu biji yang pada akhirnya akan dapat berpengaruh pada hasil akhir tanaman.

  • 2

    1.2 Tujuan 1. Untuk mempelajari pengaruh sistem tanam dan tingkat defoliasi pada

    pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau 2. Menentukan sistem tanam yang tepat sehingga diperoleh pertumbuhan dan

    hasil tanaman kacang hijau yang paling tinggi . 3. Menentukan tingkat defoliasi yang tepat sehingga diperoleh pertumbuhan dan

    hasil tanaman kacang hijau yang paling tinggi.

    1.3 Hipotesis 1. Tanaman yang ditanam dengan sistem jajar legowo 2:1 yang diikuti dengan

    defoliasi 6 daun akan diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau yang paling tinggi.

    2. Tanaman yang ditanam dengan sistem jajar legowo 2:1 akan menunjukkan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau yang paling tinggi.

    3. Defoliasi 6 daun akan menunjukkan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau yang paling tinggi

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Deskripsi tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) Tanaman kacang hijau termasuk salah satu suku atau keluarga dengan

    tanaman kedelai dan tanaman kacang tanah yaitu leguminaceae. Kelompok tanaman ini menghasilkan biji (Spermatophyta). Biji yang dihasilkan berkeping dua atau biji belah (dicotyledoneae) (Trustinah, 1992). Susunan tubuh tanaman (morfologi) kacang hijau terdiri dari akar, batang,, daun, bunga, buah dan biji. Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan mempunyai bintil bintil akar. Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbuku, berwarna hijau kecoklatan atau kemerahan, tubuh tegak dan bercabang menyebar ke semua arah. Daun tumbuh majemuk, tiga helai anak daun per tangkai. Helai daun berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau. Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermafrodit), berbentuk kupu kupu dan berwarna kuning. Buah berpolong, panjang 6 15 cm, tiap polong berisi 6 16 butir biji. Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot tiap butir 0,5 0,8 mg/bobot 1000 butir antara 36 78 g, berwarna hijau sampai hijau mengkilap (Rukmana, 1997). Tanaman kacang hijau tumbuh dengan baik pada suhu optimal antara 25 27 oC. kelembapan udara antara 50 89 % dan memerlukan cahaya matahari lebih dari 10 jam/hari pada tempat terbuka. Daerah yang memiliki curah hujan antara 50 200 mm/bulan merupakan daerah yang baik untuk budidaya tanaman ini. Curah hujan yang tinggi menyebabkan tanaman mudah rebah dan terserang penyakit (Rans, 2005). Tanaman kacang hijau dapat tumbuh di segala macam tipe tanah yang berdrainase baik. Namun, pertumbuhan terbaiknya pada tanah lempung biasa dengan kandungan bahan organik yang cukup. Tanah dengan pH 5,8 ialah tanah yang paling ideal untuk pertumbuhan tanaman kacang hijau (Marzuki dan Soeprapto, 2005).

    Marzuki dan Soeprapto (2005) mengemukakan bahwa fase - fase pertumbuhan tanaman kacang hijau sebagaimana tersaji pada Tabel 1 berikut ini.

  • 4

    Tabel 1. Fase pertumbuhan tanaman kacang hijau (Marzuki dan Soeprapto, 2005).

    No. Fase dan Keadaan Tanaman Waktu (hari)

    1. Biji berkecambah dan keluar dari permukaan tanah sampai fase kotiledon

    4 - 5

    2. Daun pertama (unifoliate leaf) setelah daun lembaga 9 -10 3. Daun berangkai tiga (trifoliate leaf) yang pertama 13 4. Daun berangkai tiga (trifoliate leaf) yang kedua 16 5. Daun berangkai tiga (trifoliate leaf) yang ketiga dan keempat 24 6. Daun berangkai tiga (trifoliate leaf) yang kelima dan keenam 30 7. Daun berangkai tiga (trifoliate leaf) yang ketujuh (tanaman

    mulai berbunga) 34

    8. Daun berangkai tiga (trifoliate leaf) yang kedelapan dan pengembangan polong

    41

    9. Polong berwana hijau gelap 45 10. Polong mulai masak 49 11. Panen 65

    2.2 Sistem tanam jajar legowo Sistem tanam jajar legowo ialah teknik mengatur jarak tanam antar

    rumpun dan barisan sehingga terjadi pemadatan tanaman didalam barisan dan pelebaran jarak antar barisan. Dengan cara ini populasi tanaman per hektar dapat dipertahankan, tetapi ruang terbuka diantara barisan tanaman menjadi lebih luas sekitar 50% dari total luas lahan. Produksi semua rumpun yang berada dibarisan pinggir pertanaman lebih tinggi sebagai akibat pengaruh tanaman pinggir. Menurut Suriapermana (1995), Legowo berasal dari bahasa jawa Banyumas yang terdiri dari kata lego sing dowo, dimana lego berarti lebar dan dowo berarti memanjang, sehingga ini berarti ruangan yang lebih lebar dan memanjang diantara dua baris tanaman yang dalam bahasa sunda disebut lolongkrang.

    Suriapermana (1995) mengemukakan bahwa ada beberapa bentuk sistem jajar legowo yang dapat dilaksanakan, antara lain legowo 2 baris, legowo 3 baris, legowo 4 baris atau lebih. Bentuk legowo yang paling menguntungkan ialah sistem tanam jajar legowo 2 baris karena setiap barisan tanaman seolah-olah berada dibarisan pinggir sehingga produksinya bisa lebih tinggi akibat pengaruh tanaman pinggir. Bentuk jajar legowo yang lebih dari 2 baris pada umumnya

  • 5

    barisan tanaman yang ada ditengah pertumbuhannya tidak dapat maksimal dan ada yang mati. Arah tanam sebaiknya menghadap kearah datangnya sinar matahari, sehingga sinar matahari dapat masuk lebih banyak ke areal pertanaman atau lorong-lorong petakan. Alasan itulah yang menyebabkan bentuk jajar legowo 2 baris dan arah tanam menghadap kearah datangnya sinar matahari lebih dianjurkan untuk dipergunakan dalam bertanam menggunakan sistem tanam jajar legowo.

    Prinsip dasar sistem tanam jajar legowo menurut Suriapermana, Indah dan Surdianto (2000) ialah : 1. Untuk menjadikan semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian

    pinggir sehingga tanaman mendapatkan efek tanaman pinggir. 2. Tanaman yang mendapat efek tanaman pinggir, produktivitasnya lebih tinggi

    dari yang tidak mendapatkan efek tanaman pinggir. 3. Dengan jarak tanam sistem jajar legowo menguntungkan dalam pengendalian

    hama dan gulma. 4. Dengan adanya lorong sinar matahari dapat masuk lebih banyak ke areal

    pertanaman sehingga mengurangi kelembaban yang dapat menghambat perkembangan penyakit.

    Bahrein (2004), mengemukakan bahwa sistem tanam jajar legowo mempunyai keuntungan dan kelemahan. Keuntungan sistem tanam jajar legowo dibagi menjadi keuntungan langsung dan tidak langsung. Keuntungan secara langsung meliputi :

    1. Meningkatnya populasi tanaman, untuk meningkatkan populasi tanaman atau

    mendapatkan populasi tanaman tertentu dapat diatur dengan teknik tanam legowo meliputi jarak tanam dalam barisan dan jumlah barisan tanaman diantara dua legowo.

    2. Luas ruangan terbuka, ruangan kosong diantara barisan tanaman yang dipengaruhi oleh jarak tanam antar barisan tanaman dan jumlah baris tanaman diantara dua legowo. Adanya ruangan terbuka ini khususnya pada budidaya tanaman padi pada lahan sawah dapat digunakan untuk usaha tani minapadi, tanpa harus menurunkan populasi dan produksi padi.

  • 6

    Keuntungan tidak langsung dari sistem tanam jajar legowo meliputi : 1. Efisiensi penggunaan pupuk, dengan adanya pengaturan jarak tanam dan

    ruangan kosong pada sistem tanam legowo maka pemberian pupuk hanya pada kelompok barisan tanaman, sedangkan lorong kosong (legowo) tidak perlu dipupuk, sehingga penggunaan pupuk lebih efisien.

    2. Pengendalian gulma, pupuk hanya diberikan pada barisan tanaman sehingga laju pertumbuhan gulma pada lorong kosong relatif kecil.

    3. Pengendalian OPT, lorong kosong dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pengendalian OPT tanpa mengganggu barisan tanaman. Disamping itu, pengendalian OPT dengan insektisida dapat langsung merata pada seluruh bagian tanaman. Kelemahan dari sistem tanam jajar legowo ialah jumlah benih yang dibutuhkan lebih banyak daripada sistem tegel, disamping itu, dengan meningkatnya populasi tanaman maka upah buruh dengan sistem legowo juga meningkat.

    2.3 Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.)

    Pengaturan jarak tanam merupakan upaya pengaturan ruang tumbuh bagi tanaman, sehingga kompetisi antar tanaman pada spesies yang sama dapat diperkecil. Berdasarkan pengertiannya, kompetisi dapat didefinisikan sebagai perebutan sumber daya lingkungan (cahaya, air dan unsur hara) antar individu tanaman dalam suatu populasi, dimana tingkat ketersediaan sumberdaya tersebut berada dibawah tingkat kebutuhan total dari individu individu dalam populasi (Sugito, 1999).

    Sitompul dan Guritno (1995), mengemukakan bahwa jumlah radiasi yang diintersepsi tanaman tergantung pada luas daun dan jumlah cahaya yang diterima setiap luasan atau individu daun. Harga satuan daun dari suatu komoditi tanaman tidak hanya ditentukan oleh morfologi tanaman yang berhubungan dengan distribusi cahaya dan sifat daun, tetapi juga oleh kerapatan daun.

    Penentuan kerapatan tanaman pada suatu areal tanaman merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil tanaman yang maksimal.

  • 7

    Peningkatan kerapatan tanaman sampai batas batas tertentu melalui pengaturan jarak tanam akan meningkatkan hasil persatuan luas, namun menurunkan hasil pertanaman (Mimbar, 1993). Sugito (1999) mengemukakan bahwa hubungan antara populasi tanaman dan hasil panen pada tanaman kacang hijau ialah hubungan parabolik, dimana setelah dicapai hasil maksimal, peningkatan produksi setelah itu justru akan terjadi penurunan hasil maksimal. Sedangkan pertumbuhan dan hasil panen per individu tanaman tidak pernah meningkat dengan bertambahnya populasi. Pada mulanya digambarkan pada garis mendatar karena kompetisi belum terjadi dan untuk selanjutnya menurun drastis dengan peningkatan populasi.

    Marzuki dan Soeprapto (2005) berpendapat bahwa dengan jarak tanam yang tepat, sinar matahari akan dimanfaatkan secara optimum oleh tanaman kacang hijau dalam proses fotosintesisnya. Jarak tanam yang optimum untuk kacang hijau dipengaruhi oleh varietas dan musim tanam. Jarak tanam kacang hijau umumnya dibuat dengan panjang 20 30 cm dan lebar 10 20 cm. populasi tanaman juga berpengaruh besar terhadap produksi pada musim hujan, populasi tanaman yang baik antara 300.000 400.000 tanaman ha-1 (jarak antar barisan 75 cm) sedangkan pada musim kemarau antara 400.000 500.000 tanaman ha-1 (jarak antar barisan 50 cm).

    2.4 Pengaruh defoliasi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.)

    Daun adalah salah satu organ asimilasi yang penting bagi tanaman. Hal tersebut terkait bahwa banyak sedikitnya asimilat yang dapat diakumulasikan oleh tanaman akan sangat dipengaruhi oleh luasan lamina daun, jumlah lamina daun maupun susunan daripada daun. Tanaman dengan luasan daun yang tinggi maupun dengan jumlah daun yang banyak belum tentu dapat menghasilkan asimilat dalam jumlah yang banyak pula. Hal tersebut akan sangat dipengaruhi oleh susunan daun. Tanaman dengan susunan daun horisontal dengan didukung dengan luas maupun jumlah lamina daun yang tinggi, asimilat yang dihasilkan relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman yang mempunyai susunan

  • 8

    daun tegak atau semi tegak. Hal tersebut terkait bahwa dengan terbentuknya susunan daun yang horisontal, penetrasi cahaya yang diterima oleh lapisan daun yang lebih bawah relatif lebih rendah (Chang, 1974). Hal tersebut disebabkan bahwa penetrasi cahaya hanya akan terkonsentrasi pada lapisan daun yang paling atas, sehingga distribusi cahaya kelapisan daun yang lebih rendah berkurang, sebagaimana yang dinyatakan dalam hukum Beer ( June, 1999 ).

    Rendahnya penetrasi cahaya yang diterima oleh tajuk bagian bawah menyebabkan tidak cukupnya cahaya yang digunakan untuk berlangsungnya proses fotosintesis tanaman. Disamping itu pada umumnya daun - daun yang terbentuk dibagian yang lebih rendah adalah daun - daun yang lebih dahulu terbentuk daripada daun daun yang terletak dibagian lapisan yang lebih atas, sehingga seringkali daun daun tersebut telah mengalami remobilisasi N yang ditampakkan dengan gejala menguningnya daun. Sehubungan dengan kejadian tersebut, maka untuk mengoptimalisasikan translokasi asimilat dari sumber (daun) bagian organ penyimpan maka perlu dilakukan pengurangan daun atau defoliasi. Namun demikian, besar kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat defoliasi tersebut akan sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya daun yang diambil dan posisi atau letak daun yang didefoliasi. Pengambilan daun (defoliasi) pada daun daun yang lebih bersifat parasit dapat menyokong hasil panen secara nyata (Suminarti, 2000). Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan dari hasil penelitian ini akan dapat memberikan informasi yang jelas tentang manfaat defoliasi pada tanaman kacang hijau yang ditanam dengan sistem jajar legowo dalam kaitannya untuk meningkatkan hasil per satuan luas lahan dan waktu.

  • III. BAHAN DAN METODE

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2007 di Balai Benih

    Induk (BBI) Palawija, Bedali Lawang Desa Randu Agung Kecamatan Singosari. Berdasarkan letak geografisnya BBI terletak pada 7 oLS dan 112 oBT pada ketinggian 491 500 m dpl. Suhu rata harian antara 24,4 oC 29 oC. Jenis tanah Entisol.

    3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain LAM, oven, timbangan analitik, pengaris,

    meteran, cangkul, gunting, tugal, dan Light Meter. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi benih kacang hijau varietas Walet, pupuk Urea (45% N), pupuk SP-36 (36% P2O5), dan pupuk KCl (60% K2O), Furadan 3G, Decis 2,5 EC, Dhitane M-45.

    3.3 Metodologi Penelitian Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 3

    ulangan, sebagai petak utama adalah sistem tanam (J) yang terdiri dari 3 level, yaitu:

    1. J1 = Sistem tanam Tegel atau Biasa (25 cm X 25 cm) 2. J2 = Sistem tanam Jajar Legowo 2 : 1 ((25 cm X 12,5 cm) X 50 cm) 3. J3 = Sistem tanam Jajar Legowo 4 : 1 (( 25 cm X 12,5 cm) X 50 cm)

    Anak petak adalah defoliasi (D) yang terdiri dari 4 macam, yaitu: 1. D0 = Tanpa Defoliasi (kontrol) 2. D1 = Defoliasi 2 daun Trifoliate 3. D2 = Defoliasi 4 daun Trifoliate 4. D3 = Defoliasi 6 daun Trifoliate

  • 10

    Defoliasi (Pengurangan daun trifoliate) dilakukan pada umur 40 hari setelah tanam, dengan cara digunting, karena pada saat perlakuan tanaman kacang hijau mempunyai daun trifoliate berjumlah 6 maka untuk D1 daun yang dihilangkan pada helai daun trifoliate ke 1 dan 2. Sedangkan untuk D2 daun yang dihilangkan pada helai daun trifoliate ke 1, 2, 3 dan 4. selanjutnya perlakuan D3 yang dihilangkan pada helai daun trifoliate ke 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Daun yang didefoliasi adalah daun yang tidak produktif. Cara defoliasi disajikan pada Gambar 1.

    Gambar 1. Letak Defoliasi

  • 11

    Dari perlakuan tersebut diperoleh 12 satuan kombinasi perlakuan sebagaimana tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Satuan kombinasi perlakuan sistem tanam dan defoliasi tanaman pada

    kacang hijau

    Perlakuan D0 D1 D2 D3

    J1 J1D0 J1D1 J1D2 J1D3

    J2 J2D0 J2D1 J2D2 J2D3

    J3 J3D0 J3D1 J3D2 J3D3

    Pelakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 36 satuan kombinasi perlakuan. Denah percobaan dan denah pengambilan tanaman contoh disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

    3.4 Pelaksanaan Penelitian

    3.4.1 Persiapan lahan Lahan yang digunakan bebas dari gulma. Pengolahan tanah dilakukan

    dengan mencangkul tanah sampai gembur dan remah, kemudian dibuat petak dengan ukuran 3 m X 2 m dan Jarak antar ulangan 1 meter.

    3.4.2 Penanaman Sebelum benih ditanam, benih yang sehat dipisahkan dari benih yang

    terinfeksi oleh hama atau penyakit. Benih ditanam dengan cara tugal pada kedalaman 3 cm. Sebelum benih ditanam, lubang yang telah ditugal diberi Furadan 3G yang berfungsi untuk mengendalikan serangan semut ataupun ulat tanah. Setelah benih ditanam, ditutup dengan tanah. Jarak tanam disesuaikan dengan perlakuan yaitu jarak tanam biasa 25 cm X 25 cm, jarak tanam jajar legowo ((25 cm X 12,5 cm) X 50 cm). Setiap lubang ditanam 3 biji kemudian ditutup tipis dengan tanah.

  • 12

    3.4.3 Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan meliputi kegiatan pemupukan, penyulaman,

    penjarangan, pengairan, penyiangan dan pembumbunan serta pengendalian hama dan penyakit. 1. Pemupukan

    Pupuk yang diberikan adalah 50 kg ha-1 Urea, 100 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCL . Pupuk Urea dan KCL diberikan pada saat tanaman umur 7 hst (hari setelah tanam) sebanyak setengah dari dosis dan untuk SP-36 seluruh dari dosis. Pupuk susulan diberikan pada saat tanam berumur 30 hst Pupuk dimasukkan kedalam lubang tugal berjarak 5 cm disisi kiri atau kanan lubang tanam dengan kedalaman 10 cm, kemudian lubang pupuk ditutup dengan tanah.

    2. Penyulaman

    Penyulaman dilakukan setelah satu minggu penanaman Tanaman kacang hijau yang mati dan tidak tumbuh harus diganti dengan benih baru pada lubang tanam tersebut, kemudian ditutup dengan tanah

    3. Penjarangan Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 10 hst dengan cara

    menyisakan 1 tanaman yang pertumbuhannya sehat. Penjarangan dilakukan dengan cara memotong bagian pangkal batang tanaman yang pertumbuhannya kurang baik dengan tujuan agar tidak mengganggu perakaran tanaman yang ditinggal.

    4. Pengairan

    Pengairan dilakukan sebelum tanam, pada umur 15 hst dan pada umur 35 hst dengan cara dileb sampai lahan menjadi basah..

    5. Penyiangan dan pembumbunan Penyiangan gulma dilakukan pada umur 14 hst dan pada umur 37 hst dan

    bila terlihat adanya gulma yang tumbuh dengan mencabut gulma tersebut secara manual. Pembumbunan dilakukan bersamaan penyiangan.

  • 13

    6. Pengendalian hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terlihat adanya gejala

    serangan. Pengendalian belalang dan ulat grayak menggunakan Decis 2,5 Ec dengan dosis 0,5ml/L. Sedangkan untuk penyakit karat daun menggunakan Dhitane M-45 dengan dosis 3 g/L .

    3.4.4 Panen Panen dilakukan pada umur 60 hst, dimana kulit polong sudah kering dan

    berwarna hitam. Panen dilakukan dengan cara manual yaitu memetik satu per satu polong dengan tangan.

    3.5 Pengamatan Pengamatan dilakukan secara destruktif yaitu dengan cara mengambil 2

    tanaman contoh untuk setiap kombinasi perlakuan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 15, 25, 35 dan 45 hst dan saat panen. Pengamatan dilakukan meliputi komponen pertumbuhan dan komponen hasil. A. Komponen pertumbuhan meliputi:

    1. Jumlah daun dengan kriteria jumlah daun yang dihitung adalah daun yang sudah membuka sempurna.

    2. Jumlah cabang : jumlah cabang dihitung dari cabang yang panjangnya > 1 cm dan terdapat lebih dari 1 daun trifoliate.

    3. Luas daun diukur dengan alat Leaf Area Meter pada daun yang telah membuka sempurna.

    4. Bobot kering total tanaman, didapat dengan cara menimbang seluruh bagian tanaman yang telah dioven pada suhu 81 C hingga diperoleh bobot yang konstan.

    B. Komponen hasil meliputi:

    1. Jumlah polong per tanaman.

    Dihitung semua polong yang terbentuk per tanaman. 2. Jumlah polong isi per tanaman

    Dihitung semua jumlah polong isi yang terbentuk per tanaman

  • 14

    3. Bobot polong isi per tanaman Dihitung seluruh polong isi yang terbentuk per tanaman setelah dikering anginkan.

    4. Jumlah polong hampa

    Dihitung semua jumlah polong hampa yang terbentuk per tanaman 5. Jumlah biji per tanaman

    dihitung seluruh biji yang terbentuk per tanaman. 6. Bobot kering biji per tanaman.

    Bobot biji diketahui dengan cara menimbang seluruh biji yang dihasilkan per tanaman setelah dikeringkan selama 2 hari dibawah sinar matahari.

    7. Bobot 100 biji. Ditimbang setiap 100 biji yang diambil secara acak.

    8. Hasil (t ha-1), diperoleh dengan mengkonversikan hasil per luasan lahan per hektar yaitu dengan rumus :

    X = Luas 1 ha (10.000 m2) x Berat kering biji per tanaman x 85% Jarak tanam C. Analisis pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995) yang meliputi :

    1. Indeks Luas Daun (ILD) didefinisikan sebagai perbandingan luas daun total dengan luas tanah yang ditutupi canopi tanaman, diperoleh dengan rumus :

    ALDILD =

    dimana, LD = Luas daun total (m2) A = Luas tanah yang dinaungi (dapat dihitung berdasarkan

    luas jarak tanam)(m2) 2. LPR (Laju Pertumbuhan Relatif) ialah pertambahan biomassa tanaman

    persatuan waktu tidak konstan tetapi tergantung pada berat awal tanaman. ln W2 ln W1 LPR = ( g g-1 hari-1) t2 t1 dimana, W1 = Berat kering total tanaman pertama (g)

    W2 = Berat kering total tanaman kedua (g) T1 = Waktu pengamatan pertama (hari) T2 = Waktu pengamatan kedua (hari)

  • 15

    3. IP (Indeks Panen), diperoleh dengan rumus :

    IP = )/( ggBKBE

    Dimana, BE = Bobot polong isi (g) BK = Bobot total tanaman (g)

    3.6 Analisis Data Data yang diperoleh dilakukan pengujian dengan uji F pada taraf 0,05. sedangkan pengujian data menggunakan BNT pada taraf 0,05 untuk yang tidak terjadi interaksi

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

    4.1.1 Komponen pertumbuhan

    4.1.1.1 Jumlah daun Jumlah daun yang dihasilkan dipengaruhi oleh sistem tanam dan tingkat

    defoliasi (Lampiran 10). Rata-rata Jumlah daun akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Jumlah daun akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada

    berbagai umur pengamatan. Perlakuan Jumlah daun pada umur (hst) 15 25 35 45 Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 0,79 2,25 4,38 ab 3,92 Jajar legowo 2:1((25x12,5)x50) 1,00 2,38 4,96 b 4,33 Jajar legowo 4:1((25x12,5)x50) 0,83 2,21 4,29 a 3,83 BNT 5% tn tn 0,65 tn Tingkat defoliasi (Daun trifoliate) 0 0,94 2,28 4,72 6,56 c 2 0,83 2,22 4,44 4,17 b 4 0,89 2,28 4,44 3,00 ab 6 0,83 2,33 4,56 2,39 a BNT 5% tn tn tn 1,33

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada umur pengamatan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata, hst= hari setelah tanam.

    Berdasarkan Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa rata-rata jumlah daun yang dihasilkan dipengaruhi oleh sistem tanam dan tingkat defolasi (Tabel 3), dan dari hasil pengamatan untuk umur pengamatan 35 hst, bahwa rata-rata jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman yang ditanam dengan sistem tanam tegel tidak berbeda nyata dengan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 2:1 maupun jajar legowo 4:1. Tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 2:1, rata-rata jumlah daun yang dihasilkan nyata lebih banyak 4,8% bila dibandingkan dengan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Sedangkan untuk perlakuan defoliasi, pengaruh nyata hanya terjadi pada umur pengamatan 45 hst, dan dari hasil pengamatan tersebut dapat diinformasikan

  • 17

    bahwa rata-rata jumlah daun terbanyak didapatkan pada tanaman yang tanpa didefoliasi. Tanaman yang didefoliasi 2 dan 4 daun trifoliate, rata-rata jumlah daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata, demikian juga untuk tanaman yang daunnya didefoliasi sebanyak 4 dan 6 helai. Pengurangan jumlah daun sebanyak 2 hingga 6 helai menyebabkan menurunnya rata-rata jumlah daun yang dihasilkan masing masing sebanyak 14,8 %, 22 % dan 25,8 %.

    4.1.1.2 Jumlah cabang Perkembangan jumlah cabang tanaman kacang hijau tidak dipengaruhi

    oleh sistem tanam maupun tingkat defoliasi (Lampiran 11). Rata-rata Jumlah cabang akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata Jumlah cabang akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada

    berbagai umur pengamatan. Perlakuan Jumlah cabang pada umur (hst)

    15 25 35 45 Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 0,00 0,00 0,46 2,63 Jajar legowo 2:1((25x12,5)x50) 0,00 0,00 0,75 3,04 Jajar legowo 4:1((25x12,5)x50) 0,00 0,00 0,42 2,88 BNT 5% tn tn tn tn Tingkat defoliasi (Daun trifoliate) 0 0,00 0,00 0,50 2,94 2 0,00 0,00 0,44 2,39 4 0,00 0,00 0,56 3,00 6 0,00 0,00 0,67 3,06 BNT 5% tn tn tn tn

    Keterangan : tn= tidak nyata, hst= hari setelah tanam.

    4.1.1.3 Luas daun Perlakuan sistem tanam dan tingkat defoliasi berpengaruh nyata pada luas

    daun tanaman kacang hijau yang dihasilkan (Lampiran 12). Rata-rata luas daun akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 5.

  • 18

    Tabel 5. Rata-rata luas daun akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada berbagai umur pengamatan.

    Perlakuan Luas daun (cm2) pada umur pengamatan (hst) 15 25 35 45 Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 67,38 78,00 289,83 a 349,04 Jajar legowo 2:1((25x12,5)x50) 71,79 90,42 359,46 b 389,33 Jajar legowo 4:1((25x12,5)x50) 62,38 77,83 327,42 ab 350,29 BNT 5% tn tn 65,23 tn Tingkat defoliasi (Daun trifoliate) 0 65,17 76,22 324,28 618,89 c 2 64,11 79,78 306,83 399,56 b 4 68,22 88,11 327,94 307,44 b 6 71,22 84,22 343,22 125,67 a BNT 5% tn tn tn 195,48

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada umur pengamatan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata, hst= hari setelah tanam.

    Hasil pengamatan umur 35 hst (Tabel 5), dapat dijelaskan bahwa tanaman yang ditanam dengan sistem tanam tegel, rata-rata luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1. Sedangkan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 rata-rata luas daun yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata dengan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 2:1. Akan tetapi rata-rata luas daun yang dihasilkan oleh tanaman yang ditanam dengan sistem jajar legowo 2:1 nyata lebih luas 7,1% dibandingkan dengan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam tegel.

    Selanjutnya, untuk perlakuan tingkat defoliasi diperoleh hasil bahwa tanaman yang didefoliasi sebanyak 6 daun, rata-rata luas daun yang dihasilkan paling rendah dan tertinggi diperoleh pada tanaman yang tanpa defoliasi. Tanaman yang daunnya didefoliasi 2 dan 4 helai, rata-rata luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Pengurangan jumlah daun, yaitu dari 0 hingga 6 helai daun menyebabkan makin sempitnya luas daun yang dihasilkan, yaitu 15 %, 21 % dan 34%

  • 19

    4.1.1.4 Bobot kering total tanaman Bobot kering total tanaman yang dihasilkan dipengaruhi oleh sistem tanam

    dan tingkat defoliasi (Lampiran 13). Rata-rata bobot kering total tanaman akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata bobot kering total tanaman akibat sistem tanam dan tingkat

    defoliasi pada berbagai umur pengamatan. Perlakuan Bobot kering total tanaman (g) pada umur (hst) 15 25 35 45 Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 0,13 0,52 ab 2,61 ab 4,96 Jajar legowo 2:1((25x12,5)x50) 0,15 0,60 b 2,84 b 4,90 Jajar legowo 4:1((25x12,5)x50) 0,12 0,47 a 2,32 a 4,32 BNT 5% tn 0,12 0,54 tn Tingkat defoliasi (Daun trifoliate) 0 0,13 0,50 2,48 6,83 c 2 0,12 0,49 2,47 5,18 b 4 0,13 0,52 2,80 3,64 ab 6 0,14 0,61 2,61 2,86 a BNT 5% tn tn tn 1,57

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada umur pengamatan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata, hst= hari setelah tanam.

    Pengaruh berbagai sistem tanam baru terjadi pada umur 35 hst (Tabel 6), dan dari hasil pengamatan umur 25 hst dan 35 hst bahwa rata-rata bobot kering total tanaman yang dihasilkan membentuk pola yang sama. Tanaman dengan sistem tanam tegel rata-rata bobot kering total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan yang ditanam dengan sisten tanam jajar legowo 4:1 maupun sistem tanam jajar legowo 2:1. Akan tetapi rata-rata bobot kering total tanaman yang dihasilkan oleh tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 2:1 lebih berat bila dibandingkan dengan rata-rata bobot kering total tanaman yang dihasilkan oleh tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1. Selanjutnya, untuk perlakuan tingkat defoliasi rata-rata bobot kering total tanaman yang paling berat dihasilkan oleh tanaman yang tanpa didefoliasi. Tanaman yang didefoliasi 2 dan 4 daun trifoliate, rata-rata bobot kering total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata, demikian juga untuk tanaman yang daunnya didefoliasi sebanyak 4 dan 6 helai. Pengurangan jumlah daun sebanyak 2

  • 20

    hingga 6 helai menyebabkan menurunnya rata-rata bobot kering total tanaman yang dihasilkan masing-masing sebanyak 0,9 %, 1,7 % dan 2,1%.

    4.1.2 Analisis pertumbuhan

    4.1.2.1 Laju pertumbuhan relatif Perlakuan sistem tanam dan tingkat defoliasi berpengaruh laju

    pertumbuhan relatif (Lampiran 14). Rata-rata laju pertumbuhan relatif akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata laju pertumbuhan relatif akibat sistem tanam dan tingkat

    defoliasi pada berbagai umur pengamatan. Perlakuan Laju pertumbuhan relatif (g g-1 hari-1) pada umur (hst) 15-25 25-35 35-45 Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 0,143 0,153 ab 0,069 Jajar legowo 2:1((25x12,5)x50) 0,174 0,161 b 0,073 Jajar legowo 4:1((25x12,5)x50) 0,138 0,145 a 0,062 BNT 5% tn 0,008 tn Tingkat defoliasi (Daun trifoliate) 0 0,137 0,151 0,112 d 2 0,141 0,148 0,074 c 4 0,191 0,162 0,058 b 6 0,139 0,151 0,027 a BNT 5% tn tn 0,015

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada umur pengamatan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata, hst= hari setelah tanam.

    Berdasarkan Tabel 7, dapat diperoleh informasi bahwa pada pengamatan umur 25-35 hst, tanaman dengan sistem tanam tegel menghasilkan rata-rata laju pertumbuhan relatif yang tidak berbeda nyata dengan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1. Akan tetapi rata-rata laju pertumbuhan relatif yang dihasilkan oleh tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 2:1 secara nyata lebih tinggi 3,4% bila dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1. Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan relatif tanaman pada tanaman dengan sistem tanam jajar legowo 2:1 tidak berbeda nyata dengan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam tegel.

    Dari pengamatan umur 35-45 hst (Tabel 7), untuk perlakuan tingkat defoliasi diperoleh hasil bahwa tanaman tanpa didefoliasi, rata-rata laju

  • 21

    pertumbuhan relatif yang dihasilkan paling tinggi. Pengurangan jumlah daun sebanyak 2 hingga 6 helai menyebabkan menurunnya rata-rata laju pertumbuhan relatif yang dihasilkan masing-masing sebanyak 13,9 %, 20 % dan 31,5 %.

    4.1.2.2 Indeks luas daun Indeks luas daun yang dihasilkan dipengaruhi oleh sistem tanam dan

    tingkat defoliasi (Lampiran 15). Rata-rata indeks luas daun akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata indeks luas daun akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi

    pada berbagai umur pengamatan. Perlakuan Indeks luas daun (cm2) pada umur (hst) 15 25 35 45 Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 0,14 0,13 a 0,48 a 0,54 a Jajar legowo 2:1(25x12,5x50) 0,23 0,24 ab 0,94 ab 1,12 ab Jajar legowo 4:1(25x12,5x50) 0,20 0,28 b 1,11 b 1,29 b BNT 5% tn 0,15 0,53 0,73 Defolisi (Daun trifoliate) 0 0,18 0,21 0,84 1,62 b 2 0,17 0,21 0,82 1,09 b 4 0,21 0,23 0,87 0,86 ab 6 0,20 0,23 0,83 0,37 a BNT 5% tn tn tn 0,55

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada umur pengamatan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata, hst= hari setelah tanam.

    Pengaruh sistem tanam terjadi pada pengamatan umur 25 hst, 35 hst dan 45 hst (Tabel 8). Dan dari hasil pengamatan dapat dijelaskan bahwa rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan membentuk pola yang sama. Tanaman yang ditanam dengan sistem tegel rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan oleh tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 2:1. Sedangkan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 2:1, rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata dengan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1. Rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan oleh tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam tegel. Pada

  • 22

    pengamatan umur 25 hst rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan tanaman yang ditanam dengan jajar legowo 4:1 berbeda nyata lebih tinggi yaitu sebesar 24,2 % bila dibandingkan oleh tanaman yang ditanam dengan sistem tanam tegel. Sedangkan pada pengamatan umur 35 hst rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan tanaman yang ditanam dengan jajar legowo 4:1 berbeda nyata lebih tinggi yaitu sebesar 25,1 % bila dibandingkan oleh tanaman yang ditanam dengan sistem tanam tegel. Demikian pula pada pengamatan umur 45 hst rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan tanaman yang ditanam dengan jajar legowo 2:1 berbeda nyata lebih tinggi yaitu sebesar 25,3 % bila dibandingkan oleh tanaman yang ditanam dengan sistem tanam tegel.

    Selanjutnya, pada perlakuan tingkat defoliasi hanya terjadi pada pengamatan umur 45 hst (Tabel 8), dan dari hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan oleh tanaman tanpa didefoliasi maupun tanaman yang didefoliasi sebanyak 2 helai tidak berbeda nyata dengan rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan oleh tanaman yang daunnya didefoliasi 4 helai. Demikian pula rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan oleh tanaman yang daunnya didefoliasi 4 helai tidak berbeda nyata dengan rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan oleh tanaman yang daunnya didefoliasi 6 helai. Akan tetapi rata-rata indeks luas daun dihasilkan oleh tanaman tanpa didefoliasi maupun tanaman yang didefoliasi sebanyak 2 helai daun berbeda nyata bila dibandingkan dengan rata-rata indeks luas daun yang dihasilkan oleh tanaman yang daunnya didefoliasi 6 helai yaitu 31,8 % dan 18,3 %.

    4.1.3 Komponen hasil 4.1.3.1 Jumlah polong total per tanaman

    Tingkat defoliasi berpengaruh pada jumlah polong total per tanaman yang dihasilkan (Lampiran 16). Rata-rata jumlah polong total per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 9.

  • 23

    Tabel 9. Rata-rata jumlah polong total per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada saat panen.

    Perlakuan Jumlah polong total per tanaman

    Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 11,14 Jajar legowo 2:1((25x12,5)x50) 13,02 Jajar legowo 4:1((25x12,5)x50) 11,96 BNT 5% tn Tingkat defoliasi (Daun trifoliate) 0 13,37 b 2 12,48 ab 4 12,15 a 6 10,15 a BNT 5% 2,82

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada parameter yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata.

    Berdasarkan Tabel 9 dapat dijelaskan bahwa rata-rata jumlah polong total per tanaman hanya dipengaruhi oleh tingkat defoliasi dan dari hasil pengamatan tersebut, diperoleh informasi bahwa rata-rata jumlah polong total yang dihasilkan oleh tanaman tanpa didefoliasi nyata paling banyak bila dibandingkan dengan tanaman yang daunnya didefoliasi 4 dan 6 helai. akan tetapi tidak berbeda nyata pada rata-rata jumlah polong yang dihasilkan oleh tanaman yang didefoliasi sebanyak 2 helai daun. Tanaman yang daunnya dikurangi sebanyak 2 hingga 6 helai, rata-rata jumlah polong total yang dihasilkan tidak berbeda nyata.

    4.1.3.2 Jumlah polong isi per tanaman Jumlah polong isi per tanaman yang dihasilkan hanya dipengaruhi oleh

    tingkat defoliasi saja (Lampiran 17). Rata-rata Jumlah polong isi per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 10.

  • 24

    Tabel 10. Rata-rata jumlah polong isi per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada saat panen.

    Perlakuan Jumlah polong isi per tanaman

    Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 10,35 Jajar legowo 2:1((25x12,5)x50) 11,98 Jajar legowo 4:1((25x12,5)x50) 11,12 BNT 5% tn Tingkat defoliasi (Daun trifoliate) 0 12,41 b 2 11,61 ab 4 11,25 a 6 9,33 a BNT 5% 2,50

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada parameter yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata.

    Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata polong isi per tanaman yang dihasilkan oleh tanaman tanpa didefoliasi nyata paling banyak bila dibandingkan dengan tanaman yang daunnya didefoliasi 4 dan 6 helai, akan tetapi tidak berbeda nyata pada rata-rata polong isi per tanaman yang dihasilkan oleh tanaman yang didefoliasi sebanyak 2 helai. Tanaman yang daunnya dikurangi sebanyak 2 hingga 6 helai, rata-rata polong isi per tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata

    4.1.3.3 Jumlah polong hampa per tanaman Sistem tanam dan tingkat defoliasi tidak mempengaruhi jumlah polong

    hampa per tanaman yang dihasilkan (Lampiran 18). Rata-rata jumlah polong isi per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 11.

  • 25

    Tabel 11. Rata-rata jumlah polong hampa akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada saat panen.

    Perlakuan Jumlah polong hampa per tanaman

    Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 0,79 Jajar legowo 2:1((25x12,5)x50) 1,04 Jajar legowo 4:1((25x12,5)x50) 0,84 BNT 5% tn Tingkat defoliasi (Daun trifoliate) 0 0,96 2 0,87 4 0,90 6 0,82 BNT 5% tn

    Keterangan : tn= tidak nyata,

    4.1.3.4 Jumlah biji per tanaman Tingkat defoliasi berpengaruh pada jumlah biji per tanaman yang

    dihasilkan pada saat panen (Lampiran 19). Rata-rata Jumlah biji per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata jumlah biji per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat

    defoliasi pada saat panen. Perlakuan Jumlah biji per tanaman Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 94,58 Jajar legowo 2:1((25x12,5)x50) 111,48 Jajar legowo 4:1((25x12,5)x50) 107,46 BNT 5% tn Tingkat defoliasi (Daun trifoliate) 0 114,59 b 2 114,28 b 4 105,47 ab 6 83,92 a BNT 5% 22,45

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada parameter yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata

    Berdasarkan Tabel 12 dapat dijelaskan bahwa rata-rata Jumlah biji per tanaman yang dihasilkan oleh tanaman tanpa defoliasi maupun tanaman yang didefoliasi sebanyak 2 helai tidak berbeda nyata dengan rata-rata jumlah biji per tanaman yang dihasilkan oleh tanaman yang didefoliasi sebanyak 4 helai.

  • 26

    Demikian pula dengan tanaman yang didefoliasi sebanyak 4 dan 6 helai. Rata-rata jumlah biji per tanaman yang dihasilkan oleh tanaman tanpa defoliasi maupun tanaman yang didefoliasi sebanyak 2 helai berbeda nyata bila dibandingkan dengan tanaman yang didefoliasi sebanyak 6 helai yaitu 7,3 % dan 2,1 %

    .

    4.1.3.5 Bobot polong isi per tanaman Bobot polong isi per tanaman yang dihasilkan pada saat panen tidak

    dipengaruhi oleh perlakuan sistem tanam. Akan tetapi, hanya dipengaruhi oleh tingkat defoliasi (Lampiran 20). Rata-rata bobot polong isi per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13. Rata-rata bobot polong isi per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat

    defoliasi pada saat panen. Perlakuan Bobot polong isi per tanaman (g) Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 9,66 Jajar legowo 2:1(25x12,5x50) 11,16 Jajar legowo 4:1(25x12,5x50) 10,37 BNT 5% tn Defolisi (Daun trifoliate) 0 7,81 ab 2 8,09 b 4 8,90 b 6 6,38 a BNT 5% 1,61

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada parameter yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata

    Berdasarkan Tabel 13 diperoleh informasi bahwa rata-rata bobot polong isi per tanaman yang dihasilkan oleh tanaman tanpa didefoliasi maupun tanamn yang didefoliasi sebanyak 2 hinnga 4 helai tidak berbeda nyata. Demikian pula dengan tanaman tanpa didefoliasi dan tanaman yang didefoliasi sebanyak 6 helai, rata-rata bobot polong isi per tanaman yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Akan tetapi rata-rata bobot polong isi per tanaman yang dihasilkan oleh tanaman yang didefoliasi sebanyak 2 dan 4 helai nyata lebih berat yaitu 5,5 % dan 8,1 % bila dibandingkan dengan tanaman yang didefoliasi sebanyak 6 helai.

    .

  • 27

    4.1.3.6 Bobot 100 biji Pengaruh dan interaksi tidak terjadi antara sistem tanam dan tingkat

    defoliasi pada peubah bobot 100 biji (Lampiran 21). Rata-rata bobot 100 biji akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14. Rata-rata bobot 100 biji akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada

    saat panen. Perlakuan Bobot 100 biji (g) Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 5,90 Jajar legowo 2:1((25x12,5)x50) 5,92 Jajar legowo 4:1((25x12,5)x50) 5,95 BNT 5% tn Tingkat defoliasi (Daun trifoliate) 0 5,96 2 5,98 4 6,06 6 5,71 BNT 5% tn

    Keterangan : tn= tidak nyata.

    4.1.3.7 Bobot kering biji per tanaman Bobot kering biji per tanaman yang dihasilkan hanya dipengaruhi oleh

    tingkat defoliasi saja (Lampiran 22). Rata-rata bobot kering biji per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 15 Tabel 15. Rata-rata bobot kering biji per tanaman akibat sistem tanam dan tingkat

    defoliasi pada saat panen. Perlakuan Bobot kering biji per tanaman (g) Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 7,10 Jajar legowo 2:1(25x12,5x50) 7,78 Jajar legowo 4:1(25x12,5x50) 7,56 BNT 5% tn Defolisi (Daun trifoliate) 0 7,48 b 2 7,61 b 4 8,27 c 6 6,55 a BNT 5% 0,15

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada parameter yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata

  • 28

    Berdasarkan Tabel 15 diperoleh informasi bahwa pengurangan daun yang berlebihan dapat menurunkan rata-rata bobot kering biji per tanaman dan sebaliknya pengurangan daun yang tepat dapat meningkatkan rata-rata bobot polong isi per tanaman. Rata-rata bobot kering biji per tanaman yang dihasilkan oleh tanaman yang didefoliasi sebanyak 4 helai nyata paling berat dan paling rendah diperoleh oleh tanaman yang didefoliasi sebanyak 6 daun. Sedangkan tanaman tanpa didefoliasi dan tanaman yang didefoliasi 2 helai, rata-rata bobot kering biji yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Namun tanaman yang tanpa didefoliasi maupun tanaman yang daunnya didefoliasi sebanyak 2 helai, rata-rata bobot polong isi pertanaman yang dihasilkan nyata lebih tinggi bila dibandingkan rata-rata bobot polong isi pertanaman yang dihasilkan oleh tanaman yang didefoliasi 6 helai, yaitu 3,1 % dan 3,5 %.

    4.1.3.8 Hasil panen Pengaruh dan interaksi tidak terjadi antara sistem tanam dan tingkat

    defoliasi pada peubah hasil panen (Lampiran 23). Rata-rata hasil panen akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16. Rata-rata hasil panen akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada saat

    panen. Perlakuan Hasil panen (t ha-1) Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 0,96 a Jajar legowo 2:1(25x12,5x50) 1,41 b Jajar legowo 4:1(25x12,5x50) 1,63 c BNT 5% 0,10 Defolisi (Daun trifoliate) 0 1,56 b 2 1,58 b 4 1,69 c 6 1,45 a BNT 5% 0,12

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada parameter yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata

    Berdasarkan Tabel 16 diperoleh informasi bahwa rata - rata hasil panen yang dihasilkan tanaman dengan sistem tanam biasa berbeda nyata dengan jajar legowo 2:1 maupun jajar legowo 4:1. Sedangkan sistem tanam jajar legowo 4:1

  • 29

    menghasilkan rata - rata hasil panen tertinggi dibandingkan dengan sistem tanam biasa dan jajar legowo 2:1 yaitu sebesar 16,6 % dan 5,6 %.

    Selanjutnya, pengaruh defoliasi terhadap rata rata hasil panen yang tertinggi dihasilkan tanaman yang didefoliasi sebanyak 4 helai dan yang terendah dihasilkan tanaman yang didefoliasi sebanyak 6 helai. Sedangkan tanaman tanpa didefoliasi maupun tanaman yang defoliasi sebanyak 2 helai hasil panen yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Akan tetapi hasil panen yang dihasilkan tanaman tanpa didefoliasi maupun tanaman yang defoliasi sebanyak 2 helai nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman yang didefoliasi sebnayak 6 helai yaitu 1,7 % dan 2 %.

    4.1.3.9 Indeks panen (IP) Indeks panen yang dihasilkan pada saat panen tidak dipengaruhi oleh

    perlakuan sistem tanam. Akan tetapi, hanya dipengaruhi oleh tingkat defoliasi (Lampiran 24). Rata-rata indeks panen akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17. Rata-rata indeks panen akibat sistem tanam dan tingkat defoliasi pada

    saat panen. Perlakuan Indeks panen Sistem tanam (cm) Tegel ( 25x25) 0,65 Jajar legowo 2:1(25x12,5x50) 0,71 Jajar legowo 4:1(25x12,5x50) 0,65 BNT 5% tn Defolisi (Daun trifoliate) 0 0,65 b 2 0,68 b 4 0,78 c 6 0,55 a BNT 5% 0,09

    Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada parameter yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%, tn= tidak nyata

    Berdasarkan Tabel 17 diperoleh informasi bahwa rata-rata indeks panen yang dihasilkan oleh tanaman yang didefoliasi sebanyak 4 helai nyata paling tinggi dan paling rendah diperoleh oleh tanaman yang didefoliasi sebanyak 6

  • 30

    daun. Sedangkan tanaman tanpa didefoliasi dan tanaman yang didefoliasi 2 helai, rata-rata indeks panen yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Namun tanaman yang tanpa didefoliasi maupun tanaman yang daunnya didefoliasi sebanyak 2 helai, rata-rata indeks panen yang dihasilkan nyata lebih tinggi bila dibandingkan rata-rata indeks panen yang dihasilkan oleh tanaman yang didefoliasi 6 helai, yaitu 3,6 % dan 4,9 %.

    4.2 Pembahasan

    Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sistem tanam dengan defoliasi pada semua parameter pertumbuhan maupun hasil. Hal tersebut diduga sebagai akibat tidak terjadinya saling pengaruh diantara dua faktor yang diujikan. Pengaruh interaksi yang tidak nyata antara perlakuan sistem tanam dan defoliasi terhadap parameter pertumbuhan dan hasil disebabkan oleh pertumbuhan tanaman yang ditanam tidak sesuai dengan deskripsi tanaman kacang hijau yang mempunyai lebih dari 6 cabang, sementara polong banyak dihasilkan pada cabang. Sedangkan terbentuknya cabang yang semakin banyak, maka akan dimungkinkan terjadi saling menaungi antara daun dari tanaman yang sama maupun dari tanaman yang lain, sehingga untuk mengurangi terjadinya persaingan dalam mendapatkan cahaya, maka daun daun yang mengalami overlaping atau senescense didefoliasi, apalagi ditunjang dengan penanaman sistem tanam jajar legowo yang semakin sempit.

    Namun, kenyataan dilapang bahwa jumlah cabang yang dihasilkan oleh tanaman kacang hijau hanya berkisar 2 3 cabang, sehingga tidak berpengaruh pada sistem tanam. Akibatnya hasil yang diperoleh antara tanaman yang ditanam secara tegel maupun jajar legowo pada sebagaian besar parameter adalah tidak berbeda nyata. Di sisi lain perlakuan defoliasi berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan maupun hasil, pada sebagaian besar komponen pertumbuhan untuk tanaman yang tanpa didefoliasi menghasilkan jumlah daun (Tabel 3), luas daun (Tabel 5), bobot kering total tanaman (Tabel 6), laju pertumbuhan relatif (Tabel 7), dan indeks luas daun (Tabel 8) paling tinggi bila

  • 31

    dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal tersebut diduga sebagai akibat bahwa jumlah daun sangat ditentukan oleh banyaknya daun yang tinggal pada tanaman, sehingga untuk tanaman yang tidak mengalami defoliasi maka jumlah daun yang dihasilkan paling tinggi. Jumlah daun ini berhubungan erat dengan luas daun, bahwa laus daun ini disamping ditentukan oleh luas dari individu daun juga ditentukan oleh banyaknya daun yang tinggal pada tanaman. Jadi dengan semakin banyaknya jumlah daun yang terbentuk maka akan dihasilkan luas daun yang tiggi pula.

    Daun merupakan organ penghasil asimilat yang penting bagi tanaman, sehingga dengan semakin banyaknya jumlah daun yang terbentuk, maka kapasitas tanaman dalam melakukan proses fotosintesis juga semakin tinggi, sehingga dihasilkan karbohidrat yang tinggi pula. Tingginya karbohidrat yang dihasilkan oleh tanaman tercermin pada bobot kering total tanaman yang dihasilkan dan laju perkembangannya. Namun demikian, banyaknya karbohidrat yang dapat dihasilkan oleh tanaman selama fase vegetatif tersebut belum tentu memberikan hasil yang sama pada komponen hasilnya. Hal tersebut akan terkait dengan kemampuan tanaman dalam mentranslokasikan hasil fotosintat tersebut kebagaian organ organ tanaman, apakah kebagian vegetatif atau kebagian organ penyimpanan, yang dapat dilihat dari besaran nilai indeks panen.maupun hasil panen. Ternyata dari hasil analisa diperoleh bahwa indeks panen dan hasil panen tertinggi dihasilkan pada tanaman yang didefoliasi 4 daun. Akibatnya, walaupun untuk tanaman yang tidak dikurangi daunnya dapat menghasilkan karbohidrat yang tinggi. Akan tetapi apabila hasil tersebut tidak banyak yang dialokasikan ke bagian sink, maka hasil akhir yang diperoleh adalah tidak berbeda dengan tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat cukup, tapi alokasi ke bagian sinknya tinggi.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tanam berpengaruh nyata pada parameter pertumbuhan dan hasil Akan tetapi pada parameter jumlah daun (Tabel 3), luas daun (Tabel 5), berat kering total tanaman (Tabel 6), laju pertumbuhan relatif (Tabel 7) dan indeks luas daun (Tabel 8) yang dihasilkan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam tegel tidak berbeda dengan tanaman

  • 32

    yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo. Hal ini disebabkan oleh jumlah populasi yang semakin banyak pada tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo, sehingga kompetisi yang terjadi antar tanaman didalam barisan akan semakin kuat. Khususnya perebutan cahaya matahari pada tajuk tanaman bagian tengah, akibat daun antar tanaman yang saling menaungi, sehingga penetrasi cahaya matahari yang diterima tanaman rendah (Tabel 18). Penetrasi cahaya matahari yang diserap tanaman akan dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Sugito (1999) mengemukakan bahwa proses fotosintesis hanya membutuhkan cahaya matahari dengan panjang gelombang tertentu, antara 0,4 0,7 mikron atau 4000 7000 mikro ampere yang disebut dengan istilah cahaya (visible light) atau PAR (photosintetic action radiation). Pernyataan tersebut sesuai dengan pengamatan intensitas cahaya matahari.(Lampiran 26) Tabel 18. Rata-rata rasio tranmisi cahaya (%) seluruh pengamatan

    Pengamatan (hst) Sistem tanam 18 36 54 Rata- rata Tegel 92,84 64,51 60,33 72,56 Jajar legowo 2:1 91,22 59,41 52,89 67,84 Jajar legowo 4:1 91,34 56,62 49,76 65,91

    Rendahnya penetrasi cahaya yang diterima oleh tajuk tanaman dapat berpengaruh pada hasil fotosintat yang dihasilkan tanaman, semakin rendah pula dan sebaliknya. Akan tetapi diantara sistem tanam jajar legowo 2:1 dan 4:1, yang menghasilkan pertumbuhan yang baik yaitu tanaman dengan sistem tanam jajar legowo 2:1. Terbukti pada pertumbuhan luas daun (Tabel 5), yaitu peningkatan perkembangan luas daun terjadi, maka meningkat pula energi yang diserap daun. Sedangkan hasil pertumbuhan indeks luas daun (Tabel 8), dipengaruhi oleh jumlah populasi. Semakin tinggi jumlah populasi persatuan luas lahan maka semakin tinggi pula indeks luas daun. Hasil panen tertinggi dihasilkan tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 yaitu sebesar 1,63 ton/ha (Tabel 16). Hal tersebut terkait dengan jumlah populasi persatuan luas lahan, maksudnya adalah semakin besar populasi persatuan luas maka semakin besar pula hasil yang diperoleh, tetapi terjadi penurunan hasil pertanaman yang disebabkan oleh kompetisi yang tinggi diantara tanaman kacang hijau.

  • 33

    Berdasarkan hasil analisis usaha tani dapat diinformasikan bahwa tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 menghsilkan B/C tertinggi yaitu sebesar 1,62 (Lampiran 24). Sedangkan pada tanaman yang didefoliasi 4 helai menghasilkan B/C tertinggi yaitu sebesar 1,87 (Lampiran 25).

  • V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Tidak ada interaksi antara perlakuan sistem tanam dengan defoliasi, sehingga

    tanaman dapat dibudidayakan secara terpisah menggunakan sistem tanam maupun defoliasi.

    2. Tanaman yang didefoliasi sebanyak 4 helai memberikan hasil panen tertinggi sebesar 1,69 t ha-1.

    3. Tanaman yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 memberikan hasil panen tertinggi yaitu sebesar 1,63 t ha-1

    5.2. Saran 1. Dalam pelaksanaan perlakuan sistem tanam dengan berbagai defoliasi pada

    kacang hijau sebaiknya perlu dilakukan penentuan waktu defoliasi yang tepat sehingga dapat meningkatkan hasil panen.

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    Bahrein. 2004. Petunjuk lapang pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah, meningkatkan hasil panen dan menghemat saprodi. p. 26-27.

    Chang, J. 1974. Climate and agriculture an ecological survey. Aldine Publising Company/Chicago. p. 36-42.

    June, T. 1999. Kapita selekta agroklimatologi. Pelatihan dosen-dosen klimatologi. Sejawa-Bali. IPB. Bogor. P. 349.

    Marzuki, R. H. A. dan Soeprapto H. S. 2005. Bertanam kacang hijau. Penebar Swadaya. Jakarta. pp. 56.

    Mimbar, S. M. 1993. Pengaruh kerapatan populasi dan banyak tanaman perumpun terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil panen kacang hijau varietas walet. Agrivita. 16 (2) : 78 - 82.

    Rahman, A. 2001. Pengaruh jumlah biji perlubang tanam dan defoliasi daun jagung manis varietas biji sweet. Laporan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. p. 1-39.

    Rans. 2005. Kacang hijau (Vigna radiata L.). http://www.warintek,progressio.orid/pertanian/kacanghijau.htm. p. 1-6

    Rukmana, R. 1997. Kacang hijau, budidaya dan pasca panen. Kanisius. Yogyakarta. pp. 68.

    Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisa pertumbuhan tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. pp. 167.

    Sugito, Y. 1999. Ekologi tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. p. 87-99.

    Suminarti, N. E. 2000. Pengaruh jarak tanam dan defoliasi daun terhadahp hasil tanaman jagung (Zea mays L.) varietas Bisma. Agrivita. 11(10) : 58-64

    Suriapermana, S. 1995. Tekhnologi tanam jajar legowo dalam usaha tani padi. Kompilasi Hasil Penelitian.Buku 3. Balai Penelitian Tanaman Padi.Sukamandi. pp. 24.

    Suriapermana, S., N. Indah dan Y. Surdianto. 2000. Teknologi budidaya dengan cara tanam legowo pada lahan sawah irigasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Tonggak kemajuan Teknologi Produksi

  • 36

    Tanaman Pangan. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Bogor. p.125-135.

    Suwandi. 1994. Defoliasi sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hasil tanaman kacangkacangan. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang.

    Trustinah, 1992. Biologi tanaman kacang hijau. Monograf Balittan malang no. 9, Balai Litbang Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan. Balittan Malang. p. 1219.

    COVER.pdfKATA PENGANTAR.pdfBAB I.pdfBAB II.pdfBAB III.pdfBAB IV.pdfBAB V.pdfDaftar Pustaka.pdf